Simplisia Nabati Dan Produk Obat Tradisional Yang Diperdagangkan Di Kota Magelang, Jawa Tengah

SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL
YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA MAGELANG,
JAWA TENGAH

ENGGA SWARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Simplisia Nabati dan
Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan di Kota Magelang, Jawa Tengah
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015
Engga Swari
NIM E34100054

ABSTRAK
ENGGA SWARI. Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang
Diperdagangkan di Kota Magelang, Jawa Tengah. Dibimbing oleh SISWOYO
dan AGUS HIKMAT.
Kemampuan meracik tumbuhan berkhasiat obat merupakan warisan turun
temurun dan mengakar kuat pada masyarakat Jawa Tengah yang masih banyak
menggunakan tumbuhan obat sebagai bahan untuk pengobatan berbagai macam
penyakit. Tumbuhan obat tersebut biasa dimanfaatkan dalam bentuk simplisia.
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60oC. Tujuan dari penelitian ini yaitu
mengidentifikasi simplisia nabati, produk obat tradisional, sumber dan harga jual
simplisia nabati yang diperdagangkan di Kota Magelang. Pengumpulan data

dilakukan dengan metode observasi langsung dan wawancara. Teridentifikasi 92
spesies tumbuhan obat dari 42 famili yang diperdagangkan di Kota Magelang
dalam bentuk simplisia. Sebagian besar simplisia berasal dari tumbuhan obat yang
dibudidayakan. Harga simplisia hasil budidaya berkisar Rp 3 000 – Rp 160 000
per kilogram, sedangkan kisaran harga simplisia yang berasal dari tumbuhan yang
hidup secara liar yaitu Rp 9 000 – Rp 300 000 per kilogram. Teridentifikasi 277
jenis produk obat tradisional yang diproduksi oleh 35 industri jamu.
Kata kunci: produk obat tradisional, simplisia, tumbuhan obat

ABSTRACT
ENGGA SWARI. Vegetable Simplisia and Traditional Medicine Products Trade
in Magelang City, Central Java. Supervised by SISWOYO and AGUS HIKMAT.
An ability to make a traditional medicine by mixing herbs and plants is
hereditary skill and it was strongly believed by the local people in Central Java
because many of them still use those traditional medicines as a treatment for many
kinds of diseases. Those medicinal plants were often utilized in the form of
simplisia. Simplisia is dried natural ingredients that has not been processed used
as medicine which is processed through drying at less than 60oC temperature. The
aim of this researches was to identifying vegetable simplisia, traditional
medicines, its source and price in Magelang. The data was collected using direct

observation and interview. There were 92 species of medicinal plant from 42
families were identified which traded in Magelang in the form of simplisia. Most
of them were derived from cultivated medicinal plants. The range of price of the
cultivated simplisia was Rp 3 000 - Rp 160 000 per kilogram, while the wild
simplisia was Rp 9 000 - Rp 300 000 per kilogram. There were 277 types of
traditional medicine products were produced by 35 jamu factories.
Keywords: medicinal plant, simplisia, traditional medicine product

SIMPLISIA NABATI DAN PRODUK OBAT TRADISIONAL
YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA MAGELANG,
JAWA TENGAH

ENGGA SWARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah perdagangan
simplisia, dengan judul Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang
Diperdagangkan di Kota Magelang, Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Siswoyo, MSi dan Bapak Dr
Ir Agus Hikmat, MScF selaku pembimbing. Di samping itu, penulis juga
berterima kasih kepada bapak-bapak dan ibu-ibu pedagang simplisia nabati dan
produk obat tradisional yang ada di Kota Magelang, serta Dinas Pengelola Pasar
Kota Magelang yang telah membantu dalam pengumpulan informasi dan data.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Gufron Samuel,
Ibunda Hartinah, mbak Rayung Sari, adik Luhwi Maulida, serta seluruh keluarga
besar atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada
Rangga Baladika, Funtastic4, Batagor, Anti Sumbangan, dan Gengges yang selalu

menghibur dan memberikan motivasi serta kasih dan sayangnya kepada penulis
sehingga penulis tetap semangat menjalani hidup. Terima kasih kepada Nisa,
Ahda Agung, dan Eko yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Terima kasih kepada para sahabat gang Nepenthes rafflesiana 47 atas
kebersamaan dan kekompakkannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Engga Swari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

9

Latar Belakang

9

Tujuan Penelitian

9

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

2

Metode Pengambilan Data

3

Analisis Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Karakteristik Responden

6

Jenis Simplisia Nabati

7

Bagian Tumbuhan yang Digunakan


8

Kegunaan Simplisia Nabati

9

Status Simplisia Nabati

10

Perdagangan Simplisia Nabati

12

Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan

13

Pelesetarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia Nabati dan

Produk Obat Tradisional

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17


LAMPIRAN

20

DAFTAR TABEL
1Jenis data dan metode pengambilan data jenis data dan metode
2 Klasifikasi spesies berdasarkan familisarkan famili
3 Klasifikasi spesies berdasarkan bagian yang digunakan
4 Status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN, LIPI
5 Produk obat tradisional yang diperdagangkan
6 Jenis simplisia yang digunakan sebagai bahan baku dalam produk obat
tradisional

3
8
9
12
14
15

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian
2 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin
3 Komposisi responden berdasarkan kelompok umur
4 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
5 Klasifikasi spesies berdasarkan habitus
6 Klasifikasi spesies berdasarkan kelompok penggunaannya
7 Klasifikasi spesies berdasarkan sumber perolehannya
8 Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan

2
6
6
7
8
10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data spesies tumbuhan yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di
Kota Magelang
2 Klasifikasi tumbuhan berdasarkan penggunaanya
3 Perusahaan Industri Jamu

20
27
40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan tumbuhan obat sudah seumur dengan peradaban manusia.
Kemampuan meracik tumbuhan berkhasiat obat merupakan warisan turun
temurun dan mengakar kuat di masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa
Tengah yang masih banyak menggunakan tumbuhan obat sebagai bahan untuk
pengobatan berbagai macam penyakit. Dewasa ini, obat tradisional dan obat-obat
herbal atau obat-obat yang berasal dari tumbuhan mendapat perhatian yang
semakin meningkat karena dianggap aman serta hampir tidak memiliki efek
samping yang membahayakan karena berasal dari bahan alami.
Peluang pengembangan budidaya tumbuhan obat masih sangat terbuka
luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal,
fitofarmaka dan kosmetika tradisional. Selama ini upaya penyediaan bahan baku
untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
hidup di alam liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar
rumah. Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan
dengan adanya isu back to nature. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada
meningkatnya kebutuhan terhadap tumbuhan obat.
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan tidak berupa tumbuhan utuh tetapi
berupa simplisia yaitu bagian-bagian tumbuhan tertentu seperti daun, akar, kulit,
buah, dan lain-lain. Bagian tumbuhan obat ini biasanya dijual dalam bentuk
simplisia yang berbentuk rajangan atau ramuan beberapa macam simplisia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional menyebutkan bahwa simplisia adalah bahan alam
yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami
pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 60oC.
Perdagangan simplisia dan produk obat tradisional banyak ditemukan pada
pasar-pasar tradisional di berbagai daerah, salah satunya di Kota Magelang, Jawa
Tengah. Mayoritas masyarakat Kota Magelang adalah masyarakat Jawa yang
sedari dulu sudah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan obat untuk pengobatan
berbagai macam penyakit. Disamping itu di pasar-pasar tradisional ditemukan
banyak penduduk yang menjual simplisia dan produk obat tradisional. Namun
hingga saat ini belum terdapat data mengenai jenis-jenis simplisia yang
diperdagangkan atau digunakan di Kota Magelang, sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai jenis-jenis simplisia, khususnya simplisia nabati dan produk
obat tradisional yang diperdagangkan agar dapat diupayakan strategi
pelestariannya dan dapat dikembangkan jenis-jenis tertentu yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi spesies tumbuhan obat dalam bentuk simplisia nabati yang
diperdagangakan di Kota Magelang.

2

2. Mengidentifikasi produk obat tradisional yang diperdagangkan di Kota
Magelang.
3. Mengidentifikasi sumber dan harga jual simplisia nabati yang
diperdagangkan di Kota Magelang.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :
1. Dapat memberikan informasi mengenai jenis-jenis simplisia nabati yang
diperdagangkan di Kota Magelang.
2. Dapat memberikan informasi mengenai produk-produk obat tradisional yang
diperdagangkan di Kota Magelang.
3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan untuk penentuan strategi
pelestarian dan upaya budidaya spesies-spesies tumbuhan obat yang
diperdagangkan dan dimanfaatkan, terutama yang termasuk ke dalam spesiesspesies tumbuhan obat yang langka dan terancam punah.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pasar atau lokasi-lokasi penjualan simplisia
dan produk obat tradisional yang berada di Kota Magelang, Provinsi Jawa
Tengah. Pasar-pasar tersebut diantaranya Pasar Rejowinangun, Kebonpolo,
Cacaban, dan Gotong Royong. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada
bulan Mei 2014. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, tally sheet, panduan
wawancara, Microsoft Office Excel 2007, dokumen dan pustaka yang terkait

3

dengan penelitian. Bahan yang digunakan yaitu simplisia nabati dan produk obat
tradisional yang diperdagangkan.
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari dua macam yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi informasi mengenai
simplisia nabati dan produk obat tradisional, sedangkan data sekunder meliputi
kondisi umum Kota Magelang, perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dan
obat tradisional di Kota Magelang (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis data dan metode pengambilan data jenis data dan metode
No. Data
Uraian
Metode
Lokasi
1.
Kondisi
a. Letak dan luas
Studi literatur
BPS Jawa
umum lokasi
b. Topografi
Tengah
penelitian
c. Geologi dan tanah
d. Iklim dan
hidrologi
e. Kondisi ekonomi,
sosial dan budaya
masyarakat
2.
Simplisia
a. Spesies tumbuhan Wawancara,
Pasar,
obat
observasi, studi Kemenkes,
b. Bagian yang
literatur
Perguruan
digunakan
tinggi
c. Jumlah pasokan
d. Asal pasokan
e. Harga jual
f. Manfaat
3.

Produk obat
tradisional

a.
b.
c.
d.

Jenis produk
Produsen
Kegunaan
Harga per satuan
produk
e. Komposisi

Wawancara,
observasi,
pengumpulan
sampel, studi
literatur

Pasar,
Depkes,
Perguruan
tinggi

Metode Pengambilan Data
Pengambilan data primer dilakukan dengan metode survey, wawancara,
dan observasi langsung di lapangan. Untuk data sekunder didapatkan dengan
metode studi literatur dengan mencari artikel-artikel yang terkait dengan
penelitian ini. Metode pengambilan data primer meliputi :
a. Survey Lapang
Kegiatan survey lapang dilakukan untuk mengetahui lokasi pedagang
simplisia dan produk obat tradisional disebabkan karena tidak adanya

4

informasi mengenai penyebaran pedagang simplisia dan produk obat
tradisional di Kota Magelang.
b. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan berdasarkan kuesioner dan tally sheet
dengan menggunakan metode sensus dimana responden yang dipilih adalah
pedagang yang menjual simplisia dan produk obat tradisional yang ditemukan
di lokasi penelitian.
c. Pengumpulan contoh simplisia dan produk obat tradisional. Hal ini
diperlukan untuk keperluan dokumentasi dan verifikasi spesies yang
digunakan. Kemudian simplisia yang didapatkan diidentifikasi melalui studi
literatur untuk mendapatkan nama ilmiah dan familinya.
Analisis Data
Persen famili
Tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dikelompokkan berdasarkan
famili, persentasenya dihitung dengan rumus:
Persentase famili tertentu =

 spesies famili ter tentu x 100%
 seluruh spesies

Persen habitus
Habitus merupakan perawakan atau penampakan luar dan sifat tumbuh
suatu tumbuhan yang meliputi pohon, perdu, semak, herba, liana, dan epifit.
Persen habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu spesies habitus yang
dimanfaatkan terhadap seluruh habitus yang ada. Untuk menyatakan persen
habitus dapat dihitung dengan rumus (Fakhrozi 2009):
Persentase habitus tertentu =

 spesies dari habitus tertent u x 100%
 seluruh spesies

Persen bagian yang dimanfaatkan
Perhitungan persen bagian yang dimanfaatkan yaitu untuk mengetahui
berapa besarnya suatu bagian tumbuhan yang dimanfaatkan terhadap seluruh
bagian tumbuhan yang dimanfaatkan. Bagian tumbuhan yang digunakan meliputi
daun, akar, buah, bunga, batang, kulit kayu, rimpang, umbi, dan seluruh bagian
tumbuhan. Menurut Fakhrozi (2009) persen bagian yang digunakan diperoleh
dengan rumus berikut:
 bagian tertentu yang digunakan x 100%
Persentase bagian yang digunakan =
 seluruh bagian yang digunakan
Persen status budidaya
Persen status budidaya merupakan analisis terhadap tumbuhan pada saat
ditemukan dimana spesies tersebut merupakan hasil budidaya atau liar. Persentase
status budidaya dapat dihitung dengan rumus berikut (Aristantia 2012):

5

Persentase status budidaya =

 spesies budidaya x 100%
 seluruh spesies

Klasifikasi kegunaan tumbuhan obat
Pengklasifikasian tumbuhan obat dilakukan dengan cara mengelompokkan
khasiat masing-masing spesies berdasarkan kelompok penyakit/kegunaannya.
Pengelompokkan spesies terhadap ancaman kelangkaan
Ekosetio (2004) mengatakan bahwa pendekatan proses melangkanya
tumbuhan obat akibat pemanenan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Kategori 1 : Pemanenan tumbuhan obat yang mengakibatkan kematian pada
individu tumbuhan, karena yang dipanen adalah akar, batang, rimpang, kulit,
dan semua bagian tumbuhan.
2. Kategori 2 : Pemanenan yang menghambat reproduksi dari suatu tumbuhan
obat karena bagian yang dipanen ialah biji, buah, dan bunga.
3. Kategori 3 : Apabila dilakukan pemanenan yang berlebihan akan menghambat
regenerasi dan kematian tumbuhan karena yang dipanen adalah daun dan
getahnya.
Data dianalisis dengan melakukan pengelompokkan spesies tumbuhan
obat terhadap ancaman kelangkaan melalui panduan penentuan status kelangkaan
menurut CITES (2014), IUCN (2014), dan LIPI (2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Magelang merupakan suatu kota yang berada di Provinsi Jawa
Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7º26’18”-7º30’9” LS dan
110º12’30”-110º12’52” BT. Wilayah Kota Magelang memiliki luas 1 812 Ha atau
sekitar 0.06% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara
administratif pemerintahan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 dan 7 Tahun
2005 Kota Magelang terdiri dari 3 kecamatan 17 kelurahan.
Secara topografi Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan sudut
kemiringan relatif bervariasi. Dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada
pada ketinggian antara 375-500 mdpl dengan titik tertinggi pada Gunung Tidar
yaitu 503 mdpl. Secara fisiografis, Kota Magelang merupakan wilayah dataran
yang dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing,
Pegunungan Gianti, Menoreh, Andong dan Telomoyo, sehingga Kota Magelang
termasuk kedalam wilayah pegunungan.
Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari laporan Kota Magelang
memiliki temperatur maksimum 32°C dan minimum 20°C dengan kelembaban
88.8%, dengan kondisi yang demikianmaka Kota Magelang termasuk wilayah
beriklim sejuk. Jumlah curah hujan tahunan cukup tinggi sebesar 7.10 mm per
tahun (BPS 2013).

6

Karakteristik Responden
Berdasarkan survei yang dilakukan di empat pasar, ditemukan 23
pedagang yang menjual simplisia dan produk obat tradisional dimana dari jumlah
tersebut terdapat 9 orang yang berdagang di Pasar Rejowinangun dengan
komposisi 6 orang perempuan dan 3 orang laki-laki, 7 orang berdagang di Pasar
Kebonpolo dimana ketujuh pedagang tersebut adalah perempuan, 4 orang
berdagang di Pasar Gotong Royong dengan komposisi 3 orang perempuan dan 1
orang laki-laki, dan 3 orang berdagang di Pasar Cacaban dimana 2 orang
perempuan dan 1 orang laki-laki yang berdagang di pasar tersebut.
Laki-laki
22%

Perempuan
78%

Gambar 2 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin
Dari 23 jumlah pedagang yang diwawancara di keempat pasar tersebut
menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki. Jumlah responden perempuan secara keseluruhan
sebanyak 18 orang (78%) sedangkan jumlah responden laki-laki secara
keseluruhan sebanyak 5 orang (22%) (Gambar 2)
Hal ini terjadi karena pada umumnya para pedagang yang ditemukan
melakukan usaha dagang simplisia dan juga produk obat tradisional yang telah
diturunkan dari orang tua atau sebagai usaha keluarga bersama yang dapat
dilakukan oleh perempuan karena tidak perlu banyak menghabiskan tenaga.
Selain itu dapat menambahkan kebutuhan ekonomi keluarga.
Kelompok umur
Sebaran umur responden bervariasi dari umur 23 tahun hingga 88 tahun.
Mayoritas responden adalah responden dengan kelompok umur 23-45 tahun
(Gambar 3).
>68 tahun
13%

46-68
tahun
35%

23-45
tahun
52%

Gambar 3 Komposisi responden berdasarkan kelompok umur
Adanya responden yang berusia >68 tahun membuktikan adanya
keberlanjutan transfer informasi dan ilmu dari generasi tua kepada generasi muda
atau yang masih produktif.

7

Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan responden adalah pendidikan terakhir yang telah atau
pernah ditempuh oleh pedagang simplisia maupun produk obat tradisional yang
menjadi responden. Tingkat pendidikan responden yang diwawancarai
ditunjukkan pada Gambar 4. Responden yang ditemui memiliki tingkat
pendidikan yang berbeda-beda mulai dari tidak sekolah sampai dengan S1.
SM A/SM K
35%

S1
4%

SM P
9%

Tidak
Sekolah
9%

SD
43%

Gambar 4 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
Sebagian besar responden yang diwawancarai memiliki latar belakang
pendidikan SD yaitu sebanyak 10 orang (43%), kemudian lulusan SMA/SMK
sebanyak 8 orang (35%), lulusan SMP dan tidak bersekolah ditemukan dengan
jumlah yang sama yaitu 2 orang (9%), dan adapun yang lulusan S1 dengan jumlah
1 orang (4%). Kondisi pendidikan para responden tersebut tidak mempengaruhi
pengetahuan responden dalam mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat yang
diperdagangkan baik nama jenis maupun khasiatnya. Hal ini terjadi karena
pengalaman berdagang responden dalam berdagang jenis-jenis tumbuhan
berkhasiat obat maupun produk obat tradisional serta pengetahuan yang
diturunkan secara turun-temurun dari orang tua.
Jenis Simplisia Nabati
Hasil survei dan wawancara diperoleh informasi bahwa terdapat 92 spesies
tumbuhan obat dalam bentuk simplisia yang diperdagangkan di empat pasar
tradisional di Kota Magelang. Dari 92 spesies tersebut terdiri dari 42 famili.
Selain itu jumlah spesies dan famili dibagi berdasarkan tiap lokasi dimana pada
Pasar Rejowinangun terdapat 83 spesies tumbuhan obat yang terdiri dari 37
famili, pasar ini ditemukan paling banyak spesies tumbuhan obat yang dijadikan
simplisia hal ini dikarenakan bahwa Pasar Rejowinangun merupakan pasar
terbesar di Kota Magelang dan pada pasar ini adalah pusat grosir produk obat
tradisional sehingga pedagang produk obat tradisional di pasar lain membeli di
pedagang grosir yang ada pada Pasar Rejowinangun. Pada Pasar Kebonpolo
ditemukan 31 spesies terdiri dari 17 famili, pada Pasar Gotong Royong terdapat
23 spesies dari 14 famili, dan pada Pasar Cacaban terdapat 22 spesies dari 13
famili.
Spesies tumbuhan yang berasal dari famili Zingiberaceae paling banyak
dimanfaatkan sebagai simplisia yaitu sebanyak 13 spesies (Tabel 2). Bagi
masyarakat Jawa spesies dari famili Zingiberaceae disebut dengan empon-empon
dan memiliki kegunaan yang banyak. Selain sebagai bahan baku obat, emponempon ini juga dijadikan sebagai bahan bumbu memasak dan juga biasa dijadikan
sebagai tanaman hias.

8

Tabel 2 Klasifikasi spesies berdasarkan familisarkan famili
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Famili
Zingiberaceae
Fabaceae
Apocynaceae
Lauraceae
Myrtaceae
Umbelliferae
Asteraceae
Piperaceae
Rutaceae
Sterculiaceae
Lain-lain (32 Famili)
Total

Jumlah Spesies
13
7
5
5
5
5
4
4
4
3
37
92

Persentase (%)
14.13
7.61
5.43
5.43
5.43
5.43
4.35
4.35
4.35
3.26
40.22
100.00

Spesies yang paling banyak diperdagangkan diantaranya adalah
temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber
officinale), kencur (Kaempferia galanga), dan kapulogo (Amomum
cardamomum).
Klasifikasi spesies tumbuhan obat lainnya yaitu berdasarkan habitus.
Habitus tumbuhan adalah bentuk dari perawakan tumbuhan. Spesies tumbuhan
obat dalam bentuk simplisia dikelompokkan berdasarkan 6 habitus yaitu pohon,
perdu, liana, epifit, herba, dan semak (Gambar 5).
Perdu
21%

Liana Epifit Semak
5%
3%
2%

Herba
35%

Pohon
34%

Gambar 5 Klasifikasi spesies berdasarkan habitus
Spesies dengan habitus herba paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 32
spesies atau 35%. Menurut Tanjungsari (2014), habitus herba tidak membutuhkan
ruang yang luas untuk ditanam, selain itu cara perlakuan dan perawatan habitus
herba tergolong mudah. Beberapa contoh spesies dengan habitus herba
diantaranya adalah keji beling (Strobilanthes crispus), pegagan (Centella
asiatica), bengkle (Zingiber purpureum), temu ireng (Curcuma aeruginosa), dan
meniran (Phyllanthus niruri). Habitus tumbuhan obat yang paling banyak
ditemukan selain herba adalah pohon sebanyak 31 spesies (34%).
Bagian Tumbuhan yang Digunakan
Pada umumnya tumbuhan obat terdiri dari beberapa bagian yang biasanya
memiliki khasiat yang berbeda-beda pada tiap bagian, namun tidak terkecuali juga
bahwa sering dijumpai beberapa bagian dari tumbuhan obat dapat digunakan
untuk penyakit yang sama. Dalam melakukan penamaan simplisia, bagian-bagian
dari tumbuhan obat akan sangat berpengaruh karena setiap bagian memiliki nama

9

yang berbeda. Secara umum pemberian nama simplisia didasarkan atas gabungan
nama spesies dan diikuti dengan nama bagian. Bagian-bagian tumbuhan tersebut
diantaranya adalah daun (folium), buah (fructus), akar (radix), bunga (flos), biji
(semen), rimpang (rhizoma), herba (herba), umbi (bulbus/tuber), kulit kayu
(cortex), batang/ranting (caulis), kayu (lignum), kulit buah (pericarpium), minyak
(oleum) (Tabel 3).
Tabel 3 Klasifikasi spesies berdasarkan bagian yang digunakan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Bagian yang digunakan
Daun
Buah
Rimpang
Bunga
Herba
Biji
Kulit kayu
Akar
Batang/ranting
Umbi
Kayu
Kulit buah
Getah
Minyak
Total

Jumlah spesies
27
25
14
8
8
8
7
5
3
3
3
2
2
1

Persentase (%)
23.28
21.55
12.07
6.9
6.9
6.9
6.03
4.31
2.59
2.59
2.59
1.72
1.72
0.86
100.00

Bagian dari tumbuhan obat yang paling banyak digunakan sebagai
simplisia adalah daun sebanyak 27 spesies. Beberapa spesies tumbuhan obat yang
dijadikan simplisia daun diantaranya adalah jati cina (Cassia angustifolia), jati
belanda (Guazuma ulmifolia), imbo (Azadirachta indica), kemuning (Murraya
paniculata), sirih (Piper betle), dan sambung nyowo (Gynnura sarmentosa). Daun
merupakan tempat pengolahan makanan yang berfungsi sebagai obat, mudah
diperoleh, mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibandingkan dengan bagianbagian tumbuhan yang lainnya (Hamzari 2008).
Menurut Ekosetio (2004) pemanenan daun merupakan kategori ketiga
dalam pendekatan proses melangkanya tumbuhan akibat pemanenan. Kategori
ketiga tersebut merupakan kategori dengan potensi terendah yang dapat memicu
kelangkaan pada tumbuhan akibat pemanenan karena pemanenan atau
pemanfaatan pada bagian daun tidak memberikan pengaruh yang tinggi pada
kelangsungan hidup tumbuhan.
Kegunaan Simplisia Nabati
Dari simplisia yang diperdagangkan diketahui bahwa memiliki khasiat
untuk mengobati 28 kelompok penyakit (Gambar 6). Setiap spesies tumbuhan
obat yang dijadikan simplisia tidak selalu memiliki khasiat yang berbeda-beda.
Banyak ditemukan beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki khasiat yang
sama dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang sama. Selain itu,
beberapa penyakit juga dapat diobati dengan spesies tumbuhan obat yang sama.

75

46 48
37 38
33 35

Penyakit Tulang
Penyakit Telinga
Penyakit Mata
Penyakit Gigi
Penyakit Malaria
Penyakit Kanker/Tumor
Penyakit Ginjal
Penyakit Gangguan Urat Syaraf
Perawatan Rambut, Muka,…
Perawatan Organ Tubuh Wanita
Penyakit Diabetes
Penyakit Kuning
Pengobatan Luka
Gangguan Peredaran Darah
Penyakit Mulut
Lain-lain
Perawatan Kehamilan dan…
Tonikum
Penyakit Jantung
Penawar Racun
Penyakit Kelamin
Penyakit Otot dan Persendian
Penyakit Khusus Wanita
Penyakit Saluran Pembuangan
Sakit Kepala dan Demam
Penyakit Kulit
Penyakit Saluran…
Penyakit Saluran Pencernaan

1 2

23
18 19 19 20 20 20
16
16
16
15
14
11 12 13
7 7 10 10

80
70
60
50
40
30
20
10
0

Jumlah Spesies

10

Kelompok Penggunaan

Gambar 6 Klasifikasi spesies berdasarkan kelompok penggunaannya
Berdasarkan perolehan data yang telah diolah diketahui bahwa sebagian
besar simplisia yang diperdagangkan di Kota Magelang berkhasiat untuk
mengobati penyakit pada saluran pencernaan. Banyaknya jenis simplisia untuk
pengobatan penyakit saluran pencernaan kemungkinan karena jenis-jenis tersebut
memiliki khasiat untuk penyakit pencernaan yang tidak spesifik. Ekosetio (2004)
mengatakan bahwa penyakit pencernaan dapat ditimbulkan karena terjadinya
ketidakseimbangan kimiawi seperti meningkatnya asam lambung atau produksi
enzim pencernaan yang berlebihan dalam organ pencernaan. Zat-zat kimia yang
ada pada tumbuhan obat seperti alkaloid dapat menetralkan asam lambung atau
mengembalikan produksi enzim-enzim pencernaan tersebut pada keadaan normal.
Sebanyak 75 spesies tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati penyakit
saluran pencernaan, contohnya adalah imbo (Azadirachta indica), jong rahab
(Baeckea frustescens), kayu manis (Cinnamomum burmannii), dan rosela
(Hibiscus sabdariffa) dan spesies lainnya (Lampiran 2).
Status Simplisia Nabati
Sumber simplisia nabati
Sumber perolehan tumbuhan obat yang dijadikan simplisia nabati dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu liar dan budidaya (Gambar 7).
Liar
30%
Budidaya
70%

Gambar 7 Klasifikasi spesies berdasarkan sumber perolehannya

11

Diketahui bahwa 70% simplisia yang diperdagangkan berasal dari
tumbuhan obat yang dibudidayakan atau sengaja ditanam oleh masyarakat baik di
kebun maupun di pekarangan rumah. Hal ini terjadi karena dalam
membudidayakan tanaman obat dapat memberikan pemasukan dan keuntungan
ekonomi masyarakat Jawa sebab tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang
sangat berkhasiat dan banyak dimanfaatkan baik untuk keperluan pengobatan
tradisional dan juga untuk bahan rempah-rempah masakan. Sedangkan 30%
lainnya didapatkan dari tumbuhan obat yang tumbuh secara liar.
Beberapa contoh spesies tumbuhan obat yang dibudidayakan diantaranya
adalah empon-empon atau tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae
seperti jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), temulawak
(Curcuma xanthorrhiza), dan tumbuhan obat yang diluar famili Zingiberaceae
yang dibudidayakan yaitu rosela (Hibiscus sabdariffa), sirih (Piper betle),
cengkeh (Syzigium aromaticum), cendana (Santalum album).
Status kelangkaan
Pemanenan pada bagian-bagian tumbuhan untuk suatu tujuan tertentu
terutama untuk pengobatan tentunya akan berdampak pada tumbuhan tersebut
baik secara fisik maupun ekologi. Zuhud (1994) menyatakan bahwa dampak dari
pemanenan tumbuhan obat dapat mempengaruhi kelestarian tumbuhan obat
tersebut jika pemanenannya mengakibatkan kematian, menghambat regenerasi
dan mengganggu siklus hidup. Pengelompokkan tumbuhan obat berdasarkan
bagian yang dimanfaatkan dan akibatnya terhadap ketersediaannya di alam hanya
dilakukan pada spesies yang diperoleh secara liar. Berdasarkan pendekatan proses
melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan menurut Ekosetio (2004), maka
dari 28 spesies tumbuhan liar yang dimanfaatkan diketahui bahwa 69%
diantaranya digolongkan sebagai kategori I, 15% tergolong kedalam kategori II,
dan 16% tergolong kedalam kategori III (Gambar 8).
Kategori III
16%

Kategori II
15%

Kategori I
69%

Gambar 8 Kategori proses melangkanya tumbuhan obat akibat pemanenan
Setiap tumbuhan obat memiliki nilai penting yang dapat ditinjau dari nilai
ekonomi dan nilai terhadap ancaman kelangkaan (Purwandari 2001). Menurut
Ekosetio (2004), nilai penting terhadap ancaman kelangkaan pada tumbuhan obat
yang tumbuh secara liar sangat penting karena ketersediaan tumbuhan obat
tersebut tergantung pada alam untuk menyediakannya. Status kelangkaan
tumbuhan obat yang hidup secara liar juga di kelompokkan berdasarkan CITES
(2014), IUCN (2014), dan LIPI (2001). Dari 28 spesies tumbuhan obat liar,
terdapat 9 spesies yang status kelangkaannya terdaftar dalam CITES, IUCN,
maupun LIPI (Tabel 4).

12

Tabel 4 Status kelangkaan berdasarkan CITES, IUCN, LIPI

1.

Nama
Lokal
Pegagan

2.

Pule

3.
4.

Kembang
lawang
Mahoni

5.
6.

Dlingo
Mesoyi

7.
8.

Pule
pandak
Sintok

9.

Pulosari

No.

Nama Ilmiah
CITES
Centella asiatica (L.)
Urban
Alstonia scholaris L.
Cinnamomum
cullilawan Linn.
Swietenia macrophylla
King.
Acorus calamus Linn.
Massoia aromatica
Becc.
Rauwolfia serpentina
Benth.
Cinnamomum sintoc
Blume
Alyxia reinwardtii Bl.

Kategori kelangkaan
IUCN
Least concern

LIPI

Least concern

Langka
Langka

Appendix
II

Vulnerable
Least concern
Langka

Appendix
II

Langka
Langka
Langka

Selain memiliki nilai kelangkaan yang tinggi terdapat beberapa simplisia
yang dikategorikan langka namun memiliki nilai ekonomi yang tinggi juga karena
digunakan sebagai bahan baku pabrik obat tradisional, salah satunya adalah
pulosari (Alyxia reinwardtii). Hampir setiap produk jamu menggunakan pulosari
(Alyxia reinwardtii) sebagai bahan baku, namun pemanenan simplisia tersebut
masih banyak dilakukan dari alam (Widiastuti et al. 1996). Ekosetio (2004)
menyatakan bahwa pembudidayaan pulosari secara besar-besaran belum pernah
dilakukan, sedangkan kebutuhan akan pulosari oleh industri obat tradisional
sangat besar. Tanpa pembudidayaan yang intensif maka kelestarian tumbuhan ini
tidak dapat dijamin.
Nilai ekonomi yang tinggi tentunya merupakan potensi yang cukup besar
untuk mendorong masyarakat sekitar hutan melakukan pemanenan langsung dari
alam secara tidak terkendali dan melampaui batas kemampuan regenerasi di alam.
Jika hal ini terjadi maka dikhawatirkan akan mengancam kelestarian persediaan
maupun pasokan tumbuhan obat tersebut sebagai bahan baku industri yang
akhirnya berdampak langsung terhadap kelangsungan produksi obat tradisional.
Perdagangan Simplisia Nabati
Masyarakat Jawa memanfaatkan simplisia nabati sebagai bahan baku
pengobatan tradisional sudah cukup lama. Sejalan dengan itu, perdagangan
simplisia nabati khususnya di Kota Magelang pun telah dilakukan dalam waktu
yang cukup lama karena terbukti bahwa sebagian besar pedagang meneruskan
usaha turun-temurun dari orangtuanya. Pedagang simplisia nabati di Kota
Magelang terdiri dari pedagang grosiran dan pedagang eceran. Para pedagang
memperoleh bahan baku simplisia nabati dari pengepul yang berasal dari beberapa
daerah di Jawa Tengah seperti Yogyakarta, Temanggung, Ambarawa dan Solo.
Setiap bulannya para pedagang memasok simplisia baik dari pengepul
maupun kulakan atau berbelanja untuk dijual kembali dari pusat grosir simplisia

13

dari Yogyakarta. Namun beberapa simplisia akan dipasok jika ada konsumen yang
memesan. Beberapa simplisia tersebut biasanya adalah simplisia yang agak jarang
ditemukan dan biasanya harganya sangat mahal. Dalam memasok simplisia, untuk
simplisia yang banyak dibeli akan dipasok dalam jumlah yang banyak. Simplisia
yang jarang dibeli konsumen akan awet bertahun-tahun disimpan. Simplisia
tersebut dijual dalam satuan kilogram namun ada beberapa simplisia yang dijual
dalam bungkusan-bungkusan kecil. Simplisia dari spesies tumbuhan obat yang liar
harganya berkisar Rp 9 000 - Rp 300 000 per kilogram (Lampiran 1). Harga
tersebut disesuaikan berdasarkan ketersediannya.
Simplisa yang di dapatkan dari hasil budidaya memiliki harga berkisar Rp
3 000 – Rp 160 000 per kilogram. Beberapa simplisia budidaya yang harganya
mencapai lebih dari Rp 50 000 dimungkinkan karena biaya perawatan dan
pemeliharaannya yang cukup tinggi namun dari semua simplisia hasil budidaya
memiliki harga yang relatif stabil karena banyak dicari oleh konsumen. Simplisia
yang paling banyak dibeli adalah empon-empon yaitu tumbuhan obat yang berasal
dari famili Zingiberaceae seperti kunyit, temulawak, dan jahe. Biasanya emponempon tersebut banyak dijadikan jamu perasan baik oleh pedagang jamu paitan
maupun pedagang jamu gendong. Selain itu empon-empon juga biasa dijadikan
bumbu dapur.
Produk Obat Tradisional yang Diperdagangkan
Bagi masyarakat Jawa produk obat tradisional lebih sering disebut dengan
jamu. Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dibuat dari tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(Harmanto dan Subroto 2007). Jamu berasal dari bahasa Jawa Kuno yaitu
gabungan dari kata jampi dan usodo yang artinya adalah penyembuhan
menggunakan ramuan, doa atau usodo (Trubus 2010). Sejarah mengenai jamu di
Jawa dibuktikan dari dokumentasi tertua tentang jamu yang terdapat pada relief
Candi Borobudur yang menggambarkan mengenai ramuan obat tradisional atau
jamu. Selain itu ditemukan juga relief yang menerangkan tentang penggunaan
jamu pada zaman dahulu di Candi Prambanan, Candi Penataran (Blitar), dan
Candi Tegalwangi (Kediri).
Jenis obat tradisional yang diperdagangkan di Kota Magelang terdiri dari
produk obat tradisional yang berasal dari perusahaan industri kecil sampai dengan
industri obat tradisional besar. Pengembangan obat tradisional Indonesia agar
dapat menjangkau pelayanan kesehatan formal maka obat tradisional Indonesia
dibagi menjadi dua kelompok (Hargono 1992), yaitu:
1. Kelompok Jamu
Obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang belum mengalami
standardisasi dan belum pernah diteliti, bentuk sediaan masih sederhana
berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan dan sebagainya.
Kegunaannya masih sepenuhnya menggunakan istilah-istilah tradisional
misalnya sekalor, pegel linu, encok, tolak angin, dan sebagainya.
2. Kelompok Fitoterapi
Saat ini kelompok fitoterapi lebih dikenal dengan kelompok fitofarmaka yaitu
obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami

14

standarisasi dan telah dilakukan penelitian atas sediaan galeniknya.
Kegunaannya jelas dan pernyataan kegunaannya telah menggunakan istilahistilah farmakologi. Hasil penelitian obat tradisional kelompok ini telah dapat
diandalkan.
Beberapa jenis produk obat tradisional yang diperdagangkan dalam skala
industri kecil atau rumahan oleh masyarakat sekitar kota Magelang terdiri dari
berbagai bentuk seperti godogan (rajangan), paitan, bedak, seduhan dan parem
(Tabel 5).
Tabel 5 Produk obat tradisional yang diperdagangkan
No.
Produk
1.
Wedang
uwuh
2.
3.
4.
5.

Tapel
anak
Tapel
bersalin
Pupuk
bayi
Bedak
dingin

Komposisi
Jahe, Kayu Secang, Cengkeh,
Kayu manis, Pala, Akar sereh dan
daun sereh, Kapulogo, gula batu.
Daun jarak pagar, dlingo, bawang
merah.
Jahe, Sirih, Jeruk nipis, dan
minyak kayu putih.
Biji pala, dlingo, bengkle.
Tepung beras, buang bengkuang,
air mawar.

6.

Pilis
bersalin

Kencur, kunyit, ganthi, kenanga,
dan biji pala.

7.

Parem

Kencur, serai, klabet, dan jahe.

8.

Ratus

9.

Mangir

10.

Mandi
Rempah

11.

Jamu
Godog

12.

Rendaman
Kaki

Bunga melati, temulawak, daun
kemuning, daun pandan wangi,
kayu cendana, daun sirih,
cengkeh, kayu manis.
Beras, tepung beras, temu giring,
kunyit, bubuk krangean, kencur,
cengkeh.
Bunga melati, jahe, temulawak,
serai, daun jeruk purut, kayu
secang, kapulaga, jinten, ada,
dlingo, cengkeh, klabet, daun
pandan.
Sambiloto, kayu angin, kayu
secang, cendana, kemukus, jahe,
temulawak, widara laut, mesoyi,
merica bolong, brotowali.
Bunga melati, daun pandan, jahe,
batang serai, dan garam laut.

Kegunaan
Membantu
menghangatkan
dan menyegarkan badan.
Cacingan, sakit perut.
Mengembalikan ukuran perut
setelah melahirkan.
Mengobati pilek dan flu pada
anak.
Menghilangkan jerawat dan
bekas jerawat, mencerahkan
wajah.
Melegakan sakit kepala dan
mengurangi kesan gelap mata
yang dialami ibu yang habis
bersalin.
Mengurangi rasa letih pada
badan dan mengobati salah
urat
Untuk
sari
rapet/mengharumkan,
mengurangi
gatal-gatal,
mengurangi keputihan.
Menjadikan kulit lebih cerah
serta menghilangkan bekas
luka.
Mengharumkan seluruh badan,
dan memberikan warna kulit
tetap segar serta tidak bersisik.

Mengobati asam urat, encok,
rheumatik, gatal-gatal, kencing
manis.
Untuk relaksasi, memperlancar
sirkulasi darah pada kaki,
menghilangkan bau kaki.

15

Produk obat tradisional yang dibuat oleh masyarakat setempat atau berasal
dari industri berskala kecil merupakan obat tradisional yang kegunaannya
ditujukan untuk menjaga kesehatan, kecantikan, dan mengobati penyakit ringan
yang biasa dialami masyarakat. Selain produk obat tradisional, masyarakat sekitar
juga memproduksi minuman kesehatan dalam bentuk seduhan. Pemakaian bahan
baku untuk membuat produk tradisional berbeda untuk setiap kegunaan dan
peracik, karena tidak jarang juga satu produk yang dijual pada pedagang yang
berbeda bahan bakunya pun berbeda tergantung peraciknya.
Selain obat tradisional yang diproduksi oleh masyarakat sekitar, obat
tradisional yang diproduksi oleh industri besar juga banyak ditemukan.
Kebanyakan industri besar tersebut berasal dari kota-kota sekitar Magelang,
karena Jawa Tengah sangat terkenal dengan industri jamunya. Beberapa
perusahaan jamu tersebut yaitu Jamu Cap Jago, Sido Muncul, Nyonya Meneer,
dan Air Mancur.
Berdasarkan survei yang dilakukan dilokasi penelitian, ditemukan terdapat
277 jenis produk obat tradisional dari 35 industri jamu di Indonesia. Diketahui
bahwa produk terbanyak yang dijual di kota Magelang berasal dari PT. Industri
Jamu Cap Jago Semarang, Jawa Tengah yaitu sebanyak 52 produk obat tradisional
(Lampiran 3).
Dari 277 produk obat tradisional secara keseluruhan ditemukan 185 jenis
simplisia yang digunakan sebagai bahan baku obat. Simplisia yang paling banyak
digunakan adalah temulawak yaitu sebanyak 130 produk dari jumlah 277 produk
yang diperdagangkan (Tabel 6). Berdasarkan familinya, yang paling banyak
digunakan adalah jenis-jenis simplisia yang berasal dai famili Zingiberaceae. Hal
ini serupa dalam penjualan simplisia dimana famili Zingiberaceae yang paling
mendominasi. Maka dari itu dapat dinyatakan bahwa jenis-jenis tanaman yang
berasal dari famili Zingiberaceae memiliki manfaat yang banyak baik untuk
penggunaan dalam pengobatan penyakit secara tradisional juga dapat digunakan
sebagai bahan baku bumbu masakan.
Tabel 6 Jenis simplisia yang digunakan sebagai bahan baku dalam produk
obat tradisional
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Nama Simplisia
Curcumae rhizoma
Zingiberis rhizoma
Curcumae domesticae rhizoma
Retrofracti fructus
Zingiberis aromaticae rhizoma
Foeniculi fructus
Alyxiae cortex
Languatis rhizoma
Kaempferiae rhizoma
Simplisia lainnya (188 spesies)

Jumlah Produk yang Menggunakan
130
111
77
62
62
55
51
46
43
1145

16

Pelesetarian Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Simplisia Nabati dan
Produk Obat Tradisional
Walaupun didapatkan simplisia yang berasal dari tumbuhan obat liar lebih
sedikit daripada simplisia yang berasal dari hasil budidaya. Namun untuk spesiesspesies yang didapatkan secara liar tersebut akan dapat terancam kelestariannya
apabila dalam pemanfaatannya tidak dilakukan upaya pelestarian mengingat
ketersediaannnya tergantung pada alam dalam menyediakannya.
Berdasarkan pendekatan proses melangkanya tumbuhan obat akibat
pemanenan, sebagian besar simplisia yang diperdagangkan di Kota Magelang
termasuk kedalam kategori I dimana pemanenan pada tumbuhan obat akan
mengakibatkan kematian pada individu tumbuhan. Hal tersebut disebabkan karena
yang dipanen adalah akar, batang, rimpang, kulit, dan seluruh bagian tumbuhan.
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi ancaman kelangkaan tumbuhan obat dalam pemanfaatan
tumbuhan obat yang dijadikan simplisia atau bahan baku obat tradisional
diantaranya adalah:
1.
Kegunaan tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang banyak digunakan dan
khasiatnya telah dipercaya oleh masyarakat akan meningkatkan permintaan
pasar sehingga dapat merangsang pemanenan tumbuhan secra berlebihan
untuk memenuhi permintaan tumbuhan obat tersebut.
2.
Bagian yang digunakan. Pemanenan bagian tumbuhan akan menimbulkan
dampak secara fisiologis pada tumbuhan yang besar dampak ditentukan oleh
bagian yang dipanen (Ekosetio 2004). Zuhud (1994) menyebutkan bahwa
dampak pemanenan bagian tumbuhan dibagi menjadi 3 kategori yaitu 1.)
Mengakibatkan kematian, 2.) Menghambat regenerasi, 3.) Mengakibatkan
kematian dan menghambat regenerasi.
3.
Nilai ekonomi. Nilai ekonomi yang tinggi dapat mendorong masyarakat
untuk melakukan pemanenan langsung dari alam secara berlebihan karena
dapat meningkatkan keuntungan finansial. Hal tersebut merupakan faktor
yang cukup berperan dalam mengancam kelangsungan hidup tumbuhan obat
di alam.
4.
Belum dibudidayakan
Dalam menghindari kelangkaan tumbuhan obat maka diperlukan suatu
upaya guna mempertahankan jenis-jenis tumbuhan obat di alam, salah satunya
adalah dengan melakukan kegiatan konservasi. Zuhud dan Haryanto (1991)
menyatakan bahwa tumbuhan untuk bahan baku obat tradisional perlu diimbangi
dengan upaya konservasinya, baik secara insitu maupun eksitu agar tidak terjadi
penurunan populasi dan keanekargamannya. Maka dari itu, perlu adanya strategi
yang dapat dipertimbangkan dalam pemanfaatan secara lestari yaitu dengan
melakukan domestikasi terhadap tumbuhan tersebut diantaranya dengan kegiatan
pengusahaan tumbuhan obat di habitat asli serta melakukan budidaya yang
dilakukan secara intensif. Hal ini penting dalam rangka melestarikan penyediaan
bahan baku obat tradisional serta menjamin kelangsungan usaha industri obat
tradisional dalam jangka panjang.

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

1.

2.

Teridentifikasi 92 jenis simplisia yang diperdagangkan di Kota Magelang,
Jawa Tengah terdiri dari 42 famili, 6 habitus, dan 14 bagian yang
digunakan. Simplisia yang diperdagangkan didominasi oleh famili
Zingiberaceae. Sebagian besar simplisia tumbuhan obat berasal dari habitus
herba. Simplisia yang diperdagangkan diketahui bahwa memiliki khasiat
untuk mengobati 28 kelompok penyakit dengan penggunaan paling banyak
yaitu untuk mengobati penyakit pada saluran pencernaan.
Teridentifikasi dari 2 macam industri yang memproduksi produk obat
tradisional yaitu industri yang berskala kecil yang dibuat oleh masyarakat
sekitar Kota Magelang dan industri jamu besar yang produknya sudah
terkenal baik didalam maupun luar negeri. Terdapat 277 jenis produk obat
tradisional yang ditemukan dari 35 industri. Produk obat tradisional yang
paling banyak dijual berasal dari PT. Industri Jamu Cap Jago.
Sebagian besar simplisia yang diperdagangkan berasal dari tumbuhan obat
yang dibudidayakan. Namun terdapat juga simplisia yang berasal dari
tumbuhan yang hidup secara liar. Harga simplisia hasil budidaya berkisar
Rp 3 000 – Rp 160 000 per kilogram sedangkan kisaran harga simplisia
yang berasal dari tumbuhan yang hidup secara liar yaitu Rp 9 000 – Rp
300 000 per kilogram.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pengembangan industri obat tradisional di Kota Magelang memerlukan
adanya kegiatan pelatihan mengenai pembuatan simplisia yang memenuhi
standar kesehatan agar nilai jual simplisia dapat meningkat.
Budidaya tumbuhan obat yang langka seperti pule pandak (Rauwolfia
serpentina), pule (Alstonia scholaris), dan pulosari (Alyxia reinwardtii)
perlu dilakukan agar tetap lestari.

DAFTAR PUSTAKA
Aristantia T. 2012. Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga di Kampung
Babakan-Cengal Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Magelang. 2013. Magelang dalam Angka 2013.
Magelang (ID): Pusat Statistik Kota Magelang dengan Bappeda Kota
Magelang.
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora. 2014. Appendices I, II, III. [internet]. (diunduh 2014 Des 16).
Tersedia pada: http//www.cites.org
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I-III. Jakarta (ID):
Puspa Swara

18

Ekosetio R. 2004. Inventarisasi Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional
yang Diperdagangkan oleh Etnis Melayu di Pontianak [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Fakhrozi I. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar
Taman Nasional Bukit Tigapuluh: Studi Kasus di Desa Rantau
Langsat, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi
Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hamzari. 2008. Identifikasi tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar hutan Tabo-tabo. Jurnal Hutan dan Masyarakat Vol 3: 2(111-234)
Hargono D. 1992. Kebijaksanaan Pengembangan ObatTradisional ke Arah
Fitoterapi. Simposium Fitoterapi dan Pengobatan Alternatif, Universitas
Airlangga, Surabaya, hal.10-14.
Harmanto NS, Subroto MA. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping.
Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Obat Berguna Jilid I-IV. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Indonesia.
[IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2014. IUCN red list
of threatened species. Version 2014.3 [internet]. (diunduh 2014 Des 16).
Tersedia pada : http//www.iucnredlist.org.
Mardisiswojo S, Harsono R. 1985. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang Jilid III. Jakarta (ID): Balai Pustaka.
Mogea PJ, Djunaedi G, Harry W, Rusdy EN, Irawati. 2001. Tumbuhan Langka
Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2012 Tentang
Registrasi Obat Tradisional.
Purwandari SS. 2001. Studi Serapan Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Baku pada
Berbagai Industri Obat Tradisional di Indonesia [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sandra E, Sjafril K. 1994. Tinjauan Permintaan Tumbuhan Obat Hutan Tropika
Indonesia. Di dalam: EAM Zuhud dan Haryanto, editor. Pelestarian
Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lembaga Alam Tropika Indonesia
(LATIN). Hal 71-117.
Tanjungsari RJ. 2014. Manfaat Kampung Konservasi Tumbuhan Obat Keluarga
(TOGA) Gunung Leutik, Desa Benteng Ciampea Bogor [skripsi]. Bogor
(ID). Institut Pertanian Bogor.
Trubus. 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik. Depok
(ID): Trubus Swadaya.
Utari AU. 2013. Inventarisasi Simplisia Nabati dan Produk Obat Tradisional yang
Diperdagangkan di Kota Padang, Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Versteegh, J Kloppenburg. 1988. Petunjuk Lengkap Mengenai Tanaman-tanaman
di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisional
(Terjemahan). Yogyakarta (ID): CD. RS. Bethseda.
Widiastuti Y, Sutjipto, Djumidi. 1996. Penelitian Ketersediaan Simplisia
Tumbuhan Obat Langka di Pasaran Bebas dalam Sitepu dkk (Penyunting).
Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VII. Bogor (ID):

19

Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami (PERHIBA) dan Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO). Hal 198-201
Zuhud EAM. 1994. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Sumber Keanekaragaman
Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Di dalam: EAM Zuhud dan Haryanto,
editor. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan
Tropika Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lembaga Alam
Tropika Indonesia (LATIN). Hal 1-15.
Zuhud EAM, Haryanto. 1991. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di
Indonesia. Prosiding Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dari Hutan
Tropis Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dan
Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia (The
Indonesian Wildlife Fund). Hal 13-26.

LAMPIRAN

20
20

Lampiran 1 Data spesies tumbuhan yang diperdagangkan dalam bentuk simplisia di Kota Magelang
No.

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Nama Simplisia

Famili

H