Kehilangan Cadangan Karbon pada Pemanenan Secara Mekanis (Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut Provinsi Sumatera Barat)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan alam tropis merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dan menyimpan cadangan karbon yang besar. Kegiatan pemanenan kayu berdampak pada pengurangan cadangan karbon melalui penebangan pohon-pohon komersial dan kerusakan tegakan tinggal. Biomassa pohon komersial dan pohon yang mati akibat aktivitas pemanenan hutan berpotensi menjadi emisi karbon melalui proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri pengurai. Lasco (2002) menyatakan bahwa aktifitas pemanenan kayu dalam hutan dapat mengurangi cadangan karbon sebesar 50 %.

Emisi karbon yang terjadi dipengaruhi oleh sistem pemanenan dan sistem silvikultur yang digunakan dalam eksploitasi hasil hutan. Pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis di PT. Salaki Summa Sejahtera menggunakan sistem pemanenan mekanis dan sistem silvikultur TPTI (tebang pilih tanam indonesia). Pemanenan secara mekanis mengakibatkan keterbukaan areal akibat pembuatan jalan angkutan, jalan sarad, dan TPn (tempat pengumpulan kayu). Keterbukaan areal menurunkan kualitas hutan. Hal ini disebabkan adanya pembersihan lahan dari tegakan hutan.

PT. Salaki Summa Sejahtera melakukan aktifitas pemanenan kayu dengan daerah konsesi di Pulau Siberut. UNESCO menetapkan pulau Siberut menjadi cagar biosfer pada tahun 1981. Cagar biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan MAB-UNESCO (man and biosfer united nation educational scientific and cultural organization) untuk mempromosikan keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal (UNESCO 2009). Oleh karena itu perlu diterapkan pemanenan kayu yang lestari dan melibatkan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan.

Sist et al. (1998) menyatakan bahwa pemanenan secara mekanis haruslah dikontrol untuk meminimalkan dampak pemanenan yang berpengaruh pada


(2)

(RIL) merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu.

Penelitian mengenai kehilangan cadangan akibat aktivitas pemanenan kayu perlu dilakukan untuk mengetahui besaran keterbukaan areal dan kehilangan cadangan karbon yang terjadi.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui keterbukaan areal yang terjadi akibat pemanenan kayu di IUPHHK (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu) PT. Salaki Summa Sejahtera.

2. Menentukan kehilangan cadangan karbon dari aktivitas pemanenan di IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera.

3. Mengetahui hubungan antara intensitas pemanenan dengan keterbukaan areal dan kehilangan cadangan karbon yang terjadi di IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak perusahaan dalam merencanakan pemanenan kayu berdampak rendah agar dapat dilakukan upaya mengurangi keterbukaan areal yang terjadi sehingga dapat mengurangi kehilangan cadangan karbon.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanenan Hutan

Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Dalam kegiatan pemanenan kayu khususnya hutan hujan tropika, tahapan pemanenan terdiri dari tahapan perencanaan, pembukaan wilayah hutan (PWH), penebangan, penyaradan, pengangkutan, dan penimbunan akhir (Suparto 1979). Conway (1982) menyatakan pemanenan hutan adalah suatu rangkaian kegiatan mengeksploitasi hutan dan mengangkut kayu yang telah ditebang untuk dilakukan pengolahan kayu. Komponen dari sistem pemanenan kayu yaitu perencanaan, penebangan, pembagian batang, pembuatan jalan, pengangkutan, muat, bongkar, dan penimbunan.

2.2 Pembukaan Wilayah Hutan

PWH merupakan kegiatan pemamfaatan hutan yang menyediakan (jaringan jalan, base camp induk dan base camp cabang, base camp pembinaan hutan, TPK (tempat penimbunan kayu), TPn (tempat pengumpulan kayu), dan lain-lain) dalam melancarkan kegiatan pengelolaan hutan. PWH merupakan persyaratan utama bagi kelancaran perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam pengelolaan hutan sehingga PWH merupakan bagian penting dalam pengelolaan hutan lestari (Elias 2008). Selanjutnya Elias (2008) menyatakan pembangunan prasarana PWH merupakan kegiatan investasi yang memerlukan biaya paling tinggi dan berpotensi paling merusak lingkungan, maka diperlukan perencanaan jaringan jalan, pembuatan jalan dan pemeliharaan jalan yang tepat agar dapat mengurangi biaya PWH dan biaya pengangkutan yang tinggi dan mencegah kerusakan lingkungan yang berat. Areal terbuka seperti jalan sarad, TPn, areal bekas tebangan, dan areal tambang batu umumnya dapat tertutup kembali vegetasinya dalam waktu tidak terlalu lama (<5 tahun). Keterbukaan


(4)

Jaringan jalan hutan dibedakan berdasarkan daya dukungnya terhadap lalu lintas kayu terdiri dari jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, jalan ranting, dan jalan sarad (Elias 2008). Jalan sarad digunakan untuk melayani pengangkutan kayu dari tunggak menuju TPn. Pembuatan jalan sarad dilakukan dengan membersihkan vegetasi di atasnya dan tidak diperkeras sehingga hanya mampu dilalui oleh alat sarad seperti traktor sarad, sapi,skylinedan manusia.

Jackson et al. (2001) membedakan jalan sarad menjadi 4 klasifikasi berdasarkan jumlah kayu yang disarad yaitu :

1. Jalan sarad utama (menyarad lebih dari 10 pohon). 2. Jalan sarad sekunder (menyarad 2-10 pohon). 3. Jalan sarad tertier (hanya 1 pohon yang disarad).

4. Jalan sarad lainnya (hanya berisi pohon mati dan intensitas penyaradan rendah dimana tidak ada pohon yang disarad)

TPn merupakan tempat penampungan kayu sementara yang terletak di tepi jalan angkutan untuk melayani tahapan pengangkutan selanjutnya. Lokasi TPn harus cukup datar dan disesuaikan dengan banyaknya volume kayu yang ditampung serta strategis sebagai muara jaringan jalan sarad untuk mempermudah proses pengangkutan kayu dan kegiatan pemotongan dan pengulitan batang (Elias 2008).

2.3 Sistem Silvikultur

Sistem silvikultur adalah sistem pemanenan sesuai tempat tumbuh berdasarkan formasi terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edafis dan tipe-tipe hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari (Dephut 2009a). Dephut (2009a) menyatakan sistem silvikultur dipilih dan diterapkan berdasarkan umur tegakan dan sistem pemanenan hutan. Tegakan seumur (hutan tanaman) menggunakan sistem pemanenan tebang habis sedangkan tegakan tidak seumur (hutan alam perawan atau hutan bekas tebangan) menggunakan sistem pemanenan tebang pilih.

Elias (2002a) menyatakan bahwa sejak tahun 1972 sampai saat ini para pemegang ijin konsesi hutan alam telah menggunakan Sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) yang disempurnakan menjadi TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) pada tahun 1989 untuk mengelola areal konsesinya.


(5)

5

Souza et al. (2005) menyatakan tipe hutan yang ditemui di lapangan berdasarkan sistem pemanenan tebang pilih dibedakan menjadi 5 kelas. Hal ini ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik kelas hutan berdasarkan keadaan lapangan Kelas hutan Deskripsi lapangan

Hutan alami Hutan masak tebang dan tidak terganggu.

Pemanenan tidak mekanis Pemanenan hutan tanpa menggunakan mesin. Traktor dan truk tidak digunakan. Jalan angkutan, jalan sarad dan TPn tidak dibangun.

Pemanenan terencana Pemanenan dengan perencanaan dimana dilakukan ITSP (inventarisasi tegakan sebelum pemanenan) diikuti perencanaan jalan angkutan, jalan sarad, TPn dan rencana pemanenan untuk mengurangi dampak pemanenan.

Pemanenan konvensional Pemanenan hutan tanpa perencanaan menggunakan traktor dan truk. TPn, jalan angkutan dan jalan sarad dibangun.

Dipanen dan terbakar Salah satu tipe pemanenan seperti pemanenan tidak mekanis dan pemanenan konvensional yang digunakan namun sesudah itu rusak akibat kebakaran hutan.

Sumber : Souzaet al.(2005)

2.4 Keterbukaan Areal Akibat Pemanenan Kayu

Keterbukaan areal merupakan terbukanya permukaan tanah di suatu areal karena tercabutnya pohon-pohon dalam tegakan akibat aktivitas pemanenan hutan berupa penyaradan menggunakan traktor yang membuat lapisan tanah terkelupas dan pembersihan vegetasi di atasnya untuk dibuat jalan dan TPn (Thaib 1996). Souzaet al. (2005) menyatakan sistem pemanenan tebang pilih yang dilakukan di areal hutan dapat menghasilkan tiga tipe areal yaitu :

1. Areal hutan yang tidak terganggu operasi pemanenan hutan. Karena kondisi topografi yang sulit dan potensi kayu komersial yang rendah.

2. Areal hutan yang ditebang habis untuk keperluan jalan angkutan dan jalan sarad akibat manuver traktor sarad serta TPn untuk menampung kayu


(6)

3. Tutupan tajuk hutan yang terbuka akibat adanya pohon yang ditebang dan aktivitas penyaradan selama operasi pemanenan.

Jackson et al. (2001) menyatakan teknik pemanenan sangat mempengaruhi besarnya keterbukaan areal yang terjadi. Oleh karena itu kerusakan yang terjadi akibat pemanenan kayu harus dikontrol agar tidak melebihi batas kelestarian hutan. Elias (2002b) menyatakan keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan persatuan luas sangat tergantung intensitas penebangan. Semakin tinggi intensitas penebangan, makin luas juga keterbukaan areal. Luas keterbukaan areal akibat penebangan dan penyaradan menyebabkan keterbukaan tanah rata-rata 347,50 m2/pohon yang ditebang. Intensitas pemanenan yang dilakukan di Kalimantan berkisar antara 2-16 batang/ha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 22-37% (Elias 2008).

Penelitian Jackson et al. (2001) yang dilakukan di hutan tropis Bolivia menunjukkan keterbukaan areal sebesar 25% dari total areal penelitian seluas 852 ha. Intensitas tebangan di areal ini sebesar 4,35 pohon/ha. Areal yang terbuka diakibatkan oleh adanya jalan angkutan, jalan sarad, bangunan hutan, dan zona manuver kayu. Total pohon yang terkena dampak akibat adanya keterbukaan areal sebanyak 580 pohon. Hal ini terlihat dari Tabel 3 yang menunjukkan areal terbuka akibat pemanenan hutan.

Tabel 2 Total areal (ha) dan persen keterbukaan areal selama operasi pemanenan di hutan tropis Bolivia

Daerah terbuka Total areal terbuka (ha)

Persen keterbukaan wilayah terhadap total areal dipanen

(%)

Jalan utama 8,97 1,10

Jalan cabang 8,48 1,00

Jalan sarad 168,40 19,80

TPn 0,87 0,10

Zona manuver pohon 25,75 3,00

Total 212,47 25,00

Sumber : Jacksonet al. (2001)

Berdasarkan Tabel 2 diketahui total areal terbuka terbesar berasal dari pembukaan jalan sarad (19,8% dari luas areal terbuka). Besarnya luas areal yang


(7)

7

terbuka diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan yang dilakukan dan kurangnya koordinasi antara operator tebang dan bagian perencanaan. Penelitian Feldspausch et al. (2005) di hutan tropis Amazon Selatan dengan intensitas tebangan di dua blok tebangan sebesar 2,6 pohon/ha dan 1,1 pohon/ha, keterbukaan areal yang terjadi akibat adanya pemanenan kayu sebesar 16,2% dan 9,8%. Penelitian Wayana (2011) di Kalimantan Tengah dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohon/ha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 10,19% sedangkan penelitian Firma (2012) pada lokasi penelitian yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan bahwa intensitas pemanenan sebanyak 8,60 pohon/ha menyebabkan keterbukaan areal sebesar 6,20%.

2.5 Biomassa dan Emisi Karbon

Biomassa adalah massa dari bagian pohon yang masih hidup seperti tajuk, batang, dan akar (Hairiah & Rahayu 2007). Biomassa pohon terdiri dari 2 bagian yaitu biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah permukaan tanah (akar). Brown (1997) menyatakan bahwa jumlah karbon dalam hutan adalah 50% dari biomassa hutan. Inventarisasi gas rumah kaca mendefinisikan 5 cadangan karbon yang terdiri dari karbon di atas permukaan, karbon di bawah permukaan (akar), serasah, kayu mati, dan karbon organik tanah (IPCC 2006). Sutaryo (2009) menyatakan bahwa karbon masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk-produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Aktifitas pemanenan kayu dapat menyebabkan kehilangan biomassa hutan. Biomassa yang hilang berpotensi menjadi emisi karbon karena dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai. Sutaryo (2009) menyatakan perhitungan biomassa hutan dapat dilakukan melalui 4 metode yaitu sampling dengan pemanenan (Destructive sampling), sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling), penginderaan jauh dan pembuatan model. Estimasi biomassa hutan secara tidak langsung dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan secara langsung dengan menggunakan persamaan alometrik dan persamaan tidak langsung dengan menggunakan persamaan BEF (Biomass Expansion Factor). Emisi karbon terkait erat dengan intensitas tebangan (Rusolono 2009). Rusolono (2009) menyatakan bahwa sumber dari emisi karbon


(8)

1. Adanya Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) berupa jalan angkutan, jalan sarad, TPn, dan bangunan hutan lainnya.

2. Fragmentasi hutan yaitu berupa kehilangan biomassa dari fragmentasi hutan dan dampak dari pemanenan.

3. Penebangan kayu berupa pohon rusak, banyaknya volume kayu yang dipanen, dan dekomposisi bahan organik.

Kehilangan karbon yang terjadi di hutan tropis Amazon Selatan (Feldpauschet al.2005) disebabkan oleh pengambilan kayu komersial, kerusakan tegakan tinggal dan pembuatan prasarana PWH. Kehilangan cadangan karbon akibat pemanenan di hutan tropis Amazon Selatan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Kehilangan cadangan karbon akibat pemanenan di hutan tropis Amazon

selatan, Brazil (ton C/ha)

Sumber emisi karbon Blok 5 (2003) Blok 18 (2004) Rata-rata Kerusakan tegakan tinggal (≥10cm) 4,4 1,9 3,2

Keterbukaan kanopi hutan 2,8 1,2 2,0

Jalan angkutan kayu 0,8 1,0 0,9

TPn 0,2 0,2 0,2

Jalan sarad 0,6 0,6 0,6

Pohon ditebang 2,1 3,7 2,9

Total 10,9 8,6 9,8

Sumber : Feldpauschet al.(2005)

Sumber emisi karbon terbesar dihasilkan oleh kerusakan tegakan tinggal dengan rata-rata 3,2 ton C/ha hilang dengan intensitas tebangan antara 1,1–2,6 pohon/ha. Penelitian Wayana (2011) di Kalimantan Tengah dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohon/ha menghasilkan emisi karbon akibat adanya penebangan dan penyaradan yang terjadi sebesar 34,53 ton C/ha. Penelitian lain yang dilakukan Brown et al. (2004) di Republik Kongo dengan intensitas pemanenan 11 m3atau 0,5 pohon/ha menghasilkan emisi karbon sebesar 10,20 ton C/ha. Penelitian Firma (2012) pada lokasi yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan intensitas pemanenan 8,60 pohon/ha menghasilkan emisi karbon sebesar 46,74 ton C/ha.


(9)

3.1 Lokasi dan Wak Kegiatan peneli hasil hutan kayu hut Kepulauan Mentawai selama 1 bulan yaitu bul

Gambar 1 P 3.2 Alat, Bahan dan

Objek penelitia RKT 2011 terdiri dar 291, 292, 318, 319 de ha. Alat yang diguna lebar jalan, Global Posi jalan dan TPn (tem RKT 2011

BAB III

METODE PENELITIAN

Waktu Penelitian

nelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, ai, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Penel u bulan November 2011.

1 Peta IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejaht an Objek Penelitian

tian ini adalah Blok RKT (rencana kerja tahuna dari 10 petak yang mencakup petak 262, 263,

dengan luasan masing-masing 100 ha dan peta unakan dalam penelitian ini adalah pita ukur unt

Positioning System (GPS) Garmin 60 CSX un empat pengumpulan kayu), software Global

usaha pemamfaatan a, Pulau Siberut, nelitian dilakukan

jahtera.

hunan) 2011. Blok 263, 264, 265, 290, petak 348 seluas 62 r untuk mengukur untuk mendigitasi obal Mapper dan


(10)

dokumentasi, dan tally sheet untuk mencatat hasil pengukuran lapangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta rencana jalan dari RKT 2011. 3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Metode Kerja

Langkah awal dalam penelitian ini adalah menentukan areal penelitian yang telah dieksploitasi. Areal yang terpilih adalah RKT 2011 yang berisi 10 petak tebang. Untuk mengetahui keterbukaan wilayah yang terjadi, petak tebang yang berukuran 100 ha diinventarisasi 100 % jalan angkutan kayu, jalan sarad, TPn, dan camp tarik. Kehilangan cadangan karbon keterbukaan wilayah dan penebangan kayu dihitung berdasarkan data laporan hasil cruising (LHC) dan laporan hasil produksi (LHP).

3.3.2 Metode Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder yang diperlukan berupa laporan hasil cruising (LHC) yang digunakan untuk mengetahui potensi tegakan sebelum dilakukan penebangan dan laporan hasil produksi (LHP) untuk mengetahui data pohon ditebang. Data lainnya yang diperlukan yaitu kondisi umum perusahaan, peta sebaran pohon, peta kawasan perusahaan, peta jalan angkutan, jalan sarad dan TPn, peta areal kerja dari areal bekas tebangan yang akan diteliti di kawasan hutan perusahaan.

2. Pengukuran keterbukaan areal bekas tebangan

Prasarana PWH (pembukaan wilayah hutan) yang diukur untuk mengetahui luas areal yang terbuka di petak bekas tebangan adalah jalan angkutan, jalan sarad, dan TPn. Lokasi penelitian pada areal RKT 2011 dengan 10 petak bekas tebangan ukuran 1 km x 1 km (100 ha). Pengukuran keterbukaan areal ini dilakukan di seluruh petak bekas tebangan dengan inventarisasi 100% jalan angkutan, jalan sarad, dan TPn. Luas total keterbukaan areal dihitung dengan menjumlahkan luas jalan sarad, luas jalan angkutan dan luas TPn.

3. Pengukuran panjang dan lebar jalan sarad

Luas areal yang terbuka akibat adanya jalan sarad ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad. Jalan sarad adalah jalan yang


(11)

11

melayani kebutuhan menyarad kayu dari tunggak pohon ke TPn atau tepi jalan cabang. Pengukuran panjang jalan sarad dilakukan dengan menelusuri setiap jalan sarad yang berada di petak tebangan yang diukur dengan menggunakan GPS. Digitasi menggunakan GPS diawali dari jalan angkutan dan TPn ke jalan sarad terjauh. Data tracking GPS dihimpun untuk diolah menggunakan komputer menjadi peta realisasi jalan dan TPn. Lebar jalan sarad diukur secara acak untuk mengetahui lebar rata-rata jalan sarad.

4. Pengukuran panjang dan lebar jalan angkutan

Luas areal yang terbuka akibat jalan angkutan yang berada dalam petak bekas tebangan diukur panjang dan lebar jalan angkutan. Panjang jalan dapat diketahui dengan menelusuri jalan angkutan dengan GPS. Koordinat- koordinat jalan angkutan yang didapatkan dari penelusuran setiap jalan angkutan dengan digitasi GPS dipindahkan ke komputer untuk diolah menjadi peta jalan angkutan berdasarkan peta pohon dari data LHC. Lebar jalan angkutan diukur dengan mengukur di setiap 100 m. Lebar jalan yang diukur adalah badan jalan, bahu jalan dan parit jalan angkutan.

5. Pengukuran TPn

Bangunan TPn sebagai tempat penyimpanan kayu sementara diukur luas arealnya dengan menggunakan GPS. Pengukuran dilakukan dengan mengelilingi TPn hingga kembali ke titik semula. Pengukuran lainnya yang lebih akurat dilakukan dengan menggunakan sistem titik tengah (Feldpausch et al.2005).

6

1

2

5

3


(12)

Sistem ini dig yang dibentuk dari te dijumlahkan untuk m dari hasil digitasi didapatkan dari pengukur

Hasil digitasi keterbukaan areal diol menjadi peta petak te hasil dari LHC. Tota didapatkan dikalkula dengan mengalikan pengukuran di lapanga

Dimana: TPn Jalan S Jalan A Gambar 3 Pe 3.4 Metode Analisis D 3.4.1 Perhitungan Vol

Perhitungan vol volume tegakan yan

digunakan dengan menjumlahkan areal dari lua tengah TPn ke batas-batas TPn. Luas masing-uk mendapatkan luas total dari 1 TPn. Luasan y si menggunakan GPS dibandingkan dengan

gukuran sistem titik tengah.

tasi menggunakan GPS yang menelusuri diolah menggunakan sistem informasi geograf k tebangan yang diteliti dengan memasukkan da

otal panjang jalan sarad, jalan angkutan dan kulasikan. Luasan jalan sarad dan jalan angkut

n panjang jalan dengan lebar jalan yang di ngan.

n Sarad n Angkutan

3 Peta realisasi jalan dan TPn di PT. Salaki Summ sis Data

Volume Tegakan

n volume tegakan dilakukan untuk mengetahui be ang terdapat pada lokasi penelitian dan unt

luas enam segitiga g-masing segitiga n yang didapatkan gan luasan yang

usuri setiap bagian rafis (Mapsource) n data peta pohon n luas TPn yang kutan didapatkan didapatkan dari

ma Sejahtera.

hui besarnya potensi untuk mengetahui


(13)

13

besaran volume pemanenan yang dilakukan. Volume tegakan dalam petak tebang ditentukan dengan menjumlahkan seluruh data pohon hasil inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dan volume pemanenan dalam petak tebang dihitung dengan menjumlahkan volume setiap log berdasarkan data LHP. Untuk menentukan besarnya volume pohon berdiri dilakukan dengan menggunakan rumus Dephut (1992) :

V

= ¼.

π.

d2

.

hbc.f Dimana :

V = Volume pohon (m3) d = Diameter pohon (m)

hbc= Tinggi pohon bebas cabang (m)

π = Phi (3,14)

f = Faktor bentuk (0,7)

Untuk menentukan besarnya volume log diketahui dengan menggunakan rumus Brereton (Dephut 2009b) :

V =

¼

. π.

(

)

2

. p

Dimana :

V = Volume pohon (m3) dp = Diameter pangkal (m) du = Diameter ujung (m)

π = Phi (3,14)

p = Panjang log (m)

3.4.2 Perhitungan Keterbukaan Wilayah

Perhitungan keterbukaan wilayah yang terjadi di lokasi penelitian berasal dari aktivitas pemanenan kayu seperti pembuatan jalan utama, jalan cabang, jalan sarad, TPn, dan camp tarik. Perhitungan luas jalan dihitung dengan mengalikan total panjang dan lebar rata-rata dalam petak tebang sedangkan untuk mengetahui luas TPn dihitung menggunakan software Global Mapper. Luas total TPn didapatkan dengan menjumlahkan semua TPn yang berada dalam petak tebang. Keterbukaan wilayah didapatkan dengan menjumlahkan luas semua areal terbuka dalam lokasi penelitian. Untuk mengetahui besarnya keterbukaan wilayah yang


(14)

K = L

M × 100% Dimana :

K = Persentase keterbukaan areal (%) L = Luas areal yang terbuka (ha) M = Luas total areal terlayani (ha) 3.4.3 Kerusakan Tegakan Tinggal

Penentuan kerusakan tegakan tinggal menggunakan persamaan yang diolah berdasarkan data Firma (2012) yang memiliki lokasi penelitian sama dengan penelitian ini. Persen kerusakan (%) dinyatakan dengan :

Y = 11,6 + 2,01 X Dimana :

Y = Persen kerusakan (%)

X = Intensitas pemanenan (pohon/ha)

Tingkat kerusakan tinggal akibat pemanenan kayu dihitung menggunakan rumus Elias (1993) :

Y= x100%

Dimana:

Y = Persen kerusakan (%)

R = jumlah pohon rusak (pohon/ha)

P = jumlah pohon≤20 sebelum pemanenan (pohon/ha)

Q = jumlah pohon ditebang (pohon/ha) 3.4.4 Perhitungan Biomassa dan Karbon

Perhitungan biomassa yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan persamaan alometrik biomassa yang disusun oleh Brown (1997) yang diterapkan pada zona iklim lembab yaitu :

B = exp [-2,134 + 2,530 x ln(D)] Dimana :

B = Biomassa di atas permukaan tanah (Kg) D = Diameter pohon setinggi dada (cm)


(15)

15

Kandungan karbon di hutan alam dapat dihitung dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari biomassa hutan tersusun atas karbon sehingga dari hasil perhitungan biomassa dapat diubah kedalam bentuk karbon (Kg C) yaitu dengan mengalikan nilai biomassa dengan faktor konversi sebesar 0,5.

Karbon (C) = B x 0,5 Dimana :

K = Jumlah karbon (Kg C)

B = Biomassa di atas permukaan tanah (Kg)

3.4.5 Perhitungan Cadangan Karbon yang Hilang

3.4.5.1 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Keterbukaan Wilayah

Kehilangan cadangan karbon akibat keterbukaan wilayah disebabkan oleh pembersihan lahan sehingga vegetasi yang dibersihkan mati dan mengurangi cadangan karbon. Cadangan karbon yang hilang akibat keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian didapatkan dengan mengalikan total luas areal terbuka akibat PWH dengan potensi biomassa karbon (ton C/ha). Untuk mengetahui besarnya kehilangan cadangan karbon akibat keterbukaan wilayah menggunakan rumus :

KW = L x C Dimana :

KW = Cadangan karbon hilang akibat keterbukaan wilayah (ton) L = Luas areal terbuka (ha)

C = Potensi karbon (ton C/ha)

3.4.5.2 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Penebangan Kayu

Kehilangan cadangan karbon akibat penebangan kayu disebabkan oleh pengangkutan kayu tebangan dari dalam hutan sehingga mengurangi biomassa karbon tegakan yang ditinggalkan. Cadangan karbon yang hilang akibat penebangan kayu didapatkan dengan menjumlahkan biomassa karbon kayu berdasarkan data LHP blok RKT 2011. Untuk mengetahui besarnya cadangan karbon yang hilang menggunakan rumus :

PK

=

CTi


(16)

I = Nomor petak tebang blok RKT 2011 N = jumlah petak

CTi = Total biomassa karbon kayu ditebang pada petak tebang

3.4.5.3 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Kerusakan Tegakan Tinggal Biomassa karbon pohon-pohon yang rusak akibat tertimpa pohon yang ditebang dijumlahkan untuk menghitung besarnya cadangan karbon yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal. Untuk mengetahui besarnya kehilangan cadangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal menggunakan rumus :

KT =

CRi

Dimana :

KT = Cadangan karbon hilang akibat kerusakan tegakan tinggal (ton) I = Nomor petak tebang blok RKT 2011

N = jumlah petak

CRi = Total biomassa karbon pohon rusak pada petak tebang 3.4.5.4 Kehilangan Cadangan Karbon Total

Cadangan karbon yang hilang disebabkan oleh aktivitas pemanenan kayu seperti keterbukaan wilayah, penebangan kayu, dan kerusakan tegakan tinggal. Perhitungan kehilangan cadangan karbon yang hilang diketahui dengan menggunakan rumus:

ST = SA–KW–PK–KT Dimana :

ST = Stok akhir cadangan karbon (ton) SA = Stok awal cadangan karbon (ton)

KW = Cadangan karbon hilang akibat keterbukaan wilayah (ton)

PK = Cadangan karbon hilang akibat penebangan kayu komersial (ton) KT = Cadangan karbon hilang akibat kerusakan tegakan tinggal (ton)


(17)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Perusahaan

Areal konsesi IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas HPH PT. Tjirebon Agung yang ijin konsesinya berakhir pada 31 Agustus 1993. Hutan seluas 70.000 ha yang telah dikelola oleh PT. Tjirebon Agung dikembalikan kepada negara. Selain HPH PT. Tjirebon Agung terdapat tiga perusahaan hutan lainnya yang melakukan pengusahaan secara bersamaan di Pulau Siberut.

Berdasarkan surat rekomendasi dari Bupati Kepulauan Mentawai No : 552.11/392/Perek-2000 tanggal 9 Nopember tahun 2000 dan surat rekomendasi dari Gubernur Sumatera Barat No.525.26/1465/Perek-2000 tanggal 20 November tahun 2000, IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera mengajukan ijin konsesi seluas 48.000 ha setelah dikurangi 20.000 ha untuk perluasan Taman Nasional Siberut.

Berdasarkan rekomendasi dan terpenuhinya persyaratan administrasi pengajuan IUPHHK-HA maka PT. Salaki Summa Sejahtera memperoleh ijin konsesi pada tanggal 19 Oktober 2004 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.413/Menhut-II/04 tentang pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA). Areal PT. Salaki Summa Sejahtera seluas ± 48.420 ha terletak di Propinsi Sumatera Barat.

4.2 Letak Areal IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera

PT. Salaki Summa Sejahtera terletak di wilayah Kecamatan Siberut Utara dan Siberut barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatra Barat. Secara geografis areal kerja IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera terletak pada Lintang Selatan (LS) 00º 95’ sampai dengan 01º 15’, dan Bujur Timur (BT) 98º 40’ sampai dengan 99º 15’ dan termasuk ke dalam kelompok hutan S. Sigep dan S. Sikabaluan. Batas areal kerja PT. Salaki Summa Sejahtera adalah:


(18)

2. Sebelah Timur : Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) dan Areal Penggunaan Lain (APL)

3. Sebelah Selatan : Taman Nasional Siberut, Hutan Produksi, dan HPH Koperasi Andalas Madani Universitas Adalas (UNAND)

4. Sebelah Barat : Samudera Indonesia 4.3 Kondisi Fisik

4.3.1 Topografi dan Kelerengan

Berdasarkan Peta Topografi Pulau Siberut lembar 1 dan 2 dengan skala 1: 100.000 dan Data Radar (DEM SRTM) dengan skala 1: 25.000 ketinggian areal konsesi IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera berkisar dari 50 – 340 mdpl. Kondisi kelas lereng pada areal PT. Salaki Summa Sejahtera terdiri dari kelas lereng datar (11%), landai (34%), agak curam (39%), curam (14%), dan sangat curam (2%) .

4.3.2 Tanah

Data kondisi tanah di areal IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera didapatkan berdasarkan Peta Tanah Sistem Lahan, Provinsi Sumatera Barat dari Pusat Penelitian Tanah dan Pengembangan Agroklimat dan pengamatan di beberapa lokasi. Data jenis tanah di lokasi penelitian terdiri dari tanah ultisol (37%), oxisol/latosol (32%), dan aluvial (31%) .

4.3.3 Iklim dan Hidrologi

Pulau Siberut terletak pada daerah equatorial yang dikelilingi oleh Samudera Hindia dengan kondisi udara yang selalu panas dan lembab. Kondisi cuaca ini menyebabkan perubahan cuaca sangat dipengaruhi oleh sirkulasi musim tropis muson.

Klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt & Ferguson atau Af-Am Koppen areal IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera beriklim basah yang termasuk dalam Tipe A yaitu iklim tropis dengan hujan merata sepanjang tahun. Berdasarkan data Stasiun Metereologi Secincin-Padang Pariaman (data pengukuran Sikakap) diperoleh nilai Q = 2.65% dan IH (intensitas hujan) = 18,24 mm/hh, dengan curah hujan rata-rata adalah sebesar 386,21 mm perbulan dan


(19)

19

tingkat minimum yang terjadi pada bulan Juni (269,4 mm perbulan) maksimum pada bulan November (478,3 mm perbulan).

Aliran sungai di areal konsesi IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera mengalir sepanjang tahun. Aliran sungai termasuk dalam wilayah daerah aliran sungai (DAS) Sigep dan DAS Sikabaluan dengan beberapa daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS Sigep, Sikabaluan, Takungan, Tabekat, Kamumu, Pollainan, Togilitte, Tateku, Simabae dengan cabang-cabang anak sungainya.

4.4 Kondisi Vegetasi

Areal konsesi IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera seluruhnya termasuk ke dalam fungsi hutan hutan produksi tetap (HPT) berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan (KHP) Provinsi Sumatera Barat (Lampiran SK. Menhut No. 422/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999). Kondisi penutupan lahan di PT. Salaki Summa Sejahtera didominasi oleh hutan bekas tebangan (89%), hutan primer (5%), dan non hutan (6%).

4.5 Potensi Tegakan

Potensi tegakan paling besar terdapat di hutan bekas tebangan (89% dari luas total konsesi hutan). Potensi rata-rata per hektar untuk seluruh jenis pohon, yaitu kelas diameter 20 cm sebesar 207, 07 m 3/ha (260,79 batang/ha) dan kelas diameter 50 cm sebesar 87,03 m3/ha (20,08 batang/ha). Potensi tegakan terdapat juga di hutan primer (5%). Potensi rata-rata per hektar untuk seluruh jenis pohon, yaitu kelas diameter 20 cm sebesar 302,26 m3/ha (263,21 batang/ha) dan kelas diameter 50 cm sebesar 334,75 m3/ha (62,95 batang/ha).

Jenis pohon komersial dikelompokkan menjadi kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok jenis rimba campuran. Jenis kelompok Dipterocarpaceae antara lain jenis Keruing (Dipterocarpus sp.) dan jenis Meranti (Shorea sp.), sedangkan jenis komersial rimba campuran antara lain Medang (Cinnamomum sp.), Nyatoh (Palaquium sp.), Mersawa (Anisoptera sp.), Durian Hutan (Duriosp.), Jabon (Anthocephalussp.), Manggis Hutan, dan lain-lain.


(20)

5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan

Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter≥ 20 cm dan pohon layak tebang. Data ITSP digunakan sebagai pedoman dalam menentukan rencana tebangan yang akan dilakukan di dalam petak tebang. ITSP dilakukan pada 10 petak tebang pada blok RKT (rencana kerja tahunan) 2011 dan dicatat dalam LHC (laporan hasil cruising). Data ITSP digunakan untuk membuat peta pohon untuk mengetahui posisi pohon layak tebang. Lokasi penelitian dilakukan pada blok RKT 2011 dengan total luas 962 ha.

Berdasarkan data LHC RKT 2011, diketahui rata-rata jumlah pohon yang berdiameter≥ 20 cm dalam petak tebang adalah 76,11 (±7,88) pohon/ha dengan jumlah pohon terbanyak terdapat pada petak tebang 265 dan petak tebang 262 memiliki jumlah pohon paling sedikit. Potensi volume tegakan pada blok RKT 2011 bervariasi dalam setiap petak dengan rata-rata volume sebesar 176,13 (±41,09) m3/ha. Rata-rata 1 pohon/ha dapat menghasilkan 2,31 m3/ha. Data kondisi tegakan sebelum dilakukan kegiatan pemanenan kayu pada petak pengamatan ditunjukkan pada Tabel 4. Jika dilihat berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4, jumlah pohon terbanyak dalam suatu petak tebang tidaklah menunjukkan bahwa petak tersebut memiliki potensi volume terbesar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan diameter pohon-pohon dalam petak tebang. Semakin banyak pohon layak tebang maka volume tegakan akan semakin besar pula.

IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera melakukan penebangan pada pohon berdiameter≥ 50 cm.Potensi volume dan jumlah pohon layak tebang perlu diketahui untuk menentukan target produksi penebangan kayu komersial dalam blok RKT 2011. Tabel 4 menunjukkan jumlah pohon layak tebang dalam setiap petak tebang bervariasi dengan rata-rata jumlah pohon 16,47 (±3,48) pohon/ha sedangkan potensi volume tegakan juga bervariasi dengan rata-rata volume 118,58 (±35,94) m3/ha.


(21)

(22)

21

Jumlah pohon Volume (m) Biomassa (ton) Jumlah pohon Volume (m) Biomassa (ton)

262 100 6126 15207 14537 1612 11797 10977

263 100 7203 19031 17942 1740 13918 13336

264 100 7700 23327 18869 1583 14857 12933

265 100 8916 14032 12247 1334 8093 7231

290 100 7086 18487 14639 1418 10836 9039

291 100 7911 22375 21147 2213 16746 15162

292 100 7528 18046 17861 1895 14048 13398

318 100 7173 13179 13756 1565 8786 8733

319 100 6841 14230 13837 1541 9094 9014

348 62 6737 11518 9646 950 5912 4909

Jumlah 962 73221 169433 154481 15851 114087 104732

Rata-rata 96,20 7322 16943 15448 1585 11409 10473


(23)

22

Semakin banyak jumlah pohon layak tebang (≥ 50 cm) maka potensi volume layak tebangnya semakin besar pula. Hal ini terlihat pada Tabel 4, petak tebang 348 memiliki jumlah pohon dan volume layak tebang paling sedikit dan petak tebang 291 memiliki jumlah pohon dan volume layak tebang paling banyak dibandingkan petak tebang lainnya.

Potensi biomassa kayu yang diamati pada lokasi penelitian adalah potensi biomassa total dan potensi biomassa layak tebang. Potensi biomassa kayu pada setiap petak bervariasi disebabkan perbedaan diameter pohon dalam tegakan hutan. Rata-rata potensi total biomassa pada setiap petak tebang sebesar 160,58 (±35,85) ton/ha dan potensi biomassa layak tebang sebesar 108,86 (±33,54) ton/ha. Biomassa layak tebang sebesar 67,79% dari biomassa total.

Brown (1997) menyatakan bahwa 50% biomassa pohon adalah karbon. Berdasarkan Tabel 4, potensi karbon pada lokasi penelitian adalah 80,20 (±13,94) ton C/ha. Wayana (2011) menyatakan bahwa potensi cadangan karbon pada hutan alam tropis di Provinsi Kalimantan Tengah (IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber) berdiameter≥ 20cm sebesar 114,14 ton C/ha. Hasil penelitian lain yang dilakukan di hutan alam tropis Amazon Selatan (Feldpausch et al. 2005), potensi cadangan karbon berdiameter ≥ 10cm sebesar 138,10 ton C/ha. Berdasarkan hasil pengamatan pada blok RKT 2011 yang ditunjukkan dalam Tabel 4, maka dapat dikatakan dalam 1 m3 tegakan menghasilkan biomassa sebesar 0,91 ton/ha atau karbon sebesar 0,46 ton C/ha.

5.2 Kegiatan Pemanenan

5.2.1 Deskripsi Umum Kegiatan Pemanenan

PT Salaki Summa Sejahtera memiliki areal hutan dataran rendah kering tropis. Sistem pemanenan dilakukan secara mekanis. Kegiatan pemanenan yang dilakukan yaitu perencanaan, pembuatan prasarana PWH (Pembukaan Wilayah Hutan), penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengumpulan kayu di TPn, pengangkutan, muat, bongkar, dan penimbunan kayu di TPK.

Proses penebangan pohon dilakukan oleh regu tebang yang terdiri dari chainsawman dan helper dengan menggunakan sistem borongan. Pembagian wilayah kerja regu tebang ditentukan berdasarkan luas kepemilikan suku yang


(24)

sulit dan tingginya curah hujan menyebabkan penebangan dilakukan di daerah punggung dan mendahulukan penebangan pohon yang besar (≥60 cm) dan mudah dijangkau. Penebangan di daerah punggung dilakukan untuk menghindari jatuhnya kayu ke daerah curam sehingga mempermudah pengangkutan kayu dari tegakan hutan.

Penyaradan kayu menggunakan traktor sarad Caterpillar D7G yang memiliki lebar 4 m dengan kemampuan menyarad optimal sejauh 500 m. Teknik penyaradan dilakukan dengan teknik double skidding yaitu penyaradan kayu secara bertahap menuju TPn. Kegiatan pengangkutan kayu dari TPn menuju TPK dilakukan pada kondisi jalan kering menggunakan logging truck tipe Scania dan Nissan.

5.2.2 Intensitas Pemanenan

Data ITSP yang didapatkan dari LHC RKT 2011 menjadi pedoman dalam menentukan besaran pohon yang layak ditebang dalam petak-petak pengamatan penelitian. Intensitas pemanenan dipengaruhi oleh keadaan lapangan berupa topografi, keadaaan jalan sarad, dan kondisi pohon yang akan ditebang. Penyusunan laporan hasil produksi (LHP) RKT 2011 berdasarkan data pohon ditebang dan mampu disarad sampai ke TPn. Besarnya intensitas pemanenan ditunjukkan dalam Tabel 5. Intensitas pemanenan bervariasi dalam setiap petak tebang dengan rata-rata tebangan sebanyak 5,80 (±1,61) pohon/ha dan rata-rata volume pohon ditebang dalam sebesar 47,89 (±14,07) m3/ha. Semakin banyak jumlah pohon yang ditebang tidak selalu menunjukkan volume pohon komersial yang ditebang semakin besar pula. Hal ini disebabkan oleh bervariasinya diameter dan tinggi pohon yang mempengaruhi besarnya volume kayu ditebang.

Perbandingan antara volume tebangan dengan jumlah pohon ditebang paling besar didapatkan pada petak tebang 264 sebanyak 9,80 m3/ha sedangkan perbandingan terkecil dimiliki oleh petak tebang 348 sebanyak 7,60 m3/ha. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata penebangan 1 pohon menghasilkan volume tebangan sebesar 8,25 m3. Penebangan pohon hanya dilakukan pada jenis pohon komersial dan pohon-pohon yang mampu disarad sampai ke TPn sehingga tidak semua pohon layak tebang dipanen.


(25)

Tabel 5 Intensitas pemanenan pada blok RKT 2011

Petak Luas (ha) Pohon layak tebang Pohon yang ditebang Intensitas pemanenan per ha Jumlah pohon Volume (m3) Jumlah pohon Volume (m3) Jumlah pohon Volume (m3)

262 100 1612 11796,81 600 4571,55 6,00 45,72

263 100 1740 13917,73 572 4603,53 5,72 46,04

264 100 1583 14856,65 633 6203,05 6,33 62,03

265 100 1334 8093,04 337 3016,83 3,37 30,17

290 100 1418 10835,95 641 5111,24 6,41 51,11

291 100 2213 16746,26 810 6790,84 8,10 67,91

292 100 1895 14048,27 825 6726,07 8,25 67,26

318 100 1565 8786,22 378 3020,83 3,78 30,21

319 100 1541 9094,26 520 4139,03 5,20 41,39

348 62 950 5911,50 302 2296,05 4,87 37,03

Jumlah 962 15851 114086,69 5618 46479,02 58,03 478,86

Rata-rata 96,20 1585,10 11408,67 561,80 4647,90 5,80 47,89

Rata-rata/ha 1 16,43 117,71 5,80 47,89 5,80 47,89


(26)

Volume jatah tebangan tahunan (etat volume) blok RKT 2011 adalah 66,41 m3/ha sedangkan volume tebangan sebesar 72,75% (48,31 m3/ha) dari total etat volume. Hal ini menunjukkan bahwa volume tebangan pada blok RKT 2011 lebih rendah dibandingkan dengan etat volume yang diizinkan.

Intensitas pemanenan yang dilakukan di lokasi penelitian termasuk rendah bila dibandingkan dengan penelitian Wayana (2011) yang dilakukan di Kalimantan Tengah sebanyak 11,70 pohon/ha dan penelitian Elias (2008) yang dilakukan di daerah Kalimantan sebanyak 8,16 pohon/ha. Penelitian yang Feldpausch et al. (2005) di Amazon selatan menunjukkan intensitas yang lebih rendah yang berkisar antara 1,1 pohon/ha-2,6 pohon/ha.

5.2.3 Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

Aktivitas pemanenan kayu memerlukan prasarana PWH untuk mengeluarkan kayu yang ditebang agar dapat sampai di TPK. Pembuatan prasarana PWH berupa jalan angkutan kayu, jalan sarad dan TPn sangat diperlukan untuk memperlancar kegiatan pemanenan kayu di Hutan. Pembuatan prasarana PWH membutuhkan perencanaan yang matang dengan meminimalkan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat pembersihan vegetasi untuk memperlancar proses pengangkutan kayu dari dalam tegakan hutan yang ditebang. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan pada prasarana PWH blok RKT 2011 yang digunakan untuk aktivitas pemanenan kayu berupa Jalan angkutan, TPn, dan camp tarik. Jalan angkutan kayu yang terdapat di lokasi penelitian terdiri dari jalan utama (3,56 km), jalan cabang (13,20 km), dan jalan sarad (70,32 km). Luas jalan angkutan bervariasi dalam setiap petak tebang dengan rata-rata luas 3,11 (±0,44) ha. Petak 319 memiliki luas jalan terbesar sedangkan petak 265 memiliki luas jalan paling kecil. Luas jalan angkutan terbesar dimiliki oleh jalan sarad dikarenakan jaringan jalan sarad berfungsi sebagai alat pembukaan tegakan. Tabel 6 menunjukkan penebangan 1 pohon/ha membutuhkan jalan angkutan seluas 0,54 ha yang terdiri dari jalan utama (0,06 km), jalan cabang (0,23 km), dan jalan sarad (1,21 km). Realisasi pembuatan jalan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.


(27)

Tabel 6 Realisasi pembuatan jalan pada blok RKT 2011

Petak

Intensitas Pemanenan

(pohon/ha)

Panjang Jalan (km) Luas Jalan (ha) Total Luas

Jalan (ha) Jalan Utama Jalan Cabang Jalan Sarad Jalan Utama Jalan Cabang Jalan Sarad

262 6,00 - 2,05 8,05 - 3,15 3,56 6,71

263 5,72 - 1,02 6,81 - 1,56 3,01 4,57

264 6,33 - 1,16 7,47 - 1,78 3,30 5,08

265 3,37 - 0,89 5,29 - 1,37 2,34 3,71

290 6,41 - 1,82 7,53 - 2,80 3,33 6,13

291 8,10 1,10 1,80 8,53 1,91 2,77 3,77 8,45

292 8,25 1,40 0,43 6,82 2,42 0,67 3,02 6,11

318 3,78 - 0,65 6,72 - 0,99 2,97 3,96

319 5,20 1,06 2,42 7,39 1,84 3,73 3,27 8,84

348 4,87 - 0,96 5,71 - 1,48 2,53 4,01

Jumlah 58,03 3,56 13,20 70,32 6,17 20,30 31,10 57,57

Rata-rata 5,80 0,36 1,32 7,03 0,62 2,03 3,11 5,76


(28)

TPn merupakan salah satu prasarana PWH yang dibutuhkan untuk menampung dan mengumpulkan kayu sementara dari dalam tegakan hutan. TPn umumnya terletak pada jalan angkutan untuk memudahkan pengangkutan kayu. Rata-rata TPn yang dibuat sebanyak 5 (±2,11) TPn dengan luas total 0,40 (±0,19) ha pada setiap petak tebang. Realisasi pembuatan TPn pada lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan rata-rata 1 TPn memiliki luas sebesar 800 (±373,15) m2. Penelitian Nasution (2009) yang dilakukan di Kalimantan Timur menunjukkan rata-rata luas terbuka untuk jalan angkutan lebih tinggi sebesar 5,92 ha sedangkan luas TPn lebih rendah dengan rata-rata luas TPn sebesar 0,3 ha.

Tabel 7 Realisasi pembuatan TPn blok RKT 2011

Petak Jumlah TPn Luas total TPn (ha)

262 5 0,36

263 4 0,37

264 3 0,21

265 5 0,44

290 5 0,42

291 8 0,66

292 8 0,69

318 3 0,19

319 7 0,52

348 2 0,15

Jumlah 50 4,01

Rata-rata 5 0,40

Simp. baku 2,11 0,19

Penelitian juga dilakukan untuk membandingkan perbedaan luasan TPn yang diukur dengan digitasi GPS dan pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran yang dilakukan dengan 2 cara ini dimaksudkan untuk mengetahui selisih perbedaan antara 2 jenis pengukuran. Perbedaan luasan TPn dapat dilihat pada Tabel 8. Perbedaan rata-rata pengukuran lapangan dan pengukuran dengan digitasi GPS adalah sebesar 246,10 (±135,92) m2 dengan persentase perbedaan sebesar 26%. Kecenderungan pengukuran lapangan lebih besar dikarenakan pengukuran dengan digitasi GPS menggunakan satelit yang dipengaruhi oleh keadaan lapangan seperti cuaca dan terhalangnya sinyal satelit akibat adanya tegakan yang berada di sekitar TPn.


(29)

28

Tabel 8 Perbedaan pengukuran lapangan dan digitasi GPS pada blok RKT 2011 No TPn Digitasi GPS (m2) Pengukuran lapangan (m2) Perbedaan (m2)

1 533 650 117

2 903 1045 142

3 616 1028 412

4 819 875 56

5 682 1010 328

6 589 710 121

7 1242 867 375

8 647 856 209

9 1313 882 431

10 1269 1539 270

Rata-rata 861,30 946,20 246,10

Simp. Baku 305,30 244,74 135,92

Pada pengukuran lapangan di TPn 7 menunjukkan bahwa pengukuran menggunakan GPS lebih luas dibandingkan pengukuran lapangan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pelebaran jalan angkutan dan pembuatan jalan sarad untuk memperlancar lalu lintas pengangkutan kayu.

Camp tarik merupakan salah satu prasarana yang menunjang kegiatan pemanenan hutan. Lokasi Camp tarik yang dekat dengan lokasi tebangan yaitu blok RKT 2011 memudahkan para pekerja dalam mencapai lokasi penebangan. Camp tarik merupakan tempat tinggal karyawan yang terlibat langsung dengan aktivitas penebangan pohon seperti regu tebang, operator traktor sarad dan pekerja penunjang lainnya. Camp tarik pada lokasi penelitian terletak pada petak tebang 264 dengan luas sebesar 0,3 ha.

5.3 Keterbukaan Wilayah

Areal terbuka yang diamati dalam penelitian ini adalah areal yang terbuka akibat adanya pembuatan jalan angkutan, TPn dan keterbukaan lainnya seperti camp tarik. Pengamatan dilakukan di semua petak pada blok RKT 2011. Rata-rata luas areal yang terbuka dalam petak tebangan sebesar 6,19 ha terdiri dari jalan utama seluas 0,62 ha, jalan cabang seluas 2,03 ha, jalan sarad 3,11 ha, dan TPn sebesar 0,40 ha. Keterbukaan wilayah pada masing-masing petak bervariasi dengan rata-rata keterbukaan sebesar 6,45 (±1,84)% dari total 962 ha luas blok RKT 2011. Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel


(30)

Tabel 9 Keterbukaan wilayah pada blok RKT 2011 Petak Luas (ha)) Jenis

keterbukaan

Luas keterbukaan (ha)

Keterbukaan wilayah (%)

262 100 Jalan utama - 7,08

Jalan cabang 3,16

Jalan sarad 3,56

TPn 0,36

Total 7,08

263 100 Jalan utama - 4,95

Jalan cabang 1,57

Jalan sarad 3,01

TPn 0,37

Total 4,95

264 100 Jalan utama - 5,83

Jalan cabang 1,79

Jalan sarad 3,30

TPn 0,44

Camp tarik 0,30

Total 5,83

265 100 Jalan utama - 3,92

Jalan cabang 1,37

Jalan sarad 2,34

TPn 0,21

Total 3,92

290 100 Jalan Utama - 6,55

Jalan Cabang 2,80

Jalan sarad 3,33

TPN 0,42

Total 6,55

291 100 Jalan utama 1,91 9,12

Jalan cabang 2,78

Jalan sarad 3,77

TPn 0,66

Total 9,12

292 100 Jalan utama 2,43 6,80

Jalan cabang 0,67

Jalan sarad 3,01

TPn 0,69

Total 6,80

318 100 Jalan utama - 4,16

Jalan cabang 1,00

Jalan sarad 2,97

TPn 0,19


(31)

30

Tabel 9 (lanjutan) Petak Luas

(ha)

Jenis keterbukaan

Luas keterbukaan (ha)

Keterbukaan wilayah (%)

319 100 Jalan Utama 1,84 9,36

Jalan Cabang 3,73

Jalan sarad 3,27

TPN 0,52

Total 9,36

348 62 Jalan Utama - 6,69

Jalan Cabang 1,47

Jalan sarad 2,53

TPN 0,15

Total 4,15

Jumlah 962 61,88 64,46

Rata-rata 96,20 6,19 6,45

Simp. baku 12,02 1,97 1,84

Petak tebang 265 merupakan petak tebang dengan wilayah terbuka terkecil sedangkan petak tebang 319 memiliki wilayah terbuka paling besar. Keterbukaan wilayah dipengaruhi oleh banyaknya areal terbuka akibat aktivitas pemanenan di lokasi penelitian. Banyaknya areal terbuka disebabkan oleh banyaknya TPn yang berada dalam petak tebang dan padatnya lalu lintas pengangkutan kayu baik itu dari dalam tegakan hutan maupun pengangkutan dari TPn menuju TPK.

Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian sebagian besar diakibatkan oleh adanya jalan sarad dalam petak tebang. Hal ini terlihat pada Gambar 4.


(32)

Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian sebesar 61,88 ha yang terdiri dari jalan utama (6,17 ha), jalan cabang (20,30 ha), jalan sarad (31,10 ha), TPn (4,01 ha) dan camp tarik (0,30 ha). Keterbukaan wilayah dipengaruhi oleh banyaknya pohon yang ditebang dalam setiap petak tebang. Jalan sarad memiliki luas areal terbuka paling besar karena jalan sarad merupakan akses satu-satunya untuk mencapai tegakan. Keterbukaan wilayah paling kecil diakibatkan oleh adanya camp tarik sedangkan untuk prasarana PWH dalam pengangkutan kayu, keterbukaan wilayah paling kecil dimiliki oleh TPn. Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa penebangan 1 m3menyebabkan areal yang terbuka seluas 13,31 m2atau keterbukaan wilayah sebesar 0,13%.

Pembuatan prasarana PWH menyesuaikan dengan volume tebangan dalam petak tebang. Semakin banyak volume penebangan dalam petak tebang maka kecenderungan areal terbuka akan semakin banyak pula dan sebaliknya jika volume tebangan sedikit maka kecenderungan areal hutan yang terbuka juga sedikit. Hubungan antara volume tebangan dan keterbukaan wilayah ditunjukkan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Hubungan volume tebangan dan keterbukaan wilayah.

Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa volume tebangan tidak terlalu berpengaruh pada keterbukaan wilayah yang terjadi pada lokasi penelitian. Penelitian ini menunjukkan volume penebangan 47,89 m3/ha menyebabkan keterbukaan wilayah 6,45% dari total luas blok RKT 2011. Penelitian Firma (2012) pada lokasi yang sama yang hanya mengukur luas areal terbuka akibat


(33)

32

jalan sarad menunjukkan keterbukaan wilayah sedikit lebih rendah sebesar 6,20% dengan volume tebangan 78,81 m3/ha. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh proses pengambilan data. Pengambilan data oleh Firma (2012) dilakukan dengan sampling 10 petak dengan total 10 ha di daerah penebangan kayu sedangkan penelitian ini mengambil data dengan inventarisasi 100% prasarana PWH di blok RKT 2011 sehingga dapat terjadi bias akibat perhitungan dengan sampling. Perbedaan juga terlihat dari volume tebangan Firma (2012) yang jauh lebih besar dibandingkan penelitian kali ini. Volume tebangan yang tinggi menyebabkan wilayah yang terbuka semakin besar.

Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Feldpausch et al. (2005) yang dilakukan di hutan tropis Amazon Selatan, volume tebangan yang terjadi sebesar 6,4-15,0 m3/ha menghasilkan keterbukaan areal yang terjadi sebesar 9,8%-16,2% dari dua blok tebangan dengan masing- masing luasan sebesar 1397 ha dan 1037 ha.

5.4 Kehilangan Cadangan Karbon

5.4.1 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat PWH

Kehilangan cadangan karbon dapat terjadi akibat adanya pembersihan areal dari vegetasi untuk dijadikan prasarana PWH. Vegetasi dibersihkan untuk memperlancar lalu lintas pengangkutan kayu. Kehilangan cadangan karbon potensial yang terjadi pada blok RKT 2011 diketahui dengan mengalikan luas areal terbuka dengan potensi karbon (ton C/ha). Data kehilangan cadangan karbon akibat PWH dapat dilihat pada Tabel 10.

Kehilangan cadangan karbon pada setiap petak tebang bervariasi dengan rata-rata kehilangan sebesar 5,17 (±1,65) ton C/ha. Semakin besar areal yang terbuka menyebabkan semakin banyak pohon mati akibat pembersihan lahan (land clearing) maka kehilangan cadangan karbon yang terjadi akan semakin besar. Hal ini terlihat pada Tabel 10 yang menunjukkan petak tebang 319 memiliki luas areal terbuka dan kehilangan cadangan karbon terbesar sedangkan petak tebang 265 memiliki luas areal terbuka paling sedikit dan kehilangan


(34)

33

Petak Luas

(ha) Luas terbuka (ha) Jalan utama Jalan cabang Jalan sarad TPn Camp tarik Rata-rata/ha

262 100 7,08 - 253,27 285,99 28,91 - 5,68

263 100 4,95 - 125,69 242,06 29,78 - 3,98

264 100 5,83 - 143,59 265,46 35,09 24,09 4,68

265 100 3,92 - 110,29 187,97 16,48 - 3,15

290 100 6,55 - 224,98 224,98 33,71 - 4,84

291 100 9,12 153,41 223,07 223,07 53,10 - 6,53

292 100 6,80 194,90 53,47 242,40 55,42 - 5,46

318 100 4,16 - 80,18 238,87 15,20 - 3,34

319 100 9,36 147,57 299,09 262,74 41,94 - 7,51

348 62 4,15 - 118,80 202,88 11,69 - 5,38

Jumlah 962 61,92 495,87 1632,43 2376,42 321,33 24,09 50,54

Rata-rata 96,20 6,19 49,59 163,24 237,64 32,13 2,41 5,05


(35)

34

Penelitian Feldpauschet al.(2005) di Amazon Selatan menghasilkan rata-rata 1,7 ton C/ha. Kehilangan cadangan karbon yang terjadi pada penelitian Feldpauschet al. (2005) lebih rendah dikarenakan intensitas tebangan lebih rendah dibandingkan dengan intensitas tebangan pada lokasi penelitian. Data besarnya kehilangan cadangan karbon potensial yang terjadi akibat adanya PWH di lokasi penelitian dapat dilihat pada grafik di Gambar 6.

2,60 ton C/ha

0,33 ton C/ha 0,03 tonC/ha

1,69 ton C/ha 0,51ton C/ha

Jalan Utama Jalan Cabang Jalan Sarad TPn Camp Tarik

Gambar 6 Kehilangan cadangan karbon akibat PWH pada blok RKT 2011. Kehilangan cadangan karbon potensial akibat PWH yang terjadi disebabkan oleh adanya jalan utama (0,51 ton C/ha), jalan cabang (1,69 ton C/ha), jalan sarad (2,60 ton C/ha), TPn (0,33 ton C/ha), dan camp tarik (0,03 ton C/ha).

5.4.2 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Penebangan Kayu

Penebangan kayu mengurangi cadangan karbon vegetasi hutan karena setiap kayu memiliki biomassa. Penelitian ini mengamati pengaruh besarnya volume penebangan terhadap besarnya kehilangan cadangan karbon. Kehilangan cadangan karbon akibat penebangan kayu bervariasi pada setiap petak tebang dengan rata-rata sebesar 30,62 (±9,07) ton C/ha. Semakin banyak volume kayu ditebang maka cadangan karbon yang hilang semakin besar pula. Hal ini terlihat pada Tabel 11 yang menunjukkan petak tebang 291 memiliki potensi kehilangan cadangan karbon terbesar dengan volume tebangan terbesar pula sedangkan petak tebang 265 memiliki potensi kehilangan cadangan karbon terkecil dan volume


(36)

disimpulkan bahwa penebangan 1 m3 menyebabkan kehilangan cadangan karbon sebesar 1,28 ton C.

Tabel 11 Kehilangan cadangan karbon potensial akibat penebangan kayu pada blok RKT 2011

Petak

Intensitas pemanenan

(pohon/ha)

Volume tebangan (m3/ha)

Kehilangan cadangan karbon (ton)

262 6,00 45,72 27,39

263 5,72 46,04 30,61

264 6,33 62,03 40,14

265 3,37 30,17 19,63

290 6,41 51,11 30,98

291 8,10 67,91 44,27

292 8,25 67,26 42,90

318 3,78 30,21 19,89

319 5,20 41,39 27,09

348 4,87 37,03 23,27

Jumlah 58,03 478,86 306,16

Rata-rata 5,80 47,89 30,62

Simp. baku 1,61 14,07 9,07

Kehilangan cadangan karbon pada penelitian ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Feldpausch et al.(2005) di Amazon selatan yang memiliki Kehilangan cadangan karbon akibat penebangan pohon komersial sebesar 3,3 ton/ha. Hal ini disebabkan volume kayu yang dieksploitasi di lokasi penelitian lebih besar dibandingkan penelitian di hutan tropis Amazon selatan. Penelitian yang dilakukan Wayana (2011) di Kalimantan Tengah menunjukkan kehilangan cadangan karbon akibat penebangan lebih rendah sebesar 27,64 ton C/ha dengan intensitas pemanenan sebanyak 11,70 pohon/ha dan penelitian Firma (2012) di lokasi yang sama dengan penelitian kali ini menunjukkan kehilangan cadangan karbon akibat pemanenan lebih tinggi sebesar 41,41 ton C/ha dengan intensitas tebangan sebanyak 8,60 pohon/ha.

5.4.3 Kehilangan Cadangan Karbon Akibat Kerusakan Tegakan Tinggal Pohon rusak berat dikategorikan sebagai pohon mati. Dampak kerusakan tegakan tinggal tingkat berat mengurangi cadangan karbon pada lokasi penelitian. Rata-rata cadangan karbon yang hilang akibat pohon rusak (16,50 pohon/ha)


(37)

36

sebesar 5,33 (± 0,98) ton C/ha. Kehilangan cadangan karbon yang terjadi di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kehilangan cadangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal

Petak Luas

Intensitas pemanenan (pohon/ha)

Rata-rata pohon rusak (pohon/ha)

Rata-rata karbon hilang (ton C/ha)

262 100 6,00 13,07 4,22

263 100 5,72 15,32 4,95

264 100 6,33 17,19 5,55

265 100 3,37 15,76 5,09

290 100 6,41 15,78 5,10

291 100 8,10 19,80 6,40

292 100 8,25 18,89 6,10

318 100 3,78 13,04 4,21

319 100 5,20 13,94 4,50

348 62 4,87 22,20 7,17

Jumlah 962 58,03 164,99 53,30

Rata-rata 96,20 5,80 16,50 5,33

Simp. Baku 12,02 1,61 3,02 0,98

Penelitian Feldspausch et al. (2005) yang dilakukan di Amazon Selatan menunjukkan kehilangan cadangan karbon lebih rendah sebesar 3,2 ton C/ha dengan jumlah pohon rusak berat berdiameter ≥10 cm sebanyak 35,3 pohon/ha. Penelitian Wayana (2009) menunjukkan kehilangan cadangan karbon lebih rendah 4,88 ton C/ha dengan jumlah pohon rusak berdiameter ≥20 cm sebanyak 14,20 pohon/ha. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan intensitas pemanenan dan perbedaan diameter pohon yang diamati pada lokasi penelitian.

5.4.4 Kehilangan Cadangan Karbon Total

Kehilangan cadangan karbon yang diamati pada lokasi penelitian disebabkan oleh adanya pembuatan prasarana PWH, penebangan kayu, dan kerusakan tegakan tinggal. Kehilangan cadangan karbon pada setiap tebang bervariasi dengan rata-rata kehilangan karbon sebesar 41,00 (±10,19) ton/ha. kehilangan cadangan karbon total pada lokasi penelitian ditunjukkan oleh Tabel 13. Kehilangan cadangan karbon dipengaruhi oleh teknik pemanenan dan banyaknya jumlah dan volume pohon yang ditebang. Semakin besar volume tebangan dalam petak tebang maka semakin besar pula kehilangan cadangan


(38)

Tabel 13 Kehilangan cadangan karbon akibat aktivitas pemanenan

Petak Stok awal Kehilangan cadangan karbon (ton/ha) Stok akhir PWH Penebangan kayu Kerusakan tegakan

262 72,69 5,68 27,39 4,22 35,39

263 89,71 3,98 30,61 4,95 50,18

264 94,34 4,68 40,14 5,55 43,97

265 61,23 3,15 19,63 5,09 33,37

290 73,19 4,84 30,98 5,10 32,28

291 105,74 6,53 44,27 6,40 48,54

292 89,31 5,46 42,90 6,10 34,84

318 68,78 3,34 19,89 4,21 41,34

319 69,18 7,51 27,09 4,50 30,08

348 77,79 5,38 23,27 7,17 41,98

Jumlah 801,97 50,54 306,16 53,30 391,96

Rata-rata 80,20 5,05 30,62 5,33 39,20

Simp. baku 13,94 1,37 9,07 0,98 7,00

Hal ini terlihat pada petak tebang 291 yang kehilangan cadangan karbon paling besar sedangkan pada petak tebang 318 cadangan karbon yang hilang paling kecil. Kehilangan cadangan karbon disebabkan oleh adanya aktivitas penebangan kayu. Semakin besar volume penebangan maka semakin banyak cadangan karbon yang hilang. Gambar 7 menunjukkan hubungan volume tebangan dengan kehilangan cadangan karbon yang terjadi di lokasi penelitian.

Gambar 7 Hubungan volume tebangan dan kehilangan cadangan karbon. Persamaan regresi linier hubungan antara kehilangan cadangan karbon dengan volume penebangan dinyatakan dalam persamaan regresi sebagai berikut:


(39)

38

Ŷ= 6,88 + 0,173 X (R2

= 96,80%) Dimana :

Ŷ = Kehilangan cadangan karbon (ton C)

X = Volume penebangan (m3)

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 96,80% yang berarti sebesar 96,80% dari keragaman kehilangan cadangan karbon dapat dijelaskan oleh volume penebangan sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan nilai koefisien determinasi ini,maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena mampu menerangkan peubah respon dengan baik.

Tabel 14 Hubungan perubah dengan besarnya kehilangan cadangan karbon

Peubah penduga t hitung P

Volume penebangan 15,55 0,000

**sangat nyata pada P<0,01 * nyata pada P<0,05

Jika dilihat dari nilai P sebesar 0,000 yang diperoleh dari peubah volume penebangan terhadap kehilangan cadangan karbon dimana nilainya lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan dari nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan cadangan karbon memiliki hubungan yang nyata dan sangat nyata terhadap besarnya volume penebangan.


(40)

Kehilangan cadangan karbon pada lokasi penelitian menyebabkan perubahan stok karbon di blok RKT 2012. Perubahan stok karbon pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Stok karbon sisa dalam setiap petak tebang bervariasi dengan rata-rata 39,20 (±7,00) ton/ha dari stok cadangan karbon awal sebanyak 80,20 (±13,94) ton/ha. Sisa cadangan karbon akan bertambah seiring berjalannya waktu karena adanya aktivitas fotosintesis pohon-pohon yang masih hidup. Berdasarkan data pada Tabel 13 maka dapat disimpulkan penebangan 1 m3menyebabkan kehilangan cadangan karbon sebesar 0,86 ton C.


(41)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Keterbukaan wilayah yang terjadi di lokasi penelitian sebesar 6,45% yang disebabkan oleh jalan utama (0,64%), jalan cabang (2,12%), jalan sarad (3,24%), TPn (0,42%) dan camp tarik (0,03%). Kehilangan cadangan karbon yang terjadi di setiap petak tebang disebabkan oleh adanya PWH rata-rata sebesar 5,05 (±1,37) ton C/ha, akibat penebangan pohon komersial rata-rata sebesar 30,62 (±9,07) ton C/ha dan kerusakan tegakan tinggal 5,64 (±0,83) sebesar ton C/ha. Volume tebangan mempengaruhi besarnya keterbukaan wilayah dan mengurangi cadangan karbon. Penebangan 1 m3 menyebabkan keterbukaan wilayah sebesar 0,13% dari setiap petak tebang dan cadangan karbon yang hilang sebanyak 0,86 ton C.

6.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai besarnya nekromassa akibat kerusakan tegakan tinggal dan PWH yang berpotensi menjadi emisi karbon karena dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme pengurai.


(42)

(Studi kasus di K

JO

DEPA

IN

Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, P Provinsi Sumatera Barat)

JOHAN ARIANDO RAJAGUKGUK

EPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

, Pulau Siberut


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest: A Primer.FAO Forestry Paper. USA. 134:10-13.

Brown S, Pearson T, Moore N, Parveen A, Ambagis S, dan Shoch S. 2004. Impact of Selective Logging on the Carbon Stocks of Tropical Forest: Republic Congo as A Case Studies.Winrock International.

Conway S. 1982.Logging Practices. New York: Miller Freeman Publications,Inc. [Dephut] Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta :

Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009a. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 11 Tahun 2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009b. Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor 14 Tahun 2009 tentang Metode Pengukuran Kayu Bulat Rimba Indonesia. Dephut.

Elias. 1993. Kerusakan tegakan tinggal pada hutan tropika basah akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI.Rimba Indonesia29 (3-4): 32-38 Elias. 2002a.Buku 1 : Reduce Impact Logging. Bogor: IPB Press.

Elias. 2002b.Buku 2 : Reduce Impact Logging. Bogor: IPB Press. Elias. 2008.Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor: IPB Press.

Firma F. 2012. Emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu secara mekanis di hutan alam tropis kasus konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Feldpausch TR, Jirka S, Passos CAM. 2005. When big trees fall : damage and carbon export by reduce impact logging in Southern Amazonia. Forest Ecology and Management219 : 199-215.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Agroforestry centre-ICRAF, SEA regional office.

University of brawijaya. Indonesia.


(44)

www.wordagroforestrycentre.org/sag/publication/fil/manual/MN0035-07-Indriyati IN. 2010. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Egglestone HS, Buendia L, Miwa K, Ngara T and Tanabe K (eds). Published: IGES, Japan

Jackson SM, Fredericksen TS, Malcolm JR . 2001. Area disturbed and residual stand damage following logging in A Bolivian tropical forest. Forest Ecology and Management166: 271-283.

Lasco RD. 2002. Forest carbon budget in southeast asia following harvesting and land cover change.Science in China (series C)45: 55-64.

Nasution AK. 1999. Keterbukaan wilayah dan kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan studi kasus di PT Austral Byna Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Suparto RS. 1979. Pemilihan Tipe Rantai Pada Gergaji Rantai Untuk Pembagian Batang Berbagai Jenis Kayu. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sutaryo D. 2009.Perhitungan Biomassa. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.

Thaib J. 1996. Pengaruh intensitas penebangan dan kelerengan terhadap keterbukaan tanah.Jurnal penelitian hasil hutan volume2 no:4.

[UNESCO] United Nation Educational Scientific and Cultural Organization 2009. Cagar biosfer uji lapangan untuk pembangunan berkelanjutan. www.dephut.go.id/informasi/phpa/tamnas/cagarbiosfer.htm [03 Mei 2012] Rusolono T. 2009. Pengelolaan Hutan Lestari Untuk Mitigasi Emisi Karbon.

www.dephut.go.id/files/redd_di_siberut_teddy_r.pdf [20 Mar 2012]. Sist P et al. 1998. Harvesting intensity versus sustainability in Indonesia. Forest

Ecology and Management108 (1998) : 251-260

Souza Jr CM, Roberts DA, Cochrane MA. 2005. Combining spectral and spatial information to map canopy damage from selective logging and forest fires.Remote Sensing Of Environment98 : 329-343.

Wayana PA. 2011. Pendugaan emisi karbon potensial akibat pemanenan kayu secara mekanis pada hutan alam tropis (studi kasus di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.


(45)

KEHILA

PEMA

(Studi kasus di K

JO

DEPA

IN

LANGAN CADANGAN KARBON PA

ANENAN KAYU SECARA MEKAN

Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, P

Provinsi Sumatera Barat)

JOHAN ARIANDO RAJAGUKGUK

EPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PADA

NIS

, Pulau Siberut


(46)

(Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Provinsi Sumatera Barat)

JOHAN ARIANDO RAJAGUKGUK E14070099

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(47)

RINGKASAN

JOHAN ARIANDO RAJAGUKGUK. Kehilangan Cadangan Karbon pada Pemanenan Kayu Secara Mekanis ( Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Provinsi Sumatera Barat). Dibimbing Oleh TEDDY RUSOLONO

PT. Salaki Summa Sejahtera memiliki areal konsesi seluas 48.420 ha di Pulau Siberut. Pengelolaan hutan dilakukan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia (TPTI). Pulau Siberut ditetapkan UNESCO pada tahun 1981 sebagai cagar biosfer sehingga dampak aktivitas pemanenan hutan harus diminimalkan untuk menjaga kelestarian hutan. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi dampak pemanenan hutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keterbukaan areal dan kehilangan cadangan karbon serta hubungannya dengan volume tebangan. Penelitian ini dilakukan pada blok RKT 2011 IUPHHK (ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu) PT. Salaki Summa Sejahtera dengan luas 962 ha. Inventarisasi 100 % dilakukan pada jalan angkutan dan areal terbuka pada blok RKT 2011. Kerapatan pohon berdiameter ≥ 20 cm rata-rata 76,11 pohon/ha dengan volume rata-rata 176,11 m3/ha. Biomassa karbon pohon layak tebang sebesar 67,79 % dari biomassa karbon total (80,20 ton C/ha).

Intensitas pemanenan 5,80 pohon/ha (47,89 m3/ha) lebih rendah dari jatah tebangan tahunan (66,41 m3). Keterbukaan wilayah rata-rata 6,45 % akibat jalan utama (0,64%), jalan cabang (2,12%), jalan sarad (3,24%), TPn (0,42%), dan camp tarik (0,03%). Volume tebangan tidak terlalu berpengaruh pada keterbukaan wilayah (R2= 0,38). Penebangan 1 pohon membutuhkan jalan angkutan seluas 0,54 ha dan menyebabkan areal terbuka sebesar 13,31 m2.

Kehilangan cadangan karbon dipengaruhi oleh besarnya intensitas pemanenan (R2= 0,98) . Kehilangan cadangan karbon yang terjadi sebesar 41,00 ton C/ha akibat keterbukaan wilayah (5,05 ton C/ha), penebangan kayu (30,62 ton C/ha), dan kerusakan tegakan tinggal (5,33 ton C/ha). Pohon rusak berat (16,50 pohon/ha) dikategorikan sebagai pohon mati dan mengurangi cadangan karbon dalam hutan. Pemanenan 1 pohon menyebabkan kehilangan cadangan karbon 0,86 ton C/ha.


(48)

Timber Harvesting ( Case Study Forest Consession PT. Salaki Summa Sejahtera, Island of Siberut, West Sumatra Province). Under Supervision TEDDY RUSOLONO

PT. Salaki Summa Sejahtera has 48.420 ha concession area on the island of Siberut. Management forest of silvicultural systems applied using Selective Cutting and Planting Indonesia (TPTI). Siberut island was set by UNESCO as a biosphere reserves in 1981 so that the impact of forest harvesting must be minimized to preserve the forest. Reduce Impact Logging is a technique that used to reduce impact of forest harvesting.

This research aims to analyze an amount of forest openess and loss of carbon stocks and the relationship with harvesting volume . The research was conducted on RKT 2011 block of IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera with an area of 962 ha. We conducted a 100% inventory of roads and log decks in RKT 2011 block. Forest stand density of≥ 20 cm diameter average 76,11 trees/ha with an average volume 176,11 m3/ha. Carbon biomass of mature trees are 67,79 % total carbon biomass.

Harvesting intensity of 5,80 trees/ha (47,89 m3/ha) is lower than annual allowable Cut (66,41 m3). Forest openness average of 6,45 % from main roads (0,64%), branch roads (2,12%), skid trails (3,24%), Landings (0,42%), and camp (0,03%). Forest openess is not correlated with harvesting volume (R2 = 0,38 %). Harvesting a tree needs 0,54 ha of roads and caused opened area 13,31 m2.

Loss of carbon stocks are influenced by the amount of harvesting intensity (R2 = 0,98). Loss of carbon stocks that occured are 41,00 ton C/ha due to forest openness (5,05 ton C/ha), logging (30,62 ton C/ha), dan residual stand damage (5,33 ton C/ha). Crushed trees are categorized as a dead wood and reduced carbon stocks in a forest. Harvesting a tree caused loss of 0,86 ton C/ha carbon stocks.

Keywords : Siberut island, biosphere reserves, harvesting intensity, forest openness, loss of carbon stocks.


(49)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kehilangan Cadangan Karbon pada Pemanenan Kayu Secara Mekanis (Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut Provinsi Sumatera Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012


(50)

Nama : Johan Ariando Rajagukguk NIM : E14070099

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS NIP. 19621024 198803 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001


(51)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Bapa Putra dan Roh Kudus yang telah memberikan berkat dan kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Kehilangan Cadangan Karbon pada Pemanenan Secara Mekanis (Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Provinsi Sumatera Barat).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Anggota keluarga Rajagukguk (Juden Rajagukguk, Alpine Panjaitan, Jefri Rajagukguk dan Jimmi Rajagukguk) atas dukungan moral dan material dalam penulisan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya, kritik dan saran yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Segenap pimpinan, direksi, staf, dan karyawan PT.Salaki Summa Sejahtera

atas bantuan dana dan akomodasi selama kegiatan lapangan.

4. Rekan sepenanggungan Frensi Firma dan Heru Defrianto atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengambilan data selama penelitian.

5. Devina Marcia Sihombing atas dukungannya dalam penyelesaian skripsi. 6. Teman- teman wisma himaja (Mahmud, Satya, Anugerah, Sesa) atas

kebersamaannya.

7. Teman-teman GMKI cabang Bogor dan Manajemen Hutan angkatan 44 atas dukungan, kebersamaan dan kekeluargaannya.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkannya.


(52)

P s J P Kot P pada tahun 2001 dan lulus Negeri 1 Jambi pada tah Mahasiswa Institut Pert Baru (SPMB) dengan memilih bagian Perenc sebagai Ketua Bidang A dan Ketua Bagian OlahR

Pada tahun 2009, p (PPEH) di Cikeong-Bur (PPH) di Hutan Pendidi Kerja Lapang (PKL) di salah satu syarat untuk penulis menyelesaikan Pemanenan Secara Meka Pulau Siberut Provinsi S MS.

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 25 Se sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara dengan A Juden Rajagukguk dan Ibu Alpine Panjaitan. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasa Kota Jambi pada tahun 1995 dan lulus pada Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Ne ulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidi tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Penulis dit

ertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaa n mayor Manajemen Hutan. Pada semester e ncanaan Hutan. Selain kegiatan akademis penul Aksi dan Pelayanan GMKI Cabang Bogor tahun hRaga dan Seni GMKI Cabang Bogor tahun 2010 hun 2009, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekos

urangrang Provinsi Jawa Barat dan Praktek Peng ndidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2010

di CV. Pangkar Begili, Provinsi Kalimantan B uk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Per

n skripsi dengan judul Kehilangan Cadangan Ka kanis (Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Sum i Sumatera Barat) di bawah bimbingan Dr. Ir. Tedd

September 1989 n Ayah bernama

sar Xaverius 2 da tahun 2001. egeri 7 Jambi ndidikan ke SMA diterima sebagai aan Mahasiswa r enam penulis nulis juga aktif ahun 2009-2010 hun 2010-2011.

n Ekosistem Hutan ngelolaan Hutan 2010 serta Praktek n Barat. Sebagai ertanian Bogor, n Karbon pada umma Sejahtera, Teddy Rusolono,


(53)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.1 Manfaat Penelitian ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanenan Hutan ... 3 2.2 Pembukaan Wilayah Hutan ... 3 2.3 Sistem Silvikultur ... 4 2.4 Keterbukaan Areal Akibat Pemanenan Kayu ... 5 2.5 Biomassa dan Emisi Karbon ... 7 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9 3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian... 9 3.3 Metode Penelitian ... 10 3.4 Metode Analisis Data ... 12 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Perusahaan ... 17 4.2 Letak Areal IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera ... 17 4.2 Kondisi Fisik ... 18 4.4 Kondisi Vegetasi ... 19 4.5 Potensi Tegakan... 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


(54)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 39 6.2 Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN... 42


(55)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karakteristik kelas hutan berdasarkan keadaan lapangan ... 5 2. Total areal (m2), persen keterbukaan areal, dan areal terbuka per

pohon yang dipanen selama operasi pemanenan di hutan tropis

Bolivia... 6 3. Kehilangan karbon (ton/ha) akibat pemanenan di hutan tropis

Amazon Selatan, Brazil ... 8 4. Kondisi awal tegakan sebelum pemanenan ... 21 5. Intensitas pemanenan pada lokasi penelitian ... 24 6. Realisasi pembuatan jalan pada lokasi penelitian... 26 7. Realisasi pembuatan TPn pada lokasi penelitian... 27 8. Perbedaan pengukuran lapangan dengan digitasi GPS... 28 9. Keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian ... 29 10. Kehilangan cadangan karbon akibat PWH ... 33 11. Kehilangan cadangan karbon akibat penebangan kayu ... 35 12. Kehilangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal ... 36 13. Kehilangan cadangan karbon akibat aktivitas pemanenan ... 37


(56)

No. Halaman 1. Peta IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera... 9 2. Pengukuran TPn dengan Sistem Center Point ... 11 3. Peta realisasi jalan dan TPn ... 12 4. Jenis keterbukaan dan keterbukaan wilayah pada lokasi penelitian . 30 5. Hubungan volume tebangan dan keterbukaan wilayah ... 31 6. Kehilangan cadangan karbon akibat PWH pada lokasi penelitian .. 34 7. Hubungan volume tebangan dengan kehilangan cadangan karbon .. 37 8. Kondisi cadangan karbon sebelum dan sesudah pemanenan pada


(57)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pengukuran lebar jalan ... 43 2. Digitasi luas TPn... 43 3. Camp tarik ... 44 4. Digitasi jalan angkutan ... 44 5. Peta areal kerja IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera... 45 6. Peta lokasi penelitian RKT 2011 IUPHHK-HA PT. Salaki Summa


(58)

1.1 Latar Belakang

Hutan alam tropis merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dan menyimpan cadangan karbon yang besar. Kegiatan pemanenan kayu berdampak pada pengurangan cadangan karbon melalui penebangan pohon-pohon komersial dan kerusakan tegakan tinggal. Biomassa pohon komersial dan pohon yang mati akibat aktivitas pemanenan hutan berpotensi menjadi emisi karbon melalui proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri pengurai. Lasco (2002) menyatakan bahwa aktifitas pemanenan kayu dalam hutan dapat mengurangi cadangan karbon sebesar 50 %.

Emisi karbon yang terjadi dipengaruhi oleh sistem pemanenan dan sistem silvikultur yang digunakan dalam eksploitasi hasil hutan. Pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis di PT. Salaki Summa Sejahtera menggunakan sistem pemanenan mekanis dan sistem silvikultur TPTI (tebang pilih tanam indonesia). Pemanenan secara mekanis mengakibatkan keterbukaan areal akibat pembuatan jalan angkutan, jalan sarad, dan TPn (tempat pengumpulan kayu). Keterbukaan areal menurunkan kualitas hutan. Hal ini disebabkan adanya pembersihan lahan dari tegakan hutan.

PT. Salaki Summa Sejahtera melakukan aktifitas pemanenan kayu dengan daerah konsesi di Pulau Siberut. UNESCO menetapkan pulau Siberut menjadi cagar biosfer pada tahun 1981. Cagar biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan MAB-UNESCO (man and biosfer united nation educational scientific and cultural organization) untuk mempromosikan keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal (UNESCO 2009). Oleh karena itu perlu diterapkan pemanenan kayu yang lestari dan melibatkan masyarakat lokal untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan.

Sist et al. (1998) menyatakan bahwa pemanenan secara mekanis haruslah dikontrol untuk meminimalkan dampak pemanenan yang berpengaruh pada struktur hutan, komposisi, dan kemampuan beregenerasi. Reduce impact logging


(1)

Lampiran 1 Pengukuran lebar jalan

Lampiran 2 Digitasi luas TPn


(2)

Lampiran 3 Camp tarik

Lampiran 4 Digitasi jalan angkutan


(3)

(4)

(5)

RINGKASAN

JOHAN ARIANDO RAJAGUKGUK. Kehilangan Cadangan Karbon pada Pemanenan Kayu Secara Mekanis ( Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Provinsi Sumatera Barat). Dibimbing Oleh

TEDDY RUSOLONO

PT. Salaki Summa Sejahtera memiliki areal konsesi seluas 48.420 ha di Pulau Siberut. Pengelolaan hutan dilakukan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia (TPTI). Pulau Siberut ditetapkan UNESCO pada tahun 1981 sebagai cagar biosfer sehingga dampak aktivitas pemanenan hutan harus diminimalkan untuk menjaga kelestarian hutan. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi dampak pemanenan hutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keterbukaan areal dan kehilangan cadangan karbon serta hubungannya dengan volume tebangan. Penelitian ini dilakukan pada blok RKT 2011 IUPHHK (ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu) PT. Salaki Summa Sejahtera dengan luas 962 ha. Inventarisasi 100 % dilakukan pada jalan angkutan dan areal terbuka pada blok RKT 2011. Kerapatan pohon berdiameter ≥ 20 cm rata-rata 76,11 pohon/ha dengan volume rata-rata 176,11 m3/ha. Biomassa karbon pohon layak tebang sebesar 67,79 % dari biomassa karbon total (80,20 ton C/ha).

Intensitas pemanenan 5,80 pohon/ha (47,89 m3/ha) lebih rendah dari jatah tebangan tahunan (66,41 m3). Keterbukaan wilayah rata-rata 6,45 % akibat jalan utama (0,64%), jalan cabang (2,12%), jalan sarad (3,24%), TPn (0,42%), dan camp tarik (0,03%). Volume tebangan tidak terlalu berpengaruh pada keterbukaan wilayah (R2= 0,38). Penebangan 1 pohon membutuhkan jalan angkutan seluas 0,54 ha dan menyebabkan areal terbuka sebesar 13,31 m2.

Kehilangan cadangan karbon dipengaruhi oleh besarnya intensitas pemanenan (R2= 0,98) . Kehilangan cadangan karbon yang terjadi sebesar 41,00 ton C/ha akibat keterbukaan wilayah (5,05 ton C/ha), penebangan kayu (30,62 ton C/ha), dan kerusakan tegakan tinggal (5,33 ton C/ha). Pohon rusak berat (16,50 pohon/ha) dikategorikan sebagai pohon mati dan mengurangi cadangan karbon dalam hutan. Pemanenan 1 pohon menyebabkan kehilangan cadangan karbon 0,86 ton C/ha.

Kata kunci : Pulau Siberut, cagar biosfer, intensitas pemanenan, keterbukaan wilayah, dan kehilangan cadangan karbon.


(6)

SUMMARY

JOHAN ARIANDO RAJAGUKGUK. Loss of Carbon Stocks in Mechanical Timber Harvesting ( Case Study Forest Consession PT. Salaki Summa Sejahtera, Island of Siberut, West Sumatra Province). Under Supervision TEDDY RUSOLONO

PT. Salaki Summa Sejahtera has 48.420 ha concession area on the island of Siberut. Management forest of silvicultural systems applied using Selective Cutting and Planting Indonesia (TPTI). Siberut island was set by UNESCO as a biosphere reserves in 1981 so that the impact of forest harvesting must be minimized to preserve the forest. Reduce Impact Logging is a technique that used to reduce impact of forest harvesting.

This research aims to analyze an amount of forest openess and loss of carbon stocks and the relationship with harvesting volume . The research was conducted on RKT 2011 block of IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera with an area of 962 ha. We conducted a 100% inventory of roads and log decks in RKT 2011 block. Forest stand density of≥ 20 cm diameter average 76,11 trees/ha with an average volume 176,11 m3/ha. Carbon biomass of mature trees are 67,79 % total carbon biomass.

Harvesting intensity of 5,80 trees/ha (47,89 m3/ha) is lower than annual allowable Cut (66,41 m3). Forest openness average of 6,45 % from main roads (0,64%), branch roads (2,12%), skid trails (3,24%), Landings (0,42%), and camp (0,03%). Forest openess is not correlated with harvesting volume (R2 = 0,38 %). Harvesting a tree needs 0,54 ha of roads and caused opened area 13,31 m2.

Loss of carbon stocks are influenced by the amount of harvesting intensity (R2 = 0,98). Loss of carbon stocks that occured are 41,00 ton C/ha due to forest openness (5,05 ton C/ha), logging (30,62 ton C/ha), dan residual stand damage (5,33 ton C/ha). Crushed trees are categorized as a dead wood and reduced carbon stocks in a forest. Harvesting a tree caused loss of 0,86 ton C/ha carbon stocks.

Keywords : Siberut island, biosphere reserves, harvesting intensity, forest openness, loss of carbon stocks.