Keanekaragaman Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kota Bandung, Jawa Barat

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK
OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN
DI KOTA BANDUNG, JAWA BARAT

EMMA RACHMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota
Bandung, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Emma Rachmawati
NIM E34110044

ABSTRAK
EMMA RACHMWATI. Keanekaragaman Simplisia Nabati dan Produk Obat
Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh
AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM ZUHUD.
Pemanfaatan tumbuhan dalam pengobatan tradisional sudah dilakukan oleh
masyarakat sejak zaman dahulu hingga saat ini. Tumbuhan obat yang digunakan
dalam bentuk simplisia nabati dan produk obat tradisional. Tujuan penelitian ini
adalah mengidentifikasi keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat
tradisional, sumber dan harga jual simplisia nabati serta status keterancaman
spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Kota Bandung. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara. Teridentifikasi 94
spesies tumbuhan obat dari 44 famili yang didominasi oleh famili Zingiberaceae

(10.64%) dan 11 jenis simplisia dari habitus pohon sebanyak 32 spesies,
daun/folium (26.80%). Simplisia nabati yang diperdagangkan berasal dari hasil
budidaya dan tumbuh liar baik di hutan maupun non hutan. Diketahui 71 produk
obat tradisional yang berasal dari 29 industri jamu dengan bahan baku didominasi
dari rimpang temulawak sebanyak 38 produk. Simplisia nabati yang
diperdagangkan berasal dari dalam dan luar negeri dengan harga jual berkisar Rp
3 000–Rp 60 000 per ons. Teridentifikasi 17 spesies tumbuhan obat masuk status
keterancaman menurut CITES, IUCN dan LIPI.
Kata kunci: nabati, obat tradisional, simplisia

ABSTRACT
EMMA RACHMAWATI, Diversity of Vegetable Simplisia and Traditional
Medicine Products Trade in Bandung City, West Java. Supervised by AGUS
HIKMAT and ERVIZAL AM ZUHUD.
The utilization of plants in traditional medicine since anciently until now .
Medicinal plants are used in the form of vegetable simplisia and traditional
medicine products. The purpose of this study were to identify diversity of
vegetable simplisia and traditional medicine product, source and price of sale,
also threateaned status of medicine plants in Bandung city. That data was
collected using direct observation and interview method. There were 94 species of

medicinal plants from 44 famillies that dominated by Zingiberaceae (10.64%) and
11 simplisia spesies from life form was tree 32 species, simplisia leaf/Folium
(26.80%). There are 71 kinds of traditional medicinal products from 29 traditional
industries with dominant composition of temulawak rhizome (38 products).
Vegetable simplisia trade derived from domestic and foreign by selling price
range Rp 3 000–Rp 60 000 per ons. Identified 17 spesies include medicinal plants
of threatened category according to CITES, IUCN and LIPI.
Keywords: simplisia, vegetable, traditional medicine

KEANEKARAGAMAN SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK
OBAT TRADISIONAL YANG DIPERDAGANGKAN
DI KOTA BANDUNG, JAWA BARAT

EMMA RACHMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi: Keanek a ragaman

impli ia

abati dan Produk Obat Tradisional

yang Diperdagan� -an di Kota Bandung, Jawa Barat
Nama

: Emma Racmawa i

NIM


: E341 10044

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MSc

Prof Dr Ir Evizal AM Zuhud MS

Pembimbing I

Pembimbing II

Tanggal Lulus:

2 7 JAN 2016

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini ialah perdagangan simplisia, dengan

judul Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di
Kota Bandung, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Prof
Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan,
saran dan waktu yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Dr Ir Harnios Arif, MSc dan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku ketua
sidang dan dosen penguji atas arahan, saran dan motivasi yang diberikan.
Disamping itu, penulis juga berterima kasih kepada bapak dan ibu responden
pedagang dan pembeli simplisia nabati dan produk obat tradisional di Kota
Bandung yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Rachman Waluyo dan Ibunda Endang S
Retnowati, Kakak Eva Rachmawaty dan Febriansyah atas bantuan, doa, dukungan
dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga besar
LAWALATA IPB khususnya Angkatan Siberut, teman-teman KSHE 48, Tim
PKLP TNGGP, Wisma Arsida 2, Intensive 2011 atas segala canda tawa, sukaduka, kebersamaan, kekeluargaan dan pengalaman berharga yang penulis
dapatkan selama mengikuti perkuliahan, kegiatan organisasi serta kegiatan lapang
di Institut Pertanian Bogor

Bogor, Januari 2016


Emma Rachmawati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2


Alat dan Bahan

2

Jenis Data yang Dikumpulkan

2

Metode Pengambilan Data

3

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6

Karakteristik Responden Pedagang

8

Karakteristik Responden Pembeli

9

Keanekaragaman Simplisia Nabati

11

Status Keterancaman dan Kelangkaan Tumbuhan obat

17


Perdagangan Simplisia Nabati

20

Produk Obat Tradisional

23

Upaya Pelestarian Spesies Tumbuhan Obat Langka

26

SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

34

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan metode pengumpulan data
2 Kondisi umum masing-masing pasar
3 Karakteristik responden pedagang simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan jenis kelamin
4 Komposisi responden pembeli berdasarkan jenis kelamin dan kelas
umur
5 Jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di pasar
6 Jenis simplisia yang diperdagangkan di Padang, Magelang, Kudus,
Kediri, Pati, dan Bandung
7 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang teridentifikasi di pasar Kota
Bandung
8 Spesies tumbuhan obat pada lima famili yang diperdagangkan dengan
jumlah tertinggi
9 Spesies tumbuhan obat pada habitus pohon dan herba yang
diperdagangkan di pasar
10 Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan
11 Jumlah spesies tumbuhan yang berasal dari hutan
12 Status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN dan LIPI
13 Sepuluh jenis simplisia dengan harga jual tertinggi
14 Sepuluh jenis simplisia dengan harga jual terrendah
15 Jumlah tumbuhan obat yang diperdagangkan dimasing-masing
pedagang
16 Spesies tumbuhan obat yang hanya diperdagangkan di Kota Bandung
17 Jumlah produk obat tradisional yang dijual oleh masing-masing
pedagang
18 Klasifikasi produk obat tradisional berdasarkan kelompok jamu
19 Simplisia yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk obat
tradisional

3
7
8
10
12
13
14
14
15
16
18
19
21
21
22
23
24
24
25

DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi pasar: a. Pasar Cihaurgeulis, b. Pasar Ancol Karapitan
2 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan kelompok umur
3 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan tingkat pendidikan
4 Karakteristik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan tingkat pendidikan
5 Karakteristik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan mata pencaharian
6 Simplisia nabati yang diperdagangkan dalam kondisi a. basah, b.

8
9
9
10
11
12

kering
7 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan
habitus
8 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan
sumber perolehan
9 Kelompok pengelolaan lestari akibat pemanenan pada tumbuhan liar
10 Simplisia kayu manis a. Cinnamomum burmanii, b. Cinnamomum
cassia

15
17
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Simplisia nabati dan spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan
Pengelompokan spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok
penyakit/penggunaan
Produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Bandung
Spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan di Padang, Magelang,
Kudus, Kediri, Pati dan Bandung
Produk obat tradisional yang dikonsumsi
Jenis simplisia yang dikonsumsi
Jenis produk obat tradisional yang diperdagangkan di setiap pasar
Jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di setiap pedagang

34
42
59
83
96
97
98
102

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki 1 845 spesies tumbuhan hutan hujan tropis yang telah
dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat (Zuhud dan
Haryanto 1994). Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitasnya
seta kecenderungan masyarakat kembali ke alam meneguhkan peran penting
tumbuhan sebagai obat bahkan berpotensi nilai ekonomi tinggi. Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978 mendefinisikan tumbuhan obat
sebagai tanaman/bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional
atau jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor) atau tanaman
yang diekstraksi dan ekstrak tersebut digunakan sebagai obat (Kartikawati 2004).
Zuhud et al. (1994) mengelompokan tumbuhan obat menjadi 3 kelompok, yaitu:
tumbuhan obat tradisional, tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial.
Kemala et al. (2003) menyatakan bahwa sebagian besar industri obat tradisional
memproduksi dalam bentuk jamu dan simplisia yang memiliki khasiat tumbuhan
yang beragam.
Simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan kemudian
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60º (Kementrian
Kesehatan RI 2009). Simplisia nabati yang banyak dipasarkan berupa daun,
batang, kulit batang, akar dan lain-lain. Tumbuhan obat yang dijual biasanya
dalam bentuk rajangan ataupun ramuan. Kementrian Kesehatan RI (2012)
menyatakan bahwa konsumen tumbuhan obat didominasi oleh pabrik obat
tradisional/modern, toko obat/jamu tradisional.
Meningkatnya pemasaran jamu dan obat tradisional membuka peluang
untuk melakukan pengembangan terhadap tumbuhan obat-obatan (Mutiatikum et
al. 2010). Hal ini didorong oleh peran pemerintah untuk pengembangan tumbuhan
obat dan menggalakan pengobatan dengan isu back to nature dalam gaya hidup
masyarakat Indonesia pada saat ini (Wijayakusuma 1999). Hasil penelitian
Purwandari (2001) menyebutkan bahwa sebanyak 47.24% tumbuhan obat yang
dimanfaatkan oleh industri obat tradisional sebagai bahan baku obat tradisional
berasal dari tumbuhan liar dan hasil budidaya atau impor
Bandung merupakan kota terbesar dan sekaligus menjadi Ibu Kota Jawa
Barat. Kota Bandung memiliki peran penting dalam segi ekonomi, yaitu disektor
perdagangan, perhotelan dan restoran. Perwira dan Irmansyah (1998) diacu dalam
Sulistyowati (1999) menyatakan pasar tradisional di Kota Bandung tersebar
merata diseluruh Kota Bandung dan berada dilokasi dengan kepadatan penduduk
tinggi. Tahun 2007 terdapat 37 unit pasar tradisional yang dikelola oleh
pemerintah dan 15 unit pasar tradisional dikelola oleh pihak swasta (Tristyanthi
2008). Masyarakat yang menjual simplisia dan obat tradisional di pasar-pasar
merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat yang tinggal di Kota Bandung
memiliki pengetahuan mengenai simplisia dan obat tradisional. Namun hingga
saat ini belum terdapat data mengenai jenis-jenis simplisia dan obat tradisional
yang diperdagangkan dan digunakan sebagai obat alternatif di Kota Bandung.

2
Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai jenis simplisia
nabati dan produk obat tradisional yang terdapat di pasaran.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan obat dalam bentuk
simplisia nabati yang diperdagangkan di pasar Kota Bandung, Jawa Barat.
2. Mengidentifikasi produk obat tradisional serta bahan baku pembuatan `produk
obat tradisional yang diperdagangkan di pasar Kota Bandung, Jawa Barat.
3. Mengidentifikasi sumber dan harga jual simplisia nabati yang diperdagangkan
di pasar Kota Bandung, Jawa Barat.
4. Mengidentifikasi status keterancaman dan kelangkaan pada spesies tumbuhan
obat yang digunakan sebagai sumber simplisia nabati.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
1. Menjadikan informasi mengenai jenis simplisia nabati dan produk obat
tradisional yang diperdagangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Kota
Bandung.
2. Menjadi acuan dan informasi bagi kegiatan pelestarian dan upaya budidaya
spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan dan dimanfaatkan.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di pasar atau lokasi penjualan simplisia nabati
dan produk obat tradisional di Kota Bandung, Jawa Barat. Pasar yang dipilih
sebagai lokasi penelitian yaitu Pasar Cihaurgeulis, Pasar Ancol Karapitan, Pasar
Baru, Pasar Kiaracondong. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus
2015.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi thally sheet, alat tulis,
kamera, panduan wawancara, kertas label, plastik bening, pustaka terkait
penelitian, dan Microsoft Office Excel 2010. Bahan yang digunakan yaitu sampel
simplisia nabati dan produk obat tradisional yang diperdagangkan.

3
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan meliputi: kondisi umum Kota Bandung,
karakteristik pedagang, karakteristik pembeli, simplisia nabati dan produk obat
tradisional dan studi literatur mengenai tumbuhan obat dan obat tradisional (Tabel
1).
Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data
No
Jenis data
Uraian
Sumber data
Metode
1
Kondisi umum  Letak dan luas
BPS Kota
Studi
lokasi
Bandung
literatur
 Karakteristik pasar
penelitian
 Jumlah pasar
2
Karakteristik
Pengamatan
Observasi
 Nama pedagang/
pedagang dan
langsung di
lapangan,
pembeli
pembeli
lapangan
dan
 Jenis kelamin
wawancara
 Umur
 Tingkat pendidikan
 Suku/etnis
 Sumber
pengetahuan
 Lokasi/alamat
 Mata pencaharian
3
Simplisia nabati  Nama spesies
Pengamatan
Observasi
langsung
di
lapangan,
 Jenis simplisia
lapangan,
wawancara,
 Kondisi simplisia
literatur
 Manfaat
 Sumber simplisia
 Harga jual
4
Produk obat
Pengamatan
Observasi
 Nama produk
tradisional
langsung
di
lapangan,
 Bentuk produk
lapangan,
wawancara,
 Komposisi
literatur
 Produsen
 Harga produk per
satuan
 Manfaat

Metode Pengambilan Data
Survei lapangan
Survei lokasi penelitian dilakukan untuk mengetahui lokasi pedagang yang
menjual simplisia nabati dan obat tradisional di beberapa pasar tradisional yang
berada di Kota Bandung. Pasar-pasar yang dijadikan sebagai lokasi penelitian
adalah pasar yang menjual simplisia nabati dan produk obat tradisional meliputi:
Pasar Cihaurgeulis, Pasar Kiaracondong. Pasar Ancol Karapitan, dan Pasar Baru.

4
Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
mendapatkan keterangan lisan melalui percakapan dengan orang atau responden
mengenai topik tertentu (Salerno et al. 2005). Metode wawancara dilakukan
secara semi terstruktur.
Kegiatan wawancara dilakukan menggunakan panduan wawancara yang
telah disediakan. Responden dipilih dengan menggunakan metode purposive
sampling yang artinya wawancara dilakukan pada seluruh pedagang simplisia dan
produk obat tradisional yang ditemukan di lokasi penelitian.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara meliputi profil pedagang dan
pembeli (nama pedagang, umur, jenis kelamin, lokasi, tingkat pendidikan, mata
pencaharian, suku/etnis), nama spesies simplisia nabati yang diperdagangkan,
khasiat simplisia nabati yang diperdagangkan, sumber pasokan serta harga jual
simplisia nabati dan produk obat tradisional.
Studi literatur
Studi literatur atau kajian pustaka dilakukan guna mengumpulkan data dan
informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Studi literatur bersumber dari
buku, jurnal, artikel dan lain-lain, sehingga dapat mendukung data penelitian yang
sudah diperoleh. Kegiatan studi literatur dilakukan sebelum dan setelah
dilakukannya penelitian. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data
mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan cek silang data yang diperoleh di
lapangan.
Pengumpulan contoh simplisia nabati dan produk obat tradisional
Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional diperlukan
untuk kepentingan dokumentasi dan verifikasi spesies yang digunakan. Contoh
simplisia dan produk obat tradisional diperoleh dari setiap pedagang. Jika terdapat
contoh sample yang sama, maka pengambilan contoh hanya dilakukan pada satu
pedagang.
Identifikasi spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati
Identifikasi spesies tumbuhan obat dilakukan guna mengetahui nama
ilmah dari spesies tersebut. Proses identifikasi dilakukan menggunakan buku
panduan tumbuhan obat Heyne (1987), Dalimartha (1999) dan Zuhud et al.
(2014).
Pengelompokkan tata nama simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Pemberian nama pada simplisia ditetapkan
dengan menyebut nama marga (genus), nama jenis (species), dan bila
memungkinkan petunjuk jenis (varietas) diikuti dengan bagian yang
digunakan.(Kepmenkes RI 2009).
Jenis simplisia yang diperdagangkan terdiri dari beberapa bagian tumbuhan,
diantaranya: daun (folium), biji (semen), buah (fructus), bunga (flos), kayu
(lignum), akar (radix), kulit kayu (cortex), kulit buah (pericarpium), umbi
(bulbus), rimpang (rhizoma) dan herba (herba), minyak (oleum), getah (gum),
ranting/batang (caulis).

5
Analisis Data
Karakteristik responden
Data profil pedagang dan pembeli dianalisis secara deskriptif dan data
disajikan menggunakan diagram, grafik dan tabel.
Keanekaragaman simplisia nabati
Dalam menghitung keanekaragaman simplisia nabati dan produk obat
tradisional data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
Berikut adalah rumusan yang digunakan dalam menghitung persentase famili,
habitus, bagian yang digunakan, status budidaya tumbuhan obat:
Persentase famili digunakan untuk mengetahui jumlah famili pada
tumbuhan obat yang banyak digunakan sebagai bahan baku simplisia nabati.
Persentase famili dihitung dengan rumus:

Persentase habitus adalah telaah mengenai persentase habitus yang
dimanfaatkan terhadap habitus yang ada. Tjitrosoepomo (1988) menyatakan
bahwa terdapat habitus dari berbagai spesies tumbuhan yaitu: pohon, perdu,
semak, herba, liana dan epifit. Persentase habitus dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut (Fakhrozi 2009):

Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi akar, batang, daun, buah,
bunga, kulit batang, rimpang, umbi, seluruh bagian tumbuhan/herba. Perhitungan
persen bagian yang digunakan untuk mengetahui persentase setiap bagian
tumbuhan yang dimanfaatkan. Fakhrozi (2009) menyatakan persen bagian yang
digunakan dihitung dengan rumus:

Persentase status budidaya adalah bentuk analisis terhadap tumbuhan saat
ditemukan. Tumbuhan yang ditemukan dapat berupa tumbuhan hasil budidaya
ataupun tumbuhan liar baik di hutan maupun non hutan. Persentase status
budidaya dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Metananda 2012):

Penggunaan spesies tumbuhan obat
Klasifikasi penggunaan spesies tumbuhan obat dilakukan pada keragaman
kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan obat dengan cara penyaringan

6
(screening) terhadap khasiat masing-masing spesies tumbuhan obat. Kelompok
penyakit dibagi berdasarkan kelompok penyakit/penggunaannya menjadi 29
kelompok kegunaan (Oktaviana 2008).
Potensi pengelolaan lestari dan status kelangkaan spesies tumbuhan obat
Peters (1994) mengelompokkan status tumbuhan berdasarkan potensi
untuk dilakukan pengelolaan secara lestari akibat kegiatan pemanenan pada
bagian tertentu tumbuhan.Kategori tersebut yaitu:
Rendah (Low)
: Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi:
akar, batang, kulit batang, rimpang, herba
Sedang (Medium) : Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi:
getah, biji, buah dan bunga
Tinggi (High)
: Bagian tumbuhan yang dilakukan pemanenan meliputi:
getah, buah dan daun
Persentase potensi pengelolaan lestari dihitung dengan rumus:

Status keterancaman dan kelangkaan pada spesies tumbuhan obat
dikategorikan menurut CITES (2015), IUCN (2015), LIPI (Mogea et al. 2001).
Perlindungan spesies menurut CITES dikategorikan menjadi 3, yaitu: Appendix I,
Appendix II dan Appendix III. Appendix I memuat jenis-jenis yang memiliki
status endangered sehingga perdagangannya dilarang, kecuali untuk hal-hal
tertentu yang diatur dan dikontrol sangat ketat. Appendix II memuat spesies yang
berpotensi endangered apabila sistem perdagangan internasionalnya tidak
dikontrol. Appendix III merupakan upaya suatu negara untuk meminta
perlindungan secara internasional suatu spesies yang oleh negara tersebut
dirasakan perlu perlindungan secara internasional (Kinho 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung secara
geografis terletak diantara 107o 36' Bujur Timur dan 6o 55' Lintang Selatan. Kota
ini memiliki luas wilayah 16 731 Ha. Perda Kota Bandung nomor 06 tahun 2007
mengenai pemekaran dan pembentukan wilayah kerja kecamatan dan kelurahan di
lingkungan Pemerintah Kota Bandung terbagi menjadi 30 kecamatan dan 151
kelurahan (BPS 2014). Badan Pusat Statistika (2014) menyebutkan bahwa Kota
Bandung memiliki 37 pasar tradisional yang tersebar secara merata. Pasar yang
digunakan sebagai lokasi penelitian yaitu Pasar Cihaurgeulis, Pasar
Kiaracondong, Pasar Ancol Karapitan dan Pasar Baru (Tabel 2).

7

Nama pasar
Cihaurgeulis

Kiaracondong

Ancol Karapitan

Baru

Tabel 2 Kondisi umum masing-masing pasar
Kondisi umum
Karakteristik lokasi
Karakteristik yang dijual
Lokasi: Kelurahan Sukaluyu,
Komoditi yang dijual yaitu
Kecamatan Cibeunying Kaler
bahan pokok (sayuran,
2
Luas: 5 086 m . Golongan
buah-buahan, makanan
pasar kelas II. Pasar ini terletak ringan, pakaian, sepatu dan
di pinggir jalan dan dekat
sandal), buku-buku.
dengan daerah perkantoran,
Terdapat 3 penjual produk
perguruan tinggi, gedung
obat tradisional yaitu: jamu
sekolah, perumahan penduduk gendong yang berjualan di
dan Pusat Dakwah Islam
dalam pasar, penjual jamu
(Pusdai) (Gambar 1a).
yang keliling di komplek
perumahan dan toko jamu
yang berjarak sekitar 10 m
dari pasar.
Pasar kelas I yang terletak di Jl Komoditi yang dijual yaitu
Kiaracondong, Kelurahan
bahan pokok sehari-hari
Kebon Jayanti Kecamatan
berupa bahan pangan, serta
Kiaracondong. Pasar ini
pakaian. Di sepanjang jalan
dibangun pada tahun 1959
berjajar toko-toko dan
2
dengan luas 10 250 m . Lokasi penjual kaki lama.
pasar ini dekat dengan
Terdapat 2pedagang jamu
perumahan penduduk dan
di pasar ini yaitu jamu
Stasiun Kiaracondong.
gendong yang berjualan
keliling di dalam pasar saat
pagi hari dan toko jamu
yang terletak di depan
pasar.
Pasar Ancol Karapitan atau
Barang yang dijual disini
biasa disebut Pasar Ancol
berupa sayuran, buahmemiliki luas 1 950 m2, yang
buahan, bahan makanan
tergolong pada pasar kelas II.
lainnya, alat tulis, pakaian.
Pasar ini terletak di Jalan
Terdapat satu pedagang
Karapitan Kelurahan Ancol
yang menjual produk obat
Kecamatan Regol (Tristyanthi tradisional, toko tersebut
AC 2008) (Gambar 1b).
terletak disamping pasar.
Pasar Baru merupakan pasar
Barang yang dijual di pasar
tertua dan sudah menjadi
ini sangat komplit mulai
tempat wisata dan letaknya
dari kebutuhan sandang,
berada di pusat kota. Toko
pangan dan papan.
yang menjual simplisia berada Terdapat 2 pedagang
di Jalan Pasar Selatan No 33
simplisia nabati
dan Jalan Pasar Barat No 44.

8

a
b
Gambar 1 Kondisi pasar: a. Pasar Cihaurgeulis, b. Pasar Ancol Karapitan

Karakteristik Responden Pedagang
Penelitian dilakukan di empat pasar tradisional yang tersebar di Kota
Bandung. Hasil survei yang telah dilakukan diperoleh 8 responden yang menjual
simplisia nabati dan produk obat tradisional (Tabel 3).
Tabel 3

Karakteristik responden pedagang simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden
Nama pasar
Jumlah pedagang
Jumlah pedagang
perempuan
laki-laki
Pasar Cihaurgeulis
2
1
Pasar Kiaracondong
2
Pasar Ancol Karapitan
1
1
Pasar Baru
1
Jumlah pedagang
6
2
Persentase (%)
75
25

Persentase pedagang perempuan sebanyak 75%. Banyaknya responden
berjenis kelamin perempuan karena usaha berjualan simplisia nabati dan produk
obat tradisional merupakan usaha keluarga yang sudah turun-temurun dan banyak
dilakukan oleh kaum perempuan, selain itu sebagai usaha mereka untuk
membantu suami menambah pemasukan keluarga.
Kelompok umur
Pengetahuan responden mengenai pemanfaatan tumbuhan yang digunakan
sebagai obat dan dapat diperdagangkan dalam bentuk simplisia maupun diolah
menjadi obat tradisional sudah terjadi sejak lama. Pengetahuan ini diperoleh dari
nenek moyang atau orang tua mereka yang kemudian bersifat turun menurun.
Responden yang berhasil diwawancara memiliki umur yang beragam yaitu 40–83
tahun. Kelompok umur responden terbanyak yaitu umur 56–70 tahun (Gambar 2).

9

Gambar 2 Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan kelompok umur
Gambar 2 menunjukan bahwa persentase kelompok umur paling besar
yaitu 50% pada kelompok umur 56–70 tahun. Keberagaman kelompok umur yang
diperoleh saat wawancara dapat menunjukkan adanya transfer ilmu dari generasi
tua ke generasi yang muda. Hal ini dikarenakan faktor utama dari penjualan
simplisia dan obat tradisional adalah usaha keluarga yang dilakukan secara turuntemurun, sehingga pedagang tersebut merupakan penerus dari usaha keluarga
sebelumnya.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir yang pernah dicapai oleh responden beragam,
mulai tingkat SD hingga S1. Gambar 3 menunjukkan bahwa responden dengan
tingkat pendidikan terakhir SD lebih banyak yaitu 38%. Kemudian diikuti oleh
jenjang SMP dengan hasil perhitungan sebesar 13% (Gambar 3).

Gambar 3

Klasifikasi responden pedagang simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan tingkat pendidikan

Tingginya pendidikan formal yang pernah dicapai oleh responden tidak
mempengaruhi pengetahuan mereka terhadap obat tradisional baik simplisia
maupun produk obat tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan
pendidikan terakhir SD mendominasi. Pengetahuan yang dimiliki responden
mengenai simplisia nabati dan obat tradisional diperoleh dari orang tua ataupun
nenek moyang keluarga mereka yang diwarisi secara turun-menurun.
Karakteristik Responden Pembeli
Konsumsi obat tradisional merupakan budaya yang dilakukan secara turun
menurun yang masih dilakukan masyarakat hingga saat ini. Hasil wawancara yang
dilakukan di empat pasar diperoleh sebanyak 30 responden. Responden pembeli
yang diperoleh terbagi menjadi: 3 responden di Pasar Ancol Karapitan, 12
responden terdapat di Pasar Baru, 10 responden diperoleh dari Pasar Cihaurgeulis
dan 5 responden lainnya didapat dari Pasar Kiaracondong.

10
Jenis kelamin dan kelas umur
Komposisi responden pembeli yang diwawancarai terdiri dari 14 orang
laki-laki dan 16 orang perempuan. Hasil wawancara diketahui kelas umur
responden pembeli beragam mulai dari umur 20 tahun hingga 60 tahun (Tabel 4).
Tabel 4

Komposisi responden pembeli simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur
Jenis kelamin
Kelas umur
Total (%)
Laki-laki (%)
Perempuan (%)
20-30
13.33
16.67
30.00
31-40
3.33
13.33
16.67
41-50
16.67
13.33
30.00
51-60
13.33
10.00
23.33
100.00
Jumlah (%)
46.67
53.33

Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih mendominasi yaitu
sebesar 53% dibandingkan responden laki–laki (Tabel 4). Persentase pada
responden perempuan lebih besar karena perempuan memiliki kebiasaan untuk
merawat diri dengan cara alternatif seperti menurunkan berat badan, kecantikan
wajah, merawat diri pasca melahirkan ataupun saat hamil. Responden laki-laki
mengkonsumsi jamu saat badan merasa pegal setelah bekerja dan menjaga
stamina tubuh agar tetap fit.
Kelas umur 20–30 tahun dan 41–50 tahun memperoleh nilai yang lebih
tinggi, hal ini disebabkan oleh adanya transfer ilmu dari orang tua kepada
anaknya. Selain itu perkembangan zaman yang semakin modern dan didukung
oleh pola hidup yang sehat dengan menggunakan cara tradisional khususnya
dalam hal pengobatan, sehingga banyak media cetak dan elektronik (terutama
melalui media sosial) yang memberikan informasi mengenai obat tradisional baik
cara penggunaan, efek samping dan jenis tumbuhan yang dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator seseorang dalam
menentukkan kecerdasan seseorang ataupun untuk mengetahui tingkat
pengetahuan seseorang terhadap suatu hal. Tingkat pendidikan pada responden
pembeli dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu SD, SMA, D3, S1 (Gambar 4)

Gambar 4 Karaktersitik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan tingkat pendidikan

11
SMA merupakan tingkat pendidikan terakhir yang banyak ditempuh oleh
responden yaitu sebesar 53%. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan yang ditempuh secara formal tidak mempengaruhi pengetahuan
responden mengenai simplisia nabati dan produk obat tradisional sebagian besar
pengetahuan ini diperoleh dari pendidikan non formal seperti pengetahuan secara
turun temurun yang disebarkan melalui lisan dan hasil praktek mandiri, media
cetak dan elektronik.
Mata pencaharian
Mata pencaharian responden pembeli dikelompokan menjadi tujuh
kelompok, yaitu ibu rumah tangga, PNS, pegawai negeri, pegawai swasta,
wiraswasta, pedagang dan buruh. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
responden yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak 11 orang (Gambar
5). Ibu rumah tangga memperoleh angka persentase tertinggi karena berdasarkan
hasil wawancara bahwa ibu-ibu membeli jamu bukan untuk dikonsumsi sendiri
melainkan untuk anak-anak mereka ataupun anggota keluarga lainnya.

Gambar 5 Karakteristik responden pembeli simplisia nabati dan produk obat
tradisional berdasarkan mata pencaharian

Keanekaragaman Simplisia Nabati
Keanekaragaman jenis simplisia
Hasil survei diperoleh bahwa pedagang simplisia nabati ditemukan di
Pasar Baru, karena pada pasar lainnya hanya menjual produk obat tradisional.
Jumlah pedagang yang ditemukan di Pasar Baru sebanyak dua orang. Simplisia
nabati yang diperdagangkan sebagian besar dalam kondisi kering, hanya beberapa
jenis saja yang dijual dalam kondisi segar. Simplisia yang dijual dalam kondisi
basah atau segar (Gambar 6a) yaitu bawang dayak (Sisyrinchium palmiFolium)
dan bawang putih tunggal (Allium sativum), sedangkan contoh simplisia yang
sering ditemukan dalam bentuk kering (Gambar 6b) yaitu: secang (Caesalpinia
sappan), pasak bumi (Eurycoma longifolia), alang-alang (Imperata cylindrica),
benalu teh (Loranthus parasiticus) dan pegagan (Centella asiatica).

12

Gambar 6

a
b
Simplisia nabati yang diperdagangkan dalam kondisi: a. basah
b. kering

Simplisia nabati yang diperdagangkan di Kota Bandung sebanyak 97 jenis
yang terdiri dari 11 jenis simplisia, yaitu: daun (folium), biji (semen), buah
(fructus), bunga (flos), kayu (lignum), akar (radix), kulit kayu (cortex), kulit buah
(pericarpium), umbi (bulbus), rimpang (Rhizoma) dan herba (herba) (Tabel 5).
Tabel 5 Jenis simplisia nabati yang diperdagangkan di pasar
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis simplisia
Daun (folium)
Buah (fructus)
Herba (herba)
Kulit kayu (cortex)
Rimpang (rhizoma)
Biji (semen)
Kayu (lignum)
Akar (radix)
Bunga (flos)
Kuli buah (pericarpium)
Umbi (bulbus)
Jumlah

Jumlah simplisia
26
14
13
9
9
8
6
6
2
2
2
97

Persentase (%)
26.80
14.43
13.40
9.28
9.28
8.25
6.19
6.19
2.06
2.06
2.06
100.00

Bagian tumbuhan yang banyak digunakan sebagai simplisia yaitu daun
sebanyak 26.80%. Contoh spesies tumbuhan yang daunnya banyak digunakan
yaitu: daun ungu (Graptophylum pictum), sembung (Blumea balsamifera), kelor
(Moringa oleifera) dan salam (Syzygium polyanthum) (Lampiran 1). Banyaknya
penggunaan daun sebagai obat alami disebabkan karena daun merupakan bagian
tumbuhan yang mudah diolah dan mudah didapat serta tidak memiliki musim
seperti bagian tumbuhan lainnya.
Daun yang banyak digunakan tidak
menyebabkan banyak kerusakan pada tumbuhan tersebut. Hal ini di jelaskan oleh
Ekosetio (2004) yang menyatakan bahwa pemanenan bagian tumbuhan secara
berlebihan akan menghambat regenerasi dan kematian, contohnya pada daun.
Daun (folium) merupakan bagian tumbuhan yang banyak digunakan tidak
hanya di Kota Bandung saja, namun di Kota Padang (Utari 2013), Kota Magelang
(Swari 2014), Kabupaten Kudus (Farida 2015) dan Kabupaten Pati (Irwanta 2015)

13
menjadikan daun sebagai bahan baku terbanyak yang dijadikan simplisia. Hal
tersebut dikarenakan penggunaan daun tidak merusak spesies tumbuhan tersebut
dan mudah dalam pengambilan serta peracikan ramuan obat. Berdasarkan
penelitian Susanti (2015) Di Kota Kediri buah (flos) paling banyak digunakan
sebagai simplisia nabati (Tabel 6).
Tabel 6
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Jenis simplisia yang diperdagangkan di Padang, Magelang, Kudus,
Kediri, Pati dan Bandung
Jenis simplisia Padang1 Magelang2 Kudus3 Kediri4 Pati5 Bandung6
Daun(Folium)
92
27
32
37
26
26
Biji (Semen)
13
8
13
4
11
8
Buah (Fructus)
27
25
25
9
22
14
Bunga (Flos)
17
8
14
3
10
2
Kayu (Lignum)
1
3
4
4
5
6
Akar (Radix)
27
5
7
5
9
6
Kulit kayu
14
7
7
9
8
9
(Cortex)
Kulit buah
4
2
3
2
2
2
(Pericarpium)
Umbi (Bulbus)
2
3
7
5
4
2
Rimpang
13
14
14
1
15
9
(Rhizoma)
Herba (Herba)
22
8
13
6
17
13
Minyak
1
1
0
1
0
0
(Oleum)
Getah (Gum)
0
2
0
4
3
0
Ranting/Batan
17
3
5
4
1
0
g (Caulis)
Total Jenis
142
116
144
184
133
97

Keterangan: 1) Utari (2013), 2) Swari (2014), 3) Farida (2015), 4) Susanti (2015). 5) Irwanta
(2015), 6) Penelitian ini

Famili tumbuhan obat
Sebanyak 94 spesies yang telah teridentifikasi terdiri dari 44 familli
(Lampiran 1). Spesies yang banyak dijual di pasar merupakan spesies dari famili
Zingiberaceae dengan persentase sebesar 10,75% (Tabel 7). Spesies tumbuhan
obat yang diperdagangkan di Kota Bandung dalam bentuk simplisia didominasi
oleh famili Zingiberaceae, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Utari (2013), Swari (2014), Susanti (2015) dan Irwanta (2015) yang
menyatakan spesies tumbuhan obat yang dijadikan simplisia banyak diperoleh
dari famili Zingiberaceae (Lampiran 4). Masing-masing berjumlah 12 spesies, 13
spesies, 18 spesies dan 15 spesies. Famili Zingiberaceae lebih dikenal dengan
kelompok tumbuhan jahe-jahean. Kelompok jahe-jahean merupakan tumbuhan
yang mudah ditemukan dan banyak dibudidayakan masyarakat di pekarangan
rumah (Meliki et al. 2013), selain itu kelompok tumbuhan ini relatif mudah
tumbuh dan tidak membutuhkan perawatan yang rumit (Rahayu 2012).

14
Tabel 7
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang
Bandung berdasarkan famili
Famili
Jumlah spesies
Zingiberaceae
Fabaceae
Lauraceae
Myrtaceae
Apiaceae
Apocynaceae
Asteraceae
Acanthaceae.
Arecaceae
Sterculiaceae
Lain-lain (34 Famili)
Jumlah

teridentifikasi di pasar Kota

10
8
6
5
5
5
4
3
3
3
42
94

Persentase (%)
10.64
8.51
6.38
5.32
5.32
5.32
4.26
3.19
3.19
3.19
44.68
100.00

Penelitian Hartanto (2014) menyatakan bahwa terdapat 11 spesies dari
famili Zingiberaceae yang sering dimanfaatkan masyarakat Pangean dalam
kehidupan sehari-hari dan beberapa jenis mulai dibudidayakan. Spesies tumbuhan
pada famili Zingiberaceae banyak digunakan sebagai bumbu dapur, tanaman hias,
bahan kosmetik dan bahan baku obat (Tabel 8). Spesies dari famili ini secara
keseluruhan dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pengobatan tradisional dan
media dalam ritual.
Tabel 8
No
1

2

3

4
5

Spesies tumbuhan obat pada lima famili yang diperdagangkan dengan
jumlah tertinggi
Famili
Spesies tumbuhan
Zingiberaceae
Zingiber officinale, Zingiber aromaticum, Elettaria
cardamomum, Boesenbergia rotunda, Curcuma
zedoaria, Curcuma domestica, Alpinia galanga,
Curcuma aeruginosa, Curcuma xanthorhiza
Fabaceae
Tamarindus indica, Cassia angustifolia, Parkia
timoriana, Leucaena leucochephala, Caesalpinia
sappan, Sindora sumatrana, Psophocarpus
tetragonolobus
Lauraceae
Cinnamomum burmanii, Cinnamomum cassia,
Cinnamomum cullilawan, Cinnamomum sintoc,
Cinnamomum massoia, Litsea cubeba
Apiaceaea
Foeniculum vulgare, Cuminum cyminum, Coriandrum
sativum, Centella asiatica, Pimpinella pruatjan
Apocynaceae
Alstonia scholaris, Rauvolfia serpentina, Alyxia
reinwardtii, Parameria laevigata, Catharanthus
roseus

Habitus tumbuhan obat
Tumbuhan obat yang dijual dalam bentuk simplisia nabati diklasifikasikan
menurut habitus. Habitus adalah penampakan luar dan sifat tumbuh suatu

15
tumbuhan. Spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dibagi dalam 7
kelompok habitus, yaitu: epifit/benalu, herba, liana, perdu, pohon dan semak
(Gambar 7).

Gambar 7

Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan
habitus

Habitus pohon dan herba keduanya mendominasi spesies tumbuhan obat
sebanyak 32 spesies dari total 94 spesies tumbuhan. Habitus pohon tidak hanya
memiliki manfaat sebagai tumbuhan obat, namun mempunyai fungsi sebagai
penaung/pelindung dan kayunya bisa digunakan sebagai kayu pertukangan (Utami
et al. 2010) (Tabel 9). Tumbuhan dari habitus herba banyak digunakan sebagai
tumbuhan obat karena pertumbuhannya yang cepat dan mudah ditemukan.
Handayani (2010) menyatakan bahwa tumbuhan yang berhabitus herba lebih
mudah dalam pengambilannya dan lebih cepat tumbuh. Sehingga kecil
kemungkinan tumbuhan berhabitus herba punah.
Tabel 9
Habitus
Pohon

Herba

Spesies tumbuhan obat pada habitus pohon dan herba yang
diperdagangkan di pasar
Spesies tumbuhan
Leucaena leucochephala, Scaphium macropodum, Guazuma
ulmifolia, Alstonia scholaris, Arenga pinnata, Areca catechu,
Phyllanthus acidus, Tamarindus indica, Sindora sumatrana,
Cinnamomum burmanii, Cinnamomum cassia, Litsea cubeba,
Cinnamomum massoia, Cinnamomum sintoc, Cinnamomum
cullilawan, Azadirachta indica, Morus alba, Vernonia amygdalina,
Eurycoma longifolia, Melaleuca leucadendron, Syzygium
polyanthum, Eucalyptus alba, Syzygium aromaticum, Myristica
fragrans, Parkia timoriana, Artocarpus communis, Elaeocarpus
grandiflorus, Garcinia mangostana, Annona muricata, Pangium
edule
Cuminum cyminum, Brassica rapa, Sisyrinchium palmifolium,
Coriandrum sativum, Psophocarpus tetragonolobus, Allium sativum,
Imperata cylindrica, Andropogon zizanioides, Curcuma xanthorhiza,
Curcuma aeruginosa, Curcuma domestica, Curcuma zedoraria,
Alpinia galanga, Zingiber aromaticum, Zingiber officinale,
Boesenbergia rotunda

16
Penggunaan tumbuhan obat berdasarkan jenis penyakit
Tumbuhan obat dalam bentuk simplisia memiliki banyak khasiat. Khasiat
yang terkandung dalam tumbuhan obat tersebut dapat menyembuhkan penyakit
yang berbeda-beda, namun terdapat tumbuhan obat yang memiliki khasiat yang
sama dengan jenis tumbuhan lainnya untuk mengobati satu macam penyakit.
Oktaviana (2008) mengklasifikasikan kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan
obat menjadi 29 kelompok. Pengklasifikasian dilakukan dengan cara melakukan
penyaringan (screening) terhadap masing-masing kahasiat yang terkandung dalam
tumbuhan obat (Lampiran 2).
Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa simplisia yang
diperdagangkan di Kota Bandung banyak digunakan untuk mengobati penyakit
saluran pencernaan (Tabel 10). Jumlah spesies tumbuhan yang memiliki khasiat
untuk mengobati penyakit saluran pencernaan sebanyak 78 spesies, diantaranya
jenis tumbuhan sirsak (Annona muricata), kunyit (Curcuma domestica), merica
putih (Piper nigrum), asam jawa (Tamarindus indica).
Tabel 10 Kelompok penyakit dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan
No
Kelompok penyakit
Jumlah spesies
1
Penyakit saluran pencernaan
78
2
Penyakit kulit
54
3
Penyakit pernafasan/THT
52
4
Penyakit otot dan persendian
50
5
Penyakit saluran pembuangan
50
6
Sakit kepala dan demam
47
7
Penyakit khusus wanita
38
8
Tonikum
38
9
Penyakit jantung
33
10
Penyakit diabetes
25
11
Penyakit kelamin
25
12
Perawatan kehamilan dan persalinan
25
13
Penyakit gangguan peredaran darah
24
14
Penyakit mulut
24
15
Peyakit penawar racun
23
16
Lain-lain
23
17
Penyakit ginjal
20
18
Penyakit kuning
20
19
Penyakit pengobatan luka
19
20
Penyakit kanker/tumor
19
21
Perawatan organ tubuh wanita
16
22
Perawatan rambut, muka, kulit
15
23
Penyakit gangguan urat syaraf
14
24
Penyakit gigi
13
25
Penyakit mata
13
26
Penyakit malaria
12
27
Penyakit tulang
8
28
Penyakit telinga
4
29
Penyakit keluarga berencana (KB)
3

17
Jenis tumbuhan obat banyak digunakan untuk penyakit pada saluran
pencernaan yang tidak spesifik. Ekosetio (2004) menjelaskan bahwa penyakit
pada saluran pencernaan ditimbulkan oleh ketidak seimbangan kimiawi,
contohnya adalah asam lambung yang meningkat atau produksi enzim pencernaan
yang berlebihan dalam organ pencernaan. Zat alkaloid dan zat kimia lainnya yang
terkandung dalam tumbuhan obat berfungsi untuk menetralkan asam lambung
atau mengembalikan produksi enzim-enzim pencernaan tersebut pada keadaan
normal.
Banyaknya simplisia yang berkhasiat menyembuhkan penyakit pada
saluran pencernaan dapat diartikan bahwa sebagian besar spesies tumbuhan obat
memiliki manfaat untuk menyembuhkan penyakit saluran pencernaan. Hal
tersebut tidak memiliki hubangan dengan banyaknya penyakit yang terdapat di
Kota Bandung. Menurut Dinas Kesehatan Kota Bandung (2011) penyakit terbesar
rawat jalan di Kota Bandung yaitu penyakit infeksi saluran pernafasan akut tidak
spesifik.
Potensi Pengelolaan Lestari dan Status Kelangkaan Tumbuhan Obat
Sumber tumbuhan obat
Simplisia nabati yang banyak diperdagangkan dikelompokan menurut
sumber perolehan menjadi 3 kelompok, yaitu: budidaya, liar hutan dan liar non
hutan (Gambar 8).

Gambar 8 Klasifikasi spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan berdasarkan
sumber perolehan
Tumbuhan obat yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia sebagian
besar diperoleh dari budidaya. Sebanyak 57% jenis simplisia yang
diperdagangkan di Kota Bandung berasal dari budidaya. Tumbuhan obat yang
dibudidayakan biasanya memiliki beberapa manfaat yang dapat diperoleh secara
bersamaan yaitu selain berfungsi sebagai tumbuhan obat tanaman-tanaman
tersebut dapat berfungsi sebagai tanaman hias dan dapat memberikan keuntungan
secara ekonomi.
Berkembangnya isu back to nature dapat dimanfaatkan oleh para petani
Indonesia sebagai peluang bisnis tanaman obat, karena prospek tanaman obat
yang bagus dibandingkan tanaman hias, mengingat fungsinya untuk menjaga
kesehatan lebih penting dibandingkan dengan keindahan ornamen (Wardhana et
al. 2002). Hal tersebut didukung oleh potensi yang dimiliki Indonesia dari segi
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang cukup besar. Contoh spesies
tumbuhan obat yang dibudidayakan yakni: ceremai (Phyllanthus acidus), cengkeh

18
(Syzygium aromaticum), kayu manis (Cinnamomum burmanii), murbei (Morus
alba), jahe (Zingiber officinale) dan tumbuhan lainnya yang berasal dari
kelompok jahe-jahean
Tumbuhan obat yang hidup secara liar dikelompokan menjadi 2, yaitu
tumbuhan liar yang berasal dari hutan dan tumbuhan liar non hutan. Tumbuhan
obat liar non hutan dapat diartikan sebagai tumbuhan yang hidup secara liar diluar
hutan, seperti kebun, ladang, pekarangan rumah, tepi jalan, pematang sawah.
Persentase tumbuhan obat liar hutan yang diperdagangkan sebesar 25%. Utami
(2013) menyebutkan bahwa beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh liar mulai sulit
didapatkan di hutan maupun di pekarangan milik warga sehingga untuk bisa
mendapatkan jenis tumbuhan tersebut para pedagang harus masuk ke dalam hutan.
Sehingga mempengaruhi penentuan harga jual tumbuhan obat tersebut.
Tumbuhan yang hidup liar hutan dikelompokan berdasarkan habitus.
Habitus yang terdapat pada tumbuhan yang hidup liar di hutan terdiri dari pohon,
epifit, herba, perdu, semak, liana. Spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan
didominasi oleh habitus pohon sebanyak 14 jenis atau 58% (Tabel 11). Tumbuhan
yang berada di hutan didominasi oleh pohon, sehingga untuk mendapatkan
tumbuhan obat dari habitus pohon lebih mudah.
Tabel 11 Jumlah spesies tumbuhan yang berasal dari hutan
No Habitus
Nama spesies
1 Pohon Cinnamomum cassia, Cinnamomum
culilawan, Azadirachta indica, Arenga
pinnata, Alstonia schloris, Elaeocarpus
grandiflorus, Eurycoma longifolia, Litsea
cubeba, Cinnamomum massoia,
Eucalyptus alba, Aegle marmelos,
Vernonia amygdalina, Scaphium
macropodum
2 Epifit
Loranthus parasiticus, Mycromedia
platyrea, Usnea misaminensis
3 Perdu
Rauvolvia serpentine, Helicteres isora
4 Semak Artemisia vulgaris, Thymus vulgaris
5 Liana
Parameria laevigata, Alyxia reinwardtii
6 Herba
Pimpinella pruatjan
Jumlah

Jumlah spesies
14

3
2
2
2
1
24

Potensi pengelolaan lestari dan status kelangkaan tumbuhan obat
Jumlah bagian tumbuhan yang memiliki fungsi penting dalam regenerasi
digunakan secara berlebihan tanpa adanya upaya perbanyakan mengakibatkan
melangkanya spesies tumbuhan obat di alam. Peters (1994) mengelompokkan
status keterancaman spesies berdasarkan potensi untuk dilakukan pengelolaan
secara lestari akibat kegiatan pemanenan pada bagian tertentu tumbuhan.
Pengelompokkan dibagi menjadi 3 kategori yaitu rendah (low), sedang (medium)
dan tinggi (high) (Gambar 9).

19

Gambar 9

Kelompok potensi pengelolaan lestari akibat pemanenan pada
tumbuhan liar

Berdasarkan gambar 9 hasil pengelompokkan diperoleh sebagian besar
pengelolaan lestari masuk dalam kategori rendah (low) sebanyak 65% (Gambar
9). Pemanenan yang dilakukan pada kategori rendah yaitu pemanfaatan
sumberdaya tumbuhan yang dilakukan pada bagian akar, rimpang, batang, kulit
batang, dan seluruh bagian tumbuhan. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh
Ekosetio (2004), pemanenan tumbuhan obat pada bagian akar, batang, rimpang,
kulit serta seluruh bagian tumbuhan akan berdampak pada kematian individu
tumbuhan tersebut.
Spesies tumbuhan obat yang berasal dari alam memiliki ancaman terhadap
kelangkaan. Ancaman kelangkaan tersebut diakibatkan oleh pemanenan yang
berlebihan. Spesies tumbuhan obat yang tumbuh liar kemudian dikelompokan
kembali berdasarkan status kelangkaan tumbuhan obat berdasarkan CITES
(2015), IUCN (2015) dan LIPI (Mogea et al. 2001). Sebanyak 41 spesies
tumbuhan obat liar teridentifikasi 17 spesies yang yang memiliki status
kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN dan LIPI (Tabel 12).
Tabel 12 Status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN, LIPI
No

Nama latin

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Alstonia scholaris
Alyxia reinwardtii
Caesalpinia sappan
Centella asiatica
Cinnamomum massoia
Cinnamomum sintoc
Cinnamomun cullilawan.
Cyperus rotundus
Myristica fragrans
Parameria laevigata
Parkia timoriana
Pimpinella pruatjan
Punica granatum
Rauvolfia serpentine
Scaphium macropodum
Thymus vulgaris
Thyphonium flagelliforme

Status kelangkaan
CITES
IUCN
LIPI
Least concern Langka
Langka
Least concern
Least concern
Langka
Langka
Langka
Least concern
Data deficient
Langka
Langka
Langka
Least concern
Appendix II
Langka
Least concern
Least concern
Least concern
-

20
Pengelompokan tumbuhan obat liar berdasarkan status kelangkaan didapat
1 spesies tumbuhan (Rauvolfia serpentina) yang masuk dalam kelompok
Appendix II menurut CITES, kemudian menurut IUCN ditemukan tumbuhan obat
yang memiliki status Least concern (8 spesies) dan Data deficient (1 spesies yaitu
Myristica fragrans) dan status kelangkaan menurut LIPI sebanyak 9 spesies,
diantaranya Alstonia scholaris, Cinnamomun cullilawan, Pimpinella pruatjan.
Perdagangan Simplisia Nabati
Sejak zaman dahulu hingga saat ini tumbuhan obat banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk penyembuhan maupun perawatan kesehatan dan
kecantikan. Sejalan dengan hal tersebut maka banyak masyarakat yang menjual
tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati supaya lebih mudah mendapatkan
tumbuhan obat tersebut. Perdagangan simplisia nabati yang terdapat di Kota
Bandung sudah dilakukan dalam waktu yang cukup lama, hal ini terjadi karena
usaha simplisia nabati dilakukan secara turun-temurun dari orangtuanya.
Pedagang memperoleh bahan baku simplisia nabati dari pengumpul yang berada
di beberapa daerah di Jawa Tengah, Papua, dan daerah lainnya yang berada di
Indonesia, selain dari Indonesia pedagang mendapat bahan baku simplisia dari
luar negeri seperti India, Cina, Hongkong (Gambar 10). Pembelian simplisia
nabati tidak memiliki waktu tertentu. Para pedagang memesan simplisia ketika
stok telah habis.

b
a
Gambar 10 Simplisia kayu manis a Cinnamomum burmanii, b Cinnamomum
cassia
Pedagang menjual simplisia dalam 2 bentuk, yaitu dalam bentuk bubuk
dan bentuk utuh atau irisan. Pedagang sengaja menggiling simplisia yang sudah
kering menjadi bubuk untuk mempermudah pembeli saat mengkonsumsi, contoh
simplisia dalam bentuk bubuk adalah jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma
domestica), kunir putih (Curcuma zedoaria). Simplisia nabati yang utuh dijual
eceran per ons namun simplisia nabati yang sudah bubuk ada yang dijual dalam
bungkusan dan ada yang di jual per ons. Hasil penelitian menunjukkan tumbuhan
obat yang tumbuh liar dijual dengan harga Rp 3 000–Rp 60 000 per ons, seperti
pegagan (Centella asiatica), baru cina (Artemisia vulgaris), sintok (Cinnamomum
sintoc). Sedangkan untuk tumbuhan obat yang diperoleh dari budidaya memiiki
harga jual Rp 3 000–Rp 30 000 per ons, contohnya tem