Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN
PETANI UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN

YUVITA ALFANURANI

DEPARTEMENAGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kemitraan
Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015

Yuvita Alfanurani
NIM H34124015

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

ABSTRAK

YUVITA ALFANURANI. Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Ubi
Jalar di Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.
Kemitraan idealnya dijalankan atas prinsip saling menguntungkan karena
adanya transfer input, pasar, dan teknologi. Jumlah petani mitra didominasi oleh
petani yang baru menjalin kemitraan kurang dari 2 tahun dan masih dalam
kategori coba-coba, sehingga dengan adanya manfaat kemitraan tersebut
diharapkan petani mitra akan bertahan.

Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan pelaksanaan kemitraan dengan standar yang ada, menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra, dan
menganalisis pendapatan petani ubi jalar. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan bermitra adalah tingkat pendidikan, pengalaman,
luas tanam, dan pendapatan luar usahatani. Hasil analisis juga menunjukan bahwa
tingkat produktivitas, nilai rata-rata pendapatan, dan nilai R/C ratio antara petani
mitra dan petani non-mitra berbeda dimana petani mitra lebih rendah. Sehingga
kemitraan dapat dikatakan tidak memberikan manfaat jika dilihat dari indikator
ekonomi, oleh karena itu petani cenderung tidak akan melanjutkan kemitraannya.
Kata Kunci : faktor-faktor, kemitraan, pendapatan

ABSTRACT

YUVITA ALFANURANI. The Impact of Partnership on Farmers Income In
Kabupaten Kuningan. Supervised byNUNUNG KUSNADI.
The importance of partnership in agriculture is understood in term of a
share mechanism among partners for input, resource, market, technology, and
benefit. However, majority of PT Galih Estetika’s partners has become participan
partner of the partnership less than two years. This study was aims to describe the

mechanism of partnership, to analyze the determinant of partnership, and to
analyze farmers income. The result showed that the partnership of farmers and
PT Galih Estetika was affected significantly by education and experience of
farmers in farm, planting area of sweet potatoes, and non-farm income. In
addition the result showed productivity, income, and R/C ratio of both partner
and non-partnerss were significantly different. The indicator of economic was
showed that partnership unuseful, so the participant partner will stop their
partnership.
Key Words : determinant, income, partneship

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN
PETANI UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN

YUVITA ALFANURANI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

LEMBAR PENGESAHASAN

Judul

:

Nama
NIM

:
:

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di
Kabupaten Kuningan

Yuvita Alfanurani
H34124015

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah
Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten
Kuningan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusanadi, MS
selaku pembimbing, Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen evaluator. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Deny dari BP3K wilayah
Kuningan, warga Desa Gandasoli, serta bagian divisi penanaman PT Galih
Estetika. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sudradjat, Ibu
Yeyet, Om Uus, Fahdila Beta, Anggi Wiranata, Anika Kania, Dwi Risa serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis
ucapkan pula kepada seluruh sahabat, alumni Diploma SJMP 46 dan rekan-rekan
Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

Yuvita Alfanurani

ix


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Kemitraan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan
Pengaruh Kemitraan Terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani
Pengaruh Kemitraan Terhadap Nilai Imbangan Penerimaan dan Biaya
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Kemitraan
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan

Pendapatan Petani
Imbangan Penerimaan dan Biaya
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengambilan Sampel
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Skala Likert
Regresi Logistik
Perhitungan Produktivitas
Analisis Pendapatan
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Ratio R/C)
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN
Gambaran Umum Desa Gandasoli, Kecamatan Karamatmulya, Kabupaten
Kuningan
Sumber Daya Manusia
Karakteristik Sosial Petani Responden

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Kemitraan PT Galih Estetika dengan Petani Ubi Jalar
Bentuk Kemitraan
Kontrak Kerjasama
Pandangan Petani Terhadap Kemitraan
Alasan Petani Menjalin Kemitraan
Persepsi Petani Mengenai Manfaat Kemitraan

x
xi
1
1
4
6
7
7
7
7
8
9

11
12
12
12
14
15
17
17
20
20
20
20
21
21
22
23
25
26
28
31

31
32
33
38
38
38
40
41
41
42

x

Keluhan dan Saran Petani Mitra terhadap Kemitraan
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan
Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas Ubi Jalar
Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

44
45
50
51
58
58
58
59
61
69

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Konsumsi ubi jalar tahun 2009-2012
Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar
seluruh propinsi di Indonesia tahun 2013
Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di
Jawa Barat tahun 2009-2013
Jumlah produksi ubi jalar pada daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat tahun
2008-2012
Persentase jumlah petani mitra berdasarkan lamanya waktu kerjasama
Jenis data dan sumber data penelitian
Analisis biaya, pendapatan, dan R/C ratio usahatani ubi jalar
Persentase penduduk berdasarkan kategori umur di Desa Gandasoli tahun
2011
Persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Gandasoli
tahun 2011
Persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan pada tahun 2011
Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok umur
Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani
Persentase jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir petani responden
Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok luas lahan
tanam
Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok status
penguasaan lahan
Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok pengalaman
usatani ubi jalar
Persentase petani responden berdasarkan kelompok pendapatan petani
non ubi jalar dan pendapatan non usahatani
Alasan Petani bermitra berdasarkan jumlah petani mitra
Penilaian persepsi petani mitra terhadap kemitraan
Hasil pendugaan model regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan petani dalam bermitra

2
2
3
3
6
21
29
32
32
33
34
34
35
35
36
37
37
41
42
46

xi

21 Analisis penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Gandasoli
22 Analisis biaya tunai dan biaya diperhitungkan petani mitra dan petani
non-mitra
23 Pendapatan petani ubi jalar mitra dan non-mitra

52
53
55

DAFTAR LAMPIRAN

Hasil analisis Indeks Simpson
Data terkait alasan petani menjalin kemitraan
Data terkait persepsi petani mengenai manfaat kemitraan
Data variable terikat dan variable bebas model regresi logistik faktor-faktor
yang mempengaruhi kemitraan
5 Hasil analisis regresi logistik
6 Data mengenai fasilitas kemitraan yang diterima petani mitra

1
2
3
4

61
62
63
64
66
67

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai
peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Salah satu subsektor pertanian
yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian di Indonesia
adalah subsektor tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan semua jenis
tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Subsektor pertanian
tanaman pangan mempunyai fungsi sosial ekonomi yang sangat strategis, yaitu
disamping dapat menunjang kesempatan berusaha, kesempatan kerja dan
peningkatan pendapatan para petani, juga sangat besar artinya untuk kepentingan
ketahanan pangan masyarakat, baik masyarakat di pedesaan maupun masyarakat
di perkotaan.
Jawa Barat merupakan salah satu kawasan padat penduduk sehingga perlu
diadakannya program yang dapat menopang ketersediaan pangan. Program
pembangunan pertanian tanaman pangan di Jawa Barat diarahkan pada
pencapaian tujuan bersama yaitu peningkatan ketahanan pangan. Diversifikasi
pangan merupakan upaya penganekaragaman produksi tanaman pangan non beras
dan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan program
ketahanan pangan. Fokus utama diversifikasi pangan adalah tanaman palawija.
Tanaman palawija merupakan tanaman semusim yang dapatditanam di lahan
kering. Salah satu sumber karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan sangat
potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang dalam pengembangan program
diversifikasi pangan adalah ubi jalar.
Ubi jalar menjadi salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai
sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk
mendampingi beras menuju ketahanan pangan.Ubi jalar merupakan komoditas
sumber karbohidrat utama, setelah padi, jagung, dan singkong. Selain itu, ubi jalar
mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri
maupun pakan ternak. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang memuat data
mengenai konsumsi ubi jalar pada tahun 2009 hingga tahun 2012. Berdasarkan
tabel tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi ubi jalar pada tahun 2009
hingga tahun 2012 baik sebagai pakan maupun bahan baku pangan terus
mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah konsumsi ubi jalar diduga disebabkan
karena adanya perkembangan industri pakan dan pangan yang menggunakan ubi
jalar sebagai bahan baku. Tren jumlah konsumsi ubi jalar yang terus meningkat
meunjukan prospek yang baik bagi perkembangan ubi jalar di Indonesia.

2

Tabel 1 Konsumsi ubi jalar nasional tahun 2009-2012
Konsumsi (Ton)
Tahun
Pakan
2009
41
2010
41
2011*
44
2012**
49

Pangan
1 805
1 799
1 928
2 176

Sumber : Pusdatin (2013)
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka sangat sementara

Pengembangan potensi ubi jalar tersebar di beberapa wilayah di Indonesia,
salah satunya yaitu Jawa Barat. Data statistik menunjukan bahwa Jawa Barat
merupakan sentra ubi jalar terbesar pertama di Indonesia pada tahun 2013, dengan
luas panen 26 443 hektar, produksi total sebesar 471 334 ton, dan produktivitas
sebesar 178 25 kuintal per hektar. Daerah penghasil ubi jalar terbesar kedua di
Indonesia adalah Jawa Timur, selanjutanya ada Papua, Jawa Tengah, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Sulawesi Selatan, dan Bali.
Data perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas ubi jalar di beberapa
propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar
seluruh propinsi di Indonesia tahun 2013
Luas Panen
Produksi
Produktivitas
Provinsi
(Ha)
(Ton)
(Ku/Ha)
Jawa Barat
26 443
471 334
178.25
Jawa Timur
18 596
391 807
210.69
Papua
30178
351 028
116.32
Jawa Tengah
10 323
185 605
179.80
Sumatera Utara
11 154
139 890
125.42
Sumatera Barat
4 618
134 128
290.45
Nusa Tenggara
12664
98 725
77.96
Timur
Jambi
2 851
74 432
261.07
Sulawesi Selatan
5 002
73 762
147.47
Bali
5 395
61 875
114.69
Sumber : BPS (2014)

Terbatasnya lahan pertanian adalah salah satu kendala yang dihadapi dalam
menjalankan usahatani, termasuk di Propinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel3. Pada periode 2009-2013, luas areal panen ubi jalar cenderung
mengalami penurunan. Pada tahun 2009-2012 luas areal panen menurun dari 33
387 hektar menjadi 26 443 hektar. Penurunan luas lahan ini diindikasikan karena
konversi lahan pertanian. Namun terdapat penurunan pada produksi total.
Produksi total dari tahun 2009 sampai 2011 mengalami penurunan yaitu 469 646
ton pada tahun 2009 menjadi 429378 ton pada tahun 2011. Namun produksi total
kembali mengalami kenaikan pada tahun 2011 hingga tahun 2013.Penurunan
produksi total tidak diiringi dengan penurunan produktivitas.
Kenaikan

3

produktivitas pada tiap tahunnya menunjukkan adanya perkembangan budidaya
yang baik pada petani ubijalar dari 140.67 kuintal per hektar pada tahun 2009
menjadi 178.25 kuintal per hektar pada tahun 2013.
Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di
Jawa Barat tahun 2009-2013
No

Tahun

Luas Panen
(Ha)

Produksi
(Ton)

Produktivitas
(Ku/Ha)

1
2
3
4
5

2009
2010
2011
2012
2013

33 387
30 073
27 931
26 531
26 443

469 646
430 998
429 378
436 577
471 344

140.67
143.32
153.73
164.55
178.25

Sumber : BPS (2014)

Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar di Jawa Barat adalah Kabupaten
Kuningan. Dipilihnya Kabupaten Kuningan disebabkan wilayah ini sudah sejak
lama terkenal sebagai penghasil ubi jalar bermutu tinggi di Jawa Barat. Kondisi
tanah di Kabupaten Kuningan memang sangat cocok untuk ditanami ubi jalar.
Jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan pada tahun 2012paling tinggi
jika dibandingkan denganlima daerah penghasil ubi jalar lainnya di Propinsi Jawa
Barat. Jumlah produksi total ubi jalar di daerah Kuningan pada tahun 2012
mencapai 119.626 ton, jauh diatas angka produksi ubi jalar di daerah Garut,
Bogor, Bandung, Tasikmalaya, dan Cianjur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4
yang memuat data jumlah produksi ubi jalar di beberapa daerah sentar ubi jalar di
Jawa Barat.
Tabel 4 Jumlah produksi ubi jalar pada daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat tahun
2008-2012
Produksi (Ton)
Kabupaten/Kota
2008
2009
2010
2011
2012
Kuningan
110.428
115.406
96.857
96.61
119.626
Garut
68.363
81.322
90.827
91.880
88.453
Bogor
58.309
57.632
59.555
64.882
82.935
Bandung
15.22
48.87
29.122
32.14
19.240
Tasikmalaya
17.914
18.787
23.388
13.475
17.626
Cianjur
18.006
29.635
19.66
18.998
16.642
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2013)

Keunggulan Kabupaten Kuningan sebagai sentra ubi jalar terbesar di Jawa
Barat membuat Kabupaten Kuningan dinilai mampu menjandi kawasan
agropolitan. Menurut UU No. 26 Tahun 2007, kawasan agropolitan merupakan
embrio kawasan perkotaan yang berorientasi pada pengembangan kegiatan
pertanian, penunjang pertanian, dan pengolahan produk pertanian (agroindustri).
Pengembangan kawasan agropolitan mengacu pada beberapa prinsip yaitu prinsip
kerakyatan, prinsip swadaya, prinsip kemitraan, dan prinsip bertahap dan

4

berkelanjutan (Bappeda Ciamis 2012). Pembangunan Kabupaten Kuningan dalam
sektor pertanian terfokus pada subsistem pengolahan. Pembangunan tersebut
ditunjang dengan penyusunan masterplan Agropolitan oleh pemerintah
Kabupaten Kuningan yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2014.
Tingginya tingkat produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan dan upaya
pengembangan kawasan agropolitan mendorongindustri pengolahan ubi jalar
mulai berkembang diantaranya pabrik tepung ubi jalar, pasta ubi jalar, chip ubi
jalar, industri pembuatan saus, industri pengolahan makanan berbahan baku
tepung ubi jalar, industri pakan dan industri rumah tangga pengolahan aneka
makanan yang barbahan baku ubi jalar. Perkembangan industri pengolahan ubi
jalar merupakan salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembentukan kawasan
agropolitan yaitu untuk membangun ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan
dengan cara mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
Adanya industri pengolahan ubi jalar mendorong adanya kerjasama antara
petani ubi jalar dengan beberapa perusahaan pengolahan ubi jalar. Salah satu
kerjasama tersebut adalah kerjasama dalam bentuk kemitraan.Bentuk kemitraan
antara petani dan perusahaan pengolahan dinilai akan mampu mendorong
pengembangan agribisnis. Hal ini disebabkan karena industri sebagai pemilik
modal dan manajemen yang lebih kuat diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
bagi permasalahan yang masih dihadapi oleh para petani seperti sulitnya
pengembangan usaha karena terbatasnya modal, pengetahuan, dan teknologi yang
masih sederhana. Selain itu, kemitraan diharapkan akan memungkinkan terjadinya
nilai tambah yang bisa dinikmati pelaku usahatani sehingga akan menjamin
peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan
perdesaan melakukan investasi baik yang bersifat pendidikan, maupun penciptaan
lapangan usaha baru.
Manfaat kemitraan yang dapat diperoleh petani mitra seharusnya membuat
petani tertarik untuk menjalin kemitraan bahkan kemitraan akan terus mengalami
perkembangan. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian untuk mengkaji pengaruh
kemitraan terhadap pendapatan petani khususnya petani ubi jalar di Kabupaten
Kuningan.

Perumusan Masalah
Kabupaten Kuningan adalah sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat (Tabel 3)
dan salah satu daerah yang dinilai mampu menjalankan kawasan agropolitan.
Kecamatan Cilimus adalah salah satu wilayah yang terpilih sebagai daerah
pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan karena dinilai memiliki
keunggulan yaitu sebagai salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di
Kabupaten Kuningan. Selain Kecamatan Cilimus, ada juga beberapa kecamatan
lain seperti Kecamatan Kramatmulya, Jalaksana, dan Pancalang. Jenis ubi jalar
yang banyak diusahakan di Kabupaten Kuningan adalahubi jalar varietaskuningan
merah, kuningan putih, bogor, jakarta, dan jepang.

5

Penetapan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu kawasan agropolitan
mendorong berkembangnya beberapa usaha dibidang agribisnis. Salah satu
perusahaan industripengolahan ubi jalar terbesar di Kabupaten Kuningan
adalahperusahaan penghasil produk olahan ubi jalar yaitu PT Galih Estetika.
Produk hasil olahan ubi tersebut merupakan produk ekspor ke Negara Jepang dan
Korea. Selain itu, untuk mendukung perkembangan agroindustri ubi jalar, pada
saat ini telah dibangun industri pengolahan ubi jalar (untuk pembuatan chips,
grates dan tepung ubi jalar) yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten
Kuningan..
Adanya PT Galih Estetika sebagai perusahaan pengolah ubi jalar
mendorong adanya kerjasama antara petani dan perusahaan pasta ubi jalar.
Kerjasama tersebut salah satunya berbentuk kemitraan. Kemitraan antara petani
ubi jalar dan PT Galih Estetika dilatarbelakangi karena adanya kebutuhan yang
tidak dapat dipenuhi sendiri dimana petani ubi jalar membutuhkan kepastian
pasar, pasokan input, dan bimbingan teknologi. Sedangkan perusahaan mitra
membutuhkan pasokan input untuk menjamin keberlangsungan usahanya. Petani
ubi jalar bertindak sebagai petani mitra dan berkontribusi sebagai penyedia lahan,
tenaga kerja, dan sarana produksi lain selain bibit. Sedangkan perusahaan
pengolah menyediakan bantuan berupa bibit, penampung hasil produksi petani,
dan memberikan bimbingan teknologi.
Salah satu kebijakan yang telah disepakati antara petani mitra dan PT Galih
Estetika adalah adanya kontrak hasil. Kontrak hasil memungkinkan petani mitra
memiliki kepastian pasar. Ubi jalar yang akan dibeli oleh pihak perusahaan mitra
harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan.
Sedangkan
kesepakatan harga disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat itu.
Petani ubi jalar umunya memiliki kendala dalam hal keterbatasan pada
modal, pengadaan bibit, dan keterbatasan pengetahuan dalam bercocok tanam.
Bentuk kemitraan antara petani dengan perusahaan pasta ubi jalar diharapkan
selain dapat memberikan kepastian pasar bagi petani, juga akan memberikan
kemudahan bagi petani untuk memperoleh input pertanian, seperti bibit sehingga
mampu mendorong pengembangan usaha budidaya ubi jalar. Manfaat lain yang
diharapkan akan diperoleh oleh petani dengan adanya kemitraan adalah
produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, dan harga produk
yang lebih baik terutama saat adanya panen raya.
Petani ubi jalar yang tertarik terhadap manfaat adanya kemitraan dengan PT
Galih Estetika kemungkinan besar akan memutuskan untuk menjalin kemitraan.
Keputusan petani untuk menjalin kemitraan dengan PT Galih Estetika pada
dasarnya merupakan hasil dari pemikiran dan pola pikir petani yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani
untuk bermitra diantaranya adalah pengalaman petani dalam berusahatani, tingkat
pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan petaninon ubi jalar, pendapatan luar
usahatani, luas lahan, dan usia petani.Oleh karena itu, penting untuk melakukan
analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap
keputusan petani untuk menjalin kemitraan antara petani ubi jalar dan perusahaan
pasta ubi jalar.
Adanya manfaat yang dapat diperoleh oleh petani dengan adanya kemitraan
diharapkan menjadi daya tarik khususnya bagi petani untuk bermitra dengan PT
Galih Estetika.Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh

6

Prastiwi (2010), petani mitra yang paling banyak jumlahnya adalah petani yang
baru menjalin kemitraan dengan perusahaan selama kurang dari dua tahun yaitu
sebanyak 46.66 persen (Tabel 4). Hal ini menunjukan bahwa kelompok petani
mitra yang baru bergabung menjadi mitra lebih banyak jumlahnya jika
dibandingkan dengan kelompok petani mitra yang telah bertahan lama menjadi
mitra atau telah bertahan selama lebih dari lima tahun. Petani yang baru mengikuti
kemitraan biasanya masih dalam tahap coba-coba dan belum memiliki nomor
registrasi petani sendiri.Dengan adanya pelaksanaan kemitraan yang baik dan
sesuai dengan standar yang berlaku, akan adanya manfaat yang dapat dirasakan
petani sehingga kemitraan akan berlanjut dan semakin berkembang.
Tabel 5 Persentase jumlah petani mitra berdasarkan lamanya waktu kerjasama
Lama Bermitra
Jumlah Petani Mitra
(Tahun)
(%)
< 2 tahun
46.66
3-4 tahun
20.00
5-6 tahun
6.67
> 7 tahun
26.67
Sumber : Prastiwi (2010)

Berdasarkan uraian di atas, permasalahanyang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah :
1. Apakah pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan PT Galih
Estetika telah sesuai dengan standar yang berlaku?
2. Bagaimana pandangan petani terhadap manfaat kemitraan ?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara petani dan
PT Galih Estetika ubi jalar di lokasi penelitian ?
4. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani di lokasi
penelitian?

Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Membandingkan pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan Galih
Estetika meliputi bentuk kemitraan dan kontrak kemitraan dengan standar
yang berlaku.
2. Menganalisis manfaat kemitraan yang telah dirasakan oleh petani mitra di
lokasi penelitian.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara petani
dan perusahaan pengolah ubi jalar di lokasi penelitian.
4. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani di lokasi
penelitian.

7

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi masukan serta
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi berbagai pihak yang berkepentingan,
yaitu :
1. Penulis, untuk menambah kemampuan menganalisis dan wawasan
mengenai analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani ubi
jalar di lokasi penelitian.
2. Petani, sebagai masukan untuk pengembangan usahatani ubi jalar.
3. Akademisi dan peneliti, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber
informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya

Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya,
Kabupaten Kuningan. Petani yang dijadikan responden adalah petani yang
melakukan usaha budidaya ubi jalar di Desa Gandasoli. Analisis yang akan
dilakukan yaitu mengenai pelaksanaan kemitraan antara PT Galih Estetika dan
petani mitra,menganalisis manfaat kemitraan yang telah dirasakan oleh petani,
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara PT Galih
Estetika dan petani mitra, dan menganalaisis pengaruh kemitraan tehadap
pendapatanpetani di Desa Gandasoli. Jumlah petani responden yang menjadi
objek penelitian yaitu sebanyak 32 orang petani yang bermitradan 32 orang petani
yang tidak bermitra.

TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Kemitraan
Jalinan kemitraan yang terjadi antara petani mitra dan perusahaan mitra
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Keputusan petani
dalam menjalin kemitraan biasanya disebabkan karena adanya ketertarikan
terhadap manfaat yang dapat diperoleh petani. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2003), Marliana (2008), Aryani
(2009), dan Dewi (2011) mengenai kemitraan dapat diketahui bahwa manfaat
yang dapat diperoleh petani dengan menjalin kemitraan diantaranya adalah adanya
bantuan berupa pinjaman bibit dari perusahaan dan adanya jaminan pasar.
Manfaat lain yang dapat dirasakan oleh petani dengan adanya kemitraaan adalah
adanya kepastian harga dan bimbingan teknis dari perusahaan kepada petani

8

(Marliana 2008; Aryani 2009; dan Dewi 2011). Selain itu, berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan bahwa petani mitra
memberikan bantuan berupa bibit secara gratis. Oleh sebab itu, petani tidak perlu
untuk mengeluarkan biaya untuk pembelian atau pembayaran pinjaman bibit.
Perusahaan mitra ada juga yang memberikan pinjaman dana untuk penggarapan
lahan. Pembayaran akan dilakukan ketika petani telah melakukan pemanenan dan
penjualan kepada pihak perusahaan (Puspitasari 2003).
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, kemitraan memang diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak terutama petani yang
cenderung memiliki keterbatasan pada modal dan faktor produksi. Secara umum,
manfaat yang dirasakan oleh perusahaan adalah adanya jaminan keberlangsungan
usaha karena adanya pasokan bahan baku yang tetap dari petani mitra.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan
Berdasarkan studi-studi empiris yang telah ditulis, pola kemitraan antara
petani dan perusahaanbisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun dari studistudi tersebutmenunjukkan bahwa di setiap daerah atau komoditi mempunyai
faktor-faktoryang berbeda dalam mempengaruhi kemitraan. Metode yang
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraanpada
penelitian sebelumnya umumnya menggunakan analisi logit. Karena analisis logit
adalah metode yang sederhana tetapi cukup menggambarkan pengaruh-pengaruh
faktor terhadap kemitraan dalam usahatani.
Hasil studi yang dilakukan oleh Marliana (2008) menunjukan bahwa
pengalaman petani dalam menjalankan usahatani berpengaruh positif terhadap
keputusan dalam menjalin kemitraan. Namun, hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dewi (2011) menunjukan hasil yang berbeda, yaitu pengalaman petani
memiliki hubungan yang negatif terhadap keputusan petani dalam menjalin
kemitraan. Semakin lama petani tersebut menjalankan usahatani maka keinginan
atau peluang untuk menjalin kemitraan semakin kecil.
Pendidikan berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin
kemitraan. Hal tersebut ditunjukan dalam hasil studi yang telah dilaksanakan oleh
Marliana (2008), dan Rachmawati (2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan
petani maka petani tersebutsemakin rasional dalam membuat keputusan sehingga
peluang petani untuk menjalin kemitraan semakin besar.
Faktor lain yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam
menjalin kemitraan adalah usia atau umur petani. Semakin tua umur petani maka
peluang untuk menjalin kemitraan semakin tinggi. Karena petani yang sudah
berumur biasanya ingin mendapatkan jaminan usaha sehingga lebih memilih
untuk bermira. Kemitraan diharapkan adanya jaminan pasar bagi produk yang
dihasilkannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008) menunjukan
bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam
menjalankan kemitraan. Namun penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011)
menunjukan hasil yang berbeda dimana lahan berpengaruh negatif terhadap

9

keputusan petani untuk bermitra. Semakin luas lahan maka peluang petani untuk
bermitra semakin kecil karena menganggap bahwa lahan yang luas sudah mampu
memberikan pendapatan yang cukup tinggi.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam
menjalankan kemitraan adalah tingkat produktivitas (Marliana 2008) dan jumlah
anggota keluarga (Rachmawati 2008). Semakin tinggi tingkat produktivitas
komoditi yang diusahakan maka petani cenderung akan tetap menjalin kemitraan
karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan jika petani tidak bermitra.
Begitu pula dengan jumlah keluarga, semakin tinggi jumlah anggota keluarga
petani maka peluang petani untuk bermitra akan semakin besar. Jumlah anggota
keluarga yang semakin banyak menyebabkan petani harus memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi, yaitu salah satunya dapat diperoleh dengan cara
menjalin kemitraan.
Kemitraan umunya didasarkan pada keadaan saling membutuhkan sehingga
dalam menjalin kemitraan masing-masih pihak dapat memperoleh manfaat.
Analisis mengenai faktor-faktor yang mendorong petani dalam bermitra
diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam menjalin kemitraan agar
semua pihak dapat mencapai tujuannya tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.

Pengaruh Kemitraan Terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani
Studi mengenai analisis kemitraan sebelumnya telah dilakukan oleh
beberapa peneliti terdahulu. Sebagian besar penelitian tersebut lebih mengarah
kepada evaluasi kemitraan yang dilakukan serta pengaruhnya terhadap pendapatan
petani dari para pelaku kemitraan tersebut, khususnya petani mitra. Secara umum,
evaluasi kemitraan terhadap pendapatan petani dilakukan dengan menganalisis
pendapatan petani mitra dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio
(Puspitasari 2003; Aryani 2009; Prastiwi 2010). Selain itu, untuk melihat
perbandingan antara pendapatan petani mitra dengan petani non mitra dapat
digunakan uji-t (Dewi 2011; Juniardi 2012).
Kerjasama yang dilakukan oleh petani dengan perusahaan yang berbentuk
kemitraan diharapkan dapat memberikan manfaat kepada petani mitra.
Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2003), Aryani
(2009), Prastiwi (2010), Dewi (2011), dan Juniardi (2012) beberapa manfaat yang
diperoleh petani mitra dengan adanya kerjasama berbentuk kemitraan dengan
perusahaan pengolah adalah mendapatkan modal pinjaman dari perusahaan,
mendapatkan bimbingan teknik budidaya, mendapatkan jaminan penjualan dan
kepastian harga, dan membantu petani dalam pengadaan sarana produksi.
Hasil analisis mengenai struktur biaya produksi terhadap petani mitra dan
non mitra yang dilakukan oleh Aryani (2009) dan Dewi (2011) menunjukan
bahwa biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih besar jika
dibandingkan dengan biaya total yang dilakukan oleh petani non mitra.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Aryani (2009) perbedaan besarnya
biaya total antara petani mitra dan non mitra terletak pada biaya tunai, yaitu biaya
tunai petani mitra lebih besar mengingat petani mitra mendapatkan pembinaan

10

kegiatan produksi, sehingga menyebabkan penggunaan input produksi pada petani
mitra akan mengikuti atau mendekati dosis yang dianjurkan perusahaan. Begitu
pula dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan
bahwa tingginya biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra terletak pada biaya
tunai yaitu biaya tenaga kerja, karena adanya kemitraan menyebabkan petani
harus membudidayakan varietas yang dibutuhkan oleh perusahaan pengolah. Hal
ini menyebabakan tingginya penggunaan tenaga kerja karena proses budidaya
varietas tersebut oleh petani mitra memerlukan perlakukan khusus yang lebih
rumit dari pada varietas yang dibudidayakan oleh petani non mitra.
Hasil studi yang dilakukan oleh Puspitasari (2003) menunjukan hasil yang
berbeda yaitu biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih kecil jumlahnya
jika dibandingka dengan biaya total yang dikeluarkan oleh petani non mitra.
Perbedaan ini terletak pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Petani yang
tidak melakukan mitra dengan perusahaan lebih banyak menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga jika dibandingkan dengan petani yang melakukan mitra
dengan perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena umunya petani non-mitra
cenderung memiliki modal yang terbatas dibandingkan petani mitra sehingga
lebih memilih untuk menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.
Hasil studi terhadap pendapatan petani mitra pada penelitian Dewi (2011),
Aryani (2009), dan Prastiwi (2010) menunjukkan bahwa pendapatan petani lebih
besar jika mengikuti kemitraan. Begitupun dengan hasil studi yang telah
dilakukan oleh Puspitasari (2006) menunjukkan hal yang sama, meskipun jika
dilihat dari biaya tunai petani mitra memiliki biaya tunai lebih besar daripada
petani non mitra, sedangkan jika dilihat dari biaya total maka petani mitra
memiliki biaya total yang lebih kecil dari petani non-mitra.
Hasil studi yang telah dilakukan oleh Juniardi (2012) menunjukan hasil
yang berbeda, yaitu bahwa rata-rata pendapatan petani dengan pola kemitraan
lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan rata-rata usahatani bukan kemitraan.
Dengan demikian artinya rata-rata pendapatan petani mitra lebih kecil
dibandingkan rata-rata pendapatan petani bukan kemitraan. Faktor biaya, produksi
dan harga yang mempengaruhi penerimaan usahatani pada akhirnya berdampak
pada pendapatan petani.
Adanya perbedaan pendapatan yang diterima oleh petani mitra dan non
mitra didukung juga oleh hasil studi yang dilakukan oleh Dewi (2010) dan
Juniardi (2012. Studi tentang perbandingan pendapatan petani mitra dan non mitra
dengan menggunakan uji-t menunjukan bahwa adanya perbedaan yang signifikan
antara pendapatan petani mitra dan non mitra.
Kemitraan antara perusahaan mitra dengan petani mitra diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi kedua belah pihak seperti kontinuitas usaha dan
peningkatan pendapatan. Analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan
petani dilakukan dengan cara membandingkan antara petani mitra dan petaninon
mitra. Upaya tersebut dilakukan untuk melihat apakah dengan adanya kemitraan,
petani memperoleh manfaat seperti biaya yang lebih kecil, produktivitas yang
lebih tinggi, dan adanya peningkatan pendapatan dibandingkan dengan petani
yang memang tidak menjalin kemitraan.

11

Pengaruh Kemitraan Terhadap Nilai Imbangan Penerimaan dan Biaya
Analisis efisiensi penerimaan usahatani dapat dilakukan dengan
penghitungan R/C. Nilai R/C merupakan perbandingan antara nilai penerimaan
yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih
besar daripada satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani, maka
penerimaan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua
yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.
Hasil studi yang dilakukan oleh Puspitasari (2003) dan Aryani (2009)
menunjukan bahwa nilai R/C atas biaya tunai kelompok petani mitra dan non
mitra sama-sama lebih dari satu dimana nilai R/C petani mitra lebih besar dari
pada petani non mitra. Begitu pula untuk nilai R/C atas biaya total petani mitra
dan petani non mitra yaitu lebih dari satu dimana nilai R/C petani mitra lebih
besar dari pada petani non mitra. Hasil studi yang dilakukan oleh Prastiwi (2010)
menunjukan hasil yang berbeda yaitu dimana nilai R/C atas biaya tunai petani non
mitra lebih kecil dari satu sedangkan sedangkan nilai R/C atas biaya total petani
mita lebih besar dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa jika analisis
berdasarkan biaya tunai dan biaya total petani mitra mendapatkan keuntungan
lebih besar jika dibandingkan dengan petani non mitra.
Pada kenyataannya, tidak semua petani mendapatkan keuntungan setelah
melakukan kemitraan dengan perusahaan. Ada juga petani yang mengalami
kerugian setelah melakukan kemitraan. Hasil analisis yang telah dilakukan oleh
Juniardi (2012) menunjukan bahwa nilai R/C ratio atas biaya tunai petani mitra
lebih dari satu. Sedangkan hasil analisis R/C ratio atas biaya total kurang dari
satu. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan
yang diikuti oleh petani mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan adanya biaya
transaksi yang mahal.
Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, penelitian mengenai
usahatani ada yang menguntungkan petani mitra dan bahkan ada juga yang
merugikan petani mitra. Petani yang melakukan kemitraan seharusnya mempunyai
pendapatan yang lebih besar dari pada petani yang tidak melakukan kemitraan.
Hal ini dikarenakan telah adanya transfer informasi, teknologi, modal, atau
sumberdaya lainnya sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih efesien dan
efektif.

12

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan
oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (PP No. 44 1997).
Kemitraan juga merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak
atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bersama dan dijalankan
dalam jangka waktu tertentu.
Kemitraan dalam usahatani adalah kerjasama antara perusahaan mitra
dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Perusahaan mitra terdiri dari
perusahaan menengah dan perusahaan besar dibidang pertanian. Kelompok mitra
terdiri dari petani-nelayan, kelompok tani-nelayan, gabungan kelompok taninelayan, koperasi dan usaha kecil. Menurut Hafsah (1999), manfaat yang dapat
dicapai dari usaha kemitraan adalah :
1. Produktivitas
Perusahaan dapat mengoprasionalkan pabriknya secara full capacity tanpa
perlu memiliki lahan karena keperluan tersebut ditanggung petani. Sedangkan
petani dapat meningkatkan produktivitasnya karena dapat memperoleh
tambahan input, kredit, dan penyuluhan dari perusahaan mitra.
2. Efisiensi
Perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga kerja karena
menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sedangkan petani yang
umunya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi
dapat menghemat waktu karena adanya bantuan teknologi dan sarana produksi
dari perusahaan.
3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan
produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan
pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.
4. Resiko
Kontrak dalam kemitraan dapat mengurangi resiko yang dihadapi oleh
perusahaan jika mengadakan bahan baku yang diperoleh dari pasar bebas,
seperti tidak tersedianya bahan baku atau kehabisan bahan baku di pasar
bebas.
5. Sosial
Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang
berbeda status.
6. Ketahanan ekonomi dan nasional
Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus
terciptanya pemerataan yang lebih baik, otomatis akan mengurangi timbulnya

13

kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang mampu
meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional
Sedangkan
berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.944/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan
Kemitraan Usaha Pertanian, dinyatakan bahwa manfaat kemitraan terdiri dari : (1)
Manfaat teknis, yaitu produktivitas dan mutu produk, (2) Manfaat ekonomi, yaitu
pendapatan, dan (3) Manfaat sosial, yaitu pelestarian lingkungan.
Kemitraan dalam usaha pertanian dijalankan dengan berpedoman pada asas
kemitraan yaitu saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan. Saling memerlukan berarti perusahaan mitra memerlukan
pasokan bahan baku dan kelompok petani mitra memerlukan penampung hasil
usahanya. Saling menguntungkan berarti baik perusahaan mitra maupun
kelompok mitra mendapatkan peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.
Saling memeperkuat dan mempercayai berarti baik perusahaan mitra maupun
kelompok mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika
bisnis.
Implementasi hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola
kemitraan yang sesuai dengan sifat/kondisi dan tujuan yang yang ingin dicapai.
Beberapa pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan menurut Hafsah (1999)
diantaranya adalah :
1. Pola Inti Plasma
Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra
dengan usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra.
Perusahaan inti berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi,
bimbingan teknis, manajeman, menampung, mengolah dan memasarkan hasil
produksi namun perusahaan inti tetap memperoduksi kebutuhan perusahaan.
Sedangkan kelompok mitra memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai
persyaratan yang telah ditetapkan.
2. Pola Sub Kontrak
Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan
mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan
perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya.
3. Pola Dagang Umum
Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang
memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan.
4. Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana
usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha
menengah atau besar sebagai mitranya.
5. Waralaba
Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra
usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merk
dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha
sebagai penerima waralaba yang disertai bimbingan manajemen.
Sedangkan Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/1997 juga
menyebutkan bahwa pola kemitraan selain yang telah dijabarkan diatas juga
terdapat pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). KOA merupakan

14

hubungan kemitraan, yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan,
sarana dan tenaga, sedangkanperusahaan mitra menyediakan biaya atau modal
dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi
pertanian.
Pelaksanaan kemitraan pada usahatani biasanya diawali dengan adanya
kesepakatan sebelum proses produksi. Kesepakatan ini dituangkan dalam kontrak
kerjasama yang memuat perjanjian waktu, harga, jumlah produksi, dan dibarengi
dengan sangsi yang ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan
pihak lain (Hafsah 1999). Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
No.940/Kpts/OT.210/1997, kontrak kerjasama harus mencakup jangka waktu, hak
dan kewajiban, pembagian penyelesaian resiko bila terjadi perselisihan, dan
klausa lain yang memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan
Ketertarikan untuk menjalin kemitraan pada setiap individu petani berbeda.
Hal ini menunjukan bahwa terdapat keragaman pemahaman dan pola pikir dari
petani. Pemahaman dan pola pikir petani dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
ekonomi sehingga dapat berimplikasi pada keputusan petani dalam menjalin
kemitraan. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
1. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani
dalam menjalin kemitraan. Semakin tinggi pendidikan petani diduga
pengambilan keputusan petani tersebut semakin rasional sehingga petani yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan menjalin
kemitraan dengan harapan usahanya akan semakin berkembang.
2. Jumlah keluarga
Jumlah keluarga petani diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani
dalam menjalin kemitraan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga petani,
maka semakin banyak pula pengeluaran keluarga petani. Sehingga petani
membutuhkan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan menjalin kemitraan,
pendapatan petani diharapkan akan meningkat. Oleh karena itu, semakin
banyak banyak jumlah anggota keluarga maka peluang petani akan bermitra
semakin besar.
3. Usia petani
Usia petani diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam
menjalankan kemitraan. Semakin tua usia petani maka petani tersebut diduga
semakin membutuhkan jaminan hidupnya. Hal tersebut dapat dicapai dengan
jalan menjalin kemitraan karena adanya jaminan pasar serta bantuan faktor
produksi. Sehingga semakin tua usia petani maka peluang petani untuk
bermitra semakin besar.
4. Pengalaman berusahatani ubi jalar
Pengalaman bertani diduga berpegaruh negatif terhadap keputusan petani
dalam bermitra.
Hal tersebut dikarenakan petani yang sudah lama
menjalankan usahatani ubi jalar diduga telah memiliki pengetahuan budidaya
yang sudah baik dan sudah memiliki jaringan pemasaran yang cukup luas.

15

5.

6.

Sehingga semakin lama pengalaman petani, maka peluang petani untuk
menjalin kemitraan semakin kecil.
Luas lahan tanam ubi jalar
Luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam
menjalankan kemitraan. Semakin luas lahan maka jumlah produksi petani
diduga akan semakin tinggi sehingga petani membutuhkan jaminan pasar
untuk produknya. Jaminan pasar dapat diperoleh salah satunya yaitu dengan
jalan kemitraan.
Pendapatan petaninon ubi jalar dan pendapatan luar usahatani
Pendapatan ushatani nonubi jalar dan pendapatan luar usahatani diduga
berpengaruh negatif terhadap keputusan petani untuk bermitra. Pendapatan
petani yang tinggi diduga akan membuat petani kurang tertarik untuk
menjalin kemitraan dengan perusahaan. Sedangkan pendapatan petani yang
rendah mendorong petani untuk meningkatkan pendapatannya dengan jalan
kemitraan.

Pendapatan Petani
Pendapatan petani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri, atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
Analisis pendapatan petani dilakukan untuk menghitung seberapa besar
penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan
biaya. Pendapatan petani dapat dinyatakan dalam pendapatan tunai dan
pendapatan total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan usahatani
dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur
pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan.
Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan
biaya total usahatani.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual, sedangkan menurut Soekartawi (1986), penerimaan usahatani
didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu,
baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain dari penerimaan usahatani
adalah pendapatan kotor usahatani, yang terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan
tunai usahatani dan penerimaan tidak tunai usahatani.
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima
dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan
nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan
sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak
memberikan hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang
berbentuk benda. Oleh karena itu, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak
dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan total usahatani diperoleh
dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan
tidak tunai usahatani.
Biaya dalam arti sempit adalah harga pertukaran dari sumber ekonomi
yang dikorbankan atau diserahkan untuk mendapatkan suatu barang dan jasa.

16

Menurt Soekartawi (1984), biaya usahatani dapat dikalsifikasikan menjadi dua
jenis, diantaranya :
1. Biaya tetap
Biaya tetap merupakan biaya produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap terdiri dari gaji tenaga
kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan.
2. Biaya variabel
Biaya variabel merupakan biaya produksi yang besarnya dipengaruhi oleh
besar kecilnya jumlah produksi.
Biaya usahatani juga dapat dikalsifikasikan menjadi biaya tunai (eksplisit)
dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input
keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, bibit, dan pestisida. Sedangkan biaya
diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau
bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap atau fixed cost termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang
termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, upah pekerja kontrak dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, seperti penerimaan
yang diinvestasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan peralatan dan biaya
untuk tenaga kerja dalam keluarga.
B