Keanekaragaman Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kabupaten Malang, Jawa Timur

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK
OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN DI
KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

NAILA AZIZAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di
Kabupaten Malang, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Naila Azizah
NIM E34110026

ABSTRAK
NAILA AZIZAH. Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat
Tradisional yang Diperdagangkan di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dibimbing
oleh EDHI SANDRA dan SISWOYO.
Tumbuhan obat banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati
berbagai penyakit secara tradisional. Sebagian besar tumbuhan obat yang
digunakan berupa simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat dan belum mengalami pengolahan, biasanya merupakan bahan yang
telah dikeringkan. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi simplisia
nabati, produk obat tradisional, sumber dan harga jual simplisia nabati yang
diperdagangkan di Kabupaten Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode observasi langsung dan wawancara. Teridentifikasi sebanyak 97 jenis

simplisia dari 43 famili yang diperdagangkan di Kabupaten Malang. Sebagian
besar simplisia berasal dari tumbuhan obat yang dibudidayakan. Harga simplisia
hasil budidaya berkisar Rp 1 000 - Rp 140 000 per kilogram, sedangkan kisaran
harga simplisia yang bahan bakunya dari alam yaitu Rp 10 000 - Rp 300 000.
Teridentifikasi sebanyak 63 jenis produk obat tradisional kemasan yang
diproduksi oleh 21 industri jamu di Indonesia.
Kata kunci: produk obat tradisional, simplisia, tumbuhan obat
ABSTRACT
NAILA AZIZAH. Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional Medicine
Products Traded in Malang District, East Java. Supervised by EDHI SANDRA
and SISWOYO.
Medicinal plant commonly used to treat various disease traditionally. Most
of medicinal plant used is in the form of simplisia. Simplisia is a natural substance
used for medicine butit has not been proceed yet, usually in the form of material
that has been dried. The aim of this research is to identify vegetable simplisia,
traditional medicine product, source and selling price vegetable simplisia which is
traded in Malang Regency. The data collection is done with direct observation and
interview. The result showed that for about 97 simplisia type of 43 the family are
traded in Malang Regency. Most of these simplisia derived from the cultivation of
medicinal plants. The price of this kind of simplisia between IDR 20 000 and IDR

140 000 per kilogram, while the price of simplisia with natural raw material
between IDR 10 000 and IDR 300 000 per kilogram. The result also indicates for
about 63 type of traditional medicine packaging are produced by 21 industry
company.
Keywords: medicinal plant, simplisia, traditional medicine product

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK
OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN DI
KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

NAILA AZIZAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman
Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di
Kabupaten Malang” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam kelulusan pada Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Edhi Sandra, MSi selaku komisi
pembimbing pertama dan Ir Siswoyo, MSi selaku komisi pembimbing kedua. Di
samping itu, penulis juga berterima kasih kepada bapak-bapak dan ibu-ibu
pedagang simplisia dan produk obat tradisional yang ada di Kabupaten Malang.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada abah Zainuri Noer dan ibu Siti
Fatimah, serta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada pendamping hidup Bayu Candra dan buah hati
Ayyash ‘Adzara yang selalu menemani, menghibur, dan memberikan motivasi
kepada penulis sehingga terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima

kasih kepada saudara-saudari di Senior Resident Asrama, Lingkaran Sholihah,
TIM PKLP SGP TNGGP, KSHE 48 serta teman-teman lainnya atas doa,
dukungan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Naila Azizah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data yang Dikumpulkan

3

Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan

8

Bagian Tumbuhan yang Digunakan

9

Kegunaan Simplisia Nabati


10

Status Simplisia Nabati

12

Perdagangan Simplisia Nabati

13

Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan

14

Pelestarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia Nabati dan Obat
Tradisional
17
SIMPULAN DAN SARAN

18


Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

DAFTAR TABEL

1

2
3
4
5
6
7

Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Klasifikasi jenis tumbuhan berdasarkan famili
Klasifikasi jenis tumbuhan berdasarkan habitus
Jumlah penderita dirinci menurut jenis penyakit
Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Malang
Industri produksi jamu yang diperdagangkan di Kabupaten Malang
Jenis simplisia yang digunakan sebagai bahan baku dalam produk obat
tradisional

3
8
9
11
15
16
17

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Klasifikasi jenis berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan
Klasifikasi jenis berdasarkan kelompok penggunaannya
Klasifikasi jenis berdasarkan sumber perolehannya
Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan

6
7
7
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data jenis tumbuhan yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di
Kabupaten Malang
2 Data jenis tumbuhan yang diperdagangkan dan kegunaannya
3 Klasifikasi tumbuhan berdasarkan penggunaannya
4 Komposisi dan khasiat produk jamu yang diperdagangkan di
Kabupaten Malang

21
26
34
41

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumberdaya alam melimpah
dan keanekaragaman hayatinya tinggi. Sebagai negara megadiversity, kekayaan
jumlah jenis flora (tumbuhan) Indonesia tidak diragukan lagi bahkan negara lain
pun mengakuinya. Sebagian dari tumbuh-tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit. Kekayaan alam
tumbuhan di Indonesia meliputi 30 000 jenis tumbuhan dari total 40 000 jenis
tumbuhan di dunia, 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat
(jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia). Berdasarkan hasil
penelitian, dari sekian banyak jenis tanaman obat, baru 20-22% yang dibudidayakan.
Sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung atau eksplorasi
dari hutan (Masyhud 2010). Sesuai dengan manfaatnya, masyarakat masih banyak
menggunakan tumbuhan untuk pengobatan ataupun jamu tradisional. Tumbuhan
obat yang dimanfaatkan masyarakat biasanya diperoleh dari hutan, tetapi sebagian
yang lain mendapatkan tumbuhan obat dari hasil budidaya.
Budidaya tanaman obat secara komersial saat ini sudah mulai berkembang, hal
ini dikarenakan adanya peningkatan pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan
berbagai penyakit secara tradisional, sehingga banyak industri jamu, fitofarmaka,
obat herbal, dan kosmetika tradisional yang membutuhkan bahan baku tumbuhan
obat. Sebagian besar penyediaan bahan baku diperoleh dari tumbuhan obat liar di
hutan, tetapi karena ketersediaan di hutan semakin berkurang, penyediaan bahan
baku tumbuhan diperoleh dari hasil budidaya tanaman obat masyarakat yang
diperdagangkan.
Produk-produk obat tradisional banyak ditemukan pada pasar tradisional di
berbagai daerah, salah satunya di Kabupaten Malang. Bentuk produk obat
tradisional yang diperdagangkan berupa simplisia basah, simplisia kering, racikan,
minuman sehat, ataupun obat dalam bentuk kemasan jamu. Biasanya pada
pembuatan jamu dibutuhkan bahan berupa simplisia (Dewoto 2007). Simplisia
adalah bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud asli atau belum mengalami
perubahan bentuk (Gunawan dan Mulyani 2002). Bagian tanaman yang digunakan
sebagai simplisia adalah akar, rimpang, daun, herba, bunga, pati, minyak, getah,
kulit, umbi lapis, dan kayu.
Banyaknya industri jamu di Indonesia menunjukkan pertumbuhannya yang
signifikan dengan nilai penjualan mencapai Rp 6 triliun, telah menciptakan tiga juta
lapangan kerja, dan merupakan daerah konsumen terbesar di pulau jawa mencapai
60% pada tahun 2007 (GP Jamu dan Obat Tradisional 2008). Di pasar-pasar
tradisional Kabupaten Malang banyak ditemukan pedagang obat tradisional baik
berupa simplisia nabati ataupun produk kemasannya. Terdapat banyak jenis
simplisia dan kemasan obat yang diperdagangkan, tetapi sampai saat ini belum
terdapat data mengenai jenis-jenis yang diperdagangkan maupun yang dijadikan
sebagai bahan baku ramuan obat tradisional di Kabupaten Malang. Berdasarkan
kondisi tersebut perlu adanya inventarisasi data jenis-jenis simplisia dan produk
obat tradisional yang diperdagangkan, sehingga dapat diketahui jenis-jenis yang

2
mampu menunjang segi ekonomi masyarakat untuk bisa lebih dikembangkan dan
jenis-jenis tumbuhan obat yang perlu ditingkatkan dalam pelestariannya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan mengidentifikasi jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di
Kabupaten Malang,
2. Mengetahui dan mengidentifikasi jenis produk obat tradisional yang
diperdagangkan di Kabupaten Malang,
3. Mengetahui harga jual dan asal pasokan simplisia yang diperdagangkan.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan informasi mengenai jenis simplisia nabati yang
diperdagangkan di Kabupaten Malang,
2. Dapat memberikan informasi mengenai jenis produk obat tradisional yang
diperdagangkan di Kabupaten Malang,
3. Dapat diperoleh data dan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
upaya pelestarian tumbuhan obat langka dan pengembangan budidaya jenis
tumbuhan obat yang mampu menunjang ekonomi masyarakat.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di enam pasar tradisional Kabupaten Malang,
Provinsi Jawa Timur. Keenam pasar tersebut antara lain Pasar Tumpang, Pasar
Lawang, Pasar Karang Ploso, Pasar Singosari, Pasar Wajak, dan Pasar Pakis.
Pemilihan pasar-pasar ini disebabkan karena keenam pasar tersebut termasuk pasar
tradisional besar di Kabupaten Malang dengan transaksi yang dilakukan setiap hari
dan terdapat pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional. Pengambilan
data dilakukan pada bulan Maret – April 2015. Pengolahan dan analisis data
dilakukan pada bulan Mei - Juni 2015.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, thally sheet,
kamera, panduan wawancara, komputer dan perlengkapannya. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen atau laporan, literatur, sampel
simplisia, dan sampel produk obat tradisional.

3
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan dari penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer yang dikumpulkan yaitu simplisia nabati dan produk
obat tradisional, sedangkan data sekunder yang dikumpulkan antara lain kondisi
umum Kabupaten Malang, perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat, dan obat
tradisional di Kabupaten Malang. Jenis dan teknik pengumpulan data secara rinci
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
No
1.

2.

3.

Jenis Data
Uraian
Kondisi
umum a. Letak dan Luas
lokasi penelitian
b. Topografi
c. Geologi dan tanah
d. Iklim dan hidrologi
e. Kondisi
ekonomi,
sosial,
dan budaya
Simplisia
a. Jenis tumbuhan obat
b. Bagian yang
digunakan
c. Jumlah pasokan
d. Harga jual
e. Manfaat
f. Penggunaan
Simplisia

Sumber Data
BPS Malang

Produk
tradisional

Pasar,
Depkes, Wawancara,
Perguruan tinggi
observasi,
pengumpulan
sampel, studi
literatur

obat a. Jenis produk
b. Produsen
c. Kegunaan
d. Harga persatuan
produk
e. Komposisi
f. Penggunaan produk
obat tradisional

Metode
Studi literatur

Pasar,
Depkes, Wawancara,
Perguruan tinggi
observasi,
studi literatur

Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah:
a) Studi Literatur
Metode ini digunakan untuk mencari dan mengkaji informasi tentang
kondisi umum lokasi penelitian yaitu Kabupaten Malang, yang dilakukan sebelum
penelitian. Kajian pustaka yang dilakukan setelah penelitian adalah untuk verifikasi
data yang sudah diperoleh di lapangan. Literatur digunakan sebagai referensi, acuan,
dan tambahan informasi untuk melengkapi data yang diperoleh.
b) Survei Lapang
Kegiatan survei lapang dilakukan untuk mengetahui lokasi pedagang
simplisia dan produk obat tradisional disebabkan karena tidak adanya informasi

4
mengenai penyebaran pedagang simplisia dan produk obat tradisional di
Kabupaten Malang.
c) Wawancara
Wawancara dilakukan kepada responden yang dipilih yaitu para pedagang
simplisia dan produk obat tradisional yang berada di pasar tradisional
Kabupaten Malang dengan menggunakan metode purposive sampling.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara semi
terstruktur.
d) Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional dari masing-masing
pedagang
Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional diperlukan untuk
kepentingan dokumentasi dan verifikasi jenis yang digunakan. Pengambilan
contoh simplisia dilakukan pada simplisia kering. Selain itu, pengambilan
contoh juga dilakukan pada produk obat tradisional yang ditemukan. Contoh
simplisia dan produk obat tradisional didapatkan dari setiap pedagang. Namun
jika ada contoh yang sama, pengambilan contoh hanya dilakukan pada satu
pedagang.
Analisis Data
Persen famili
Tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dikelompokkan berdasarkan famili,
persentasenya dihitung dengan rumus:
∑ jenis famili tertentu

%
Persen Famili =
∑ seluruh jenis

Persentase habitus

Habitus (perawakan) dari tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi pohon,
semak, perdu, tumbuhan bawah, liana, epifit, terna dan herba. Persentase habitus
merupakan telaah tentang besarnya suatu jenis habitus digunakan terhadap seluruh
habitus yang ada. Untuk menghitungnya digunakan rumus (Fakhrozi 2014) sebagai
berikut:
∑ jenis habitus tertentu
Persen Habitus =

%
∑ seluruh jenis
Persentase bagian yang digunakan

Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan meliputi seluruh bagian, daun, akar,
buah, bunga, batang, rimpang dan umbi. Perhitungan dilakukan secara umum
terhadap semua jenis tumbuhan yang diperoleh dari wawancara, kemudian
dianalisis berdasarkan pada
bagian
pemanfaatan.
Persen bagian yang
dimanfaatkan diperoleh melalui perhitungan berikut ini:
∑ jenis bagian yang digunakan
Persen bagian yang digunakan =

%
∑ seluruh bagian yang digunakan

Persentase asal pasokan

Tumbuhan obat dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang
tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidayakan atau masih tumbuh liar,
kemudian dihitung persentasinya menggunakan rumus:

5
Persen Jenis Budidaya =

∑ jenis tumbuhan obat budidaya

∑ seluruh jenis

%

Klasifikasi kegunaan tumbuhan obat
Pengklasifikasian tumbuhan obat dilakukan dengan cara mengelompokkan
khasiat masing-masing jenis berdasarkan kelompok penyakit/kegunaannya
(Oktaviana 2008).
Pengelompokan jenis berdasarkan potensi untuk dilakukan pengelolaan
Peters (1994) mengelompokkan berdasarkan potensi untuk dilakukan
pengelolaan secara lestari akibat kegiatan pemanenan bagian tertentu pada
tumbuhan.
Rendah (Low)
: Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi:
akar, batang, kulit batang, rimpang, herba
Sedang (Medium)
: Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi:
getah, biji, buah dan bunga
Tinggi (High)
: Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi:
getah, buah dan daun

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Malang adalah sebuah kawasan yang terletak pada bagian tengah
selatan wilayah Provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan enam kabupaten dan
Samudera Indonesia. Sebelah Utara-Timur, berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan
dan Probolinggo. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Lumajang. Sebelah
Selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia. Sebelah Barat, berbatasan dengan
Kabupaten Blitar. Sebelah Barat-Utara, berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan
Mojokerto. Letak geografis yang seperti itu menyebabkan Kabupaten Malang
memiliki posisi yang cukup strategis.Hal ini ditandai dengan semakin ramainya
jalur transportasi utara maupun selatan yang melalui Kabupaten Malang dari waktu
ke waktu. Posisi koordinat Kabupaten Malang terletak antara 112º17'10,90" Bujur
Timur dan 122º57'00,00" Bujur Timur dan antara 7º44'55,11" Lintang Selatan dan
8º26'35,45" Lintang Selatan.
Luas wilayah Kabupaten Malang sekitar 3.238,26 Km2 dan terletak pada
urutan luas terbesar kedua setelah Kabupaten Banyuwangi dari 38 kabupaten/kota
di wilayah Provinsi Jawa Timur.Kondisi topografi Kabupaten Malang merupakan
daerah dataran tinggi yang dikelilingi oleh beberapa gunung dan dataran rendah
atau daerah lembah pada ketinggian tempat 250-500 meter diatas permukaan laut
(mdpl) yang terletak di bagian tengah wilayah Kabupaten Malang. Daerah dataran
tinggi merupakan daerah perbukitan kapur (Pegunungan Kendeng) di bagian selatan
pada ketinggian tempat 0-650 meter dpl, daerah lereng Tengger-Semeru di bagian
timur membujur dari utara ke selatan pada ketinggian tempat 500-3 600 meter dpl
dan daerah lereng Kawi-Arjuno di bagian barat pada ketinggian tempat 500-3 300
meter dpl.

6
Karakteristik Responden
Jenis kelamin
Berdasarkan hasil survei dan identifikasi di enam pasar tradisional
Kabupaten Malang ditemukan sebanyak 21 pedagang yang menjual simplisia nabati
dan produk obat tradisional. Rata-rata setiap pasar terdapat 2 pedagang, tetapi ada
satu pasar yang di dalamnya terdapat 7 pedagang simplisia dan produk obat
tradisional. Jumlah responden terbagi atas 2 pedagang di Pasar Karangploso
dengan komposisi 2 orang perempuan, 2 pedagang di Pasar Lawang dengan
komposisi 2 orang perempuan, 2 pedagang di Pasar Pakis dengan komposisi 2
orang perempuan, 5 pedagang di Pasar Singosari dengan komposisi 2 orang lakilaki dan 3 orang perempuan, 3 pedagang di Pasar Wajak dengan komposisi 2 orang
laki-laki dan 1 orang perempuan, dan 7 pedagang di Pasar Tumpang dengan
komposisi 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.
Responden perempuan merupakan responden yang paling banyak
diwawancarai dari 21 pedagang yang menjual simplisia nabati dan produk obat
tradisional, yaitu sebanyak 13 orang (62%) sedangkan laki-laki sebanyak 8 orang
(38%) (Gambar 1).
Laki-laki
38%

Perempuan
62%

Gambar 1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Hal ini dikarenakan laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai
peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Setyawati
(2011) bahwa beban kerja bagi perempuan pedesaan bukanlah suatu permasalahan
dan beban melainkan sebagai hobi dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga.
Selain itu, berdagang simplisia dan produk obat tradisional merupakan usaha turuntemurun dari orang tua untuk dijadikan usaha keluarga bersama dan dapat dilakukan
oleh perempuan atau ibu rumah tangga karena berdagang simplisia bukan
merupakan pekerjaan yang berat.
Kelompok umur
Umur responden yang diwawancarai beragam mulai dari umur 30 tahun
sampai diatas 60 tahun. Responden paling tua berumur 67 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa semakin tua usia maka pengetahuan tentang tumbuhan obat
khususnya simplisia nabati semakin banyak. Responden yang diwawancarai
sebanyak 21 orang dengan kelas umur yang paling dominan yaitu 46 – 60 tahun
sebanyak 11 orang (52%) (Gambar 2).

7
˃60 tahun
19%

30 - 45 tahun
29%

46 - 60 tahun
52%

Gambar 2 Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
Faktor yang mempengaruhi sedikitnya orang muda yang berperan dalam
perdagangan simplisia adalah pendidikan di luar atau perantauan keluar daerah
sehingga kurang adanya regenerasi tentang pengetahuan tumbuhan obat maupun
usaha keluarga bersama ini.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seringkali digunakan untuk mengukur status sosial
seseorang, namun demikian tidak berarti bahwa pendidikan tinggi dengan sendirinya
menjamin kedudukan sosial yang tinggi. Pendidikan yang dilihat dalam penelitian ini
merupakan jenjang atau tingkat pendidikan formal terakhir yang diikuti oleh responden.
Secara keseluruhan, sebagian besar tingkat pendidikan pedagang simplisia nabati dan
produk obat tradisional yang diwawancarai memiliki latar belakang pendidikan yang
paling banyak SMA (81%), kemudian diikuti dengan lulusan SD (14%), dan yang
terakhir lulusan S1 (5%) (Gambar 3).
S1
5%

SD
14%

SMA
81%

Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Kondisi pendidikan responden tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan
responden terhadap jenis-jenis tumbuhan obat yang dijadikan simplisia nabati
maupun produk obat tradisional. Berdasarkan hasil wawancara terbukti bahwa
responden yang lebih mengetahui informasi tentang jenis-jenis dan manfaat
tumbuhan obat adalah lulusan SD. Selain itu, hal yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan responden adalah pengalamannya dalam berdagang simplisia serta
adanya pengetahuan turun-temurun dari orang tua, hal ini dibuktikan bahwa
terdapat pedagang yang menjual simplisia sejak tahun 1938 hingga sekarang.

8
Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan
Berdasarkan hasil survei dan wawancara, teridentifikasi sebanyak 97 jenis
tumbuhan obat yang diperdagangkan sebagai simplisia nabati di enam pasar
tradisional Kabupaten Malang. Sebagian besar simplisia yang diperdagangkan
dalam bentuk kering dan sebagiannya lagi dalam bentuk segar. Beberapa jenis
simplisia yang dijual dalam bentuk segar, yaitu daun lampis (Ocimum sanctum),
asam jawa (Tamarindus indica), daun sirih (Piper betle), kencur (Kaempferia
galanga), kunyit (Curcuma domestica), temulawak (Curcuma xanthorriza), kunci
(Boesenbergia rotunda), dan lengkuas (Alpinia galanga). Jenis simplisia kering
yang sering ditemui yaitu kapulaga (Amomum compactum), secang (Caesalpinia
sappan), daun jati belanda (Guazuma ulmifolia), jinten hitam (Nigella sativa), dan
kayu manis (Cinnamomum burmanii) (Lampiran 1).
Jenis yang ditemukan dengan jumlah 97 jenis tersebut terdiri dari 43 famili.
Jenis yang paling banyak digunakan sebagai simplisia berasal dari famili
Zingiberaceae, yaitu teridentifikasi sebanyak 14 jenis (Tabel 2).
Tabel 2 Klasifikasi jenis tumbuhan berdasarkan famili
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Famili
Zingiberaceae
Apiaceae
Fabaceae
Piperaceae
Myrtaceae
Sterculiaceae
Apocynaceae
Poaceae
Rubiaceae
Lamiaceae
Lauraceae
Acanthaceae
Asteraceae
Combretaceae
Convolvulaceae
Thymelaeaceae
Lain-lain 27 famili
Total

Jumlah jenis
14
6
6
6
5
5
4
4
4
3
3
2
2
2
2
2
27
97

Persentase (%)
14.43
6.19
6.19
6.19
5.15
5.15
4.12
4.12
4.12
3.09
3.09
2.06
2.06
2.06
2.06
2.06
27.83
100.00

Jenis-jenis dari famili Zingiberaceae banyak digunakan sebagai bumbu
masak baik untuk masakan rumahan ataupun rumah makan, dan diduga adanya
perkembangan pembuatan minuman penyegar yang menggunakan bahan baku
simplisia dari ini membuat permintaan pasar semakin meningkat. Jenis tumbuhan
famili Zingiberaceae yang paling banyak diperdagangkan adalah kencur

9
(Kaempferia galanga), Jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan
lengkuas (Alpinia galanga).
Tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia juga
dikelompokkan berdasarkan habitusnya. Habitus merupakan penampakan luar dan
sifat tumbuh suatu tumbuhan, jenis tumbuhan obat yang diidentifikasi
dikelompokkan menjadi 6 habitus (Tabel 3).
Tabel 3 Klasifikasi jenis tumbuhan berdasarkan habitus
No.
1
2
3
4
5
6

Habitus
Perdu
Herba
Semak
Liana
Epifit
Pohon
Total

Jumlah jenis
9
39
5
10
4
30
97

Persentase (%)
9.28
40.21
5.15
10.31
4.12
30.93
100.00

Kelompok habitus tertinggi yaitu habitus herba sebanyak 39 jenis tumbuhan
dengan besar persentase 40% dari seluruh jenis yang diperdagangkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tumbuhan obat yang tergolong habitus herba memiliki tingkat
keanekaragaman jenis yang tinggi dalam perdagangan simplisia nabati. Habitus
herba mudah untuk tumbuh dan sering ditemukan di alam. Beberapa contoh jenis
dengan habitus herba antara lain gempur batu (Borreria hispida)¸ jinten hitam
(Nigella sativa), selasih (Ocimum basilium), tempuyung (Sonchus arvensis), dan
sendokan (Plantago major).
Habitus lain yang juga mendominasi adalah pohon. Jenis dengan habitus
pohon sebanyak 30 jenis dengan besar persentase 31%. Beberapa contoh jenis yang
berhabitus pohon antara lain pala (Myristica fragrans), salam (Eugenia polyantha),
sirsak (Annona muricata), sprantu (Sindora sumatrana), dan pace (Morinda
citrifolia).
Jenis Simplisia yang Digunakan
Pemanfaatan tumbuhan obat dalam bentuk simplisia pada umumnya
menggunakan seluruh bagian tumbuhan mulai dari akar sampai daun. Terdapat
jenis-jenis tumbuhan yang hanya beberapa bagian tumbuhan yang berkhasiat untuk
obat, tetapi ada pula jenis tumbuhan yang seluruh bagian tumbuhannya dapat
dimanfaatkan sebagai obat. Selain itu, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai
obat mempengaruhi penamaan simplisia dari tumbuhan obat tersebut. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
261/MENKES/SK/IV/2009 tentang ketentuan umum farmakope herbal Indonesia
menyatakan bahwa pemberian nama latin simplisia ditetapkan dengan menyebut
nama marga (genus), nama jenis dan bila memungkinkan petunjuk jenis (varietas)
diikuti dengan bagian yang digunakan. Berdasarkan bagian tumbuhan yang
digunakan, simplisia yang diperdagangkan berupa daun (folium), buah (fructus),
akar (radix), bunga (flos), biji (semen), rimpang (rhizoma), herba (herba), umbi

10
(bulbus/tuber), kulit kayu (cortex), batang/ranting (caulis), kayu (lignum), dan kulit
buah (pericarpium) (Gambar 4).
25,00
21,65
20,00
Persentase (%)

15,46

14,43

15,00
11,34

10,31

9,28

10,00
6,19
5,00

2,06

4,12

3,09
1,03

1,03

0,00

Bagian tumbuhan yang digunakan

Gambar 4 Klasifikasi jenis berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan
Pemanfaatan bagian tumbuhan yang paling banyak dalam bentuk simplisia
adalah buah sebanyak 21 jenis dan besar persentasenya 22% dari seluruh jenis
simplisia yang diperdagangkan. Beberapa contoh jenis tumbuhan yang dijadikan
simplisia buah antara lain jolawe (Terminalia bellirica), gambir (Uncaria gambir),
tempayang (Scphium macropodum), pronojiwo (Sterculia javanica), dan asam jawa
(Tamarindus indica). Buah merupakan bagian tanaman yang muncul setelah
tumbuhnya bunga, meskipun tidak semua tanaman dapat menghasilkan buah.Buah
pada umumnya adalah bagian yang paling banyak dimanfaatkan sebagai sumber
energi karena menyimpan banyak karbohidrat dan gula (Pramukanto et al. 2013).
Kegunaan Simplisia Nabati
Setiap jenis tumbuhan yang dijual dalam bentuk simplisia mempunyai
khasiat obat yang bermacam-macam.Banyak ditemukan pada satu jenis penyakit
mampu diobati dengan beberapa jenis tumbuhan yang berbeda, hal ini menunjukkan
bahwa setiap jenis tumbuhan memiliki khasiat obat lebih dari satumacam penyakit.
Berdasarkan data yang sudah diolah, kegunaan simplisia nabati dikelompokkan
menjadi 28 kelompok penyakit (Gambar 5). Hasil pengolahan data menunjukkan
bahwa jenis simplisia yang diperdagangkan di pasar tradisional Kabupaten Malang,
paling banyak berkhasiat untuk mengobati penyakit saluran pencernaan. Dari 97
jenis simplisia yang ditemukan, teridentifikasi sebanyak 43 jenis yang berkhasiat
mengobati penyakit saluran pencernaan. Gangguan pencernaan (dispepsia atau sakit
perut) merupakan suatu hal yang menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan di
perut bagian atas.

Kelompok penggunaan

11

Penyakit Telinga 2
Penyakit Tulang 3
5
Penyakit Malaria
5
Penyakit Gigi
7
Penyakit Mata
7
Penyakit Ginjal
9
Perawatan Organ Tubuh Wanita
9
Penyakit Kanker/Tumor
10
Perawatan Rambut, Muka, Kulit
10
Penyakit Diabetes
12
Tonikum
12
Penyakit Khusus Wanita
12
Penyakit Gangguan Urat Syaraf
13
Penyakit Kuning
14
Perawatan Kehamilan dan Persalinan
14
Penyakit Kulit
15
Penyakit Mulut
15
Pengobatan Luka
15
Penawar Racun
17
Penyakit Kelamin
18
Penyakit Jantung
19
Lain-lain
19
Sakit Kepala dan Demam
22
Penyakit Saluran Pembuangan
22
Penyakit Otot dan Persendian
24
Gangguan Peredaran Darah
25
Penyakit Saluran Pernafasan/THT
Penyakit Saluran Pencernaan
0

5

43

10 15 20 25 30 35 40

45 50

Jumlah jenis
Gambar 5 Klasifikasi jenis berdasarkan kelompok penggunaannya
Berdasarkan data sensus yang dilakukan oleh BPS Kota Malang (2013)
menyebutkan bahwa jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat
adalah penyakit diare (Tabel 4).
Tabel 4 Jumlah penderita dirinci menurut jenis penyakit
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis Penyakit
TB Paru
Pneumonia
HIV/AIDS
IMS (Infeksi Menular Seksual)
DBD (Demam Berdarah Dongue)
Diare
Kusta
Difteri
Campak

Jumlah Penderita (orang)
466
8856
448
305
409
11836
23
32
81

12
Menurut Darwis (2011) menyebutkan bahwa banyak masyarakat mengobati
penyakit pencernaan dengan memanfaatkan pengetahuan tradisional yaitu
menggunakan beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai obat. Beberapa contoh
jenis simplisianya antara lain pulai (Alstonia scholaris), tempuyung (Sonchus
arvensis), buah mahoni (Swietenia mahagoni), pace (Morinda citrifolia), jati
belanda (Guazuma ulmifolia), dan jenis lainnya (Lampiran 3).
Status Simplisia Nabati
Sumber simplisia nabati
Berdasarkan hasil wawancara, asal pasokan simplisia nabati yang
diperdagangkan dikelompokkan menjadi 2 sumber perolehan yaitu budidaya dan
liar (Gambar 6).

Budidaya
43%
Liar
57%

Gambar 6 Klasifikasi jenis berdasarkan sumber perolehannya
Sumber perolehan simplisia nabati yang paling besar adalah tumbuhan obat
yang tumbuh secara liar baik di dalam hutan maupun di luar hutan, sebanyak 55
jenis dengan besar persentase 57% sedangkan tumbuhan yang diperoleh dari hasil
budidaya sebanyak 42 jenis dengan besar persentase 43%. Pada umumnya jenis
tumbuhan obat liar merupakan jenis-jenis yang diperlukan dalam jumlah sedikit saja
dan tidak selalu dibutuhkan dalam setiap ramuan. Beberapa contoh jenis tumbuhan
obat yang tumbuh secara liar yaitu akar alang (Imperata cylindrical), pulai (Alstonia
scholaris), brotowali (Tinospora crispa), jambe (Areca catechu), kayu angin (Usnea
barbata), dan jenis lainnya (Lampiran 1).
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, pembukaan lahan yang akan
mempersempit habitat tumbuhan obat dan pemanenan secara terus-menerus dari
alam (liar), berdampak terhadap kelestarian tumbuhan berkhasiat obat tersebut.
Penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan tanpa ada upaya budidaya akan
menyebabkan terganggunya kelestarian tumbuhan. Selain itu berbagai jenis
tumbuhan berkhasiat obat yang diambil langsung dari alam memiliki kemampuan
regenerasi alami yang sangat rendah (Noorcahyati dan Zainal 2013).
Status kelangkaan
Pemanenan tumbuhan obat dilakukan untuk mengambil bagian tumbuhan
obat yang sudah siap untuk dimanfaatkan sebagai simplisia. Pemanenan bisa
langsung diambil dari alam (liar) atau hasil budidaya. Tumbuhan obat liar yang
berasal dari pulau Jawa memang saat ini masih bisa didapat, tetapi sudah ada gejala-

13
gejala bahwa pada suatu ketika tumbuhan tersebut akan punah (Prasetyo dan Entang
2013). Sampai saat ini bahan baku obat tradisional sebagian besar berasal dari
tumbuhan yang dipanen langsung dari alam. Menurut Zuhud dan Haryanto (1994)
pemanenan yang melampaui batas kemampuan regenerasinya di alam, nampaknya
merupakan salah satu faktor penting yang mengancam kelestarian tumbuhan obat.
Setiap bagian tumbuhan obat yang dipanen mempunyai pengaruh terhadap
keberlangsungan hidup tumbuhan tersebut. Dampak dari pemanenan terhadap
tumbuhan bisa mengakibatkan kematian, menghambat reproduksi, dan bisa
menghambat regenerasi. Peters (1994) mengelompokkan berdasarkan potensi untuk
dilakukan pengelolaan secara lestari akibat kegiatan pemanenan. Sebanyak 32 jenis
(58%) masuk dalam kategori tinggi, 13 jenis (24%) digolongkan dalam kategori
sedang, dan 10 jenis (18%) digolongkan dalam kategori rendah (Gambar 7).
Rendah
18%

Tinggi
58%
Sedang
24%

Gambar 7 Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan
Karena banyaknya jenis tumbuhan obat yang dipanen akar, batang, rimpang,
kulit, dan semua bagian tumbuhan, jenis-jenis tersebut sangat berpeluang untuk
mengalami kelangkaan. Menurut Martin (1998), perlindungan terhadap tumbuhan
sebaiknya selalu diseimbangkan dengan keperluan masyarakat setempat,
masyarakat boleh mengambil sumber biologi yang penting bagi aktivitas dan
perdagangan mereka secara seimbang. Butuh peranan penting dari kawasan yang
dilindungi untuk dilakukan pemeliharaan jenis-jenis yang mulai langka akibat dari
pengambilan masyarakat. Semakin sulit tumbuhan obat yang diambil secara liar
biasanya semakin meningkat harga jualnya, hal ini membuat masyarakat cenderung
terus-menerus mengambil dari alam karena menunjang nilai ekonomi yang cukup
tinggi. Sejauh ini, pembudidayaan tumbuhan obat untuk kepentingan ekonomis dan
konservasi belum banyak dilakukan masyarakat dan pemerintah.
Perdagangan Simplisia Nabati
Pemanfaaatan tumbuhan sebagai obat tradisional, pada mulanya dilakukan
secara terbatas oleh masyarakat yaitu dalam lingkup keluarga. Sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan budaya pemanfaatan obat tradisional,
perdagangan tumbuhan obat mulai dilakukan hingga sekarang, baik berupa racikan
jamu, simplisia segar, maupun simplisia kering. Perdagangan simplisia nabati di
Kabupaten Malang sudah berlangsung lama, hal ini dibuktikan dengan adanya salah

14
satu pedagang simplisia yang sudah berdagang sejak tahun 1938.Hampir seluruh
pedagang yang menjadi responden mendapatkan pengetahuan tentang khasiat
tumbuhan obat secara turun-temurun dan perdagangan simplisia yang dilakukan
merupakan warisan dari orang tua.
Hasil wawancara responden menunjukkan bahwa pedagang simplisia nabati
di Kabupaten Malang merupakan pedagang eceran. Terdapat 14 pedagang eceran
yang tersebar di enam pasar tradisional Kabupaten Malang, memasok bahan baku
simplisianya dari pedagang grosiran di Pasar Besar Malang. Sedangkan yang
lainnya mendapatkan bahan baku simplisia dari pemasok atau pengepul yang
mengunjungi tempat berdagang responden. Saluran distribusi tumbuhan obat yang
diperdagangkan dalam bentuk simplisia nabati pada tingkat pengepul hingga
konsumen secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Tumbuhan liar/budidaya – pengepul – pedagang lokal – konsumen
2. Tumbuhan liar/budidaya – pengepul – pedagang grosir – pedagang lokal konsumen
Selain itu, perolehan bahan baku simplisia tidak hanya diperoleh dari daerah
lokal, tetapi juga dari luar daerah. Rata-rata bahan baku simplisia dipasok seminggu
sekali, baik dari pengepul maupun membeli dari pedagang grosiran untuk dijual
kembali. Pengemasan simplisia yang dijual ada beberapa macam yaitu dalam
bentuk satuan kilogram, bungkusan-bungkusan kecil, dan bijian.
Simplisia nabati dengan jenis tertentu yang dipasok oleh pedagang,
tergantung pada pemesanan konsumen. Pada jenis simplisia yang sulit didapatkan
atau diambil secara liar dari alam harganya cenderung lebih mahal dibandingkan
dengan jenis yang sudah dibudidayakan. Sama halnya dengan harga simplisia
kering yang lebih mahal dari pada simplisia basah, hal ini dikarenakan perlu
perawatan, waktu, dan biaya khusus dalam mengeringkan tumbuhan obat yang
dijadikan simplisia kering. Dalam hal ini, kisaran harga simplisia yang sumber
perolehan bahan bakunya dari alam (liar) sebesar Rp 10 000 – Rp 300 000 per
kilogram, sedangkan harga simplisia hasil budidaya sebesar Rp 20 000 – Rp 140
000 per kilogram (Lampiran 1).
Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan
Etnis Jawa sejak dahulu terkenal sebagai produsen dan konsumen obat
tradisional berupa jamu.Sampai saat ini di beberapa daerah, Etnis Jawa masih
mempertahankan kebiasaannya menggunakan ramuan obat tradisional untuk
menjaga kesehatan dan menyembuhkan segala penyakit. Namun demikian, tidak
semua tumbuhan yang digunakan sebagai obat berbentuk ramuan tetapi ada juga
yang berbentuk ramuan tunggal (Zuhud et al. 2001).
Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Malang berasal
dari industri rumahan dan industri besar perusahaan jamu. Produk obat dari industri
kecil hanya ditemukan beberapa jenis saja serta bentuk produknya berupa godogan,
seduhan, dan bedak. Ada 15 jenis produk obat yang diperdagangkan dalam skala
industri kecil (Tabel 5). Jenis bahan baku yang digunakan pada setiap produk obat
berbeda racikan, meskipun ada khasiat penggunaannya yang sama. Perdagangan
obat tradisional ini pada umumnya ditujukan untuk menjaga kesehatan dan
pengobatan penyakit ringan yang sering dialami masyarakat.

15

Tabel 5 Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Malang
No.
1

Produk

Komposisi

5

Beluntas, asam jawa, dan
kunyit
Pegel linu
Beras, kencur, kunci,
kedawung, gula, dan asam
jawa
Galian singset Kunci, suruh, pinang,
temulawak,
delima,
kencur
Pilis
Kencur, kunyit, ganti,
kenanga, dan biji pala
Bedak bayi
Beras dan kencur

6

Bobok parem

Kencur, serai, klabet, dan
jahe

7

Tapel

8

Gejahan

9

Sari rapet

10

Paitan

11

Sinom

12

Beras kencur

13

Cabe puyang

14

Kudu laos

15

Kunci suruh

Jahe, sirih, jeruk nipis,
dan minyak kayu putih.
Kencur,
kunyit,
lempuyang, temulawak,
simbukan, beluntas, kunci,
dan pegagan
Temu kunci, sirih, jambe, Menjaga kesehatan organ
gambir,
kenanga, kewanitaan
beluntas, dan delima putih
Sambiloto dan brotowali
Menyembuhkan penyakit
gatal-gatal, sebagai jamu
bersih darah, dan anti alergi
Asam jawa dan kunyit
Pencegah sariawan, dan
peluntur lemak
Beras dan kencur
Mampu menghilangkan rasa
kelelahan,
meningkatkan
nafsu makan
Cabe jawa dan lempuyang Menghilangkan
capekcapek, pencegah masuk
angin, dan penambah nafsu
makan
Mengkudu dan lengkuas
Mengurangi tekanan darah
tinggi dan menurunkan
kolesterol
Temu kunci dan sirih
Mengobati keputihan

2

3

4

Dilepen

Kegunaan
Membantu
mengurangi
sakit nyeri haid
Menghilangkan pegal-pegal
badan
Membantu mengencangkan
perut
Mengurangi mata rabun
pada ibu yang habis bersalin
Membantu menghilangkan
bau amis pada bayi yang
baru lahir
Menyegarkan
dan
menghilangkan pegal-pegal
pada ibu yang habis bersalin
Mencegah masuk angin dan
membuat perut singset
Memperlancar asi pada Ibu
yang menyusui

16
Pengembangan obat bahan alam Indonesia saat ini dikelompokkan menjadi
3 kelompok berdasarkan tingkat pembuktian khasiat, persyaratan bahan baku yang
digunakan, dan pemanfaatannya (Dewoto 2007), yaitu:
1. Jamu
Penggunaannya secara turun-temurun (empiris), bahan baku tidak
terstandarisasi, dan digunakan untuk pengobatan sendiri.
2. Obat herbal terstandar
Pembuktian khasiat dan keamanan berdasarkan uji preklinik, bahan baku
distandarisasi, dan digunakan untuk pengobatan sendiri.
3. Fitofarmaka
Pembuktian khasiat dan keamanan berdasarkan uji preklinik dan uji klinik,
bahan baku dan produk jadi distandarisasi, dan digunakan untuk pelayanan
kesehatan formal.
Produk obat yang ditemukan termasuk dalam kelompok jamu menurut
Dewoto (2007), pemasarannya bersifat lokal dan produksinya dalam skala kecil,
sehingga jenis-jenis yang ditemukan hanya sedikit.
Produk obat tradisional dari industri besar juga banyak ditemukan di pasar
tradisional Kabupaten Malang. Jenis-jenis produk obat ini lebih banyak dari pada
produk obat dari industri rumahan.Industri besar yang ditemukan sebagian besar
berasal dari Pulau Jawa, karena masyarakat Pulau Jawa terkenal dengan produsen
dan konsumen obat tradisional. Beberapa industri besar tersebut antara lain Air
Mancur, Sido Muncul, Nyonya Meneer, dan Jamu Iboe.
Penyebaran produk obat tradisional dari industri besar sudah cukup luas,
berdasarkan hasil wawancara ditemukan sebanyak 63 jenis produk obat dari 21
perusahaan jamu di Indonesia (Lampiran 4). Produk yang paling banyak dijual di
Kabupaten Malang berasal dari PT. Nyonya Meneer Semarang yaitu sebanyak 24
jenis produk atau sebesar 38% (Tabel 6).
Tabel 6 Industri produksi jamu yang diperdagangkan di Kabupaten Malang
No.

Produsen

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

PT. Nyonya Meneer - Semarang
PJ. Puspita Madura
PT. Sido Muncul – Semarang
PT. Air Mancur – Solo
PJ. Idhi Boeyoet - Malang
PT Jamu Iboe Jaya - Surabaya
PT. Deltomed – Wonogiri
PT. Industri Jamu Cap Jago - Semarang
PT. Jamu Pusaka Ibu Madura
Industri lain-lain
Total

Jumlah
jenis
24
6
6
5
2
2
2
2
2
12
63

Persentase (%)
38.10
9.52
9.52
7.94
3.17
3.17
3.17
3.17
3.17
19.05
100.00

17
Secara keseluruhan ditemukan sebanyak 86 jenis simplisia yang dijadikan
bahan baku produk obat tradisional. Penggunaan terbanyak pada famili
Zingiberaceae (Tabel 7), jenis dari famili Zingiberaceae biasa dimanfaatkan sebagai
bahan dasar, artinya yang dapat ditemukan hampir pada setiap ramuan jamu, dan
pada umumnya sudah dibudidayakan.
Tabel 7 Jenis simplisia yang digunakan sebagai bahan baku dalam produk obat
tradisional
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Simplisia
Zingiberis rhizome
Curcumae rhizome
Retrofracti fructus
Zingiberis aromaticae rhizoma
Languatis rhizoma
Kaempferiae rhizoma
Coriandri fructus
Piperis nigri fructus
Simplisia lainnnya (74 jenis)

Jumlah Produk yang Menggunakan
13
15
11
11
8
9
5
3
65

Pelestarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia Nabati dan Obat
Tradisional
Sisi penting peranan tumbuhan obat sebagai bahan baku berbagai jenis obat
atau jamu telah diketahui, tetapi disisi lain perusahaan obat/jamu dalam upaya
konservasi plasma nutfah tumbuhan obat masih sangat rendah. Penyediaan bahan
baku semakin lama akan semakin sulit, hal ini menunjukkan dibutuhkannya upaya
konservasi. Pelestarian yang dilakukan pada beberapa jenis tumbuhan obat dapat
diartikan sebagai segala kegiatan yang bertujuan untuk memperbanyak populasi
tumbuhan obat (yang belum dibudidayakan). Dalam hal ini pelestarian yang
dilakukan ditujukan untuk kepentingan ekonomis dan konservasi secara seimbang.
Hasil penelitian ini dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi ancaman kelangkaan tumbuhan obat, khususnya pada tumbuhan
obat yang dijadikan bahan baku simplisia maupun produk obat tradisional. Faktorfaktor tersebut yaitu:
1. Kegunaan tumbuhan obat. Banyaknya khasiat tumbuhan obat dan semakin
tinggi penggunaan oleh masyarakat meningkatkan permintaan pasar, sehingga
pemanenan yang dilakukan bisa melampaui batas.
2. Bagian yang digunakan. Secara fisiologi, pemanenan yang dilakukan pada
bagian tumbuhan tertentu berpengaruh pada pertumbuhan tumbuhan obat
tersebut. Dampaknya bisa berupa kematian individu dan
menghambat
regenerasi.
3. Nilai ekonomi. Semakin tinggi harga jual tumbuhan obat, akan semakin tinggi
pula tingkat pemanenannya. Kecenderungan ini terjadi karena kebutuhan
ekonomi masyarakat yang tinggi demi melangsungkan hidup.

18
4. Kurangnya perhatian terhadap pembudidayaan tumbuhan obat. Hal ini
disebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keanekaragaman
tumbuhan obat yang dimanfaatkan.
5. Semakin bertambahnya penduduk dan lahan terbangun. Seiring dengan hal ini,
pembukaan lahan semakin meningkat sehingga mempersempit habitat
tumbuhan obat.
Memperhatikan faktor-faktor di atas, untuk menghindari terjadinya
kelangkaan dan kepunahan jenis maupun pengetahuan tumbuhan obat, menurut
Zuhud dan Haryanto (1994) mengemukakan bahwa upaya konservasi seperti
budidaya memberikan harapan besar terhadap penyelamatan masalah krisis bahan
baku dan kepunahan berbagai jenis tumbuhan obat akibat dari eksploitasi yang
berlebihan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Teridentifikasi sebanyak 97 jenis simplisia yang diperdagangkan di Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Jenis yang terdiri dari 43 famili, 6 habitus, dan 12 bagian
tumbuhan yang digunakan. Jenis yang paling banyak diperdagangkan dari famili
Zingiberaceae, bagian tumbuhan yang banyak digunakan adalah buahnya, dan
habitus yang mendominasi adalah habitus herba. Simplisia yang
diperdagangkan berkhasiat dalam mengobati 28 kelompok penyakit dan
penggunaan yang paling banyak untuk mengobati penyakit pencernaan.
2. Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kabupaten Malang berasal dari
2 industri, yaitu (1) Produk obat tradisional dari industri kecil/rumah tangga,
yang teridentifikasi kurang lebih sebanyak 15 jenis produk obat tradisional yang
diperdagangkan dan produk-produk ini sampai sekarang belum terstandarisasi,
(2) Produk obat tradisional dari industri besar/perusahaan jamu yang sebagian
besar berasal dari Pulau Jawa dan sebagian lainnya dari Pulau Madura.
Ditemukan sebanyak 63 jenis produk obat tradisional kemasan dari 21 industri
jamu di Indonesia dan produk terbanyak berasal dari PT. Nyonya Meneer
Semarang.
3. Simplisia yang diperdagangkan sebagian besar sumber perolehannya dari alam,
pengambilan dilakukan secara liar dan sebagian lainnya diambil dari hasil
budidaya tumbuhan obat. kisaran harga simplisia yang sumber perolehan bahan
bakunya dari alam (liar) sebesar Rp 10 000 – Rp 300 000 per kilogram,
sedangkan harga simplisia hasil budidaya sebesar Rp 20 000 – Rp 140 000 per
kilogram.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini, yaitu:
1. Pelatihan yang ditujukan kepada industri kecil obat tradisional di Kabupaten
Malang mengenai pembuatan simplisia maupun produk obat yang memenuhi
standar kesehatan, agar permintaan pasar terhadap simplisia semakin meningkat.

19
2. Pembudidayaan jenis-jenis tumbuhan obat yang sudah mulai terancam
keberadaannya seperti gaharu (Aquilaria moluccensis), inggu (Ruta
angustifolia), purwoceng (Pimpinella alpine), dan majakani (Quercus
infectoria).
3. Memberikan perhatian pada jenis-jenis dari famili Zingiberaceae, karena belum
semua jenis dari famili ini telah dibudidayakan.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Malang. 2013. Jumlah Penderita Dirinci Menurut
Jenis Penyakit. Malang (ID): Pusat Statistik Kota Malang dengan Dinas
Kesehatan Kota Malang.
Darwis W. 2011. Tanaman obat yang terdapat di kota Bengkulu yang berpotensi
sebagai obat penyakit dan gangguan pada sistem pencernaan manusia. Jurnal
Konservasi Hayati Vol 8:1 (1-15)
Dewoto HR. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi
Fitofarmaka. [Maj Kedokt Indon]. Vol (57) 7.
Ekosetio R. 2004. Inventarisasi simplisia nabati dan produk obat tradisional yang
diperdagangkan oleh etnis melayu di Pontianak [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan.
Fakhrozi I. 2009. Etnobotani masyarakat suku melayu tradisional di sekitar
tamanasional bukit tiga puluh: studi kasus di Desa Rantau Langsat,
Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
GP Jamu dan Obat Tradisional. 2008. Daftar Obat Alam (DOA). Jawa Tengah: ISFI
Jateng dan GP.
Gunawan D, Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta (ID): Penebar swadaya.
Hariana A. 2008.Tumbuhan obat & khasiatnya.Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Lusia S. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan
keamanannya. [internet]. (diunduh 2015 03 Maret). Tersedia pada
http://www.jurnal.farmasi.ui.ac.id.
Martin GJ. 1998. Etnobotani. Malaysia (ID): Natural History Publication (Borneo).
Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia. [internet]. (diunduh
2015 Maret 03). Tersedia pada http:// www.dephut.go.id/index.php/ news/
details/ 7043.
[MENKES]. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan
Nomor 261 Menteri Kesehatan Surat Keputusan IV tahun 2009. Jakarta (ID):
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Noorcahyati, Arifin Z. 2014. Etnobotani tumbuhan berkhasiat obat etnis dayak
meratus loksado Kalimantan Selatan dan upaya konservasi di KHDTK
samboja. [internet]. (diunduh 2015 Maret 05). Tersedia di www.Forda
mof.org/ files/ 1_ Etnobotani_ Tumbuhan_ Berkhasiat_ Obat.pdf.
Oktaviana LM. 2008. Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Obat oleh Masyarakat di
Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Tilu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan.

20
Peters CM. 1994. Sustainable Harvest of Non-timber Plant Resources in Tropical
Moist Forest: an Ecological Primer. Washington DC (US): Biodiversity
Support Program.
Pramukanto Q, Edy DP, Siti S, Irmanida B, Latifah KD, Mia R. 2013. Taman
Terapi Mandiri: Diabetes Melitus (Jenis, Fungsi, Pengolahan Tanaman Obat,
dan Rancangan Taman). Bogor (ID): IPB Press.
Prasetyo, Entang I. 2014.Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan
Simplisia). Bengkulu (ID): Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB.
Setyawati Y. 2011. Pemberdayaan perempuan pesisir melalui pengembangan
manajemen komoditas perekonomian berbasis potensi lokal [skripsi].
Yogyakarta (ID): Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik.
Widyastuti Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat KomersilEdisi Revisi.
Surabaya: Airlangga University Press.
Zuhud EAM. 2008. Potensi hutan tropika Indonesia sebagai penyangga bahan obat
alam untuk kesehatan bangsa. Bogor (ID). Fakultas Kehutanan IPB.
Zuhud EAM, Harini MS, Ellyn KD.2001. Kamus Tumbuhan Obat Indonesia
(Etnofitomedika I). Jakarta (ID): Pustaka Populer Obor.
Zuhud EAM, Haryanto. 1994. Pelestarian