Kajian Kelayakan Pendirian Industri Berbasis Spent Bleaching Earth Berupa Produk Biodiesel dan Paving Block

KAJIAN KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BERBASIS
SPENT BLEACHING EARTH BERUPA PRODUK BIODIESEL
DAN PAVING BLOCK

FEBRIANI PURBA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kelayakan
Pendirian Industri Berbasis Spent Bleaching Earth Berupa Produk Biodiesel dan
Paving Block adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Febriani Purba
NIM F34100118

ABSTRAK
FEBRIANI PURBA. Kajiaan Kelayakan Pendirian Industri Berbasis Spent
Bleaching Earth Berupa Produk Biodiesel dan Paving Block. Dibimbing oleh ANI
SURYANI dan SUKARDI.
Spent Bleaching Earth (SBE) merupakan limbah padat yang dihasilkan
pada proses pemurnian Crude Palm Oil (CPO) di industri refinery dan minyak
goreng sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan berdasarkan
aspek finansial dan non finansial pada pendirian industri berbasis SBE berupa
produk biodiesel dan paving block. yang terbagi dalam tiga rencana. Disamping
itu, dilakukan juga analisis sensitivitas sebagai akibat adanya perubahan dalam
suatu variabel usaha. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
Microsoft Excel 2010. Perhitungan biaya dan manfaat disusun dalam bentuk cash
flow. Secara finansial dan non finansial, kegiatan pendirian industri pada ketiga
rencana layak untuk dilakukan. Kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan

Payback Period menunjukkan bahwa ketiga rencana layak didirikan. Analisis
sensitivitas menunjukkan bahwa kenaikan harga metanol lebih dari 50% dan
semen 85% pada
Kata kunci : biodiesel, kajian kelayakan, paving block, spent bleaching earth

Kata kunci: biodiesel, kajian keekonomian, paving block, spent bleaching earth

ABSTRACT
FEBRIANI PURBA. The Feasibility Study of Establishment of Biodiesel and
Paving Block Industry from Spent Bleaching Earth. Supervised by ANI
SURYANI and SUKARDI.
Spent Bleaching Earth (SBE) is a solid waste material generated as a part
of the refining process in refinery and palm cooking oil industry. The purpose of
this research was to analyze the feasibility based on financial and non-financial
aspects of the establishing of biodiesel and paving block industry, which were
divided into three plans. In addition, the analysis was also performed on the level
of sensitivity as a result of a change in a variable effort. The calculation of costs
and benefits were arranged in the form of cash flow. Based on the analysis of
financially (NPV, IRR, Net B/C, Payback Period) and non-financially aspects, all
plans are worth to be established. The sensitivity analysis shows that Industry

would not be feasible if the price of material methanol increases 50%, cement
Keywords: biodiesel, feasibility study, paving block, spent bleaching earth

KAJIAN KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BERBASIS
SPENT BLEACHING EARTH BERUPA PRODUK BIODIESEL
DAN PAVING BLOCK

FEBRIANI PURBA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Kajian Kelayakan Pendirian Industri Berbasis Spent Bleaching
Earth Berupa Produk Biodiesel dan Paving Block
Nama
: Febriani Purba
NIM
: F34100118

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Pembimbing I

Prof Dr Ir Sukardi, MM
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Kajian
Kelayakan Pendirian Industri Berbasis Spent Bleaching Earth Berupa Produk
Biodiesel dan Paving Block” berhasil diselesaikan. Penulis menyampaikan terima
kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan Prof Dr Ir Sukardi, MM selaku
Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian
dan penyelesaian skripsi.
2. Kedua orang tua Junirson Purba dan Norita Malau, serta adik Frisky C. Purba
yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungan yang tiada henti bagi
penulis
3. Gita Hapsari, Kiki Amelia Lubis, Giovanni Dwi Atmaja,Yoga Prasetyo dan
Hadiwijoyo yang telah memberikan warna dalam hidup penulis
4. Keluarga besar TIN 47 atas kehangatan kekeluargaan yang tak terlupakan.
5. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Febriani Purba

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Pasar dan Pemasaran
Analisis Aspek Teknis dan Teknologis
Analisis Manajemen dan Operasi
Analisis Lingkungan dan Legalitas
Analisis Finansial

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Pasar
Potensi Pasar
Strategi Pemasaran
Aspek Teknis Teknologis
Penetapan Kapasitas Produksi
Proses Produksi
Neraca Massa
Neraca Energi
Kebutuhan Mesin dan Peralatan
Kebutuhan Luas Ruangan
Aspek Manajemen
Tipe Organisasi
Kebutuhan Tenaga Kerja
Deskripsi Pekerjaan
Aspek Legalitas dan Lingkungan
Perizinan
Manajemen Lingkungan
Aspek Finansial
Biaya Investasi

Pembiayaan
Prakiraan Biaya dan Penerimaan
Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi Arus Kas
Break Even Point (BEP)
Kriteria Investasi Rencana 1
Kriteria Investasi Rencana 2
Kriteria Investasi Rencana 3
Analisis Sensitivitas

viii
viii
ix
11
11
2
2
2
2
3

3
3
3
3
3
3
8
8
8
10
13
13
13
15
15
15
16
17
17
19

20
20
20
21
22
24
25
25
25
27
27
28
28
29
29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

31
31
31
32
90

DAFTAR TABEL
1. Perkembangan Bahan Bakar Nabati Indonesia
2. Perkembangan produksi biodiesel Indonesia Tahun 2005-2010
3. Target penahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel PerMen
ESDM No. 25 Tahun 2013
4. Konsumsi minyak solar Indonesia Tahun 2000-2010
5. Perbandingan karakteristik biodiesel dan solar
6. Mesin dan peralatan produksi paving block
7. Mesin dan peralatan produksi biodiesel
8. Kebutuhan tenaga kerja Rencana 1
9. Kebutuhan tenaga kerja Rencana 2
10. Kebutuhan tenaga kerja Rencana 3
11. Pencemaran limbah dan penanggulangannya pada produksi biodiesel
12. Pencemaran limbah dan penanggulangannya pada produksi paving
block
13. Komponen modal investasi Rencana 1,2, dan Rencana 3 (dalam jutaan
rupiah)
14. Penerimaan industri biodiesel dan paving block yang terintegrasi
dengan pabrik refinery CPO (Rencana 1) (dalam jutaan rupiah)
15. Penerimaan industri paving block yang terintegrasi dengan pabrik
refinery CPO (Rencana 2) ( dalam ribuan rupiah)
16. Penerimaan industri biodiesel yang terintegrasi dengan pabrik refinery
CPO (Rencana 3) ( dalam ribuan rupiah)
17. Proyeksi laba rugi Rencana 1, Rencana 2, dan Rencana 3
18. Kriteria kelayakan investasi Rencana 1
19. Kriteria kelayakan investasi Rencana 2
20. Kriteria kelayakan investasi Rencana 3
21. Analisis sensitivitas pada Rencana 1
22. Analisis sensitivitas pada Rencana 2
23. Analisis sensitivitas pada Rencana 3

8
8
9
11
11
15
16
19
20
20
22
22
24
26
26
27
27
28
29
29
30
30
30

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir penelitian
2. Perkembangan total konsumsi minyak solar dan biosolar tahun 20002010
3. Peramalan permintaan paving block segi empat

7
9
10

4. Struktur organisasi di pabrik industri biodiesel dan paving block yang
terintegrasi dengan pabrik refinery CPO (Rencana 1)
5. Struktur organisasi di pabrik industri paving block yang terintegrasi
dengan pabrik refinery CPO (Rencana 2)
6. Struktur organisasi di pabrik industri biodiesel yang terintegrasi dengan
pabrik refinery CPO (Rencana 3)

18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Rekap hasil kuesioner wawancara terhadap pengguna paving block
2. Syarat mutu biodiesel menurut SNI-04-7182-2006
3. Syarat mutu paving block menurut SNI-03-0691-1996
4. Proses produksi biodiesel
5. Proses produksi paving block
6. Neraca massa produksi biodiesel Rencana 1
7. Neraca massa produksi paving block Rencana 1
8. Neraca massa produksi paving block Rencana 2
9. Neraca massa produksi biodiesel Rencana 3
10. Kebutuhan listrik pada Rencana 1
11. Kebutuhan listrik pada Rencana 2
12. Kebutuhan listrik pada Rencana 3
13. Kebutuhan luas ruang produksi biodiesel dan paving block
14. Rincian kebutuhan investasi Rencana 1
15. Rincian kebutuhan investasi Rencana 2
16. Rincian kebutuhan investasi Rencana 3
17. Komposisi modal kerja Rencana 1
18. Komposisi modal kerja Rencana 2
19. Komposisi modal kerja Rencana 3
20. Rincian biaya produksi biodiesel Rencana 1 (dalam ribuan rupiah)
21. Rincian biaya produksi paving block Rencana 1 (dalam ribuan rupiah)
22. Rincian biaya produksi Rencana 2 (dalam ribuan rupiah)
23. Rincian biaya produksi Rencana 3 (dalam ribuan rupiah)
24. Rincian penerimaan Rencana 1
25. Rincian penerimaan Rencana 2
26. Rincian penerimaan Rencana 3
27. Pembiayaan Rencana 1
28. Pembiayaan Rencana 2
29. Pembiayaan Rencana 3
30. Laporan laba rugi Rencana 1
31. Laporan laba rugi Rencana 2
32. Laporan laba rugi Rencana 3 (dalam ribuan rupiah)
33. Proykesi arus kas Rencana 1
34. Proykesi arus kas Rencana 2
35. Proyeksi arus kas Rencana 3 (dalam ribuan rupiah)
36. Analisis Break Even Point Rencana 1
37. Analisis Break Even Point Rencana 2
38. Analisis Break Even Point Rencana 3 (dalam ribuan rupiah)

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
42
42
43
45
48
50
53
54
54
55
57
59
61
63
65
66
67
70
71
72
76
78
80
82
84
86
88
89

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spent bleaching earth (SBE) merupakan salah satu limbah padat terbesar
yang dihasilkan oleh industri refinery dan minyak goreng sawit. SBE dihasilkan
pada proses pemurnian (refinery) dengan bleaching earth (BE) untuk
menghilangkan pigmen warna yang terdapat di dalam crude palm oil (CPO)
sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Young (1987) menyatakan bahwa
digunakan sekitar 0,5% hingga 2,0% BE dari setiap massa CPO yang dimurnikan.
Produksi CPO Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
signifikan. Hal ini terlihat dari nilai ekspor CPO yang meningkat setiap tahun.
Ekspor CPO Indonesia pada dekade terakhir meningkat 7 - 8% per tahun.
Peningkatan produksi CPO berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi CPO
di Indonesia yang mencapai pertumbuhan sekitar 24.55% pada tahun 2013.
Industri minyak goreng merupakan salah satu industri yang banyak menyerap
CPO tersebut. Pada tahun 2012 sebanyak 89% CPO digunakan untuk
memproduksi minyak goreng sawit (Kemenperin 2014). Nilai ini setara dengan
sekitar 6.988 ton CPO. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya jumlah limbah
SBE yang dihasilkan. Diperkirakan pada tahun 2012 dihasilkan sekitar 69.8 ton
SBE. Menurut Taylor (1999) SBE masih mengandung residu minyak sebesar 20%
- 40%. Tingginya kandungan minyak dalam SBE sangat potensial untuk direcovery dan digunakan menjadi bahan baku metil ester (biodiesel), selain itu
SBE juga dapat dijadikan sebagai bahan pensubstitusi pasir pada pembuatan
paving block.
Penelitian mengenai pemanfaatan SBE sudah dilakukan. Mubarok (2014)
telah melakukan penelitian pembuatan biodiesel secara in situ dari SBE dan
hasilnya menunjukkan bahwa kondisi proses esterifikasi-transesterifikasi in situ
terbaik adalah dengan kecepatan pengadukan 730 rpm dan waktu transesterifikasi
90 menit. Karakteristik biodiesel yang dihasilkan telah sesuai dengan SNI.
Mardiko (2014) juga telah melakukan penelitian untuk pemanfaatan SBE menjadi
paving block. Pemanfaatan SBE menjadi paving block dapat berasal dari SBE
hasil samping proses refinery CPO maupun SBE hasil samping produksi biodiesel
secara in situ dengan bahan baku SBE dari proses refinery CPO.
Saat ini perusahaan refinery CPO pada umumnya membuang SBE pada
suatu lahan (Permana 2009) padahal menurut PP No 18 Tahun 1992 dan
Environment Agency Guidance (2006), SBE tergolong limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) yang dapat menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan
diantaranya timbulnya bau busuk dan bahkan menurut Pollard (1990) SBE
tergolong bahan fire hazard (mudah terbakar). Oleh sebab itu industri pemurnian
CPO dituntut untuk menangani SBE secara serius. Pemanfaatan SBE menjadi
produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi merupakan salah satu pilihan
yang dapat dilakukan oleh industri pemurnian CPO. Untuk itu dapat ditambahkan
industri pengolahan SBE yang terintegrasi dengan industri refinery CPO.
Sehingga SBE yang dihasilkan oleh industri refinery CPO dapat langsung diubah
menjadi biodiesel, dan atau paving block di industri pengolahan SBE.

2
Untuk mengetahui kelayakan pendirian industri tersebut, maka diperlukan
kajian khusus tentang pendirian industri pengolahan SBE. Mengingat SBE dapat
digunakan langsung sebagai bahan baku paving block atau dimanfaatkan terlebih
dahulu minyak yang terkandung di dalamnya menjadi biodiesel lalu kemudian
sisa SBE digunakan sebagai bahan baku paving block, maka akan dilakukan tiga
rencana pendirian industri. Rencana 1 adalah pendirian industri biodiesel dan
paving block yang terintegrasi dengan pabrik refinery CPO, Rencana 2 adalah
industri paving block yang terintegrasi dengan pabrik refinery CPO, dan Rencana
3 adalah pendirian industri biodiesel yang terintegrasi dengan pabrik refinery CPO.
Aspek-aspek yang dikaji adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis
teknologis, aspek manajemen operasional, aspek lingkungan, aspek legalitas, dan
aspek finansial. Semua aspek tersebut dapat menentukan kelayakan pendirian
industri pengolahan SBE.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kelayakan
pendirian industri berbasis SBE berupa (1) produk biodiesel dan paving block
(Rencana 1), (2) produk paving block (Rencana 2), dan (3) produk biodiesel
(Rencana 3).
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah aspek-aspek yang dikaji dalam
pendirian industri ini, yang meliputi:
1. Analisis terhadap aspek pasar dan pemasaran, meliputi strategi bauran
pemasaran.
2. Analisis terhadap aspek teknis teknologis, meliputi penentuan kapasitas
produksi, jenis teknologi beserta informasi neraca massa dan neraca energi,
serta mesin dan peralatan yang digunakan.
3. Analisis terhadap aspek manajemen operasional, meliputi penentuan badan
usaha, tenaga manajerial dan operasional yang mendukung keberhasilan usaha
tersebut nantinya.
4. Analisis terhadap aspek lingkungan dan legalitas yang dapat mendukung
kelayakan industri tersebut dan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku.
5. Analisis terhadap aspek finansial, meliputi perkiraan jumlah dana yang
diperlukan serta evaluasi kriteria kelayakan investasi berupa NPV, IRR, B/C
Ratio, PBP, BEP, dan analisis sensitivitas.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2014 sampai dengan bulan Juli
2014. Lokasi penelitian dilakukan di Bogor Jawa Barat.

3
Pengumpulan Data
Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek
yang berkaitan dengan proses perencanaan suatu industri. Data yang dikumpulkan
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara
dengan pihak terkait serta para pakar pada bidang teknis dan teknologis yang
sesuai. Adapun data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, data
statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian dan sebagainya.

Analisis Data
Analisis Pasar dan Pemasaran
Analisis yang dilakukan pada aspek ini adalah analisis potensi pasar
berdasarkan perkembangan pasar dan pemasaran produk biodiesel dan paving
block, dan strategi pemasaran yang terdiri dari segmentasi, penentuan target
(targeting), penentuan posisi di pasar (positioning) dan bauran pemasaran
(marketing mix).
Analisis Aspek Teknis dan Teknologis
Analisis teknis dan teknologis meliputi penentuan kapasitas produksi dan
lokasi, pemilihan teknologi proses dan peralatan, penentuan tata letak mesin dan
kebutuhan ruang, serta neraca massa dan neraca energi yang dikeluarkan selama
produksi berlangsung. Penentuan kapasitas produksi disesuaikan berdasarkan
jumlah bahan baku yang tersedia. Penggunaan mesin dan peralatan disesuaikan
dengan teknologi proses yang dipilih.
Analisis Manajemen dan Operasi
Kajian terhadap manajemen dan operasi meliputi pemilihan bentuk
perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja serta
deskripsi tugas masing-masing jabatan.
Analisis Lingkungan dan Legalitas
Analisis legalitas menentukan bentuk badan usaha yang sesuai dan hal-hal
yang diperlukan dalam perizinan industri. Analisis lingkungan meliputi dampak
lingkungan yang ditimbulkan serta cara penanggulangannya.
Analisis Finansial
Analisis aspek finansial dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya yang
dibutuhkan dalam industri baik itu berupa biaya investasi maupun biaya produksi.
Selain itu dianalisis pula rencana pendapatan yang akan diterima bila industri ini
dijalankan. Kemudian struktur pembiayaan industri ini dengan tingkat suku bunga
yang berlaku. Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria investasi
yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost
Ratio (Net B/C), Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP), dan analisis
sensitivitas.

4
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas
masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian
menghitung angka netto maka akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar
yang sama yaitu harga pasar (saat ini) (Soeharto 1999). Rumus yang digunakan
untuk menghitung NPV menurut Kadariah et al. (1999) adalah :

Keterangan
Bt
= Keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= Biaya pada tahun ke-t
n
= Umur ekonomis dari proyek
i
= Suku bunga yang berlaku
Indikasinya,
NPV > 0 maka usulan dapat diterima, semakin tinggi nilai NPV maka semakin
baik
NPV < 0 maka proyek ditolak karena dianggap tidak menguntungkan atau proyek
tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang digunakan
NPV = 0 maka proyek akan mendapatkan modalnya kembali setelah discount rate
yang berlaku diperhitungkan.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah arus pengembalian yang
menghasilkan NPV aliran kas masuk = aliran kas keluar. Untuk IRR ditentukan
terlebih dahulu NPV=0, kemudian dicari berapa besar arus pengembalian
(diskonto) (i) agar hal tersebut terjadi. Rumus yang digunakan untuk menghitung
IRR menurut Kadariah et al. (1999) adalah :

Keterangan
NPV (+)
NPV (-)
i(+)
i(-)

[

= NPV bernilai positif
= NPV bernilai negative
= Suku bunga yang membuat NPV positif
= Suku bunga yang membuat NPV negative

]

Indikasinya,
IRR > arus pengembalian (i) yang diinginkan (required rate of return), maka
diterima
IRR < arus pengembalian (i) yang diinginkan (required rate of return), maka
ditolak

5
3. Net Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Menurut Soeharto (1999), Benefit/Cost Ratio adalah perbandingan manfaat
terhadap biaya. Pada proyek-proyek swasta benefit umumnya berupa pendapatan
minus biaya di luar biaya pertama (misalnya untuk produksi dan operasi). Rumus
yang digunakan untuk menghitung B/C Ratio menurut Kadariah et al. (1999)
adalah :


Keterangan







Indikasinya,
B/C ratio > 1 usulan diterima
B/C ratio < 1 usulan ditolak
B/C ratio = 1 netral
4. Pay Back Period (PBP)
Menurut Sutojo (2002), PBB merupakan kriteria tambahan dalam analisis
kelayakan untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh
pengeluaran investasi. Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan
N = Periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir
(tahun)
m = Nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn = Benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn = Biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
5. Break Even Point (BEP)
Break even point adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama
dengan total cost. Semakin besar keuntungan yang diterima maka semakin cepat
waktu pengembalianya. Rumus yang digunakan adalah:

6
Keterangan
a
= Biaya tetap
b
= Biaya variable per unit
p
= Harga per unit
q
= Jumlah produksi
6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek
finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur
tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap
investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu
proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila terjadi
perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi maka
dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang
dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran
kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa
pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman
(Soeharto 1999).
Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali kelayakan suatu
proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan biayamanfaat (NPV). Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba
yang berarti bahwa setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu,
karena analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi dimasa
mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan
utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek,
kenaikan biaya dan perubahan volume produksi. Metode yang dijabarkan di atas
merupakan metode terpilih dari berbagai metode yang dapat dilakukan untuk
memenuhi tujuan. Metode dipilih sesuai dengan kondisi penelitian serta output
yang akan dihasilkan dan relevan dengan penelitian tingkat strata 1. Diagram alir
metodologi terdapat pada Gambar 1.

7
Mulai

Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk
dan industri

Pengumpulan data
(primer dan sekunder)

tidak
ya

Survey lapang

Data cukup

Tabulasi data

Analisis Pasar dan Pemasaran
STP, marketing mix

Analisis Teknis Teknologis
neraca massa dan energi, spesifikasi mesin dan
peralatan

Analisis Manajemen
Kebutuhan pekerja, tenaga pekerja/ahli,
struktur organisasi

Analisis Lingkungan dan Legalitas
Cash flow. sumber dana, PBP, IRR, B/C Ratio,
Break Even Point, Analisis sensitivitas

Penyusunan laporan

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Pasar
Potensi Pasar
1. Potensi pasar biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu Bahan Bakar Nabati (BBN) yang
mengalami peningkatan produksi dan konsumsi di Indonesia (Tabel 1 dan 2).
Peningkatan konsumsi biodiesel dipengaruhi oleh kenaikan konsumsi biosolar
yang merupakan produk campuran biodiesel dengan minyak solar, yang
meningkat setiap tahunnya (Gambar 2).
.
Tabel 1 Perkembangan Bahan Bakar Nabati Indonesia
Tahun (ribu KL)
Jenis BBN
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
Biodiesel
120.00 456.60 1 550.00 2 329.10 2 521.50 2 647.57
Bioetanol
2.50
12.50
135.00
192.40
212.50
223.12
Biooil
2.40
37.20
37.20
40.00
42.00
Total BBN
122.50 471.50 1 722.20 2 558.70 2 774.00 2 912.69
*angka sementara
Sumber : Kementerian ESDM (2011a)
Tabel 2 Perkembangan produksi biodiesel Indonesia Tahun 2005-2010
Tahun
Produksi (ribu KL)
Perkembangan (%)
2005
120.00
2006
456.60
280.50
2007
1 550.00
239.47
2008
2 329.10
50.26
2009
2 521.50
3.97
2010
2 647.57
9.34
*angka sementara
Sumber : Kementerian ESDM (2011a)
Peningkatan konsumsi biodiesel dipengaruhi oleh peningkatan harga
minyak bumi dunia dan besarnya keinginan dari stakeholder untuk menerapkan
penggunaan bahan bakar terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan
sustainable. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral No. 25 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
ESDM No. 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain (Kementerian ESDM
2013). Melalui peraturan tersebut pemerintah mewajibkan Badan Usaha
Pemegang Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak dan Pengguna Langsung Bahan
Bakar Minyak, seperti industri, untuk menggunakan BBN (biofuel) sebagai bahan
bakar lain secara bertahap. Biodiesel wajib dimanfaatkan secara bertahap
minimum 10% dari total kebutuhan (Tabel 3). Pada tahun 2014 pemerintah
menargetkan pemanfaatan biodiesel mencapai 4 juta kiloliter. Dari data yang telah

9
dipaparkan diketahui bahwa kebutuhan akan biodiesel sampai tahun 2025 masih
sangat besar sehingga diduga peluang untuk mendirikan industri biodiesel cukup
prospektif.

Sumber : Kementrian ESDM (2011b)
Gambar 2 Perkembangan total konsumsi minyak solar dan biosolar tahun 20002010
Tabel 3 Target penahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel PerMen
ESDM No. 25 Tahun 2013
Tahun (%)
Sektor
Sept
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
2013
2014
2015
2016
2020
2025
Transportasi, Public
10.0
10.0
10.0
20.0
20.0
25.0
Service Obligation
(PSO)
Transportasi, Non
3.0
10.0
10.0
20.0
20.0
25.0
PSO
Industri
5.0
10.0
10.0
20.0
20.0
25.0
Pembangkit listrik
7.5
20.0
25.0
30.0
30.0
30.0
Sumber : Kementrian ESDM (2013)
2. Potensi pasar paving block
Paving block merupakan bahan bangunan yang digunakan di luar ruangan
(eksterior/outdoor) seperti trotoar, area bermain, taman, perkerasan kelas jalan
ringan, serta penutup permukaan. Paving block banyak digunakan karena
memiliki beberapa kelebihan, yakni mudah dipasang dan tidak memerlukan alat
berat, pemeliharaanya mudah dan dapat dibongkar dan dipasang kembali, serta
tahan terhadap benda statis atau tumpahan bahan pelumas dan pemanasan oleh
mesin kendaraan. Namun demikian paving block memiliki kelemahan yaitu
mudah bergelombang bila pondasinya tidak dipasang dengan kuat, dan kurang
cocok untuk dipasang di lahan yng dilalui kendaraan berkecepatan tinggi.
Sektor properti merupakan salah satu pengguna paving block yang paling
besar. Menurut Bank Indonesia (2011), industri properti Indonesia tahun 2011
terus menunjukkan tren positif dan akan terus berkembang dalam 3 tahun ke
depan. Adanya pertumbuhan sektor ini merupakan peluang untuk mendapatkan
omset yang lebih besar bagi usaha bahan bangunan yang mencakup produksi

10
maupun distribusi bahan bangunan. Adji (2011) telah melakukan penelitian
tentang peramalan kebutuhan paving block di salah satu industri penghasil paving
block dan telah melakukan wawancara terhadap 17 kontraktor yang merupakan
pengguna paving block. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan akan
paving block masih akan mengalami peningkatan (Gambar 3). Hasil wawancara
terhadap 17 kontraktor golongan menengah menunjukkan bahwa rata-rata mereka
menggunakan 135 m2 untuk setiap proyek yang dikerjakan dan pasti akan
menggunakan paving block pada masa yang akan datang (Lampiran 1).

Sumber : Adji (2011)
Gambar 3 Peramalan permintaan paving block segi empat
Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran yang akan dilakukan meliputi segmentasi, targeting,
positioning dan bauran pemasaran. Segmentasi pasar biodiesel yang dilakukan
adalah berdasarkan manfaat yang dicari oleh pembeli dan tingkat penggunaan.
Segmentasi pasar biodiesel yaitu industri pengguna bahan bakar solar. Segmen ini
dipilih karena segmen ini sangat potensial untuk melakukan substitusi solar
dengan biodiesel. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar campuran
dengan solar sehingga biaya pembelian bahan bakar dapat ditekan. Sektor industri
merupakan konsumen solar kedua terbesar di Indonesia (Tabel 4). Targetting
utama dari pemasaran biodiesel ini yakni industri refinery CPO yang terintegrasi
dengan Rencana 1, 2, dan 3. Setelah kebutuhan di industri refinery CPO terpenuhi
maka dilakukan pemasaran kepada industri yang ada di kawasan tempat pabrik
berada. Pemesanan dilakukan secara lagsung. Hal ini dilakukan untuk
meminimumkan biaya pengiriman produk sehingga harga produk tetap lebih
murah dari harga solar industri. Positinoning bahan bakar biodiesel yakni harga
yang lebih murah dari solar industri yakni Rp 10 200 per liter sedangkan harga
solar industri saat ini Rp 11 900 per liter. memiliki tingkat emisi yang rendah,
ramah lingkungan, dan memenuhi spesifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Perbandingan karakteristik biodiesel dan solar disajikan pada Tabel 5.

11

Tahun

Tabel 4 Konsumsi minyak solar Indonesia Tahun 2000-2010
Konsumsi Minyak Solar (KL)
Sektor
Sektor
Sektor
Sektor
Total
Industri
Komersil
Transportasi
Lainnya

2000
5 729 941
825 064
2001
6 082 584
875 842
2002
5 985 416
861 851
2003
5 764 971
830 108
2004
6 626 385
954 145
2005
6 155 112
886 286
2006
5 399 470
777 479
2007
5 208 388
749 965
2008
5 735 356
825 844
2009
6 349 977
914 345
2010
6 663 702
959 518
5 627 864
810 366
2011
Sumber : Kementrian ESDM (2012)

9 365 388
9 941 771
9 782 952
9 422 642
10 830 594
10 060 316
8 826 588
8 514 215
9 374 239
10 378 815
10 891 287
9 198 546

2 906 942
3 085 847
3 036 551
2 924 714
3 361 731
3 122 642
2 739 286
2 642 345
2 909 690
3 221 502
3 380 662
2 855 156

18 827 335
19 986 044
19 666 770
18 942 435
21 772 855
20 224 356
17 742 823
17 114 913
18 845 129
20 864 639
21 895 469
18 491 932

Tabel 5 Perbandingan karakteristik biodiesel dan solar
Fisika kimia
Biodiesel
Solar
Kelembaban (%)
0.1
0.3
Engine power (BTU)
128 000
130 000
Viskositas (cSt)
4.8
4.6
3
Densitas (g/cm )
0.8624
0.8750
Bilangan setana
62.4
53
Engine torque
Sama
Sama
Modifikasi engine
Tidak diperlukan
Konsumsi bahan bakar Sama
Sama
Lubrikasi
Lebih tinggi
Lebih rendah
Emisi
CO rendah, total
CO rendah, total
hidrokarbon, sulfur
hidrokarbon, sulfur dioksida
dioksida dan mitroksida dan mitroksida
Penanganan
Flameable rendah
Flameable tinggi
Lingkungan
Toksisitas rendah
Toksisitas 10 kali lebih tinggi
Keberadaan
Terbarukan
Tak terbarukan
Sumber : Sahirman (2009)
Segmentasi pasar untuk paving block adalah industri property dengan
target berupa kontraktor yang terdapat di daerah Jabodetabek. Hal ini dipilih
karena perusahaan terletak di daerah Jabodetabek sehingga lebih mudah dalam
mendistribusikan produk ke konsumen. Positioning dari produk paving block
yakni memiliki kualitas yang baik (bentuk sempurna, tidak retak-retak atau cacat),
memenuhi SNI, dan dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar.
Bauran pemasaran merupakan serangkaian alat yang disebut dengan 4P
(product, price, place, promotion) digunakan untuk mencapai tujuan pemasaran di
pasar sasaran (Kotler 2000).

12
1. Strategi produk
Produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan SBE adalah biodiesel
dan paving block. Agar produk dapat diterima di pasar maka kedua produk harus
memenuhi standar yang berlaku di pasar, yakni SNI-04-7182-2006 (Lampiran 2)
untuk biodiesel dan SNI-03-0691-1996 (Lampiran 3) untuk paving block. Strategi
lain yang harus diterapkan untuk memasarkan biodiesel dan paving block adalah
dengan menjaga kualitas produk dengan melakukan penelitian dan pengujian
secara berkelanjutan. Kualitas paving block yang dihasilkan adalah kualitas C
yang dapat digunakan untuk pejalan kaki, taman dan penggunaan lain. Produk
biodiesel yang dihasilkan berbentuk cairan sehingga dikemas dalam drum. Produk
paving block yang dihasilkan berbentuk padatan solid sehingga tidak perlu
dikemas. Gambaran biodiesel dan paving block yang dihasilkan disajikan pada
Lampiran 2 dan 3.
2. Strategi harga
Penetapan harga jual biodiesel ditetapkan sendiri oleh industri. Harga
bidosiesel yang dihasilkan telah memberikan keuntungan yang cukup besar bagi
industri dan lebih rendah daripada harga solar industri saat ini. Penetapan harga
jual paving block dilakukan dengan cara membandingkan dengan harga produk
yang ditetapkan pesaing yang saat ini berlaku di pasaran pada umumnya. Harga
jual paving block yang beredar di pasaran berkisar antara Rp 65.000 – Rp 70.000
per m2. Harga paving block yang ditetapkan yakni Rp 45 000 per m2 untuk
Rencana 1 dan Rp 55 000 per m2. Harga yang berada dibawah harga pasar ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam upaya penetrasi pasar.
3. Strategi tempat dan distribusi
Untuk memasarkan biodiesel ke industri refinery CPO yang terintegrasi
dengan industri penghasil biodiesel dapat dilakukan secara langsung karena kedua
industri berada di satu tempat. Untuk mendistribusikan kepada industri lain yang
terdapat di kawasan industri diperlukan saluran distribusi sehingga biodiesel dapat
dikirmkan tepat waktu. Perusahaan memiliki dua pilihan untuk saluran distribusi
ini, pertama perusahaan menyalurkan sendiri biodiesel yang digunakan ke tempat
yang telah ditetapkan atau kedua perusahaan menggunakan jasa pihak ketiga
untuk mengirimkan biodiesel. Untuk memasarkan paving block yang dihasilkan
perusahaan dapat menjual ke agen-agen penjual bahan bangunan atau melalui
distributor paving block yang telah ada.
4. Strategi promosi
Strategi pemasaran yang paling tepat digunakan adalah strategi bisnis ke
bisnis karena target pasar produk biodiesel dan paving block adalah konsumen
industri. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi bisnis ke bisnis adalah
spesifikasi produk ditawarkan sesuai dengan kebutuhan industri yang akan
menggunakan produk tersebut. Strategi bisnis ke bisnis dilakukan melalui promosi
dengan menitikberatkan pada metode penjualan personal melalui presentasi
penjualan, pertemuan pejualan, komunikasi melalui media elektronik (telepon,
fax, email), program insentif, sampel pada pelanggan-pelanggan industri serta
melalui pameran dagang.

13
Aspek Teknis Teknologis
Penetapan Kapasitas Produksi
Penetapan kapasitas produksi biodiesel di industri biodiesel dan paving
block yang terintegrasi dengan pabrik refinery CPO (Rencana 1 dan 3) didasarkan
pada ketersediaan bahan baku spent bleaching earth (SBE). Ketersediaan bahan
baku SBE didasarkan pada kapasitas pengolahan minyak goreng yang dimiliki
oleh industri. Menurut Astra Agro (2012) kapasitas industri minyak goreng skala
besar berkisar 1.000 – 2.500 ton CPO per hari. Kapasitas pabrik pengolahan
minyak goreng diasumsikan sebesar 1.600 ton CPO per hari maka akan dihasilkan
SBE sebesar 16 ton/hari. Penetapan kapasitas produksi biodiesel didasarkan pada
jumlah SBE yang dihasilkan oleh pabrik minyak goreng tersebut sedangkan
kapasitas pengolahan paving block didasarkan pada jumlah SBE yang dihasilkan
dari proses produksi biodiesel dari SBE. Penetapan kapasitas produksi paving
block di industri paving block yang terintegrasi dengan pabrik refinery CPO
(Rencana 2), juga didasarkan pada jumlah SBE hasil samping pengolahan minyak
goreng pada unit refinery yakni 16 ton/hari.
Proses Produksi
Proses produksi biodiesel disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan proses
produksi biodiesel maka unit-unit yang dibutuhkan sebagai berikut :
1) Unit Penyimpanan bahan baku dan penolong biodiesel
Bahan baku dan penolong berupa H2SO4, NaOH, metanol dan bleaching
earth (BE) disimpan di gudang bahan baku.
2) Unit Esterifikasi dan Transesterifikasi
Proses konversi minyak dalam SBE menjadi biodiesel (metil ester) terdiri
dari empat tahap yaitu esterifikasi in situ, transesterifikasi in situ, pemisahan
gliserol, dan pencucian kering. Esterifikasi in situ dilakukan untuk mengkonversi
asam lemak bebas menjadi metil ester dengan bantuan metanol dan katalis H2SO4.
Perbandingan jumlah metanol/SBE adalah 6:1 (v/b), jumlah katalis H2SO4 yang
digunakan 1.5% (v/b) terhadap SBE. Proses esterifikasi dilaksanakan pada suhu
650C dengan kecepatan 730 rpm selama 3 jam. Setelah proses esterifikasi selesai
dilanjutkan dengan proses transesterifikasi in situ pada suhu 650C, 730 rpm
selama 90 menit dengan penambahan katalis NaOH sebanyak 1.5% (b/b) terhadap
SBE, yang telah dilarutkan dalam metanol. Kedua reaksi terjadi di dalam tangki
esterifikasi dan transesterifikasi
3) Unit Filtrasi 1
Pada unit filtrasi dilakukan pemisahan SBE dari filtrat dengan
menggunakan Niagara filter. Filtrat yang diperoleh merupakan campuran dari
biodiesel, gliserol dan metanol.
4) Unit Distilasi
Filtrat hasil filtrasi selanjutnya dialirkan ke unit distilasi untuk merecovery metanol. Metanol yang telah diperoleh selanjutnya didaur ulang ke
dalam unit esterifikasi dan transesterifikasi.
5) Unit Pemisahan
Filtrat dari unit evaporasi yang terdiri dari metil ester dan gliserol dialirkan
ke settling tank untuk memisahkan gliserol dari biodiesel.
6) Unit Pencucian Kering

14
Biodiesel yang telah dipisahkan dari gliserol pada unit pemisahan
selanjutnya dialirkan ke dalam kolom yang berisi bleaching earth (BE). Proses
ini berfungsi untuk menjernihkan biodiesel sehingga warna menjadi lebih cerah.
7) Unit Filtrasi II
Campuran antara biodiesel dan BE dialirkan ke unit filtrasi untuk
memisahkan BE bekas sehingga diperoleh biodiesel murni. Banyaknya BE yang
digunakan sebesar 1% dari jumlah crude biodiesel yang dimurnikan.
8) Unit Penyimpanan Biodiesel Murni
Biodiesel murni selanjutnya ditampung dalam tangki penyimpanan.
Setelah dari tangki penyimpanan ini biodiesel siap untuk dipasarkan
menggunakan truk pengangkut.
Pada proses filtrasi I dan II diperoleh SBE hasil samping proses produksi
biodiesel secara in situ. SBE sisa produksi biodiesel secara in situ digunakan
sebagai bahan baku pembuatan paving block. Pembuatan paving block diawali
dengan proses pencampuran semen, SBE, dan pasir dalam mesin pengaduk
dengan perbandingan 10:8:32. Pencampuran dilakukan hingga campuran
homogen. Setelah campuran homogen ditambahkan air sejumlah 5% dari massa
total campuran SBE, semen, dan pasir kemudian dilakukan pengadukan kembali.
Setelah adonan tercampur homogen, selanjutnya dipindahkan ke mesin cetak
untuk membentuk paving block. Paving block yang telah dibentuk dikeringkan di
bawah sinar matahari sampai kering. Tahapan proses produksi paving block
disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan proses produksi paving block maka unitunit yang dibutuhkan sebagai berikut:
1) Unit Penyimpanan
Semen, pasir, dan SBE masing-masing disimpan pada gudang
penyimpanan untuk kemudian diproses pada tahapan selanjutnya.
2) Unit Pencampuran
Pada unit pencampuran dilakukan pencampuran semen, SBE, dan pasir
dalam mesin homogenizer dengan perbandingan 10:8:32. Pencampuran dilakukan
hingga homogen, kemudian ditambahkan air dan dilakukan pengadukan kembali.
3) Unit Pencetakan
Adonan yang telah homogen dipindahkan ke mesin press dengan
menggunakan konveyor. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan berukuran 21 cm
x 10.5 cm x 6 cm secara otomatis kemudian ditekan.
4) Unit Pengeringan
Adonan yang telah dicetak kemudian diangkut menuju lokasi pengeringan.
Pengeringan dilakukan secara alami menggunakan cahaya matahari selama 30
hari. Pengeringan selama 30 hari didasarkan pada hasil wawancara dengan
pengrajin paving block. Selama proses pengeringan dilakukan penyiraman paving
block dengan air sebanyak 2 kali/hari pada pagi dan sore hari.
5) Unit Penyimpanan Paving Block
Paving block yang telah kering selanjutnya disimpan di lahan penjemuran.
Proses produksi paving block pada Rencana 2 memiliki proses yang sama dengan
proses produksi paving block di Rencana 1. Perbedaannya terletak pada sumber
SBE yang digunakan. Pada Rencana 2 SBE yang digunakan berasal dari hasil

15
samping proses refinery CPO sedangkan pada Rencana 1 SBE berasal dari hasil
samping produksi biodiesel secara in situ.
Neraca Massa
Bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi biodiesel di Rencana 1
adalah SBE yang merupakan hasil samping proses bleaching pada tahap refinery
CPO. Bahan penolong yang digunakan berupa metanol, H2SO4, NaOH, dan
bleaching earth. Dalam proses produksi ini akan dihasilkan produk samping
berupa sisa padatan SBE, dan gliserol. Bahan baku yang digunakan untuk
memproduksi paving block adalah semen, SBE hasil samping produksi biodiesel
secara in situ, pasir dan air. Sedangkan bahan baku yang digunakan untuk
produksi paving block di Rencana 2 yaitu semen, SBE hasil samping refinery
CPO, pasir, dan air. Neraca massa proses produksi di Rencana 1 disajikan pada
Lampiran 6 dan Lampiran 7, neraca massa proses produksi di Rencana 2 disajikan
pada Lampiran 8, dan neraca massa produksi Rencana 3 disajikan pada Lampiran
9.
Neraca Energi
Neraca energi meliputi kebutuhan energi yang digunakan dalam proses
produksi biodiesel dan paving block yakni meliputi kebutuhan listrik. Pengukuran
neraca energi dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan energi setiap alat
ataupun proses. Analisis kebutuhan energi di Rencana 1 disajikan pada Lampiran
10, Rencana 2 pada Lampiran 11, dan Rencana 3 pada Lampiran 12.
Kebutuhan Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang digunakan terdiri dari beberapa tangki dan
reaktor. Pengoperasian mesin ini semi otomatis dengan kendali dilakukan di ruang
operator. Penentuan kapasitas mesin didasarkan pada perhitungan neraca massa
produksi biodiesel dan paving block. Adapun mesin dan peralatan yang
dibutuhkan pada produksi biodiesel dan paving block disajikan pada Tabel 6 dan
7.

No
1
2

Tabel 6 Mesin dan peralatan produksi paving block
Mesin dan peralatan Jumlah
Kapasitas
Fungsi
Mesin paving type
2
17 000 pcs/ Mencampur adonan dan
QTJ4-26C
8 jam
mencetak paving block
Sand screener
1
1-3 ton/jam Mengayak pasir

16
Tabel 7 Mesin dan peralatan produksi biodiesel
Jumlah Spesifikasi
Fungsi

No. Mesin dan
peralatan
1 Tangki
penyimpanan
biodiesel
2 Tangki
esterifikasi dan
transesterifikasi

1

Kapasitas 139.4 m3
bahan carbon steel

Tempat menyimpan
produk biodiesel

1

Tempat reaksi
esterifikasi dan
transesterifikasi

3

Niagara filter 1

1

4

Kolom distilasi

1

Kapasitas 126 m3,
bahan stainless steel,
dilengkapi pengaduk,
pressure gauge,
thermometer, pompa
metanol otomatis
Kapasitas
memisahkan 14 080
kg/hari
Kapasitas 88.3 m3

5

Decanter

1

Kapasitas 4.6 m3

6

Tangki
pencucian
kering
Niagara filter 2

1

Kapasitas 4.2 m3
bahan stainless steel,
dilengkapi pengaduk
Kapasitas
memisahkan 35.2
kg/hari

7

1

Memisahkan padatan
SBE dari filtrat
Memperoleh uap
metanol murni
kemudian dikondensasi
untuk selanjutnya
dialirkan ke tangki
esterifikasi dan
esterifikasi
Memisahkan gliserol
dan biodiesel
Menjernihkan biodiesel
dengan bantuan BE
Memisahkan SBE dari
biodiesel murni

Kebutuhan Luas Ruangan
Kebutuhan luas ruangan di Rencana 1 terdiri dari ruang produksi biodiesel
dan paving block serta ruang non produksi. Ruang proses produksi merupakan
ruangan tempat mesin dan peralatan proses produksi sedangkan ruang
nonproduksi merupakan ruangan tempat mendukung proses produksi seperti
gudang bahan baku, gudang produk, ruang menjemur, kantor, laboratorium, dan
bengkel.
1. Ruang proses produksi
Ketentuan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan ruang proses
produksi adalah sebagai berikut: (1) Kebutuhan luas ruangan mesin dan peralatan
pembantu adalah maksimum panjang dikalikan maksimum lebarnya, (2)
Kebutuhan luas ruangan operator adalah maksimum panjang mesin dikalikan satu
meter, dan (3) Kebutuhan luas ruangan bahan disesuaikan dengan bentuk bahan
atau wadahnya, kelonggaran yang dipakai adalah 150%. Kebutuhan luas ruang
untuk produksi biodiesel dan paving block masing-masing adalah 116.8 m2 dan
191 m2. Rincian kebutuhan luas ruangan produksi disajikan pada Lampiran 13.

17
2. Ruang non produksi
Kebutuhan luas ruang nonproduksi sebesar 1 393 m2 dengan rincian :
a) Kantor
Kebutuhan ruang kantor seluas m2 antara lain ruang ruang manajer, ruang
supervisor seluas 27 m2 , ruang meeting seluas 15 m2, dan dua kamar mandi
masing-masing luasnya 5 m2.
b) Penyimpanan bahan baku dan produk
Gudang penyimpanan mampu menyimpan bahan penolong selama 14 hari
dan pasir selama 7 hari. Luas yang dibutuhkan 162 m2. Selain itu terdapat juga
gudang produk biodiesel (4 m2) yang mampu menyimpan produk selama 30 hari.
c) Penjemuran paving block
Tempat penjemuran berfungsi ganda sebagai tempat penyimpanan yang
mampu menampung hasil produksi selama 30 hari. Maka luas yang dibutuhkan
1111 m2.
d) Sarana lain
Kebutuhan ruang untuk sarana lainnya ditetapkan sebesar 224 m2 dengan
rincian antara lain laboratorium untuk produksi biodiesel (40 m2), laboratorium
produksi paving block (9 m2) dan bengkel (15 m2).
Kebutuhan luas ruangan di Rencana 2 memiliki kebutuhan yang hampir
sama dengan di industri biodiesel dan paving block yang terintegrasi dengan
pabrik refinery CPO. Adapun ruangan tersebut adalah ruang proses produksi (191
m2), laboratorium (9 m2), kantor (94 m2), ruang penjemuran (1 111 m2), dan
bengkel (15 m2).

Aspek Manajemen
Tipe Organisasi
Tipe organisasi yang dipilih untuk ketiga industri adalah tipe organisasi
garis, karena pada sistem ini terdapat kesatuan dalam pimpinan dan perintah,
sehingga disiplin kerja dapat terjamin, tiap pekerja mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang dibatasi dengan tegas, keputusan diambil dengan cepat, dan
biaya dapat dihemat. Struktur organisasi untuk Rencana 1, 2, dan 3 disajikan pada
Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6.

18

Manager Pabrik

Supervisor
Produksi
Biodiesel

Supervisor
Produksi Paving
block

Operator

Operator

Teknisi
Pemeliharaan

Teknisi
Pemeliharaan

Laboran Mutu

Laboran Mutu

Supervisor
pengadaan dan
logistik

Sopir

Gambar 4 Struktur organisasi di pabrik industri biodiesel dan paving block yang
terintegrasi dengan pabrik refinery CPO (Rencana 1)

Manager Pabrik

Supervisor
Produksi Paving
block

Operator

Supervisor
pengadaan dan
logistik

Sopir

Teknisi
Pemeliharaan

Laboran Mutu

Gambar 5 Struktur organisasi di pabrik industri paving block yang terintegrasi
dengan pabrik refinery CPO (Rencana 2)

19

Manager Pabrik

Supervisor
Produksi
Biodiesel

Supervisor
pengadaan dan
logistik

Operator

Sopir

Teknisi
Pemeliharaan

Laboran Mutu

Gambar 6 Struktur organisasi di pabrik industri biodiesel yang terintegrasi dengan
pabrik refinery CPO (Rencana 3)

Kebutuhan Tenaga Kerja
Penentuan kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada identifikasi kegiatan,
sifat, dan beban pekerjaan. Kebutuhan tenaga kerja di Rencana 1, 2 dan 3
disajikan pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10.
Tabel 8 Kebutuhan tenaga kerja Rencana 1
Tingkat Pendidikan (minimal)
S1 Teknik Industri

Pekerjaan
Manager pabrik
Produksi biodiesel
Supervisor produksi
Operator
Teknisi pemeliharaan
Laboran
Produksi paving block
Supervisor produksi
Operator
Teknisi pemeliharaan
Laboran
Supervisor pengadaan dan logistik
Sopir
Total tenaga kerja

Jumlah
1

D3 Teknik Industri
D3 Kimia
D3 Teknik mesin
D3 Analisis Kimia

1
8
1
1

D3
SMA/SMK
SMK Teknik mesin
SMA/SMK
D3

1
5
1
1
1

SMA/SMK

2
23

20
Tabel 9 Kebutuhan tenaga kerja Rencana 2
Pekerjaan
Tingkat Pendidikan (minimal)
Manager pabrik
S1 Teknik sipil
Supervisor produksi
D3
Supervisor pengadaan dan logistik
D3
Operator
SMA/SMK
Teknisi pemeliharaan
SMK Teknik Mesin
Laboran
SMA/SMK
Sopir
SMA/SMK
Total tenaga kerja

Jumlah
1
1
1
4
1
1
1
15

Tabel 10 Kebutuhan tenaga kerja Rencana 3
Pekerjaan
Tingkat Pendidikan (minimal)
Manager pabrik
S1 Teknik sipil
Supervisor produksi
D3
Supervisor pengadaan dan logistik
D3
Operator
SMA/SMK
Teknisi pemeliharaan
SMK Teknik Mesin
Laboran
SMA/SMK
Sopir
SMA/SMK
Total tenaga kerja

Jumlah
1
1
1
8
1
1
1
19

Deskripsi Pekerjaan
Deskripsi pekerjaan dibuat agar setiap pekerja mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Manager
pabrik bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kegiatan produksi, kualitas bahan baku, quality control, dan pemeliharaan sarana
produksi. Supervisor produksi bertugas mengatur dan mengawasi proses produksi,
supervisor pengadaan dan logistik bertugas mengatur pengadaan dan pengelolaan
bahan baku serta pendistribusian produk. Operator bertugas menjalankan dan
mengontrol proses dan mesin/peralatan industri, laboran mutu bertugas
mengawasi dan melakukan pengecekan mutu bahan baku, proses produksi, dan
produk, dan supir bertanggung jawab untuk mengangkut bahan baku dan produk
serta mendistribusikannya.

Aspek Legalitas dan Lingkungan
Perizinan
Untuk mendirikan suatu badan usaha diperlukan beberapa jenis perizinan
seperti akta pendirian, Izin Usaha Industri (IUI), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), dan Undang-Undang Gangguan (UUG).
1. Akta Pendirian
Akta pendirian merupakan akta notaris yang berisi anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga badan hukum usaha. Akta ini diterbitkan oleh Menteri
Kehakiman dan HAM RI, ada pun persyaratannya yaitu : (1) formulir dan surat

21
kuasa pendirian PT, (2) copy KTP para pendiri dan pengurus, (3) fotocopy KK
pimpinan perusahaan (persero aktif/direktur perseroan), (4) fotocopy
kontrak/sewa tempat usaha atau bukti kepemilikan tempat usaha, (5) Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) Surat Keterangan sebagaiWajib Pajak Dokumen
yang disertakan adalah bukti PPN atas sewa/kontrak tempat usaha bagi yang
berdomisili di gedung perkantoran, (6) Bukti setor bank senilai modal disetor
dalam Akta Pendirian, dan (7) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
2. Izin Usaha Mandiri
Menurut SK menteri Perindustrian RI No 41/M-IND/Per/6/2008 seluruh
industri dengan nilai investasi di atas 200 juta (tidak termasuk tanah dan
bangunan) wajib memperoleh IUI. Adapun persyaratannya adalah : (1) fotocopy
KTP direktur/pemilik, (2) fotocopy NPWP, (3) surat keterangan domisili
perusahaan, (4) fotocopy Undang - Undang Gangguan (UUG) dengan
memperlihatkan aslimya, (5) fotocopy akte pendirian perusahaan, (6) fotocopy
surat tanah/surat kontrak, (7) fotocopy IMB, (8) fotocopy PBB tahun terakhir, dan
(9) dokumen Penanggulangan Pencemaran Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL,
atau SPPI).
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Lokasi industri berada di lokasi industri rifenery CPO yang sudah ada
sehingga yang diperlukan adalah IMB lanjutan. Persyaratan yang diperlukan
yakni : (1) formulir isian pengajuan IMB, (2) fotocopy KTP/PBB, (3) keterangan
rencana kota, (4) peta rencana kota, (5) peta RTLB (Rencana Tata Letak
Bangunan), (6) bukti tanah, (7) IMB lama, dan (8) gambar arsitektur.
4. Undang-Undang Ganguan (UUG)
Persyaratan untuk m