Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat

i

STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM SEBELUM DAN
SESUDAH PENEBANGAN DI AREAL KONSESI HUTAN
PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

HERU DEFRIANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Tegakan
Hutan Alam Sebelum Dan Sesudah Penebangan Di Areal Konsesi Hutan Pulau
Siberut, Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Heru Defrianto
NIM E14070102

vi

ABSTRAK
HERU DEFRIANTO. Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah
Penebangan di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat. Dibimbing
oleh TEDDY RUSOLONO.
Struktur tegakan hutan memiliki perbedaan antara kondisi sebelum dengan
sesudah penebangan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pada kondisi
sebelum dan setelah penebangan. Untuk dapat mengetahui seberapa besar
perbedaan antara struktur tegakan hutan sebelum dan sesudah penebangan, maka

dapat digunakan model distribusi diameter tegakan seperti model famili sebaran.
Ada empat model famili sebaran yang umumnya digunakan yaitu Eksponensial
negatif, Gamma, Weibull serta Lognormal. Dari keempat model tersebut akan
dipilih model famili sebaran terbaik yang dapat menggambarkan perbedaan
struktur tegakan hutan. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa model famili
sebaran Eksponensial negatif terpilih sebagai model terbaik. Berdasarkan hasil uji
Chi-square (X2) model famili sebaran Eksponensial negatif sudah dapat
menjelaskan perbedaan antara struktur tegakan hutan sebelum dan sesudah
penebangan.
Kata kunci: Model struktur tegakan, model famili sebaran, struktur tegakan hutan,
uji Chi-square.

ABSTRACT
HERU DEFRIANTO. Structure of the Stands Natural Forest Before and After
Logging in the Forest Concession Area in Island of Siberut, West Sumatra.
Supervised by TEDDY RUSOLONO.
The structure of forest stands have differences between the conditions
before and after logging. It is influenced by some factors on the conditions before
and after logging. To be able figure out how big the differences between the
structure of forest stands before and after logging, the diameter distribution model

can be used in the stands like the model of the family distribution. There are four
models of the family distribution commonly used that is an Exponential negative,
Gamma, Lognormal and Weibull. From the four of distribution model will be
selected the best of family distribution models which can describe the difference
in the structure of forest stands. The results of the research show the Exponential
negative distribution family model was selected as the best model. Based on
results test of Chi-square (X2) an Exponential negative distribution family model
was able to explain the difference between the structure of forest stands before
and after logging.
Keywords: Chi-square test, model of distribution family, model of forest structure,
structure of forest stand.

STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM SEBELUM DAN
SESUDAH PENEBANGAN DI AREAL KONSESI HUTAN
PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

HERU DEFRIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi: Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan
di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat
: Heru Defrianto
Nama
: E14070102
NIM

Disetujui oleh


\IlL) セ@
Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS
NIP: 19621024198803 1 002

Tanggal Lulus:

2 6 JUl GRNセS@

Judul Skripsi : Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan
di Areal Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat
Nama
: Heru Defrianto
NIM
: E14070102

Disetujui oleh

Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS
NIP: 19621024 198803 1 002


Diketahui oleh

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP: 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal
Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas
segala masukannya yang membangun serta kepercayaan dan kesabarannya
dalam membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.
2. Kedua orang tua yang luar biasa, Ibu Lilik dan Bapak H.Idin Harianto atas

segala do`a, dukungan serta kasih sayang yang tak terhingga. Mustofa
Hidayatullah dan Ahadi Rahmatullah, adik-adik yang senantiasa mendukung,
membantu dan memberikan doa`nya.
3. Segenap Pimpinan, Direksi, Staf dan Karyawan PT. Salaki Summa Sejahtera,
khususnya R. Iwan Sumarta, Msc, Ir. Agus F. Nugroho (General Manager),
Ir. Mangatas Simanjuntak (Direktur Produksi), atas bantuan dukungan dan
kerjasamanya.
4. Dosen-dosen dan staf-staf Departemen Manajemen Hutan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
5. Ida Fitriyani beserta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat.
6. Johan dan Frensi selaku teman penelitian yang senantiasa memberikan
bantuan dan dukungan.
7. Ari, Januar, Adli, Astrida, dan lain-lain atas bantuan dan dukungannya.
8. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2013
Heru Defrianto


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1


TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Metode Pengambilan Data

5

Analisis Data

6


HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan

8
8

Pendekatan Struktur Tegakan Melalui Model Famili Sebaran

10

Uji perbandingan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan

13

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan


15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

25

vi

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.

Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok seluruh jenis
Nilai kemungkinan maksimum (L) kelopok Dipterocarpaceae
Nilai perbandingan X² antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah
Penebangan pada model famili sebaran terpilih

11
11
14

DAFTAR GAMBAR
1.

2.

Kerapatan pohon untuk kelompok jenis dipterocarpaceae sebelum
dan sesudah penebangan (A) dan kelompok seluruh jenis sebelum
dan sesudah penebangan (B)
Kerapatan dugaan model famili sebaran terbaik untuk kelompok
dipterocarpaceae (A) dan kelompok seluruh jenis sebelum dan
sesudah penebangan (B)

9

12

33

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kegiatan pemanenan hutan tidak terlepas dari adanya kegiatan penebangan.
Kegiatan penebangan dilakukan guna memperoleh hasil kayu dari area hutan
tersebut. Kegiatan penebangan untuk memperoleh kayu biasanya dilakukan secara
merata disemua lokasi petak tebangan. Namun penebangan yang dilakukan di area
PT. Salaki Summa Sejahtera tidak bisa dilakukan disemua lokasi petak tebangan,
karena kondisi topografi yang relatif curam dengan lereng yang pendek sehingga
tidak semua lokasi pohon dapat dilakukan penebangan. Karena tidak semua lokasi
pohon dapat dilakukan penebangan, maka intensitas penebangan yang dilakukan
di lokasi petak tebangan berbeda-beda antara satu sama lainnya sesuai dengan
kondisi topografi tersebut. Intensitas penebangan yang berbeda menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada tegakan tinggal berbeda sehingga struktur tegakan
akan berbeda satu sama lain. Sangat menarik untuk mengetahui perbedaan
struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan yang diakibatkan perbedaan
dari intensitas penebangan yang dilakukan.
Intensitas penebangan yang berbeda menyebabkan struktur tegakan berbeda
pada kondisi sebelum dan sesudah diadakannya penebangan. Perbedaan struktur
tegakan dapat dilihat dari model distribusi diameter tegakan, terutama pada
kerapatan tegakan. Model distribusi diameter seperti model famili sebaran dapat
digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai struktur tegakan, sehingga
nantinya dapat diketahui perbedaan antara kondisi struktur tegakan sebelum dan
sesudah dilakukan penebangan. Berbagai model famili sebaran yang pernah
dicobakan diantaranya adalah famili sebaran eksponensial negatif, gamma,
lognormal dan weibull. Dalam penelitian ini akan dicobakan keempat model
tersebut untuk menentukan model terbaik yang dapat menggambarkan struktur
tegakan.
.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menganalisis struktur
tegakan sebelum dan sesudah penebangan serta menentukan model struktur
tegakan terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan sebelum dan
sesudah penebangan pada berbagai intensitas penebangan yang berbeda. Hasil
dari penelitian ini dapat digunakan untuk menilai sejauh mana dampak dari
intensitas penebangan yang berbeda terhadap struktur tegakan dan implikasinya
untuk selanjutnya menentukan tindakan silvikultur apa yang sesuai untuk
dilakukan di area PT. Salaki Summa Sejahtera.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Tegakan Hutan
Menurut Suhendang (1995), dipandang dari kepentingan manajemen hutan,
tegakan merupakan suatu hamparan lahan hutan yang secara geografis terpusat
dan memiliki ciri-ciri kombinasi dan sifat-sifat vegetasi (komposisi jenis, pola
pertumbuhan, kualitas pertumbuhan), serta sifat-sifat fisik (bentuk lapangan
memiliki luasan minimal tertentu sebagaimana disyaratkan). Pada sebagian besar
tipe hutan di luar Jawa, keadaan fisik tegakannya mempunyai tiga ciri utama,
yaitu:
1. Merupakan tegakan hutan tidak seumur
2. Memiliki komposisi jenis yang heterogen dengan jumlah jenis yang sangat
tinggi
3. Memiliki jenis-jenis pohon yang bernilai ekonomis tinggi.
Struktur tegakan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu struktur
tegakan vertikal dan horizontal. Struktur tegakan vertikal didefinisikan sebagai
sebaran individu pohon pada berbagai lapisan tajuk, sedangkan struktur tegakan
horizontal menurut Davis dan Johnson (1987) didefinisikan banyaknya pohon per
satuan luas pada setiap kelas diameter. Dalam penelitian ini struktur tegakan yang
digunakan adalah struktur horizontal, karena ukuran kenormalan hutan alam salah
satunya dapat dilihat dari kondisi struktur tegakan horizontalnya.
Menurut Wahjono dan Imanuddin (2007), adanya perubahan struktur
tegakan hutan yang diikuti dengan pertumbuhan alami berguna untuk mencapai
kondisi hutan yang seperti semula. Adapun pola serta kecepatan perumbuhan
tegakan sangat tergantung kepada kondisi awal tegakan dan kualitas tempat
tumbuhnya.
Struktur tegakan hutan alam bekas tebangan memiliki kondisi yang beragam
terutama dalam hal komposisi jenis, kerapatan pohon, kondisi struktur tegakan,
intensitas penebangan yang dilakukan serta bervariasinya kualitas tempat tumbuh
tegakan hutan. Keragaman tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan tegakan
menjadi beragam, ada yang tumbuh dengan relatif cepat atau sebaliknya relatif
lebih lambat. Kecepatan pertumbuhan itu mencerminkan kemampuan upaya
pemulihan hutan alam bekas tebangan untuk mencapai atau mendekati keadaan
seperti semula sebelum ditebang atau mencapai kondisi struktur tegakan yang
layak tebang sehingga siap untuk mendapat perlakuan penebangan pohon-pohon
layak tebang pada rotasi tebang berikutnya (Muhdin et al. 2008)
Kegunaan Struktur Tegakan
Krisnawati et al. (2008) menyatakan pada tegakan hutan alam bekas
tebangan, tegakan hutan selain dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan
strategi pengaturan hasil seperti penetapan siklus tebang dan jatah tebangan
berikutnya, juga sangat diperlukan sebagai dasar dalam menetapkan perlakuan
silvikultur atau pembinaan terhadap tegakan tinggal.

3

Sedangkan Muhdin et al. (2008) menyatakan kondisi struktur tegakan hutan
bekas tebangan diduga berbeda dengan kondisi struktur tegakan di hutan primer.
Informasi tentang struktur tegakan ini dipandang penting karena ditinjau dari
faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan (timber
standing stock) minimal yang harus tersedia sehingga layak dikelola, sedangkan
ditinjau dari faktor ekologi, struktur tegakan dapat memberikan gambaran tentang
kemampuan regenerasi tegakan.
Adianti (2011) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang struktur tegakan
berguna untuk penentuan kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter,
penentuan luas bidang diameter dasar tegakan, penentuan volume tegakan, serta
penentuan biomassa tegakan.
Model Struktur Tegakan
Pola struktur tegakan di lapangan dapat diketahui dengan suatu cara
pendugaan model struktur tegakan menggunakan model famili sebaran. Menurut
Ermayani (2000) empat model famili sebaran yang sering menjadi model terpilih
dalam menerangkan pola struktur tegakan, yaitu Lognormal, Gamma,
Eksponensial negatif dan Weibull. Adianti (2011) menyatakan dalam pendugaan
model struktur tegakan untuk setiap famili sebaran menggunakan parameterparameter berbeda. Parameter tersebut yang kemudian akan digunakan untuk
mendapatkan nilai peluang pada kelas diameter. Sedangkan untuk pemilihan
model terbaik pada struktur tegakan menurut Adianti (2011) dilakukan dengan
menggunakan metode kemungkinan maksimum, yaitu dengan memilih famili
sebaran yang mempunyai nilai fungsi kemungkinan tertinggi sebagai model
penduga terbaik bagi struktur tegakan yang bersangkutan.
Husch et al. (2003) pun mengemukakan berbagai model famili sebaran
diantaranya model sebaran Eksponensial negatif, sebaran Weibull, sebaran Beta,
sebaran Gamma. Dalam penelitian ini akan digunakan 4 model famili sebaran
yang sering digunakan untuk menduga pola struktur tegakan hutan, yaitu famili
sebaran Eksponensial Negatif, famili sebaran Gamma, famili sebaran Lognormal
dan famili sebaran Weibull.
Famili Ekponensial Negatif
Famili sebaran eksponensial negatif hanya memiliki satu parameter yang
disimbolkan dengan θ. Peubah acak x yang menyebar secara eksponensial negatif
dinotasikan dengan X~E (θ). Suatu peubah acak x dikatakan mempunyai sebaran
eksponensial negatif dengan parameter θ, dengan simbol E (θ) jika mempunyai
fungsi kepekatan berbentuk :
F(x) = θ-1exp-(x/θ), 1(0,∞)
Dimana θ>0
Famili Sebaran Gamma
Famili sebaran gamma ( ) memiliki β parameter, yaitu parameter skala (α)
dan parameter bentuk ( ). Peubah acak x yang menyebar gamma ( ) dinotasikan
dengan X~G( ,α). Peubah acak x dikatakan mempunyai sebaran gamma ( ) jika
mempunyai fungsi kepekatan :
F(x)= -α (Γ α)-1 x(α-1) exp (-x/ ), 1(0,∞)
Dengan α>0, >0 dan Γ(α)=∫x(α-1)exp(-x) dx

4

Famili Sebaran Lognormal
Sebaran lognormal kadang-kadang dikatakan sebagai sebaran antilognormal.
Sebaran lognormal terbagi dua yaitu yang memiliki dua parameter dan tiga
parameter. Yang membedakan keduanya adalah parameter θ. Dalam famili
sebaran lognormal dengan dua parameter, nilai θ ini dianggap 0 sedangkan yang
lain tidak. Dalam berbagai aplikasi, yang sering digunakan adalah famili pertama
dimana θ dianggap 0 sehingga nilai x (peubah bebas) dikatakan sebagai variabel
acak positif.
Peubah acak x dikatakan menyebar lognormal apabila y=log x, menyebar
normal dan mempunyai fungsi kepekatan:
F(x) = (xσ√βп)-1 exp [-1/2(log x – μ)2/σ2]; i (0,∞)
Parameter μ dikenal dengan sebutan parameter skala dan σ parameter
bentuk. Peubah acak x dinotasikan dengan X ~log (μ, σ).
Famili Sebaran Weibull
Peubah acak x yang menyebar weibull dengan parameter skala α dan
parameter bentuk c biasanya dilambangkan dengan X~W (α,c). Ketika α=1 maka
sebaran Weibull ini akan menjadi sebaran eksponensial dengan α = 1/c.
Peubak acak x dikatakan menyebar secara Weibull jika mempunyai fungsi
kepekatan dengan bentuk :
F(x) = (c/ α) (x/ α)c-1 exp [-(x/ α)c], α > 0
Peubah acak x yang menyebar Weibull dengan parameter skala α dan
parameter bentuk c biasanya dilambangkan dengan X~ W (α,c).

5

METODE PENELITIAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT. Salaki Summa Sejahtera memiliki luas kawasan hutan sekitar 48.420 ha
yang berada dalam kelompok hutan Siberut dan berdasarkan pembagian wilayah
administrasi pemerintahan, terletak di dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara
dan Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatra Barat.
Secara geografis wilayah PT. Salaki Summa Sejahtera terletak diantara 98°40᾽99°15᾽ Bujur Timur (BT) dan 00°95᾽-01°15᾽ Lintang Selatan (LS).
Menurut Peta Topografi Pulau Siberut lembar 1 dan 2 dengan skala 1:
100.000 dan Data Radar (DEM SRTM) dengan skala 1: 25.000, PT. Salaki
Summa Sejahtera berada pada ketinggian 50-340 mdpl. Jenis tanah dalam
kawasan hutan PT. Salaki Summa Sejahtera terdiri dari podsolik merah kuning
37% atau seluas 18.056 ha, latosol 32% atau seluas 15.290 ha dan aluvial 31%
atau seluas 15.074 ha.
Kelas penutupan lahan di PT. Salaki Summa Sejahtera dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu kelas penutupan hutan primer, kelas hutan bekas tebangan dan
kelas bukan hutan. Pada kelas hutan primer, fungsi hutan produksi tetap memiliki
luasan 1.244 ha dengan buffer zone Taman Nasional Siberut seluas 1.247 ha atau
sekitar 5% dari luas total PT. Salaki Summa Sejahtera. Secara keseluruhan PT.
Salaki Summa Sejahtera didominasi oleh kayu jenis Non-Dipterocarpaceae. Jenis
yang termasuk kedalam kayu komersial diantaranya Meranti, Keruing, Katuka,
Gut-gut, Ungra, Peiki, Alosit, Tumu, Polenggu dan Dalatkau.
Metode Pengambilan Data
Sampel data diambil di areal kerja PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau
Siberut, Sumatera Barat di petak tebang 264 dan 265 selama bulan OktoberNovember 2011. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini
adalah kompas, pita meter dan phiband, haga hypsometer/Christen meter, tali
rafia/tambang, tally sheet dan alat-alat tulis, alat hitung/kalkulator, seperangkat
komputer dengan software Microsoft Excel, Matlab R2008b untuk mengolah data.
Jenis data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari pengukuran langsung pada petak yang terpilih sebagai contoh. Data
sekunder diperoleh dari Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada
hutan primer, Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) pada petak
tebangan yang diukur dalam penelititan, Laporan Hasil Cruising (LHC), peta areal
kerja dan data-data lain yang diperlukan selama penelitian.
Pengambilan data primer dilakukan dengan cara menentukan secara
purposif pada petak tebang yang akan dilakukan penebangan. Petak yang terpilih
dibuat plot contoh berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot yang peletakannya
secara diskontinyu sesuai jaringan jalan sarad dan mengikuti kegiatan pemanenan
dalam satu petak tersebut. Metode yang digunakan untuk mengukur struktur
tegakan adalah metode jalur. Pada plot contoh dibuat jalur contoh dengan ukuran
20 m x 100 m sehingga diperoleh 5 jalur. Terhadap plot contoh dilakukan
pengukuran seluruh jenis meliputi nama lokal dan diameter ≥ 10 cm. Diameter
pohon diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dan bagi pohon

6

berbanir diameter diukur pada ketinggian 20 cm di atas banir. Jenis pohon yang
diukur dibagi menjadi jenis Dipterocarpaceae dan non-Dipterocarpaceae serta
seluruh jenis dalam kondisi sehat.
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menentukan model struktur tegakan. Hal
yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengklasifikasikan data kedalam dua
kelompok kayu yaitu kelompok jenis Dipterocarpaceae serta kelompok seluruh
jenis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan distribusi diameter pohon
pada masing-masing kelompok. Selanjutnya diameter pohon tersebut
dikelompokkan kedalam kelas diameter dengan interval 10 cm. Kelas diameter
terendah dimulai dari 10-19 cm dan kelas diameter tertinggi adalah 130-139 cm.
Analisis data dilakukan pada seluruh plot contoh yang diukur, yaitu 10 plot yang
peletakannya secara diskontinyu sesuai jaringan jalan sarad dan mengikuti
kegiatan pemanenan dalam satu petak tersebut. Dari 10 plot tersebut kemudian
dikelompokkan kembali berdasarkan intensitas penebangan, yaitu kelompok
intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha, 7-10 pohon/ha dan ≥ 11 pohon/ha.
Tahapan berikutnya yaitu mencari model struktur tegakan yang sesuai
menggunakan model famili sebaran. Pemilihan model menggunakan model famili
sebaran dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum
(maximum likelihood function). Model yang diikutkan dalam pemilihan yaitu
famili sebaran weibull, gamma, sebaran ekponensial negatif, dan lognormal.
Semua model tersebut dicobakan sebagai model penduga bagi sebaran diameter
tegakan.
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum menentukan model
famili sebaran terbaik yaitu menduga parameter masing-masing model famili
sebaran yang dipilih, mencari nilai fungsi kemungkinan maksimum berdasarkan
nilai parameter yang diperoleh, serta menentukan model famili sebaran terbaik
berdasarakan fungis kemungkinan maksimum tertinggi. Tahapan-tahapan tersebut
dilakukan pada keempat model famili sebaran menggunakan aplikasi komputer
yaitu software MATLAB R2008b.
Model struktur tegakan yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga
kerapatan tegakan melalui persamaan berikut (Sigiro 2013) :

 Xb

 X maks

N a ,b    f  x  dx   N    f  x  dx 
X

X

 min

 a


1

Persamaan di atas dapat juga ditulis dalam bentuk :



Na,b  P  xa  x  xb  N P  xmin  x  xmax 

1



Keterangan :
N(a,b) = kerapatan pohon dugaan pada selang diameter xa sampai xb
N
= kerapatan pohon total dari hasil pengamatan
f(x) = fungsi kepekatan famili sebaran terpilih

7

Untuk mengetahui perbedaan kerapatan antara struktur tegakan sebelum
dan sesudah penebangan pada model famili sebaran terpilih maka dilakukan uji
perbandingan. Uji yang digunakan adalah uji Chi-square atau Khi Kuadrat (X2)
(Hasan 2004):
X hit  
2

Yi
yi

Yi  yi 

2

yi

Keterangan :
X2hit
= nilai uji Khi kuadrat hitung
= jumlah pohon (sebelum penebangan) pada kelas diameter ke-i, i =
β,γ,…,10
= jumlah pohon (sesudah penebangan) pada kelas diameter ke-i, i =
β,γ…,10

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Penebangan
Tegakan hutan menurut Suhendang (1995) merupakan suatu hamparan
lahan hutan yang secara geografis terpusat dan memiliki ciri-ciri kombinasi dan
sifat-sifat sifat–sifat vegetasi (komposisi jenis, pola pertumbuhan, kualitas
pertumbuhan), serta sifat-sifat fisik (bentuk lapangan memiliki luasan minimal
tertentu sebagaimana disyaratkan). Hal ini berarti struktur tegakan memiliki sifat
vegetasi dan sifat fisik yang berbeda antara satu tegakan dengan tegakan hutan
yang lain. Struktur tegakan secara horizontal menurut Davis dan Johnson (1987)
didefinisikan banyaknya pohon pada setiap kelas diameter. Sedangkan kerapatan
tegakan menyatakan banyaknya individu pohon per satuan luas..
Gambar 1 menyatakan bahwa tingkat kerapatan untuk masing-masing kelas
diameter sebelum penebangan menunjukkan bentuk yang bervariasi, terutama
untuk kelompok Dipterocarpaceae. Hal ini dikarenakan bahwa suatu tegakan
hutan dipengaruhi oleh sifat-sifat vegetasi seperti komposisi jenis, pola
pertumbuhan serta kualitas pertumbuhan yang berbeda-beda. Namun untuk
kelompok seluruh jenis kondisi sebelum penebangan menunjukkan bentuk yang
seragam dengan jumlah individu pohon persebarannya tidak merata pada setiap
kelas diameter, semakin berkurang bahkan tidak ada sama sekali hingga kelas
diameter terbesar disertai dengan dengan penurunan secara seragam yang apabila
divisualisasikan akan membentuk kurva J terbalik. Untuk struktur tegakan
sesudah penebangan Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pada kelompok
Dipterocarpaceae terlihat adanya perbedaan kerapatan pada setiap kelas diameter
yang dipengaruhi oleh sifat-sifat vegetasi dan intensitas penebangan yang
dilakukan. Sedangkan untuk kelompok seluruh jenis menunjukkan bahwa secara
keseluruhan struktur tegakan memiliki bentuk seragam dengan jumlah individu
pohon persebarannya tidak merata pada setiap kelas diameter, semakin berkurang
kelas diameter bahkan tidak ada sama sekali hingga kelas diameter terbesar
disertai dengan penurunan kelas diameter secara seragam membentuk kurva J
terbalik.
Jenis yang dominan pada struktur tegakan hutan sebelum maupun sesudah
penebangan di areal PT. Salaki Summa Sejahtera berasal dari kelompok nonDipterocarpaceae. Hal ini dapat dilihat dari selisih kerapatan antara kelompok
seluruh jenis dengan kelompok Dipterocarpaceae. Apabila diselisihkan maka
kelompok non-Dipterocarpaceae memiliki tingkat kerapatan pada masing-masing
kelas diameter yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
Dipterocarpaceae, baik untuk kondisi sebelum maupun sesudah penebangan.

9

Intensitas Penebangan ≤ 6 pohon/ha

Intensitas Penebangan 7-10 pohon/ha

Intensitas Penebangan ≥ 11 pohon/ha

(A)

(B)

Gambar 1 Kerapatan pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae sebelum dan sesudah
penebangan (A) dan kelompok seluruh jenis sebelum dan sesudah
penebangan (B)

10

Pada kelompok Dipterocarpaceae (Gambar 1A), terlihat perbedaan kondisi
antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan. Pada kondisi
sebelum tebangan, terdapat individu pohon yang hampir ada di semua kelas
diameter bahkan hingga kelas diameter > 90 cm. Namun pada kerapatan setelah
penebangan, individu pohon yang terdapat pada kelas diameter > 50 cm secara
keseluruhan sudah jarang ditemukan. Hal ini dikarenakan umumnya jenis
Dipterocarpaceae dapat mencapai diameter > 50 cm sehingga memenuhi syarat
untuk dilakukannya penebangan. Akibatnya banyak jenis Dipterocarpaceae
dengan diameter > 50 cm ditebang sehingga jumlah individu dengan kelas
diameter > 50 cm pada kondisi sesudah penebangan lebih sedikit dibandingkan
kondisi sebelum dilakukan penebangan.
Sedangkan pada kelompok seluruh jenis (Gambar 1B), perbedaan kondisi
tegakan juga terlihat pada kelas diameter > 50 cm , terutama pada kelompok
intensitas penebangan ≥ 11 pohon/ha. Pada kelas diameter > 50 cm, kondisi
sebelum penebangan masih terdapat individu pohon dengan jumlah yang sedikit,
sedangkan pada kondisi sesudah penebangan sudah berkurang bahkan tidak ada
sama sekali. Hal ini dikarenakan individu pohon, terutama jenis komersial yang
berasal dari kelompok non-Dipterocarpaceae sangat sedikit jumlahnya yang dapat
mencapai ukuran > 50 cm sehingga apabila dilakukan penebangan maka kelas
diameter > 50 cm terlihat jelas banyak yang berkurang dibandingkan sebelum
dilakukan penebangan.
Pendekatan Struktur Tegakan Melalui Model Famili Sebaran
Untuk mengetahui pola struktur tegakan di lapangan maka digunakan suatu
cara pendugaan model struktur tegakan dengan menggunakan model famili
sebaran. Model famili sebaran terbaik diperoleh berdasarkan kemungkinan
maksimum tertinggi dengan nilai parameter masing-masing fungsi sebaran harus
diketahui lebih dahulu. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai parameter masingmasing famili sebaran mempunyai nilai yang berbeda-beda. Model famili sebaran
eksponensial memiliki satu parameter saja sedangkan model famili sebaran
lainnya memiliki dua parameter.
Model terbaik dilihat dari nilai kemungkinan maksimum tertinggi seperti
yang disajkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang sama dalam hal urutan
besarnya nilai L. Famili sebaran eksponensial negatif mempunyai nilai L tertinggi
pada seluruh intensitas penebangan baik untuk seluruh jenis dan Dipterocarpaceae.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa bahwa untuk kelompok keseluruhan jenis, famili
eksponensial negatif mempunyai nilai L tertinggi dibandingkan dengan ketiga
model famili sebaran yang lain baik untuk kondisi sebelum maupun sesudah
penebangan. Begitu juga untuk kelompok Dipterocarpaceae pada Tabel 2. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa famili sebaran eksponensial negatif merupakan
model penduga terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan hutan di
areal PT. Salaki Summa Sejahtera baik untuk kondisi sebelum maupun sesudah
dilakukan penebangan. Sedangkan untuk model penduga yang lain kurang tepat
untuk menggambarkan struktur tegakan tersebut. Untuk lebih memperjelas
perbedaan kerapatan struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan dengan
menggunakan model famili Eksponensial negatif, dapat dilihat pada Gambar 2

11

Tabel 1 Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok seluruh jenis
Seluruh jenis
Intensi
tas
penebangan

Sebelum penebangan
Ekspo
nensial
negatif

G
amma
-

≤6

-695

1,453

7 -10

-792

1,642

≥ 11

-473

1,556

-

W
eibull
26,978
30,522
28,994

Sesudah penebangan
Log
normal

Ekspo
nensial
negatif

G
amma

2,091

-544

1,670

-585

1,496

-521

1,406

2,320

-

2,223

-

W
eibull
20,529
22,036
19,713

Log
normal
1,653
1,756
1,596

Tabel 2 Nilai kemungkinan maksimum (L) kelompok Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Intensi
tas
penebangan

≤6

Sebelum penebangan
Ekspo
nensial
negatif

G
amma

W
eibull

-177

376

≥ 11

-294

601
527

G
amma

9,731

-133

287

-895

-205

465

-158

359

-461
-

6,680
-

-781

Log
normal

4,065

-

8,272

W
eibull

-584

-

-252

Log
normal

5,608

7 -10

Sesudah penebangan
Ekspo
nensial
negatif

-676
-

5,051

-541

12
Intensitas Penebangan ≤ 6 pohon/ha

Intensitas Penebangan 7-10 pohon/ha

Intensitas Penebangan ≥ 11 pohon/ha

Gambar 2 Kerapatan dugaan model famili sebaran terbaik kelompok Dipterocarpaceae
(A) dan kelompok seluruh jenis sebelum dan sesudah penebangan (B)

13
Gambar β menunjukkan pada intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha untuk
kelompok Dipterocarpaceae perbedaan kerapatannya tidak jauh berbeda yang
terletak pada diameter 10 hingga diameter 40 cm. Untuk intensitas penebangan 710 pohon/ha perbedaan kerapatan mulai terlihat jelas dari diameter 10 cm hingga
diameter yang cukup besar yaitu 70 cm. Jumlah individu pada kondisi sebelum
penebangan lebih banyak dibandingkan sesudah dilakukan penebangan.
Sedangkan untuk intensitas penebangan ≥ 11 pohon/ha perbedaan kerapatan
terlihat sangat jelas pada diameter 10 cm hingga diameter 70 cm. Jumlah individu
pada kondisi sebelum penebangan juga lebih banyak jika dibandingkan dengan
kondisi sesudah penebangan. Hal ini berarti bahwa untuk kelompok
Dipterocarpaceae penebangan dengan intensitas ≤ 6 pohon/ha tidak terlalu
berpengaruh terhadap kondisi struktur tegakan setelah diadakannya penebangan.
Sedangkan untuk intensitas penebangan 7-10 pohon/ha dan ≥ 11 pohon/ha pada
kelompok Dipterocrpaceae memberikan dampak perbedaan yang cukup besar
terhadap struktur tegakan sebelum dengan sesudah dilakukan penebangan.
Pada kelompok seluruh jenis, intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha
perbedaaan kerapatannya terlihat jelas pada diameter 10 cm hingga diameter 40
cm dimana kerapatan sesudah penebangan lebih rendah jika dibandingkan dengan
kerapatan sebelum penebangan. Pada intensitas penebangan 7-10 pohon/ha
perbedaan kerapatan terlihat pada diameter 10 cm hingga diameter 40 cm.
Sedangkan untuk intensitas penebangan ≥ 11 pohon/ha perbedaan kerapat juga
terlihat jelas pada kelas diameter 10 cm hingga diameter 50 cm. Hal ini berarti
untuk intensitas penebangan yang dilakukan yaitu ≤ 6 pohon/ha dan 7-10
pohon/ha akan memberikan pengaruh terhadap perbedaan struktur tegakan
sebelum dengan sesudah dilakukan penebangan, terutama terlihat jelas pada
diameter 10 cm hingga diameter 40 cm. Untuk intensitas penebangan ≥ 11
pohon/ha perbedaan struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan terlihat
jelas pada diameter 10 cm hingga diameter 50 cm. Sedangkan untuk kelas
diameter > 50 cm tidak terlihat perbedaan struktur tegakan sebelum dengan
sesudah penebangan karena individu yang terkena dampak penebangan pada
kelompok seluruh jenis paling banyak berasal dari jenis non-Dipterocarpaceae
yang banyak terdapat pada kelas diameter < 50 cm. Untuk lebih memperjelas
perbedaan struktur tegakan sebelum dengan sesudah penebangan, maka dilakukan
uji perbandingan struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan
Uji Perbandingan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah
Penebangan
Model famili sebaran terbaik yaitu model Eksponensial negatif diharapkan
dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan antara struktur tegakan sebelum
dan sesudah dilakukan penebangan. Untuk mengetahui perbedaan struktur
tegakan menggunakan model famili sebaran terbaik, maka dilakukan uji
perbandingan dengan menggunakan uji Khi-kuadrat (X2) seperti pada Tabel 3.

14
Tabel 3 Nilai perbandingan X2 antara struktur tegakan sebelum dengan sesudah
penebangan pada model famili sebaran terpilih
Kelas
diameter

Intensitas penebangan
≤ 6 pohon/ha

7-10 pohon/ha

≥ 11 pohon/ha

SJ

Dip

SJ

Dip

SJ

Dip

10-19 cm
20-29 cm
30-39 cm
40-49 cm

17.8
4.1
2.8
1.0

4.1
0.9
0.6
0.5

24.2
2.6
4.1
0.9

15.5
2.3
1.4
1.1

43.3
7.2
2.2
4.2

11.8
6.0
2.1
1.8

50-59 cm
60-69 cm

0.6
0.3

0.3
0.3

0.4
0.1

0.9
0.7

0.4
1.7

3.0
2.4

70-79 cm
80-89 cm

0.2
0.1

0.2
0.1

0.3
0.2

0.6
0.5

0.5
0.3

0.9
0.7

90-99 cm
100 -109 cm

0.1
0.0

0.1
0.1

1.1
0.8

0.2
0.2

0.2
0.1

0.6
0.5

110-119 cm
120-129 cm

0.0
0.0

0.1
0.0

0.5
0.3

0.2
0.2

0.0
0.1

0.4
0.3

130-139 cm
total

0.0
27.1*

0.0
7.3#

0.1
35.7*

0.1
23.9*

0.1
60.4*


tabel
(5%)

21.03

0.2
30.8*

Keterangan:
SJ : Seluruh jenis
Dip : Dipterocarpaceae
* berbeda nyata ( p < 5%)
# tidak berbeda nyata ( p > 5%)

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai X2 hitung memiliki nilai yang berbeda untuk setiap intensitas penebangan.
Secara keseluruhan nilai X2 hitung > X2 tabel (0,05)yang berarti menolak hipotesis
H0 dan menerima H1 yakni terdapat perbedaan pada struktur tegakan sebelum dan
sesudah penebangan. Sedangkan untuk jenis Dipterocarpaceae pada intensitas
penebangan ≤ 6 pohon/ha nilai X2 hitung < X2 tabel (0,05)yang berarti menerima
hipotesis H0 dan menolak H1 yakni tidak terdapat perbedaan pada struktur tegakan
sebelum dan sesudah penebangan. Hal ini berarti dengan menggunakan uji
perbandingan pada model famili sebaran Eksponensial negatif dapat diketahui
bahwa dengan intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha tidak memberikan perbedaan
yang besar antara kondisi struktur tegakan sebelum dengan sesudah diadakannya
penebangan bagi kelompok Dipterocarpaceae, sedangkan untuk kelompok seluruh
jenis memberikan perbedaan bagi kondisi struktur tegakan sebelum dan sesudah
penebangan. Sedangkan untuk intensitas penebangan 7-10 pohon/ha dan ≥ 11
pohon/ha baik kelompok Dipterocarpaceae dan seluruh jenis kondisi sesudah
penebangannya berbeda dengan kondisi sebelum penebangan. Hal ini
membuktikan bahwa semakin besar intensitas penebangan yang dilakukan maka
dampak perbedaan stuktur tegakan yang dihasilkan akan semakin besar antara
kondisi sebelum dengan sesudah diadakannya penebangan.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, struktur tegakan sebelum
penebangan memiliki perbedaan antar satu plot dengan plot lain. Hal ini
dikarenakan kondisi awal tegakan yang berbeda akibat pengaruh faktor sifat
vegetasi (komposisi jenis, pola pertumbuhan, kualitas pertumbuhan). Struktur
tegakan sesudah penebangan memiliki pola struktur tegakan berbeda antara satu
sama lain disebabkan oleh perbedaan intensitas penebangan yang dilakukan. Jenis
yang mendominasi pada struktur tegakan sebelum maupun sesudah penebangan
berasal dari kelompok non-Dipterocarpaceae. Model famili sebaran Eskponensial
negatif dapat menggambarkan struktur tegakan hutan yang terdapat di PT. Salaki
Summa Sejahtera. Berdasarkan uji Chi-square (X2) diketahui bahwa semakin
besar intensitas penebangan yang dilakukan akan memberikan dampak perbedaan
yang semakin besar terhadap struktur tegakan sebelum dengan setelah penebangan
kecuali untuk intensitas penebangan ≤ 6 pohon/ha pada kelompok
Dipterocarpaceae.
Saran
Simpulan di atas memberikan gambaran mengenai struktur tegakan hutan
sebelum dan sesudah tebangan berdasarkan intensitas penebangan yang dilakukan.
Untuk lebih memperjelas pola struktur tegakan sebelum dan sesudah penebangan,
perlu diadakan penelitian yang sama dengan menggunakan parameter yang
berbeda seperti keterbukaan areal hutan, kerusakan tegakan tinggal dan
sebagainya.

16

DAFTAR PUSTAKA
Adianti M. 2011. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Pinus Merkusii
Jungh Et De Vriese Tanpa Penjarangan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Davis LS, Johson KN. 1987. Forest Management Third Edition. New York: MC
Graw Hill Company, Inc.
Ermayani, E. 2000. Studi Model Struktur Tegakan dan Prospek Pertumbuhan
Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan (Studi kasus di HPH PT. Dwimajaya
Utama Propinsi Kalimantan Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor . Tidak diterbitkan.
Hasan, I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta. PT. Bumi
Aksara.
Husch B, Thomas WB, John A. Kershaw,Jr. 2003. Forest Mensuration 4th edition.
New Jersey. John Wiley & Sons,Inc.
Krisnawati H, Suhendang E dan Parthama P. 2008. Model Pertumbuhan Matrik
Transisi untuk Hutan Alam Bekas Tebangan di Kalimantan Tengah
(Transition Matrix Growth Models for Logged-Over Natural Forest in
Central Kalimantan): jurnal penelitian hutan dan konservasi alam.
Puskonser [Internet]. [diunduh 2010 Feb 21]; 5(2): 107-128. Tersedia pada:
http:// puskonser.co.id/index.php/getdown/download/35.
Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH.
2008. Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder (The Variability
of Stand of Logged-over Natural Forest): JMHT. Repository IPB [Internet].
[diunduh
2011
Sep
27];
14(2):
81-87.
Tersedia
pada:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30940/MHT081402
muh_2008_No2_81-87.pd
Sigiro, A. 2013. Struktur Tegakan Dan Regenerasi Alami Hutan Di Pulau Siberut,
Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor . Tidak
diterbitkan.
Suhendang E. 1995. Pembentukan Hutan Normal Tidak Seumur Sebagai Strategi
Pembenahan Hutan Alam Produksi Menuju Pengelolaan Hutan Lestari di
Indonesia: Sebuah Analisis Konseptual dalam Ilmu Manajemen Hutan.
Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

17
Wahjono D, Imanuddin R. 2007. Model Dinamika Struktur Tegakan Untuk
Pendugaan Hasil PT. Intracawood Manufacturing di Kalimantan Timur
(Stand Structure Dynamic Model for Yield Estimation in PT Intracawood
Manufacturing, East Kalimantan): Puskonser [Internet]. [diunduh 2011 Sep
27]; 4(4): 419-428. Tersedia pada: http://library.forda-mof.org/libforda/
data_pdf/1809.pdf

18

LAMPIRAN

19

Lampiran 1.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Daftar jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di areal IUPHHK PT Salaki Summa Sejahtera

Nama Lokal
Aanggai
Alatna
Attuik
Babaen
Bere
Bolasi
Bubu
Buka
Buk-buk
Fosa
Garau
Gut-gut
Kabid
Kabid raba
Kalabatti
Kalabin bebegen
Kalibangbang
Kalumangga
Kalumantei
Karai
Katatareng
Katuka
Koka
Kumbuk
Lakkomak
Leba
Lila
Logauna
Magri
Mancemen

Nama Umum

Spesies

Ficus lepicarpa Blume
Medang kuning Gymnacranthera forbesii King.
Kalak
Polyalthia lateriflora King.
Kisereh
Euphoria malaccensis Radlk.
Punak
Mangifera foetida Lour.
Calophyllum soulattri Burm.f.
Saurania nodiflora Dc.
Pingka
Aphanamixis grandifolia Blume
Medang
Shorea retinodes Sloot
Baccaurea deflexa Roxb.
Keruing bunga Dipterocarpus hasseltii Blume
Mallotus subpeltatus Muell Arg.
Terap
Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume
Artocarpus rigidus Reinw.
(?)
Nephelium glabrum Noronha
Memecylon costatum Miq.
Endospermum diadenum A. Shaw
Jabon
Ficus fistulosa Reinw.
Plectronia didyma Kurz.
Shorea ovalis Blume
Bhesa paniculata Arn.
Shorea pauciflora King
Dipterocarpus elongatus Korth.
Aporusa prainiana King
Manggis
Garcinia mangostana L.
Symplocos fasciculata Zoll.
Macaranga conifera Zoll.
Kayu rah
Horsfieldia irya (Gaertn.) Warb.
Archidendron jiringa Wilson
Meranti putih
Shorea sororia V.Sl.

Famili
Moraceae
Myristicaceae
Annonaceae
Sapindaceae
Anacardiaceae
Clusiaceae
Actinidiaceae
Meliaceae
Dipterocarpaceae
Euphorbiaceae
Dipterocarpaceae
Euphorbiaceae
Moraceae
Moraceae
Sapindaceae
Melastomataceae
Euphorbiaceae
Moraceae
Rubiaceae
Dipterocarpaceae
Celasteraceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Euphorbiaceae
Clusiaceae
Symplocaceae
Euphorbiaceae
Myristicaceae
Leguminosae
Dipterocarpaceae

No
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59

Nama Lokal
Matan anggem
Mong
Pakalen iba
Palitceu
Pasak bumi
Peiki
Polaga
Polenggu
Rasak
Renggeu
Rimbu
Sibeu lakau
Sibeu munte
Sibokbok
Siputelengguak
Tetepana
Tinanggau
Tomboi
Tumu
Unggla
Kalappupuk
Katongairi
Letaik
Longlong kulit
Menegan
Potsaiguan
Roan
Sibeu kanang
Tepuk-tepuk

Nama Umum

Sempur air
Resak

Spesies
Ardisia attenuata Miq.
Dipterocarpus retusus Blume
Dacryodes rostrata (Bl.) Lamk.
Evodia latifolia Dc.
Eurycoma longifolia Jack
Artocarpus integer (Thumb). Merr.
Litsea brachystachya Boerl.
Dillenia indica L.
Vatica rassak (Korth.) Blume
Palaquium obovatum Engl.
Glochidion capitatum J.J.S.
Cryptocarya ferrea Blume
Syzygium grandis L.f.
Leea indica Merr.
Hydnocarpus merrilliana Sleum.
Hydnocarpus merrillianus Sleum.
Flacourtia rukam Z.et.M.
Pterospermum javanicum Jungh.
Campnosperma macrophylla Hook.f.
Hydnocarpus merrillianus Sleum.
Cryptocarpa sp.
Plectronia sp.
Tricalysia sp.
Vatica sp.
Palaquium sp.
Cleistanthus sp
Myristica sp .
Cyptocarya sp.
Gardenia sp.

Famili
Myrsinaceae
Dipterocarpaceae
Burseraceae
Rutaceae
Simaroubaceae
Moraceae
Lauraceae
Dilleniaceae
Dipterocarpaceae
Sapotaceae
Euphorbiaceae
Lauraceae
Myrtaceae
Leaceae
Flacourtiaceae
Flacourtiaceae
Flacourtiaceae
Sterculiaceae
Anacardiaceae
Flacourtiaceae
Lauraceae
Rubiaceae
Rubiaceae
Dipterocarpaceae
Sapotaceae
Euphorbiaceae
Myristicaceae
Lauraceae
Rubiaceae

20

Lampiran 2 Kerapatan tegakan pada intensitas penebangan ≤ 6 pohon /ha
Dipterocarpaceae
Total
Rata-rata
Plot 2
Plot 5
Plot 6
Plot 2
Plot 5
Plot 6
Dipterocarpaceae
Total
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
10-19 cm
20
16
36
32
48
28
224
168
252
192
240
180
35
25
239
180
20-29 cm
11
10
12
9
11
7
40
29
45
35
41
35
11
9
42
33
30-39 cm
7
6
9
6
8
7
38
34
17
13
32
27
8
6
29
25
40-49 cm
5
4
3
3
7
7
15
13
15
15
23
22
5
5
18
17
50-59 cm
2
2
6
3
3
2
3
3
6
3
4
3
4
2
4
3
60-69 cm
3
2
3
1
2
0
3
2
3
1
2
0
3
1
3
1
70-79 cm
3
1
7
6
3
3
3
1
7
6
4
4
4
3
5
4
80-89 cm
1
1
2
2
2
0
2
2
2
2
2
0
2
1
2
1
90-99 cm
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100 -109 cm
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
110-119 cm
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
120-129 cm
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
130-139 cm
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
53
42
80
64
87
57
330
253
349
269
351
274
73
54
343
265
Kelas
Diameter

21

Lampiran 3 Kerapatan tegakan pada intensitas penebangan 7-10 pohon /ha

22

Lampiran 4 Kerapatan tegakan pada intensitas penebangan ≥ 11 pohon /ha
Dipterocarpaceae
Total
Rata-rata
Plot 1
Plot 4
Plot 10
Plot 1
Plot 4
Plot 10
Dipterocarpaceae
Total
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
10-19 cm
60
44
20
16
84
44
244
164
240
168
252
172
55
35
245
168
20-29 cm
22
18
7
6
12
10
64
50
40
33
51
35
14
11
52
39
30-39 cm
15
12
8
7
3
2
33
27
27
23
13
11
9
7
24
20
40-49 cm
8
8
9
8
8
8
24
24
22
19
13
11
8
8
20
18
50-59 cm
14
11
5
1
4
0
18
15
6
2
4
0
8
4
9
6
60-69 cm
4
0
3
1
3
3
4
0
3
1
3
3
3
1
3
1
70-79 cm
0
0
4
2
4
0
0
0
4
2
4
0
3
1
3
1
80-89 cm
3
0
1
0
2
1
3
0
1
0
3
2
2
0
2
1
90-99 cm
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
1
0
100 -109 cm
1
0
1
0
2
0
1
0
1
0
2
0
1
1
110-119 cm
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
120-129 cm
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
3
1
1
0
1
0
130-139 cm
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
Total
129
94
59
41
127
70
393
282
345
248
350
236
105
68
363
255
Kelas
Diameter

23

Lampiran 5 Parameter Sebelum Penebangan
Parameter Sebaran
Plot

Kelompok

Eksponensial
Negatif
Ɵ

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Gamma

Weibull

a

b

a

Log normal
C

mu

var

Dip

29.440

6.177

2.760

23.584

1.92E-08

3.161

10.191

Non Dip

19.024

5.057

3.762

17.019

1.29E-08

2.941

8.130

Total

22.443

2.408

9.322

18.943

3.89E-09

2.941

8.795

Dip

33.357

3.613

9.233

28.862

8.75E-08

3.363

11.441

Non Dip

18.578

4.801

3.860

16.543

1.24E-08

2.806

7.973

Total

20.952

2.408

8.703

18.090

6.52E-09

2.895

8.509

Dip

36.658

1.510

24.283

25.411

2.32E-08

3.235

10.804

Non Dip

18.868

5.057

3.731

16.475

8.14E-09

2.802

7.963

Total

22.644

2.408

9.406

18.062

3.20E-09

2.894

8.551

Dip

35.675

2.645

13.490

29.185

6.00E-08

3.374

11.588

Non Dip

17.288

5.057

3.419

15.615

1.38E-08

2.748

7.641

Total

20.432

2.408

8.487

17.377

6.29E-09

2.855

8.288

Dip

32.622

2.129

15.322

25.335

3.93E-08

3.232

10.685

Non Dip

16.350

5.057

3.233

15.043

1.79E-08

2.711

7.419

Total

20.080

2.408

8.341

16.952

6.35E-09

2.830

8.143

Dip

29.641

2.166

13.682

23.126

4.42E-08

3.141

10.085

Non Dip

18.318

5.057

3.622

16.281

1.41E-08

2.790

7.887

Total

21.051

2.408

8.744

17.720

5.74E-09

2.875

8.406

Dip

30.966

2.320

13.345

24.587

1.21E-08

3.202

10.457

Non Dip

18.084

5.057

3.576

16.328

2.01E-08

2.793

7.891

Total

23.298

2.408

9.677

19.271

3.83E-09

2.959

8.909

Dip

30.699

1.781

17.239

22.600

2.30E-08

3.118

9.992

Non Dip

18.922

4.495

4.210

16.860

2.01E-08

2.825

8.082

Total

22.957

2.408

9.535

18.641

5.35E-09

2.925

8.727

Dip

24.934

2.291

10.883

19.736

2.53E-08

2.982

9.084

Non Dip

18.533

4.801

3.860

16.640

1.65E-08

2.812

8.001

Total

20.831

2.408

8.653

17.691

5.04E-09

2.873

8.386

Dip

27.815

1.791

15.528

20.515

2.18E-08

3.021

9.372

Non Dip

17.051

6.177

2.760

15.691

2.36E-08

2.753

7.652

Total

20.957

2.408

8.705

17.294

5.66E-09

2.850

8.268

24

Lampiran 6 Parameter Sesudah Penebangan
Parameter Sebaran
Plot

Kelompok

Eksponensial
Negatif
Ɵ

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Gamma

Weibull
a

Log normal

a

b

Dip

27.403

2.830

9.685

22.730

4.20E-08

C

mu
3.124

var
9.927

Non Dip

20.648

4.345

4.752

18.323

2.12E-08

2.908

8.563

Total

22.924

3.526

6.501

19.703

7.25E-09

2.981

9.017

Dip

31.299

4.729

6.619

28.055

1.63E-07

3.334

11.218

Non Dip

19.468

4.134

4.709

17.167

1.91E-08

2.843

8.192

Total

21.432

3.526

6.078

18.625

1.06E-08

2.925

8.677

Dip

36.472

1.850

19.714

27.183

7.76E-08

3.303

11.196

Non Dip

19.029

4.134

4.603

16.575

1.29E-08

2.808

7.998

Total

21.816

3.526

6.187

17.938

6.48E-09

2.887

8.493

Dip

29.873

3.636

8.216

25.873

1.88E-07

3.253

10.724

Non Dip

18.003

4.863

3.702

16.187

2.40E-08

2.784

7.846

Total

19.965

3.939

5.068

17.492

1.30E-08

2.862

8.307

Dip

31.638

1.901

16.642

23.781

6.51E-08

3.169

10.301

Non Dip

16.829

5.541

3.037

15.335

2.87E-08

2.730

7.532

Total

20.352

3.939

5.167

17.022

1.03E-08

2.835

8.173

Dip

31.206

2.134

14.621

24.251

8.53E-08

3.188

10.395

Non Dip

18.948

4.199

4.512

16.742

1.92E-08

2.818

8.050

Total

21.498

2.035

10.563

18.084

8.82E-09

2.895

8.526

Dip

29.080

2.665

10.912

23.828

2.41E-08

3.171

10.229

Non Dip

19.538

4.719

4.141

17.508

2.97E-08

2.863

8.296

Total

23.441

3.939

5.951

19.861

6.66E-09

2.989

9.075

Dip

27.902

1.966

14.193

21.186

4.91E-08

3.053

9.564

Non Dip

20.617

4.254

4.847

18.247

3.75E-08

2.904

8.544

Total

23.357

2.777

8.412

19.301

1.07E-08

2.960

8.925

Dip

23.704

2.718

8.721

19.503

5.26E-08

2.971

8.988

Non Dip

19.520

4.658

4.191

17.467

2.43E-08

2.860

8.280

Total

20.978

2.777

7.555

18.151

8.60E-09

2.899

8.525

Dip

25.287

2.170

11.656

19.737

9.08E-08

2.983

9.097

Non Dip

17.152

6.180

2.775

15.785

4.20E-08

2.759

7.682

Total

19.565

3.526

5.549

16.866

1.48E-08

2.825

8.097

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Heru Defrianto. Lahir pada tanggal 21 Desember
1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari
pasangan bapak H.Idin Harianto dan ibu Lilik Asia Prihatin. Penulis mengawali
pendidikan di TK BKB Intan Jakarta pada tahun 1993-1995. Pada tahun 19952001 penulis melanjutkan pendidikan di MI Al-Furqoon Jakarta Selatan.
Kemudian pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan di MTs
Sa`adatuddarain Jakarta Selatan. Pada tahun 2004-2007 penulis melanjutkan
pendidikan di SMAN 55 Jakarta Selatan. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) dan menjalani perkuliahaan pada tingkat Tahap
Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun hingga akhirnya diterima di
Departemen Manajemen Hutan , Fakultas Kehutanan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan di Pangandaran-Gunung Sawal tahun 2009 dan
Praktek Pengelolaan Hutan tahun 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di CV. Pangkar Begili, Kalimantan
Barat tahun 2011. Penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Dendrologi tahun
2009 dan 2010 di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Program Studi Manajemen Hutan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul
“Struktur Tegakan Hutan Alam Sebelum dan Sesudah Penebangan di Areal
Konsesi Hutan Pulau Siberut, Sumatera Barat” dibawah bimbingan Dr. Ir.
Teddy Rusolono, MS.