Tanggap Beberapa Varietas Ubi Jalar Dan Frekuensi Pembumbunan Terhadap Serangan Hama Boleng Cylas formicarius Fabr. (Coleoptera : Curculionidae)

(1)

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR DAN

FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP

SERANGAN HAMA BOLENG Cylas formicarius Fabr.

(COLEOPTERA : CURCULIONIDAE)

TESIS

Oleh

MUHAMMAD NASIR

067001007/AGR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR DAN

FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP

SERANGAN HAMA BOLENG Cylas formicarius Fabr.

(COLEOPTERA : CURCULIONIDAE)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Agronomi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD NASIR

067001007/AGR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : TANGGAP BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP SERANGAN HAMA BOLENG Cylas formicarius Fabr. (COLEOPTERA : CURCULIONIDAE)

Nama Mahasiswa : Muhammad Nasir Nomor Pokok : 067001007

Program Studi : Agronomi

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ir. T. M. Hanafiah Oeliem, DAA) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti NST, MS

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, MSc

Tanggal lulus : 17 Oktober 2008


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 17 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. T. Hanafiah Oeliem, DAA Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti NST., MS 2. Prof. Dr.Ir.B.Sengli J. Damanik, MSc 3. Dr. Dra. Cyccu M. Tobing, MS


(5)

PERNYATAAN

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS UBI JALAR DAN

FREKUENSI PEMBUMBUNAN TERHADAP

SERANGAN HAMA BOLENG Cylas formicarius Fabr.

(COLEOPTERA : CURCULIONIDAE)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2008


(6)

ABSTRAK

Pengendalian hama boleng (C.formicarius) dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan dan pembumbunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat ketahanan varietas dan frekuensi pembumbunan yang dapat mengurangi tingkat serangan hama boleng pada tanaman ubi jalar. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STPP NAD dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan empat ulangan. Perlakuan varietas terdiri dari varietas Boko, Jago, Kidal, Lokal dan Sewu. Sedangkan frekuensi pembumbunan terdiri dari tanpa pembumbunan, pembumbunan satu kali dan pembumbunan dua kali. Parameter yang diamati adalah panjang sulur, jumlah sulur, jumlah buku, jumlah pembentukan umbi, jumlah larva pada pangkal batang, jumlah pupa pada pangkal batang, jumlah larva pada umbi, jumlah pupa pada umbi, persentase serangan, berat umbi terserang, berat umbi tak terserang, berat umbi beberapa varietas, intensitas kerusakan umbi dan jumlah umbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase serangan tertinggi dijumpai pada varietas Jago (V4) 7,11% dengan frekuensi pembumbunan satu kali (P1) 5,89%, sedangkan terendah pada varietas Sewu (V5) 4,08% dengan frekuensi pembumbunan dua kali (P2) 4,55%. Intensitas kerusakan umbi tertinggi dijumpai pada varietas Jago tanpa pembumbunan (P0V4) sebesar 58,33%, sedangkan terendah dijumpai pada varietas Sewu pembumbunan dua kali (P2V5) sebesar 18,33%. Penggunaan varietas resisten dan pembumbunan yaitu varietas Kidal (V2) dan Sewu (V5) efektif dalam mengendalikan hama boleng pada tanaman umbi jalar.


(7)

ABSTRACT

The control of hama boleng (Cylas formicarius Farb.) could be done by using resistant varieties and hilling. The objective of this study was to evaluate the level of resistant of varieties and the frequencies of hilling-up that could minimize the damage caused by hama boleng on sweet potato. This study as conducted on the field trial of Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) NAD by using the factorial randomized block design with four replications. The first factor was varieties of Boko, Jago, Kidal, Lokal and Sewu while the second factor was the frequency of hilling, consist of once and without hilling. The elements of observation were the length and the number of shoots, nodes, tubers, larvae on the stem, larvae and pupa in the tuber, the percentage of damage, the weight of the attack and the healthy tubers, the total weight of the tubers, the severity of damaged tubers and the number of tubers. The result showed that the highest percentage of attack was (7.11%) found on Jago (V4) with once hilling frequency (P1) of 5.89%, while the lowest percentage of attaack was (5.89%) found on Sewu (V5) with twice hilling frequency (P2) 4.55%. The highest intensity of damaged tuber was found on Jago variety without hilling (P0V4) amount 58.33%, while the lowest was found on Sewu variety with twice hilling (P2V5) amount 18.33%. The varieties showed that the performance of resistance were Kidal (V2) and Sewu (V5), while hilling showed that twice hilling was effective to protect sweet potato from Boleng.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis telah dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya pelaksanaan dari konsultasi perencanaan penelitian, pelaksanaan hingga penulisan tesis ini banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik dorongan, semangat, perhatian, bimbingan, fasilitas, tenaga, materi dan doa untuk keberhasilan penulisan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pertanian melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian yang telah memberi bantuan dana sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. T. M. Hanafiah Oeliem, DAA., selaku Ketua, Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti Nasution, MS., selaku Anggota, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. B. Sengli, J. Damanik, MSc., Dr. Ir. Rosmayati, MS., dan Dr. Dra. Cyccu M. Tobing, MS., selaku Tim Penguji.

Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana yang telah menerima dan mendidik penulis sebagai mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

Bapak Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Saree Aceh, yang telah berkenan membantu kesempatan pendidikan ini.

Ayahanda Abdullah Sa’ad (Alm.) dan Ibunda Cut Nurhayati, Adik-adik, khusus buat istri tercinta Dr.Salami dan ananda tersayang Sakina Alvinni yang dengan penuh kesabaran dan pengertian selalu mendorong penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan di sini satu persatu yang turut serta membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari semua pihak agar tesis ini lebih sempurna sebagaimana harapan kita semua.

Medan, Oktober 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Muhammad Nasir 2. Tempat dan tanggal lahir : Musa, 19 Juli 1963 3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jln. Banda Aceh Medan

Komplek STPP Saree Prov. NAD Riwayat Pendidikan : 1) SD Negeri Musa Tahun 1974

2) SMP Negeri Lueng Putu Banda Aceh 1977 3) SMA Negeri Sigli 1981

4) Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala 1988 5) Mahasiswa Program Magister Agronomi

Universitas Sumatera Utara 7. Riwayat Pekerjaan : 1) Guru SPP Tahun 1994-2001

2) Dosen STPP Tahun 2001 sampai sekarang

Medan, Desember 2008 Penulis,

Muhammad Nasir


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tanaman Ubi Jalar... 7

2.2 Keragaan Tanaman Ubi Jalar ... 8

2.3 Pembumbunan ... 12

2.4 Biologi Hama ... 12

2.5 Ekologi Hama ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.4 Metode Analisis Data ... 19

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26

4.1.1 Jumlah Sulur (buah sulur) ... 26

4.1.2 Panjang Sulur (cm) ... 28

4.1.3 Jumlah Buku (buah buku) ... 31

4.1.4 Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang) ... 33


(12)

4.1.6 Jumlah Pembentukan Umbi (Buah/Batang) ... 40

4.1.7 Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi) ... 42

4.1.8 Jumlah Pupa pada Umbi (ekor/umbi) ... 46

4.1.9 Persentase Serangan (Persen) ... 47

4.1.10 Berat Umbi Terserang (g/batang) ... 49

4.1.11 Berat Umbi Tak Terserang (g/batang) ... 51

4.1.12 Berat Umbi Total 53 4.1.13 Intensitas Kerusakan Umbi 54 4.1.14 Jumlah Umbi Besar (Buah/Batang) 57

4.1.15 Jumlah Umbi Sedang (Buah/Batang) ... 58

4.1.16 Jumlah Umbi Kecil (Buah/Batang) ... 59

4.2 Pembahasan... 60

4.2.1 Pengaruh Varietas Terhadap Serangan Hama Boleng Pada Tanaman Ubi Jalar ... 60

4.2.2 Pengaruh Frekuensi Pembumbunan terhadap Serangan Hama Boleng pada Tanaman Ubi Jalar ... 65

4.2.3 Pengaruh Kombinasi Varietas dan Pembumbunan terhadap Serangan Hama boleng pada Tanaman Ubi Jalar ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

1. Tanggap Jumlah Sulur (buah sulur) pada Perlakuan Varietas dan Frekuensi Pembumbunan pada Umur Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60

HST ... 27 2. Tanggap Panjang Sulur (cm) pada Perlakuan Varietas dan

Pembumbunan pada Umur Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 29 3. Tanggap Jumlah Buku (buah buku) pada Perlakuan Varietas dan

Pembumbunan pada Umur tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 31 4. Tanggap Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada

Perlakuan Varietas dan Pembumbunan pada Umur tanaman 60, 75,

90, 105 dan 120 HST ... 34 5. Tanggap Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada

Perlakuan Varietas dan Pembumbunan pada Umur tanaman 60, 75,

90, 105 dan 120 HST ... 37 6. Tanggap Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada

Perlakuan Kombinasi Varietas dan Pembumbunan pada Umur

tanaman 120 HST ... 39 7. Tanggap Jumlah Pembentukan Umbi (Buah/Batang) Pada Perlakuan

Varietas dan Pembumbunan pada Umur tanaman 50, 60 dan 70 HST . 41 8. Tanggap Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi) Perlakuan Beberapa

Varietas dan Frekuensi Pembumbunan pada Tanaman Ubi Jalar ... 43 9. Tanggap Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi) pada Perlakuan

Kombinasi Varietas dan Pembumbunan ... 45 10. Tanggap Jumlah Pupa pada Umbi (ekor/umbi) pada Perlakuan

Kombinasi Varietas dan Pembumbunan ... 46 11. Tanggap Persentase Serangan (Persen) Perlakuan Beberapa Varietas


(14)

12. Tanggap Berat Umbi Terserang (g/batang) pada Perlakuan Varietas

dan Pembumbunan ... 50 13. Tanggap Berat Umbi Tak Terserang (g/batang) pada Perlakuan

Varietas dan Pembumbunan ... 52 14. Tanggap Berat Total Umbi (g/batang) pada Perlakuan Varietas dan

Pembumbunan ... 54 15. Tanggap Intensitas Kerusakan Umbi Pada perlakuan Varietas dan

frekuensi pembumbunan ... 55 16. Tanggap Intensitas Kerusakan Umbi pada Kombinasi Varietas dan

Pembumbunan ... 56 17. Tanggap Jumlah Umbi Besar (Buah/Batang) pada Perlakuan Varietas

dan frekuensi Pembumbunan ... 58 18. Tanggap Jumlah Umbi Sedang (Buah/Batang) pada Perlakuan

Varietas dan Pembumbunan ... 59 19. Tanggap Jumlah Umbi Kecil pada Perlakuan Varietas dan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

1. Varietas Boko umur 60 hari ... 9

2. Varietas Kidal umur 60 hari ... 9

3. Varietas Jago umur 60 hari ... 10

4. Varietas Sewu umur 60 hari ... 10

5. Varietas Lokal umur 60 hari... 11

6. Larva C.formicarius Instar ke 3 ... 14

7. Pupa C. Formicarius ... 14

8. Imago C. Formicarius... 15

9. Gejala Serangan Pada Umbi ... 16

10. Jumlah Sulur (buah sulur) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 27

11. Pengaruh Frekuensi Pembumbunan terhadap Jumlah Sulur (buah sulur) pada Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST. ... 28

12. Panjang Sulur (cm) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 30

13. Pengaruh Pembumbunan terhadap Panjang Sulur (cm) pada Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST. ... 30

14. Jumlah Buku (buah buku) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 32

15. Pengaruh Pembumbunan terhadap Jumlah Buku (buah buku) pada Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST. ... 33


(16)

16. Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang) Ubi Jalar Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST ... 35 17. Pengaruh Pembumbunan terhadap Jumlah Larva pada Pangkal

Batang (ekor/batang) pada Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST ... 36 18. Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) beberapa Varietas

Ubi Jalar Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST ... 38 19. Pengaruh Pembumbunan terhadap Jumlah Pupa pada Pangkal Batang

(ekor/batang) pada Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST ... 38 20. Jumlah Pembentukan Umbi (buah/batang) Beberapa Varietas Ubi

Jalar Umur 50, 60 dan 70 HST ... 41 21. Pengaruh Pembumbunan pada Jumlah Pembentukan Umbi

(buah/batang) Umur 50, 60 dan 70 HST ... 42 22. Pengaruh Faktor Pembumbunan terhadap Jumlah Larva pada Umbi

(ekor/umbi) ... 44 23. Pengaruh Faktor Pembumbunan terhadap Jumlah Pupa pada Umbi

(ekor/umbi) ... 47 24. Pengaruh Faktor Pembumbunan terhadap Persentase Serangan

(Persen) ... 49 25. Pengaruh Pembumbunan pada Berat Umbi Terserang (g/batang) ... 51 26. Pengaruh Pembumbunan pada Berat Umbi Tak Terserang (g/batang) . 53 27. Pengaruh Pembumbunan pada Intensitas Kerusakan Umbi pada


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul

Halaman

1. Sidik Ragam Parameter Jumlah Sulur (Buah Sulur) pada Umur

Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 74 2. Sidik Ragam Parameter Panjang Sulur (Cm) pada Umur Tanaman 20,

30, 40, 50 dan 60 HST ... 75 3. Sidik Ragam Parameter Jumlah Buku (Buah Buku) pada Umur

Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST ... 76 4. Sidik Ragam Parameter Jumlah Larva pada Pangkal Batang

(Ekor/Batang) pada Umur Tanaman 60, 75, 90, 105, dan 120 HST ... 77 5. Sidik Ragam Parameter Jumlah Pupa pada Pangkal Batang

(Ekor/Batang) pada Umur Tanaman 60, 75, 90, 105, dan 120 HST ... 78 6. Sidik Ragam Parameter Jumlah Pupa pada Pangkal Batang

(Ekor/Batang) pada Umur Tanaman 50, 60 dan 70 HST... 79 7. Sidik Ragam Parameter Jumlah Larva pada Umbi (Ekor/Umbi) Pada

Saat Panen ... 80 8. Sidik Ragam Parameter Jumlah Pupa pada Umbi (Ekor/Umbi) Pada

Saat Panen ... 80 9. Sidik Ragam Parameter Persentase Serangan (Persen) Pada Umbi

Tanaman Ubi Jalar ... 81 10. Sidik Ragam Parameter Intensitas Kerusakan Umbi (Persen)

Tanaman Ubi Jalar ... 81 11. Sidik Ragam Parameter Berat Umbi Tak Terserang (Gram/Umbi)

Tanaman Ubi Jalar ... 82 12. Sidik Ragam Parameter Berat Umbi Terserang (gram/umbi) Tanaman


(18)

13. Sidik Ragam Parameter Berat Umbi Beberapa Varietas (Gram/Umbi)

Tanaman Ubi Jalar ... 83

14. Sidik Ragam Parameter Jumlah Umbi Besar (Gram/Umbi) Tanaman Ubi Jalar ... 83

15. Sidik Ragam Parameter Jumlah Umbi Sedang (Gram/Umbi) Tanaman Ubi Jalar ... 84

16. Sidik Ragam Parameter Jumlah Umbi Kecil (Gram/Umbi) Tanaman Ubi Jalar ... 84

17. Matriks Korelasi Parameter Yang Diamati Dalam Penelitian ... 85

18. Rata-rata Suhu Pada Masing-masing Varietas di Permukaan Tanah

(PT) dan di Dalam Tanah (DT) Setiap Hari (°C) ...

86

19. Deskripsi Varietas Boko ...

90

20. Deskripsi Varietas Jago ...

91

21. Deskripsi Varietas Kidal ...

92

22. Deskripsi Varietas Lokal ...

93

23. Deskripsi Varietas Sewu ...

94

24. Hasil Analisis Tanah Lokasi Percobaan ...

95

25. Data Iklim Dari Stasiun Klimatologi Indrapuri ...

96

26. Denah Percobaan ...

99

27. Jadwal Penelitian Tesis ...

100

28. Jadwal Kegiatan Penelitian...

101


(19)

ABSTRAK

Pengendalian hama boleng (C.formicarius) dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan dan pembumbunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat ketahanan varietas dan frekuensi pembumbunan yang dapat mengurangi tingkat serangan hama boleng pada tanaman ubi jalar. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STPP NAD dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan empat ulangan. Perlakuan varietas terdiri dari varietas Boko, Jago, Kidal, Lokal dan Sewu. Sedangkan frekuensi pembumbunan terdiri dari tanpa pembumbunan, pembumbunan satu kali dan pembumbunan dua kali. Parameter yang diamati adalah panjang sulur, jumlah sulur, jumlah buku, jumlah pembentukan umbi, jumlah larva pada pangkal batang, jumlah pupa pada pangkal batang, jumlah larva pada umbi, jumlah pupa pada umbi, persentase serangan, berat umbi terserang, berat umbi tak terserang, berat umbi beberapa varietas, intensitas kerusakan umbi dan jumlah umbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase serangan tertinggi dijumpai pada varietas Jago (V4) 7,11% dengan frekuensi pembumbunan satu kali (P1) 5,89%, sedangkan terendah pada varietas Sewu (V5) 4,08% dengan frekuensi pembumbunan dua kali (P2) 4,55%. Intensitas kerusakan umbi tertinggi dijumpai pada varietas Jago tanpa pembumbunan (P0V4) sebesar 58,33%, sedangkan terendah dijumpai pada varietas Sewu pembumbunan dua kali (P2V5) sebesar 18,33%. Penggunaan varietas resisten dan pembumbunan yaitu varietas Kidal (V2) dan Sewu (V5) efektif dalam mengendalikan hama boleng pada tanaman umbi jalar.


(20)

ABSTRACT

The control of hama boleng (Cylas formicarius Farb.) could be done by using resistant varieties and hilling. The objective of this study was to evaluate the level of resistant of varieties and the frequencies of hilling-up that could minimize the damage caused by hama boleng on sweet potato. This study as conducted on the field trial of Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) NAD by using the factorial randomized block design with four replications. The first factor was varieties of Boko, Jago, Kidal, Lokal and Sewu while the second factor was the frequency of hilling, consist of once and without hilling. The elements of observation were the length and the number of shoots, nodes, tubers, larvae on the stem, larvae and pupa in the tuber, the percentage of damage, the weight of the attack and the healthy tubers, the total weight of the tubers, the severity of damaged tubers and the number of tubers. The result showed that the highest percentage of attack was (7.11%) found on Jago (V4) with once hilling frequency (P1) of 5.89%, while the lowest percentage of attaack was (5.89%) found on Sewu (V5) with twice hilling frequency (P2) 4.55%. The highest intensity of damaged tuber was found on Jago variety without hilling (P0V4) amount 58.33%, while the lowest was found on Sewu variety with twice hilling (P2V5) amount 18.33%. The varieties showed that the performance of resistance were Kidal (V2) and Sewu (V5), while hilling showed that twice hilling was effective to protect sweet potato from Boleng.


(21)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas. L) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai gizi yang tinggi, bahkan di daerah tertentu khususnya bagian timur Indonesia dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat.

Tanaman ini diduga berasal dari Benua Amerika dan menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropis ± pada abad ke 16. Orang-orang Spanyol menyebarkannya ke kawasan Asia terutama Pilipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai ± 85% dari yang dihasilkan dunia (Rubatzky dan Mas Yamaguchi, 1998).

Ubi jalar menduduk i peringkat ke sembilan di antara tanaman pangan di dunia. Tanaman ini merupakan sumber karbohidrat penting selain padi, jagung, sagu, dan umbi-umbian lainnya (Sarwono, 2005).

Produksi ubi jalar di Indonesia masih sangat rendah, di tingkat petani baru mencapai 10 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian ubi jalar mampu memberikan hasil 25-30 t/ha (Http://www.Pustaka.Deptan.go.id,2007

Rendahnya produksi ubi jalar dapat disebabkan beberapa kendala, antara lain bibit yang potensi rendah, tingginya gangguan hama dan penyakit serta tindakan kultur teknis yang belum baik. Gangguan hama dapat menurunkan produksi yang ). Penghasil ubi jalar di Indonesia adalah Jawa 45%, Sumatera 9%, Nusa Tenggara Timur 11% dan Irian Jaya 7% (Brotonogoro dan Staveren, 1985).


(22)

sangat nyata terutama hama yang umbi. Penyebab rendahnya hasil ubi jalar di tingkat petani karena ketergantungan petani masih menggunakan varietas lokal dan belum menggunakan varietas unggul (Nasri, 1993).

Hama utama yang menyerang umbi adalah hama boleng atau lanas yang disebabkan oleh kumbang Cylas formicarius Fabricus. Hama ini merupakan tantangan yang sangat serius karena dapat merusak umbi di pertanaman dan di penyimpanan dengan tingkat kerusakan mencapai 80%. Hama ini menyerang batang dan umbi dengan tingkat kerusakan 10-80% (http://www.pustaka.deptan.go.id,2007

Pengendalian hama boleng dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan dimana varietas tahan mampu mengurangi dan mentolerir gangguan hama ini. Cara ). Hama Boleng menyerang umbi sejak pembentukan umbi sampai ke penyimpanan. Kerusakan dapat dilihat pada permukaan umbi, adanya lubang-lubang kecil dan mengeluarkan bau busuk yang khas. Umbi yang terserang hama ini tidak layak lagi untuk dikonsumsi karena rasanya pahit. Kerusakan umbi akibat serangan hama boleng mencapai 80% di lahan kering. Umbi yang dagingnya berwarna kuning jingga dengan kandungan beta karotin tinggi kurang disukai oleh hama ini (Dwidjosewodjo, 1976 dalam Zuraida, dkk., 2002).

Pengendalian hama boleng juga harus mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Budi Daya Tanaman yaitu Pasal 20 ayat 1 bahwa: “Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu” dan Pasal 22 ayat 1 “Dalam pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana yang dimaksud setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumber daya alam dan/atau lingkungan”.


(23)

ini sangat mendukung program pengendalian hama secara terpadu yang berorientasi ekologis dan ekonomi.

Keragaan fenotipe berupa struktur morfologi suatu tanaman dapat juga menyebabkan tanaman resisten terhadap hama. Keragaan fenotipe merupakan hasil kerja sama faktor genetik dan lingkungannya (Wahyuni dkk., 2004). Menurut Painter (1995) dalam Oka (2005) mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangga dapat dalam bentuk non preferensce, antibiosis dan toleran. Varietas ubi jalar yang rimbun daunnya dapat mengurangi aktivitas kumbang C. formicarius (Pracaya, 2007). Pengendalian secara kultur teknis dapat juga dilakukan terhadap hama ini dengan menerapkan perlakuan pembumbunan. Pembumbunan atau penimbunan guludan untuk menutupi umbi yang terbuka biasanya dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam dan tanaman berumur 2 bulan. Tujuan pembumbunan adalah untuk perbaikan stuktur tanah dan memelihara agar keadaan guludan tetap baik dan umbi tidak tersembur keluar guludan (Wargiono, 1980).


(24)

Budidaya ubi jalar di Kabupaten Aceh Besar saat ini belum sepenuhnya menerapkan pola pengelolaan tanaman terpadu terutama perawatan tanaman yang tepat dan sesuai kebutuhan pertumbuhan dan tepat waktu serta pengendalian hama boleng secara terpadu. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian setempat produksi rata-rata di tingkat petani 9.4 t/ha.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini diarahkan untuk meneliti keragaan beberapa varietas dan frekuensi pembumbunan yang dapat mengendalikan hama boleng sehingga produksinya dapat ditingkatkan dalam rangka mensejahterakan petani ubi jalar. Judul penelitiannya adalah : ”Tanggap Beberapa Varietas Ubi Jalar Dan Frekuensi Pembumbunan Terhadap Serangan Hama Boleng Cylas formiucarius, Fabr” (Coleoptera:Curculionidae).

1.2 Perumusan Masalah

Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 357.949 ton dengan luas panen 38.227 hektar, rata-rata hasil 9,4 t/ha (Sarwono, 2006). Jumlah hasil per hektar masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi hasil varietas unggul mencapai 30 t/ha. Hal ini disebabkan antara lain petani masih banyak yang menanam varietas lokal dan adanya gangguan hama boleng atau lanas.

Usaha meningkatkan produksi ubi jalar dapat dilakukan dengan cara perbaikan cara bercocok tanam, diantaranya dengan melakukan pengendalian hama pengrusak umbi yang dihasilkan oleh tanaman. Hama utama perusak umbi adalah hama Boleng atau Lanas yang disebabkan oleh kumbang C. formicarius.F.

Pengendalian hama boleng dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang resisten dan pembumbuhan. Varietas resisten terjadi karena hama tidak mampu menyerang disebabkan faktor morfologi atau adanya organ senyawa metabolik yang


(25)

berbahaya bagi serangga, pembumbunan merupakan tindakan agronomis untuk menghalangi serangan hama pada umbi dengan cara menutupi permukaan umbi.

Beberapa varietas memiliki karakteristik sulur, daun, dan umbi yang berbeda-beda baik ukuran bentuk, warna, panjang tangkai daun dan umbi dengan tingkat resistensi yang berbeda terhadap serangan hama.

Pembumbunan dapat menghindari peletakan telur hama boleng pada umbi dengan cara menutup tanah yang merekah, disamping memperbaiki struktur tanah agar perkembangan umbi lebih sempurna.

Penelitian ini diharapkan memperoleh varietas yang keragaan fenotipenya mampu menekan serangan hama dan frekuensi pembumbunan yang tepat dimana dapat menurunkan intensitas serangan hama boleng pada ubi jalar, sekaligus dapat diterapkan oleh petani dalam meningkatkan produksi karena penerapan teknik ini mudah, murah, dapat dipadukan dengan teknik pengendalian lainnya. dan ramah lingkungan.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengevaluasi tingkat ketahanan beberapa varietas yang dapat mengurangi tingkat serangan hama boleng pada tanaman ubi jalar.

2. Untuk mengetahui frekuensi pembumbunan yang dapat menekan intensitas kerusakan yang disebabkan hama boleng pada tanaman ubi jalar.

1.4 Hipotesis

1. Perbedaan varietas ubi jalar mempengaruhi tingkat serangan hama boleng. 2. Frekuensi pembumbunan yang berbeda mempengaruhi tingkat serangan hama


(26)

3. Kombinasi perlakuan varietas dan pembumbunan dapat mengurangi serangan hama boleng pada ubi jalar.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat diterapkan oleh petani dalam membudidayakan tanaman ubi jalar terutama dalam mengendalikan serangan hama boleng.

2. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat yang membutuhkan dalam usaha mengendalikan hama boleng pada ubi jalar.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar termasuk tanaman pangan yang potensial untuk diversifikasi dalam rangka memenuhi kebutuhan kalori. Beberapa varietas merupakan

sumber vitamin C dan β_caroten yang sangat baik serta kaya serat kasar.

Ubi jalar termasuk tanaman dikotiledon, kedudukan dalam sistematika adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledoneae Ordo : Convolvulales Family : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas (L.) Lam.

Batang tanaman ubi jalar tidak berkayu dan banyak percabangannya. Bentuk batang bulat, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau menjalar. Panjang batang bertipe tegak anatar 1-2 m, sedangkan pada tipe menjalar antara 2-3 m (Yusuf, 2004).

Daun berbentuk bulat atau seperti jari tangan dengan warna bervariasi dari hijau tua sampai hijau kekuningan. Bentuk umbi ada yang bulat besar, lonjong kecil


(28)

memanjang atau bentuknya tidak beraturan, warna kulit umbi dan dagingnya ada yang ungu kemerahan sampai kuning, putih dan kuning jingga (Sarwono, 2002).

Menurut Yufdy dkk., (2006), varietas ubi jalar cukup banyak. Namun, baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti. Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 t/ha b) Berumur pendek antara 3-4 bulan c) Rasa ubi enak dan manis

d) Tahan terhadap hama penggerek umbi (Cylas sp) dan penyakit kudis. e) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100g

f) Keadaan serat ubi relatif rendah.

Beberapa varietas unggul yang telah dilepaskan ke lapangan memiliki umur yang berbeda, demikian juga dengan tingkat ketahanan hama boleng Cylas sp. Deskripsi beberapa varietas ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 19-23.

2.2 Keragaan Tanaman Ubi Jalar

Keragaan fenotipe ubi jalar sangat luas baik sulur, bentuk daun, umbi dan warna umbi. Ubi jalar yang rimbun tumbuhnya dapat mengurangi serangan hama boleng (Pracaya, 2007). Varietas yang berkulit tebal dan bergetah memiliki kecenderungan tahan terhadap serangan hama boleng (Yusuf, 2004).

Varietas boko (Gambar 1) daunnya bercuping tiga dengan warna tulang daunnya ungu, bentuk umbi elips panjang dengan warna kulit umbi merah dan daging umbi berwarna krem.


(29)

Gambar 1. Varietas Boko umur 90 hari

Varietas Kidal (Gambar 2) warna daun muda hijau, dengan ungu pada tepi daun, kerangka daun berbentuk hati, umbi membulat, warna daging umbi kuning tua dan kulit umbi berwarna merah.

Gambar 2. Varietas Kidal umur 90 hari

Varietas Jago bentuk daunnya menjari dengan membentuk cuping lima, warna tulang daun hijau, bentuk umbi membulat.warna kulit umbi putih dan warna daging umbi kuning muda serta tangkai umbinya pendek (Gambar 3).


(30)

Gambar 3. Varietas Jago umur 90 hari

Varietas Sewu pertumbuhannya menjalar dengan panjang sulur mencapai 2-2.5 meter, warna pucuk ungu, bentuk daun berbentuk hati, bentuk umbi oblong memanjang, warna kulit umbi kuning kecoklatan dan warna daging umbi oranye (Gambar 4).

Gambar 4.Varietas Sewu umur 90 hari

Varietas Lokal (Gambar 5) memiliki bentuk daun yang lonjong bergerigi, warna daun hijau, umbi berbentuk lonjong, warna kulit umbi merah dan daging umbi berwarna jingga.


(31)

Gambar 5. Varietas Lokal umur 90 hari

Menurut Heriyanto dkk., (1999), keragaan produksi ubi jalar masih terdapat kesenjangan hasil yang cukup besar antara hasil potensial dan hasil aktual di tingkat petani. rata-rata hasil di tingkat petani 10 t/ha.

Produksi ubi jalar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kab.Aceh Besar, sangat bervariasi dari tahun ke tahun baik luas tanam maupun hasilnya. Pada tahun 2004 luas tanam 255 ha, hasil rata-rata 9.3 t/ha, tahun 2005 luas tanam 289 ha, hasil rata-rata 9.0 t/ha. Tahun 2006 luas tanam 299 ha, hasil rata-rata 9.3 t/ha, sedangkan tahun 2007 luas tanam 116 ha, hasil rata-rata 9.4 t/ha.


(32)

2.3 Pembumbunan

Pembumbunan merupakan suatu perlakuan terhadap tanaman dengan tanah sebagai media tumbuhnya terutama pada tempat tumbuh berbentuk guludan. Pencegahan rekahan tanah guludan pertanaman ubi jalar dapat dilakukan dengan pembumbunan, sehingga tanah merekah yang menjadi jalan bagi imago hama boleng untuk meletakkan telur pada umbi dapat tertutup (Http://www.Pustaka.Deptan.go.id,2007

Hama boleng terdapat dihampir seluruh pertanaman ubi jalar. Hama ini relatif sulit dikendalikan karena imago berada di dekat permukaan tanah sementara larva dan pupa terdapat di dalam batang atau umbi (

).

Menurut Nonci (2005), retakan tanah merupakan jalan utama bagi hama boleng untuk mencapai umbi dan akar untuk meletakkan telur. Umbi yang bertambah besar menyebabkan tanah menjadi retak. Pembumbunan dapat menggemburkan tanah di sekitar perakaran agar umbi terbentuk dengan sempurna sekaligus menutupi umbi-umbi yang terbuka (Rukmana, 1997).

Pembumbunan tanah pada tanaman ubi jalar 1 bulan setelah tanam, kemudian diulang pada saat tanaman berumur 2 bulan (Yufdy. dkk., 2006). Pembumbunan guludan dapat mengendalikan hama boleng dengan cara menjaga kondisi guludan agar tidak retak-retak (Sarwono, 2005).

2.4 Biologi Hama

Http://www.Pustaka.Deptan.


(33)

Hama boleng atau lanas termasuk ordo Coleoptera, dengan ciri-cirinya, kumbang berukuran kecil dengan panjang 5-6,5 mm, thorax dan kaki berwarna merah, kepala dan elytra berwarna biru larva berukuran ± 8 mm dan pupa 5-6,5 mm. Siklus hidupnya 6-7 minggu dan imago dapat hidup hingga 3 bulan, imago betina dapat menghasilkan telur sampai 200 butir dengan menempatkan 2 butir/ hari, dalam satu umbi larva dapat ditemukan sampai 200 ekor (Kalshoven, 1981).

Menurut Nonci dan Sriwidodo (1993), bahwa siklus hidup C. formicarius memerlukan waktu 1-2 bulan secara umum 35-40 hari pada musim panas. Generasinya tidak merata demikian juga jumlah generasi selama setahun. Serangga dewasa tidak mengalami diapause pada musim dingin tetapi mencari tempat berlindung dan tidak aktif hingga keadaan menguntungkannya (Capinera, 2006). Di Taiwan hama ini dalam satu tahun dapat mencapai 7-8 generasi (Chen, dan Huang, 2006) .

Telur diletakkan dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara menggerek pangkal batang atau umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidemis secara tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat (Morallo dan Rajesus, 2001 dalam Nonci, 2005). Panjang telur 0,7 mm dan lebar 0,5 mm lama fase telur 5 hari pada musim panas dan 11-12 hari pada musim dingin. Di laboratorium hama ini mampu meletakkan telur 122-250 butir (Capinera, 2006).

Larva yang baru menetas berwarna putih tanpa kaki, larva langsung menggerek batang atau umbi. Larva yang menyerang batang membuat saluran


(34)

gerekan ke arah umbi (Nonci, 2006). Larva terdiri dari tiga instar (Gambar 6) dengan periode instar pertama 8-16 hari, instar kedua 12-21, instar ketiga 35-36 hari (Capinera, 2006).

Gambar 6. Larva C.formicarius Instar ke 3

Pupa terbentuk di dalam umbi atau batang berwarna putih tetapi seiring waktu perkembangannya berubah warna menjadi abu-abu dengan kepala dan mata gelap (Gambar 7), panjang pupa 6,5 mm dengan periode pupa 7-10 hari (Capinera, 2006).


(35)

Menurut Kalshoven (1981), kumbang dewasa aktif pada malam hari serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari antenanya dimana jantan berbentuk lurus dan betina ujung bulat seperti korek api (CIP., 1999), serangga dewasa (Gambar 8), panjangnya 5-6,5 mm dengan ciri-ciri kepala berwarna hitam, antena, thorax dan tungkai berwarna oranye sampai coklat kemerahan, abdomen dan sayap luar berwarna biru metalik sedangkan kaki dan dadanya berwarna coklat (Capinera, 2006).

Gambar 8. Imago C. formicarius

Gejala serangan dapat dilihat pada pangkal batang berupa benjolan-benjolan yang berlubang sedangkan pada umbi (Gambar 9) terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang ditutupi oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat (Http://www.Pustaka.Deptan.go.id,2007).


(36)

Gambar 9. Gejala Serangan Pada Umbi

Gejala yang nampak pada permukaan umbi berupa lubang-lubang kecil apabila dibelah terlihat lubang berbentuk terowongan yang memanjang, apabila ditelusuri terus akan dapat ditemukan larva, pupa dan serangga dewasa yang masih muda (Hasyim dkk., 1995). Hama boleng biasanya menyerang tanaman yang sudah berumbi, bila terbawa ke gudang penyimpanan bersama umbi sering merusak umbi hingga menurunkan kualitas dan kuantitas produksi secara nyata (Rukmana, 1997). Umbi yang terserang hama ini berlubang kecil-kecil tidak merata pada permukaan kulit (Juanda dan Cahyono, 2000 dalam Yusuf, 2008).

2.5 Ekologi Hama

Siklus hidup hama boleng sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan, dalam arti semakin tinggi suhu siklus hidupnya semakin pendek. Cuaca yang panas dan kering sangat mendorong pertumbuhan boleng terutama bila tanah retak dapat


(37)

Siklus hidup hama ini sangat singkat, sehingga dalam satu musim periode penanaman ubi jalar dapat menghasilkan beberapa generasi. Fase telur antara 5-15 hari, fase larva antara 10-15 hari, fase pupa antara 11-33 hari, dan fase imago 7-28 hari (Sarwono, 2005).

Menurut Nonci (2005), periode inkubasi telur beragam sesuai dengan suhu, yakni 4 hari pada suhu 300C dan 7-9 hari pada suhu 200C. Perkembangan larva mencapai 10 dan 35 hari berturut-turut pada suhu 300C dan 240C (Capinera, 2006). Periode pupa pada cuaca dingin dapat mencapai 28 hari. Serangga dewasa akan hidup lebih lama pada suhu 150C, sehingga penyimpanan umbi pada suhu 150C belum dapat memusnahkan populasinya (Nonci, 2005).

Menurut Mullen (1981) dalam Yusuf (2008), mengemukakan bahwa perkembangan hama boleng dipengaruhi oleh suhu lingkungan, pada suhu 24°C membutuhkan waktu 32.9 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya, sedangkan pada Suhu 20°C dibutuhkan waktu 84.5 hari. Suhu rata-rata di atas tanah dan di bawah permukaan tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 18.


(38)

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Saree Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada ketinggian tempat ± 400 m di atas permukaan laut, topografi lokasi penelitian datar.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2008 s/d Juni 2008. Rincian pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 27 dan 28.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah stek pucuk varietas Boko, Kidal, Jago, Sewu dan Lokal, pupuk kandang, pupuk Urea; 100 kg/ha, SP 36; 50 kg/ha, KCL; 50 kg/ha, kantong plastik, tali plastik.

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, parang, gunting, meteran, gembor, timbangan, alat tulis dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian

3.3 Metode Penelitian

Percobaan ini ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) yang terdiri dua faktor yaitu :

Faktor I : Varietas dengan simbol V yaitu ; V1 : Varietas Lokal


(39)

V3 : Varietas Boko

V4 : Varietas Jago

V5 : Varietas Sewu

Faktor II : Pembumbunan dengan simbol P yaitu : P0 : Tanpa pembumbunan

P1 : Pembumbunan satu kali (umur 1 bulan setelah tanam)

P2 : Pembumbunan dua kali (umur 1 bulan dan 2 bulan) setelah tanam

Dengan demikian diperoleh 15 kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat kali, jumlah plot percobaan adalah 60 plot dengan ukuran guludan lebar bawah 60 cm dan tinggi 40 cm dan jarak antar guludan 100 cm dari panjang guludan 6 m, jumlah tanaman sampel per plot 4 batang. Susunan plot dapat dilihat pada Lampiran 26.

Data untuk analisis pengamatan disusun dalam tabel dianalisis dengan sidik ragam untuk masing-masing peubah, bila masing-masing peubah menunjukkan beda nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji DMRT.

3.4 Metode Analisis Data

Percobaan dilakukan dengan RAKF dengan model matematis adalah sebagai berikut :

Yijk = Kij + αi+βj + αiβj + Єijk

Dimana :

Yijk = Nilai-nilai pengamatan hasil perkalian varietas taraf ke - i dan frekuensi

pembubunan taraf ke - j. dan kelompok taraf ke-k = Rata-rata umum nilai pengamatan


(40)

Kij = Pengaruh ulangan varietas pada taraf ke - i dan frekuensi pembubunan

taraf ke-j

αi = Pengaruh perlakuan varietas taraf ke - i

βj = Pengaruh perlakuan frekuensi pembumbunan taraf ke - j

αiβj = Pengaruh interaksi perlakuan varietas taraf ke i dan jumlah pembubunan

taraf ke - j

Єijk = Pengaruh galat varietas taraf ke - i dan frekuensi pembumbunan taraf ke -

j serta kelompok ke-k (Hanafiah, 2004).

3.5 Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah diawali dengan pembersihan rumput-rumputan kemudian diolah tanah hingga gembur kemudian dibiarkan selama 1 minggu. Tanah yang sudah gembur dibuat guludan-guludan dengan ukuran lebar bawah 60 cm, tinggi 40 cm dan jarak antara guludan 100 cm serta panjang guludan 6 m sebanyak 60 plot percobaan.

Penanaman

Guludan yang sudah disiapkan untuk penanaman dibuat larikan sedalam 10 cm dengan jarak antar tanaman 25 cm, bibit ditanam ½ bagian dari stek pucuk yang telah disediakan kemudian tanah dipadatkan dekat dengan pangkal stek.


(41)

Pemupukan

Berdasarkan hasil analisa tanah (Lampiran 21), pemupukan dilakukan satu kali pada saat tanam dengan dosis: Urea 100 kg/ha, SP36 50 kg/ha, KCL 50 kg/ha. Pemupukan dilakukan secara larikan pada jarak 7 cm dengan tanaman dan kedalaman 5 cm.

Pengairan

Pengairan dilakukan dengan cara penyiraman 2 hari sekali sampai berumur 2 bulan, sedangkan umur tanaman setelah 2 bulan dilakukan penyiraman 1 minggu sekali. Penyiraman dilakukan pagi hari. Apabila hari hujan tidak dilakukan penyiraman.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang ada di pertanaman. Penyiangan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam.

Pengangkatan Batang

Pengangkatan batang bertujuan untuk menghindari pembentukan umbi-umbi kecil pada ruas batang yang menjalar. Perlakuan pangangkutan batang dilaksanakan pada tanaman berumur 60 hari setelah tanam.

Pembumbunan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembumbunan terhadap serangan hama maka pelaksanaan pembumbunan hanya dilakukan plot-plot perlakuan


(42)

pembubunan. Pembumbunan pertama dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam dan pembumbunan kedua pada umur 2 bulan setelah tanam.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan pada saat waktu panen meliputi :

Jumlah Sulur

Data jumlah sulur diperoleh dengan cara menghitung jumlah sulur yang muncul pada sulur utama dari stek pucuk yang ditanami. Pengamatan dilakukan pada umur 20, 30, 40, 50 dan 60 hari setelah tanam.

Panjang Sulur

Pengukuran panjang diperoleh dengan mengukur sulur terpanjang dari tanaman sampel dan untuk pengamatan seterusnya. Pengukuran dilakukan pada umur 20, 30, 40, 50 dan 60 hari setelah tanam.

Jumlah Buku

Data jumlah buku diperoleh dari sulur yang diukur panjang sulur dari masing-masing tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada umur 20, 30, 40, 50 dan 60 hari setelah tanam.

Jumlah Pembentukan Umbi

Jumlah pembentukan umbi dihitung pada umur 50, 60, dan 70 hari setelah tanam. Penghitungannya dengan cara menggali di sekitar pangkal tanaman yang diamati kemudian dihitung banyaknya umbi yang muncul.


(43)

Jumlah Larva Pada Pangkal Batang

Pengamatan jumlah larva dilakukan pada umur 60, 75, 90, 105, dan 120 hari setelah tanam. Pangkal batang dibelah lalu dihitung jumlah larvanya.

Jumlah Pupa Pada Pangkal Batang

Pengamatan jumlah pupa pada pangkal batang dilakukan bersamaan dengan pengamtan jumlah larva pada pangkal batang dari tanaman sampel yang sama.

Jumlah Larva Pada Umbi

Pengamatan jumlah larva pada umbi dilakukan saat panen. setiap perlakuan sampel diambil secara acak dari umbi yang terserang sebanyak satu umbi setiap perlakuan. Umbi yang terpilih sebagai sampel dibelah beberapa bahagian, kemudian dihitung jumlah larvanya.

Jumlah Pupa Pada Umbi

Data jumlah pupa pada umbi diperoleh dari umbi sampel, dimana sampel tersebut tersebut berasal dari sampel yang digunakan untuk larva pada umbi. Penghitungan jumlah pupa dilakukan bersamaan dengan penghitungan jumlah larva pada umbi.

Persentase Serangan Pada Umbi

Persentase kerusakan umbi dengan menimbang umbi yang terserang dan sehat kemudian dihitung dengan rumus :

Rumus : P = b a

a

+ x 100%


(44)

a = Berat sampel terserang

b = Berat sampel sehat (Asmaniar dkk., 1995) Berat Umbi Terserang

Data berat umbi terserang dari tanaman sampel saat panen dengan menimbang berat masing-masing sampel.

Satuan Berat Umbi Tak Terserang

Satuan berat umbi tak terserang adalah g/umbi.

Berat Total Umbi

Satuan berat total umbi adalah g/umbi.

Intensitas Kerusakan Umbi

Intensitas kerusakan umbi diamati dengan memotong umbi yang diambil sebagai sampel dipotong menjadi tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung lalu dihitung persentase kerusakan umbi selanjutnya dihitung dengan rumus :

I = NxV

nxv

x 100%

Dimana : I = Intensitas kerusakan umbi

n = Jumlah umbi yang memiliki kategori kerusakan yang sama v = Nilai kategori

N = Nilai kategori tertinggi

V = Jumlah umbi yang diamati (Sastrowiswojo, 1993) Kategori intensitas kerusakan umbi adalah sebagai berikut:


(45)

> 1 sampai ≤ 25 persen = 2 > 25 sampai ≤ 50 persen = 3 >50 sampai ≤ 75 persen = 4 >75 sampai ≤ 100 persen = 5

Jumlah Umbi

Jumlah umbi dihitung pada saat panen dari masing-masing tanaman sampel. Umbi besar berat >200 g, umbi sedang 100-200 g dan umbi kecil < 100 g/umbi (Wahyuni dkk., 2004).


(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Jumlah Sulur (buah sulur)

Sidik ragam jumlah sulur tanaman ubi jalar pada umur 20, 30, 40, 50 dan 60 hari setelah tanam dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sidik ragam tersebut terlihat bahwa varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah sulur pada setiap jenis pengamatan berdasarkan waktu (20, 30, 40, 50 dan 60 HST). Pembumbunan dan kombinasi antara varietas dan pembumbunan, tidak ada satu waktu pengamatan pun yang menunjukkan hasil yang nyata terhadap jumlah sulur pada tanaman ubi jalar.

Ringkasan uji signifikasi jumlah sulur pada perlakuan varietas dan pembumbunan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 20, 30, 40, 50 dan 60 HST, varietas yang paling tinggi jumlah sulur adalah varietas Kidal (V2) dibandingkan dengan varietas Lokal (V1), Boko (V3), Jago (V4) dan varietas Sewu (V5).


(47)

Tabel 1. Tanggap Jumlah Sulur (buah sulur) pada Perlakuan Varietas dan Frekuensi Pembumbunan Umur Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST.

Jumlah Sulur

20 HST 30 HST 40 HST

50 HST

60 HST Varietas

V1 (Lokal) 3.42abc 4.92a 6.08a 6.42a 7.75a V2 (Kidal) 4.08a 5.42a 6.42a 6.58a 7.17a V3 (Boko) 3.67ab 4.75a 6.17a 6.42a 6.47b V4 (Jago) 3.00bc 4.50a 6.00a 6.50a 7.08ab V5 (Sewu) 2.58c 2.67b 3.50b 3.52b 3.58c Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 3.10a 4.30a 5.65a 6.00a 6.35a P1 (Pembumbunan satu

kali) 3.30a 4.40a 5.70a 5.85a 6.35a

P2 (Pembumbunan dua

kali) 3.65a 4.65a 5.55a 5.80a 6.25a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Perkembangan jumlah sulur pada setiap varietas dan pengaruh frekuensi pembumbunan pada tanaman ubi jalar disajikan pada Gambar 10 dan 11 berikut ini.

Gambar 10. Jumlah Sulur (buah sulur) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST


(48)

Pada Gambar 10 terlihat bahwa varietas lokal memberikan jumlah sulur paling banyak pada umur tanaman 60 HST, sedangkan pada umur tanaman 20-50 HST, jumlah sulur yang paling banyak dihasilkan oleh varietas Kidal (V2).

Gambar 11. Pengaruh Frekuensi Pembumbunan terhadap Jumlah Sulur (buah sulur) pada Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST.

Gambar 11 menunjukkan bahwa pembumbunan dua kali (P2) terlihat memberikan jumlah sulur yang paling tingggi pada umur tanaman 20 dan 30 HST, sedangkan pada umur tanaman 40, 50 dan 60 pembumbunan dua kali, sekali dan tanpa pembumbunan tampak menghasilkan jumlah sulur yang relatif sama. 4.1.2 Panjang Sulur (cm)

Sidik ragam panjang sulur tanaman ubi jalar pada umur 20, 30, 40, 50 dan 60 hari setelah tanam dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sidik ragam tersebut terlihat bahwa varietas (V) berpengaruh sangat nyata terhadap panjang sulur pada amatan waktu 20, 40, 50 dan 60 HST, kecuali umur tanaman 30 HST. Faktor pembumbunan dan kombinasi antara varietas dan pembumbunan, tidak ada satu waktu pengamatan pun yang menunjukkan hasil yang nyata terhadap panjang sulur tanaman ubi jalar.

Ringkasan uji signifikasi menggunakan uji Duncan pada panjang sulur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tanggap Panjang Sulur (cm) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan Umur Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST.


(49)

Panjang Sulur

20 HST 30HST 40 HST 50 HST 60 HST Varietas

V1 (Lokal) 4.13a 19.75 55.25a 83.75a 122.08a V2 (Kidal) 3.42ab 16.67 47.50ab 69.67ab 90.50 b V3 (Boko) 2.13b 22.50 39.25bc 65.83b 83.33 b V4 (Jago) 1.92b 9.58 32.50c 55.58b 75.08 b V5 (Sewu) 3.25ab 14.08 36.83bc 84.83a 115.83a Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 2.98a 14.90a 42.05a 70.55a 94.4a P1 (Pembumbunan satu kali) 2.80a 18.35a 40.65a 73.9a 98.4a P2 (Pembumbunan dua kali) 3.13a 16.30a 44.10a 71.35a 99.3a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa panjang sulur terpanjang pada varietas Sewu (V5) umur tanaman 60 HST. Sedangkan panjang sulur paling pendek pada varietas Jago (V4) umur tanaman 60 HST.

Perkembangan panjang sulur pada faktor varietas ubi jalar dan faktor pembumbunan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13 berikut ini.


(50)

Gambar 12. Panjang Sulur (cm) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST

Gambar 12 terlihat bahwa varietas Lokal (V1) memberikan panjang sulur yang paling tinggi pada setiap umur tanaman. Sedangkan varietas Sewu (V5) merupakan varietas yang memberikan panjang sulur tertinggi kedua setelah varietas lokal pada umur tanaman 50 dan 60 HST.

Gambar 13. Pengaruh Pembumbunan terhadap Panjang Sulur (cm) pada Umur 20,30, 40, 50 dan 60 HST.


(51)

Gambar 13 terlihat bahwa pengaruh pembumbunan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter panjang sulur. Panjang sulur terpanjang pada

pembumbunan dua kali (P2), sedangkan terendah pada perlakuan tanpa pembumbunan (P0).

4.1.3 Jumlah Buku (buah buku)

Sidik ragam Jumlah buku tanaman ubi jalar pada umur 20, 30, 40, 50 dan 60 hari setelah tanam dapat dilihat pada Lampiran 3. Sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa varietas ubi jalar (V) memberi pengaruh yang nyata hanya pada umur tanaman 40 HST. Sedangkan pada umur tanaman 20, 30 50 dan 60 varietas tidak memberi pengaruh yang nyata. Demikian juga faktor pembumbunan (P) dan kombinasi antara faktor varietas dan pembumbunan.

Ringkasan uji signifikasi menggunakan uji Duncan ditunjukkan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Tanggap Jumlah Buku (buah buku) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan pada Umur tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST

Jumlah Buku Hari Setelah Tanam

20 30 40 50 60

Varietas

V1 (Lokal) 4.67a 9.92a 17.75ab 20.92a 28.42a V2 (Kidal) 4.92a 11.25a 18.50a 22.92a 27.25a V3 (Boko) 4.67a 11.17a 18.58a 24.08a 28.42a V4 (Jago) 3.75a 9.17a 17.00ab 22.00a 26.42a V5 (Sewu) 5.08a 10.42a 15.42b 21.75a 27.83a Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 4.95a 10.40a 17.65a 22.60a 27.45a P1 (Pembumbunan satu kali) 3.95a 9.75a 17.60a 22.50a 27.70a P2 (Pembumbunan dua kali) 4.95a 11.00a 17.10a 21.90a 27.85a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama


(52)

Tabel 3 terlihat bahwa pada umur 40 HST varietas Boko (V3) dan Kidal (V2) adalah varietas yang banyak jumlah buku yaitu 18.58 dan 18.50 buah buku, sedangkan jumlah terendah pada varietas Sewu (V5) yaitu 15.42 buah buku per tanaman. Varietas Boko (V3) memberikan rata-rata jumlah buku yang paling tinggi dibanding varietas lainnya.

Perkembangan jumlah buku tanaman pada tiap varietas ubi jalar ditunjukkan pada Gambar 14 berikut ini.

Gambar 14. Jumlah Buku (buah buku) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST

Gambar 14 terlihat bahwa varietas Boko (V2) cenderung mempunyai jumlah buku yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya.


(53)

Gambar 15. Pengaruh Pembumbunan terhadap Jumlah Buku (buah buku) pada Umur 20, 30, 40, 50 dan 60 HST.

Gambar 15 dapat dijelaskan bahwa berbagai jenis perlakuan pembumbunan tidak memberi pengaruh terhadap pertambahan jumlah buku pada tiap umur tanaman ubi jalar. Pengamatan 60 HST menunjukkan bahwa jumlah buku tertinggi pada pembumbunan dua kali (P2) 27.85 buah, sedangkan terendah pada tanpa pembumbunan (P0) 27.45 buah sulur.

4.1.4 Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang)

Sidik ragam jumlah larva tanaman ubi jalar pada umur 60, 75, 90, 105 dan 120 hari setelah tanam dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sidik ragam dapat dijelaskan bahwa varietas memberi pengaruh sangat nyata pada umur tanaman 60, 75, 90 dan 120 HST, sedangkan perlakuan pembumbunan memberi pengaruh sangat nyata pada umur tanaman 75, 90, 105 dan 120 HST. Faktor kombinasi antara pembumbunan dan varietas tidak berbeda nyata pada semua umur tanaman yang diamati.

Ringkasan uji signifikasi menggunakan uji Duncan ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.


(54)

Tabel 4. Tanggap Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan Umur tanaman 60, 75, 90, 105 dan 120HST.

Jumlah Larva

60 HST 75 HST 90 HST 105 HST

120 HST Varietas

V1 (Lokal) 0.917a 1.583a 1.583a 0.667a 1.417a V2 (Kidal) 0.667a 1.167a 1.167a 0.583a 1.167a V3 (Boko) 0.917a 1.083a 1.000b 0.917a 1.333a V4 (Jago) 0.667a 1.083a 1.417a 0.833a 1.500a V5 (Sewu) 0.000b 0.500b 0.500b 0.500a 0.667b Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 0.750a 1.350a 1.600a 1.000a 1.650a P1 (Pembumbunan 1 kali) 0.600a 1.050ab 1.000b 0.800a 1.200b P2 (Pembumbunan 2 kali) 0.550a 0.850b 0.800b 0.300b 0.800c Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 4 di atas terlihat bahwa varietas Sewu (V5), menunjukkan varietas ubi jalar yang paling kecil jumlah larvanya. Terlihat bahwa varietas Sewu (V5) memiliki rata-rata jumlah larva paling sedikit dibandingkan varietas lainnya pada setiap umur tanaman. Pengaruh pembumbunan terlihat bahwa pembumbunan dua kali (P2) dapat menekan jumlah larva dibanding perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan perlakuan tanpa pembumbunan (P0) di setiap umur tanaman.

Perkembangan jumlah larva tanaman pada tiap varietas ubi jalar ditunjukkan pada Gambar 16 berikut ini.


(55)

Gambar 16. Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang) Ubi Jalar Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST

Gambar 16 dapat dijelaskan varietas Sewu (V5) 0,67 ekor per batang adalah varietas yag paling kurang larvanya karena mempunyai rata-rata jumlah larva yang paling sedikit dibandingkan varietas lainnya di setiap umur tanaman, sedangkan varietas yang paling banyak rata-rata jumlah larvanya adalah varietas Lokal (V1) 1,42 ekor per batang.

Perkembangan jumlah larva pada pangkal batang perlakuan pembumbunan ubi jalar ditunjukkan pada Gambar 17 berikut ini.


(56)

Gambar 17. Pengaruh Pembumbunan terhadap Jumlah Larva pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST.

Gambar 17 terlihat bahwa jumlah larva pada pembumbunan dua kali (P2) dapat menekan jumlah larva di setiap umur tanaman. Demikian juga pembumbunan satu kali (P1) menunjukkan rata-rata jumlah larva lebih kecil dibandingkan tanpa pembumbunan (P0).

4.1.5 Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang)

Sidik ragam jumlah pupa pada pangkal batang umur tanaman 60, 75, 90, 105 dan 120 HST dapat dilihat pada Lampiran 5.

Sidik ragam dapat dijelaskan bahwa faktor varietas (V) dan faktor pembumbunan (P) memberi pengaruh sangat nyata pada umur tanaman 105 dan 120 HST. Kombinasi perlakuan varietas dan pembumbunan berpengeruh nyata hanya pada umur tanaman 120 HST.

Ringkasan uji signifikasi menggunakan uji Duncan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Tanggap Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan pada Umur tanaman 60, 75, 90, 105 dan 120HST. Jumlah Pupa 60 HST 75 HST 90 HST 105 HST 120 HST


(57)

Varietas

V1 (Lokal) 0.167 0.333 1.417 1.417 1.750 V2 (Kidal) 0.000 0.417 1.000 1.250 1.500 V3 (Boko) 0.000 0.667 1.333 1.250 1.833 V4 (Jago) 0.000 0.417 1.417 1.500 1.833 V5 (Sewu) 0.000 0.000 0.583 0.583 1.000 Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 0.000 0.450 1.400 1.550 2.050 P1 (Pembumbunan 1 kali) 0.100 0.500 1.100 1.250 1.550 P2 (Pembumbunan 2 kali) 0.000 0.150 0.950 0.800 1.150

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 1% dan 5%

Tabel 5 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Sewu (V5) pada umur tanaman 75, 90, 105 dan 120 HST merupakan varietas yang memiliki rata-rata jumlah pupa paling sedikit dibanding varietas lainnya. Sedangkan pengaruh pembumbunan dua kali (P2) juga memberikan rata-rata jumlah pupa yang lebih sedikit dibanding pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

Perkembangan jumlah pupa pada pangkal batang ditunjukkan pada Gambar 18 dan Gambar 19 berikut ini.


(58)

Gambar 18. Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST

Gambar 18 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas sewu (V5) memberikan rata-rata jumlah pupa paling sedikit dibanding varietas lainnya di setiap umur tanaman.

Gambar 19. Pengaruh Pembumbunan terhadap Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada Umur 60, 75, 90, 105 dan 120 HST.

Gambar 19 terlihat bahwa pembumbunan dapat menekan jumlah pupa pada tiap umur tanaman. Pembumbunan dua kali (P2) dapat menekan jumlah pupa menjadi lebih sedikit dibanding dengan perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).


(59)

Pengamatan 120 HST menunjukkan bahwa jumlah pupa pada pangkal batang terendah pada pembumbunan dua kali (P2) 1.15 pupa/batang, sedangkan tertinggi pada tanpa pembumbunan (P0) 2,05 pupa/batang.

Tabel 6 berikut adalah ringkasan uji signifikasi uji Duncan pada faktor kombinasi antara faktor varietas dan pembumbunan.

Tabel 6. Tanggap Jumlah Pupa pada Pangkal Batang (ekor/batang) pada Perlakuan Kombinasi Varietas dan Pembumbunan pada Umur tanaman 120HST.

Pembumbunan

P0 P1 P2

Varietas

V1 1.73ab 1.49abc 1.22cd

V2 1.31cd 1.58abc 1.31cd

V3 1.73ab 1.40bcd 1.40bcd

V4 1.80a 1.40bcd 1.31cd

V5 1.31cd 1.22cd 1.10d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa perlakuan variatas dan frekuensi pembumbunan mempunya jumlah pupa pada pangkal batang tanaman ubi jalar.

Jumlah tertinggi pada kombinasi perlakuan tanpa pembumbunan varietas dijumpai pada perlakuan tanpa pembumbunan dan varietas Jago (P0V4) 1.80 ekor/batang, sedangkan termasuk pada perlakuan tanpa pembumbunan dan varietas Sewu (P2V5) 1.31 ekor/batang.

Perlakuan pembumbunan satu kali dan varietas dijumpai jumlah tertinggi pada kombinasi pembumbunan satu kali dan varietas Boko (P1V2) 1.58 ekor/batang, sedangkan terendah pada kombinasi pembumbunan satu kali dan varietas sewu (P1V5) 1.22 ekor/batang.


(60)

Jumlah pupa tertinggi dijumpai pada perlakuan pembumbunan dua kali vareitas Boko (P2V3) 1.40 ekor/batang, sedangkan terendah dijumpai pada kombinasi pembumbunan dua kali varietas Sewu (P2V5) 1.10 ekor/batang.

4.1.6 Jumlah Pembentukan Umbi (Buah/Batang)

Sidik ragam jumlah pembentukan umbi tanaman ubi jalar pada umur 50, 60 dan 70 hari setelah tanam dapat dilihat pada Lampiran 6.

Sidik ragam tersebut terlihat bahwa varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah pembentukan umbi pada setiap pengamatan berdasarkan umur tanaman (50, 60 dan 70 HST). Faktor pembumbunan tidak berbeda nyata hanya pada umur tanaman 70 HST berbeda nyata, sedangkan pada faktor kombinasi antara varietas dan pembumbunan tidak ada yang nyata pada setiap pengamatam umur tanaman.

Ringkasan uji signifikasi jumlah pembentukan umbi pada perlakuan varietas dan pembumbunan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.


(61)

Tabel 7. Tanggap Jumlah Pembentukan Umbi (Buah/Batang) Pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan Umur tanaman 50, 60 dan 70 HST

.

Jumlah Pembentukan Umbi

50 HST 60 HST 70 HST

Varietas

V1 (Lokal) 2.92 3.92 5.33

V2 (Kidal) 1.50 2.75 5.17

V3 (Boko) 1.00 2.00 4.00

V4 (Jago) 0.50 1.58 2.42

V5 (Sewu) 0.33 1.25 2.58

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 1.40 2.25 3.65 P1 (Pembumbunan satu kali) 1.20 2.25 3.85 P2 (Pembumbunan dua kali) 1.15 2.40 4.20

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 1%

Perkembangan jumlah pembentukan umbi ditunjukkan pada Gambar 20 dan Gambar 21 berikut ini.

Gambar 20. Jumlah Pembentukan Umbi (buah/batang) Beberapa Varietas Ubi Jalar Umur 50, 60 dan 70 HST

Ju m lah P em be nt u kan U m bi (b u ah /B at n g)


(62)

Gambar 20 dapat dijelaskan bahwa varietas Jago (V4) dan varietas Sewu (V5) menghasilkan jumlah pembentukan umbi yang lebih sedikit dibanding varietas lainnya. Sedangkan jumlah pembentukan umbi yang paling banyak terdapat pada varietas Lokal (V1).

Gambar 21. Pengaruh Pembumbunan pada Jumlah Pembentukan Umbi (buah/batang) Umur 50, 60 dan 70 HST

Gambar 21, Menunjukkan bahwa frekuensi pembumbunan berpengaruh nyata terhadap pembentukan umbi pada pengamatan 70 HST, dimana jumlah

pembentukan umbi tertinggi terdapat pada perlakuan pembumbunan dua kali (P2) 4.20 buah per batang, sedangkan pada terendah pada perlakuan pada

pembumbunan (P0) 3,65 buah per batang. 4.1.7 Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi)

Sidik ragam parameter jumlah larva pada umbi dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa hanya faktor varietas dan


(63)

pembumbunan memberi pengaruh sangat nyata pada parameter jumlah larva pada umbi, sedangkan kombinasi perlakuan berpengeruh terhadap jumlah larva pada umbi. Ringkasan uji signifikasi parameter jumlah larva pada umbi terhadap perlakuan varietas dan pembumbunan diberikan Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Tanggap Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi) Perlakuan Beberapa Varietas dan Frekuensi Pembumbunan pada Tanaman Ubi Jalar

Jumlah Larva pada Umbi Varietas

V1 (Lokal) 1.75ab

V2 (Kidal) 1.25bc

V3 (Boko) 1.75ab

V4 (Jago) 2.17a

V5 (Sewu) 0.75c

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 2.35A P1 (Pembumbunan satu kali) 1.45B P2 (Pembumbunan dua kali) 0.80C

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 1% dan 5%

Tabel 8 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah larva paling sedikit ada pada varetas Sewu (V5) 0,75 ekor/umbi sedangkan jumlah larva paling banyak ada pada varietas Jago (V4) 2,17 ekor/umbi. Pembumbunan dua kali (P2) mampu menekan jumlah larva pada umbi dibandingkan dengan perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0). Pembumbunan dua kali (P2) 0,80 ekor/umbi sedangkan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0) berturut-turut 1,45 dan 2,35 ekor/umbi.

Perkembangan jumlah larva pada umbi pada faktor pembumbunan diberikan Gambar 22 berikut ini.


(64)

Gambar 22. Pengaruh Faktor Pembumbunan terhadap Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi)

Gambar 22 di atas bahwa pembumbunan dua kali (P2) mampu menekan jumlah larva dibandingkan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

Ringkasan uji signifikasi kombinasi faktor varietas dan frekuensi pembumbunan terhadap jumlah larva pada umbi dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.


(65)

Tabel 9. Tanggap Jumlah Larva pada Umbi (ekor/umbi) Perlakuan Kombinasi Varietas dan Pembumbunan

Jumlah larva pada Umbi P

(V) P0 P1 P2

V1 1.85ab 1.31cdef 1.22def

V2 1.65abc 1.40cde 0.71g

V3 1.64abc 1.48cd 1.31cdef

V4 1.93a 1.56bcd 1.31cdef

V5 1.22def 1.10ef 0.97fg

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Tabel 9 di atas dapat dijelaskan bahwa kombinasi perlakuan varietas dan pembumbunan berpengaruh nyata jumlah larva pada umbi.

Perlakuan tanpa pembumbunan varietas menunjukkan jumlah larva pada umbi terendah pada kombinasi tanpa pembumbunan varietas Sewu (P0V5) 1.22 ekor/batang, sedangkan tertinggi pada kombinasi perlakuan tanpa pembumbunan varietas Jago (P0V4) 1.93 ekor/batang.

Jumlah larva pada umbi kombinasi perlakuan pembumbunan satu kali varietas tertinggi dijumpai pada pembumbunan satu kali varietas Jago (P1V4) 1.56 ekor/umbi, sedangkan terendah pada pembumbunan satu kali varietas Sewu (P1V5) 1.10 ekor/batang.

Perlakuan pembumbunan dua kali varietas dijumpai jumlah larva pada umbi terendah pada kombinasi pembumbunan dua kali varietas Kidal (P2V2) 0.71 ekor/batang, sedangkan tertinggi dijumpai pada pembumbunan dua kali varietas Jago (P2V4) dan varietas Boko (P2V3) 1.31 ekor/batang.


(66)

Sidik ragam parameter jumlah pupa pada umbi dapat dilihat pada Lampiran 8. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa hanya faktor varietas dan pembumbunan memberi pengaruh sangat nyata pada parameter jumlah pupa pada umbi, sedangkan perlakuan kombinasi tidak nyata.

Ringkasan uji signifikasi parameter jumlah pupa pada umbi terhadap perlakuan varietas dan frekuensi pembumbunan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Tanggap Jumlah Pupa pada Umbi (ekor/umbi) pada Perlakuan Kombinasi Varietas dan Pembumbunan

Jumlah Pupa pada Umbi Varietas

V1 (Lokal) 1.67A

V2 (Kidal) 1.08A

V3 (Boko) 1.25A

V4 (Jago) 1.50A

V5 (Sewu) 0.50B

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 1.6a

P1 (Pembumbunan satu kali) 1.05b

P2 (Pembumbunan dua kali) 0.95b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 10 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Sewu (V5) memberikan jumlah pupa paling sedikit, sedangkan varietas Jago (V4) memberikan jumlah pupa paling banyak. Perlakuan pembumbunan dua kali (P2) memberikan jumlah pupa paling sedikit dibanding pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).


(67)

Perkembangan jumlah pupa pada umbi pada faktor pembumbunan diberikan Gambar 23 berikut ini.

Gambar 23. Pengaruh Faktor Pembumbunan terhadap Jumlah Pupa pada Umbi (ekor/umbi)

Gambar 23 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah pupa paling sedikit dijumpai pada pembumbunan dua kali (P2), sedangkan yang paling banyak dijumpai pada pembumbunan perlakuan tanpa pembumbunan (P0).

4.1.9 Persentase Serangan (Persen)

Sidik ragam parameter persentase serangan dapat dilihat pada Lampiran 9. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa faktor varietas memberikan pengaruh sangat nyata dan faktor pembumbunan memberikan pengaruh sangat nyata. Namun faktor kombinasi antara varietas dan pembumbunan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter persentase serangan.

Ringkasan uji signifikasi parameter persentase serangan terhadap perlakuan varietas dan pembumbunan diberikan Tabel 11 berikut ini.


(68)

Tabel 11. Tanggap Persentase Serangan (Persen) Perlakuan Beberapa Varietas Dan Frekuensi Pembumbunan Pada Tanaman Ubi Jalar

Persentase Serangan Varietas

V1 (Lokal) 4.77b

V2 (Kidal) 5.28b

V3 (Boko) 5.47b

V4 (Jago) 7.11a

V5 (Sewu) 4.08b

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 5.59AB

P1 (Pembumbunan satu kali) 5.89A P2 (Pembumbunan dua kali) 4.55B

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 1% dan 5%

Tabel 11 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Jago (V4) memperlihatkan persentase serangan yang paling tinggi (7.11%), sedangkan varietas sewu (V5) menunjukkan persentese serangan yang paling rendah (4.08%). Perlakuan pembumbunan menunjukkan bahwa pembumbunan dua kali (P2) menyebabkan persentase serangan paling kecil dibanding pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

Perkembangan persentase serangan pada faktor varietas dan pembumbunan diberikan Gambar 24 berikut ini.


(69)

Gambar 24. Pengaruh Faktor Pembumbunan terhadap Persentase Serangan (Persen) Gambar 24 dapat dijelaskan bahwa persentase serangan paling kecil terdapat pada pembumbunan dua kali (P2) 4.55% dibanding pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0) masing-masing 5.89 % dan 5.59 %.

4.1.10 Berat Umbi Terserang (g/batang)

Sidik ragam parameter berat terserang dapat dilihat pada Lampiran 10. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa faktor varietas dan pembumbunan memberi pengaruh yang nyata prameter berat umbi terserang. Sedangkan faktor kombinasi antara varietas dan pembumbunan tidak memberi pengaruh yang nyata pada parameter berat umbi terserang.

Ringkasan uji signifikan menggunakan uji Duncan pada parameter berat terserang ditunjukkan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Tanggap Berat Umbi Terserang (g/batang) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan

Varietas Berat Umbi Terserang


(70)

V2 (Kidal) 2.06ab

V3 (Boko) 2.00ab

V4 (Jago) 2.27a

V5 (Sewu) 1.82b

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 2.09ab

P1 (Pembumbunan satu kali) 2.13a

P2 (Pembumbunan dua kali) 1.85b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 12 di atas dapat dijelaskan bahwa berat umbi terserang paling besar ditunjukkan oleh varietas Jago (V4) sedangkan berat umbi terserang paling kecil ditunjukkan oleh varietas Sewu (V5). Sedangkan perlakuan pembumbunan dua kali (P2) memberikan berat umbi terserang paling kecil dibandingkan perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

Perkembangan berat umbi terserang yang dipengaruhi oleh faktor varietas dan pembumbunan dapat dilihat pada Gambar 25 berikut ini.


(71)

Gambar 25. Pengaruh Pembumbunan pada Berat Umbi Terserang (g/batang)

Gambar 25 Pengaruh pembumbunan dua kali (P2) menyebabkan berat umbi lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

4.1.11 Berat Umbi Tak Terserang (g/batang)

Sidik ragam berat tak terserang dapat dilihat pada Lampiran 11. Sidik ragam dapat dijelaskan bahwa hanya faktor varietas yang berpengaruh sangat nyata pada parameter berat tak terserang. Sedangkan faktor pembumbunan dan faktor kombinasi varietas dan pembumbunan tidak nyata memberi pengaruh pada parameter berat tak terserang.

Ringkasan uji signifikansi menggunakan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.


(72)

Tabel 13. Tanggap Berat Umbi Tak Terserang (g/batang) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan

Berat Tak Terserang Varietas

V1 (Lokal) 352.08a

V2 (Kidal) 373.08a

V3 (Boko) 256.42ab

V4 (Jago) 192.92b

V5 (Sewu) 392.25a

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 325.15a

P1 (Pembumbunan satu kali) 278.50a P2 (Pembumbunan dua kali) 336.40a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 1% dan 5%

Tabel 13 di atas dapat dijelaskan bahwa berat umbi yang paling besar adalah pada varietas Sewu (V5), kemudian varietas Kidal (V2). Sedangkan berat yang paling kecil adalah varietas Jago (V4). Pada faktor pembumbunan berat yang paling besar adalah pada perlakuan pembumbunan dua kali (P2) kemudian pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

Perkembangan berat tak terserang yang dipengaruhi oleh faktor pembumbunan ditunjukkan pada Gambar 26 berikut ini.


(73)

Gambar 26. Pengaruh Pembumbunan pada Berat Umbi Tak Terserang (g/batang) Berdasarkan Gambar 26 pengaruh pembumbunan dua kali (P2) memberi berat umbi paling besar dibanding perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0).

4.1.12 Berat Umbi Total

Sidik ragam parameter berat beberapa variabel dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa tidak satu pun faktor baik varietas, pembumbunan maupun kombinasi yang nyata.

Ringkasan uji signifikansi menggunakan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Tanggap Berat Total Umbi (g/batang) pada Perlakuan Varietas dan Pembumbunan


(74)

Berat Beberapa Varietas Varietas

V1 (Lokal) 476.17a

V2 (Kidal) 470.33a

V3 (Boko) 386.17a

V4 (Jago) 398.25a

V5 (Sewu) 465.75a

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 445.00a P1 (Pembumbunan satu kali) 447.10a P2 (Pembumbunan dua kali) 425.90a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 14 di atas dapat dijelaskan bahwa berat total umbi varietas yang paling besar diberikan oleh varieta Lokal (V1), sedangkan yang paling kecil diberikan oleh varietas Boko (V3). Faktor pembumbunan menunjukkan bahwa perlakuan pembumbunan satu kali (P1) memberikan berat total umbi yang paling besar kemudian perlakuan tanpa pembumbunan (P0) dan berat paling kecil dijumpai pada perlakuan pembumbunan dua kali (P2).

4.1.13 Intensitas Kerusakan Umbi

Sidik ragam parameter intensitas kerusakan umbi dapat dilihat pada Lampiran 13. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa faktor varietas dan pembumbunan berpengaruh sangat nyata. Kombinasi antara varietas dan pembumbunan berpengaruh nyata terhadap parameter intensitas kerusakan umbi.


(75)

Ringkasan uji signifikasi intensitas serangan menggunakan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Tanggap Intensitas Kerusakan Umbi Pada perlakuan Varietas dan frekuensi pembumbunan.

Intensitas Kerusakan Umbi Varietas

V1 (Lokal) 47.50a

V2 (Kidal) 40.28b

V3 (Boko) 44.33ab

V4 (Jago) 48.33a

V5 (Sewu) 22.78c

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 47.43a

P1 (Pembumbunan satu kali) 39.00b

P2 (Pembumbunan dua kali) 35.50b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Tabel 15 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Sewu (V5) memberikan hasil dengan intensitas kerusakan umbi paling kecil, sedangkan intensits keusakan paling besar dijumpai pada varietas Lokal (V1). Perlakuan pembumbunan menunjukkan bahwa perlakuan pembumbunan dua kali (P2) memberikan

intensitas kerusakan umbi paling kecil, kemudian pembumbunan satu kali (P1) dan intensitas kerusakan umbi paling besar dijumpai pada perlakuan tanpa

pembumbunan (P0).

Perkembangan intensitas kerusakan umbi pada faktor pembumbunan diberikan pada Gambar 27 berikut ini.


(76)

Gambar 27. Pengaruh Pembumbunan terhadap Intensitas Kerusakan Umbi pada Tanaman Ubi Jalar

Gambar 27 terlihat bahwa perlakuan pembumbunan dua kali (P2) dapat menurunkan tingkat intensitas kerusakan umbi dibandingkan perlakuan pembumbunan satu kali (P1) dan tanpa pembumbunan (P0) .

Tabel 16 berikut ini adalah ringkasan uji signifikasi kombinasi varietas dan pembumbunan pada parameter intensitas kerusakan umbi menggunakan uji Duncan.

Tabel 16. Tanggap Intensitas Kerusakan Umbi pada Kombinasi Varietas dan Pembumbunan

Intensitas Kerusakan

Umbi P

(V) P0 P1 P2

V1 52.50AB 40.00CDE 50.00AB

V2 45.00BCD 39.17CDE 36.67DE

V3 50.50AB 48.34BC 34.17E

V4 58.33A 48.33BC 38.34DE

V5 30.84E 19.17F 18.33F

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 1%


(77)

Tabel 16 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas dan pembumbunan mempengaruhi intensitas kerusakan umbi. Persentase intensitas kerusakan umbi pada kombinasi tanpa pembumbunan varietas tertinggi pada perlakuan tanpa pembumbunan varietas Jago(P0V4) 58.33 %, kombinasi perlakuan pembumbunan satu kali varietas tertinggi persentase intensitas kerusakan umbi pada padaa perlakuan pembumbunan satu kali varietas Boko (P1V3) 48.34%,sedangkan terendah pada perlakuan pembumbunan satu kali varietas Sewu (P1V5) 19.17 %.

Persentase intensitas kerusakan umbi pada perlakuan pembumbunan dua kali varietas tertinggi pada kombinasi pembumbunan dua kali varietas Lokal (P2V0) 50.00%, sedangkan terendah pada pembumbunan dua kali varietas Sewu (P2V5) 18.33%.

Intensitas kerusakan umbi paling kecil terdapat pada varietas Sewu (V5) dengan perlakuan pembumbunan dua kali (P2). Sedangkan intensitas kerusakan umbi paling besar terdapat pada varietas Jago (V4) dengan perlakuan tanpa pembumbunan (P0).

4.1.14 Jumlah Umbi Besar (Buah/Batang)

Sidik ragam parameter jumlah umbi besar dapat dilihat pada Lampiran 14. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa tidak ada satu faktor pun yang nyata, baik faktor varietas, pembumbunan maupun kombinasi.

Ringkasan uji signifikasi parameter jumlah umbi besar terhadap perlakuan varietas dan pembumbunan diberikan Tabel 17 berikut ini.


(78)

Tabel 17. Tanggap Jumlah Umbi Besar (Buah/Batang) pada Perlakuan Varietas dan frekuensi Pembumbunan

Varietas Jumlah Umbi Besar

V1 (Lokal) 0.96a

V2 (Kidal) 1.04a

V3 (Boko) 0.94a

V4 (Jago) 0.77a

V5 (Sewu) 1.10a

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 0.99a P1 (Pembumbunan satu kali) 0.93a P2 (Pembumbunan dua kali) 0.98a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 17 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah umbi besar paling banyak diberikan varietas Sewu (V5), sedangkan pada faktor pembumbunan jumlah umbi besar paling banyak diperoleh pada perlakuan tanpa pembumbunan dua kali (P0). Jumlah umbi besar paling sedikit pada varietas kidal (V2), sedangkan faktor pembumbunan adalah pembumbunan dua kali

4.1.15 Jumlah Umbi Sedang (Buah/Batang)

Sidik ragam parameter jumlah umbi sedang dapat dilihat pada Lampiran 15. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa hanya faktor varietas yang nyata terhadap jumlah umbi sedang. Sedangkan pembumbunan dan kombinasi tidak nyata terhadap parameter jumlah umbi sedang.

Ringkasan uji signifikasi parameter jumlah umbi sedang terhadap perlakuan varietas dan pembumbunan diberikan Tabel 18 berikut ini.


(79)

Jumlah Umbi Sedang Varietas

V1 (Lokal) 0.81a

V2 (Kidal) 0.85a

V3 (Boko) 0.58ab

V4 (Jago) 0.38b

V5 (Sewu) 0.44b

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 0.69a

P1 (Pembumbunan satu kali) 0.61a P2 (Pembumbunan dua kali) 0.54a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Dari Tabel 18 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Kidal (V2) memberikan jumlah umbi sedang paling besar, sedangkan verietas Jago (V4) memberikan jumlah umbi sedang paling kecil. Faktor pembumbunan dua kali mengakibatkan jumlah umbi sedang sedikit sedangkan tanpa pembumbunan mengakibatkan jumlah umbi sedang lebih banyak.

4.1.16 Jumlah Umbi Kecil (Buah/Batang)

Sidik ragam parameter jumlah umbi kecil dapat dilihat pada Lampiran 16. Sidik ragam tersebut dapat dijelaskan bahwa hanya faktor varietas sangat nyata terhadap jumlah umbi kecil. Sedangkan pembumbunan dan kombinasi tidak nyata terhadap parameter jumlah umbi kecil.

Ringkasan uji signifikasi parameter jumlah umbi kecil terhadap perlakuan varietas dan pembumbunan diberikan Tabel 19 berikut ini.

Tabel 19. Tanggap Jumlah Umbi Kecil pada Perlakuan Varietas dan pembumbunan

Varietas Jumlah Umbi Kecil

V1 (Lokal) 3.60a

V2 (Kidal) 1.73b


(80)

V4 (Jago) 0.67c

V5 (Sewu) 1.00bc

Pembumbunan

P0 (Tanpa Pembumbunan) 1.46a

P1 (Pembumbunan satu kali) 1.94a P2 (Pembumbunan dua kali) 1.48a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 19 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Lokal (V1) memberikan jumlah umbi kecil paling banyak, sedangkan varietas Jago (V4) memberikan jumlah umbi kecil paling sedikit. Pengaruh pembumbunan satu kali (P1) mengakibatkan jumlah umbi kecil lebih banyak dibanding pembumbunan dua kali (P2) dan tanpa

pembumbunan (P0).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Varietas Terhadap Serangan Hama Boleng Pada Tanaman Ubi Jalar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap parameter jumlah sulur pada umur tanaman 20-60 hari setelah tanam (HST). Hal ini diduga karena secara genetis varietas yang diuji berbeda responnya terhadap lingkungan dan memiliki potensi yang sama dalam pertumbuhan tanaman ubi jalar, serta dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat berpengaruh terhadap jumlah sulur tanaman.

Rata-rata jumlah sulur terbanyak berdasarkan umur tanaman berada pada varietas lokal (V1) dan kidal (V2). Hal ini menunjukkan bahwa potensi varietas tersebut telah terlihat sejak umur tanaman 20 HST. Pertumbuhan setiap varietas


(1)

LAMPIRAN 25


(2)

(3)

(4)

Lampiran 26. Denah Percobaan

I

II III IV

P2V3 PoV2 P1V5 P1V4 P2V2 PoV1 PoV2 P1V3 P1V1 PoV5 PoV4 P2V1

P1V2 PoV4 P2V2 P2V5 PoV4 P2V4 P2V1 P2V5 P2V3 P1V3 P2V2 P1V2

PoV1 P2V5 P1V1 PoV2 PoV3 P1V3 PoV1 PoV4 P1V2 P1V5 PoV3 P2V3

P2V1 PoV2 PoV5 P1V1 PoV5 P2V2 P2V2 P1V5 P1V4 PoV1 PoV2 P2V4


(5)

Lampiran 27. Jadwal Penelitian Tesis

No Kegiatan Waktu pelaksanaan

Jan Feb Mar April Mai Juni Juli Agus Sept 1 Penelusuran pustaka

2 Konsultasi Pembimbing

3 Penyusunan Proposal 4 Seminar Proposal 5 Pelaksanaan penelitian 6 Pengolahan data 7 Penulisan Tesis 8 Seminar Hasil

9 Ujian Komperehensif


(6)

Lampiran 28 Jadwal Kegiatan Penelitian

No

Tanggal Jenis Kegiatan Keterangan

1 10-02-2008 Pengolahan tanah dan pembuatan guludan 2 17-02-2008 Penanaman

3 07-03-2008 Pengamatan panjang sulur, jumlah sulur, jumlah buku, dan luas daun

Pengamatan ke-1 4 17-03-2008 • Perlakuan pembumbunan pertama dan

penyiangan

• Pengamatan panjang sulur, jumlah sulur, jumlah buku, dan luas daun

Pengamatan ke-2

5 27-03-2008 Pengamatan panjang sulur, jumlah sulur, jumlah buku, dan luas daun

Pengamatan ke-3 6 07-04-2008 • Pengamatan panjang sulur, jumlah

sulur, jumlah buku, dan luas daun • Pengamatan jumlah umbi

Pengamatan ke-4 Pengamatan ke-1 7 17-04-2008 • Pengamatan panjang sulur, jumlah

sulur, jumlah buku, dan luas daun • Pengamatan jumlah umbi

• Pengamatan jumlah larva dan pupa pada pangkal batang

Pengamatan ke-5 Pengamatan ke-2 Pengamatan ke-1 8 27-04-2008 Pengamatan jumlah umbi Pengamatan ke-3 9 02-05-2008 Pengamatan jumlah larva dan pupa pada

pangkal batang

Pengamatan ke-2 10 17-05-2008 Pengamatan jumlah larva dan pupa pada

pangkal batang

Pengamatan ke-3 11 01-06-2008 Pengamatan jumlah larva dan pupa pada

pangkal batang

Pengamatan ke-4 12 17-06-2008 • Pengamatan jumlah larva dan pupa pada

pangkal batang • Pemanenan

• Pengamatan jumlah larva dan pupa pada umbi

• Menghitung persentase kerusakan umbi • Menghitung intensitas kerusakan umbi • Menghitung berat umbi