Keawetan Kayu

KEAWETAN KAYU
REVANDY ISKANDAR M. DAMANIK
Program Studi Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Keawetan kayu adalah daya tahan sesuatu jenis kayu terhadap organisme rusak kayu. Tambunan dan Nandika (1989) menyataka n perusak kayu dapat terjadi oleh berbagai faktor baik biologis, fisik, mekanisme maupun kimia.
Kenyataan menunjukkan bahwa dari kempat faktor tersebut, ternyata paling banyak menimbulkan kerusakan terhadap kayu adalah faktor biologis. Faktor-faktor biologis perusak kayu yang terpenting adalah jamur, bakteri, serangga dan binatang laut. Jasad hidup tersebut merusak kayu karena mereka menjadikan kayu sebagai tempat tinggal atau makanannya.
Kerugian yang terjadi akibat kerusakan kayu oleh faktor biologis tiap tahunnya mencapai milyaran rupiah. Kerusakan tersebut terjadi baik pada pohon yang masih berdiri, balok segar, kayu gergajian, maupun produk-produk kayu lain dalam penyimpanan dan pemakaian. Oleh karena itu upaya pengendalian terhadap jasad hidup perusak kayu tersebut telah sejak lama dilakukan baik secara fisik, mekanik, kimia maupun secara hayati.
II. JAMUR
Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka berperan sebagai parasit atau saprofit (Tambunan dan Nandika, 1989). Hunt dan Garrat(1986) menyatakan berlainan dengan tanaman hijau, mikroorganisme ini tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri, melainkan harus memperoleh makanannya dari bahanbahan organik yang dihasilkan oleh organisme hidup lainnya.
Komponen karbohidrat dan lignin kayu memberikan makan pada variasi cendawan yang luas (Haygren dun Bowyer, 1993). Nicholas (1987) meyatakan tenaga dan kebanyakan dari bahan-bahan sel bagi organisme itu dipenuhi terutama oleh karbohidrat yang terdiri dari holoselulosa, pati, dan gula serta untuk beberapa organisme oleh lignin. Nitrogen dan mineral- mineral tersedia meskipun dalam jumlah yang terhitung kecil. Sejumlah kecil thiamin, vitamin B1 dari nutrisi binatang, tampaknya diperlukan oleh kebanyakan cendawan. Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan komponen-komponen tersebut dirombak secara biokimia dengan bantuan enzim. Karena perombakan inilah maka sifat-sifat kayu berubab dan cenderung rusak.
Mikroorganisme ini dapat dibedakan dalam empat golongan tergantung pada sifat perkembangan didalam dan pada kayu, dan tipe kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Hunt dan Garrat (1986) menyatakan golongan-golongan tersebut adalah cendawan perusak kayu, pewarna kayu, cendawan buluk dan bakteri penyerang kayu.
Pengaruh serangan jamur terhadap sifat-sifat kayu secara umum adalah: a. Pengaruh berat, hilangannya sebagian selulosa dan lignin karena dirombak
oleh jamur. Bila presentase penyerangan jamur ini tinggi, maka kayu menjadi semakin ringan.

©2003 Digitized by USU digital library

1

b. Pengaruh kekuatan, kayu yang diserang jamur akan mempengaruhi sifat keteguhan pukul, keteguhan lengkung, keteguhan tekan, kekerasan serta elastisitasnya dan mengakibatkan kekuatan kayu akan berkurang.
c. Peningkatan kadar air, kayu yang lapuk akan menyerap air lebih banyak dari pada kayu yang segar sehat.

d. Penurunan kalori, nilai kalori ada hubungannya dengan intesitas serangan. Apabila intensitas pelapukan semakin tinggi maka nilai kalori semakin kecil, sebab kayu yang lapuk memberikan panas yang lebih kecil dari pada kayu yang sehat.
e. Perubahan warna, white-rot menimbulkan warna putih, brown-rot menimbulkan warna coklat, sedangkan blue-stain menimbulkan warna hitam kebiru- biruan.
f. Perubahan bau, umunya kayu lapuk baunya berbeda dengan kayu yang sehat. Kayu lapuk baunya sangat tidak menyenangkan bagi pencium
g. Perubahan struktur mikroskopis, white-rot menyebabkan dinding sel kayu makin lama- makin tipis dan akhirnya habis. Brown-rot menyerang selulosa kayu. Soft-rot hanya menyerang diding sekunder dan bila dilihat dengan mikroskop polarisasi maka terlihat lubang-lubang spiral yang memanjang.
III. BAKTERI
Bakteri adalah jenis tumbuhan tingkat rendah yang tidak berhijau daun. Oleh karena itu untuk hidupnya memerlukan bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau. Jasad renik ini mempunyai kemampuan khusus untuk berkembang pada liungkungan yang kurang oksigen. Beberapa jenis diantaranya bahkan dapat hidup secara anaerobik.
Knuht (1969) dalam penelitiannya terhadap bahan-bahan dari kayu, telah menemukan 198 jenis bakteri pada berbagai jenis kayu. Diantaranya dari genus Bacillus, Aerobacter, dan pseudomonas yang biasanya hidup didalam tanah dan air (Tambunan dan Nandika, 1989). Nicholas (1987) menyatakan bakteri ini masuk kedalam kayu bagian dalam dengan jalan menembus sel yang satu ke sel yang lainnya melalui noktah sel, setelah penghancuran membran sel.
Serangan bakteri terhadap kayu biasanya terjadi bersama-sama dengan jamur (Tambunan dan Nandika, 1989). Hunt dan Garrat (1986) menyatakan kedua jenis jasad renik tersebut kemungkinan bekerjasama dalam penghancuran kayu secara biologis. Bakteri mempunyai kemampuan dalam merusak selulosa kayu dan juga mampu merusak jaringan-jaringan berlignin jika kondisi lingkunagan memungkinkan.
Kayu yang diserang oleh bakteri akan banyak menyerap air dan kekuatan kayu akan berkurang. Pada prinsipnya serangan bakteri menyebabkan daya ahorsi pada kayu menjadi tidak normal karena rusaknya membran noktah dari sel-sel (Tambunan dan Nandika, 1989).
IV. SERANGGA
Kerusakan kayu akibat serangan serangga sangat beragam, baik bentuk, posisi maupun intensitasnya (Hunt dan Garrat, 1986). Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan serangga dapat merusak kayu yang sangat hebat, terutama didaerah tropik seperti Indonesia. Nicholas (1987) menyatakan tinggi rendahnya derajat kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh serangan perusak kayu, terutama ditentukan oleh individunya (populasi serangga), Oleh-oleh karena sifat-sifatnya, kayu sering dipakai oleh serangga untuk tempat tinggalnya atau dapat juga

©2003 Digitized by USU digital library

2

sebagai bahan makanan zat gula dan tepung, juga memakan hemiselulosa dengan jalan sembiosa dengan protozoa yang hidup pada bagian usus serangga (Hunt dan Garrat, 1986).
1. Rayap Di Indonesia rayap tergolong kedalam kelompok serangga perusak kayu
utama. Kerugian akibat serangan rayap tidak kecil, binatang kecil yang tergolong kedalam serangga sosial ini, mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan mengakibatkan kerugian besar pula (Tambunan dan Nandika, 1989). Hunt dan Garrat (1988) me nyatakan rayap ini menyerang beraneka ragam kayu bangunan, seperti tiang-tiang, tonggak-tonggak penyangga, tiang penguat tambang, menara pengebor minyak, kayu jembatan.
Karena kayu dan tanaman mengandung selulosa yang tinggi, kedua tanaman tersebut selalu menjadi mangsa rayap yang utama (Nicholas, 1987). Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan bagian tanaman kayu yang lapuk dan tanah yang berhumus merupakan makanan menarik bagi rayap. Hunt dan Garrat (1986) menyatakan dalam keadaan terpaksa kulit atau plastik dapat diserang pula oleh serangga ini.

Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan rayap adalah penghuni utama dari daerah berhutan, yang memperoleh sebagian besar dari makanannya dari pohon-pohon yang tumbang dan cabang, serta dan tunggak dan akar-akar yang mati. Haygreen dan BoVvyer (1993) menyatakan rayap memakai kayu dari dalam tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya sebagai alat untuk mencapai kayu. Tetapi Hunt dan Garrat (1986) menyatakan denga perkembangan daerah-daerah berkayu untuk pemukiman dan tujuan-tujuan penelitian, rayap ini banyak tertarik pada berbagai bangunan dan barang-harang yang terbuat dari kayu.
2. Kumbang Beberapa serangga menghasilkan apa yang disebut cacat bubuk kayu.
Larva dari serangga-serangga ini menggali dalam kayu untuk mendapatkan makanan dan berlindung, dan meninggalkan bagian-bagian kayu yang tidak dicerna dalam bentuk bubuk-bubuk halus (Hunt dan Garrat, 1986). Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan jika kayu yang terserang digerakkan atau digoyangkan, sisa yang berbentuk bubuk ini keluar dari lubang-lubang yang dibuat pada permukaan kayu oleh kumbang dewasa yang bersayap ketika mereka muncul untuk meluaskan serangan. Larva-larva menggerogoti kayu dalam bentuk tak beraturan dan kerap kali berupa saluran-saluran yang besar dan jika serangan hebat biasanya hanya tinggal sedikit kayu yang sehat sebagai lapisan luar yang tipis, yang mungkin mudah dihancurkan.
Diantara serangga bubuk kayu yang sangat penting dari segi pengaruh dan besarnya kerusakan, adalah kumbang Lyctus. Serangga-serangga ini hanya menyerang kayu daun lebar denga diameter pembuluh yang sangat besar untuk menerima telurnya. Kepekaan kayu terhadap serangan ini ditujukan oleh kadar patinya, karena pari adalah zat makanan pokok bagi Lyctus (Hunt dan Garrat, 1986).
Papan, mebel, kayu bangunan, kayu perkakas dan lain-lain produk yang dibuat dari kayu gubal kerap kali rusak berat dan kayu-kayu yang disimpan untuk waktu yang lama mungkin begitu rusak sehingga praktis tak dapat digunakan. Haygreen dan Bowyer (1993) menyatakan berhati-hatilah untuk menghindari pemasangan kayu gergajian yang telah diserang oleh kumbang bubuk kedalam suatu bangunan kayu atau pada suatu lapangan penyimpanan kayu bulat.

©2003 Digitized by USU digital library

3

V. BINATANG LAUT
Jenis-jenis binatang yang biasa menyebabkan kerusakan pada kayu didalam lingkungan air laut pada umumnya disebut marine borres atau binatang laut. Binatang laut ini hidup tersebar hampir diseluruh bagian dunia, tetapi kerusakan yang besar terutama didaerah-daerah berair hangat (Tambunan dan Nandika, 1989).
Nicholas (1987) menyatakan kerugian akibat serangan-serangannya cukup besar. Sebagai contoh, didaerah pantai Amerika setiap tahunnya menderita kerugian yang ditaksir $ 50 juta setiap tahunnya akibat serangan jasad hidup ini terhadap konstruksi-konstruksi kayu dipantai. Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan didaerah perairan tropis seperti Indonesia dimana terdapat banyak species binatang laut, kerugian yang ditimbulkannya belum dapat diantisipasi secara pasti.
Binatang laut ini hidup dari kayu yang dicernanya dengan bantuan enzim selulosa dan dari plankton yang banyak terdapat dalam air laut (Hunt dan Garrat, 1986). Nihcolas (1987) menyatakan setelah mengalami perkembangan yang singkat, mereka dapat meletakkan diri pada kayu dan mulai menggerek. Sekali binatang ini menggerek kayu dan masuk kedalamnya maka kayu tidak pernah ditinggalkannya.
Kecepatan dan besarnya kerusakan oleh binatang ini sangat tergantung pada jumlah dan jenis species penggerek, intensitas penggerekan, banyaknya bahan makanan yang tersedia, kondisi suhu, kadar air garam dan faktor-faktor lain yang mendukung. Cacing-cacing penggerek biasanya masuk dalam kayu dengan arah tegak lurus arab serat, kemudian membentuk saluran dalam arab longitudinal, selanjutnya dengan arah tidak beraturan. Akibat dari pelubangan kayu berupa sarang, maka kekuatan struktural kayu menjadi sangat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Haygreen, J.G dan J.L. Bowyer. 1993. Hasil hutan dan ilmu kayu, suatu pengantar. Diterjemahkan oleh Hadikusumo, S.A. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hunt, G.M. dan G.A. Garrat. 1986. Pengawetan kayu. Edisi 1 Diterjemahkan oleh Jusuf, M. Akademika pressindo. Jakarta.
Martawijaya, A. Barly dan P. Permadi. 1994. Pedoman teknis pengawetan kayu untuk barang kerajinan. Puslitbang Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Badan Penelitian dan pengembangan Kehutanan. Bogor
Tambunan, B. dan D. Nandika. 1989. Deteriorasi kayu oleh faktor biologis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB Bogor.


©2003 Digitized by USU digital library

4