Deteksi Dan Karakterisasi Parsial Coronavirus Dari Kelelawar Asal Provinsi Gorontalo Dan Sulawesi Utara

DETEKSI DAN KARAKTERISASI PARSIAL CORONAVIRUS
DARI KELELAWAR ASAL PROVINSI GORONTALO DAN
SULAWESI UTARA

WENTI DWI FEBRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi dan Karakterisasi
Parsial Coronavirus dari Kelelawar asal Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016

Wenti Dwi Febriani
NIM B253140091

RINGKASAN
WENTI DWI FEBRIANI. Deteksi dan Karakterisasi Parsial Coronavirus dari
Kelelawar Asal Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara. Dibimbing oleh JOKO
PAMUNGKAS dan LIGAYA ITA TUMBELAKA.
Kelelawar dikenal sebagai reservoar alami untuk virus-virus yang baru
muncul, seperti Lyssaviruses, Coronavirus, Ebola virus, virus Nipah, dan banyak
lainnya. Karena kelimpahan populasi, distribusi yang luas dan mobilitasnya,
kelelawar memiliki risiko lebih besar sebagai sumber penularan zoonosis
dibandingkan dengan hewan lain. Peran kelelawar sebagai reservoar bagi banyak
pathogen semakin mendapat perhatian, setelah ditemukannya kasus epidemik
Severe Acute Respiratory Coronavirus (SARS-CoV) pada tahun 2003 dan Middle
East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) 2012, sehingga
masyarakat ilmiah mulai memberikan perhatian khusus terhadap coronavirus pada
kelelawar. Virus yang mirip dengan virus penyebab SARS juga ditemukan pada

kelelawar dengan tingkat prevalensi lebih tinggi.
Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari proyek besar PREDICT
Indonesia, khususnya untuk memeriksa coronavirus pada kelelawar dari Provinsi
Gorontalo dan Sulawesi Utara, Indonesia. Dari 151 sampel feses atau sampel usap
rektum kelelawar besar pemakan buah (Pteropus alecto) yang dianalisis di
laboratorium menggunakan teknik nested Polymerase Chain Reaction (PCR)
untuk mengamplifikasi target dari gen RNA-dependent RNA polymerase (RdRp)
dengan ukuran produk 434 pasang basa, ditemukan 65 sampel diduga positif
(presumptive positive). Enam belas dari 65 sampel presumptive positive, diperiksa
lebih lanjut dengan teknik sekuensing untuk dikonfirmasi sebagai Coronavirus.
Pohon filogenetik terhadap 16 sampel yang dikonfirmasi positif coronavirus
kemudian dianalisis dengan MEGA-6.0 dan hasilnya menunjukkan bahwa sekuen
gen RdRp secara parsial memiliki tingkat kemiripan yang tinggi dengan
coronavirus pada kelelawar yang dilaporkan sebelumnya di Indonesia dan
Thailand.

Kata kunci: Coronavirus, Indonesia, Konsensus PCR, Pteropus alecto.

SUMMARY
WENTI DWI FEBRIANI. Detection and Partial Characterization of Coronavirus

from Bats Originated from Gorontalo and North Sulawesi Provinces. Supervised
by JOKO PAMUNGKAS and LIGAYA ITA TUMBELAKA.
Bats are known as natural reservoirs for potential emerging infectious
viruses, such as Lyssaviruses, Coronaviruses, Ebola viruses, Nipah virus, and
many others. Because of their abudance in population, wide distribution and
mobility, bats have a greater risk as source for zoonotic transmission than other
animals. Despite the facts of their role as reservoirs for many pathogens, not until
an epidemic of Severe Acute Respiratory Coronavirus (SARS-CoV) in 2003 and
Middle-East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) in 2012, that
scientific community pay much attention about coronavirus in bats. SARS-like
virus also found in bats with a higher prevalence rate.
This study was conducted as part of bigger PREDICT Indonesia project, in
particular to examine coronavirus in bats from Gorontalo and North Sulawesi
provinces, Indonesia. As many as 151 fecal or rectal swab samples collected
from flying foxes (Pteropus alecto) were analyzed in the laboratory using
Consensus Polymerase Chain Reaction (PCR) technique to amplify the target
sequence from RNA-dependent RNA Polymerase (RdRP) gene with 434 basepair
product, resulted 65 samples determined as presumptive positive. Sixteen out of
65 presumptive positive samples by PCR were analyzed further by nucleotide
sequencing and confirmed coronavirus positive. Phylogenetic tree analyses to the

16 coronavirus confirmed-sequences were constructed with MEGA-6.0 and the
results showed that the RdRP partial gene sequences have higher similarities to
the previously reported bat coronavirus findings in Indonesia and Thailand.
Keywords: Consensus PCR, Coronavirus, Indonesia, Pteropus alecto

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI DAN KARAKTERISASI PARSIAL CORONAVIRUS
DARI KELELAWAR ASAL PROVINSI GORONTALO DAN
SULAWESI UTARA

WENTI DWI FEBRIANI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi Medik

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Drh. Surachmi Setyaningsih Ph.D

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2015 ini ialah
deteksi virus, dengan judul Deteksi dan karakterisasi parsial coronavirus dari
kelelawar asal Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara. Penelitian ini didanai oleh

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang
bekerjasama dengan PREDICT. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Sains di Program Studi Mikrobiologi Medik, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Drh Joko Pamungkas MSc
dan Ibu Dr Drh Ligaya ITA Tumbelaka MSc.,Sp.MP selaku pembimbing yang
memberikan banyak, arahan, bimbingan, selama proses penelitian dan penulisan
tesis, Profesor Dr Drh Fachriyan H Pasaribu selaku ketua Prodi Mikrobiologi
medik, Ibu Drh. Surachmi Setyaningsih Ph.D selaku penguji luar komisi atas
kesediaan waktu dan masukan yang diberikan, kepala staf laboratorium
Bioteknologi Bapak Dr.Uus Saepuloh M.Biomed yang banyak memberikan
arahan dan staf pusat studi satwa primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor yang
telah membantu selama pengumpulan data, Bapak dan Ibu staf pengajar yang
memberi dukungan penelitian, kepada teman-teman Mikrobiologi Medik 2014,
teman-teman kos Tridara yang telah memberikan dukungan, Bapak, Ibu dan
kakak dirumah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016
Wenti Dwi Febriani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

1

DAFTAR TABEL
1 Identitas persentase nukleotida Coronavirus

12


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Black Flying fox (Pteropus alecto)
Struktur coronavirus
Diagram skematis gen yang diamplifikasi deteksi Coronavirus
Siklus hidup coronavirus
Visualisasi hasil nested PCR
Visualisasi hasil nested PCR
Pohon filogenetik

4
5

6
7
11
11
14

DAFTAR LAMPIRAN
1

Pensejajaran sekuens Bat coronavirus INDSWBT regio RdRp isolat
hasil studi menggunakan CLUSTALW

2

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keragaman hayati melimpah, baik flora ataupun fauna
dan memiliki luas wilayah hutan sekitar 162 juta hektar dengan berbagai
ekosistem di dalamnya termasuk habitat kelelawar (Yudhoyono 2015). Pulau
Sulawesi yang sebagian besar wilayahnya termasuk dalam zona ekologi garis

Wallace menjadi rumah bagi banyak flora atau fauna di Indonesia. Sekitar 62
spesies kelelawar di dunia terdapat di Sulawesi (Heinrichs et al. 1997). Kelelawar
besar pemakan buah diketahui merupakan reservoar yang berpotensi sebagai
penyebab munculnya patogen. Karena kelimpahan, distribusi dan mobilitasnya
kelelawar memberi resiko tinggi untuk transmisi zoonosis dibandingkan dengan
hewan lain (Calisher et al. 2006). Interaksi satwa liar dengan manusia tersebut
diperantarai oleh beberapa pemicu (drivers): pembukaan hutan, industri
penambangan, ekowisata, transportasi, perburuan dan perdagangan satwa liar,
serta konsumsi daging satwa liar. Masyarakat Sulawesi Utara (suku Minahasa)
dikenal sebagai konsumen berbagai hewan domestik ataupun hewan liar.
Kelelawar adalah salah satu daging yang paling disukai, bahkan menjadi extreme
culinary (Whitten et al. 1987).
Pada mulanya infeksi coronavirus pada manusia kurang begitu diperhatikan
hingga ditemukannya coronavirus tipe baru yang menyebabkan epidemik pada
tahun 2003, yaitu SARS-CoV serta Middle-East Respiratory Syndrome
Coronavirus (MERS-CoV) pada tahun 2012 yang menginfeksi lebih dari 8000
individu di dunia dan menyebabkan kematian sebanyak 774 individu (Poon et al.
2004). Gejala umum pada SARS meliputi demam tinggi dengan suhu tubuh
melebihi 38°C yang diikuti dengan gejala pneumonia ([CDC] 2015; Mahon et al.
2014). Di Asia tenggara, ditemukan kelelawar yang diketahui membawa

coronavirus di beberapa negara termasuk Filipina ( Watanabe et al. 2010) dan
Thailand (Gouilh et al. 2011).
Implementasi konsep Satu Kesehatan atau One Health diperlukan dalam
rangka pencegahan penularan agen penyakit dari satwa liar kepada manusia.
Lebih jauh, implementasi konsep tersebut diharapkan akan dapat mencegah
kejadian pandemik suatu penyakit yang dapat mengancam kehidupan manusia.
One Health merupakan upaya kolaboratif dari berbagai disiplin yang bekerja di
tingkat lokal, nasional dan global untuk mencapai kesehatan yang optimal untuk
manusia, hewan, dan lingkungan (Barrett dan Osofsky 2013). Konsep One Health
juga akan mendorong kemitraan yang lebih erat diberbagai sektor pemerintah dan
para stakeholder terkait untuk mengembangkan dan mengevaluasi metode
diagnostik baru, pengobatan dan vaksin untuk pencegahan dan pengendalian
penyakit lintas spesies, secara bersamaan dengan upaya untuk menginformasikan
dan mengedukasi para pemimpin politik dan publik.
Surveilans merupakan langkah pengumpulan data yang dilakukan secara
rutin dan terus menerus. Mengingat coronavirus memiliki potensi berbahaya
sebagai agen patogen sehingga surveilans virus pada kelelawar penting dilakukan
untuk menunjukkan adanya jenis virus yang dikategorikan sebagai patogen
penyebab penyakit menular yang baru muncul (emerging infecemerging tious

2
disease) yang bersifat zoonotik. Adanya interaksi antara kelelawar dan manusia
(human-animal interface) khususnya di wilayah Sulawesi Utara dapat
meningkatkan resiko tertularnya manusia terhadap penyakit zoonosis. Di
Indonesia masih belum banyak penelitian mengenai coronavirus pada kelelawar,
oleh karena itu diperlukan adanya penelitian mengenai identifikasi dan
karakterisasi parsial coronavirus dari kelelawar besar pemakan buah yang
bertujuan untuk mendeteksi dan karakterisasi parsial materi genetik dari kelelawar
besar pemakan buah di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara dan
membandingkan tingkat kekerabatan genetik virus yang dideteksi dan
diidentifikasi tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai virus yang dideteksi dan diidentifikasi pada kelelawar besar pemakan
buah serta tingkat kekerabatan genetiknya untuk membantu pihak yang
berwenang untuk membangun kebijakan terkait.
Perumusan Masalah
Hasil surveilans virus pada kelelawar besar pemakan buah ditemukan
beberapa jenis virus yang dikategorikan sebagai penyebab penyakit yang baru
muncul (emerging infectious disease) yang bersifat zoonosis. Adanya interaksi
antara kelelawar dan manusia (human-animal interface) khususnya di wilayah
Sulawesi Utara dan Gorontalo dapat meningkatkan risiko tertularnya manusia oleh
penyakit zoonotik baru ini. Dengan melakukan penelilitan mengenai identifikasi
dan karakterisasi parsial coronavirus dari kelelawar besar pemakan buah
diharapkan dapat mencegah risiko terjadinya penularan coronavirus pada manusia
yang dapat bersifat fatal.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Deteksi coronavirus dari kelelawar besar pemakan buah asal Provinsi
Gorontalo dan Sulawesi Utara
Karakterisasi pada tingkat molekular dari genom coronavirus
Menentukan tingkat kekerabatan (melalui pohon filogenteik) virus yang
dideteksi dan diidentifikasi dari kelelawar.
Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi mengenai identifikasi dan karakterisasi parsial virus yang dideteksi pada
kelelawar besar pemakan buah dan dari pohon filogenetik terkait kekerabatannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Sampel spesimen merupakan feses atau usap rektum dari kelelawar besar
pemakan buah pada daerah yang memiliki human-animal interface di Sulawesi
Utara (pasar tradisional Beriman di daerah Tomohon, pasar tradisional Bersehati
di daerah Manado) serta dari hutan bakau alami di Olibuu. Spesimen yang akan
diperiksa merupakan spesimen arsip milik Pusat Studi Satwa Primata IPB yang
dikoleksi dari proyek PREDICT Indonesia.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelelawar
Kelelawar merupakan salah satu jenis mamalia yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut paniki, niki
atau lawa; orang Sunda menyebutnya kampret, lalai; orang Jawa menyebutnya
lowo, lawa, codot, kampret; Suku Dayak di Kalimantan menyebutnya hawa, prok,
cecadu, kusing dan tayo (Suyanto 2001).
Biologi Kelelawar
Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dan
digolongkan dalam Bangsa Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”,
karena anggota tubuh bagian depannya termodifikasi menjadi sayap, meskipun
berbeda dengan sayap pada burung. Sayap kelelawar merupakan perluasan tubuh
yang berdaging, tidak berbulu dan terbentuk dari membran elastis berotot yang
dinamakan patagium. Sayap ini berfungsi untuk terbang dan menyelimuti
tubuhnya ketika bergantung terbalik (Lekagul dan McNeely, 1977). Pada
kelelawar betina patagium juga berfungsi untuk memegang anaknya yang baru
dilahirkan dengan posisi kepala di bawah. Berdasarkan jenis makanannya,
kelelawar digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera), yang memiliki ukuran tubuh
relatif besar dengan bobot berkisar antara 10-1500 g. Jenis dari Marga
Balionycteris, Chironax dan Aethalops memiliki bobot sekitar 10 gram,
sedangkan kalong kapuk (Pteropus vampyrus) yang berukuran paling besar
berbobot lebih dari 1500 gram dengan bentangan sayap mencapai 1700 mm dan
panjang lengan bawah (FA : Fore Arm) berkisar antara 36 - 228 mm.
2. Kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil dengan kisaran bobot tubuh antara 2 - 196 g, panjang lengan
bawah (FA) 22 - 115 mm (Suyanto 2001).
Kelelawar membutuhkan lebih banyak oksigen pada saat terbang, yaitu 27
ml O2/g bobot tubuh, sedangkan saat tidak terbang kelelawar hanya membutuhkan
7 ml O2/g bobot tubuh. Pada saat terbang jantung kelelawar berdenyut lebih cepat
yaitu 822 kali/menit, sedangkan pada saat tidak terbang hanya 522 kali/menit.
Untuk mendukung kebutuhan oksigen yang tinggi, jantung kelelawar berukuran
relatif lebih besar dibandingkan kelompok hewan lain. Jantung kelelawar
berukuran 0.09% dari bobot tubuhnya, sedangkan hewan lain hanya 0.05% dari
bobot tubuhnya. Kebutuhan energi yang tinggi pada saat terbang mengharuskan
kelelawar makan dalam jumlah banyak (Suyanto 2001).
Family Pteropodidae
Kelelawar dari famili Pteropodidae berukuran kecil hingga besar ini (lengan
bawah 40-220 mm) memiliki warna rambut mulai dari coklat, abu-abu hingga
hitam. Wajahnya yang menyerupai anjing menjadi ciri khas famili ini. Mata yang
relatif besar, telinga yang kecil, mocong yang kuat dan hidung yang sederhana
melengkapi penampakan famili Pteropodidae. Semua jenis dari famili ini
memiliki cakar kecuali Marga Dobsonia, Eonycteris, Neopteryx, Melonycteris,

4
Notopteris. Ekor dan selaput ekor berukuran relatif kecil atau tidak terdapat sama
sekali (Corbet dan Hill 1992).
Kelelawar dari famili Pteropodidae beraktivitas pada sore dan malam hari,
terkadang terbang hingga puluhan kilometer untuk mencari makan. Makanan
utama famili ini adalah buah, bunga, nektar dan serbuk sari. Sebagian besar
kelelawar ini menggelantung di cabang pohon atau dedaunan, sendiri atau
membentuk kelompok hingga ratusan individu. Kelelawar dari famili
Pteropodidae tidak dapat melakukan ekolokasi namun terdapat satu jenis dari
Marga Rousettus yang melakukan ekolokasi dengan menggunakan suara decak
yang dihasilkan oleh lidah, dan jenis ini dapat ditemukan di gua (Corbet dan Hill
1999; Altringham 1996). Secara ekologi jenis-jenis kelelawar dari famili
Pteropodidae memiliki peran sebagai penyerbuk, penyebar biji tubuhan ataupun
tanaman komersial. Sehingga keberadaan mereka merupakan salah satu kunci
keberhasilan regenereasi hutan maupun dan produksi buah-buahan. Famili
Pteropodidae terdiri dari 42 Marga dan 169 jenis di dunia (Nowak 1999).

Gambar 1 Black flying-fox (Pteropus alecto).
Sumber : Nick Edards (www.enigmatech.com.au)
Taksonomi Pteropus alecto
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mamalia
Order
: Chiroptera
Family
: Pteropodidae
Genus
: Pteropus
Species
:Pteropus alecto.
Information Facility)

Sumber:

(Global

Biodiversity

5
Coronavirus
Coronavirus menginfeksi berbagai mamalia serta spesies burung. Pada
umumnya dapat menyebabkan gangguan pernapasan atau infeksi usus, tetapi
beberapa coronavirus juga dapat menginfeksi organ lain (hati, ginjal, dan otak).
Taksonomi Coronavirus
Ordo
: Nidovirales
Family
: Coronaviridae
Subfamily
: Coronavirinae
Genus Alphacoronavirus; tipe spesies – Alphacoronavirus 1
Genus Betacoronavirus; tipe spesies – Murine coronavirus
Genus Deltacoronavirus; tipe spesies – Bulbul coronavirus
HKU11
Genus Gammacoronavirus; tipe spesies – Avian coronavirus
Subfamily: Torovirinae
Genus Bafinivirus; White Bream virus
Genus Torovirus; type species – Equine torovirus (Drexler et al.
2014)
Struktur Coronavirus
Coronavirus memiliki materi genetik berupa RNA utas tunggal bermuatan
positif dengan ukuran 27-32 Kbp. Genom coronavirus menyandikan berbagai
protein struktural yang penting dalam siklus hidupnya seperti protein spike (S),
hemagglutinin esterase (HE), membrane (M), envelope (E), dan nukleokapsid
(N) (de Haan et al. 1998; Mahon et al. 2014; Navas-Martin & Weiss 2004).

Gambar 2 Struktur coronavirus
Sumber: ncbi.nlm.nih.gov/

6
Genom coronavirus

Gambar 3 Diagram skematis gen yang diamplifikasi untuk deteksi coronavirus dari
kelelawar berdasarkan replikasi gen coronavirus. Sumber: ncbi.nlm.nih.gov/

Protein yang terdapat dalam coronavirus berupa S (spike) protein (150k),
HE protein (65kD), M (membran) protein, E (envelope) protein (9-12kD), dan N
(nucleocapsid) protein (60kD).
1. S (spike) protein (150k)
S protein dapat mengikat asam salisilat (9-O-acetyl neuraminic acid) pada
permukaan membrane sel inang dimana hal ini memberi kemampuan virus untuk
hemagglutinasi dan merupakan antibodi yang melawan S protein dinetralisasi.
2. HE protein (65kD)
Hanya terdapat pada coronavirus yang mempunyai protein hemagglutininesterase. Bentuk protein ini juga seperti paku (lebih kecil dari S protein) pada
permukaan virus. Protein ini juga dapat mengikat asam salisilat. Aktivitas esterase
dari HE protein dapat memecah asam salisilat dari rantai gula, yang dapa
membantu virus untuk masuk dalam sel inang dan bereplikasi. Antibodi yang
melawan HE protein juga akan dinetralisasi oleh virus.
3. M (membran) protein
Protein ini membantu perlekatan nukleokapsid ke membran dari struktur
internal seperti Badan Golgi dan tidak ditemukan pada membran plasma sel.
4. E (envelope) protein (9-12kD)
Protein kecil ini juga terdapat pada membran virus. Pada sel yang terinfeksi,
protein ini ditemukan di sekitar nucleus dan permukaan sel.
5. N (nucleocapsid) protein (60kD)
Nukleokapsid protein mengikat genom RNA didahului dengan beberapa
rangkaian dan menuju M protein pada permukaan dalam membrane virus. N
protein merupakan protein terfosforilasi. Tidak seperti virus RNA lain,
coronavirus tidak bergabung dengan RNA polymerase dalam partikel virus.
Polymerase dibuat setelah infeksi dengan menggunakan genom RNA positif
sebagai mRNA.
Coronavirus merupakan sekelompok virus yang menimbulkan keluhan
saluran pernafasan manusia, mulai dari ringan seperti common cold hingga
mematikan seperti severe acute respiratory syndrome (SARS). Middle-east

7
respiratory syndrome/coronavirus (MERS-CoV) merupakan sindrom coronavirus
yang ditemukan di Saudi Arabia pada tahun 2012 (WHO). MERS-CoV
menimbulkan gejala berupa demam, batuk, dan sesak napas. Virus tersebut
ditularkan dari hewan (unta) kepada manusia melalui kontak langsung dengan
hewan maupun produknya (daging, susu). Populasi berisiko tinggi antara lain
lanjut usia, penyandang diabetes melitus. Daging atau susu unta harus
dipasteurisasi sebelum dikonsumsi untuk mencegah MERS-CoV.

Gambar 4 Siklus hidup coronavirus (Sumber: ncbi.nlm.nih.gov)
Replikasi coronavirus diawali dengan proses pelekatan protein S ke reseptor
sel inang yang akan menyebabkan fusi dari sel inang dan membran virion. Setelah
virion masuk ke dalam sitoplasma, genom dari virus akan ditranslasikan menjadi
poliprotein replikase. Replikase ini kemudian akan menggunakan genom cetakan
untuk sintesis RNA genom baru dan RNA subgenom melalui bentuk perantara
berupa RNA utas negatif. RNA subgenom ditranslasikan menjadi protein
struktural sedangkan RNA genom akan melalui proses replikasi yang
menghasilkan RNA genom positif. Setelah komponen-komponen virus dibuat,
komponen-komponen tersebut disusun menjadi partikel virus baru dan virus akan
keluar dari sel inang. Secara singkat, replikasi coronavirus dapat dilihat pada
gambar 2 (Masters 2006). Sebagai hasil dari mekanisme yang unik dari replikasi
virus, coronavirus memiliki frekuensi rekombinasi yang tinggi. Coronavirus
memiliki tingkat rekombinasi dan mutasi yang tinggi memungkinkan untuk
beradaptasi dengan host baru (Lai dan Cavanagh 1997).
Kelelawar sebagai reservoar agen penyakit
Indonesia kaya akan keragaman hayati yang dapat dijadikan sumber daging,
diantaranya terdapat 205 jenis kelelawar atau sekitar 21% dari semua jenis
kelelawar yang ada di dunia (Suyanto 2001). Berdasarkan jenis makanan,
kelelawar dibagi menjadi dua subordo yaitu subordo megachiroptera yaitu
pemakan tumbuhan, terdiri atas satu famili yaitu Pteropodidae, 42 genus, 175

8
spesies, dan subordo microchiroptera yaitu pemakan serangga, terdiri atas 16
famili, 145 genus dan 788 spesies. Ada sekitar 62 spesies kelelawar, baik jenis
dalam ukuran yang relatif besar, maupun sampai pada jenis yang terkecil di dunia,
terdapat di Sulawesi (Whitten et al. 1987; Heinrichs et al. 1997). Salah satu
spesies kelelawar yang memiliki ukuran tubuh lebih besar, yang hidup tersebar di
beberapa habitat hutan hujan tropis di Sulawesi bagian Utara adalah rubah hitam
terbang (Black flying fox) Pteropus alecto. Spesies ini pertama kali dijelaskan
oleh Temminck (1837) dalam Wilson dan Reeder (2005) berdasarkan spesimen
yang diperoleh dari Manado, Sulawesi Utara. Spesies Pteropus alecto (Black
flying fox, termasuk dalam famili Pteropodidae (Ten Pas 2004; Myers et al.
2014). Di Sulawesi, suborodo megachiroptera terdapat 11 genus dan 22 spesies
(Flanery 1995; Suyanto 2001; Maryanto dan Yani 2003)
Kelelawar merupakan reservoir aneka macam jenis virus termasuk virus
yang memiliki potensi zoonosis seperti Nipah, Hendra, Marburg, dan Rabies
(Calisher et al. 2006; Sasaki et al. 2012; Schountz 2014 ). Selain virus-virus yang
telah disebutkan sebelumnya, diketahui bahwa kelelawar juga merupakan
reservoir alami dari coronavirus (Lau et al. 2005; Memish et al. 2013). Kelelawar
membawa virus yang menyebabkan kejadian SARS dan MERS pada manusia
(Schountz 2014). Kelelawar dapat bertahan terhadap infeksi virus dan menjaga
perkembangan virus dalam tubuhnya. Hal ini didukung oleh kemampuannya
untuk berhibernasi. Suhu tubuh kelelawar saat hibernasi adalah 8°C sampai
dengan 24°C. Suhu dingin dapat mengendalikan viremia yang terjadi dalam tubuh
kelelawar sehingga kelelawar tetap bertahan hidup. Akibatnya, kelelawar dapat
menularkan virus melalui sekretnya dan individu yang rentan terhadap virus
terinfeksi (Calisher et al. 2006).
Tingginya laju deforestasi meningkatkan interaksi antara manusia dengan
satwa liar termasuk diantaranya kelelawar. Densitas populasi kelelawar yang
padat dan perilaku bersarang dengan populasi besar meningkatkan transmisi virus
intra dan antar spesies (Calisher et al. 2006). Beberapa spesies kelelawar memiliki
sifat bermigrasi. Indonesia merupakan jalur migrasi kelelawar antara Australia
dan Papua nugini. (Calisher et al. 2006; Breed et al. 2010). Jarak terbang
kelelawar yang jauh dan perannya sebagai reservoir berbagai virus
memungkinkan penyebaran dan penularan virus antar wilayah. Hal ini
meningkatkan risiko terjadinya wabah penyakit, termasuk penyakit baru (new
emerging disease). Di China, terdapat banyak pasar yang menjual hewan hidup
sebagai bahan makanan. Diantara banyak hewan yang dijual, terdapat kelelawar
tapal kuda dan musang. Keadaan pasar yang penuh hewan-hewan yang dijual
memungkinkan terjadinya infeksi dari kelelawar ke musang. Infeksi langsung ke
manusia juga dapat dimungkin dapat terjadi. Infeksi silang oleh coronavirus dapat
terjadi karena RNA polimerase pada coronavirus yang tidak mempunyai aktivitas
proofreading memungkinkan terjadinya mutasi pada protein S pada proses
replikasi sehingga virus dapat menginfeksi musang dan manusia yang melakukan
kontak dengan kelelawar (Sompayrac 2012).

9

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016.
Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pusat Studi Satwa
Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB), Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain feses kelelawar, buffer AVL,etanol
absolut, buffer AW1 AW2, buffer AVE QIAamp® Viral RNA Mini kit (QIAGEN).
Transkripsi balik dilakukan dengan SuperScript™ III First-Strand Synthesis
System for RT-PCR (Invitrogen), random hexamer, dNTP mix, RT buffer, MgCl2,
DTT, RNAse OUT, dan SuperScript III Reverse-Transcriptase (SS III RT), Kappa
HotStart ready mix (Kappa HS), nuclease-free water, gel agarosa.

Alat
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian adalah mesin PCR,
mikropipet, mikrotips, freezer, refrigerator, sentrifus, vortex, inkubator, dan BSC
(Biosafety cabinet), timbangan digital, spatula steril, GelDoc (Bio-Rad).

Analisis Laboratorium
Ekstraksi Sampel RNA
Sebanyak 151 sampel feses (fecal swab) dari kelelawar diekstraksi
menggunakan QIAamp® Viral RNA Mini kit (QIAGEN). Sampel didapat dari arsip
milik PREDICT Indonesia-PSSP-IPB. Proses ekstraksi dimulai dengan tahap lisis
menggunakan buffer AVL. Tahapan dilanjutkan dengan mengendapkan RNA
dengan etanol absolut, RNA dipisahkan dari pengotornya menggunakan buffer
AW1 dan AW2 yang disertai dengan proses sentrifugasi menggunakan kolom
yang memiliki membran yang dapat mengikat RNA. Tahapan akhir adalah, RNA
dielusi dengan menggunakan buffer AVE.
Transkripsi Balik
Transkripsi balik dilakukan untuk mengubah RNA yang berhasil diisolasi
menjadi cDNA. Transkripsi balik dilakukan dengan SuperScript™ III First-Strand
Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen). Master mix pertama berisi 1 µl random
hexamer, 1 µl dNTP mix, 10 µl RNA, dan 1 µl air steril. Campuran ini kemudian
diinkubasi pada suhu 65 °C selama 5 menit dan didinginkan pada suhu 4 °C
selama 2 menit. Setelah campuran pertama selesai dibuat, tahapan dilanjutkan
dengan membuat master mix kedua untuk sintesis cDNA. Pada setiap sampel
dibutuhkan 2 µl 10x RT buffer, 4 µl MgCl2, 2 µl DTT, 1 µl RNAse OUT, dan 1 µl

10
SuperScript III Reverse-Transcriptase (SS III RT). Campuran yang telah dibuat
kemudian diinkubasi pada kondisi 25 °C selama 10 menit, 50 °C selama 50 menit,
85 °C selama 5 menit, dan didinginkan pada suhu 4 °C.
Amplifikasi coronavirus
Amplifikasi coronavirus dilakukan dengan metode nested PCR
menggunakan empat primer berbeda. Proses amplifikasi dibagi menjadi dua
protokol. Protokol pertama menggunakan primer CoV-FWD1 dan CoV-RVS1
yang dilanjutkan dengan proses nested PCR menggunakan primer CoV-FWD2
dan CoV-RVS2. Protokol kedua menggunakan primer CoV-FWD3 dan CoVRVS3 yang dilanjutkan dengan proses nested PCR menggunakan primer CoVFWD4/Bats
dan
CoV-RVS3
dengan
forward
5’GAYTSYCCHAARTGTGAYAGAGC-3’
dan
reverse
5’CCATCATCASWYRAATCATCATA-3’ yang sejajar dengan kontrol positif
yang digunakan (Watanabe et al. 2010).

Visualisasi Hasil Amplifikasi
Visualisasi dilakukan pada gel agarosa 1,8% yang mengandung etidium
bromida 10mg/ml sebanyak 10 µl. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100
Volt selama 45 menit di dalam buffer TAE 1×. Setelah proses elektroforesis
selesai, hasil yang didapat divisualisasi dengan GelDoc (Bio-Rad).
Analisis Hasil sekuensing
Hasil sekuensing yang didapat akan dianalisis lebih lanjut dengan teknik
alignment menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST),
NCBI.
Analisis Data
Data penelitian dianalisis secara deskriptif menggunakan MEGA 6.0. Pohon
filogenetik juga dibuat untuk melihat kekerabatan virus dengan menggunakan
program BioEdit dan Molecular Evolutionary Genetics Analysis 6.0 (MEGA 6.0)
dengan sekuen pembanding berupa RNA-dependent RNA polymerase
Analisis sekuensing terhadap sampel yang menunjukkan hasil positif pada
proses amplifikasi dan visualisasi dianalisis melalui proses sekuensing. Hasil
sekuensing yang didapat akan dianalisis lebih lanjut dengan teknik alignment
menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST), NCBI.
Pohon filogenetik juga dibuat untuk melihat kekerabatan virus dengan
menggunakan program BioEdit dan Molecular Evolutionary Genetics Analysis 6
(MEGA 6) dengan sekuen pembanding berupa RNA-dependent RNA polymerase.

11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sebanyak 151 sampel feses atau usap rektum kelelawar besar pemakan buah
(Pteropus alecto) yang dideteksi, ditemukan 65 sampel presumptive positive yang
ditunjukkan dengan keberadaan pita sebesar 434 pasang basa (Gb. 1 dan Gb. 2)
parsial gen RNA-dependent RNA polymerase (RdRp). Enambelas dari 65 sampel
presumptive positive diperiksa lebih lanjut dengan dilakukan sekuensing.

434 bp

M 11 11 22 22 33 33 97 97
Gambar 5 Visualisasi hasil nested PCR dari 4 sampel fecal swab kelelawar asal Tomohon dan
Bersehati menggunakan primer CoV F4/Bat dan CoV RVS3. M: marker Vc 100 bp
DNA ladder, lane 3-10: Hasil positif nested PCR

434 bp

M
37 49 52 55 1 2 3 10 80 84 25 16
Gambar 6 Visualisasi hasil nested PCR dari 12 sampel fecal swab kelelawar asal Tomohon,
Bersehati dan hutan bakau Olibuu menggunakan primer CoV F4/Bat dan CoV
RVS3. M: marker Vc 100 bp, DNA ladder, lane 3-14: Hasil positif nested PCR

Enambelas sampel positif yang dikonfirmasi sebagai coronavirus kemudian
dianalisis lebih lanjut kekerabatannya dengan menggunakan perangkat lunak
bioinformatika. Pem-buatan pohon filogenetik menggunakan program Molecular
Evolutionary Genetics Analysis 6 (MEGA 6). Program ini dapat digunakan untuk
mengestimasi jarak evolusi, menyusun pohon filogenetik, dan menghitung
kuantitas statistika dari data molekuler (Kumar et al. 1994).
Hasil analisis BLAST menunjukkan bahwa sampel INDSWBT 101,
INDSWBT 102, dan INDSWBT 103 memiliki 98% identitas nukleotida terhadap
isolat asal Indonesia (BatCoV IFB2012-8F) dengan kode akses AB18719 yang
berasal dari spesies kelelawar Dobsonia moluccensis (Anindita et al. 2015).
Sedangkan sampel lainnya INDSWBT033, INDSWBT110, INDSWBT192,
INDSWBT011, INDSWBT198, INDSWBT016, INDSWBT097, INDSWBT025,

12
INDSWBT180, INDSWBT195, INDSWBT080, INDSWBT084, INDSWBT022
memiliki 85-88% kemiripan identitas nukleotida terhadap isolat asal Thailand
(BatCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012) dengan kode akses KJ020607 yang
berasal dari spesies kelelawar Scotophilus heathii (Wacharapluesadee et al. 2015).
Tabel 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Identitas persentase nukleotida Coronavirus sampel feses atau usap
rektum berdasarkan hasil analisis BLAST
Nomor ID
Asal daerah % Identitas virus
INDSWBT 011 Tomohon
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 022 Tomohon
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 033 Tomohon
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 110 Olibuu
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 192 Olibuu
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 198 Olibuu
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 016 Tomohon
85% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 097 Manado
87% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 080 Manado
88% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 084 Manado
88% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 180 Olibuu
88% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 195 Olibuu
88% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 025 Tomohon
88% Bat coronavirus Thailand
BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012
INDSWBT 101 Olibuu
98% Bat coronavirus Indonesia IFB
2012-8F Dobsonia moluccensis
INDSWBT 102 Olibuu
98% Bat coronavirus Indonesia IFB
2012-8F Dobsonia moluccensis
INDSWBT 103 Olibuu
98% Bat coronavirus Indonesia IFB
2012-8F Dobsonia moluccensis

Analisis pohon Filogenetik menunjukkan bahwa 16 sampel tergolong ke
dalam genus Betacoronavirus dan menunjukkan dua cluster besar. Pada kelompok
pertama terdapat 13 spesimen INDSWBT033, INDSWBT110, INDSWBT192,
INDSWBT011, INDSWBT198, INDSWBT016, INDSWBT097, INDSWBT025,
INDSWBT180, INDSWBT195, INDSWBT080, INDSWBT084, INDSWBT022
memiliki 85-87% identitas kesamaan nukleotida satu sama lain yang terkait
dengan Bat CoV dari Thailand (KJ020607)

13
Kelompok kedua terdiri dari tiga spesimen (INDSWBT101, INDSWBT 102,
dan INDSWBT103) memiliki 99% identitas kesamaan nukleotida satu sama lain
yang terkait erat dengan isolat asal Indonesia yaitu BatCoV IFB2012-8F dengan
kode akses AB918719 dan berkerabat dengan isolat coronavirus Thailand dari
kelelawar dengan kode akses BtKY78, dari Kenya dengan kode akses GU065422,
isolat Bat CoV dari Lebanon dengan kode akses KT368821, isolat Bat CoV
Rousettus / Mesir / NRC-HKU-308 dari Mesir dengan kode akses KT3462421,
isolat Bat CoV 2265 / Filipina / 2010 dari Filipina dengan kode akses AB683970,
Rousettus Bat Alphacoronavirus regangan ML_32I (KP895524) , dan isolat Bat
CoV dengan kode akses KU182986 dari Cina. Penyusunan pohon filogenetik
dibandingkan juga dengan sekuen dari sampel yang diketahui terdapat coronavirus
termasuk SARS-CoV dan MERS-CoV yang telah ada di GenBank yang
menunjukkan cluster INDSWBT jauh dengan SARS-CoV dan MERS CoV.

14
Bat coronavirus INDSWBT 033_2016 Pteropus alecto

34
29

Bat coronavirus INDSWBT 110_2016 Pteropus alecto
Bat coronavirus INDSWBT 192_2016 Pteropus alecto

53

Bat coronavirus INDSWBT 011_2016 Pteropus alecto

78
80

Bat coronavirus INDSWBT 198_2016 Pteropus alecto

100

Bat coronavirus INDSWBT 016_2016 Pteropus alecto

60

Bat coronavirus INDSWBT 097_2016 Pteropus alecto
Bat coronavirus BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012

94

Bat coronavirus INDSWBT 025_2016 Pteropus alecto
Bat coronavirus INDSWBT 180_2016 Pteropus alecto
Bat coronavirus INDSWBT 195_2016 Pteropus alecto

96

100

Bat coronavirus INDSWBT 080_2016 Pteropus alecto
Bat coronavirus INDSWBT 084_2016 Pteropus alecto
81

Bat coronavirus INDSWBT 022_2016 Pteropus alecto
Rousettus Bat Alphacoronavirus strain ML_32I gi916354740

100

Bat coronavirus gi1023043649
Bat coronavirus 2265/Philippines/2010 gi400131953

81

Kenya bat coronavirus BtKY78 gi309243330
85

Bat coronavirus gi973747044

100
86

Bat coronavirus isolate Rousettus/Egypt/NRC-HKU-308 gi973747026

92

Bat coronavirus INDSWBT 101_2016 Pteropus alecto

87

38

Bat coronavirus IFB2012-8F Dobsonia moluccensis
Bat coronavirus INDSWBT 102_2016 Pteropus alecto

100

Bat coronavirus INDSWBT 103_2016 Pteropus alecto

89

SARS Coronavirus GD69
77

Bat SARS Coronavirus HKU3-2

100

Bat SARS coronavirus RF1

52
97

BtMd-BetaCoV/HuB2013 gi641457838

Human coronavirus OC4 3

83
100

Murine hepatitis virus
Human coronavirus HKU1

45

Bat coronavirus HKU4 isolate HKU4-2

45

Bat coronavirus HKU 5 isolate HKU5-1
99

MERS_CoV_isolate_Al_Hasa_1_2013
87

100

MERS_CoV
100

Human_Betacoronavirus_2c_England_Qatar/2012
Avian infectious bronchitis virus
Transmissible gastroenteritis virus
Human coronavirus

99

Bat coronavirus HKU2

57

Bat coronavirus ANK047F gi829489716
SARS-related bat coronavirus gi656462620

99

Rousettus bat coronavirus/Kenya/KY06/2006 gi323371237

99

Eidolon bat coronavirus/Kenya/KY24/2006 gi323371228

100

Bat coronavirus HKU9-10-1 gi304435174
Middle East respiratory syndrome coronavirus gi968561661

89

Bat SARS coronavirus HKU3-8 gi292660183

78
100

SARS coronavirus ExoN1 gi530340873
99 SARS coronavirus gi404325870

0.05

Gambar 7 Pohon filogenetik disusun dari sampel asal Indonesia yang diduga positif terhadap
infeksi coronavirus. Ke-16 sampel positif dibandingkan dengan sekuen-sekuen
coronavirus lainnya yang terdapat di GenBank.

15
Pembahasan
Penelitian ini merupakan bagian dari proyek PREDICT Indonesia, dimana
pengambilan sampel feses atau usap rektum kelelawar besar pemakan buah
dilakukan di tiga daerah di Provinsi Gorontalo (hutan bakau Olibuu) dan Sulawesi
Utara: Manado (pasar Bersehati), Tomohon (pasar Beriman). Pengambilan sampel
di lapang dilakukan oleh tim PREDICT Indonesia yang diambil secara
oportunistik dari pengumpul kelelawar besar pemakan buah di daerah setempat
sebelum kelelawar besar pemakan buah didistribusikan untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Penjualan daging kelelawar besar pemakan buah di pasar
tradisional di daerah tersebut tanpa adanya regulasi layaknya pemotongan hewan
ternak, sehingga potensi penularan agen penyakit yang dibawa oleh kelelawar
yang di transmisikan ke manusia sangat dimungkinkan terinfeksi virus. Namun
demikian tidak hanya konsumen yang memiliki resiko terpapar agen petogen tapi
juga para penangkap atau pemburu (hunters) kelelawar, pengumpul, keluarga dari
pengumpul, orang yang mendistribusikan, serta penjual memiliki resiko atau
potensi tertular infeksi coronavirus yang dibawa oleh kelelawar. Cara pemasakan
ataupun pengolahan menjadi faktor resiko terinfeksi virus. Dalam hal ini, Malole
(1987) mengatakan bahwa sebagian besar virus dapat diinaktifkan dengan suhu
56°C selama 30 menit atau 100°C selama beberapa detik, tetapi sifat virus
berbeda tergantung jenisnya sehingga sifat ketahanan terhadap pemanasan, dan
pengaruh pH yang berbeda. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka peluang untuk
rusaknya partikel virus akibat terjadinya denaturasi protein semakin besar.
Pemanasan suhu tertentu mempunyai pengaruh terhadap struktur protein virus
sehingga terjadi denaturasi protein yang menyebabkan rusaknya partikel virus dan
akan menghilang inefektifitas virus atau menyebabkan virus tersebut inaktif.
Hasil penelitian menunjukkan 65 sampel dari 151 sampel (43,04%)
Pteropus alecto spesimen feses atau usap rektum adalah presumptive positive
coronavirus. Sementara itu, 16 dari 65 sampel presumptive positive coronavirus
dikonfirmasi postif coronavirus (24,6%), selebihnya masih belum dilakukan
sekuensing karena keterbatasan dana penelitian. Penelitian menggunakan hewan
coba dapat dilakukan untuk mengidentifikasi apakah virus-virus tersebut
berbahaya atau tidak (Clay et al. 2014). Data ini konsisten dengan hasil kelelawar
CoV deteksi dari sampel feses atau jaringan usus yang dilaporkan sebelumnya
(Anindita et al. 2015; Wacharapluesadee et al. 2015 Watanabe at al 2010) yang
menyatakan bahwa coronavirus dapat ditemukan di berbagai spesies kelelawar.
Spesies kelelawar sebagai sumber sampel yang diambil dari Provinsi Gorontalo
(hutan bakau Olibuu) dan Sulawesi Utara: Manado (pasar Bersehati), Tomohon
(pasar Beriman) telah diidentifikasi adalah merupakan spesies kelelawar besar
pemakan buah Pteropus alecto (black flying fox). Sementara itu, isolat virus yang
terkait erat dengan CoV yang ditemukan di Indonesia adalah spesies kelelawar
Dobsonia moluccensis dan spesies kelelawar Scotophilus heathii dari Thailand.
Data menunjukkan bahwa CoV yang identik secara genetic ditemukan di spesies
kelelawar yang berbeda. Data ini juga didukung penelitian sebelumnya tentang
keragaman CoV yang dideteksi pada spesies kelelawar yang berbeda
(Wacharapluesadee et al. 2015).
RNA-dependent RNA polymerase (RdRp) adalah gen yang paling umum
digunakan untuk mendeteksi CoV, karena gen tersebut terdapat wilayah yang

16
conserved pada semua CoV (Xu et al. 2003). Hasil BLAST dan hasil pohon
filogenetik dari 16 sampel positif CoV terdapat dua kelompok CoV yang
terdeteksi berasal dari daerah Olibuu (Gorontalo) dengan spesies kelelawae besar
pemakan buah adalah Pteropus alecto. Tiga sampel (INDSWBT101, INDSWBT
102, dan INDSWBT103) berkerabat dengan CoV yang dilaporkan sebelumnya
dari Paguyaman, Indonesia dengan identitas nukleotida 98%. Desa Olibuu pada
kecamatan Paguyaman pantai sebagai sumber sampel pada penelitian ini dan
kecamatan Paguyaman sebagai sumber sampel yang digunakan pada penelitian
Anindita et al. 2015 sebagai salah satu acuan referensi merupakan wilayah di
dalam kabupaten yang sama di Provinsi Gorontalo Indonesia. Tigabelas spesimen
INDSWBT033, INDSWBT110, INDSWBT192, INDSWBT011, INDSWBT198,
INDSWBT016, INDSWBT097, INDSWBT025, INDSWBT180, INDSWBT195,
INDSWBT080, INDSWBT084, INDSWBT022 memisah dalam kelompok
berbeda (cluster) baru karena memiliki persentase kesamaan yang rendah (85%)
dengan data yang ada di GenBank, meskipun masih berkelompok dengan CoV
dari Thailand. Karakterisasi lebih lanjut untuk gen RdRp keseluruhan atau
wilayah gen lain dari CoV ini diperlukan untuk membuktikan asumsi ini. Secara
umum, CoV pada kelelawar yang diambil dari tiga daerah di Provinsi Gorontalo
(hutan bakau Olibuu) dan Sulawesi Utara: Manado (pasar Bersehati), Tomohon
(pasar Beriman) secara genetik masih memiliki kekerabatan dengan CoV yang
ditemukan di beberapa daerah di dunia (Kenya, China, Thailand, Filipina, Timur
Tengah, dan Madagaskar).
Studi ini menunjukkan bahwa kelelawar besar pemakan buah dari Indonesia
merupakan reservoar untuk virus yang memiliki potensi zoonosis, karena
kelelawar besar pemakan buah juga dikonsumsi oleh masyarakat di beberapa
daerah di Indonesia, sehingga temuan ini penting sebagai informasi untuk
kebijakan terkait. Meskipun CoV tidak menyebabkan penyakit pada kelelawar dan
kekerabatan dari temuan filogenetik dari virus ini dalam penelitian ini cukup jarak
jauh dengan SARS dan MERS-CoV, namun perlu kewaspadaan tentang dampak
dari CoV untuk kesehatan manusia dan bisa menjadi peringatan dini. Data ini
dapat disajikan sebagai data tambahan dan informasi monitoring global dari
munculnya kelelawar CoV yang berpotensi menjadi patogen berbahaya bagi
kesehatan manusia. Ancaman penyakit pandemik muncul diperantarai oleh
interaksi dari satwa liar dan manusia.
Coronavirus diketahui menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan,
dengan berbagai macam gejala mulai dari gangguan saluran pernafasan hingga
terjadinya kematian (Christian et al. 2010; Anindita et al. 2015). Selain saluran
pernafasan, coronavirus juga menyebabkan infeksi pada organ tubuh termasuk
saluran pencernaan, liver, ginjal (Lelli et al. 2013). Pengambilan jumlah sampel di
provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara akan lebih representatif apabila jumlah
sampel ditambah untuk penelitian sejenis untuk mewakili data persebaran virus
yang dibawa oleh kelelawar. Dengan adanya mutasi dan rekombinasi pada
Coronavirus juga menjadi suatu kewaspadaan sebagai early warning untuk
masyarakat luas sehingga surveilans perlu terus dilakukan untuk meningkatkan
kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan sebagai upaya kolaborasi dari One
Health.
Di Indonesia, seperti di negara-negara lain, meningkatnya kontak antara
satwa liar dan manusia menyebabkan risiko lebih besar terhadap paparan

17
pathogen. Gangguan habitat, seperti pembukaan hutan untuk tujuan pertanian atau
pembangunan, transportasi, penjualan dan konsumsi satwa liar, memberikan
peluang kemungkinan berpindahnya patogen dari satwa liar ke manusia.
Pengembangan sistem peringatan dini (early warning), termasuk upaya
pengawasan dan kapasitas diagnostik untuk potensi ancaman penyakit ke manusia,
sangat dibutuhkan oleh instansi pemerintah, kegiatan penelitian, dan lembaga
akademis dalam rangka untuk lebih melayani dan melindungi masyarakat. Data
ini dapat berfungsi sebagai data tambahan dan informasi pengawasan global dari
munculnya coronavirus yang berpotensi sebagai patogen berbahaya untuk
kesehatan manusia.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Enampuluh lima dari 151 sampel diketahui presumptive positive
coronavirus. Enambelas dari 65 sampel ditemukan positif terhadap infeksi dari
coronavirus. Tiga dari 16 sampel positif coronavirus memiliki identitas persentase
tertinggi 98% terhadap BatCoV isolat asal Indonesia IFB2012_8F dengan spesies
kelelawar Dobsonia moluccensis dan 85-88% terhadap Bat coronavirus asal
Thailand isolat BtCoV/B55762/S.hea/CB/Tha/6/2012 dengan spesies kelelawar
Scotophilus heathii.

Saran
Perlu dilakukan karakterisasi lanjutan untuk mencakup daerah atau regio
lain dari genom coronavirus untuk lebih mengetahui tingkat kekerabatan
coronavirus yang telah dideteksi.

18

DAFTAR PUSTAKA
Anindita PD, Sasaki M, Setiyono Agus, Handharyani E, Orba Yasuko, Kobayashi
S, Rahmadani Ibnu, Taha S, Adiani S, Subangkit M, et al. 2015. Detection
of coronavirus genomes in Moluccan naked-Backed fruit bats in Indonesia.
Arc Virol. doi: 10.1007/s00705-015-2342-1.
Altringham JD. 1996. BATS. Biologi and Behaviour. Oxford University Press.
New York
Barrett MA, Osofsky SA. 2013. One Health: Interdependence of People, Other
Species, and the Planet. In Katz DL, Elmore JG, Wild DMG, Lucan
SC,editors. Jekel’s Epidemiology, Biostatistics. Preventive Medicine, and
Public Health (4th ed.). Philadelphia: Elsevier/ Saunders; 2013. pp. 364-377
and online supplement pp. 407-416.
Breed AC, Meng Y, Barr JA, Crameri G, Thalmann CM, Wang LF. 2010.
Prevalence of henipavirus and rubulavirus antibodies in pteropid bats, Papua
New Guinea. Emerg Infect Dis.;16:1997–9.doi: 10.3201/eid1612.100879
Calisher CH, Childs JE, Field HE, Holmes KV, Schountz T. 2006. Bats important
reservoirs hosts of emerging viruses. Clin microbiol. Rev 19:531-545.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Severe Acute
Respiratory Syndrome. [Internet]. [diunduh 2015 Desember 23]. Tersedia
pada:
http://www.cdc.gov/coronavirus/mers/downloads/factsheetmers_en.pdf.
Christian KA, Ijaz K, Dowell SF, Chow CC, Chitale RA, Bresee JS, Mintz E,
Pallansch MA, Wassilak S, McCray E et al. 2013.What we are watching
five top global infectious disease threats, 2012: a perspective from CDC’s
Global Disease Detection Operation Center. J Emerg Health Threats.
6(20632):1-8.
Clay CC, Donart N, Fomukong N, Knight JB, Overheim K, Tipper J, Westrienen
JV, Hahn F, Harrod KS. 2014. Severe acute respiratory syndromecoronavirus infection in aged nonhuman primates is associated with
modulated pulmonary and systemic immune responses. Immunity & Ageing.
11:4. doi: 10.1186/1742-4933-11-4.
Corbet GB, Hill JE. 1992. The mammals of the Indomalayan Region : A
systematic review. Natural history museum publication & Oxford University
Press.
De Haan CAM, Kuo L, Masters PS, Vennema H, Rottier PJM. 1998. Coronavirus
particle assembly: primary structure requirements of the membrane protein.
J Virol 8(72): 6838-6850.
Flannery T. 1995. Mammals of the Soth-Wes Pacific & Moluccan Island. Sydney.
Australian Museum/ReedBook.
Drexler JF, Corman VM, Drosten C. 2014. Ecology, evolution and classification
of bat coronaviruses in the aftermath of SARS. Antiviral Res. 101:45-56.
Gouilh MA, Puechmaille SJ, Gonzales JP, Teehng E, Kittayapong P, Manuguerra
JC. 2011. SARS-coronavirus ancestor’s footprints in South-East Asian bat
colonies and the refuge theory. Infect Evol. 11:1690-1702.

19
Heinrichs S, Zahnke K. 1997. The fruit bats of Sulawesi. BATS Magazine Media
and Education. 15(3). [Internet]. [diunduh 2015 Desember 23]. Tersedia
pada: http://www.batcon.org/resources/media-education/bats-magazine/bat .
Kumar S, Tamura K, Nei M. 1994. MEGA: Molecular Evolutioary Genetics
Analysis software for microcomputers. Comput Appl Biosci 10(2):189-191.
Lai MM, Cavanagh D. 1997. The molecular biology of coronaviruses Res 48:1-10
Lau SK, Woo PC, Li KS, Huang Y, Tsoi HW, Wong BH, Wong SS, Leung SY,
Chan KH, Yuen KY. 2005. Severe acute respiratory syndrome coronaviruslike virus in Chinese horseshoe bats. Proc Natl Acad Sci U S A 102(39):
14040-5.
Lekagul B, McNeely JA. 1977. Mammals of Thailand. Sahakarnbhat. Bangkok.
Lelli D, Papetti A, Sabelli C, Rosti E, Moreno A, Boniotti MB. 2013. Detection of
coronavirus in bats of various species in Italy. Viruses. 5:2679-2689.
Mahon CR, Lehman DC, Manuselis Jr. G. 2014. Textbook of Diagnostic
Microbiology. Ed ke-5. Maryland Heights (US): Elsevier.
Malole B dan Martin. 1987. Virologi Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB.
Maryanto I, Yani M. 2003. A new species of Rousettus (Chiroptera;
Pteropodidae) from Lore Lindu, Central Sulawesi. Mammal Study 28;111120
Masters PS. 2006. The Molecular Biology of Coronaviruses. Di dalam:
Maramorosch K, Shatkin AJ, editor. Advances in Virus Research. San
Diego (US): Acad