Perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE) di PT. SMART Tbk.
LAMPIRAN
(2)
Lampiran 1. Pompa vakum dan Bleaching earth (BE)
Ganbar 1. Pompa vakum
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Al Quinabait, M.H., (2005), “ The adsorpstion of Cu ion on bentonite ; kinetic Study J. Coloidal and interface Sience, 283, hal. 316 – 321.
Ketaren. S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Kedua. Jakarta : universitas press
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia
Kheang, L.S., et al. 2006. A study of residual oils recovered from spent bleaching earth: their characteristics and applications. American journal of Applied Sciences 3(10): 2063-067, ISSN 1546-9239.
Lin S.W, Sue T.T, Ai T.Y,1995, Methods of Test for Palm Oil and Palm Oil Products, Palm oil Research Institute Of Malaysia-Ministry of Primary Industries,Malaysia.
Pahan, Iyung, 2006, Panduan Lengkap Kelapa Sawit . Jakarta Penebar Swadaya, Tim
Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit . Cetakan Pertama. Jakarta Penerbit Swadaya.
Seto, S. 2001. Pangan Dan Gizi. Bogor : Institute Pertanian Bogor.
Tsai, W.T., et al., 2002, Regeneration of Spent Bleaching Earth by Pyrolysis in a Rotary Furnace, J. Analytical and Applied Pyrolysis, 63, 157-1790.
Wambu, E.W., et al. 2009. Kinetics of copper desorption from regenerated spent bleaching earth. American-Eurasian Journal of Scientific research 4 (4): 317-323,OSSN 1818-6785
Yusnimar, dkk., 2009., Proses Bleaching CPO: Pengaruh Ukuran Partikel Bentonit dan Suhu aktivasi Terhadap daya Jerap Bentonit, Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2009, ISBN: 978-979-98500-1-2.
(4)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Nama Alat Ukuran Merk
- Erlenmeyer Vakum 200 ml pyrex
- Corong Bucher pyrex
- Vakum Pump
- Lovibond Tintometer
model F
- Kertas Saring Whatman no . 41
- Neraca Analitik Ohauss
- Thermometer 120°C
- Sumbat Karet
- Cell 1 ¼ inci
- Hot Plate
- Stirer
(5)
3.1.2 Bahan
- Crude Palm Oil (CPO)
- Bleaching Earth (BE)
- Spent Bleaching Earth (SBE)
- n-heksan
3.3 Prosedur
Penentuan intensitas warna CPO - Ditimbang ± 150 gr sampel CPO
- Dimasukkan kedalam Erlenmeyer vakum
- Dirangkai alat pompa vakum dan thermometer
- Dipanaskan sampel di atas hot plate dengan menggunakan stirer sampai 50°C
- Dipompa vakum sambil di panaskan terus sampai 100 - 110°C.
- Dimasukkan bleching earth sebanyak 3gr sedang suhu di pertahankan 100
-110°C selama 20 menit
- Dimasukkan kertas saring whatmann no. 41 kedalam corong bucher, dan
diratakan
sampai udara tidak ikut masuk pada saat penyaringan.
- Disaring dengan kertas saring whatmann no.41 dan menggunakan pompa
vakum
- Dimasukkan filtrat yang dihasilkan kedalam Cell 1 ¼ inci secukupnya
- Dimasukkan kedalam Lovibond Tintometer model F untuk menentukan warna
(6)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil uji intensitas bleaching earth dan spent bleaching
earth pada CPO dapat dilihat pada Tabel
No Parame ter
Perlakuan awal
Perlakuan Rata-rata
I II III IV
BE SBE BE SBE BE SBE BE SBE BE SBE
1 Warna CPO
20R-20Y 10,2R -20Y 17.3R -20Y 10.2R -20Y 17.6R -20Y 10.2R -20Y 17.2R -20Y 10.1R -20Y 17.3R -20Y 10,1R -20Y 17,3R -20Y Keterangan:
R = Red/merah Y = Yellow/kuning
(7)
4.2 Pembahasan
Dari hasil Tabel 4.1 yang diperoleh perbandingan intensitas warna Red/merah
pada CPO dengan menggunakan bleaching earth tingginya 10,1R dan
spent bleaching earth 17,3R, sedangkan untuk intensitas warna yellow/kuning sama 20Y karena warna kuning adalah warna bawaan dari CPO. Zat warna yang
terdapat dalam minyak kelapa sawit terdiri dari zat warna alamiah dan zat warna
dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah seperti α dan β-karoten, xanthofil, khlorofil, gossyfil, dan anthocyanin yang menyebabkan minyak
berwarna kuning, kuning coklat, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Sedangkan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah tersebut biasanya
menyebabkan minyak berwarna gelap (Ketaren,1986). Kandungan yang terdapat
dalam bleaching earth adalah SiO2, yang memiliki daya serap yang tinggi, berpori.
Prinsip Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik bleaching pada permukaan zat warna yang meresap kedalam adsorben.
Sedangkan pada spent bleaching earth merupakan limbah industri yang
diperbaharui kembali hingga mendekati bleaching earth, akan tetapi pada proses
pemucatan memiliki kemampuan daya serap yang sangat rendah jika
(8)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan untuk karya ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Intensitas warna red/merah pada CPO setelah dilakukan proses
pemucatan dengan menggunakan bleaching earth 10,1R, spent
bleaching earth 17,3R, sedangkan intensitas warna yellow/kuning pada CPO sama yaitu 20Y.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa produk bleaching earth dan spent bleaching earth yang di
hasilkan telah memenuhi standar spesifikasi di PT. SMART Tbk.
5.2 Saran
1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya analisa dengan berdasarkan
ukuran partikel bleaching
2. Diharapkan dalam proses pemucatan minyak sawit dilakukan
dengan durasi yang lebih lama untuk meminimalisir kandungan zat
warna yang terkandung pada minyak sawit sehingga di peroleh
(9)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis JAQC) adalah tanaman berkeping satu yang
termasuk dalam familia palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani
yaitu Elaeis atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata
guinea, yaitu tempat dimana Seorang Ahli bernama Jaqcuin menemukan taman
kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea.
Kelapa sawit didasarkan atas bukti-bukti fosil, Sejarah, dan Linguistik
yang ada diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, Kelapa sawit
(yang pada saat lalu dibiarkan tumbuh liar di hutan - hutan) sejak awal
telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting. Oleh penduduk setempat
kelapa sawit telah diproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit.
Di luar Benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman
komoditas (penghasil produk pangan) Sejak Revolusi Industri bersaing keras di
Eropa. Saat itu, di Eropa mulai bermunculan Industri atau pabrik (anatara lain
Industri sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan mentah / baku untuk
operasionalnya. Minyak sawit dan minyak inti sawit yang muncul
kemudian adalah dua produk yang antara lain dibutuhkan untuk
bahan mentah / baku tersebut. Maka jadilah minyak dibutuhkan oleh pasar
Eropa (Tim Penulis,1997).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada Daerah beriklim tropis dengan
(10)
penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah Jawa Barat (Lebak dan Tangerang),
Lampung, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh. Negara penghasil kelapa sawit di
Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah dan Nigeria. Berdasarkan ketebalan
tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu :
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2 -8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung dan daging buah relative tipis dengan persentase daging
buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandugan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas Dura
dipakai sebagai phon induk betina.
2. Psifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya
tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tunggi, sedangkan
daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa
menyilangkan dengan jenis yang lain. Oleh sebab itu, dalam persilangan
dipakai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Psifera dengan Dura akan
menghasilkan Varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Psifera. Varietas inilah yang banyak ditanamkan di perkebunan saat ini.
(11)
60 - 96 %. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura
tetapi ukuran tandannya relative lebih kecil.
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.
5. Diwikka-Wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapis daging buah.
Wakka dapat dibedakan menjadi wakkadura,
Diwikka-wakkapsifera dan Diwikka-wakkatenera. Perbedaan ketebalan daging
buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak
yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera
yaitu 22 - 24 % sedangkan pada varietas. Dura antara 16 - 18 %. Sehingga tidak
heran jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas
Tenera (Tim Penulis,1992 ).
2.2 Minyak Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari
daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak inini dikenal sebagai
minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Oil ( CPO ). Sedangkan minyak yang
kedua adalah berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna dikenal sebagai minyak
inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Minyak kelapa sawit kasar (Crude
Palm Oil) mengandung sekitar 500-700 ppm β-carotene dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah
(12)
dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air
serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid
pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut
menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai
bahan pangan maupun non pangan (Ketaren, 1986 ).
2.2.1 Komposisi Minyak Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 % pericarp dan 20 %buah yang
dilapisi kulit yang tipis ; kadar minyak dalam pericarp sekitar 30 – 40 %. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap
zat warna yang terdapat dalam CPO terdiri dari zat warna alamiah dan zat warna
dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah seperti ά dan β-karoten, xanthofil, khlorofil, gossyfil, dan anthocyanin yang menyebabkan minyak
berwarna kuning, kuning coklat, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Sedangkan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah biasanya
menyebabkan CPO berwarna gelap (Ketaren, 1986).
Minyak yang berkualitas bagus dan digunakan untuk menggoreng adalah
minyak yang memiliki daya tahan tinggi dan tidak membentuk lapisan
keras jika dibiarkan mengering di udara. Syarat mutu minyak goreng menurut
(13)
Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng
Komponen Maksimum
Kadar air 0,3%
Angka peroksids 1 mg oksigen/100g minyak
Asam lemak bebas dsebagai asam terlarut 0,03%
Logam bahaya (Pb, Cu, Hg dan Arsen) Negatif
Bau, warna dan rasa Normal
2.2.2 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat Fisika- Kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point),
titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias,
titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyaladan titik api.
Beberapa sifat fisika – kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Nilai Sifat Fisika – Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak Sawit MinyakInti Swit
Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900-0,913
Indeks bias D 40 °C 1,4565-1,4585 1,495-1,415
Bilangan Iod 48 - 56 14 - 20
(14)
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses
pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna Orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang
larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami,
juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek
akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit
ditimbulkan oleh persenyawaan Beta ionone. Titik cair minyak sawit
berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit
mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang
berbeda-beda ( Ketaren,1986)
2.3 Proses Pengolahan Minyak Sawit Mentah ( CPO )
Minyak sawit yang keluar dari pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak
sawit kasar, karena masih mengandung kotoran dan serabut serta air sebesar
40 - 45%. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar
tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar
kemudian dialairkan kedalam tanki minyak kasar (Crude Oil Tank). Dan setelah
melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak
sawit mentah (Crude Palm Oil). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan
kandungan air di dalam minyak. Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik
ini harus dimurnikan kembali dari bahan – bahan atau kotoran yang terdapat didalamnya (Tim Penulis, 1997).
Minyak yang baik, tidak berbau dan enak rasanya, jernih dan sukai
(15)
sifat yang menguntungkan untuk dijadikan minyak goreng dengan mutu yang
baik. Melalui proses refinery dan fraksinasi dapat dihasilkan minyak jernih dan
bebas dari kotoran (Seto,2001)
Tidak seperti minyak lain, minyak kelapa sawit terutama mengandung
gliserida dan hanya memiliki sebagian kecil komponen non gliserida yang
porsinya bervariasi. Dalam rangka menghasilkan minyak minyak yang bisa di
konsumsi, komponen non tri gliserida ini harus dibuang atau dikurangi sampai
tingkat yang porsinya bervariasi. Dalam istilah kemudahan larut, gliserida
memiliki dua tipe utama, yaitu gliserida tidak larut dalam minyak dan gliserida
yang larut dalam minyak. Kotoran yang tidak dapat larut dalam minyak seperti
serat buah, cangkang dan air yang dapat dengan mudah dihilangkan.
Tujuan utama pemurnian minyak sawit adalah merubah minyak sawit
kasar menjadi minyak sawit yang berkualitas secara efisien dengan
membuang kotoran – kotoran yang tidak diinginkan sampai pada tingkat yang dapat diterima. Hal ini berarti juga bahwa kerugian pada
komponen yang diinginkan di usahakan tetap minimal (Iyung,
2006).
Tahap pemurnian meliputi 4 tahap antara lain Degumming, Netralisasi, Bleaching,
dan Deodorisasi.
2.3.1. Degumming
Degumming merupakan proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi
(16)
dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah
terpisah dari minyak kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifugasi).
Caranya ialah dengan melakukan uap air panas kedalam minyak
disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifugasi sehingga bain lendir
terpisah dari air
2.3.2 Netralisasi
Minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak
bebas dapat juga dilakukan dengan istilah deasidifkasi.
a. Netralisasi dengan basa (NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena
lbih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain
itu menggunakan kaustik soda. Membantu dalam mengurangi zat warna dan
kotoran yang Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan
kotoran seperti fosfatida dan protein. Dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau
emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi.
b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida
tidak ikut tersabunkan. Sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu
kelemahan dari pemakaian senyawaa ini adalah karena sabun yang terbentuk
sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari
(17)
minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan dibawah suhu 50°C, sehingga
seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan
membentuk sabun dan asam karbonat, Pada pemanasan. Asam karbonat yang
terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O. gas CO2 yang dibebaskan akan
membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun
di atas permukaan minyak.
c. Netralisasi Minyak dalam bentuk “miscella”
Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan
pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara
pelarut dan minyak disebut miscella. Asam lemak bebas dalam miscella dapat di
neteralkn dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat.
d. Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia
etanol amin dan amino dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada
proses ini asam lemak bebas dapat di netralkan tanpa menyabunkan trigliserida.
Sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock
dengan cara penyulingan dalam ruangan vakum.
2.3.3 Deodorisasi
Deodorasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavor) yang tidak enak dalam minyak.
Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan
(18)
yang baru di ekstrak mengandung faveor yang baik untuk tujuan bahan pangan,
sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi misalnya lemak susu, lemak
cokelat, dan minyak olive. Dalam penggunaan minyak dan lemak diperusahaan
pembuatan margarine dibutuhkan minyak dan lemak yang tidak mempunyai
rasa dan bau. Oleh karena itu sering perlu dilakukan penghilangan bau dan cita
rasa yang ada. Penghilangan dengan uap sanagat banyak digunakan yaitu,
perlakuan minyak atau lemak dengan uap akan menguapkan bahan - bahan
pembentuk cita rasa dan bau dari lemak bersama – sama dengan uap (Buckle, 1987).
2.3.4 Bleaching
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan
zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan
dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben.
Seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif
atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Adsorben yang
digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching
earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh
permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin)
serta hasil degradasi minyak, mislnya peroksida.
Adsorben yang biasa digunakan untuk memucatkan minyak terdiri
dari bleaching clay, arang dan arang aktif. Bleaching clay (bleaching earh)
(19)
dari SiO2, Al2O3, air terikatseta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida.
Perbandingan komposisi antara 2 jenis bleaching clay dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Komposisi kimia adsorben “Landau Raw Clay” dan “Florida Clay”
Komponen kimia (%) Jenis adsorben
Landau raw clay Florida Clay 8
SiO2 59,0 56,5
Al2O3 22,9 11,6
Fe2O3 3,4 3,3
CaO 0,9 3,1
MgO 1,2 6,3
Bleaching clay pertama kali ditemukan pada abad ke-19 di Inggris dan Amerika.
Dalam perdagangan bleaching clay mempunyai nama dan komposisi kimia yang
berbeda. Sebagai contoh ialah bleaching clay yang berasal dari Amerika dikenal
dengan nama Floridin, sedangkan yang berasal dari Rusia, Kanada, dan
Jepang dikenal dengan nama gluchower kaolin. Jumlah adsorben yang
dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam
dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan
dihilangkan.
Daya pemucatan bleaching clay disebabkan karena ion Al3 pada permukaan
(20)
tersebut tergantung dari prbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam
bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya
kombinasi dengan air telah hilang. Sehingga mengurani daya penyerapan terhadap
zat warna. Arang (bleaching carbon) arang merupakan bahan padat yang
berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan
yang mengandung unsur carbon (C). umumnya arang mempunyai daya adsorbsi
yang rendah terhadap zat warna dan dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar
dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia. Komposisi
kimia arang kayu keras dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Ketaren,1989).
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Arang Kayu Keras
Kompnen (%) Kering Udara Kering Oven
Air 9,9 --
Bahan Menguap 8,1 9,0
Abu 2,0 2,2 “Fixed carbon” 80,0 88,9
Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati dan hewani antara lain
serbuk gergaji, ampas tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang.
Pada umumnya pengarangan dilakukan dengan suhu 300 – 500°C. pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan
pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa ekosistematis
yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Arang aktif
(21)
arang dengan membuka pori – pori yang tertutup, sehingga memperbesar
kapasitas adsorbsi terhadap zat warna. Pori – pori dalam arang biasanya diisi oleh hidrokarbon dan zat – zat organik lainnya yang terdiri dari fixed karbon, abu, air,
persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur.
2.3.4.1. Spent Bleaching Earth
Spent bleaching earth (SBE) atau bleaching earth bekas merupakan limbah yang dihasilkan pada industri refining CPO (Gambar 1).
Gambar 2.1 Diagram proses refining CPO di industri.
Pada industri ini, melalui beberapa tahapan proses Crude Palm Oil
(CPO) atau minyak sawit mentah diolah menjadi minyak goreng antara lain,
proses penghilangan gum/getah (degumming), proses penghilangan asam lemak
bebas (netralisasi), proses pemucatan warna (bleaching), dan proses penghilangan
Degumming CPO
H2PO4
Bleaching
filtration Bleaching clay Spent clay
Steam Volatiles
Deodoration
RBDPO
Palm Fatty Acid distilation
(22)
bau (deodorisasi). Bleaching earth bekas atau SBE merupakan limbah terbesar
pada industri tersebut.
Pada umumnya industri refinery minyak nabati akan menimbun SBE pada
suatu lahan tertentu, karena berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 limbah ini dapat
dikategorikan sebagai limbah Bahan Buangan Berbahaya (limbah B3). Akan
tetapi limbah ini masih mengandung 20-30% minyak nabati dan merupakan bahan
yang sangat potensial untuk dimanfaatkan kembali. Minyak yang terkandung pada
adsorben bekas ini dapat diperoleh kembali dengan proses recovery minyak, dan
minyak hasil recovery dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
(metil ester). Selain itu, limbah ini dapat di-regenerasi sehingga dapat
dimanfaatkan kembali sebagai bleaching agent dalam proses bleaching CPO. Pada
penelitian ini, bleaching earth bekas atau spent bleaching earth (SBE) yang
digunakan diperoleh dari PT.SMART.Tbk. Limbah ini bersifat lunak dengan
tingkat kekerasan satu pada skala Mohs, berat jenisnya berkisar antara 1,7 – 2,7; mudah berderai. karena ukuran partikel koloidnya sangat kecil dan memiliki
kapasitas permukaan yang tinggi, mudah mengembang di dalam air, karena
adanya penggantian isomernya pada lapisan oktohedral (ion Mg oleh ion Al).
Adanya gaya elektrolisis yang mengikat kristal pada jarak 4,5 Å dari permukaan
unit-unitnya, dan akan tetap menjaga unit itu untuk tidak saling merapat. Pada
pencampuran bleaching earth bekas dengan air, adanya proses pengembangan
membuat jarak antara setip unit makin melebar dan lapisannya menjadi bentuk
serpihan, serta mempunyai permukaan luas jika dalam zat pengsuspensi. Oleh
(23)
Namun yang pada umumnya yang digunakan dalam industri refinery
minyak nabati adalah pemucatan dengan menggunakan adsorben, dengan tanah
pemucat (bleaching earth) disertai pemanasan dan pada kondisi vakum. Proses
refining CPO di industri dilakukan baik secara fisika maupun kimia. Pada proses
pemurnian CPO secara fisika sebanyak 20% CPO 40 – 60°C dari tangki penyimpan (storage tank) dialirkan ke dalam slurry tank. Didalam tank slurry
CPO dicampur dengan bleaching earth (BE) 6-12 kg/ton CPO, campuran diaduk
sampai terbentuk slurry. Kemudian, slurry tersebut dialirkan ke bleaching tank
untuk diolah secara kimia dengan menggunakan asam fosfat (H3PO4). Pada waktu
yang sama, 80 % CPO ditambahkan asam fosfat 0,35 -0,45 kg/ton campuran ini
diaduk secara intensif agar getah/gum terendapkan didalam mixer static. Dalam
bleaching tank, 20 % slurry CPO dan 80 % CPO dari mixer static dicampur.
Proses bleaching yang optimum terjadi selama 30 menit pada kondisi; suhu dalam
tank 100-130°C, serta steam dengan tekanan rendah dialirkan kedalam bleaching
tank untuk menggerakkan campuran slurr lurry ini dilewatkan filter niagara agar
bebas dari partikel spentbleaching earth. Bleached palm oil (BPO) keluar dari
filter tersebut dan melalui rangkaian sistem pengembalian panas (heat recovery
system. Bleached palm oil (BPO) dari hasil filtra i ini dipompa menuju tank buffer yang berfungsi sebagai tangki penyimpanan sementara sebelum proses lebih
lanjut. BPO panas dari spiral heat exchanger kemudian diproses ke tahap
selanjutnya dimana FFA dan warna dikurangi dan lebih penting, menghilangkan
(24)
2.3.4.2. Proses Recovery Minyak Pada Spent Bleaching Earth
Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth
(SBE) pada suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent
bleaching earth sangat potensial untuk dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan
recovery selain itu spent bleaching earth dapat dilakukan proses regenerasi
untuk digunakan kembali dalam proses pemurnian minyak nabati. Limbah
dari proses pemucatan minyak terdiri dari dua komponen utama yaitu minyak
dan bentonit. Adapun minyak hasil recovery dapat digunakan menjadi
metil ester (biodiesel), hal tersebut dikarenakan minyak sudah
tidak lagi food grade artinya minyak sudah rusak. Pemanfaatan tersebut
sangat baik karena potensi limbah yang sangat tinggi dengan seiring
perkembangan industri pemurnian minyak sawit.
Kheang et.al (2006) telah melakukan penelitian mengenai proses
pengambilan minyak dari spent bleaching earth dengan dua metode
yaitu solvent extraction (n-heksan) dan supercritical extraction.
Penelitian tersebut menunjukan bahwa kandungan minyak yang didapatkan
dengan metode solvent extraction lebih besar dibanding supercritical extraction
(SC-CO2) yaitu sebesar 30%. Pemanfaatan limbah industri. Pemurnian
minyak sangat penting dilakukan terkait dengan besarnya potensi
limbah yang dihasilkan dan semakin pesatnya pertumbuhan industri pemurnian
minyak. Rendemen minyak yang dihasilkan dari proses recovery dengan 2 jenis
(25)
Kepolaran pelarut organik selain berpengaruh terhadap rendemen
juga berpengaruh terhadap kejernihan minyak. Nilai transmitten
minyak (faktor pengenceran 100 kali) pada panjang gelombang 500 nm
untuk minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan menggunakan isopropanol
berkisar antara 15.85 sampai 27.9 % sedangkan pada minyak hasil ekstraksi
dengan n-heksan berkisar antara 87.45 sampai 93.55 %. Kadar asam lemak bebas
pada minyak hasil recovery ini berkisar antara 13.15 – 20.9 % untuk semua jenis perlakuan. Bilangan peroksida minyak tidak terdeteksi untuk semua
jenis perlakuan. Kadar abu yang terdapat pada minyak hasil recovery umumnya
sangat kecil, untuk keseluruhan perlakuan bernilai kurang dari 1%. Nilai pH SBE
setelah recovery berkisar antara 3.21 sampai 3.43. Bleach power bentonit hasil
recovery ditunjukan dengan nilai % T pada minyak yang dipucatkan oleh bentonit
tersebut. Nilai transmitten minyak (faktor pengenceran 50 kali) pada panjang
gelombang 500 nm pada bentonit hasil recovery dengan isopropanol memiliki
nilai antara 77.05 sampai 80 % sedangkan bentonit hasil recovery dengan
n-heksan berkisar antara 60.35 sampai 63.5 %.
Pada prinsipnya spent bleaching earth memiliki kemampuan adsorpsi
yang rendah, tetapi jika di-regenerasi dengan cara pemanasan,
dan penambahan media daya adsorpsinya akan meningkat. Proses regenerasi
pada SBE dapat dilakukan secara fisika dan kimia. Proses daur ulang
secara fisika dapat dilakukan dengan cara mengaktivasi spent bleaching earth
tersebut dengan metode pemanasan, dan proses daur ulang secara kimia
dapat dilakukan dengan bantuan media activator, seperti asam
(26)
pada dasarnya merupakan campuran antara bleaching earth
dengan senyawa hidrokarbon yang berasal dari CPO. Senyawa hidrokarbon ini
dengan proses pemanasan akan menjadi arang (coke). Arang yang terbentuk
dengan bantuan asam phospat dapat meningkatkan permukaan aktif bleaching
earth bekas yang diregenerasi. Dalam hal ini, bleaching earth bekas adalah kalsium-bentonit yang terdiri dari lebih 80% mineral monmorillonit mempunyai
struktur bertingkat dan kapasitas pertukaran ion yang aktif di bagian dasar.
Oleh karena itu, strukturnya dapat diganti seperti struktur bagian dasar dengan
cara penambahan media pengaktif seperti H3PO4 atau H2O2. Bahan kimia terseb
akan menyebabkan penggantian ion-ion K+, Na+ dan Ca+2 dengan H+ dalam ruang
interlamelar, serta akan melepaskan ion-ion Al+3, Fe+3 dan Mg+2 dari kisi
strukturnya sehingga menjadi lempung aktif. Aktivitas permukaan aktif adsorben
bekas ini dipengaruhi oleh konsentrasi bahan kimia pengaktif, biasany dipakai
H3PO4. Selain pengaruh konsentrasi bahan kimia pengakti perlu diperhatikan sifat
dasar, distribusi ukuran partikel, pH, dan nilai SiO2 atau Al2O3. Selain hal
tersebut, beberapa faktor yang mempengaruhi proses regenerasi atau
re-aktivasi yaitu suhu pemanasan, waktu pemanasan dan tekanan (Wambu,2009).
A. Pengaruh suhu Pemanasan
Pada proses pemucatan warna CPO dengan bleaching earth sebagai adsorbennya
memperlihatkan bahwa adsorben ini mulai aktif menyerap warna pada suhu
80°C-130°C. Kenaikan tingkat kejernihan warna minyak tidak begitu signifikan setelah
suhu 140°C-150°C, bahkan tingkat kejernihan warna cenderung menurun.
Contohnya, pada proses pemucatan minyak kedele penghilangan warnanya
(27)
bleaching earth sebagai adsorbennya memperlihatkan bahwa adsorben ini mulai aktif menyerap warna CPO jika diaktivasi pada suhu diatas 100°C.
Pada proses bleaching CPO bentonit berfungsi sebagai bleaching earth,
yang diperoleh dengan aktivasi pada kondisi asam. Pada prinsipnya
daya jerap bleaching earth bekas akan semakin meningkat bila diaktif
(Al Quinabait, 2005).
Biasanya proses bleaching dilakukan dengan menggunakan suhu yang
relatif tinggi (100 - 120°C). Akan tetapi dengan suhu sedemikian tinggi tersebut
dapat menyebabkan CPO menjadi mudah teroksidasi, sehingga warnanya
semakin gelap. Proses oksidasi minyak bisa diminimalisasi atau bahkan
dihindari dengan mengkondisikan set alat bleaching dalam kondisi vakum
untuk mencegah adanya oksigen atau sebelum dilakukan proses bleaching
oksigen yang ada dalam set alat bleaching diusir terlebih dahulu dengan
gas nitrogen (Yusnimar, 2006).
B. Pengaruh Waktu Pemanasan
Pengontrolan proses daur ulang bleaching earth bekas dengan cara fisika maupun
kimia sangat dipengaruhi oleh waktu kontak antara media pengaktif
dengan spent bleaching earth . Pada kondisi suhu, tekanan, dan jumlah
spent bleaching earth sama memperlihatkan bahwa hasil penghilangan warna CPO maksimum pada pemanasan suhu 55°C dan kemudian
cenderung menurun bila waktu kontak diperpanjang. Penurunan pemucatan
(28)
C. Pengaruh Tekanan
Daya penghilangan warna dari bleaching earth dipengaruhi juga oleh luas
permukaan adsorben ini yang dikontakkan dengan minyak. Dengan
menurunkan tekanan pori dalam adsorben pada tekanan atmosfir, adsorben
akan terdearasi, sehingga luas permukaannya akan lebih besar.
Tekanan yang umum dipakai di industri-industri adalah 5.077 mmHg.
2.4. Pengukuran Warna.
Untuk keperluan industri dan pemakaian secara umum, pengukuran
warna dilakukan dengan alat Lovibond – Tinto meter. Warna merah dan kuning dari minyak kelapa sawit disesuaikan dengan gelas-gelas berwarna merah dan
kuning dari alat Lovibond, dengan sel 5,25 inci. Gelas-gelas berwarna merah dan
kuning distandarisasi dengan “The National Bureau of Standards dalam istilah skala warna Priest Gibson "N”(9, 10) . Kemajuan dalam industri minyak kelapa
sawit mendorong industri pembuatan alat Lovibond-Tintometer, sehingga
lama-kelamaan timbul pembuatan gelas-galas merah dan kuning dari alat
Lovibondyang menyimpang sedikit demi sedikit dari warna semula.
Untuk menertibkan hal ini maka The Americans Oil Chemist's Society (AOCS),
menyesuaikan warna gelas dari Lovibond-Tintorneter dengan warna yang di
ukur oleh alat spektrofotometer. Stanandar spesipikasi yang Oleh PT.SMART
(29)
Tabel 2.5 Standart Mutu Spesifikasi di PT.SMART.Tbk
Kandungan Spesipikasi oleh PT.SMART Tbk.
Asam lemak bebas (%) 1 –2 Kadar air (5) < 0,1
Pengotoran (%) < 0,02
Besi (ppm) < 10
Tembaga (ppm) 0,5
Bilangan iodium 53 + 1,5
Karotena (ppm) + 500
Tokoperol (ppm) + 800
Pemucatan : merah (R) dan Kuning (y) maks 15,5R - 20R
(30)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan
menjadi berbagai bahan pangan. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat
tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan
kisaran suhu 22-32°C. Saat ini 5,4 juta Ha lahan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia telah memproduksi minyak kelapa sawit mentah dengan kapasitas
minimal 16 juta ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar
kedua di dunia setelah Malaysia.
Minyak kelapa sawit dapat di hasilkan dari inti kelapa sawit yang
dinamakan minyak inti kelapa sawit dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti
kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti
kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan.
Sedangkan pellet adalah bubuk yang dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang
dengan diameter lebih kurang dari 8 mm dan digunakan sebagai makanan ternak.
Selain dikembangkan sebagai minyak goreng, minyak sawit dapat
diaplikasikan untuk mensintesis berbagai produk pangan karena kandungan
mikronutrein yang tinggi seperti karetenoid (500-700ppm) dan vitamin E
(1000ppm). Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dikenal kaya
akan zat warna yang terdapat secara alamiah di dalam kelapa sawit, Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α-karoten, β-karoten, xanthopil,
(31)
kloropil dan antosianin. Zat-zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.
Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah diolah menjadi minyak goreng, antara lain melalui beberapa tahapan proses penghilangan gum/getah
(degumming), proses penghilangan asam lemak bebas (netralisasi), proses
pemucatan warna (bleaching), dan proses penghilangan bau
(deodorisasi) (Ketaren, 1986).
Pada proses pemucatan digunakan adsorben untuk menyerap zat warna
dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan
sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif
(activated clay) dan arang aktif atau menggunakan bahan kimia bleaching earth dan spent bleaching earth. Bleaching earth merupakan bahan aktif yang
digunakan untuk menghilangkan atau menjerap zat warna yang terdapat didalam
CPO sehingga dihasilkan minyak yang lebih jernih. Pada tahun 2009 di
Indonesia sekitar 757.581 ton bleaching earth digunakan untuk
produksi minyak goreng. Kebutuhan akan bleaching earth setiap tahun semakin
meningkat dengan berkembangnya industri minyak nabati, namun disisi lain
tidak dapat diperbaharui.
Pada umumnya industri minyak akan membuang spent bleaching earth pada
suatu lahan. Tingginya kandungan minyak nabati pada spent bleaching earth
sangat potensial untuk dimanfaatkan kembali sebagai pengadsorben sehingga
perlu dilakukan pemulihan (recovery) dengan cara penambahan isopropanol dan
(32)
Proses pemucatan minyak kelapa sawit sangat menunjang perdagangan
Ekspor. Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung
warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Berdasarkan dari uraian tersebut kami tertarik untuk menganalisa intensitas zat warna pada CPO sebagai
syarat tugas akhir D-3 Kimia, maka dalam hal ini kami tertarik untuk memilih judul “Perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan
Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE)’’
1.2 Rumusan Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth
2. Apakah sudah memenuhi spesifikasi standart di PT.SMART. Tbk
1.3 Batasan masalah
Penelitian ini dibatasi dengan hanya menentukan perubahan warna CPO pada
proses pemucatan
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan untuk karya ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Bagaimana perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth dan spent bleaching earth
2. Untuk mengetahui Apakah sudah memenuhi standar mutu spesifikasi standart di PT.SMART. Tbk
(33)
1.5 Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan
bleaching earth dan spent bleaching earth.
Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang kualitas bleaching earth
dan spent bleaching earth yang rendah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan menjadi sumber
(34)
PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN
MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)
DI PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth (BE) dan spent bleaching earth (SBE) menggunakan Alat Lovibond Tintometer model F di PT Smart Tbk Medan – Belawan. Dari percobaan diperoleh warna awal pada CPO 20R – 20Y setelah penambahan Bleaching Earth dan spent bleaching earth pada CPO masing – masing 10,2R – 20Y dan 17.3R – 20Y. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemucatan menggunakan Bleaching Earth lebih baik dibandingkan dengan pemucatan Spent Bleaching Earh
Kata Kunci : CPO (Crude Palm Oil), Pemucat Tanah (Bleaching Earth), spent bleaching earth , Lovibond Tintometer,
(35)
COMPARISON OF POWER COLOR absorbency SUBSTANCE AND SPENT ON Bleaching Earth Bleaching Earth ( SBE ) CPO ON IN PT .
SMART Tbk
ABSTRACT
Comparative studies have been conducted on the effect of bleaching earth quality bleachibility power on CPO (crude palm oil). by using the tool Lovibond Tintometer model of F in PT Smart Tbk Medan – Belawan.From experiments obtained initial color with the CPO 20R - 20Y after addition Bleaching Earth and spent bleaching earth with the CPO each - each 10,2R - 20Y and 17.3R - 20Y . The results showed that purification using Bleaching Earth better than the purification of Spent Bleaching Earh
Keywords : : CPO (Crude Palm Oil), Bleaching Earth, spent bleaching earth Lovibond Tintometer
(36)
PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN
MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN
SPENT BLEACHING EARH (SBE)
DI PT. SMART Tbk
TUGAS AKHIR
DWI CHRISTINA ARITONANG 132401149
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
(37)
PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN
MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN
SPENT BLEACHING EARTH (SBE)
DI PT. SMART Tbk
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Gelar Ahli Madya
DWI CHRISTINA ARITONANG 132401149
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
(38)
PERSETUJUAN
Judul : Perbandingan intensitas warna CPO dengan
menggunakan Bleaching Earth (BE) dan Spent Bleaching Earth (SBE) di PT. SMART Tbk.
Kategori : Tugas Akhir Nama : Dwi Christina Aritonang NIM : 132401149 Program Studi : D-3 Kimia Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Disetujui di : Medan, Juli 2016
Disetujui Oleh:
Ketua Program Studi D3 Kimia Dosen Pembimbing
Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Helmina Br. Sembiring, S.Si,M.Si
NIP. 195512181087012001 NIP. 197602022000122002
Ketua Departemen Kimia FMIPA USU
Dr. Rumondang Bulan, M.S. NIP. 195408301985032001
(39)
PERNYATAAN
PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN
MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)
DI PT. SMART Tbk
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya
Medan, Juli 2016
DWI CHRISTINA ARITONANG NIM 132401149
(40)
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan Berkat-Nya yang berlimpah diberikan kepada penulis dan kepada orangtua yang senantiasa memberi dukungan kepada Penulis Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk meraih gelar Ahli Maya pada program D-3 Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dorongan, bantuan serta motivasi dari semUa pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hatipenulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Kerista Sebayang, M.Sc sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Ibu Dr. Rumondang Bulan,M.S. sebagai ketua Departemen Kimia FMIPA USU
2. Ibu Dra. Emma Zaidar Nasution, M.Si. sebagai ketua program studi D3 Kimia FMIPA USU
3. Ibu Helmina Br. Sembiring, S.Si, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah sabar memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis
4. Ibu Dr. Melissa Tjeng MM, Bapak Nazli, Bapak Martumpal, Bapak Winston, Kak Melva, Kak Eva, bang Andi, bang Rendi dan Seluruh Karyawan PT. SMART Tbk yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis
5. Seluruh Dosen dan Staff pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU
6. Teman – teman satu PKL penulis yang mampu bekerjasama dalam mengerjakan tugas akhir ini
7. Teman – teman penulis Medan Campus Ministry (MCM) dan teman penulis angkatan D3 Kimia 2013 yang memberikan semangat dan sama-sama berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
(41)
Hanya Doa dan Harapan yang dapat Penulis sampaikan kepada Tuhan. Mudah – mudahan kebaikan yang penulis terima dari semua pihak yang telah membantu, kiranya Tuhan membalas kebaikan tersebut. Penulis dengan segala kemampuan berusaha menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik – baiknya. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semuanya dan Harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pembacanya.
Medan, Juli 2016 Penulis
(42)
PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN
MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)
DI PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth (BE) dan spent bleaching earth (SBE) menggunakan Alat Lovibond Tintometer model F di PT Smart Tbk Medan – Belawan. Dari percobaan diperoleh warna awal pada CPO 20R – 20Y setelah penambahan Bleaching Earth dan spent bleaching earth pada CPO masing – masing 10,2R – 20Y dan 17.3R – 20Y. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemucatan menggunakan Bleaching Earth lebih baik dibandingkan dengan pemucatan Spent Bleaching Earh
Kata Kunci : CPO (Crude Palm Oil), Pemucat Tanah (Bleaching Earth), spent bleaching earth , Lovibond Tintometer,
(43)
COMPARISON OF POWER COLOR absorbency SUBSTANCE AND SPENT ON Bleaching Earth Bleaching Earth ( SBE ) CPO ON IN PT .
SMART Tbk
ABSTRACT
Comparative studies have been conducted on the effect of bleaching earth quality bleachibility power on CPO (crude palm oil). by using the tool Lovibond Tintometer model of F in PT Smart Tbk Medan – Belawan.From experiments obtained initial color with the CPO 20R - 20Y after addition Bleaching Earth and spent bleaching earth with the CPO each - each 10,2R - 20Y and 17.3R - 20Y . The results showed that purification using Bleaching Earth better than the purification of Spent Bleaching Earh
Keywords : : CPO (Crude Palm Oil), Bleaching Earth, spent bleaching earth Lovibond Tintometer
(44)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ... i
PERNYATAAN ... ii
PENGHARGAAN ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR……….x
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Permasalahan ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 4
1.4Batasan Masalah………..………..4
1.5Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kelapa Sawit ... 5
2.2Minyak Kelapa Sawit ... 7
2.2.1 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 8
2.2.2Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 9
2.3 Proses pengolahan minyak sawit mentah ... 11
(45)
2.3.2 Netralisasi ... 13
2.3.3 Deodorasi ... 14
2.4.3 Bleaching ... 15
2.4.3.1 Spent bleaching earth ... 18
2.4.3.2 Proses Recovery Minyak Pada Spent Bleaching Earth ... 20
2.4 Pengukuran warna ... 25
BAB 3. Metode Penelitian 3.1 Alat dan Bahan ... 26
3.1.1 Alat ... 26
3.1.2 Bahan ... 27
3.3 Prosedur ... 27
BAB IV. Hasil dan Pembahasan 4.1.Data Percobaan... 29
4.2 Pembahasan ... 29
BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Pembahasan ... 30
5.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
(46)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng ... 9
Tabel 2.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 10
Tabel 2.3 Komposisi kimia adsorben randau law dan clay florida clay ... 16
Tabel 2.4 Komposisi kimia arang kayu kertas ... 17
Tabel 2.5 Standart Mutu spesifikasi warna cpo di PT.SMART.Tbk ... 25
(1)
6 Hanya Doa dan Harapan yang dapat Penulis sampaikan kepada Tuhan. Mudah – mudahan kebaikan yang penulis terima dari semua pihak yang telah membantu, kiranya Tuhan membalas kebaikan tersebut. Penulis dengan segala kemampuan berusaha menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik – baiknya. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semuanya dan Harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pembacanya.
Medan, Juli 2016 Penulis
( Dwi Christina Aritonang)
(2)
PERBANDINGAN INTENSITAS WARNA CPO DENGAN
MENGGUNAKAN BLEACHING EARTH (BE) DAN SPENT BLEACHING EARTH (SBE)
DI PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian perbandingan intensitas warna CPO dengan menggunakan bleaching earth (BE) dan spent bleaching earth (SBE) menggunakan Alat Lovibond Tintometer model F di PT Smart Tbk Medan – Belawan. Dari percobaan diperoleh warna awal pada CPO 20R – 20Y setelah penambahan Bleaching Earth dan spent bleaching earth pada CPO masing – masing 10,2R – 20Y dan 17.3R – 20Y. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemucatan menggunakan Bleaching Earth lebih baik dibandingkan dengan pemucatan Spent Bleaching Earh
Kata Kunci : CPO (Crude Palm Oil), Pemucat Tanah (Bleaching Earth), spent bleaching earth , Lovibond Tintometer,
(3)
8 COMPARISON OF POWER COLOR absorbency SUBSTANCE AND SPENT ON Bleaching Earth Bleaching Earth ( SBE ) CPO ON IN PT .
SMART Tbk
ABSTRACT
Comparative studies have been conducted on the effect of bleaching earth quality bleachibility power on CPO (crude palm oil). by using the tool Lovibond Tintometer model of F in PT Smart Tbk Medan – Belawan.From experiments obtained initial color with the CPO 20R - 20Y after addition Bleaching Earth and spent bleaching earth with the CPO each - each 10,2R - 20Y and 17.3R - 20Y . The results showed that purification using Bleaching Earth better than the purification of Spent Bleaching Earh
Keywords : : CPO (Crude Palm Oil), Bleaching Earth, spent bleaching earth Lovibond Tintometer
(4)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ... i
PERNYATAAN ... ii
PENGHARGAAN ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR……….x
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Batasan Masalah………..………..4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit ... 5
(5)
10
2.3.2 Netralisasi ... 13
2.3.3 Deodorasi ... 14
2.4.3 Bleaching ... 15
2.4.3.1 Spent bleaching earth ... 18
2.4.3.2 Proses Recovery Minyak Pada Spent Bleaching Earth ... 20
2.4 Pengukuran warna ... 25
BAB 3. Metode Penelitian 3.1 Alat dan Bahan ... 26
3.1.1 Alat ... 26
3.1.2 Bahan ... 27
3.3 Prosedur ... 27
BAB IV. Hasil dan Pembahasan 4.1.Data Percobaan... 29
4.2 Pembahasan ... 29
BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Pembahasan ... 30
5.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
LAMPIRAN ... 32
(6)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng ... 9
Tabel 2.2 Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit ... 10
Tabel 2.3 Komposisi kimia adsorben randau law dan clay florida clay ... 16
Tabel 2.4 Komposisi kimia arang kayu kertas ... 17
Tabel 2.5 Standart Mutu spesifikasi warna cpo di PT.SMART.Tbk ... 25