Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Padang, Sumatera Barat

KEAN
NEKARAG
GAMAN SIMPLIS
SIA NAB
BATI DAN
N PRODU
UK
OB
BAT TRA
ADISION
NAL YAN
NG DIPER
RDAGAN
NGKAN
DI KO
OTA PAD
DANG, SU
UMATER
RA BARA
AT


AGR
RINI VER
RA UTAR
RI

DEPARTE
D
EMEN
KONS
SERVASII SUMBE
ERDAYA HUTAN DAN EK
KOWISAT
TA
FAKUL
LTAS KE
EHUTAN
NAN
IN
NSTITUT
T PERTA

ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2013
3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota
Padang, Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Agrini Vera Utari

NIM E34080035

ABSTRAK
AGRINI VERA UTARI. Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat
Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Padang, Sumatera Barat. Dibimbing
oleh AGUS HIKMAT dan SISWOYO.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional telah dikenal secara turun
temurun dan terus berkembang hingga sekarang. Saat ini tumbuhan obat sering
dimanfaatkan dalam bentuk simplisia. Simplisia merupakan bahan alami yang
belum mengalami perubahan bentuk dan dapat digunakan sebagai obat. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi simplisia nabati, produk obat tradisional,
asal pasokan dan harga jual simplisia yang diperdagangkan di Kota Padang.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung dan wawancara.
Teridentifikasi 142 spesies tumbuhan obat dari 56 famili yang diperdagangkan
dalam bentuk simplisia. Sebagian besar tumbuhan obat yang dijual dalam bentuk
simplisia, didapatkan dari tumbuhan yang tumbuh secara liar di alam dan hasil
budidaya. Simplisia asal hutan memiliki harga berkisar Rp2 000 hingga Rp5 000
per ikat. Harga ini masih cukup rendah mengingat terdapat simplisia asal hutan
yang sudah termasuk kategori langka, seperti pulosari (Alyxia reinwardtii) dan
pulai (Alstonia scholaris). Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota

Padang yaitu produk obat tradisional hasil industri rumah tangga dan produk obat
tradisional hasil industri skala menengah hingga besar yang berada di Pulau Jawa.
Ditemukan 53 jenis produk jamu dari 9 industri jamu di Indonesia.
Kata kunci: Obat tradisional, simplisia, tumbuhan obat

ABSTRACT
AGRINI VERA UTARI. Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional
Medicine Products Trade in Padang City, West Sumatera. Supervised by AGUS
HIKMAT and SISWOYO.
The utilization of plants as traditional medicine has been known from
generation to generation and continued to grow up until now. Nowadays,
medicinal plants are often used in the form of simplisia. Simplisia was natural
material which have not undergone a change of form and can be used as medicine.
The aim of this research was to identified kinds of simplisia vegetable, traditional
medicinal products, the origin of supply and also the simplisia’s price that had
been traded in Padang City. Data collection was done by direct observation and
interview method. The result showed that there are 142 medicinal plant species
from 56 families which is traded as simplisia. Most medicinal plants sold in the
form of simplisia were obtained from plants that grows wild in the nature and also
from cultivation. Simplisia from the wild have price between Rp2 000 to Rp5 000

/ bunch. This price is still too low considering that there are some simplisia from
the forest which has been categorized as rare plants, such as pulosari (Alyxia
reinwardtii) and pulai (Alstonia scholaris). Traditional medicinal products traded
in Padang city were produced by home industries, medium-scale industries, and
top-scale industries in Java. There are 53 kinds of traditional medicinal products
from 9 traditional medicine industries in Indonesia.
Keywords: Medicinal plant, simplisia, traditional medicine

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK
OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN
DI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

AGRINI VERA UTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional
yang Diperdagangkan di Kota Padang, Sumatera Barat
Nama
: Agrini Vera Utari
NIM
: E34080035

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MScF
Pembimbing I

Ir Siswoyo, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah perdagangan
simplisia, dengan judul Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat
Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Padang, Sumatera Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScF
dan Bapak Ir Siswoyo, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, waktu, saran dan nasehat yang sangat membantu dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Ibu Dr Efi Yuliati Yovi, SHut
MLifeEnvSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, masukan dan

ilmu baru bagi penulis. Terima kasih kepada Ibu Eva Rachmawati, SHut MSi
selaku moderator seminar dan Ibu Resti Meilani, SHut MSi selaku ketua sidang
atas saran dan perbaikannya. Terima kasih kepada bapak-bapak dan ibu-ibu
pedagang simplisia nabati dan produk obat tradisional (lokasi Pasar Raya Padang,
Pasar Banda Buek dan Pasar Siteba), Badan Pusat Statistik Sumatera Barat,
petugas perpustakaan jurusan Farmasi dan Biologi Universitas Andalas serta
semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan informasi dan data.
Terima kasih kepada Ayahanda Amrul, Ibunda Ismawati, kakak, adik-adik
tercinta (Uni Yuli, Sari, Dinal, Rahma dan Rahmi) dan seluruh keluarga besar di
Padang atas segala doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya. Penulis
sangat bersyukur telah terlahir menjadi bagian dari keluarga tercinta ini. Terima
kasih kepada Gebry, Deria dan Anggi atas bantuannya selama pengumpulan data.
Terima kasih kepada teman seperjuangan: Dinda, Septi, Rizka, Soraya, Lintang,
Dina, Ayu atas dukungan dan semangat yang tiada henti. Terima kasih kepada
Randy Mulia atas kasih sayangnya selama ini. Terima kasih kepada Dini dan Edo
atas kebersamaannya dari SMA. Terima kasih kepada teman-teman
seperskripsian: Ike, Ina, Eko, Fika, Kuspri atas diskusi dan candaannya di ruang
kerja a.k.a Lab tercinta ;). Terima kasih kepada keluarga besar KSHE 45
‘Edelweiss’, RIMPALA dan IPMM atas semangat kebersamaan kebersamaan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada pihak terkait.

Bogor, Juni 2013
Agrini Vera Utari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN




Latar Belakang



Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



METODE



Waktu dan Lokasi

2


Alat, Bahan dan Objek Penelitian



Jenis Data



Metode Pengambilan Data

5

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN



Kondisi Umum Lokasi Penelitian



Karakteristik Responden

8

Spesies Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan sebagai Simplisia Nabati

10

Bagian-bagian Tumbuhan yang Digunakan

13 

Kegunaan Simplisia

14 

Status Simplisia Nabati

16 

Perdagangan Simplisia

17

Produk Obat Tradisional

19

Pelestarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia dan Obat
Tradisional

23 

SIMPULAN DAN SARAN

24 

Simpulan

24 

Saran

25 

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Jenis data dan metode pengambilan data
Klasifikasi spesies berdasarkan habitus
Produk obat tradisional yang diperdagangkan
Komposisi produk jamu yang diperdagangkan di Kota Padang
Jenis simplisia yang digunakan dalam produk jamu

4
12
20
21
22 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Peta lokasi penelitian
Klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin
Klasifikasi responden berdasarkan kelompok umur
Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Simplisia segar
Simplisia kering
Klasifikasi spesies tumbuhan berdasarkan famili
Klasifikasi spesies berdasarkan bagian yang digunakan
Klasifikasi spesies berdasarkan kelompok penggunaannya
Klasifikasi spesies berdasarkan sumber perolehannya
Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan
Skema alur pemasaran simplisia nabati di Kota Padang
Industri produksi jamu yang diperdagangkan di Kota Padang

3
9
9
10
11
11
12
13
15
16
17
18
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pasar Tradisional di Kota Padang
2 Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaannya
3 Data responden pedagang simplisia dan produk obat tradisional pada
tiga pasar tradisional di Kota Padang, Sumatera Barat
4 Data spesies tumbuhan yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia
di Kota Padang, Sumatera Barat
5 Data spesies tumbuhan yang diperdagangkan dan kegunaannya
6 Klasifikasi tumbuhan berdasarkan penggunaannya
7 Komposisi dan khasiat produk jamu yang terdapat di Kota Padang

27
28
30
31
37
55
64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya alam hayati di Indonesia memiliki potensi flora dan fauna yang
cukup besar. Salah satu wilayah di Indoneisa yang memiliki kekayaan hutan tropis
adalah Provinsi Sumatera Barat. Dengan luas kawasan ± 42 297 km² dan 47%
diantaranya merupakan hutan (Tarmizi 2012). Pemanfaatan hasil hutan di
Sumatera Barat terdiri dari pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan
kayu yang masih dimanfaatkan secara tradisional oleh penduduk sekitar hutan.
Salah satu hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan adalah tumbuhan obat yang
sering digunakan masyarakat Indonesia untuk melalukan pengobatan berbagai
macam penyakit secara tradisional.
Pada saat ini, obat tradisional dan obat-obatan yang berasal dari tumbuhan
mendapat perhatian yang semakin meningkat. Pernyataan tersebut dibuktikan
dengan data yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah industri obat
tradisional dan fitofarmaka dari tahun ke tahun. Ditjen Bifarm dan Alkes (2011)
menyatakan jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat
Tradisional (IKOT) yang terdaftar di Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2008
kurang lebih 1018 produsen dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1 251
produsen.
Perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika
tradisional telah mendorong berkembangnya budidaya tumbuhan obat di
Indonesia. Namun, tidak dapat dipungkiri selama ini upaya penyediaan bahan
baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan
yang tumbuh di alam liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan
sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai. Hasil
penelitian Purwandari (2001) menyebutkan bahwa 47,24% tumbuhan obat yang
digunakan sebagai bahan baku obat tradisional oleh berbagai industri obat
tradisional berasal dari hutan dan tumbuhan liar, sedangkan sisanya diperoleh dari
tumbuhan impor dan budidaya. Secara tidak langsung tentunya hal ini berdampak
pada meningkatnya kebutuhan terhadap tumbuhan obat.
Kementrian Kesehatan RI (2012) menyatakan bahwa konsumen tumbuhan
obat didominasi pabrik obat tradisional/modern, toko obat/jamu tradisional.
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan tidak berupa tumbuhan utuh, akan tetapi
berupa simplisia yaitu bagian-bagian tertentu dari tumbuhan seperti daun, akar,
kulit, buah dan lain-lain. Bagian tumbuhan obat ini umumnya dijual dalam
bentuk simplisia yang sudah berbentuk rajangan atau ramuan beberapa macam
simplisia. Istilah simplisia digunakan untuk menyebut bahan-bahan obat alam
yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.
Perdagangan simplisia dan produk obat tradisional saat ini banyak
ditemukan pada pasar-pasar tradisional di berbagai daerah, salah satunya di Kota
Padang, Sumatera Barat. Masyarakat Minang sebagai penduduk mayoritas di Kota
Padang tentunya memiliki pengetahuan mengenai obat tradisional terlihat dari
ditemukannya penduduk yang menjual simplisia dan produk obat tradisional
seperti yang terdapat di pasar Raya Padang. Namun hingga saat ini belum terdapat

2
data mengenai jenis-jenis simplisia yang diperdagangkan atau digunakan dalam
ramuan obat tradisional di Kota Padang.
Berdasarkan kondisi tersebut, inventarisasi jenis-jenis simplisia, khususnya
simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan perlu dilakukan.
Hal ini mengingat pentingnya mendokumentasikan data tersebut untuk dijadikan
acuan dalam penentuan upaya pelestarian spesies tumbuhan obat yang digunakan
dan dapat mengetahui spesies-spesies yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk
dikembangkan.

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi:
Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang diperdagangkan
di Kota Padang
Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Padang
Asal pasokan dan harga jual simplisia nabati yang diperdagangkan di Kota
Padang

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, adalah:
Dapat memberikan informasi mengenai jenis-jenis simplisia nabati yang
diperdagangkan di Kota Padang
Dapat memberikan informasi mengenai jenis-jenis produk obat tradisional
yang diperdagangkan di Kota Padang
Diharapkan menjadi acuan dalam menentukan strategi pelestarian dan upaya
budidaya spesies-spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dan
dimanfaatkan oleh industri obat tradisional, terutama yang tergolong dalam
spesies-spesies langka dan terancam punah

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di tiga pasar tradisional di Kota Padang, Provinsi
Sumatra Barat. Ketiga pasar tersebut antara lain: pasar Raya Padang, pasar Banda
Buek dan pasar Siteba. Pengambilan data dilakukan pada bulan November dan
Desember 2012. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3

4
Alat, Bahan dan Objek Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.
Pengumpulan data: alat tulis, tally sheet, panduan wawancara, kertas label,
plastik bening
2.
Pembuatan herbarium (spesimen): alkohol 70%, benang, gunting, kertas
koran, kertas karton, alat tulis, kantong plastik bening (trash bag bening),
label dan sprayer
3.
Dokumentasi: kamera
4.
Pengolahan data: program Microsoft Office Excel 2007
5.
Dokumen atau pustaka yang terkait dengan penelitian
Objek penelitian adalah simplisia nabati dan produk obat tradisional yang
diperdagangkan di tiga pasar tradisional di Kota Padang, Sumatera Barat.

Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer meliputi informasi
mengenai simplisia nabati dan produk obat tradisional, dan data sekunder meliputi
kondisi umum Kota Padang, perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dan obat
tradisional di Kota Padang (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis data dan metode pengambilan data
No.
Data
1 Kondisi
umum
lokasi
penelitian

2

Simplisia

3

Produk
obat
tradisonal

a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Uraian
Letak dan luas
Topografi
Geologi dan tanah
Iklim dan hidrologi
Kondisi ekonomi, sosial
dan budaya masyarakat
Spesies tumbuhan obat
Bagian yang digunakan
Jumlah pasokan
Asal pasokan
Harga jual
Manfaat
Penggunaan simplisia
Jenis produk
Produsen
Kegunaan
Harga per satuan
produk
Komposisi
Penggunaan produk
obat tradisional

Metode
Studi literatur

Lokasi
BPS Sumatera
Barat

Wawancara,
observasi,
pembuatan
herbarium,
Studi literatur

Pasar, Depkes,
Perguruan tinggi

Wawancara,
observasi,
pengumpulan
sample, studi
literatur

Pasar, Depkes,
Perguruan tinggi

5
Metode Pengambilan Data
Studi literatur
Studi literatur atau kajian pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan,
seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan dan lain sebagainya (Mardalis
1989). Studi literatur dilakukan sebelum dan setelah penelitian dilaksanakan.
Kegiatan studi literatur sebelum penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai kondisi umum lokasi penelitian. Sedangkan kajian pustaka
yang dilakukan setelah penelitian untuk verifikasi (cek silang) data yang diperoleh
di lapangan.
Survei lapang
Kegiatan survei lapang dilakukan untuk mengetahui lokasi pedagang
simplisia dan produk obat tradisional. Hal ini dilakukan karena tidak ada
informasi mengenai penyebaran pedagang simplisia dan produk obat tradisional di
Kota Padang.
Berdasarkan data dari Dinas Pasar Kota Padang, pada tahun 2012 tercatat 20
pasar yang dikelola oleh pemerintah dan non pemerintah (Lampiran 1). Pasar
tradisional yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu pasar Raya Padang, pasar
Siteba dan pasar Banda Buek. Pemilihan ketiga pasar ini disebabkan karena ketiga
pasar tersebut termasuk pasar tradisional besar di Kota Padang dengan transaksi
yang dilakukan setiap hari dan terdapat pedagang simplisia dan produk obat
tradional. Pasar Raya Padang merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Padang.
Lokasinya berada di pusat Kota Padang, tepatnya di Kecamatan Padang Barat.
Pasar Raya Padang juga merupakan salah satu sektor yang sangat berpengaruh
terhadap perekonomian Kota Padang karena pasar Raya Padang merupakan
gerbang utama perdagangan Sumatera Barat.
Pasar Banda Buek merupakan pasar tradisional yang berada di pinggir Kota
Padang tepatnya di Kecamatan Lubuk Kilangan, sedangkan pasar Siteba berada di
Kecamatan Nanggalo. Pada kedua pasar ini dapat dilihat transaksi terjadi setiap
hari.
Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
mendapatkan keterangan lisan melalui percakapan dengan orang atau responden
tentang topik tertentu (Salerno et al. 2005). Teknik wawancara yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu semi terstruktur. Menurut Mardalis (2004), penerapan
teknik wawancara semi terstruktur adalah dengan memberikan pilihan jawaban
pada beberapa pertanyaan namun juga terdapat pertanyaan yang tidak disediakan
pilihan jawaban sehingga dapat terlihat keragaman pendapat dalam menjawab
setiap pertanyaan atau diharapkan responden menjawab sesuai pengetahuan
mereka.
Responden dipilih dengan metode purposive sampling yang artinya
wawancara dilakukan pada setiap pedagang yang berjualan simplisia dan produk
obat tradisional yang ditemukan di lokasi penelitian. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan kuisioner yang telah disediakan.

6
Pembuatan herbarium
Herbarium merupakan kumpulan spesimen yang telah diawetkan.
Herbarium biasanya berupa awetan dari bagian tumbuhan, seperti daun, bunga,
ranting, kuncup, buah atau bagian lainnya. Pembuatan herbarium bertujuan untuk
mempermudah proses identifikasi spesies tumbuahan yang belum teridentifikasi
di lapangan. Tahapan pembuatan herbarium antara lain (Hidayat 2009):
1.
Pengambilan bahan sampel untuk herbarium yang terdiri dari ranting
lengkap dengan daunnya, beserta bunga dan buahnya jika ada
2.
Spesimen tumbuhan yang dijadikan herbarium dipotong dengan panjang
sekitar ± 40 cm
3.
Sampel tersebut dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan
etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor
koleksi, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal, lokasi pengambilan
spesimen dan nama kolektor
4.
Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dalam
kantong plastik bening berukuran 40x60 cm
5.
Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian
tumpukan tersiram rata, selanjutnya kantong plastik ditutup rapat agar cairan
alkohol tidak menguap
6.
Tumpukan herbarium dipress dalam sasak dan dioven dengan suhu 70ºC
selama 3 hari
7.
Herbarium kering yang lengkap dengan keterangan yang diperlukan
kemudian diidentifikasi oleh ahlinya di Herbarium Bogoriense Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mendapatkan nama ilmiah dan
famili
Pengumpulan contoh (sample) simplisia dan produk obat tradisional dari
masing-masing pedagang
Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional diperlukan untuk
kepentingan dokumentasi dan verifikasi spesies yang digunakan. Pengambilan
contoh simplisia dilakukan pada simplisia kering, sedangkan pada simplisia segar
pengambilan contoh dilakukan dengan pembuatan herbarium. Selain itu,
pengambilan contoh juga dilakukan pada produk obat tradisional yang ditemukan.
Contoh simplisia dan produk obat tradisional didapatkan dari setiap
pedagang. Namun jika ada contoh yang sama, pengambilan contoh hanya
dilakukan pada satu pedagang.

Analisis Data
Persen habitus
Habitus merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu tumbuhan.
Persen habitus merupakan telaah tentang persentase habitus yang dimanfaatkan
terhadap habitus yang ada. Adapun habitus berbagai spesies tumbuhan menurut
Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:
1. Pohon: merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu
batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah

7
2.

Perdu: merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan bercabang
dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah
3. Semak: merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan anggota
yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan tanah
dan tingginya dapat mencapai 1 m
4. Herba: merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair
5. Liana: merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar/memanjat
pada tumbuhan lain
6. Epifit: merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai
tempat hidupnya
Persen habitus merupakan telaah tentang persentase habitus yang
dimanfaatkan terhadap habitus yang ada. Fakhrozi (2009) menyatakan persen
habitus dapat dihitung dengan rumus:
Persentase habitus tertentu

∑ spesies dari habitus tertentu
∑ spesies

%

Persen bagian yang digunakan
Perhitungan persen bagian yang digunakan untuk mengetahui persentase
setiap bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Bagian tumbuhan yang digunakan
meliputi daun, akar, buah, bunga, batang, kulit kayu, rimpang, umbi dan seluruh
bagian tumbuhan. Perhitungan dilakukan secara umum terhadap semua spesies
tumbuhan yang diperoleh dari wawancara, kemudian dianalisis berdasarkan
kelompok penggunaannya. Persen bagian yang digunakan diperoleh dengan
rumus (Fakhrozi 2009):
Persentase bagian yang digunakan

∑ bagian tertentu yang digunakan
∑ spesies

%

Persen asal pasokan
Persen status budidaya merupakan bentuk, analisis terhadap tumbuhan pada
saat ditemukan. Artinya spesies tersebut merupakan hasil budidaya atau liar.
Persentase status budidaya dihitung dengan rumus:
Persentase asal pasokan

∑ spesies sumber pasokan
∑ spesies

%

Pembagian penggunaan tumbuhan obat
Pengklasifikasian data dilakukan terhadap keragaman kelompok
penyakit/penggunaan tumbuhan obat dengan cara melakukan penyaringan
(screening) terhadap khasiat masing-masing spesies berdasarkan kelompok
penyakit/penggunaanya.
Pembagian
berdasarkan
kelompok
penyakit/
penggunaannya dikelompokkan menjadi 29 kelompok kegunaan (Oktaviana 2008)
(Lampiran 2).

8
Pengelompokan spesies terhadap ancaman kelangkaan
Menurut Ekosetio (2004), pendekatan proses melangkanya tumbuhan obat
akibat pemanenan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
Kategori I : Pemanenan tumbuhan obat yang mengakibatkan kematian pada
individu tumbuhan, karena yang dipanen adalah akar, batang,
rimpang, kulit dan semua bagian tumbuhan.
Kategori II : Pemanenan yang menghambat reproduksi dari suatu tumbuhan
obat karena bagian yang dipanen ialah biji, buah dan bunga.
Kategori III : Apabila dilakukan pemanenan yang berlebihan akan
menghambat regenerasi dan kematian tumbuhan karena yang
dipanen adalah daun atau getahnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Padang adalah ibukota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai
barat Pulau Sumatera dan berada pada 0º44’ LS-01º08’ LS dan 100º05’ BT100º34’ BT. Kota Padang berada di sebelah barat Bukit Barisan dan dengan garis
pantai sepanjang 68 126 km. Luas Kota Padang adalah 69 496 Ha atau setara
dengan 1,65 % dari luas Sumatera Barat. Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan
dengan kecamatan terluas adalah Kecamatan Koto Tangah dengan luas mencapai
23 225 Ha. Dari keseluruhan luas Kota Padang, sebagian besar atau 51,01 %
merupakan hutan yang dilindungi oleh pemerintah. Sedangkan 5 108 Ha atau
7,35 % merupakan bangunan dan pekarangan (BPS 2009).
Kota Padang terletak pada ketinggian yang berkisar antara 0-1.853 mdpl.
Daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Secara topografi Kota
Padang terbagi atas empat kategori, yaitu: (1) Dataran datar (lereng 0-2 %) seluas
15.489 Ha, (2) Dataran landai (lereng 2-15 %) seluas 5.028 Ha, (3) Dataran
bergelombang (lereng 15-40 %) seluas 14.212 Ha dan (4) Dataran terjal atau
perbukitan (lereng diatas 40 %) seluas 36.570 Ha.Tingkat curah hujan Kota
Padang mencapai rata-rata 302,35 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17
hari per bulan pada tahun 2009. Suhu udaranya cukup tinggi yaitu antara 21,6º –
31,7ºC dengan kelembaban berkisar antara 78% – 85% (BPS 2009).

Karakteristik Responden
Hasil survei yang dilakukan ditiga pasar tersebut, teridentifikasi 23
pedagang simplisia dan produk obat tradisional yang berhasil diwawancara.
Jumlah responden tersebut terbagi atas 17 orang terdapat di pasar Raya Padang
dengan komposisi 12 orang lai-laki dan 5 orang perempuan, 3 orang di pasar
Banda Buek dengan komposisi 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, serta 3
orang lainnya terdapat di pasar Siteba dengan komposisi 1 orang laki-laki dan 2
orang perempuan.

9

Pereempuan
3
35%

Laki-laki
65%

Gambaar 2 Klasifikkasi respond
den berdasaarkan jenis kkelamin.
Waw
wancara yaang dilakukkan terhadap
p 23 pedaggang simpllisia dan prroduk
obat tradiisional padda ketiga pasar men
nunjukkan bahwa
b
respponden berrjenis
kelamin laaki-laki lebih banyak dibandingka
d
an perempuuan. Jumlahh responden
n lakilaki secarra keseluruuhan berjum
mlah 15 orang
o
(65%
%) dan jum
mlah respo
onden
perempuann sebanyak 8 orang (355%) (Gambar 2).
Kecenderungann ini terjaddi karena berdagang merupakann sumber mata
pencahariaan utama unntuk pemennuhan kebuttuhan seharri-hari. Selaiin itu, tiga orang
o
pedagang yang dikeenal palingg lama beerdagang siimplisia daan produk obat
b
infoormasi men
ngenai
tradisionall merupakaan respondeen yang meengetahui banyak
pemanfaattan tumbuhhan obat jugga berjenis kelamin laaki-laki. Addapun respo
onden
perempuann yang diitemukan mengaku
m
bahwa
b
pekeerjaan utam
manya buk
kanlah
sebagai pedagang, namun
n
padaa saat-saat tertentu mereka mengggantikan suami
s
mereka beerdagang kaarena alasann tertentu.
Kelompok
k umur
Penggetahuan teentang pem
manfaatan tu
umbuhan sebagai obaat dan kemu
udian
diperdaganngkan sudaah dilakukann sejak lamaa. Pengetahuuan tersebuut diturunkan
n dari
nenek mooyang atau orang tua. Hal tersebut terlihat dari hasil w
wawancara yang
menunjukkkan keberagaman umuur respondeen, mulai daari 23 tahunn hingga ussia 56
tahun. Kom
mposisi responden berrdasarkan keelompok um
mur tersaji ppada Gambaar 3.

41-50 tahunn
44%

31-440 tahun
1
13%

>51 taahun
39%
%

21-30 tahhun
4%

Gambar 3 Klasifikasi responden berdasarkan
b
n kelompokk umur.
Gam
mbar 3 mennunjukkan bahwa
b
resp
ponden denggan kelomppok umur antara
a
41–50 tahhun dengan jumlah ressponden 10
0 orang (444%) lebih bbanyak dari pada
kelompokk umur laiinnya. Perssentasenya tidak terlalu jauh bberbeda deengan
kelompokk umur 51 taahun ke atass dengan jum
mlah responnden 9 oranng (39%). Ju
umlah

10
m
n adanya trransfer ilmuu pengetahu
uan kepada kelompok uumur yang
ini menunjukkan
pedagang simplisia ddan produk
lebihh muda. Haal ini terjaddi karena kebanyakan
k
obat tradisional merupakann penerus daari usaha oraang tua merreka sebelum
mnya.
dikan
Tinggkat pendid
Tingkat pendidikan pedagang
p
siimplisia dan produk obat
o
tradisioonal sangat
bervaariasi. Secaara keselurruhan sebaagian besarr respondenn yang diw
wawancara
mem
miliki latar belakang
b
penndidikan SM
MP (43%), kemudian diikuti
d
denggan lulusan
SD (35%) dan SMA
S
(22%)) (Gambar 4).
4
SMA
S
22%
2

SD
335%
SMP
43%

Gambarr 4 Klasifikkasi respondden berdasaarkan tingkaat pendidikaan.
Kondisi pendidikan responden
r
tidak mempengaruhi peengetahuan responden
terhaadap spesies-spesies berkhasiat obat
o
yang diperdagang
d
gkan. Hal inni terbukti
denggan data yanng menunjuukkan bahwa beberapa responden yang diangggap paling
banyyak mengetaahui informasi tentang pemanfaataan tumbuhaan obat dan khasiatnya
meruupakan luluusan SD. Dalam
D
hal ini
i ditemuk
kan bahwa yang mem
mpengaruhi
penggatahuan reesponden mengenai tumbuhan obat dann khasiatnyya adalah
penggalaman berrdagang yanng diturunkaan dari oran
ng tua dan melibatkan
m
responden
secarra langsung dalam wakktu yang cukkup lama.
S
Spesies
Tum
mbuhan Ob
bat yang Dimanfaatka
an sebagai Simplisia N
Nabati
Hasil waw
wancara, teeridentifikassi 142 spesies tumbuuhan yang digunakan
sebaggai simplisia nabati yang
y
diperdagangkan di
d tiga pasaar tradisionnal di Kota
Padaang. Sebagiian besar simplisia
s
y
yang
diperd
dagangkan dijual dalaam bentuk
simpplisia segar (Gambar 5)) dan sebaggiannya diju
ual dalam beentuk keringg (Gambar
6). Beberapa
B
jeenis simplissia yang serring dijual dalam benttuk segar, yyaitu daun
unguu (Graptopphyllum picctum), ganndarusa (G
Gendarusa vulgaris), si dingin
(Kalaanchoe lacciniata), daaun kacangg kayu (Ca
ajanus cajaan), sidukuuang anak
(Phyyllanthus niruri), sunnguik kuciaang (Ortho
osiphon arristatus), laatuik-latuik
batanng (Physaliss peruvianaa) dan siriaah (Piper beetle). Jenis simplisia kering yang
serinng ditemui antara
a
lain: ampadu tannah (Andro
ographis paniculata), aadas manih
(Foeeniculum vulgare), secaang (Caesalp
lpinia sappa
an), kayu puutar (Helictteres isora),,
pugeeh angin (U
Usnea misam
minensis), kapulaga
k
(A
Amomum compactum)
c
) dan daun
mutiara (Malpigghia coccigeera) (Lampiiran 4).

11

Gam
mbar 5 Simp
plisia segar.

Gam
mbar 6 Simpllisia kering..
Spessies yang ditemukan
d
d
dengan
jumllah 142 speesies tersebuut terdiri daari 56
famili. Faamili Zingibberaceae merupakan
m
famili
f
denggan spesies terbanyak yang
digunakann sebagai simplisia yaitu sebanyak
k 12 spesies (Gambar 7). Spesiess dari
famili Zinngiberaceae relatif muddah tumbuh
h dan tidakk membutuhhkan peraw
watan
khusus, seehingga bannyak dibudiidayakan olleh masyaraakat (Rahayyu 2012). Selain
S
itu spesiees dari fam
mili Zingibberaceae ju
uga sebagaii komoditaas yang baanyak
diperdaganngkan. Berddasarkan daata BPS 201
10 dan 2011, produksi tumbuhan obatobatan, seeperti jahe, kunyit, laoos dan kenccur, secara nasional relatif menin
ngkat
setiap tahhunnya. Haal ini menuunjukkan bahwa
b
cukuup banyak tumbuhan yang
berasal daari famili Zinngiberaceaee berperan dalam
d
produuksi obat traadisional.
Perddagangan sppesies dari famili Zing
giberaceae di
d Kota Paddang tidak hanya
h
digunakann untuk keppentingan pengobatan, tetapi jugaa digunakann sebagai bu
umbu
utama dallam masakaan yang diikenal deng
gan “Masakkan Padangg”. Spesies yang
paling bannyak diperddagangkan yaitu
y
kunyitt (Curcumaa domestica), jahe (Zin
ngiber
officinale)), bangle (Z
Zingiber purrpureum), kencur
k
(Kaeempferia galanga) dan temu
lawak (Cuurcuma xantthorrhiza).

12

12

Ziingiberaceae

11

Fabaceae
9

Euuphorbiaceae

8

Asteraceae

7

Rutaceae

6

Famili
ii

Poaceae
Piperaceae

5

Lamiaceae

5

Acanthaceae
A

5

Rubiaceae

4

Arecaceae

4

Myrtaceae

3

Malvaceae

3

Loranthaceae
L

3

Lauraceae

3

Apocynaceae
A

3
51

Lain-lain
n (40 Famili)
0

20

40

60

Jum
mlah spesiees
Gam
mbar 7 Klasiifikasi spesiies tumbuhaan berdasarkkan famili.
Tumbuahaan obat yanng dijual daalam bentuk simplisiaa juga dikellompokkan
berdaasarkan habitusnya.
h
Berdasaarkan hab
bitusnya, spesies tumbuhan
dikellompokkan dalam 6 keelompok habbitus (Tabell 2).
No.
N
1
2
3
4
5
6

Tabel 2 K
Klasifikasi spesies
s
berd
dasarkan habbitus
Persentaase (%)
Habiitus
Jumlah (speesies)
Pohoon
46
32,5
Perddu
30
21
Lianna
8
5,55
Sem
mak
8
5,55
Herbba
322
45
Epifi
fit
5
3,55
Jum
mlah
1000
142

13
p
palin
ng banyak digunakan. Terlihat bahwa
b
Spessies dengann habitus pohon
spesies deengan habituus pohon beerjumlah 46
6 spesies atau 32% darri jumlah sp
pesies
yang diperrdagangkann. Beberapa contoh speesies dengann habitus poohon yaitu sirsak
s
(Annona muricata), pulai (Alsstonia scho
olaris), baliiak-baliak angin (Mallotus
paniculatuus), kedawuung (Parkia roxburgii),, madang buulu (Litsea uumbellata), kayu
putiah (Me
Melaleuca leuucadendronn) dan cengk
keh (Syzygiuum aromatiicum).
Habbitus lain yaang juga mendominas
m
i yaitu herbba. Spesiess dengan haabitus
herba meemiliki jum
mlah 42 spesies
s
ataau 30% dari
d
jumlahh spesies yang
diperdaganngkan. Bebberapa contooh spesies yang
y
berhabbitus herba yyaitu tapak dewa
(Gynura pseudochin
p
a), katang babi (Adeenostemma laevenia), piladang merah
m
(Coleus scutellarioid
s
des), asam
m batang (H
Hibiscus raadiatus), kkunik (Currcuma
domesticaa), cakua (K
Kaempferia galanga)
g
daan kunik bollay (Zingibeer purpureu
um).
Baggian-Bagiaan Tumbuh
han yang Diigunakan
Massing-masingg bagian tum
mbuhan obat tidak jarrang memilliki khasiat yang
berbeda-beda, namunn beberapa bagian speesies tumbuuhan juga ddapat digun
nakan
untuk pennyakit yang sama. Hal ini dikarenaakan setiap bagian tum
mbuhan mem
miliki
kandungann yang berrbeda. Perbbedaan bagiian yang diigunakan sebagai sim
mplisia
juga mem
mpengaruhi penamaan simplisia itu sendiri. Berdasarkkan bagian yang
digunakann, simplisiaa yang dipeerdagangkan
n berupa daun
d
(folium
m), akar (ra
adix),
buah (frucctus), herbaa (herba), bunga (floss), batang/rranting (cauulis), kulit kayu
(cortex), biji
b (semen), rimpang (rrhizoma), kulit
k
buah (ppericarpium
m), umbi (bu
ulbus),
minyak (ooleum), kayuu (lignum) (Gambar
(
8).

92

Bagian yang digunakan

Dauun
Buuah

27

Akkar

27
22

Herrba
Batang/rantinng

17

Bunnga

17

Kulit batanng

14

Rimpanng

13

B
Biji

13
4

Kulit buuah
Um
mbi

2

Kayyu

1

Minyyak

1
0

20

4
40

600

80

100

Ju
umlah speiees
Gaambar 8 Kllasifikasi sppesies berdaasarkan bagiian yang diggunakan.

14
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa daun merupakan bagian
tumbuhan obat yang paling banyak digunakan dengan jumlah 92 spesies dari 142
spesies yang ditemukan. Beberapa contoh spesies tumbuhan yang dijadikan
simplisia daun yaitu sirsak (Annona muricata), aren (Arenga pinnata), jarak pagar
(Jatropha curcas), daun inai (Lawsonia inermis), daun baru (Hibiscus tiliaceus),
daun siriah (Piper betle L.) dan daun si cerek (Clausena excavata).
Banyaknya bagian daun yang dimanfaatkan dapat dimengerti bahwa bagian
daun merupakan bagian tanaman yang paling mudah didapat dibandingkan bagian
lain dari tanaman. Dilihat dari segi konservasi, hal ini juga tidak mengkhawatirkan.
Menurut Ekosetio (2004), pendekatan proses melangkanya tumbuhan akibat
pemanenan dibagi menjadi 3, salah satunya diakibatkan oleh pemanenan daun
yang tergolong dalam kelompok ketiga atau kelompok dengan potensi terendah
memicu melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan. Hal ini disebabkan
karena pemanfaatan daun tidak akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap
kelangsungan tumbuhan tersebut.
Mendominasinya pemanfaatan daun, secara tidak langsung menandakan
bahwa pemanfaatan tumbuhan obat yang diturunkan dari nenek moyang
masyarakat Kota Padang telah memperhatikan nilai-nilai konservasi. Menurut
Fakhrozi (2009) daun memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan
tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu spesies
tumbuhan. Meskipun demikian pemanfaatannya juga harus diperhatikan, karena
pemanfaatan yang berlebihan akan menghambat regenerasi dan memicu kematian
pada tumbuhan.

Kegunaan Simplisia
Masing-masing tumbuhan memiliki khasiat yang berbeda-beda. Akan tetapi
tidak jarang ditemukan beberapa spesies tumbuhan dapat digunakan untuk
mengobati penyakit yang sama atau beberapa penyakit dapat diobati dengan
spesies tumbuhan yang sama. Simplisia nabati yang merupakan bagian dari
tumbuhan obat tentunya memiliki berbagai macam khasiat. Dari simplisia yang
diperdagangkan diketahui memiliki khasiat untuk mengobati 29 kelompok
penyakit seperti yang tercantum pada Gambar 9.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penggunaan simplisia yang
diperdagangkan di Kota Padang sebagian besar berkhasiat untuk gangguan saluran
pencernaan dengan jumlah 90 spesies atau sebesar 63,4% dari jumlah spesies
yang digunakan. Selanjutnya penggunaan simplisia digunakan untuk gangguan
kulit sebanyak 59 spesies (41,5% dari jumlah spesies yang digunakan), gangguan
pernafasan/THT sebanyak 54 spesies (38% dari jumlah spesies yang digunakan),
gangguan demam dan sakit kepala sebanyak 52 spesies (36,6% dari jumlah
spesies yang digunakan) dan gangguan saluran pembuangan sebanyak 49 spesies
(34,5% dari jumlah spesies yang digunakan) (Lampiran 6)

15

90

Penyakkit Saluran Penncernaan
59
54
52

Penyaakit Kulit
Pernafassan/THT
Sakkit Kepala dann Demam
Penyakitt Saluran Pem
mbuangan

49
43

Kelompok penggunaan

Penyakitt Otot Dan Peersendian
Pennyakit Khususs Wanita
T
Tonikum
Pengobattan Luka

33
331
277
24
23

Penyakkit Mulut
Penyakitt Jantung
Peerawatan Kehamilan dan Peersalinan

18
17
17
16

Penyakitt Kuning
Penyakkit Ginjal
Perawatann Rambut, Mukka, Kulit
Penyakit Kelamin

16
16
13

Penyakit Diabetes
D
Penyaakit Gigi
Penawaar Racun
Peenyakit Kankeer/Tumor

13
12
9
8

Ganggguan Peredaraan Darah
Penyakit G
Gangguan Uraat Syaraf
Penyaakit Mata

7
7
6
5

Lain-lain
L
Perawatann Organ Tubuhh Wanita
Penyakitt Malaria
Penyakiit Tulang

2
2
1

Penyakitt Telinga
Keluuarga Berencaana (KB)
0

50

100
0

Jumlah spesies
Gam
mbar 9 Klasifikasi spesies berdasaarkan kelom
mpok pengggunaannya.
Banyyaknya jennis simplisiaa yang dapat digunakaan untuk gangguan saaluran
pencernaaan kemungkkinan kareena jenis-jeenis tersebuut memilikki khasiat untuk
u
penyakit pencernaann yang tidaak spesifik.. Menurut Ekosetio ((2004), pen
nyakit
pencernaaan dapat ditimbulkaan oleh ketidakseim
k
mbangan kkimiawi seeperti
meningkattnya asam lambung atau
a
produk
ksi enzim pencernaan
p
yang berleb
bihan
dalam orggan pencernaaan. Pada tuumbuhan ob
bat, zat-zat kimia seperrti alkaloid dapat
membantuu menetralkkan asam lambung atau
a
mengembalikan pproduksi en
nzimenzim penncernaan terrsebut pada keadaan no
ormal.

16
Status Simplisia Na
abati
mber simplissia
Sum
Simplisia yang dipeerdagangkann menurut sumber peengambilann/perolehan
tumbbuhannya diikelompokkkan menjadii 2, yaitu liaar dan budiddaya (Gambbar 10).

liar
60%

bu
udidaya
4
40%

Gambarr 10 Klasifiikasi spesies berdasark
kan sumber perolehanny
p
ya.
Berdasarkkan Gambarr 10 di atass dapat dilih
hat bahwa sebagian
s
beesar (60%)
simpplisia didappatkan dari tumbuhan obat yang
g tumbuh secara liar di hutan.
Sedaangkan 40%
% lainnya didapatkann dari tum
mbuhan yanng sengajaa ditanam/
dibuddidayakan di pekaranngan atau di
d hutan raakyat. Beberapa contooh spesies
tumbbuhan obat yang tum
mbuh secaraa liar yaitu
u aren (Arrenga pinnata), capo
(Blum
mea Balsaamifera), balik-baliak
b
k angin (Mallotus
(
p
paniculatus
s), rukam
(Flaccourtia inerrmis), nilam
m (Pogostem
mon cablin)), baru (Hibbiscus tiliacceus), kayu
putiaah (Melaleuca leucadenndron) dan pulai (Alsto
onia scholarris).
Banyaknyya spesies tuumbuhan liaar yang dim
manfaatkan, sangat mem
mpengaruhi
keberadaannya di alam. Menurut
M
pedagang, beeberapa jenis tumbuhaan tersebut
mulaai sulit diddapatkan di hutan atau pun di pekarangaan-pekaranggan warga
sehinngga untuk mendapatkannya para pedangan harus
h
masukk ke dalam hutan. Hal
ini teentunya sangat berpenggaruh terhaddap penentu
uan harga juual.
Statu
us kelangkaan
Menurut Ekosetio
E
(20004), pemaanenan bagiian tumbuhhan untuk suuatu tujuan
tertenntu, terutaama untuk pengobataan tentuny
ya memilikki dampakk terhadap
tumbbuhan baik secara fisiik maupun ekologi. Peeters (19944) menyatakkan bahwa
pemaanenan buahh dan biji dapat
d
menyeebabkan perrubahan dallam struktuur populasi.
Dalaam kondisi pohon-pohhon dalam hutan
h
tropis mengalam
mi kesulitann-kesulitan
yangg berlipat ganda
g
pada tahap berttunas dan pertumbuha
p
an semai, yyang dapat
disebbabkan olehh persingann dalam meemperoleh cahaya, pem
mangsaan ooleh satwa
liar dan
d kalah bersaing
b
denngan spesiees lain. Keg
giatan pemuungutan buaah dan biji
yangg dilakukan manusia dapat
d
semakkin mengurrangi jumlahh permudaaan di alam
dan setelah
s
bebeerapa waktuu dapat mennyebabkan perubahan
p
u
ukuran
kelass.
Menurut Zuhud (19994), dampak dari peemanenan tumbuhan
t
oobat dapat
mem
mpengaruhi kelestariann tumbuhann obat terssebut jika pemanenannnya dapat
menggakibatkan kematian, menghamba
m
at regenerassi dan menggganggu sikklus hidup.
Penggelompokann tumbuhann obat berrdasarkan bagian
b
yanng dimanfaaatkan dan
akibaatnya terhaddap keterseediaannya di
d alam han
nya dilakukkan pada sppesies yang
didappatkan secaara liar. Beerdasarkan pendekatan
p
n proses meelangkanya tumbuhan
obat akibat pem
manenan menurut Ekosetio (2004), maka darii 85 spesies tumbuhan

17
I 8%
liar yang dimanfaatkkan didapaatkan 65% digolongkkan dalam kategori I,
tergolong dalam kategori II dan 27%
2
tergolo
ong dalam kategori
k
III (Gambar 11).

Kateegori III
2
27%
Kategori I
65%
Kategoori II
8%
%

Gambaar 11 Kateggori proses melangkany
m
ya tumbuhann obat akibaat pemanen
nan
Mennurut Purwandari (20001) dan Ek
kosetio (2004), setiap tumbuhan obat
memiliki nilai pentiing yang ditinjau
d
daari nilai ekkonomi dann nilai terh
hadap
ancaman kelangkaan
k
. Nilai penting terhadaap ancaman kelangkaann pada tumb
buhan
obat yang tumbuh seccara liar sanngat penting
g artinya karrena keterseediaan tumb
buhan
obat terseebut sangatt tergantunng pada alaam dalam menyediakkannya. Meenurut
Ekosetio (2004),
(
selaain memilikki nilai kelan
ngkaan yang tinggi, beeberapa sim
mplisia
yang term
masuk dalam
m kategori langka
l
jugaa memiliki nilai ekonoomi yang tiinggi.
Hal ini teerjadi karenna spesies-sppesies terseebut banyakk digunakann sebagai bahan
b
baku pabrrik obat tradisional, saalah satunyaa adalah puulosari (Alyxxia reinwarrdtii).
Menurut Widiastuti et al. (19996), hampiir setiap produk
p
jamu
mu menggun
nakan
pulosari (A
Alyxia reinwardtii), akkan tetapi pemanenan
p
simplisia inni masih baanyak
dilakukan dari alam.. Menurut Ekosetio
E
(2
2004), pembbudidayaann pulosari secara
s
besar-besaaran belum pernah dilaakukan, sed
dangkan kebutuhan akkan pulosarii oleh
industri obat
o
tradisioonal terus meningkat.
m
mbudidayaaan yang inttensif
Tanpa pem
maka keleestarian tum
mbuhan ini tiidak dapat dijamin.
d
Nilaai ekonomi yang tingggi tentunya merupakann potensi yaang cukup besar
untuk menndorong maasyarakat seekitar hutan
n melakukann pemanenaan langsung
g dari
alam secarra tidak terkkendali dann melampaui batas kem
mampuan reggenerasi di alam.
Jika hal inni terjadi dikkhawatirkann akan meng
gancam kellestarian perrsediaan maaupun
pasokan tumbuhan
t
o
obat
tersebbut sebagai bahan bakku industrii yang akh
hirnya
berdampakk langsung terhadap keelangsungan
n produksi obat
o tradisioonal.

Perrdagangan Simplisia
Perddagangan simplisia naabati di Ko
ota Padangg telah berrlangsung dalam
d
waktu yanng cukup laama. Sebagiian besar peedagang meerupakan peenerus dari usaha
u
orang tua mereka sebbelumnya. Pedagang
P
simplisia naabati umumnnya mempeeroleh
bahan bakku dari hutaan dengan cara
c
dicari sendiri atauu didapatkaan dari peng
gepul.
Beberapa spesies tum
mbuhan yangg susah did
dapatkan akaan dipasok jjika ada pessanan
B
hasil peenelitian didapatkan
d
berbagai alur
dari konnsumen. Berdasarkan
perdaganggan simplisiia nabati di Kota Padan
ng (Gambar 12).

18
Budidaya / Liar

Pengepul

Pedagang Grosir

Pedagang Lokal

Pedagang Racikan

Konsumen

Gambar 12 Skema alur pemasaran simplisia nabati di Kota Padang.
Saluran distribusi tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk
simplisia nabati pada tingkat pengepul hingga konsumen secara rinci adalah
sebagai berikut:
1.
Tumbuhan liar/budidaya – pedagang lokal – konsumen
2.
Tumbuhan liar/budidaya – pedagang lokal – pedagang racikan – konsumen
3.
Tumbuahn liar/budidaya – pengepul – pedagang lokal – konsumen
4.
Tumbuhan liar/budidaya – pengepul - pedagang lokal – pedagang racikan –
konsumen
5.
Tumbuhan budidaya – pengepul - pedagang grosir – konsumen
6.
Tumbuhan budidaya – pengepul - pedagang grosir – pedagang racikan –
konsumen
7.
Tumbuhan budidaya – pengepul - pedagang grosir – pedagang lokal –
konsumen
8.
Tumbuhan budidaya – pengepul - pedagang grosir – pedagang lokal pedagang racikan – konsumen
Perdagangan spesies tumbuhan liar dan tumbuhan yang dibudidayakan
dalam jumlah kecil memiliki alur distribusi yang relatif singkat. Hal ini terjadi
karena sebagian besar pedagang mengumpulkan atau mencari sendiri spesies
tumbuhan obat yang akan diperdagangkan. Saat ini, setiap pedagang pada saluran
distribusi tersebut bekerja sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi dalam
penetapan harga jual. Walaupun faktor eksternal tumbuhan seperti tingkat
kelangkaan simplisia nabati dapat mempengaruhi penetapan harga, namun hal
tersebut bukanlah dasar utama yang digunakan oleh pedagang dalam penetapan
harga. Hal ini membuat simplisia yang sama dengan jumlah yang sama namun
dijual dengan harga yang berbeda. Kondisi tersebut tentunya mengakibatkan
persaingan yang tidak sehat antar pedagang.

19
Hasil penelitian menunjukkan harga jual tumbuhan obat yang diperoleh dari
tumbuhan liar berkisar antara Rp2 000 hingga Rp5 000 per ikat. Harga ini
tergantung pada ukuran ikatannya dan ketersediaannya di alam. Beberapa spesies
tumbuhan liar yang paling banyak diperdagangkan yaitu ampadu tanah
(Andrographis paniculata), si dukuang anak (Phyllanthus niruri), latuik-latuik
batang (Physalis peruviana) dan kacang kayu (Cajanus cajan).
Berbeda halnya dengan spesies tumbuhan liar, simplisia yang didapatkan
dari hasil budidaya memiliki harga yang relatif stabil. Hal ini disebabkan karena
spesies yang dibudidayakan merupakan spesies yang digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari dan merupakan komoditas utama dalam pengembangan tumbuhan obat.
Beberapa tumbuhan obat budidaya yang memiliki harga cukup stabil di pasaran
yaitu, adas (Foeniculum vulgare), pulasari (Alyxia reinwardtii), secang
(Caesalpinia sappan), dama (Aleurites moluccana), kedawung (Parkia roxburgii),
cengkeh (Syzygium aromaticum), simpayang (Scaphium macropodum) dan
beberapa spesies dari famili Zingiberaceae lainnya.
Spesies yang paling banyak diminati pembeli adalah temulawak (Zingiber
aromaticum), jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica) dan temu
kunci (Boesenbergia rutunda). Hal ini dilihat dari jual beli setiap bulannya yang
menunjukkan bahwa setiap pedagang dapat menjual spesies-spesies tersebut
sekitar 150 kg hingga 500 kg per bulan dengan harga antara Rp18 000 hingga
Rp30 000 per kg. Sebagian besar spesies-spesies ini dibeli oleh peracik jamu
tradisional yang dikenal dengan istilah jamu gendong. Selain itu, banyaknya
permintaan terhadap spesies-spesies ini juga disebabkan oleh penggunaannya
yang tidak hanya digunakan sebagai bahan baku jamu, tetapi juga digunakan
sebagai bumbu dapur utama bagi masyarakat minang.

Produk Obat Tradisional
Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Padang sebagian
besar berasal dari Pulau Jawa. Hingga saat ini belum ada industri obat tradisional
yang terdaftar secara resmi di Dinas Kesehatan Kota Padang. Hal ini dibuktikan
dengan hasil survei di lokasi penelitian yang hanya menemukan 5 macam obat
tradisional yang diperdagangkan. Obat tradisional tersebut merupakan hasil
racikan pedagang yang belum terdaftar dan tidak memiliki standar tertentu dalam
penentuan kualitas. Menurut PERMENKES RI No. 006 tahun 2012, yang
dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Jenis obat tradisional tersebut dijual dalam berbagai bentuk, diantaranya
dalam bentuk rajangan, bedak dan minyak urut (Tabel 3). Secara umum obat
tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum dan ditempelkan
pada permukaan kulit, tetapi tidak tersedia dalam bentuk suntikan atau aerosol.
Bahan-bahan yang digunakan untuk obat tradisional tersebut berupa simplisia
yang merupakan bagian-bagian dari tumbuhan obat.

20
Tabel 3 Produk obat tradisional yang diperdagangkan
No.
1

2

3
4
5

Produk
Minyak
gosok

Kegunaan
Keseleo, kesemutan,
bengkak, digigit
serangga
Badak
Gatal-gatal, jerawat,
bareh
biang keringat, iritasi
kuniang
kulit
Simpayang Sariawan, panas
dalam
Badak
Jerawat, perawatan
bareh putiah wajah
Minyak
Keseleo, bengkak,
uruik
darah membeku,
sakit persendian

Tumbuhan Obat yang Digunakan
Cengkeh, pala, jahe, jaringau,
bolay, kayu putiah, kayu angin,
sarai harum
Daun kacang kayu, daun aren, daun
kunyit, daun baliak-balik angin,
beras, ampu kunik, adas manih
Kayu secang, selasih, tempayang,
gula batu
Tepung beras, air mawar
Kayu putiah, kayu angin, kunyit,
sarai, ruku-ruku, daun baru, air
kelapa

Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa jenis bahan baku yang digunakan
pada setiap ramuan obat tradisional berbeda-beda menurut khasiat dan peraciknya.
Hal tersebut terlihat pada beberapa produk obat tradisional yang memiliki bentuk
sama namun dengan racikan yang berbeda. Menurut kegunaannya obat tradisional
yang diperdagangkan umumnya ditujukan untuk menjaga kesehatan dan
pengobatan penyakit ringan yang umum dialami masyarakat. Obat tradisional
yang paling banyak ditemui adalah badak bareh (bedak dingin) dan simpayang
(tempayang). Pemakaian bahan baku simplisia berbeda untuk tiap kegunaan dan
peracik.
Menurut Hartini dan Purwantoro (1996), perbedaan dalam ramuan untuk
pengobatan suatu jenis penyakit maupun jenis tumbuhan