PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG

BAB III PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG

PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas Badan Hukum Yang dapat dipailitkan

Sebuah perseroan dinyatakan pailit maka sebagaimana di maksud dalam Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa “debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan” Melihat pada penjelasan pasal tersebut jelaslah bahwa debitor dalam perseroan terbatas kehilangan haknya untuk mengurus harta kekayaan perusahaan, karena harta kekayaan secara otomatis pengurusannya akan beralih kepada seorang kurator. Pasal 1 angka 1 UUK menyatakan bahwa “ kepailitan adalah: sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini” Ketentuan pasal tersebut adalah bermaksud agar semua harta kekayaan tersebut dapat menjadi jaminan pelunasan hutang-hutang peseroan selaku debitur pailit. Jika telah dinyatakan pailit kemudian perseroan terbatas tersebut tidak mampu untuk membayar hutang-hutangnya, maka tujuan terakhir dari kepailitan ini adalah dengan melikuidasi perseroan terbatas tersebut. Likuidasi merupakan aktivitas yang dilakukan apabila debitur pailit tidak dapat menunjukan kepada pengadilan niaga yang memiliki otoritas untuk menghentikan kepailitan. Atau dengan kata lain Universitas Sumatera Utara membereskan harta asset yang nantinya dipergunakan untuk membayar hutang- hutang. 30 Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi orang perorangan, dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. 31 Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan subjek hukum badan hukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subjek hukum tersebut. Menurut Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ,pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi perseorangan tersebut berada dalam kandungan. Sedangkan pada badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya. Pasal 7 ayat 4 UUPT menyatakan bahwa “perseroan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian disahkan oleh Menteri”. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak satu pasal pun yang menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam UUPT secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 butir 1 bahwa perseroan adalah badan hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban antara lain memiliki harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. 30 M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan. Jakarta : Penerbit IBLAM, 2005, hlm 11 31 Ibid, hlm 12 Universitas Sumatera Utara Sebagai suatu badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Unsur-unsur tersebut adalah : 1. Organisasi yang teratur Di dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas, dapat kita lihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, Direksi, dan Komisaris. 2. Harta kekayaan sendiri Menurut Pasal 31 dan 32 UUPT, harta kekayaan sendiri ini berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain. 3. Melakukan hubungan hukum sendiri Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya, direksi berada di bawah pengawasan Dewan Komisaris, yang dalam hal-hal tertentu membantu direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut. 4. Mempunyai tujuan tersendiri Tujuan tersebut ditentukan di dalam Anggaran Dasar perseroan, karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan laba. Universitas Sumatera Utara Tujuan utama proses kepailitan terhadap perseroan terbatas adalah untuk mempercepat proses likuidasi dalam rangka pendistribusian asset perseroan dalam rangka membayar utang-utang perseroan karena perseroan telah mengalami kesulitan keuangan yang menyebabkan insolvensi perseroan tersebut. Dengan demikian eksistensi perseroan terbatas yang dipailitkan segera berakhir dengan percepatan pemberesan proses likudasi tersebut. Prinsip utama kepailitan perseroan terbatas adalah menyegerakan proses likuidasi asset perseroan untuk kemudian membagikannya kepada segenap kreditornya. 32 Eksistensi yuridis dari perseroan terbatas yang telah dipailitkan adalah masih tetap ada eksistensi badan hukumnya. Dengan dinyatakanya pailit tidak muitatis mutandis badan hukum perseroan menjadi tidak ada. Suatu argumentasi yuridis mengenai proposisi ini setidaknya ada tiga 3 landasan antara lain : 1 Kepailitan terhadap perseroan tidak mesti berakhir dengan likuidasi dan pembubaran badan hukum perseroan. Dalam hal harta kekayaan perseroan telah mencukupi tagihan-tagihan kreditor dan biaya-biaya yang timbul dari kepailitan, maka langkah berikutnya adalah pengakhiran kepailitan dengan jalan rehabilitasi terhadap perseroan terbatas tersebut dan kepailitan diangkat serta berakibat perseroan terbatas itu kembali pada keadaan semula sebagaimana perseroan sebelum adanya kepailitan. Seandainya eksisistensi badan hukum perseroan terbatas hapus dengan adanya kepailitan, maka tentunya tidak dimungkinkannya adanya pengangkatan kepailitan serta rehabilitasi perseroan karena sudah hapusnya status badan hukum itu. 2 Dalam proses kepailitan perseroan terbatas, maka perseroan terbatas tersebut masi dapat melakukan transaksi hukum terhadap pihak kedua, di mana tentunya 32

M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, edisi

pertama, cet.ke-1, Jakarta : Prenada Media Group, 2008. hlm.198 Universitas Sumatera Utara yang melakukan perbuatan hukum perseroan tersebut adalah kurator atau setidak-tidaknya atas mandat kurator. Sehingga tidak mungkin jika badan hukum perseroan telah tiada sementara masih dapat melakukan proses transaksi tersebut. 3 Dimungkinkannya untuk melanjutkan usaha perseroan yang dalam pailit on going concern. Pelanjutan usaha perseroan yang dalam pailit tentunya tidak dimungkinkan seandainya eksistensi badan hukum dari perseroan terbatas itu sudah hapus bersamaan dengan pernyataan kepailitan perseroan terbatas itu. Dengan masih tetapnya eksistensi badan usaha perseroan dalam pailit ini, maka dimungkinkannya going concern dari usaha perseroan ini. Disinilah kelebihan keuntungan status perseroan dalam pailit yang tunduk pada rezim hukum kepailitan dengan status perseroan dalam likuidasi yang tunduk pada hukum perseroan terbatas secara umum yang diatur dalam undang-undang perseroan terbatas. 33 Dalam pada itu, dalam kasus-kasus tertentu kepailitan perseroan bisa dimungkinkan tanpa likuidasi. Hal terakhir ini jika dipandang perlu untuk meneruskan kegiatan usaha perseroan going concern sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih yang pada akhirnya hasil keuntungan tersebut digunkan untuk membayar utang- utang perseroan. Melanjutkan perusahaan ini merupakan langkah yang sangat strategis dalam hal terjadinya kepailitan perseroan karena kesulitan jangka pendek sementara prospek perusahaan tersebut masih baik. Dalam konsep manajemen keuangan perseroan dikenal dengan tiga jenis utang, yakni utang jangka pendek, utang jangka menengah, dan utang jangka panjang. Kesulitan utang jangka pendek ini tidak mesti berhubungan dengan kebangkrutan suatu perseroan terbatas. Dan kesulitan likuiditas ini biasanya hanya sebagai akibat 33 Ibid, hlm.199 Universitas Sumatera Utara dari kesalahan manajemen cash flow arus keluar masuk uang perseroan. Dalam teori manajemen keuangan sebagaimana disebut diatas membedakan kesulitan keuangan perusahaan menjadi : 34 1 Economic Failure, yang berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak dapat menutup biaya total, termasuk biaya modal. Usaha yang economic failure dapat meneruskan operasinya sepanjang kreditor berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian return dibawah tingkat bunga pasar. 2 Business Failure, istilah ini digunakan oleh Dun dan Bradstreet yang merupakan penyusun utama failure statistic, untuk mendefenisikan usaha yang menghentikan operasinya dengan akibat kerugian bagi kreditor. Dengan demikian, suatu usaha dapat diklasifikasikan gagal meskipun tidak melalui kebangkrutan secara normal. Juga suatu usaha dapat menghentikan menutup usahanya tetapi tidak dianggap sebagai gagal. 3 Technical Insolvency. Sebuah perusahaan dapat dinilai bangkrut apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo. Technical Insolvency ini mungkin menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara dimana pada suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya dan tetap hidup. Di lain pihak apabila technical insolvency merupakan gejala awal dari economic failure, maka hal ini merupakan tanda kearah bencana keuangan financial disaster. 4 Insolvency in bankruptcy. Sebuah perusahaan dikatakan bankruptcy bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari asset perusahaan. Hal ini merupakan suatu keadaan yang lebih serius dibandingkan dengan technical 34 Ibid, hlm.202 Universitas Sumatera Utara insolvency, sebab pada umumnya hal ini merupakan pertanda daari economic failure yang mengarah ke likuidasi suatu usaha. 5 Legal bankruptcy. Kepailitan ini adalah putusan kepailitan yang dijatuhkan oleh pengadilan sesuai dengan undang-undang karena mengalami tahapan-tahapan kesulitan keuangan tersebut diatas. Dari lima jenis kesulitan keuangan tersebut, maka kesulitan keuangan jenis pertama, kedua, dan ketiga bisa dicarikan jalan keluarnya bukan dengan dengan kepailitan. Jadi perseroan terbatas yang sedang mengalami kesulitan keuangan, maka tidak secara apriori harus dinyatakan pailit. Namun oleh karena sistem hukum kepailitan Indonesia menutup mata terhadap jenis kesulitan keuangan perusahaan tersebut dalam kaitannya dengan kepailitan yang berarti bahwa kepailitan perseroan terbatas tersebut sudah secara tekhnis bangkrut, maka konsep pelanjutan usaha on going concern memilki makna yang sangat strategis, terutama jika kepailitan tersebut menyangkut perseroan terbatas yang memilki kesulitan keuangan tipe kesatu, kedua, atau yang ketiga. Dalam hal perseroan meneruskan kegiatan usahanya setelah dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka eksistensi perseroan diakui sebagai subjek hukum yang penuh dalam transaksi bisnis. Ada beberapa perbedaan perseroan terbatas yang sudah dinyatakan pailit dalam melakukan kegiatan usahanya jika dibandingkan dengan perseroan terbatas tidak dalam pailit, yakni organ pengurus yang bertindak untuk dan atas nama perseroan adalah kurator bukan direksi dari perseroan tersebut. Kurator inilah yang menjalankan tindakan pengurursan perseroan terbatas. Namun tidak menutup kemungkinan kurator memanfaatkan organ direksi dalam pengurusan perseroan terbatas dalam kepailitan yang on going concern tersebut. 35 35 Ibid, hlm 205. Universitas Sumatera Utara Perseroan terbatas yang dinyatakan pailit tidak secara otomatis bubar, melainkan masih eksis badan hukumnya, bahkan dalam keadaan tertentu masih menjalankan usahanya seperti lazimnya perseroan terbatas ketika tidak terjadinya kepailitan sebagaimana telah dijelaskan diatas. Kepailitan menurut UUK diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi : ”Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.” Dari pasal diatas menerangkan, bahwa apabila terjadi pailit pada suatu badan hukum maka akan terjadi penyitaan atau sita umum terhadap kekayaan debitur yang nantinya pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Permohonan pailit dapat diajukan oleh pihak yang berinisiatif untuk mengajukan pailit ke pengadilan berdasarkan undang-undang kepailitan, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit ialah : 1. Debitor itu sendiri Volutary petition, 2. Adany satulebih kreditur, 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum, 4. Bank Indonesia jika debiturnya bank, 5. Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya perusahaan efek. 36 Dengan adanya permohonan pailit yang diajukan maka akan dikeluarkan putusan pernyataan pailit. Putusan pernyataan pailit yang dikeluarkan atas permohonan kreditur dapat mengubah seseorang badan hukum menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai dan mengurus harta kekayaannya 36 Sayudi Aria, dkk, “Kepailitan Dinegeri Pailit”, Cetakan kedua, Jakarta : Pusat Studi Hukum kebijakan Indinesia dicetak oleh Dimensi, 2004, hlm 76. Universitas Sumatera Utara sejak adanya pernyataan putusan pailit diucapkan oleh ketua pengadilan. Permohonan pailit tersebut diajukan ke Pengadilan Niaga yang mengurus perkara pailit, permohonan pailit yang diajukan akan dikabulkan apabila telah terbukti secara sederhana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 4 UUK menyatakan bahwa: “Permohonan pernyatan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi.” Yang dimaksud dengan pembuktian secara sederhana dalam pasal diatas adalah yang lazim disebut dengan pembuktian secara sumir. Pembuktian sederhana atau sumir yang dimaksud dalam UU Kepailitan tidak dapat menjawab sejauh mana batasan pembuktian sederhana tersebut. 37 Akibat hukum dari adanya kepailitan yang diberlakukan kepada debitor oleh undang-undang. Menurut Munir Fuady akibat-akibat tersebut berlaku kepada debitor dengan dua mode pemberlakuan yaitu : 38 1. Berlaku demi hukum Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum by the operation of law segera setelah adanya pernyataan pailit memiliki kekuatan tetap, ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal telah adanya pernyataan pailit pada debitur, maka debitur dilarang untuk meninggalkan tempat tinggalnya selama masa pemberesan tersebut dilakukan. Walaupun dalam keadaanya seperti ini pihak hakim pengawas masih mungkin dapat memberikan izin kepada debitur untuk meninggalkan tempat tinggalnya. 2. Berlaku secara Rule of Reason 37 Ibid, hlm 76. 38 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 65. Universitas Sumatera Utara Akibat hukum ini tidak secara otomatis berlaku, akan berlaku apabila diberlakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, dengan mengajukan alasan-alasan yang wajar untuk memberlakukannya. Dalam hal ini pihak-pihak yang dapat mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut misalany kurator, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, dan lain-lain. Akibat yang memerlukan rule of reason adalah tindakan penyegelan harta pailit. Dalam hal ini harta debitur dapat disegel atas persetujuan Hakim Pengawas jadi hal tersebut tidak dapat terjadi secara otomatis. Reason yang dilakukan dalam penyegelan harta pailit ini diartikan hanya untuk alasan pengamanan harta pailit tersebut. Ada perbedaan mendasar antara akibat hukum kepailitan dari subjek hukum orang dengan kepailitan suatu perseroan terbatas. Terhadap kepailitan subjek hukum orang, maka demi hukum sipailit tidak berwenang lagi untuk melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya yang menjadi boedel pailit. Kewenangan untuk melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya berlalih kepada kurator. Kurator dalam kepalitan orang secara apriori melakukan pemberesan terhadap harta pailit. Kurator tidak berwenang untuk mengembangkan usaha dari sipailit. 39 Sedangkan kepailitan bagi perseroan terbatas tidak menyebabkan secara otomatis perseroan terbatas tersebut berhenti mealkukan segala perbuatan hukumnya. Yang secara otomatis melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan perseroan adalah organ perseroan yang terdiri dari pemegang saham, komisaris, dan direktur. 40 39 M. Hadi Subhan, Op.Cit. hlm. 209. 40 http:asma1981.blogspot.com201209eksistensi-yuridis-perseroan-terbatas_1.html diakses tanggal 13 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara

B. Pembubaran Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Sebelum membahas eksistensi Perseroan Terbatas setelah berakhirnya kepailitan, berikut ini akan dipaparkan terlebih dahulu syarat-syarat berakhirnya kepailitan, yaitu : 1. Apabila pembagian terhadap harta si pailit telah dilakukan secara tuntas dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti; 2. Apabila homogolasi akor telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; 3. Apabila ada pertimbangan dari hakim yang memutus kepailitan, bahwa harta si pailit ternyata tidak cukup untuk membiayai kepailitan. Dalam hal kepailitan badan hukum perseroan terbatas setelah berakhirnya kepailitan, bubar atau tidaknya perseroan tergantung kepada keputusan hakim atas adanya permohonan pembubaran perseroan karena didalam undang-undang kepailitan dan undang-undang perseroan terbatas No. 40 tahun 2007 tidak adanya pengaturan mengenai pembubaran demi hukum perseroan terbatas secara terperinci. Pembubaran Perseroan terbatas demi hukum hanya dikenal pengaturannya di KUHD yaitu Alasan- alasan pembubaran perseroan karena jangka waktu berdirinya berakhir dan bubar demi hukum karena kerugian yang mencapai 75 dari modal perseroan.Akan tetapi undang-undang UUPT mengenal adanya pembubaran karena penetapan pengadilan tetapi tidak mengenal adanya pembubaran demi hukum. Menurut ketentuan Pasal 142 UUPT, Pembubaran Perseroan terjadi : a. berdasarkan keputusan RUPS; b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; c. berdasarkan penetapan pengadilan; Universitas Sumatera Utara d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 142 UUPT ada 2 dua alasan pembubaran PT yang berhubungan dengan Kepailitan yaitu 1. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; 2. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; Alasan pertama digunakan untuk melindungi kepentingan kreditor.Dalam hal ini kreditor tentunya tidak boleh dirugikan dengan adanya keadaan tidak mampu membayar ini.Berdasarkan Pasal 18 ayat 1 UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, apabila perseroan pailit sehingga tidak mampu membayar hutangnya, maka kreditor dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada Hakim Pengawas atas Putusan Pernyataan Pailit yang diajukan oleh Debitor. Berdasarkan permohonan Kreditor atau Panitia Kreditor sementara jika ada, tersebut Hakim Pengawas mengusulkan kepada Pengadilan Niaga, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitor, dapat Universitas Sumatera Utara memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit Berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga tersebut, suatu perseroan dapat dibubarkan. Pembubaran tersebut diikuti dengan pemberesan sehingga kreditor berhak mendapatkan pelunasan dari hasil pemberesan tersebut . Setelah pembubaran PT terjadi dengan adanya pencabutan kepailitan ini, maka menurut Pasal 142 butir 4 Pengadilan Niaga sekaligus memutuskan, pemberhentian Kurator.Kemudian peran Kurator digantikan oleh Likuidator sebagai pihak yang ditunjuk untuk menyelesaikan pemberesan. Dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan: a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi. Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia memuat: a. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya; b. nama dan alamat likuidator; c. tata cara pengajuan tagihan; dan d. jangka waktu pengajuan tagihan. Jangka waktu pengajuan tagihan adalah 60 enam puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana. Pemberitahuan kepada Menteri wajib dilengkapi dengan bukti: Universitas Sumatera Utara a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan b. pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar Alasan kedua, Pembubaran Perseroan Terbatas terjadi karena telah dinyatakan pailit dan dalam keadaan insolvensi. Keadaan insolvenasi menurut Pasal 178 ayat 1 UUK dan PKPU yaitu suatu keadaan dimana Debitor dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, insolvensi ini terjadi apabila : a. Dalam rapat pencocokan piutang Kreditor tidak ditawarkan perdamaian atau b. Rencana Perdamaian yang ditawarkan Debitor ditolak oleh Panitia Kreditor atau c. Pengesahan Perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Akibat hukum dari penetapan insolvensi debitor pailit, timbulnya konsekuensi hukum tertentu, yaitu sebagai berikut : 1. Harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kecuali ada pertimbangan tertentu misal : pertimbangan prospek kelangsungan usaha yang menyebabkan penundaan eksekusi dan penundaan pembagian akan lebih mengutungkan; 2. Pada prinsipnya tidak ada Rehabilitasi, sebab insolvensi ini disebabkan tidak adanya perdamaian dan aset Debitor Pailit lebih kecil dari kewajibannya. Kecuali apabila setelah dalam keadaan insolvensi kemudian terdapat Harta lain dari Debitor pailit. Misalnya adanya warisan, sehingga utang dapat dibayar lunas. Dengan demikian Rehabilitasi dapat diajukan berdasarkan Pasal 215 UUK dan PKPU. Bertolak dari kedua alasan yang dipakai sebagai dasar Pembubaran Perseroan Terbatas dalam Kepailitan, menimbulkan dua mode perlakuan hukum terhadap perseroan terbatas, yaitu : Universitas Sumatera Utara

1. Berlaku demi hukum by the operation of law.

Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum by the operation of law segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai hukum tetap, ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, Kurator, Kreditur dan siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misal, dalam Pasal 93 Undang-undang Kepailitan disebutkan, larangan bagi debitur pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya cekal, sungguhpun dalam hal inipihak hakim pengawas masih mungkin memberi izin bagi debitur pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya.

2. Berlaku secara Rule of Reason.

Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of Reason, adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku,akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu,setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihakyang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat- akibat hokum tertentu tersebut.Misal, Kurator, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas,dan lain-lain. Dengan demikian, bahwa berlakunya akibat hukum tersebut tidak semuanya sama. Ada yang perlu dimintakan oleh pihak tertentu dan perlu pula persetujuan institusi tertentu, tetapi ada juga yang berlaku karena hukum by theoperation of law begitu putusan pailit dikabulkan oleh Pengadilan Niaga. Pada dasarnya sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitur untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaannya harus dihormati. Tentunya dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitur menurut peraturan perundang-undangan. Universitas Sumatera Utara Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur berakibat bahwa ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya persona standy in ludicio dan hak kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan- perbuatan hukum di bidang harta kekayaan, misalnya membuat perjanjian, apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi keuntungan bagi harta boedel si pailit, sebaliknya apabila dengan perjanjian atau perbuatan hukum itu justru akan merugikan boedel, maka kerugian itu tidak mengikat boedel. Kepailitan Badan Hukum Perseroan Terbatas di Indonesia tidak secara otomatis terhentinya operasional perseroan.Pernyataan Pailit Perseroan Terbatas membuat perseroan sebatas kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan perseroan tersebut. Pendapat ini dkuatkan dengan berlandaskan pada beberapa hal sebagai berikut : Pasal 143 ayat 1 UUPT, menjelaskan bahwa : 1 Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. 2 Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan. Pasal ini berkaitan dengan pasal sebelumnya bahwa salah satu penyebab pembubaran adalah disebabkan karena berada pada keadaan pailit yang mana keadaan pailit dapat terjadi karena dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan karena telah dinyatakan Insolvensi. Dengan demikian Pembubaran perseroan, seperti yang diatur dalam Pasal 142 butir 4, Universitas Sumatera Utara yang dimaksud dalam Pasal 143 UUPT tersebut pun harus memperhatikan ketentuan- ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU No. 37 tahun 2004. Pembubaran perseroan terbatas yang dimaksud dalam Pasal 142 butir 1 huruf d dan e UUPT, proses dan pemberesannya haruslah sesuai dengan UU Kepailitan dan PKPU. Pada Pembubaran yang demikian ini, bahwa Pembubaran yang dimaksud adalah penghentian operasional perseroan terbatas yang dilakukan oleh organ-organ perseroan yang meliputi RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris, bukanlah berupa Pembubaran Badan Hukum perseroan terbatas.Peran organ-organ perseroan tersebut berdasarkan pasal 16 dan pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU, diambil alih oleh Kurator dan Hakim Pengawas untuk melakukan Pemberesan harta pailit dan atau melanjutkan operasional perseroan terbatas dengan pertimbangkan lebih mengutungkan daripada menghentikan operasional perseroan terbatas, kecuali apabila terjadi pencabutan kepailitan akibat tidak ada kemampuan membayar Debitor untuk membayar biaya kepailitan maka bersamaan dengan itu dilakukan penghentian tugas dan wewenang Kurator dalam kegiatannnya, pemberesan dan penyelesaian kewajiban perseroan dilakukan oleh likuidator seperti halnya diatur dalam pasal 143 butir 4 UUPT. Dari ketiga organ perseroan, yang sangat berperan penting dalam operasional badan hukum perseroan terbatas adalah Direksi. Sebagai organ dari perseroan, keberadan direksi bergantung sepenuhnya pada keberadaan perseroan, dan sebaliknya perseroan baru dapat menjalankan kegiatannya jika ada direksi yang mengurus dan mengelolanya. Sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas dianggap seolah-olah sebagai suatu person atau subyek hukum tersendiri artificial person yang mandiri sehingga mempunyai hak untuk menjadi pemegang hak dan kewajibannya sendiri, Universitas Sumatera Utara sedangkan Direksi sebagai bagian dari organ perseroan terbatas adalah satu-satunya organ perseroan yang berhak dan berwenang untuk mewakili perseroan sebenarnya hanyahlah sub dari suatu subyek hukum yang bernama perseroan terbatas. Dari pengertian di atas maka dalam melakukan kewajibannya untuk melakukan pengurusan perseroan maka ada pembatasan kewenangan bagi Direksi bahwa ia tidak diperkenankan untuk bertindak diluar maksud dan tujuan dari perseroan serta untuk melakukan tindakan yang berada di luar kewenangannya sebagaimana ditentukan di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar, dan Peraturan lain yang berlaku. Dengan dipenuhinya syarat-syarat pembatasan kewenangan yang berlaku maka setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan akan dianggap tetap mengikat perseroan. Ini berarti perseroan harus tetap menanggung segala akibat hukumnya sehingga berdasaran hal ini maka untuk menciptakan kepastian hukum mengenai kewenangan bertindak untuk dan atas nama perseroan, pada banyak negara telah diberlakukan mekanisme keterbukaan disclosure tertentu yang mewajibkan perseroan untuk mengumumkan kewenangan bertindak Direksi dan setiap anggotanya termasuk pihak-pihak lainnya yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan serta pembatasan kewenang-kewenangannya.Dari sinilah makna yang sebenarnya dari pembubaran Perseroan Terbatas sebagai akibat dari Kepailitan yang diatur dalam Pasal 142 butir 1 huruf d dan e UUPT. Pemberhentian tugas dan wewenang organ PT, termasuk yang sangat penting adalah Direksi dalam menjalankan operasional Perseroan Terbatas. Sedang Pembubaran badan hukum perseroan terbatas dilaksanakan setelah segala urusan dan pemberesan kewajiban telah diselesaikan secara keseluruhan terhadap Kreditor maupun pihak ketiga.Pembubaran Badan Hukum ini melalui mekanisme yang diatur Universitas Sumatera Utara dalam UUPT.Setelah segala sesuatu mengenai pemberesan dan penyelesaian kewajiban terhadap Kreditor maupun Pihak Ketiga selesai, RUPS sebagai organ tertinggi Perseroan Terbatas, kembali pada fungsi, tugas dan wewenangnya untuk melakukan langkah-langkah pembubaran Badan Hukum. Pembubaran perseroan yang dimaksud dalam pasal 142 butir 1 huruf d dan e, adalah penghentian kegiatan perseroan terbatas yang dilakukan oleh organ-organ PT yang meliputi RUPS, Direksi dan Dewan Direksi, Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan dalam keadaan Insolvensi wajib mencantumkan “Likuidasi” dibelakang nama Perseroan Terbatas. Sedangkan Badan Hukum PT, tidak secara otomatis bubar Pasal 143 ayat 1. Pembubaran Badan Hukum PT tetap mengunakan prosedur RUPS sebagai organ tertinggi dalam PT. Pelaksanaan Pembubaran Badan Hukum PT dilaksanakan setelah pengurusan dan pemberesan perseroan telah selesai dilaksanakan. 3. Pembubaran perseroan terbatas setelah putusan pailit dibacakan hanya dapat dimintakan penetapan pengadilan oleh kreditor dengan alasan perseroan tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit atau harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Hal mana juga ditegaskan di dalam penjelasan UUK dan PKPU bahwa asas di dalam Undang- undang ini di antaranya adalah asas kelangsungan usaha yang artinya bahwa kepailitan tidak demi hukum menjadikan perseroan bubar. Pengadilan Niaga atas anjuran dari Hakim pengawas dapat mencabut kepailitan dengan memperhatikan keadaan harta pailit.Keadaan ini terjadi bila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Dalam memerintahkan pengakhiran kepailitan tersebut, Pengadilan Niaga juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang dibebankan terhadap debitor.Biaya tersebut juga harus Universitas Sumatera Utara didahulukan pembayarannya atas semua utang yang tidak dijamin dengan agunan. Putusan yang memerintahkan pencabutan pernyataan pailit, diumumkan oleh Panitera Pengadilan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 dua surat kabar harian. Putusan pencabutan pernyataan pailit ini dapat diajukan kasasi danatau peninjauan kembali. Dalam hal setelah putusan pencabutan pernyataan pailit diucapkan diajukan lagi permohonan pernyataan pailit, maka Debitor atau pemohon wajib membuktikan bahwa ada cukup harta untuk membayar biaya kepailitan.

C. Keadaan harta Pailit yang Mengakibatkan dicabutnya Pernyataan Pailit PT

Status kepailitan dapat diakhiri melalui pencabutan kepailitan oleh pengadilan niaga berdasarkan rekomendasi dari kurator atau hakim pengawas. Pencabutan ini dilakukan bila kondisi kekayaan maupun kegiatan usaha dari debitur pailit berada dalam keadaan sangat tidak mampu membayar. Pencabutan kepailitan dilakukan dalam hal terjadi kondisi dimana harta pailit sangat tidak mencukupi untuk membayar utang-utang dari kreditur atau bahkan tidak ada sama sekali asetnya. 41 Praktek penjatuhan pailit dalam Undang-undang Kepailitan banyak menimbulkan problematika dan debat yuridis. Salah satu penyebabnya adalah karena pengaturannya banyak yang tidak jelas dan adanya ketidak sinkronan antara peraturan perundang-undangan seperti yang terdapat dalam Pasal 142 huruf d dan e yang menjelaskan bahwa pembubaran perseroan terbatas dikarenakan kondisi keuangan perusahaan tidak cukup untuk melunasi keuangannya dan karena perseroan terbatas memasuki fase insolvensi namun dalam Pasal 2 ayat 1 tentang syarat dijatuhkan pailit tidak mengatur kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan insolvensi sehingga memberikan peluang untuk beragam penafsiran yang berakibat ketidakpastian hukum. 41 http:andryawal.blogspot.com201108teknik-beracara-pengurusan-dan.html diakses tanggal 13 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyasi kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Pernyataan tersebut mengakibatkan debitor kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak putusan pailit dijatuhkan. Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi. Tahap ini penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitor pailit ditentukan. Apakah harta debitor akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitor masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau rekstrukturisasi utang. Apabila debitor sudah dinyatakan insolvensi, maka debitor sudah benar-benar pailit, dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan. Untuk mempailitkan debotor Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak mensyaratkan agar debitor berada dalam keadaan insolvensi. Hal ini tentu melindungi kepentingan kreditor, tidak diterapkannya insolvensi test mengakibatkan perusahaan di indonesia bangkrut secara hukum. Padahal dalam kondisi ekonomi Indonesia saat ini bila persyaratan insolvensi diterapkan maka akan sulit membuat debitor di Indonesia dinyatakan pailit. 42 Tidak diatur dan dibedakannya antara kemampuan debitor untuk membayar utang dengan kemauan debitor untuk membayar utang mengakibatkan banyak perseroan yang masih solven namun dapat dipailitkan. Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi. Tahap ini penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitor pailit ditentukan. Apakah hartanya dibagi-bagi sampai menutupi utang-utangnya ataupun debitor masih dapat bernapas dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau restrukturisasi utang. Yang jelas, jika debitor sudah dinyatakan insolvensi, dia sudah benar-benar pailit dan hartanya segera akan dibagi- bagi meskipun hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari 42 Siti Soemarti Hartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Yogyakarta : Liberty, 1981, hlm 53 Universitas Sumatera Utara perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan. Dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencabutan perseroan berdasarkan keputusan RUPS diajukan oleh Direksi, Dewan Komisaris atau 1 satu pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 110 satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan adalah sah apabila diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat danatau paling sedikit dihadiri oleh ¾ tiga perempat bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan disetujui paling sedikit ¾ tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. 43 Sebagaimana kepailitan bisa berakibat pada hilangnya segala hak debitor untuk mengurus segala harta kekayaan yang termasuk ke dalam harta pailit tetapi putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan debitur kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum. Kewenangan debitor atas harta kekayaannya akan diambil oleh kurator sejak jatuhnya putusan pernyataan pailit. Sesudah pernyataan pailit maka segala perikatan yang dibuat debitur dengan pihak ketiga tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit atau dapat menambah harta pailit. Oleh karena itu gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan atau rapat verifikasi. Segala tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Bagitu pula mengenai segala 43 http:www.hukumperseroanterbatas.comtagdireksi html diakses tanggal 13 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara eksekusi pengadilan terhadap harta pailit. Eksekusi pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan, kecuali eksekusi itu sudah sedemikian jauh hingga hari pelelangan sudah ditentukan dengan izin hakin pengawas kurator dapat meneruskan pelelangan tersebut. 44 Syarat debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu “utang” 45 yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Hukum kepailitan bukan mengatur kepailitan debitor yang tidak membayar kewajibannya hanya kepada salah satu krediturnya saja, tetapi debitor itu harus berada dalam keadaan insolven insolvent. Seorang debitor dalam keadaan insolven hanyalah apabila debitor itu tidak mampu secara financial untuk membayar utang-utangnya kepada sebagian besar krediturnya. Seorang debitor tidak dapat dikatakan telah dalam keadaan insolvensi apabila hanya kepada seorang kreditur saja debitor tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditur lainnya debitor tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya dengan baik. 46 Keadaan berhenti membayar haruslah merupakan keadaan yang objektif, yaitu karena keuangan debitor telah mengalami ketidakmampuan membayar utang- utangnya. Dengan kata lain, debitor tidak boleh hanya sekedar tidak mau membayar utang-utangnya tetapi keadaan objektif keuangannya memang telah dalam keadaan tidak mampu membayar, sehingga yang menjadi pertimbangan pengadilan niaga untuk menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja dikarenakan ketidakmampuannya untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang sudah diperjanjikan. Hukum 44 http:frwarandy.blogspot.com2012_05_01_archive.html diakses tanggal 13 Juni 2013 45 Menurut Pasal 1 ayat 6 UUK dan PKPU, bahwa yang dimaksud dengan Utang adalah Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 46 Sunarmi, Op.Cit, hlm 28. Universitas Sumatera Utara kepailitan di Indonesia baik dalam Faillissement Verordening, UU No. 4 Tahun 1998 maupun UU No. 37 Tahun 2004 tidak memberikan batasan yang jelas tentang “berhenti membayar” dan “tidak membayar”. Dengan tidak adanya tes insolvensi dalam hukum kepailitan Indonesia merupakan kelemahan. Debitor yang masih memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar utang-utangnya dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan karena tidak membayar utang. Istilah “solvent”berasal dari bahasa latin “solvere” yang artinya membayar dan lawan katanya “insolvent” yang artinya tidak membayar. Utang yang telah jatuh tempo dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih, namun utang yang dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh tempo. Utang hanyalah jatuh tempo apabila menurut perjanjian kredi atau perjanjian utang-piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu. Tentu saja apabila utang tersebut telah jatuh tempo, maka kreditur mempunyai hak untuk menagih seluruh jumlah yang terutang dan jatuh tempo pada debitor.Cara pembubaran PT dalam hal kepailitan juga dapat ditemui didalam ketentuan Pasal 146 UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu adanya permohonan dari kreditur kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan Perseroan dengan alasan : 1. Perseroan tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit. 2. Harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas menurut UU PT, pailit tidak mengakibatkan perseroan bubar selama harta kekayaan perseroan setelah kepailitan berakhir masih ada dan dapat digunakan untuk menjalankan perseroan.Kepailitan perseroan hanya menjadi alasan tidak mampu membayar hutang kepada kreditur. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini kreditur tentunya tidak boleh dirugikan dengan adanya keadaan tidak mampu membayar ini.Oleh karena itu apabila perseroan pailit sehingga tidak mampu membayar hutangnya, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada Pengadilan Negeri. Berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri suatu perseroan dapat dibubarkan. Pembubaran tersebut diikuti dengan pemberesan sehingga kreditur berhak mendapatkan pelunasan dari hasil pemberesan tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT ATAS DEBITOR PAILIT