Sifat Fisis dan Keawetan Alami Kayu Pengkih Terhadap Serangan Rayap Tanah (Macrotermes gilvus)

48

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air, kerapatan dan penyusutan kayu pengkih

Posisi
Bata
ng

Dimensi Awal
Prata-

Lrata-

Trata-

rata

rata


rata

(cm)

(cm)

(cm)

Volume

Berat

Berat akhir

(cm³

awal

(oven)


)

(gr)

(gr)

KA
Kerapatan
(g/cm³)

(
%
)
12.7

P1

7.67

2.39


2.40

43.93

41.45

36.75

0.837

8
9
13.3

P2

7.65

2.39


2.40

43.87

40.20

35.45

0.808

9
9
12.6

P3

7.63

2.42


2.39

44.23

37.50

33.30

0.753

1
3
12.9

P rata-

0.799

rata


3
4
13.2

T1

7.65

2.42

2.45

45.47

39.40

34.80

0.765


1
8
13.3

T2

7.63

2.46

2.43

45.57

39.85

35.15

0.771


7
1
13.3

T3

7.55

2.47

2.45

45.65

39.05

34.45

0.755


5
3
13.3

T rata-

0.764

rata

1
4
12.9

U1

7.61

2.39


2.44

44.45

37.40

33.10

0.745

9
1
15.9

U2

7.61

2.41


2.44

44.75

38.80

33.45

0.747

9
4

U3

7.63

2.39

2.44

44.44

37.55

33.20

0.747

13.1
0

Universitas Sumatera Utara

49

2
14.0

U rata-

0.746

rata

2
9

Keterangan : P = pangkal, T = Tengah, U = Ujung.

Susus
Dimens

Posisi

Dimens

t

i

i

ka

awa

akh

y

l

ir

u

(cm

(cm

(

³)

³)

%

Batang

Dimensi awal
(cm³)

Dimensi akhir
(cm³)

Susust kayu
(%)

)

P1

63.572

57.805

9.072

57.805

54.164

6.299

P2

64

58.720

8.250

58.720

55.995

4.641

P3

62.884

58.709

6.639

58.709

54.909

6.473

P rata-rata

7.987

5.804

T1

62.157

57.563

7.391

57.563

53.556

6.961

T2

61.965

57.888

6.580

57.888

53.801

7.060

T3

62.536

58.122

7.058

58.122

53.964

7.154

T rata-rata

7.010

7.058

U1

61.615

56.911

7.635

56.911

53.429

6.118

U2

62.969

59.310

5.811

59.310

55.414

6.569

U3

63.688

58.800

7.675

58.800

53.663

8.736

T rata-rata

7.040

7.141

Keterangan : P = pangkal, T = Tengah, U = Ujung.

Universitas Sumatera Utara

50

Lampiran 2. Hasil pengukuran Daya serap air dan Pengembangan tebal kayu
Pengkih

Posisi batang

Tebal Awal

Tebal direndam rata-rata (cm)

Pengembangan Tebal (%)

2 jam

24 jam

2 jam

24 jam

P1

2.403

2.417

2.453

0.583

2.081

P2

2.407

2.423

2.430

0.665

0.956

P3

2.293

2.313

2.370

0.872

3.358

0.707

2.131

P Rata-rata
T1

2.410

2.423

2.453

0.539

1.784

T2

2.420

2.437

2.487

0.702

2.769

T3

2.370

2.400

2.437

1.266

2.827

0.836

2.460

T Rata-rata
U1

2.357

2.390

2.430

1.400

3.097

U2

2.413

2.430

2.460

0.705

1.948

U3

2.403

2.423

2.473

0.832

2.913

0.979

2.653

U Rata-rata

Posisi batang

Berat awal
(g)

Berat direndam (g)

Daya Serap Air (%)

2 jam

24 jam

2 jam

24 jam

P1

36.150

37.750

41.100

4.426

13.693

P2

37.650

39.450

42.950

4.781

14.077

P3

37.600

39.350

42.750

4.654

13.697

4.620

13.822

P Rata-rata
T1

37.800

39.750

43.100

5.159

14.021

T2

38.500

40.200

43.600

4.416

13.247

T3

37.100

39.700

42.450

7.008

14.420

5.527

13.896

T Rata-rata
U1

40.350

42.250

46.050

4.709

14.126

U2

38.450

40.850

45.000

6.242

17.035

U3

38.400

41.250

43.950

7.422

14.453

6.124

15.205

U Rata-rata

Universitas Sumatera Utara

51

Lampiran 3. Hasil pengukuran Keawetan alami Kayu pengkih

Berat awal

Berat akhir

(gr)

(gr)

P1

231.4

P2

Posisi Batang

Kehilangan Berat (%)

Kelas Ketahanan

231.2

0.1

Sangat Tahan

230.2

229.2

0.4

Sangat Tahan

P3

238.6

238.1

0.2

Sangat Tahan

P4

243.2

242.1

0.5

Sangat Tahan

0.3

Sangat Tahan

P rata-rata
T1

232.6

231.4

0.5

Sangat Tahan

T2

224.9

224.1

0.4

Sangat Tahan

T3

237.8

237.0

0.3

Sangat Tahan

T4

230.7

229.3

0.6

Sangat Tahan

0.5

Sangat Tahan

T rata-rata
U1

220.2

219.3

0.4

Sangat Tahan

U2

220.3

219.5

0.4

Sangat Tahan

U3

229.2

227.1

0.9

Sangat Tahan

U4

226.7

225.1

0.7

Sangat Tahan

0.6

Sangat Tahan

T rata-rata

Universitas Sumatera Utara

52

Lampiran 4. Hasil pengukuran Berat Jenis Zat Kayu pengkih

Nama Serbuk
Meranti merah
(Shorea leprosula)

C (gr)

CS (gr)

CSKT (gr)

KA (%)

38

40

39,8

11,11%

Picnometer (P)

= 34,4 gr

Picnometer + Serbuk (PS)

= 36,4 gr

Maka, Serbuk (S) adalah: S

= PS - P
= 36,4 gr – 34,4 gr
= 2 gr

Cawan kaca (C)

= 38 gr

Cawan kaca + Serbuk (CS)

= 40 gr

Sebuk (S) = CS – C
= 40 gr – 38 gr
= 2 gr
Cawan Serbuk Kering Tanur (CSKT) = 39,8 gr
KA serbuk

=

(CS  C )  (CSKT  C )
x100%
(CSKT  C )

=

(40  38)  (39,8  38)
x100%
(39,8  38)

=

2  1,8
x100%
1,8

=

0,2
x100%
1,8

= 11,11%

BKT zk = SKT =

S
1  KA / 100

Universitas Sumatera Utara

53

=

2
1  11,11 / 100

=

2
1,11

BKTzk = SKT = 1,8 gr
P

PS (gr)
(

PSKT
(gr)

A’ PA

BKT (gr)

serbuk BJzk

Vol.
(cm3)

(gr)

g
r)
34,4

36,4

84,4 gr

83,8

1,8

1,2

1,5

Picnometer (P)

= 34,4 gr

Picnometer Serbuk Kering Tanur + Air (PSKT A’)

= 84,4 gr

Picnometer + Air (PA)

= 83,8 gr

Vol. serbuk

= (PA- P) – (PSKT A’ – P – SKT)
= (83,8 gr – 34,4 gr) – (84,4 gr – 34,4 gr – 1,8
gr)
= 49,4 gr – 48,2 gr
= 1,2 cm3

BJ zat kayu

BKTzatkayu
Vol.serbuk
= 1,8 gr
=

1,2 gr
= 1,5

Universitas Sumatera Utara

54

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

55

Universitas Sumatera Utara

56

Universitas Sumatera Utara

46

DAFTAR PUSTAKA

American Society for Testing And Materials, 1945. Standart Methods of Testing
Small Clear Specimens of Timber. ASTM D 143-1994.
Borror, D. J., C. A. Triplehorn, dan N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi Keenam. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bowyer, J.L., R. Shmulsky & J.G. Haygreen. 2003. Forest Product and Wood
Science : An Introduction. 4th ed. Iowa State Press. Iowa.
Brown, H.P.,A.J.Panshin, dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood
Technology. Vol II McGraw-Hill. New York.
Dumanaw, J. F. 1993. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Duljapar, K. 2001. Pengawetan Kayu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Green, D.W, J.E Winandy, and D.E. Kretschmann. 1999. Mechanical Properties
Wood. Dalam Wood Handbook as an Engineering Material. USDA
Madison.
Haygreen, J. G. dan Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar
Terjemahan Hadikusumo, S. A dan Prawirohatmodjo, S. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hunt, G. M, dan Garrat. 1986. Pengawetan Kayu. Terjemahan Jusuf, M. Edisi
Pertama. Cetakan Pertama. Akademika Pressindo.
Iswanto, A.H. 2008. Sifat Fisis Kayu: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa
Jenis Kayu. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara.
Karlinasari. L, Mulayadi M, Sadiyo S. 2005. Kecepatan Rambatan Gelombang
Ultrasonik dan Keteguhan Lentur Beberapa Jenis Kayu Pada Berbagai
Kondisi Kadar Air. Jurna; Teknologi Hasil Hutan. Vol. 18, No.2. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Mandang, Y.I. dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di
Lapangan. Yayasan Prosea Bogor. Bogor.
Muslich, M., Sumarni, G. 2008. Nyantoh Putih dan Balobo Sebagai Pengganti
Kayu Ramin. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Buletin
Hasil Hutan Vol. 14 No.2.

Universitas Sumatera Utara

47

Peraturan Kayu Konstruksi Indonesia. 1961. Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan. Puslitbang SDA.
Prasetiyo, K. W dan S. Yusuf. 2005. Mencegah Dan Membasmi Rayap Secara
Ramah Lingkungan dan Kimiawi. PT. Agro Media Pustaka. Depok.
Jakarta.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu
Terhadap Organisme Perusak Kayu. Standard Nasional Indonesia (SNI)
01-7207-2006.
Suranto, S. 2002. Pengawetan Kayu Bahan Dan Metode. Kanisius. Yogyakarta.
Tambunan, B. dan D. Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Instititut Pertanian Bogor.
Bogor.
Tim Elsppat. 1997. Pengawetan Kayu Dan Bambu. Puspa Swara, Anggota IKAPI.
Jakarta.
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, properties,
utilization. Van Nostrand Reinhold New York.
Walker, J.C.F. 1993. Water and Wood. Dalam Primary Wood Processing.
Chapman & Hall. London.
Wahyudi, I dan Z. Coto. 2003. Kayu, Siapa yang Tak Kenal. Dalam Primary
Forum Komunikasi Teknologi dan Industri Kayu. Vol 1/1 April.

Universitas Sumatera Utara

26

METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2012 sampai bulan juni
2012. Persiapan sampel penelitian dilaksanakan di UD. Pinus Raya, Simalingkar
B dan pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan,
Departemen Kehutanan- FP dan Laboratorium Dasar Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Untuk pengujian keawetan alami kayu di
laksanakan di hutan Tridharma Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon
Pengkih diperoleh dari dari daerah Karo . Bagian pohon yang di gunakan adalah
pohon Pengkih bagian pangkal, tengah dan ujung dan serbuk gergajian kayu
pengkih.

Bahan lainya adalah cat untuk menandai ujung contoh uji dan air

sebagai bahan pelarut.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : chain saw,
meteran, oven, circular saw, caliper, double planer, aluminium foil, timbangan
digital, Picnometer, cawan alumunium, vakum, kantungan plastik, bak rendaman,
amplas, ayakan 40-60 mesh, Aquades.

Universitas Sumatera Utara

27

Metode Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Sebatang pohon pengkih ditebang dari hutan. Kemudian batang dibagi
menjadi tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung. Contoh uji yang digunakan
hanya bagian teras dari batang pohon pengkih. Pohon pengkih dari setiap
ketinggian (pangkal, tengah, dan ujung), di belah dengan menggunakan bandsaw,
kemudian dihaluskan dengan menggunakan doubleplanner dan selanjutnya di
bagi-bagi menjadi sortiem-sortimen yang telah di tentukan .
Pengujian Sifat Fisis dan Keawetan Alami Kayu Pengkih Terhadap
Serangan Rayap Tanah
Sebelum melakukan pengujian, log kayu dari setiap bagian (pangkal,
tengah, ujung) dipotong pada setiap sisi dengan menggunakan Chainsaw sehingga
membentuk balok kayu persegi. Pemotongan sisi ini bertujuan untuk
mempermudah pembuatan sample contoh uji pada saat pembelahan dengan
menngunakan Bandsaw.
Contoh uji kayu pengkih untuk keawetan alami berukuran 2,5 x 5 x 25
cm3. Pengujian ketahanan kayu pengkih terhadap serangan rayap tanah dilakukan
dengan menggunakan metode uji kubur (grave yard test). Pengujian dilakukan
dengan cara mengubur contoh uji secara vertical selama 3 bulan (±100 hari).
Seluruh contoh uji di kubur secara acak dengan jarak 0,5 m setiap contoh uji
dengan membiarkan minimal 5-10 cm dari bagian ujung contoh uji terlihat jelas
diatas permukaan tanah.
Sebelum pengujian, terlebih dahulu diukur berat contoh uji dalam
kondisi kering oven. Setelah 3 bulan, contoh uji diangkat, dibersihkan dan

Universitas Sumatera Utara

28

dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat kering oven. Lalu ditimbang
untuk mengetahui kehilanganberatnya. Keawetan alami kayu pengkih terhadap
serangan rayap tanah melalui uji kubur diperoleh dengan menghitung persentase
kehilangan berat (weight loss) Kayu Pengkih berdasarkan SNI 01-7207-2006,
dengan rumus :
kehilangan berat (%) 

beratawal  beratakhir
x100 %
beratawal

Dilakukan penentuan kelas ketahanan kayu pengkih berdasarkan
klasifikasi SNI 01-7207-2006. Klasifikasi SNI 01-7207-2006 disajikan pada Tabel
berikut.
Tabel 4. Klasifikasi ketahanan Kayu Pengkih terhadap serangan rayap
berdasarkan SNI 01-7207-2006
Kelas

Ketahanan

Penurunan berat

I

Sangat tahan

ujung, kadar air kayu

dimana bagian pangkal < ujung kayu dan perbedaan antar kayu gubal dan kayu
teras dimana bagian pangkal > ujung kayu.

5. Berat jenis Zat Kayu
Pengkuruan Berat jenis zat kayu dilakukan dengan mengguanakn
sampel serbuk kayu pengkih yang diambil secara acak tanpa memperhitungkan
posisi ketinggian batang. Seperti yang tercantum pada Bab bahan dan metode,

Universitas Sumatera Utara

42

untuk menghitung BKT Zat Kayu diperlukan perhitungan Kadar air (KA). Setelah
didapatkan nilai Kadar Air dari serbuk kayu pengkih maka dapat dihitung BKT
zat kayu untuk selanjutnya dapat dihitung Volume serbuk dan Berat jenis zat
kayunya. Berikut disajikan hasil perhitungan BKT zat kayu, Volume serbuk dan
berat jenis zat kayu dari sampel serbuk kayu pengkih.
Pada penempatan jenis kayu ini yang digunakan adalah sample berupa
serbuk kayu Pengkih yang memiliki KA sebesar 11,11%. Setelah nilai KA maka
dilakukan pengukuran berat kering tanur serbuk dan volume serbuk untuk
mendapatkan berat jenis kayunya. Pada hasil yang diperoleh, berat jenis zat kayu
meranti merah adalah 1,50. hal ini sesuai dengan pernyataan Brown, et.al (1952)
mempertegas bahwa secara umum BJ dinding sel

(zat kayu) untuk semua jenis

kayu adalah sama besar yaitu ± 1,46-1,53. Selanjutnya Dumanauw (1993) juga
menyatakan bahwa berat jenis ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel,
kecilnya rongga sel membentuk pori-pori. Berat jenis diperoleh dari perbandingan
antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu
standar. Umumnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering
tanur atau kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air tersebut Semua
kayu mempunayi berat jenis zat kayu 1,50 ; 1,53 secara teoritis tidak sama dengan
rongga selnya

Keawetan Alami Kayu

Uji kubur dilakukan di Hutan Tridharma USU. Tempat pengujian ini
banyak terdapat koloni rayap tanah hal ini dapat dilihat dari ditemukannya
beberapa timbunan tanah. Berdasarkan penelitian Wardhana (2009) ditemukan
beberapa timbunan tanah yang dipastikan merupakan sarang rayap tanah yang

Universitas Sumatera Utara

43

bertipe sarang bukit. Jenis rayap yang ditemukan berdasarkan penelitian
Wardhana (2009) dan Gea (2009) adalah rayap dengan jenis Macrotermes gilvus.
Uji kubur Kayu Pengkih bertujuan untuk mengetahui ketahanan kayu terhadap
serangan rayap dan mikroorganisme lain. Hasil uji kubur didasarkan pada
kehilangan berat kayu pada saat dilapangan. Hasil penelitian kehilangan berat
Kayu Pengkih dapat dilihat pada Gambar 7.
Keawetan Alami

Kehilangan Berat (%)

0,7
0,6

0,6

0,5

0,5

Pangkal

0,4
0,3

Tengah
0,3

Ujung

0,2
0,1
0,0
Pangkal

Tengah

Ujung

Posisi Batang

Gambar 7. Grafik Rerata Keawetan Alami Kayu
Grafik diatas menunjukkan nilai rerata kehilangan berat Kayu Pengkih
masing-masing berkisar antara 0,1% - 0.9%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai kehilangan berat terbesar terdapat pada posisi ujung batang dengan rerata
kehilangan berat sebesar 0,6 %, sedangkan kehilangan berat terkecil terdapat pada
bagian pangkal batang dengan rerata kehilangan berat sebesar 0,3 %.
Berdasarkan klasifikasi SNI 01-7207-2006, nilai penurunan berat kayu
pengkih dapat diklasifikasikan sangat tahan pada semua contoh uji sehingga
termasuk kelas awet 1. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut bahwa kayu pengkih
memiliki kekuatan yang baik. Hasil uji kubur menunjukkan bahwa Kayu pengkih
mempunyai sifat ketahanan yang tinggi terhadap serangan rayap atau

Universitas Sumatera Utara

44

mikroorganisme lain. Hal ini disebabkan karena rayap tidak suka dengan struktur
kayu yang sifatnya keras. Tim Elsppat, (1997) menyatakan bahwa Keawetan kayu
selain dipengaruhi faktor biologis, juga dipengaruhi faktor lain seperti, kandungan
zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh dan
tempat kayu tersebut dipergunakan.
Kayu akan semakin awet dari bagian ujung menuju ke pangkal karena
perbandingan kayu teras dan zat ekstraktif yang lebih besar di bagian pangkal dari
pada bagian ujung. Kayu teras merupakan bagian kayu yang telah mati dimana
banyak terdapat tumpukan zat ekstraktif yang bersifat racun. Haygreen dan
Bowyer (1996) juga menambahkan apabila kayu secara alami dapat tahan
terhadap serangan cendawan dan serangga disebabkan karena sebagian zat
ekstraktif bersifat racun atau paling tidak menolak jamur pembusuk dan serangga.
Hal ini lah yang menyebabkan kayu pengkih sangat tahan terhadap serangan rayap
tanah.

Universitas Sumatera Utara

45

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil pengujian Sifat fisis batang kayu pengkih terutama kerapatan
dan berat jenisnya menunjukkan kayu pengkih termasuk ke dalam kayu
dengan kelas kuat II dan kelas awet 1 sehingga kayu pengkih digolongkan
sebagai kayu yang sangat tahan tahan terhadap serangan rayap tanah
(Macrotermes gilvus).
2. pada arah vertical sifat fisis kayu pengkih (KA, Kerapatan dan BJ, DSA,
PT dan Penyusutan Kayu) cenderung meningkat dari arah pangkal kayu
menuju ujung kayu, sedangkan untuk keawetan alami kayu pengkih
kehilangan beratnya menurun dari ujung menuju pangkal kayu pengkih
dan berat jenis zat kayu pengkih sama denganberat jenis zat kayu lainnya
yaitu sebesar 1,5
3. Kekerasan kayu Pengkih cukup keras dan berat yang membuat
pengolahannya cukup sulit sehingga membuat kayu ini hanya cocok
dijadikan sebagai bahan bangunan strukturan dan non-struktural.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menguji sifat dasar kayu
(anatomi, mekanis, kimia) secara horizontal serta sifat pengerjaan kayu
(pengeringan, permesinan, pengawetan) dengan jenis kayu yang sama dan metode
yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

15

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Fisis Kayu
Kadar Air
Kayu adalah bahan yang bersifat higroskopis yaitu mampu untuk
menyerap dan melepaskan air, baik dalam bentuk cairan atau uap air. Penyerapan
atau pelepasan air tergantung pada suhu dan kelembaban sekitarnnya, serta jumlah
air yang ada dalam kayu. Kadar air kayu akan berubah dengan berubahnya kondisi
udara sekitarnya. Perubahan kadar air kayu akan berpengaruh terhadap dimensi
dan sifat-sifat kayu (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat
dalam dua bentuk yaitu air ebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat
(imbibisi) yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dinding sel jenuh dengan air
sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat.
Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal ini
disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar
air

titik

jenuh

serat

berkisar

antara

25-30%

(Panshin et al, 1964 dalam Iswanto, 2008).
Berat basah target dapat ditentukan berdasarkan penelitian Wang et al.
(2003) dalam Karlinasari (2005), dikatakan bahwa penurunan kadar air selama
proses pengeringan diikuti dengan penurunan berat speSimen. Hal ini dapat terjadi
pada spesimen longitudinal dan spesimen radial. Penurunan berat spesimen
longitudinal saat penurunan kadar air dari kondisi basah ke kondisi titik jenuh

Universitas Sumatera Utara

16

serat berkisar 10-15 g. Sedangkan penurunan berat spesimen radial berkisar 5-8 g.
ketika kadar air spesimen menurun dari kadar air titik jenuh serat ke kadar air
kering udara, penurunan berat spesimen longitudinal berkisar 2-4 g, sedangkan
spesimen radial mengalami penurunan berat berkisar 1-2 g.

Kerapatan dan berat jenis kayu
Kayu merupakan bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur tersebut
memberikan kayu sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan kayu berhubungan
langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan
didefenisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Ini biasanya dinyatakan
dalam kilogram per meter kubik (Haygreen & Bowyer, !996).
Lebih lanjut Haygreen & Bowyer (1996) mendefenisikan berat jenis
sebagai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada 40 C. air
memiliki kerapatan 1 g/cm3 pada suhu standar tersebut. Perhitungan berat jenis
dapat disederhanakan dalam sistem metrik karena 1 cm3 beratnya tepat 1 gram.
Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram
dengan volume dalam cm3 . Dengan angka, maka kerapatan dalam berat jenis
adalah sama. Namun berat jenis tidak mempunyai satuan karna berat jenis adalah
nilai relatif.
Tsoumis (1991) mendefinisikan berat jenis (BJ) sebagai perbandingan
antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 40C. Air memiliki
kerapatan 1gr/cm3 pada suhu standar tersebut. Perhitungan BJ banyak
disederhanakan dalam sistem metrik karena 1 cm3 air beratnya tepat 1 gram. Jadi
BJ dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat dalam gram dengan
volume dalam cm3. Dengan angka, maka kerapatan dan BJ adalah sama. Namun

Universitas Sumatera Utara

17

BJ tidak mempunyai satuan karena BJ adalah nilai relatif. Aplikasi penggunaan
perhitungan BJ diantaranya adalah untuk menghitung biaya transportasi,
menentukan kekuatan kayu, sifat dan daya tahan kayu sebagai bahan konstruksi.
Semakin tinggi BJ kayu maka kekuatan kayu lebih baik dan harganya pun lebih
mahal.

Kelas Kekuatan Kayu
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961) menyatakan kelas
kuat kayu didasarkan pada berat jenis (BJ), modulus lentur (MOE), dan modulus
patah (MOR), dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelas Kekuatan Kayu
Kelas Kuat
I
II
III
IV
V

Berat Jenis
≥ 0,90
0,90 – 0,60
0,60 – 0,40
0,40 – 0,30
< 0,30

MOE (kg/cm2)
125.000
100.000
80.000
60.000
-

MOR (kg/cm2)
≥ 1100
1100 – 725
725 – 500
500 – 360
< 360

Penyusutan Dimensi Kayu
Kayu sebagai bahan mineral yang seringkali digunakan untuk
komponen bangunan maupun meubel secara umum memiliki berbagai keunggulan
bila dibandingkan material lain seperti baja dan beton. Kayu pada umumnya lebih
bernilai artistik karena coraknya, mudah dibentuk dan dikerjakan, dan dapat
dibuat menjadi berbagai macam produk termasuk furniture.
Tsoumis

(1991)

menyatakan

bahwa

penyusutan

merupakan

pengurangan dimensi kayu sejalan dengan berkurangnya kadar air di bawah titik
jenuh serat. Perubahan dimensi kayu ini berbeda-beda pada ketiga arah, yang
terkecil ada pada arah longitudinal, kemudian lebih besar pada arah radial dan

Universitas Sumatera Utara

18

terbesar ada pada arah tangensial. Secara umum penyusutan pada kayu
berkerapatan sedang adalah 0,1% -0,3% pada arah longitudinal, 2%-6% pada arah
radial, dan 5%-10% pada arah tangensial.
Menurut Tsoumis (1991) penyusutan kayu dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti kadar air, kerapatan kayu, struktur anatomi, ekstraktif, komposisi
kimia kayu dan tekanan mekanis. Faktor-faktor yang mempengaruhi susut kayu
antara lain adalah :
1. Perbedaan antara kayu gubal dn kayu teras. Kayu teras lebih lambat dikeringkan
daripada kayu gubal. Hal ini disebabkan kayu gubal lebih permeabel daripada
kayu teras.
2. Kayu reaksi. Dengan adanya kayu reaksi akan menyebabkan susut yang cukup
besar pada arah longitudinal sehingga dapat menyebabkan cacat bungkuk atau
muntir.
3. Mata kayu. Mata kayu terikat yaitu dihasilkan oleh cabang yang masih hidup.
Dalam pengeringan akan menyebabkan cacat yang berbentuk pecah batang.
Adapun mata kayu lepas yaitu yang terjadi pada cabang yang sudah tidak tumbuh
lagi sehingga terpisah dari bagian lain yang masih tumbuh. Dan cacat yang
ditimbulkan adalah lepas atau longgar.
4. Berat jenis kayu. Pada umumnya semakin tinggi berat jenis makin sukar
dikeringkan. Demikian juga makin besar berat jenis susut yang terjadi makin
besar.
5. Serat kayu umumnya digunakan untuk menyatakan secara umum arah serabut
dalam kayu. Kayu dengan serat yang beragam akan lebih sedikit mengalami cacat
pada pengeringan.

Universitas Sumatera Utara

19

Berat jenis zat kayu
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kayu hampir sebagian besar
tersusun atas sel-sel mati, yang terdiri atas dinding sel dan rongga sel. Berat jenis
zat kayunya memiliki nilai konstan 1,5 sedangkan kerapatan dan berat jenis (BJ)
kayu besarnya berbeda berkisar 0,1 (kayu balsa) hingga 1,3 (Guaiacum
officinale). Pernyataan ini didukung oleh Green, et.al (1999) dan walker (1993)
yang berpendapat bahwa berat jenis zat kayu untuk semua tumbuhan berkayu
besarnya berkisar 1,5.
Brown, et.al (1952) mempertegas bahwa secara umum BJ dinding sel
(zat kayu) untuk semua jenis kayu adalah sama besar yaitu ± 1,46-1,53. Nilai 1,46
diperoleh jika menggunakan media zat cair yang tidak dapat masuk microvoid,
seperti benzene dan toluene. Sedangkan nilai 1,53 diperoleh jika media zat cair
polar yang digunakan untuk menghitung BJ, dalm hal ini air dapat masuk ke
dalam microvoid. Walker (1993) kemudian melengkapi bahwa berat jenis zat
kayu yang diukur dengan menggunakan silikon besarnya 1,465; dengan air 1.545;
dan dengan hexane 1,5333.

Keawetan Alami Kayu
Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah
terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi
organisme yang bersangkutan (Duljapar, 2001). Keawetan kayu berhubungan erat
dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama.
Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak
kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu
gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur

Universitas Sumatera Utara

20

pemakaiannya. Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu
dalam konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak
akan berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan
kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila
kontruksi terebut akan berumur beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut
diawetkan terlebih dahulu dengan baik. Karena itulah dikenal apa yang disebut
dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan
kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi, meskipun suatu jenis kayu
memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas
awetnya rendah (Tim Elsppat, 1997).
Suranto (2002), memaparkan bahwa tiap-tiap kelas keawetan itu
memberi Gambaran tentang umur kayu dalam pemakaian. Secara utuh klasifikasi
keawetan kayu dapat dilihat pada Tabel 1. dan pengaruh kondisi lingkungan
terhadap umur pakai kayu pada setiap kelas keawetan kayu dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Keawetan Kayu
Kelas

Kualifikasi

Umur pemakaian Rata-rata(tahun

Keawetan

keawetan

1

Sangat awet

>8

2

Awet

5-8

3

Agak awet

3-5

4

Tidak awet

1.5 - 3

5

Sangat tidak Awet