Analisis Profitabilitas Dan Nilai Tambah Bisnis Yoghurt Pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah

ANALISIS PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH BISNIS
YOGHURT PADA UNIT PENGOLAHAN SUSU DARUL
FALLAH

GARNIS AMELIA PALUPI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Profitabilitas
dan Nilai Tambah Bisnis pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Garnis Amelia Palupi
NIM H34110040

ABSTRAK
GARNIS AMELIA PALUPI. Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Bisnis
Yoghurt pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah. Dibimbing oleh NETTI
TINAPRILLA.
Yoghurt merupakan salah satu hasil olahan susu yang memiliki jumlah
produksi terbesar di Kabupaten Bogor. Rata-rata yoghurt di Kabupaten Bogor
dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah yang masuk ke dalam
industri rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
profitabilitas usaha yoghurt pada Unit Pengolahan Susu (UPS Dafa) dengan
membandingkan tingkat profitabilitas yoghurt stik sapi dan yoghurt stik
kambing dan menganalisis nilai tambah usaha yoghurt stik sapi dan yoghurt
stik kambing. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan memilih UPS
Dafa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ini mampu menghasilkan
laba. Nilai profitabilitas usaha yoghurt stik sapi sebesar 27.50 persen lebih

besar dibandingkan usaha yoghurt stik kambing sebesar 18.59 persen. Analisis
nilai tambah menunjukkan usaha yoghurt stik sapi sebesar Rp 12 607.00 atau
sebesar 56 persen, sedangkan usaha yoghurt stik kambimg sebesar Rp 24
077.00 persen atau 42.20 persen. Meskipun keuntungan per liter yoghurt stik
susu sapi lebih rendah dibandingkan yoghurt stik susu kambing namun karena
penjualan yoghurt stik susu sapi lebih tinggi maka keuntungan total yang
diterima yoghurt stik sapi menjadi lebih tinggi dibandingkan yoghurt stik susu
kambing.
Kata kunci: industri rumah tangga, nilai tambah, profitabilitas, yoghurt.
GARNIS AMELIA PALUPI. Business Profitability Analysis and Yoghurt
Added Value Analysis in ‘Unit Pengolahan Susu Darul Fallah’. Supervised by
NETTI TINAPRILLA.
Yogurt is one of the dairy product the largest production of which is the
district of Bogor. The average of yogurt in Bogor was done in small and
medium scale enterprises that go into home industry. The purpose of this
research was to analyze the profitability of the yoghurt business, contrasting
the profit of the yoghurt made from cow milk and goat milk. The location was
done intentionally by selecting the business unit yogurt of UPS Dafa. The
results showed that the business was able to generate profits. The ratio of the
profitability of yogurt made from cow milk was 27.50 percent and that of the

yogurt made from goat milk was 18.59 percent. The analysis showed the added
value of yogurt made from cow milk was Rp 12 607.00 or 56 percent, while
that from goat milk was Rp 24 077.00 or 42.20 percent. Although profit per
liter of yogurt made from cow milk lower than yogurt made from goat milk,
but due to the sale of yogurt made from cow milk higher than yogurt made
from goat milk then total profit of yogurt made from cow milk higher than
yogurt made from goat milk.
Keywords : added-value, home industry, profitability, yogurt.

ANALISIS PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH BISNIS
YOGHURT PADA UNIT PENGOLAHAN SUSU DARUL
FALLAH

GARNIS AMELIA PALUPI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Bisnis Yoghurt pada
Unit Pengolahan Susu Darul Fallah
Nama
: Garnis Amelia Palupi
NIM
: H34110040

Disetujui oleh

Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014
ini ialah profitabilitas dan nilai tambah, dengan judul Analisis Profitabilitas
Usaha dan Nilai Tambah Yoghurt pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
selaku pembimbing, serta kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen
penguji utama dan Ibu Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan
yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk
perbaikan skripsi ini. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Bapak Aep Syefuddin dari Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik, Ibu
Wanti dari Bidang Usaha Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, serta Ibu
Asmalam Sinar Turnip selaku kepala produksi Unit Pengolahan Susu Darul

Fallah, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Garnis Amelia Palupi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6


Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Metode Pengukuran Profitabilitas

6

Metode Analisis Nilai Tambah

8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis


9
9

Konsep Biaya

9

Konsep Harga Jual

9

Konsep Titik Impas

10

Analisis Profitabilitas

12

Analisis Nilai Tambah


14

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

15
17

Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Jenis dan Sumber Data

17

Metode Pengolahan dan Analisis Data

17


Analisis Biaya Produksi

18

Analisis Titik Impas

18

Analisis Profitabilitas

18

Analisis Nilai Tambah

19

GAMBARAN UMUM USAHA
Gambaran Umum Unit Pengolahan Susu Dafa

20
20

Pengadaan Bahan Baku

21

Tenaga Kerja

21

Proses Produksi Yoghurt

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Struktur Biaya

23

Biaya Tetap

24

Biaya Variabel

26

Total Biaya

29

Volume Penjualan

30

Analisis Profitabilitas

30

Analisis Nilai Tambah

40

SIMPULAN DAN SARAN

45

Simpulan

45

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

51

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto atas
dasar harga yang konstan 2000 (miliar rupiah)
Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja
menurut skala usaha tahun 2011-2012
Peranan terhadap PDRB Jawa Barat Tahun 2011-2012
Produksi Olahan Susu oleh UMKM Kabupaten Bogor Tahun 20112013 dalam liter
Perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami
Biaya Tetap Yoghurt Stik Susu Sapi dan Yoghurt Stik Susu
Kambing pada Kondisi Aktual UPS Dafa Tahun 2014
Biaya Variabel Yoghurt Stik Susu Sapi pada Kondisi Aktual UPS
Dafa Tahun 2014
Biaya Variabel Yoghurt Stik Susu Kambing pada Kondisi Aktual
UPS Dafa Tahun 2014
Total Biaya Yoghurt Stik Susu Sapi dan Yoghurt Stik Susu
Kambing pada Kondisi Aktual UPS Dafa Tahun 2014
Perbandingan titik impas dengan kondisi aktual usaha yoghurt stik
susu sapi
Perbandingan titik impas dengan kondisi aktual usaha yoghurt stik
susu kambing
Perbandingan perhitungan usaha yoghurt stik susu sapi dan yoghurt
stik susu kambing pada kondisi aktual
Perbandingan perhitungan usaha yoghurt stik susu sapi dan yoghurt
stik susu kambing pada kondisi volume penjualan sama
Nilai tambah pengolahan yoghurt stik susu sapi dan yoghurt stik
susu kambing pada UPS Dafa
Nilai tambah pengolahan yoghurt dengan asumsi jumlah output
sama

1
2
2
3
19
24
27
28
29
32
35
38
39
41
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan
Diagram Kerangka Pemikiran
Proses Produksi Yoghurt pada UPS Dafa
Bangunan UPS Dafa
Proses Pemanasan Susu Sapi
Proses Pemanasan Susu Kambing
Proses Penyaringan Susu Sapi
Proses Penyaringan Susu Kambing
Penambahan Starter Bakteri pada Susu Sapi
Penambahan Starter Bakteri pada Susus Kambing
Penambahan Perisa Buah pada Yoghurt Susu Sapi
Penambahan Perisa Buah pada Yoghurt Susu Kambing
Proses Pengemasan Yoghurt Susu Sapi
Proses Pengemasan Yoghurt Susu Kambing

11
16
22
54
54
54
55
55
55
56
56
56
57
57

15
16

Yoghurt Stik Susu Sapi
Yoghurt Stik Susu Kambing

57
58

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Proporsi Masing-Masing Produk Berdasarkan Nilai Pasar
Biaya Penyusutan Peralatan dan Bangunan
Biaya Tetap Yoghurt Stik Susu Sapi dan Yoghurt Stik Susu
Kambing
Biaya Variabel Yoghurt Stik Susu Sapi
Biaya Variabel Yoghurt Stik Susu Kambing
Dokumentasi

49
50
51
52
53
54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu indikator untuk mengetahui kinerja suatu sektor atau subsektor
adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik (2014), peternakan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian
yang mengalami peningkatan PDB dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat
pada nilai PDB dari tahun 2010 hingga tahun 2013 dalam Tabel 1.
Tabel 1 Sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto atas dasar
harga yang konstan 2000 (miliar rupiah)
Lapangan Usaha

Tahun
2010

Tanaman bahan
makanan
Tanaman perkebunanan
Peternakan dan hasilhasilnya
Kehutanan
Perikanan
Total PDB Pertanian

Pertum
buhan
rata-rata
161 925.5
2.1

2011

2012

2013*

151 500.7

154 153.9

158 910.1

47 150.6
38 214.4

49 260.4
40 040.3

52 325.4
41 918.6

54 629.3
43 902.3

4.64
4.62

17 249.6
50 661.8
304 777.1

17 395.5
54 187.7
315 036.8

17 423.0
57 702.6
328 279.7

17 442.5
61 661.2
339 661.2

0.88
6.58
3.5

Keterangan :
(*) adalah angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1, subsektor peternakan mengalami pertumbuhan ratarata dari tahun 2010 hingga 2013 sebesar 4.62 persen setiap tahunnya.
Pertumbuhan tersebut di atas laju pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3.5 persen
per tahun. Selain itu juga subsektor peternakan memiliki rata-rata pertumbuhan
melebihi dua subsektor lainnya yaitu tanaman bahan makanan dan kehutanan. Hal
tersebut menyatakan bahwa subsektor peternakan telah mengalami peningkatan
kinerja.
Salah satu jenis produk peternakan yang permintaannya semakin meningkat
adalah susu. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsumsi susu
nasional. Pada tahun 2009 konsumsi masyarakat Indonesia hanya sebesar 1.91
kg/kapita/tahun dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 2.04 kg/kapita/tahun1.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
merupakan sentra penghasil susu nasional. Berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Peternakan, Jawa Barat merupakan daerah penghasil produksi susu
terbesar kedua setelah Jawa Timur dengan produksi susu sebesar 258 374 ton
1

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Buletin Konsumsi Pangan.
http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id//.

2
pada tahun 2013 2 . Berdasarkan jumlah produksi susu terbesar kedua nasional
tersebut dapat dikatakan bahwa susu merupakan salah satu komoditas unggulan di
provinsi Jawa Barat yang berpotensi untuk dikembangkan.
Susu merupakan suatu bahan pangan hasil ternak yang mudah rusak karena
mengandung berbagai komponen bahan pangan yang sangat sesuai bagi
pertumbuhan mikroorganisme baik bakteri, kapang maupun khamir sehingga
kuatitas produksi susu dan tingkat harga susu menjadi rendah. Oleh karena itu,
diperlukan suatu proses penanganan yang baik (Rahman, 1992).
Seiring berkembangnya teknologi, masyarakat tidak hanya mengkonsumsi
susu dalam bentuk segarnya, tetapi diolah menjadi berbagai produk yang
mempunyai nilai tambah (added value). Selain itu juga, pengolahan diperlukan
untuk memperpanjang umur suatu produk peternakan yang relatif mudah
terserang bakteri maupun jamur.
Usaha pengolahan susu yang berbentuk Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) saat ini sudah semakin meningkat. UMKM memiliki peranan penting
bagi perekonomian suatu negara maupun provinsi. Banyaknya industri kecil dan
kerajinan rumah tangga yang diserap dari banyaknya usaha dan tenaga kerja di
Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja menurut
skala usaha tahun 2011-2012
No

Skala Usaha

1.

UMKM
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menegah
Usaha Besar
Jumlah

2.

Jumlah Pelaku Usaha
(Unit)
2011
2012
8 750 914
9 166 503
8 626 671
9 042 519
116 062
115 749
8 181
8 235
1 728
1 853
8 752 642
9 168 356

Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
2011
2012
14 278 402
15 007 695
13 172 794
13 861 814
607 236
623 556
498 372
522 325
2 270 763
2 374 805
16 549 165
17 382 500

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2013

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa jumlah UMKM semakin meningkat
dibandingkan usaha besar. Pengaruh dari jumlahnya yang semakin meningkat,
membuat UMKM memiliki kontribusi yang besar terhadap PDRB Jawa Barat
tahun 2011 sampai tahun 2012, dengan jelas dapat terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Peranan terhadap PDRB Jawa Barat Tahun 2011-2012
No

Skala usaha

1.
2.

UMKM
Usaha Besar

Tahun 2011
(%)
54.20
54.55

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2013

2

http://pertanian.go.id/EIS-ASEM-NAK-2014/Prod_Susu_Prop_2014

Tahun 2012
(%)
45.80
45.45

3
Kontribusi UMKM terhadap PDRB Jawa Barat adalah yang terbesar,
dengan jumlah persentase pada tahun 2011 sebesar 54.20 persen dan meningkat
menjadi 54.55 persen pada tahun 2012. Meskipun UMKM memiliki peranan yang
penting, namun UMKM memiliki banyak kendala seperti modal dan pemasaran
yang masih terbatas serta teknologi dan inovasi yang kurang berkembang. Hal
tersebut menyebabkan profit yang dihasilkan UMKM rendah. Maka dari itu,
UMKM perlu mendapat perhatian dan dukungan dari semua pihak agar UMKM
dapat terus berkembang. Hal tersebut karena UMKM sangat memiliki peranan
penting bagi perekonomian suatu provinsi, termasuk didalamnya usaha
pengolahan susu. Dinas Peternakan Jawa Barat terus melakukan pengembangan
usaha pengolahan susu di sektor hilir. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan bagi masyarakat3.
Bogor merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang
mengalami peningkatan hasil olahan susu yang diproduksi oleh UMKM dari
tahun 2011 hingga tahun 2013. Hal tersebut dapat dilihat yang pada Tabel 4.
Tabel 4 Produksi Olahan Susu oleh UMKM Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013
dalam liter
Jenis Olahan Susu
(liter)
Yoghurt
Susu Pasteurisasi
Lainnya ( kerupuk susu, karamel susu, dodol,
kefir, puding susu, dan pagsit susu)
Total

2011
75 480
70 500
3 590

Tahun
2012
163 720
70 750
4 010

2013
495 360
157 680
5 140

149 570

238 480

658 180

Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2015 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4, produksi hasil olahan susu terbesar yaitu yoghurt. Hal
tersebut menunjukkan bahwa yoghurt memiliki peluang pasar yang baik di
Kabupaten Bogor.
Yoghurt merupakan salah satu produk olahan susu yang diperoleh dari
fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus atau jenis bakteri asam
laktat lain yang sesuai. Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dari pada
susu segar sebagai bahan dasar dalam pembuatan yoghurt, terutama karena
meningkatnya total padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga
meningkat (Wahyudi, 2006).
Bahan baku pembuatan yoghurt umumnya berasal dari susu sapi, namun
susu kambing juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan
yoghurt. Susu kambing mempunyai kelebihan dibandingkan susu sapi, lemak dan
protein pada susu kambing lebih mudah dicerna dan kandungan vitamin B1 nya
lebih tinggi dibanding susu sapi. Disamping itu, yoghurt susu kambing sangat
bermanfaat untuk kesehatan sehingga diharapkan konsumsi terhadap susu
3

Maulana, Adi Ginanjar. 2015. Jabar Perbanyak Pengolahan Susu. [Internet]. [diunduh
2015 April 20] Tersedia pada http://www.bisnis.com/industri/read/20150323/99/414880/jabarperbanyak-pengolahan-susu

4
kambing dapat meningkat dan dapat menjadi alternatif bahan pangan yang
menyehatkan bagi masyarakat. Namun masyarakat belum menyadari manfaat dari
susu kambing sehingga permintaan susu kambing tidak sebanyak permintaan susu
sapi. Selain itu juga, susu kambing memiliki aroma khas kambing yang dapat
mengurangi daya tarik konsumen dalam mengonsumsi susu kambing. Salah satu
cara untuk meningkatkan konsumsi susu kambing adalah dengan melakukan
fermentasi dengan menggunakan bakteri atau yang biasa disebut yohgurt.
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, UMKM yang
melakukan kegiatan usaha pengelolaan yoghurt susu sapi dan yoghurt susu
kambing dalam satu lingkup usaha yaitu hanya Unit Pengolahan Susu Darul
Fallah (UPS Dafa) yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah
Unit Pengolahan Susu Darul Fallah (UPS Dafa) berada di bawah naungan
Unit Peternakan Pondok Pesantren Pertanian Darul Fallah. Pelaksanaan kegiatan
usaha di Unit Peternakan Darul Fallah sudah dimulai sejak tahun 1963. Pada
awalnya unit peternakan melakukan budidaya kambing perah, sapi perah, dan
penggemukan domba dan kambing. Namun seiring berjalannya waktu, unit
peternakan mengalami berbagai kendala pasar dan sumber daya sehingga unit
peternakan memfokuskan untuk melakukan pengolahan susu agar meningkatkan
nilai tambah usahanya dengan membentuk UPS Dafa pada tahun 2007.
UPS Dafa memproduksi produk olahan susu berupa yoghurt, susu
pasteurisasi, dan kefir. Namun, produk susu olahan yang mendapat perhatian
besar untuk terus dikembangkan oleh UPS Dafa adalah yoghurt. UPS Dafa juga
memiliki akses bahan baku yang mudah karena Yayasan Pesantren Pertanian
Darul Fallah memiliki peternakan sapi dan kambing perah sendiri.
Salah satu tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang
maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan terus berjalan dari waktu ke waktu.
Laba dicapai jika pendapatan melebihi total biaya yang dikeluarkan. Laba
terutama dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume produk yang dijual, harga jual
produk dan biaya. Biaya merupakan faktor penentu dalam kegiatan produksi yang
akan berpengaruh terhadap perusahaan dalam mencapai tingkat perolehan laba.
Produk yoghurt yang diproduksi UPS Dafa yaitu berasal dari susu sapi dan susu
kambing. Kedua yoghurt tersebut memiliki perbedaan harga karena harga susu
kambing jauh lebih mahal dibandingkan susu sapi yaitu harga susu kambing
sebesar Rp 25 000 per liter sementara harga susu sapi hanya Rp 5 000 per liter.
Hal tersebut menyebabkan perbedaan biaya produksi antara masing-masing
yoghurt. Harga jual susu kambing sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga
jual susu sapi. Hal ini karena pasokan susu kambing masih terbatas dan
permintaannya yang tinggi. Menurut sekretaris Asosiasi Peternak Kambing Perah
Indonesia (Aspekin), pangsa pasar susu kambing semakin luas dan permintaannya
cenderung meningkat, namun produksi susu belum optimal sehingga hal tersebut

5
membuat permintaan terhadap susu kambing tidak dapat terpenuhi. 4 Selain itu,
susu kambing merupakan produk yang istimewa karena bukan hanya digunakan
sebagai minuman tetapi juga digunakan untuk kesehatan dan kecantikan.
Sukmawati (1999) dalam Sirait (2009) menyatakan bahwa segmen pasar dari susu
kambing adalah manfaat, yaitu masyarakat yang berharap memperoleh manfaat
setelah mengkonsumsi susu kambing. Dengan demikian, produk susu kambing
sangat eksklusif karena dijual dan didistribusikan dalam jumlah yang terbatas.
Selain terdapat perbedaan harga, juga terdapat perbedaan volume penjualan
yang signifikan antara yoghurt susu sapi dengan yoghurt susu kambing. Hal
tersebut karena yoghurt susu kambing masih terasa asing bagi sebagian
masyarakat sehingga penjualan yoghurt susu kambing tidak sepesat penjualan
yoghurt susu sapi. Adapun penjualan yoghurt susu sapi UPS Dafa selama tahun
2014 yaitu sebanyak 388 800 stik atau 11 664 liter sedangkan penjualan yoghurt
susu kambing hanya sebanyak 6000 stik atau 300 liter. Hal ini berdampak pada
profitabilitas yang dihasilkan oleh UPS Dafa sehingga perlu dikaji profit dari
kedua produk yoghurt tersebut.
Sampai saat ini, UPS Dafa masih dapat berproduksi walaupun pengolahan
susu bagi UMKM tidaklah mudah karena adanya keterbatasan faktor produksi dan
permintaan. Berdasarkan hal yang telah dipaparkan, pengukuran terhadap
kemampuan UPS Dafa untuk menghasilkan laba atau yang disebut dengan
profitabilitas perlu dikaji dan dianalisis sebagai salah satu cara untuk mengetahui
manfaat usaha yang dilakukan dengan membandingkan profitabilitas yoghurt sapi
dan yoghurt kambing. Batas kemampuan UPS Dafa dalam berproduksi juga harus
dianalisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar UPS Dafa
tidak menderita kerugian.
Usaha pengolahan susu menjadi yoghurt memiliki keuntungan yang lebih
tinggi dibandingkan usaha produk non olahan karena usaha pengolahan
menciptakan suatu nilai tambah. Besarnya harga input, biaya produksi, teknik
produksi dan harga output mempengaruhi besarnya nilai tambah yang dihasilkan.
Bahan baku susu tidak sepenuhnya dipasok dari peternakan Darul Fallah
melainkan dipasok dari luar apabila pasokan di peternakan Darul Fallah tidak
mencukupi. Selain itu juga, tidak ada perjajian kerjasama antara UPS Dafa dan
pemasok bahan baku susu sehingga hal tersebut menjadi kelemahan karena tidak
adanya jaminan pasokan dan harga yang stabil. Maka dari itu, pada penelitian ini
akan dibahas perbandingan profitabilitas dan nilai tambah antara yoghurt yang
berbahan baku susu sapi dengan yoghurt yang berbahan baku susu kambing.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana tingkat profitabilitas pengolahan yoghurt yang berbahan baku
susu sapi dan susu kambing pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah?
2.
Seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan susu sapi dan
susu kambing menjadi yoghurt pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah?

4

Wiraand. 2013. Produksi Susu Kambing Belum Optimal. [internet]. [diunduh pada 2015
Juni 1] Tersedia pada http://www.kedaisusukambing.com/

6
Tujuan Penelitian

1.

2.

Tujuan dari penelitian ini adalah :
Menganalisis profitabilitas usaha yoghurt dengan membandingkan yoghurt
berbahan baku susu sapi dengan yoghurt yang berbahan baku susu kambing
pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah
Menganalisis nilai tambah usaha yoghurt dengan membandingkan yoghurt
berbahan baku susu sapi dengan yoghurt yang berbahan baku susu kambing
pada Unit Pengolahan Susu Darul Fallah

Manfaat Penelitian

1.
2.

Manfaat dari penelitian ini adalah :
Melatih kemampuan penulis dalam menganalisis permasalahan sesuai
dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.
Sebagai masukan dan tambahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
serta sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

1.

2.
3.

Produk yang dikaji adalah yoghurt stik yang berbahan susu sapi dan susu
kambing yang dihasilkan oleh UPS Dafa di Desa Benteng, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor.
Lingkup kajian penelitian adalah membandingkan profitabilitas dan nilai
tambah yoghurt stik susu sapi dengan yoghurt stik susu kambing.
Metode analisis yang dignakan adalah Break Event Point, analisis
profitabilitas melalui perkalian antara Margin Of Safety dan Margin Income
Ratio, Degree of operating leverage dan analisis nilai tambah Hayami.

TINJAUAN PUSTAKA

Metode Pengukuran Profitabilitas

Penelitian mengenai profitabilitas dilakukan oleh Wibowo (2007), meneliti
tentang harga pokok penjualan dan titik impas usaha penggemukan ternak domba.
Harga pokok produksi pada tahun 2005 dengan menggunakan metode perusahaan

7
yaitu sebesar Rp 371 173.05 per ekor dan Rp 12 177.16 per kilogram. Sedangkan
harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing adalah Rp 392
851.66 per ekor dan Rp 12 888.32 per kilogram. Harga pokok penjualan pada
tahun 2005 dengan menggunakan metode perusahaan yaitu sebesar Rp 372 267.44
per ekor atau Rp 12 213.07 per kilogram. Sedangkan jika menggunakan dengan
metode full costing adalah sebesar Rp 393 946.05 per ekor atau Rp 12 925.49 per
kilogram. Batas volume penjualan pada saat impas adalah 495 ekor dengan nilai
penjualan impas Rp 243 946.923. Sedangkan produksi aktualnya telah melebihi
titik impasnya, yaitu sebesar 2193 ekor dengan nilai penjualan aktual Rp 1 099
504 000.00. Nilai Marginal Income Ratio, Margin of Safety, dan profitabilitas
usaha peternakan pada periode produksi tahun 2005 berturut-turut adalah sebesar
26 persen, 78 persen dan 20.28 persen. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa
usaha peternakan layak dilaksanakan.
Penelitian lain mengenai profitabilitas dilakukan oleh Wardani, Budiraharjo
dan Prasetyo (2012), yang meneliti tentang analisis profitabilitas pada usaha
peternakan sapi perah. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa penerimaan usaha
ternak sapi perah adalah sebesar Rp 76 371 816.56 per bulan dengan biaya
produksi sebesar Rp 68 236 700.50 per bulan sehingga diperoleh pendapatan
sebesar Rp 7 226 475.26 per bulan. Nilai profitabilitas sebesar 10.78 persen lebih
tinggi dari tingkat suku bunga deposito Bank BNI periode Juni 2012 yaitu sebesar
4.35 persen sehingga usaha sapi perah menguntungkan.
Fariyanti (1986) menganalisis mengenai analisis titik impas pada penjualan
susu sapi perah. Metode yang digunakan adalah BEP (Break Even Point), (MIR
Marginal Income Ratio) dan MOS (Margin of Safety). Penelitian ini membahas
titik impas penjualan susu secara keseluruhan dan membandingkan titik impas
penjualan untuk susu segar dan susu pasteurisasi. Titik impas yang diperoleh
untuk penjualan susu secara keseluruhan tanpa membedakan kualitas yaitu
diperoleh nilai sebesar 461 530.85 liter. Nilai tersebut lebih rendah dari nilai
penjualan aktual yaitu sebesar 666 721.755 liter sehingga usaha berada dalam
keadaan untung karena volume penjualan lebih tinggi dari titik impasnya.
Kemudian ketika dibandingkan titik impas antara susu segar dan susu pasteurisasi,
susu pasteurisasi berada di daerah menguntugkan sedangkan susu segar berada
dalam keadaan rugi. Hal tersebut karena titik impas susu pasteurisasi lebih rendah
dari penjualan aktualnya yaitu titik impas susu pasteurisasi sebesar 48 841.361
liter dengan penjualan aktual sebesar 151 721.5 liter. Sedangkan titik impas susu
segar yaitu sebesar 751 986.025 liter dengan penjualan aktual sebesar 514 994.255
liter. Marjin kontribusi untuk penjualan susu secara keselurahan yaitu Rp 56.14
sedangkan untuk susu pasteurisasi yaitu Rp 169.76 dan untuk susu segar diperoleh
marjin kontribusi yang sangat kecil yaitu Rp 23.43. Nilai MOS yang diperoleh
untuk susu secara keseluruhan yaitu sebesar 30.78 persesen dan nilai MOS untuk
susu pasteurisasi yaitu sebesar 67.81 persen sedangkan MOS untuk susu segar
tidak mempunyai nilai karena usaha berada dalam keadaan rugi untuk susu segar
sehingga sangat irrasional bila terjadi dalam perubahan volume penjualan.

8
Metode Analisis Nilai Tambah

Novara (1997) melakukan penelitian tentang nilai tambah pengolahan dan
preferensi konsumen susu pasteurisasi pada PT. Baru Adjak menggunakan metode
Hayami. Pada penelitian tersebut membandingkan susu tawar pasteurisasi dengan
susu manis pasteurisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu manis
pasteurisasi memberikan nilai tambah yang lebih besar daripada susu tawar
pasteurisasi yaitu dengan nilai tambah sebesar Rp 603.40 untuk tahun 1994 dan
sebesar Rp 713.99 untuk tahun 1995. Berdasarkan perhitungan nilai tambah maka
dapat dikatakan bahwa perusahaan PT. Baru Adjak itu padat modal karena
sebagian besar dari keuntungan merupakan imbalan terhadap modal dan
manajemen.
Harmawati, Kusnandar, dan Setyowati (2013) melakukan penelitian
mengenai nilai tambah susu kambing peranakan etawah sebagai bahan baku
produk olahan susu kambing. Metode yang digunakan dalam menganalisis nilai
tambah yaitu dengan metode Hayami. Besarnya nilai tambah pada usaha kerupuk
dan permen karamel susu kambing PE sebesar Rp 15 444.09/lt dan Rp 15
885.49/lt. Besarnya nilai tambah permen karamel susu kambing PE lebih tinggi
daripada kerupuk susu kambing PE karena besarnya sumbangan input lain pada
kerupuk susu kambing PE. Imbalan tenaga kerja pada usaha kerupuk dan permen
karamel susu kambing PE sebesar Rp 18 693.36/lt dan Rp 39 788.74/lt. Imbalan
tenaga kerja pada usaha permen karamel susu kambing PE paling tinggi karena
tingginya upah rata-rata tenaga kerja dalam pengolahan.
Penelitian lain mengenai analisis nilai tambah yaitu dilakukan oleh Asheri
(2014), yang meneliti tentang analisis nilai tambah cokelat batangan. Adapun
tujuan dari penelitian ini selain untuk mengkaji nilai tambah dari cokelat batangan
juga untuk membandingkan metode nilai tambah yang terbaik antara metode
Hayami dan Syahza. Hasil penelitian membuktikan bahwa metode yang paling
tepat digunakan dalam menganalisis nilai tambah yaitu metode Hayami.
Walaupun metode Hayami telah lama digunakan, tetapi metode tersebut dapat
menganalisis nilai tambah suatu komoditas pertanian dengan jelas dan sistematis
jika dibandingkan dengan metode Syahza.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas yang berhubungan dengan analisis
profitabilitas dan nilai tambah, maka terdapat beberapa perbedaan dan persamaan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Metode yang akan digunakan untuk
mengukur suatu profitabilitas usaha pada penelitian ini sama seperti metode yang
digunakan pada penelitian Wibowo (2007) dan Faryanti (1986) yaitu dengan
menggunakan metode titik impas (Break Even Point), Marginal Income Ratio dan
Margin of Safety. Sedangkan metode yang akan digunakan untuk mengukur nilai
tambah dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Hayami karena
berdasarkan penelitian dari Asheri (2014) bahwa metode Hayami adalah metode
yang paling baik untuk mengukur suatu nilai tambah. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada objek penelitian. Pada penelitian
ini membandingkan tingkat profitabiltas dan nilai tambah produk olahan susu
yaitu yoghurt dengan bahan buku susu sapi dan bahan susu kambing. Maka dari
itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menjadi referensi bagi penelitian
selanjutnya.

9

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Biaya
Menurut Mulyadi (1999), biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,
yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu dan tidak dapat dihindarkan. Informasi biaya
digunakan untuk mengukur kegiatan usaha menghasilkan laba atau tidak. Tanpa
informasi biaya, pihak pengelola tidak memiliki ukuran apakah masukan yang
dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah daripada nilai keluarannya.
Selain itu tanpa informasi biaya, pengelola juga tidak memiliki dasar untuk
mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan dalam menghasilkan
sumber ekonomi lainnya.
Menurut Mulyadi (1999), dalam hubungannya dengan pembuatan produk
terdapat dua kelompok biaya, yaitu biaya produksi dan non produksi. Biaya
produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku
menjadi produk, sedangkan biaya non produksi seperti kegiatan pemasaran dan
kegiatan administrasi dan umum.
Menurut Soeharno (2006), biaya produksi adalah semua pengeluaran yang
digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang atau jasa. Analisis
biaya produksi dibagi menjadi analisis biaya jangka pendek dan analisis biaya
jangka panjang. Analisis biaya jangka pendek dibagi menjadi biaya tetap dan
biaya variabel sedangkan pada analisis biaya jangka panjang, semua biaya adalah
biaya variabel.
Adapun pengertian dari biaya variabel yaitu biaya yang besarnya tergantung
pada output yang dihasilkan. Contohnya biaya bahan untuk menghasilkan suatu
produk. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak bahan
yang digunakan sehingga biaya semakin besar. Sedangkan biaya tetap yaitu biaya
yang tidak tergantung banyak sedikitnya produk yang dihasilkan. Contohnya
biaya penyusutan mesin. Biaya penyusutan ini tidak tergantung apakah mesin
digunakan pada kapasitas penuh, setengah kapasitas, atau bahkan tidak digunakan,
biaya tetap harus dikeluarkan sebesar penyusutan yang ditetapkan per tahunnya.

Konsep Harga Jual
Menurut Mulyadi (2001), harga jual produk dan jasa umumnya ditentukan
oleh perimbangan permintaan dan penawaran di pasar, sehingga biaya bukan
merupakan penentu harga jual. Namun manajer menghadapi ketidakpastian dalam
menentukan harga jual karena permintaan konsumen, selera konsumen, jumlah
pesaing yang memasuki pasar, dan harga jual yang ditentukan pesaing sulit untuk
diramalkan.

10
Biaya merupakan satu-satunya faktor yang mempunyai kepastian relatif
tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual. Biaya dapat memberikan
informasi batas bawah penetuan harga jual. Perusahaan akan mengalami kerugian
apabila harga jual berada dibawah biaya penuh produk atau jasa. Kerugian
tersebut dalam jangka waktu tertentu dapat mengganggu pertumbuhan perusahaan
dan dapat mengakibatkan perusahaan akan berhenti. Oleh karena itu, informasi
biaya produk atau jasa diperlukan dalam pengambilan keputusan penentuan harga
jual (Mulyadi, 2001).

Konsep Titik Impas
Menurut Roni (1990), analisis titik impas merupakan sarana bagi
manajemen untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan
jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian.
Analisis titik impas digunakan untuk menentukan berapa jumlah produk (dalam
rupiah atau unit keluaran).
Impas (break event) adalah keadaan suatu usaha yng tidak memperoleh laba
dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika
jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba
kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Analisis titik
impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu
usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba (dengan kata lain
labanya sama dengan nol) (Mulyadi, 2001).
Analisis titik impas memberikan banyak manfaat bagi perusahaan. Selain
digunakan sebagai alat untuk mengambil keputusan dalam perencanaan keuangan,
penjualan dan produksi. Menurut Kasmir (2010), analisis titik impas mempunyai
kegunaan-kegunaan lain seperti :
1. Mendesain spesifikasi produk (berkaitan dengan biaya)
2. Penentuan harga jual persatuan
3. Produksi atau penjualan minimum agar tidak mengalami kerugian
4. Memaksimalkan jumlah produksi
5. Perencanaan laba yang diinginkan
Dalam perhitungan analisis titik impas, dibutuhkan beberapa asumsi antara
lain :
a) Dalam analisis titik impas hanya digunakan dua macam biaya yaitu biaya
tetap dan biaya variabel
b) Biaya tetap secara total tidak mengalami perubahan walaupun ada
perubahan volume produksi atau penjualan
c) Biaya variabel secara total berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume
produksi atau penjualan
d) Perusahaan hanya menjual satu macam produk
e) Harga jual per satuan tidak berubah selama periode analisis
Menurut Mulyadi (2001), ada dua cara dalam mengukur titik impas, yaitu:
1. Pendekatan Teknik Persamaan
Secara matematis, titik impas produktivitasnya dihitung sebagai berikut :

11
Keadaan impas adalah jika keuntungan (π) sama dengan 0 (nol), maka:

Keterangan :
Π
: Keuntungan
Q
: Jumlah produk
P
: Harga jual produk
TVC
: Biaya total variabel
TFC
: Biaya total tetap
AVC
: Biaya rata-rata variabel
2. Pendekatan Grafis
Pendekatan ini menentukan titik impas dengan melihat pertemuan
antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik.
Titik pertemuan antara garis biaya dengan garis pendapatan penjualan
merupakan titik impas. Pendekatan grafis secara jelas dapat terlihat pada
Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan
Sumber : Mulyadi (2001)

12
Keterangan :
TR
TC
TVC
TFC
Daerah a
Daerah b
P
Q

:Penerimaan total
:Biaya total
:Biaya variabel total
:Biaya tetap total
:Daerah laba atau untung
:Daerah rugi
:Pendapatan, biaya
:Volume penjualan

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa titik impas terjadi pada
perpotongan antara TR dengan TC yang ditunjukkan oleh titik output Q.
Perusahaan akan mengalami kerugian apabila volume penjualan dan atau produksi
lebih kecil dari titik OQ yang artinya hasil penjualan tidak dapat menutupi biaya
total yang dikeluarkan. Sedangkan perusahaan akan mengalami keuntungan
apabila volume penjualan dan atau produksi lebih besar dari titik OQ yang artinya
hasil penjualan dapat menutupi biaya total yang dikeluarkan. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa daerah laba atau keuntungan berada di sebelah kanan titik
impas sedangkan daerah rugi berada disebelah kiri titik impas. Titik impas dapat
berubah dengan adanya perubahan harga input, perubahan harga output, dan
perubahan teknologi.

Analisis Profitabilitas
Menurut Mulyadi (2001), analisis profitabilitas digunakan untuk
mengetahui penyebab timbulnya laba atau rugi yang dihasilan oleh suatu obyek
informasi dalam periode akuntansi tertentu. Profit adalah besarnya laba yang
diperoleh perusahaan dari hasil penjualan dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan perusahaan. Profitabilitas adalah nilai laba bersih dibagi dengan
penerimaan total. Profitabilitas yang diperoleh perusahaan menggambarkan
besarnya laba yang diperoleh dari hasil laba yang diperoleh dari hasil penjualan.
Nilai profitabilitas diperoleh dari perkalian antara Margin Of Safety (MOS)
dengan Margin Income Ratio (MIR) atau profit volume ratio (Mulyadi, 2001).
Tingkat keamanan atau Margin Of Safety (MOS) merupakan hubungan atau
selisih antara penjualan tertentu yang dianggarkan dengan penjualan pada titik
impas. MOS digunakan untuk mengetahui berapa besar penjualan yang
dianggarkan untuk mengantisipasi penurunan penjualan sehingga perusahaan
tidak mengalami kerugian (Kasmir, 2010). Menurut Mulyadi (2001), secara
matematis rumus untuk menghitung nilai MOS adalah :

Keterangan :
MOS : Margin Of Safety (%)
BEP : Nilai impas (Rp)
TR : Penerimaan total (Rp)

13
Semakin tinggi nilai MOS maka keadaan perusahaan akan semakin baik
sebab batas kemampuan perusahaan apabila terjadi penurunan produksi akan
semakin besar (Munawir, 2002).
Margin Income Ratio (MIR) merupakan bagian hasil penjualan yang
tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Menurut Mulyadi (2001), secara
matematis rumus untuk menghitung nilai MIR adalah:

Keterangan :
MIR : Marginal Income Ratio (%)
VC : Biaya variabel (Rp/unit
TR : Penerimaan total (Rp)
MIR dapat memberikan informasi tentang berapa bagian dari penjualan
yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan laba. Semakin tinggi nilai MIR
maka keadaan perusahaan akan semakin baik sebab kemampuan perusahaan untuk
menutupi biaya tetap dan memperoleh laba akan semakin besar (Munawir, 2002).
Menurut Mulyadi (2001), apabila marginal of safety (MOS) dihubungkan
dengan marginal income ratio (MIR), angka margin of safety ini akan
berhubungan langsung dengan laba. Sehingga semakin besar nilai MOS dan MIR
dari suatu usaha, maka akan semakin besar nilai kemampuan usaha dalam
memperoleh keuntungan, begitupun sebaliknya. Nilai profitabilitas ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus matematis :

Keterangan :
Π : Profitabiltas perusahaan (%)
MIR : Marginal Income Ratio (%)
MOS : Margin Of Safety (%)
Menurut Mulyadi (2001), selain analisis titik impas dan marginal of safety,
degree of operating leverage (DOL) juga merupakan parameter yang memberikan
ukuran dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap profit pada tingkat
penjualan tertentu. Degree of operating leverage di hitung dengan rumus berikut
ini:

Pendapatan penjualan yang sudah dikurangi dengan biaya variabel atau laba
yang belum dikurangi dengan biaya tetap merupakan laba kontribusi. Dengan
parameter ini, dampak setiap rencana kegiatan yang menyebabkan perubahan
pendapatan penjualan terhadap laba bersih perusahaan dapat diketahui manajemen
dengan cepat (Mulyadi, 2001).

14

Penentuan Proporsi Biaya Bersama
Menurut Rony (1990), biaya produksi bersama merupakan sejumlah biaya
yang terjadi dari suatu proses bersama atas material tertentu yang mungkin
menghasilkan dua atau lebih jenis produk. Biaya produksi bersama untuk
beberapa jenis produk yang berbeda merupakan jumlah keseluruhan yang tidak
dapat dipisahkan. Biaya produksi dapat dipisahkan dan mudah diidentifikasikan
untuk masing-masing produk dan umumnya tidak memerlukan pengalokasian
biaya. Sebaliknya biaya produksi bersama memerlukan alokasi atau
pendistribusian pada masing-masing produk.
Menurut Rony (1990), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
pengalokasian biaya produksi bersama, yaitu:
1. Metode Nilai Pasar
Metode nilai pasar merupakan metode yang paling banyak dipakai dengan
alasan bahwa nilai pasar adalah ukuran yang paling logis terhadap biaya yang
diperlukan bagi masing-masing produk. Dengan metode ini masing-masing
produk bersama menghasilkan persentase keuntungan kotor per unit yang sama
dengan asumsi unit yang dijual tanpa proses lebih lanjut.
2. Metode Phisik atau Kuantitas
Metode ini menjabarkan pendistribusikan biaya bersama atas dasar ukuran unit
atau phisik, seperti kilogram, ton, one, dan pon, yang berarti produk bersama
harus dapat diukur dengan dasar yang sama. Namun, bila ukuran itu sukar
diperoleh, jumlah unit bersama harus dituangkan ke dalam penyebut yang
umum dapat dipakai bagi semua jumlah produksi.
3. Metode Biaya Rata-Rata per Unit
Metode ini mengalokasikan biaya produksi bersama ke berbagai jenis produk
atas dasar standar yang ditetapkan sebelumnya atau indek produksi. Biaya ratarata per unit diperoleh dengan cara membagi jumlah biaya produksi bersama
terhadap jumlah produk yang dihasilkan dengan memakai ukuran unit yang
sama dan tidak jauh berbeda satu dengan lainnya dasar pengukurannya.
Metode ini tidak dapat digunakan bila dasar ukuran produk yang dihasilkan
berbeda.
4. Metode Rata-Rata Tertimbang
Metode ini memasukkan faktor bobot untuk setiap unit produk yang dihasilkan
karena adanya perbedaan ukuran produk, kesukaran dalam prosessing, waktu
yang dibutuhkan dalam menghasilkan setiap unit produk, buruh yang
dipekerjakan, dan material yang dipakai, serta unsur-unsur lainnya. Metode ini
dapat mengeliminir dengan cara mengalikan setiap jenis produk terhadap
faktor bobotnya sehingga pengalokasian biaya produksi lebih mencerminkan
beban setiap unit produk.

Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan selisih nilai produk bruto dengan pengeluaran.
Nilai produk bruto yang dimaksud adalah nilai output ditambah dengan nilai jasa
yang diberikan. Total pengeluaran yang dimaksud meliputi gaji atau upah, bahan

15
baku, bahan bakar dan biaya lainnya (Raharjo, 1986). Menurut Sudiyono (2004),
nilai tambah merupakan imbalan bagi tenaga kerja dan keuntungan pengolahan.
Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima
pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem
komoditi tersebut. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dengan
nilai biaya antara bahan baku dengan bahan dasar, dan bahan penunjang lainnya
yang terpakai untuk menghasilkan produk tersebut (Wasis, 2001).
Menurut Hayami et al (1987), nilai tambah merupakan pertambahan nilai
suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada
komoditas tersebut. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk
(form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time
utility). Semakin banyak perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas
tertentu maka makin besar nilai tambah yang diperoleh.
Nilai tambah dapat dihitung dengan dua cara yaitu menghitung nilai tambah
selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran.
Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor
teknis terdiri atas jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas
produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga
kerja. Faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga
kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain (Hayami et al., 1987).
Adapun langkah-langkah dalam menggunakan metode Hayami antara
(Hayami et al., 1987) :
1. Membuat arus komoditi yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditi,
lokasi, lama penyimpanan, dan berbagai perlakuan terhadap komoditi
bersangkutan.
2. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan
finansial.
3. Memilih dasar perhitungan, yang mana dalam penelitian ini didasarkan
pada per satuan input utama atau bahan baku.

Kerangka Pemikiran Operasional

Unit Pengolahan Susu Darul Fallah (UPS Dafa) merupakan salah satu
UMKM pengolahan susu yaitu yoghurt di Kabupaten Bogor. Pengelolaan susu
bagi UMKM tidaklah mudah karena skala yang kecil dengan modal dan pasar
yang terbatas serta teknologi dan inovasi yang kurang berkembang. Hal tersebut
mempengaruhi tingkat profitabilitas yang diperoleh UPS Dafa. Untuk mengetahui
tingkat profitabilitas suatu usaha diperlukan analisis titik impas terlebih dahulu.
Penentuan titik impas dapat dilakukan apabila harga jual, biaya tetap dan biaya
variabel diketahui. Analisis titik impas memberikan petunjuk penjualan yang
dinyatakan dalam rupiah dimana usaha yang dilakukan tidak menghasilkan laba
tetapi juga tidak mengalami kerugian. Analisis profitabilitas digunakan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan usaha yoghurt dapat memperoleh laba
atau untung. Analisis profitabilitas dilihat melalui nilai MOS dan MIR usaha
terkait, yang dihitung berdasarkan nilai impas.

16
Analisis nilai tambah juga digunakan dalam penelitian ini karena analisis
nilai tambah dapat menunjukkan besarnya nilai tambah dari proses olahan susu
menjadi yoghurt. Metode Hayami digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis nilai tambah.
Objek yang diteliti pada penelitian ini adalah yoghurt yang berbahan baku
susu sapi dan yoghurt yang berbahan baku susu kambing. UPS Dafa memproduksi
yoghurt susu sapi dengan bentuk stik, cup dan botol sedangkan yoghurt susu
kambing hanya diproduksi dalam bentuk stik saja. Yoghurt yang diteliti adalah
yoghurt yang berbentuk stik karena tingkat penjualannya yang tertinggi. Selain itu
terdapat perbedaan biaya bahan baku dan volume penjualan antara yoghurt sapi
denga yoghurt kambing. Berdasarkan analisis profitabilitas dan nilai tambah dapat
diketahui bahan baku mana yang memiliki profitabilitas dan nilai tambah yang
lebih besar.
Berdasarkan analisis profitabilitas serta nilai tambah yang dilakukan pada
usaha yoghurt akan diketahui sudah sejauh mana usaha tersebut telah mencapai
tujuan dalam memperoleh keuntungan. Secara ringkas alur kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram Kerangka Pemikiran

17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pengolahan Susu Darul Fallah (UPS
Dafa) yang berlokasi di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa UPS Dafa merupakan salah satu unit bisnis dari Darul Fallah
yang memproduksi yoghurt dengan bahan baku susu kambing dan susu sapi di
Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian ini, termasuk di dalamnya kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pada bulan Januari sampai Februari
2015.

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan
wawancara secara langsung kepada pihak perusahaan. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari laporan produksi, proses produksi, pelaksanaan kegiatan
fungsi-fungsi operasional perusahaan, dan literatur yang relevan dengan
penelitian. Data yang diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif dari eksternal dan
internal perusahaan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif,
diolah menggunakan microsoft excel dan kalkulator untuk disajikan dalam bentuk
tabulasi guna mempermudah perhitungan dan pendeskripsian. Periode analisis
yang digunakan adalah satu tahun, dimana hari efektif kerja masing-masing usaha
untuk satu bulannya yaitu 25 hari (satu tahun = 300 hari kerja). Metode analisis
yang digunakan untuk analisis profitabilitas usaha adalah perhitungan titik impas,
Marginal Income Ratio (MIR), dan Marginal of Safety (MOS) yang dihasilkan
berdasarkan data produksi, penjualan, dan biaya. Sedangkan untuk analisis nilai
tambah, metode analisis yang digunakan adalah metode Hayami.

18
Analisis Biaya Produksi
Biaya merupakan faktor penting dalam perencanaan laba dalam suatu usaha.
Struktur biaya pada usaha yang diteliti harus dianalisis terlebih dahulu dengan
melakukan kunjungan lapang langsung. Biaya-biaya yang dianalisis pada usaha
pembuatan yoghurt ini memperhitungkan semua unsur biaya produksi yaitu biaya
bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik, yang kemudian
diklasifikasikan menurut perilakunya menjadi biaya tetap dan variabel. Adapun
rumus perhitungan total biaya produksi sebagai berikut:

Setiap proses produksi pada peralatan produksi pasti dihadapkan pada biaya
penyusutan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Analisis Titik Impas

Titik impas digunakan untuk mengetahui kaitan antara volume produksi,
harga jual, biaya produksi, dan laba rugi. Selain itu, dapat juga sebagai alat untuk
mengetahui kapan suatu usaha mampu menutupi biaya produksinya atau kapan
suatu suatu berada pada titik impas, saat laba sama dengan nol. Menurut Mulyadi
(2001), BEP ada dalam dua bentuk yaitu BEP dalam tingkat harga dan BEP dalam
jumlah unit produksi.

Analisis Profitabilitas

Profitabilitas merupakan perhitungan untuk melihat kemampuan usaha dari
yoghurt dalam memperoleh laba, yang diperoleh melalui hasil perkalian antara