Analisis genetik dan seleksi generasi awal segregan gandum (Triticum aestivum L) berdaya hasil tinggi

(1)

ANALISIS GENETIK DAN SELEKSI GENERASI AWAL

SEGREGAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.)

BERDAYA HASIL TINGGI

AZIS NATAWIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis „Analisis Genetik dan Seleksi

Generasi Awal Segregan Gandum (Triticum aestivum L.) Berdaya Hasil Tinggi‟

adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Azis Natawijaya A253100051


(3)

ABSTRACT

AZIS NATAWIJAYA. Genetic Analysis and Early Generation Selection to Identify High Yielding Segregants in Wheat (Triticum aestivum L.). Under direction of TRIKOESOEMANINGTYAS and DARDA EFENDI.

The preliminary breeding research series to develop adaptive variety in wheat to low and medium land regions had been conducted. It was started from evaluation and identification of agronomical responses of some introduced varieties, selective hybridization and development the breeding populations, until selection in early generation to identify high yielding potential segregants. First field experiment was conducted at two Indonesian agroecosystems (BIOTROP as low land representative and Cipanas as high land representative) from Mei to September 2011 and others were conducted at Research Station of BALITHI, Cipanas. The first experiment results showed that location had significant effect on wheat performance. High temperature in low land decrease the sink-source capacity, accelerate the seed filling period, and increase the empty floret. The tested genotypes were classified into three tolerance level. Oasis was classified as tolerant genotype, HP1744, LAJ, Menemen, Alibey, Selayar, and Dewata were classified as medium tolerant, and Rabe, H-21, G-21, G-18, and Basribey classified as sensitive genotypes. Analysis of agronomical traits-controlling gene action showed that all of observed traits controlled by poligenic with additive and epistatic effects. The total tillering number, productive tillering number, shoot-root dried weight, seed weight/panicle, and seed number/pland had strong phenotypic correlation with seed weight/plant. On the other hand, based on path analysis only two traits which had high direct effect to seed weight/plant. Those traits are useful for secondary trait in improving yield potential. Four selected traits (seed weight/plants, productive tillering number, seed weight/panicle, ratio of empty floret) had been used to develop an selection index. Selected segregants in Oasis x HP1744 population are O/HP-F2-87, O/HP-F2-93, O/HP-F2-100, 106, 51, 6, 16, 124, O/HP-F2-92, O/HP-F2-39, O/HP-F2-9, O/HP-F2-26, O/HP-F2-31, dan O/HP-F2-123. S/R-F2- 39, S/R-F2-13, S/R-F2-61, S/R-F2-19, S/R-F2-56, S/R-F2-7, and S/R-F2-64 are

selected segregants in Selayar x Rabe population. In addition selected segregants in Dewata x Alibey population are D/A-F2-34, D/A-F2-13, D/A-F2-99, D/A-F2-22,

D/A-F2-70, D/A-F2-4, D/A-F2-33, D/A-F2-80, D/A-F2-25, dan D/A-F2-65. All of

the selected segregants have higher phenotypic performance in all observed traits than their parents.

Key words : wheat, gene action, sink capacity, source capacity, differential selection


(4)

RINGKASAN

AZIS NATAWIJAYA. Analisis Genetik dan Seleksi Generasi Awal Segregan Gandum (Triticum aestivum L.) Berdaya Hasil Tinggi. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DARDA EFENDI.

Gandum merupakan salah satu tanaman pangan penting di dunia termasuk di Indonesia. Kebutuhan gandum di Indonesia terus meningkat secara signifikan dari tahun 1984 sampai 2011. Sampai saat ini, Indonesia masih sangat tergantung terhadap produk gandum impor. Perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat yang meliputi faktor temperatur dan curah hujan merupakan kendala utama dalam upaya produksi gandum di Indonesia. Varietas adaptif merupakan salah kunci penentu keberhasilan pengembangan gandum di Indonesia. Melalui program pemuliaan tanaman yang sistematis varietas adaptif dapat dicapai. Tujuan utama pemuliaan gandum di Indonesia yaitu meningkatkan toleransi gandum terhadap cekaman suhu tinggi dan meningkatkan potensi hasil. Rangkaian penelitian yang dimulai dengan mengevaluasi plasma nutfah introduksi, hibridisasi antar genotipe selektif, dan seleksi segregan harapan hasil rekombinasi telah dilakukan.

Secara umum penelitian ini ditujukan untuk merakit varietas gandum berdaya hasil tinggi dan toleran suhu tinggi. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk (1) mendapatkan informasi respon genotipe gandum terhadap cekaman suhu tinggi; (2) memperoleh informasi kendali genetik pada beberapa kelompok populasi F2 untuk karakter-karakter agronomi gandum di lingkungan berelevasi

tinggi; (3) mendapatkan informasi hubungan antar karakter agronomi dan kriteria seleksi; (4) mendapatkan informasi parameter genetik pada populasi bersegregasi; (5) mengidentifikasi dan mendapatkan segregan potensial berdaya hasil tinggi.

Percobaan evaluasi respon genotipe gandum terhadap cekaman suhu tinggi dilakukan didua lokasi, Kebun Percobaan BIOTROP, Tajur (ketinggian tempat ± 250 m dpl) dan Kebun Percobaan BALITHI, Cipanas (ketinggian tempat ± 1100 m dpl) pada bulan Mei – September 2011. Studi kendali genetik, analisis hubungan antar karakter, dan seleksi generasi awal F2 dilakukan di Kebun

Percobaan BALITHI, Cipanas pada bulan September 2011 – Januari 2012.

Hasil studi respon plasma nutfah gandum di dua agroekosistem berbeda menunjukkan bahwa tidak adanya genotipe yang betul-betul toleran terhadap cekaman suhu tinggi di agroekosistem dataran rendah Indonesia. Secara umum, cekaman suhu tinggi secara signifikan menurunkan kapasitas sink, menurunkan kapasitas source, mempercepat waktu pengisian biji, menghambat perkembangan endosperma, dan meningkatkan kehampaan malai. Penurunan terhadap semua komponen karakter tersebut bermuara kepada penurunan hasil yang signifikan dari dataran tinggi ke dataran rendah. Namun dari hasil studi tersebut diketahui bahwa Oasis dan Selayar merupakan genotipe relatif toleran suhu tinggi karena mampu mempertahankan lama pengisian biji, mampu mempertahankan kapasitas


(5)

sink, serta mampu meminimalkan kehampaan malai. Sementara itu Rabe, H-21, G-21, G-18, dan Basribey merupakan genotipe sensitif suhu tinggi.

Hasil studi kendali genetik karakter agronomi diketahui bahwa hampir semua karakter agronomi yang dipelajari pada percobaan kedua dikendalikan secara poligenik dengan aksi gen aditif dengan pengaruh epistasis baik duplikat maupun komplementer. Namun demikian, terdapat beberapa karakter yang dikendalikan oleh gen mayor. Adanya epistasis yang nyata pada hampir semua karakter, menegaskan bahwa perlu lebih banyak individu-individu segregan yang ditanam di generasi berikutnya untuk meningkatkan perolehan segregan harapan. Selain itu, pengaruh epistasis komplementer dan duplikat akan menurun seiring dengan lanjutnya generasi bersegregasi.

Pada percobaan ketiga diketahui bahwa karakter jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan jumlah biji/tanaman memiliki koefisien korelasi yang tertinggi, positif, sangat nyata dengan karakter bobot biji/tanaman. Sementara itu hasil analisis lintas menunjukkan bahwa karakter jumlah anakan produktif dan bobot biji/malai memiliki pengaruh langsung yang tertinggi dan perolehannya konsisten untuk ketiga kelompok populasi F2 yang diuji. Karakter jumlah anakan produktif dan

bobot biji/malai dapat digunakan sebagai penanda untuk menyeleksi segregan-segregan berdaya hasil tinggi.

Nilai diferensial seleksi menggunakan seleksi berbasis indeks memberikan hasil yang tidak terpaut jauh dengan perolehan diferensial seleksi berbasis karakter target. Karakter – karakter yang digunakan dalam menyusun indeks seleksi didasarkan dari hasil penelitian ke 3 dan 4, berdasarkan keeratan hubungannya dengan karakter hasil dan nilai heritabilitas dengan pembobot heritabilitas dan koefisien lintas. Dengan demikian, segregan yang terpilih merupakan segregan yang memiliki karakter unggul untuk hampir semua karakter yang diamati. Diferensial seleksi berdasarkan indeks seleksi pada populasi Oasis x HP1744 yaitu 9.02 gram, populasi Selayar x Rabe yaitu 11.76 gram, dan populasi Dewata x Alibey yaitu 11.03 gram.

Segregan-segregan terseleksi di populasi Oasis x HP1744 yaitu O/HP-F2-87, O/HP-F2-93, O/HP-F2-100, O/HP-F2-106, O/HP-F2-51, O/HP-F2-6, O/HP-F2-16, O/HP-F2-124, O/HP-F2-92, O/HP-F2-39, O/HP-F2-9, O/HP-F2-26, O/HP-F2-31, dan O/HP-F2-123. S/R-F2- 39, S/R-F2-13, S/R-F2-61, S/R-F2-19,

S/R-F2-56, S/R-F2-7, dan S/R-F2-64 merupakan segregan-segregan terseleksi

dipopulasi Selayar x Rabe. Sedangkan segregan – segregan terseleksi di populasi Dewata x Alibey yaitu D/A-F2-34, D/A-F2-13, D/A-F2-99, D/A-F2-22, D/A-F2-70,

D/A-F2-4, D/A-F2-33, D/A-F2-80, D/A-F2-25, dan D/A-F2-65. Segregan-segregan

terpilih memiliki keragaan yang jauh lebih baik dibanding tetua-tetuanya untuk semua karakter.

Kata kunci : gandum, kendali genetik, kapasitas sink, kapasitas source, diferensial Seleksi


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

ANALISIS GENETIK DAN SELEKSI GENERASI AWAL

SEGREGAN GANDUM (

Triticum aestivum

L.)

BERDAYA HASIL TINGGI

AZIS NATAWIJAYA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Judul Tesis : Analisis Genetik dan Seleksi Generasi Awal Segregan Gandum (Triticum aestivum L.) Berdaya Hasil Tinggi Nama : Azis Natawijaya

NRP : A253100051

Mayor : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(10)

PRAKATA

Pengembangan genotipe-genotipe gandum yang toleran suhu tinggi dan berproduksi tinggi di lingkungan berelevasi rendah dan medium merupakan tujuan utama dalam kegiatan pemuliaan tanaman gandum di Indonesia. Tesis yang

berjudul “ Analisis Genetik dan Seleksi Generasi Awal Segregan Gandum

(Triticum aestivum L.) Berdaya Hasil Tinggi” merupakan salah satu upaya untuk

mengurai dan memahami kendala adaptasi gandum di lingkungan berelevasi rendah dan upaya untuk merakit varietas gandum harapan. Di tahun mendatang dan tidak terlalu lama diharapkan varietas – varietas gandum unggul dapat dihasilkan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. dan Dr. Ir. Darda Efendi selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, saran, kritikan, dan masukan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, dan penulisan tesis.

2. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK., M.S. selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas saran-saran untuk perbaikan tesis.

3. Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. selaku dosen penguji perwakilan dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis atas saran-saran untuk perbaikan tesis.

4. Seluruh staf pengajar di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman IPB yang telah mendidik dan membekali penulis tentang pengetahuan pemuliaan tanaman, bioteknologi, dan genetika.

5. Dr.Sc.Agr., Ir. Agung Karuniawan, M.Sc.Agr. dan Dr. Ir. Nani Hermiati, M.S. staf pengajar di Program Studi Pemuliaan Tanaman UNPAD sebagai guru penulis yang telah membina dan membekali penulis dengan pengetahuan dasar kestatistikaan, sumber daya genetik tanaman, dan pemuliaan tanaman.


(11)

6. Koordinator Proyek Pengembangan Gandum IPB (Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.), Konsorsium Gandum Indonesia, Amin Nur, S.P.M.Si., Dr. Azrai, S.P.,M.P., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam Tim Penelitian Pemuliaan Gandum Tropis. 7. Bapak Gregori G. Hambali, M.Sc. dan Ibu Ir. Indijani Kusudiarjo atas

dukungan moril maupun materil kepada penulis selama menempuh program magister.

8. Ibu Anih, Bapak Nasirun (Alm.), Istri tercinta Zetri Ramalisa, adik-adik, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan kasih sayangnya.

9. Kepada seluruh teman-teman PBT-2010 dan FORSCA-AGH-IPB yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah menjadi keluarga penulis selama sama-sama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

10. Tim Penelitian Pemuliaan Gandum Lab. Genetika dan Pemuliaan IPB (Amin Nur, S.P., M.Si., Rahmah, S.P., M.Si., Eka Bobby Febrianto, S.P., Sri Wardani, S.P., Maya, S.P.) atas kebersamaan dan bantuannya selama melakukan penelitian.

Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat membawa manfaat bagi penulis dan juga bermanfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu dan bidang pertanian, khususnya di bidang genetika dan pemuliaan tanaman gandum tropis.

Bogor, Agustus 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat pada 27 Januari 1988 sebagai putra pertama dari dua bersaudara dari ayah Nasirun (Alm.) dan ibu Anih. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran pada Agustus 2006 – Maret 2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan magister di program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Penerapan Metode Pemuliaan Tanaman (PMPT) 2008/2009, Keprofesionalan Pemuliaan Tanaman II (KPT-II) 2008/2009, Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati (PSDH) 2009/2010, dan Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan Tanaman (TRAPP) 2009/2010. Penulis juga pernah menjadi asisten peneliti di Laboratorium Pemuliaan Tanaman UNPAD tahun 2008 – 2010, menjadi anggota tim eksplorasi ubi-ubian lokal di Jawa Barat, koordinator tim eksplorasi Amorphophallus di Sumatera Barat, koordinator tim eksplorasi kerabat liar ubi jalar di Citatah Jawa Barat.

Pada tahun 2011 penulis mengikuti program summer course di IPB yang diadakan IPB bekerja sama dengan Universitas Ibaraki Jepang, di tahun yang sama penulis mengikuti program winter course di Universitas Ibaraki Jepang. Menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar Pemuliaan Tanaman di IPB tahun 2012.


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN ... ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

Hipotesis ... 9

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

Asal Usul Tanaman Gandum ... 10

Aspek Morfologi dan Agronomi Gandum ... 11

Respon Tanaman Terhadap Cekaman Suhu Tinggi ... 12

Mekanisme Adaptasi Gandum Terhadap Cekaman Suhu Tinggi ... 15

Pemuliaan Gandum Terhadap Cekaman Abiotik ... 16

Studi Pewarisan Sifat dan Pendugaan Parameter Genetik ... 19

Seleksi dan Hubungan Antar Karakter Tanaman ... 20

RESPON PLASMANUTFAH GANDUM DI DUA AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS KERAGAMAN GENETIKNYA ... 25

Abstrak ... 25

Abstract ... 25

Pendahuluan ... 26

Bahan dan Metode ... 27

Hasil dan Pembahasan ... 32

Kesimpulan ... 48

PENDUGAAN AKSI GEN KARAKTER AGRONOMI PADA TIGA KELOMPOK POPULASI F2 GANDUM DI LINGKUNGAN BERELEVASI TINGGI ... 49

Abstrak ... 49

Abstract ... 49

Pendahuluan ... 50

Bahan dan Metode ... 51

Hasil dan Pembahasan ... 54

Kesimpulan ... 95

ANALISIS LINTAS KARAKTER AGRONOMI PADA TIGA KELOMPOK POPULASI F2 GANDUM DI LINGKUNGAN BERELEVASI TINGGI ... 96

Abstrak ... 96

Abstract ... 96

Pendahuluan ... 97

Bahan dan Metode ... 99

Hasil dan Pembahasan ... 100


(14)

KERAGAMAN GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI PADA TIGA KELOMPOK

POPULASI F2 GANDUM ... 115

Abstrak ... 115

Abstract ... 115

Pendahuluan ... 116

Bahan dan Metode ... 117

Hasil dan Pembahasan ... 118

Kesimpulan ... 127

SELEKSI GENERASI AWAL SEGREGAN F2 GANDUM UNTUK PERBAIKAN DAYA HASIL ... 128

Abstrak ... 128

Abstract ... 128

Pendahuluan ... 129

Bahan dan Metode ... 131

Hasil dan Pembahasan ... 132

Kesimpulan ... 145

PEMBAHASAN UMUM ... 146

KESIMPULAN DAN SARAN ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152


(15)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi Beberapa Spesies Triticum Berdasarkan Kelas

Ploidi...……... 11

2. Struktur Analisis Ragam dan Penguraian Kuadrat Tengah... 29 3. Struktur Analisis Ragam Gabungan dan Penguraian Kuadrat

Tengah...……...………... 30

4. Hasil Analisis Ragam Gabungan di Dua Lokasi …...…... 33 5. Tabel Dwi Arah Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan

Produktif, dan Umur Berbunga..………... 36

6. Tabel Dwi Arah Karakter Umur Panen, Luas Daun Bendera, dan Kehijauan Daun Bendera...

37

7. Tabel Dwi Arah Karakter Panjang Malai, Jumlah Spikelet/Malai, dan Kerapatan Spikelet...

39

9. Tabel Dwi Arah Karakter Bobot Biji/Malai, Jumlah

Biji/Tanaman, dan Bobot Biji/Tanaman...

40

10. Indeks Sensitivitas 12 Genotipe Gandum... 41 11. Komponen Ragam 15 Karakter Agronomi... 45 12. Heritabilitas dan Selang Kepercayaan Heritabilitas Karakter

Agronomi...

47

13. Matriks Korelasi Karakter Agronomi Pada Populasi Oasis x HP174...

102

14. Matriks Korelasi Karakter Agronomi Pada Populasi Selayar x Rabe...

103

15. Matriks Korelasi Karakter Agronomi Pada Populasi Dewata x Alibey...

104

16. Matriks Analisis Lintas terhadap Karakter Bobot Biji/Tanaman Populasi Oasis x HP1744...


(16)

17. iks Analisis Lintas terhadap Karakter Bobot Biji/Tanaman Populasi

Selayar x Rabe... 111

18. Matriks Analisis Lintas terhadap Karakter Bobot Biji/Tanaman

Populasi Dewata x Alibey... 111

19. Hasil Analisis Komponen Ragam dan Heritabilitas pada Tiga Kelompok Populasi F2...

126

20. Diferensial Seleksi untuk Beberapa Metode Seleksi pada Tiga Kelompok Populasi F2...

139

21. Keragaan Segregan Oasis x HP1744 Hasil Seleksi Berbasis Indeks dengan Intensitas Seleksi 10%...

141

22. Keragaan Segregan Selayar x Rabe Hasil Seleksi Berbasis

Indeks dengan Intensitas Seleksi 10%...

142

23. Keragaan Segregan Dewata x Alibey Hasil Seleksi Berbasis Indeks dengan Intensitas Seleksi 10%...


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Alur Kegiatan Penelitian... 8

2. Rata-rata Temperatur Bulanan di Dua Agroekosistem... 32

3. Grafik BiplotGenotipe dan Karakter Berdasarkan Indeks

Sensitivitas... 42

4. Fertilitas Polen Beberapa Genotipe Gandum Berdasarkan Metode

Pewarnaan di Dua Agroekosistem... 44

5. Morfologi Polen Beberapa Genotipe Gandum... 44

6

7.1

Prosedur Persilangan Tanaman Gandum...………...

Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Anakan Total Hasil

Persilangan Oasis x HP1744...

52

57

7.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Anakan Total Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 57

7.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Anakan Total Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 57

8.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Anakan Produktif

Hasil Persilangan Oasis x HP1744... 60

8.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Anakan Produktif

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 60

8.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Anakan Produktif

Hasil Persilangan Dewata x Alibey... 60

9.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Tinggi Tanaman Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 62

9.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Tinggi Tanaman Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 62

9.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Tinggi Tanaman Hasil


(18)

10.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Kehijauan Daun Bendera

Hasil Persilangan Oasis x HP1744... 64

10.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Kehijauan Daun Bendera

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 64

10.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Kehijauan Daun Bendera

Hasil Persilangan Dewata x Alibey... 64

11.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Luas Daun Bendera Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 66

11.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Luas Daun Bendera Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 66

11.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Luas Daun Bendera Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 66

12.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Umur Berbunga Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 69

12.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Umur Berbunga Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 69

12.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Umur Berbunga Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 69

13.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Umur Panen Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 70

13.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Umur Panen Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 70

13.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Umur Panen Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 70

14.1 Sebaran Populasi F2 untuk Panjang Malai Tanaman Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 72

14.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Panjang Malai Tanaman

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 72

14.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Panjang Malai Tanaman

Hasil Persilangan Dewata x Alibey... 72

15.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Spikelet/Malai Hasil


(19)

15.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Spikelet/Malai Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 74

15.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Spikelet/Malai Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 74

16.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Kerapatan Spikelet/Malai

Hasil Persilangan Oasis x HP1744... 76

16.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Kerapatan Spikelet/Malai

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 76

16.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Kerapatan Spikelet/Malai

Hasil Persilangan Dewata x Alibey... 76

17.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Biji/Malai Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 78

17.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Biji/Malai Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 78

17.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Biji/Malai Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 78

18.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Floret

Hampa/Malai Hasil Persilangan Oasis x HP1744... 80

18.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Floret Hampa /Malai

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 80

18.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Floret Hampa/Malai

Hasil Persilangan Dewata x Alibey... 80

19.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Rasio Floret Hampa/Malai

Hasil Persilangan Oasis x HP1744... 83

19.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Rasio Floret Hampa/ Malai

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 83

19.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Rasio Floret Hampa/Malai

Hasil Persilangan Dewata x Alibey... 83

20.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Biji/Tanaman Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 85

20.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Biji/Tanaman Hasil


(20)

20.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Jumlah Biji/Tanaman Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 85

21.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Kering Tajuk Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 87

21.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Kering Tajuk

Hasil Persilangan Selayar x Rabe... 87

21.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Kering Tajuk Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 87

22.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Kering Akar Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 88

22.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Kering Akar Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 88

22.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Kering Akar Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 88

23.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Indeks Panen Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 89

23.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Indeks Panen Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 89

23.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Indeks Panen Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 89

24.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Biji/Malai Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 91

24.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Biji/Malai Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 91

24.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Biji/Malai Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 91

25.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot 50 Biji Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 92

25.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot 50 Biji Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 92

25.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot 50 Biji Hasil


(21)

26.1 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Biji/Tanaman Hasil

Persilangan Oasis x HP1744... 93

26.2 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Biji/Tanaman Hasil

Persilangan Selayar x Rabe... 93

26.3 Sebaran Populasi F2 untuk Karakter Bobot Biji/Tanaman Hasil

Persilangan Dewata x Alibey... 93

27.1 Diagram Lintas Karakter Bobot Biji/Tanaman Populasi Oasis x

HP1744... 112

27.2 Diagram Lintas Karakter Bobot Biji/Tanaman Populasi Selayar x

Rabe... 112

27.3 Diagram Lintas Karakter Bobot Biji/Tanaman Populasi Dewata x

Alibey... 112

28. Pertumbuhan individu-individu populasi F2 hasil persilangan

Oasis x HP1744... 119

29. Pertumbuhan individu-individu populasi F2 hasil persilangan

Selayar x Rabe... 119

30. Pertumbuhan individu-individu populasi F2 hasil persilangan

Dewata x Alibey... 119

31. Variasi Morfologi Beberapa Zuriat F2 Populasi Oasis x HP1744.. 121

32. Variasi Morfologi Malai Populasi Oasis x HP1744... 122 33. Variasi Morfologi Malai Populasi Selayar x Rabe... 122

34. Variasi Karakteristik Akar dan Tajuk Pada 3 Kelompok

Populasi F2... 123

35.1 Sebaran Segregan-segregan Oasis x HP1744 untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif... 133

35.2 Sebaran Segregan-segregan Selayar x Rabe untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif... 133

35.3 Sebaran Segregan-segregan Dewata x Alibey untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif... 133

36.1 Sebaran Segregan-segregan Oasis x HP1744 untuk Karakter


(22)

36.2 Sebaran Segregan-segregan Selayar x Rabe untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Bobot Biji/Malai... 134

36.3 Sebaran Segregan-segregan Dewata x Alibey untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Bobot Biji/Malai... 134

37.1 Sebaran Segregan-segregan Oasis x HP1744 untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Rasio Floret Hampa... 136

37.2 Sebaran Segregan-segregan Selayar x Rabe untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Rasio Floret Hampa... 136

37.3 Sebaran Segregan-segregan Selayar x Rabe untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Rasio Floret Hampa... 136

38.1 Sebaran Segregan-segregan Oasis x HP1744 untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Umur Panen... 138

38.2 Sebaran Segregan-segregan Selayar x Rabe untuk Karakter

Bobot Biji/Tanaman dan Umur Panen... 138

38.8 Sebaran Segregan-segregan Dewata x Alibey untuk Karakter


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan populasi penduduk yang terus meningkat harus diimbangi dengan pemenuhan sumber pangan yang berkualitas. Menurut Amien (2004) jumlah penduduk dunia diperkirakan akan meningkat dari enam milyar pada tahun 2004 menjadi 8 milyar pada tahun 2020. Di Indonesia laju pertambahan penduduk terus meningkat. Saat ini populasi penduduk Indonesia sekitar 237 juta jiwa (BPS 2010). Upaya pemenuhan sumber pangan yang berkualitas merupakan permasalahan dan tantangan saat ini terkait dengan permasalahan lain yaitu penurunan luasan areal pertanaman dan perubahan kondisi agroekosistem akibat perubahan iklim global. Serealia merupakan kelompok tanaman yang memiliki peran penting sebagai sumber pangan. Gandum sebagai tanaman dari kelompok serealia merupakan sumber pangan penting di dunia.

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman alloheksaploid yang berasal dari daerah subtropis. Gandum memiliki peranan sebagai pendukung ketahanan pangan dunia karena secara global tanaman ini merupakan komoditas serealia yang paling banyak diusahakan di dunia (Sleper dan Poehlman 2006). Sebagai sumber pangan, gandum dikonsumsi oleh sekitar dua milyar penduduk di dunia yaitu sekitar 36% dari total penduduk dunia (Wittenberg 2004).

Di Indonesia, kebutuhan terhadap gandum cenderung meningkat setiap tahun seiring meningkatnya populasi penduduk dan meningkatnya produk olahan berbasis tepung terigu. Gandum digunakan sebagai bahan baku untuk produk makanan seperti roti, mie instan, biskuit, dan juga dijual dalam bentuk tepung terigu. Pada tahun 1984 konsumsi tepung terigu mencapai 6.18 kg/kapita/tahun, tahun 1988 meningkat menjadi 6.59 kg/kapita/tahun, tahun 1990 9.17 kg, tahun 1999 sebesar 14.29 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2003 konsumsi terigu 15.00 kg/kapita/tahun, tahun 2007 17.10 kg/kapita/tahun, dan diproyeksikan terus meningkat setiap tahun (APTINDO 2012).

Kebutuhan gandum yang terus meningkat belum mampu diimbangi dengan upaya produksi yang dilakukan di Indonesia. Hal ini menyebabkan nilai impor


(24)

gandum terus meningkat. Pada tahun 2007, Indonesia mengimpor 4.770.000 ton atau setaran dengan US$697.524.000 (APTINDO 2012). Upaya untuk pemenuhan kebutuhan gandum dalam negeri dapat dilakukan dengan pengusahaan gandum di Indonesia. Upaya ini dapat mengurangi dan menekan ketergantungan impor gandum. Menurut Sastrosoemarjo et al. (2004), pengembangan areal pertanaman gandum di Indonesia diharapkan tidak menggunakan daerah – daerah berelevasi tinggi, karena akan bersaing dengan produksi komoditas hortikultura. Pengembangan gandum harus diarahkan pada daerah berelevasi rendah sampai sedang yang di Indonesia masih tersedia cukup luas, yaitu 313 502 ha (Sastrosoemarjo et al. 2004).

Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan gandum di elevasi rendah dan medium yaitu perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat dan belum tersedianya varietas yang mampu beradaptasi baik pada daerah dengan elevasi yang rendah dan sedang. Perbedaan kesesuaian kondisi agroklimat yang dominan yaitu perbedaan faktor temperatur dan ketersediaan air.

Cekaman suhu tinggi menjadi salah satu faktor pembatas dalam upaya pengusahaan gandum di daerah berelevasi rendah dan medium, karena pada dasarnya gandum merupakan tanaman subtropis yang menghendaki suhu 10-21oC sebagai suhu optimalnya untuk proses pertumbuhan dan perkembangan (Ginkel dan Villareal 1996). Menurut Peet dan Willits (1998) cekaman suhu tinggi sering didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang melebihi ambang kerusakan untuk periode waktu yang cukup menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik (irreversible) pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga batasan suhu tinggi untuk tiap tanaman akan tergantung habitat asal tanaman.

Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda dan spesifik untuk tiap tipe cekaman. Genotipe selektif terhadap cekaman merupakan genotipe yang memiliki mekanisme adaptasi baik fisiologi, anatomi, maupun morfologi. Suhu tinggi yang bersifat sementara maupun konstan menyebabkan perubahan morfo-anatomis, fisiologis, dan biokomiawi pada tumbuhan. Hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan serta menyebabkan berkurangnya hasil yang bernilai ekonomi (Wahid et al. 2007). Secara umum cekaman suhu tinggi berpengaruh terhadap penurunan hasil dan kualitas hasil tanaman secara


(25)

signifikan. Barnabas et al. (2008) mengemukakan terjadinya penurunan hasil dan kualitas hasil gandum terjadi karena ketidakseimbangan antara sink-source, kerusakan protein yang menyebabkan gangguan selama proses pembelahan sel mitosis, menginduksi biosintesis asam absisat yang menyebabkan penuaan dini, terhambatnya proses fotosintesis, penutupan stomata, sterilitas polen, penurunan viabilitas polen dan stigma yang menyebabkan kegagalan proses fertilisasi.

Sifat toleransi gandum terhadap cekaman suhu tinggi dapat diperbaiki dan ditingkatkan melalui perakitan varietas baru dalam program pemuliaan tanaman. Tujuan program pemuliaan tanaman gandum di Indonesia juga diarahkan untuk merakit varietas gandum berdaya hasil tinggi selain toleran pada lingkungan bersuhu tinggi. Pendekatan pemuliaan yang dipilih adalah pendekatan pemuliaan yang mampu mengintegrasikan sifat toleransi terhadap lingkungan bersuhu tinggi dan sifat daya hasil tinggi.

Pendekatan seleksi berulang di dua lingkungan berbeda (shuttle breeding) merupakan pendekatan yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Shuttle breeding merupakan pendekatan pemuliaan yang melibatkan dua lingkungan (optimum dan bercekaman) sebagai lingkungan seleksi. Pada lingkungan optimum gen-gen produktivitas akan terekspresi secara optimal, sehingga eksplorasi dan identifikasi genotipe untuk daya hasil tinggi dilakukan di lingkungan ini. Sementara eksplorasi untuk sifat toleransi suhu tinggi dilakukan di lingkungan bercekaman karena gen-gen pengendali sifat toleransi akan terekspresi secara penuh pada lingkungan ini. Efisiensi dan efektifitas pendekatan shuttle breeding dalam merakit varietas gandum berdaya hasil tinggi dan mampu beradaptasi pada beberapa tipe lingkungan telah dilaporkan oleh Ortiz et al.

(2011).

Tim Penelitian Pemuliaan Gandum Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB bekerja sama dengan Konsorsium Gandum Indonesia telah mengintroduksi sejumlah varietas gandum dari beberapa negara dan mengevaluasinya di lingkungan tropis Indonesia baik lingkungan yang berelevasi tinggi maupun di lingkungan berelevasi rendah dan medium. Varietas-varietas terseleksi hasil uji adaptasi akan digunakan dalam membentuk varietas baru menggunakan pendekatan shuttle breeding.


(26)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dikoordinasikan oleh Tim Konsorsium Gandum Indonesia yang bertujuan untuk memperoleh varietas gandum yang berdaya hasil tinggi dan mampu beradaptasi baik di lingkungan tropis Indonesia secara umum dan adaptif di lingkungan agroekosistem dataran rendah dan medium secara khusus dalam mendukung kemandirian produksi gandum.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendapatkan informasi respon genotipe gandum terhadap cekaman suhu tinggi; (2) memperoleh informasi kendali genetik pada beberapa kelompok populasi F2 untuk

karakter-karakter agronomi gandum di lingkungan berelevasi tinggi; (3) mendapatkan informasi hubungan antar karakter agronomi dan kriteria seleksi; (4) mendapatkan informasi parameter genetik pada populasi bersegregasi; (5) mengidentifikasi dan mendapatkan segregan potensial berdaya hasil tinggi dan putatif toleran suhu tinggi.

Kerangka Pemikiran

Sebagai salah satu tanaman menyerbuk sendiri, gandum memiliki konstitusi genetik homozigot dan homogenous dalam satu populasi. Keragaman genetik pada tanaman ini terlihat antar populasi maupun antar famili pada populasi bersegregasi. Perbedaan latar belakang genetik pada tanaman ini akan menyebabkan perbedaan respon terhadap cekaman suhu tinggi.

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan spesies alloheksaploid dengan jumlah kromosom 2n=6x=42. Satu set kromosom gandum berjumlah 7. Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) tergolong tanaman menyerbuk sendiri karena bersifat Cleistogami (pollen dan stigma terdapat dalam satu bunga dan matang secara bersamaan sebelum bunga mekar) (Acquaah 2007). Sebagai tanaman menyerbuk sendiri, secara alami tanaman gandum bersifat homozigot pada setiap lokus gen, homogen dalam satu populasi, dan heterogen antar populasi. Anggapan ini didasarkan kepada mekanisme pembentukan homozigositas pada tanaman menyerbuk sendiri (Sleper dan Poehlman 2006). Pewarisan gen – gen pada


(27)

tanaman gandum bersifat disomik karena secara alami orientasi perpasangan disomik dan homolog dikendalikan oleh gen Ph1 di kromosom 5 genome B (Acquaah 2007). Adanya orientasi perpasangan disomik pada gandum, memungkinkan pendugaan jumlah gen dan pewarisan sifatnya dapat dilakukan dan dianalisis seperti halnya tanaman diploid.

Penelitian tentang pengaruh suhu tinggi terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada tanaman serealia maupun komoditas tanaman lain telah banyak dilaporkan oleh para peneliti (Stone 2001; Maestri et al. 2002; Jagadish et al. 2007; Wahid et al. 2007; Barnabas et al. 2008; Bukovnik et al. 2009; Hurkman et al. 2009; Thuzar et al. 2010; Xu et al. 2010; Yildirim & Bahar 2010; Sakata et al. 2010). Secara umum cekaman suhu tinggi berpengaruh terhadap penurunan hasil dan kualitas hasil tanaman secara signifikan. Barnabas

et al. (2008) mengemukakan terjadinya penurunan hasil dan kualitas hasil gandum terjadi karena ketidakseimbangan antara sink-source, kerusakan protein yang menyebabkan gangguan selama proses pembelahan sel mitosis, menginduksi biosintesis asam absisat yang menyebabkan penuaan dini, terhambatnya proses fotosintesis, penutupan stomata, sterilitas polen, penurunan viabilitas polen dan stigma yang menyebabkan kegagalan proses fertilisasi. Sakata et al. (2010) telah berhasil mengidentifikasi dan melaporkan bahwa fase awal pada saat perkembangan anther adalah fase yang paling peka terhadap suhu tinggi pada tanaman gandum dan barley. Hasil ini selaras dengan penelitian Farrell et al. (2006) dalam Jagadish et al. (2007) pada tanaman padi.

Beberapa mekanisme toleransi dan adaptasi gandum terhadap cekaman suhu tinggi dikemukakan dan diusulkan oleh para peneliti (Mohammadi et al. 2007; Wahid et al. 2007; Sakata et al. 2010) . Pada dasarnya mekanisme toleransi gandum terhadap cekaman suhu tinggi meliputi toleransi sifat morfologi, anatomi, dan fisiologi. Belum banyak laporan mengenai bagaimana pola pewarisan dan aksi gen karakter-karakter toleransi.

Mohammadi et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa karakter bobot biji di bawah kondisi cekaman suhu tinggi merupakan karakter yang lebih baik untuk menyaring genotipe toleran dibanding karakter – karakter fisiologis seperti stabilitas suhu membran, aktivitas antioksidan, dan komposisi


(28)

senyawa fenolik. Pola pewarisan karakter komponen hasil dan hasil gandum pada kondisi optimal telah dilaporkan oleh Erkul et al. (2010). Terdapat pengaruh gen aditif dan dominan serta interaksinya pada karakter panjang malai, jumlah spikelet/malai, bobot 1000 biji, dan daya hasil. Novoselovic et al. (2004) melaporkan terdapat pengaruh gen aditif yang nyata pada beberapa sifat kuantitatif. Dalam penelitiannya tinggi tanaman merupakan sifat kuantitatif yang memiliki nilai heritabilitas arti sempit yang tinggi (81%).

Genotipe – genotipe gandum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2 genotipe gandum yang sudah dikembangkan di Indonesia dan 4 genotipe introduksi yang berasal dari wilayah yang berbeda. Perbedaan wilayah asal mengindikasikan latar belakang genetik yang berbeda. Genotipe – genotipe yang berasal dari wilayah yang berbeda akan memiliki kekerabatan yang lebih jauh dibanding genotipe – genotipe yang berasal dari satu wilayah. Analisis pola pewarisan sifat dan pendugaan model genetik dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan yaitu analisis dialel dan analisis populasi bersegregasi (populasi F2).

Pendugaan pewarisan pada populasi F2 memberikan gambaran sebaran populasi

berbasis fenotipe sebagai refleksi variasi genotipe maksimum.

Rekombinasi di antara tetua selektif pada tanaman gandum merupakan upaya memfiksasi alel-alel dominan ke dalam segregan-segregannya, sehingga upaya ini sering menghasilkan segregan-segregan yang memiliki keragaan lebih baik dibanding tetua-tetuanya. Menurut Sleper dan Poehlman (2006), segregasi gen-gen yang menyebabkan mengumpulnya sejumlah alel dominan pada beberapa segregan disebut segregasi transgresif. Individu – individu hasil segregasi transgresif yang memiliki keragaan di luar rentang keragaan tetuanya disebut segregan transgresif. Segregan transgresif secara teori dapat diperoleh pada generasi selfing ke-1 (F2) dengan asumsi populasi minimumnya terpenuhi.

Identifikasi dan seleksi segregan-segregan yang memiliki potensi hasil tinggi dapat dilakukan pada generasi awal. Perbaikan pada karakter hasil tidak dapat dilakukan hanya pada karakter target karena karakter hasil umumnya tidak dapat berdiri sendiri melainkan dipengaruhi oleh karakter-karakter yang lain. Kajian dan pendugaan hubungan antar karakter hasil dengan karakter agronomi yang lain penting dilakukan sebagai salah satu dasar pemilihan metode seleksi


(29)

yang akan digunakan. Karakter umur panen, jumlah anakan per tanaman, jumlah malai per tanaman, bobot malai kering, dan bobot malai panen dilaporkan memiliki korelasi positif yang sangat nyata dengan hasil per tanaman. Karakter jumlah anakan per tanaman, jumlah malai per tanaman, jumlah butir per malai, dan bobot 100 butir dilaporkan memiliki pengaruh langsung tertinggi terhadap hasil per tanaman. Sementara itu karakter-karakter yang diduga memiliki pengaruh tidak langsung tertinggi terhadap hasil per tanaman yaitu karakter umur panen, bobot malai kering, dan bobot malai panen melalui karakter jumlah anakan dan jumlah malai per tanaman (Budiarti et al. 2004). Banyaknya karakter komponen hasil yang berkorelasi dengan hasil mengindikasikan bahwa metode seleksi berbasis indeks merupakan salah satu metode seleksi yang cocok dan efektif digunakan untuk menyeleksi segregan-segregan berpotensi hasil tinggi.

Acquaah (2007) menjelaskan bahwa penerapan metode seleksi berbasis indeks menghasilkan segregan atau genotipe-genotipe berkarakter ideal untuk karakter-karakter yang dilibatkan dalam indeks seleksi. Pembobot yang dapat digunakan untuk indeks seleksi yaitu nilai parameter genetiknya dan nilai ekonomis karakter. Pembobot berbasis parameter genetik digunakan dalam kegiatan seleksi segregan harapan di generasi awal, sementara itu pembobot berbasis nilai ekonomis karakter digunakan dalam kegiatan seleksi di generasi lanjut atau pada saat uji adaptasi dan stabilitas.

Perakitan varietas gandum berdaya hasil tinggi dan adaptif di lingkungan tropis terutama dataran rendah merupakan upaya yang saat ini sedang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gandum impor. Dalam penelitian ini dilakukan serangkaian percobaan untuk memperbaiki potensi genetik plasma nutfah gandum. Percobaan pertama yaitu mengevaluasi, karakterisasi, dan observasi respon genotipe terhadap perbedaan kondisi agroekosistem terutama difokuskan kepada perbedaan faktor temperatur. Percobaan kedua dan selanjutnya diarahkan untuk menghasilkan segregan-segregan terbaik melalui kegiatan hibridisasi antar varietas selektif. Alur kegiatan penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1.


(30)

Gambar 1. Alur Kegiatan Penelitian

P1. Karakterisasi Plasma Nutfah Gandum di Dua Agroekosistem

Tetua Terpilih untuk Hibridisasi

Pembentukan Populasi Bersegregasi

3 Kelompok Populasi Bersegregasi (Oasis/HP1744, Selayar/Rabe, Dewata/Alibey)

P2. Pendugaan Aksi Gen Karakter Agronomi di Dataran TInggi

P3. Analisis Lintas Karakter Agronomi

P4. Keragaan, Keragaman Genetik, dan Heritabilitas Karakter Agronomi

P5. Seleksi Segregan Potensial untuk Perbaikan Daya Hasil

Segregan Berdaya Hasil Tinggi Koleksi Plasmanutfah Gandum


(31)

Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah : (1) terdapat perbedaan respon diantara plasma nutfah gandum di dua agroekosistem ; (2) Karakter-karakter agronomi pada tiga kelompok populasi F2 dikendalikan secara

poligenik dengan aksi gen aditif; (3) Terdapat keragaman genetik yang luas di populasi bersegregasi dengan nilai heritabilitas dari sedang sampai tinggi; (4) Ada beberapa karakter agronomi yang memiliki pengaruh langsung yang tinggi terhadap karakter hasil; (5) Ada beberapa genotipe terseleksi yang memiliki keragaan yang lebih baik dibanding kedua tetuanya.


(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul Tanaman gandum

Gandum pertama kali ditanam di Asia Tengah di kawasan yang kini dikenal sebagai lembah subur (Fertile-crescent). Bukti tertua bagi penanaman gandum berasal dari Syria, Jordan, Turki, Armenia dan Irak (Wikipedia 2011). Sleper dan Poehlman (2006) menjelaskan bahwa asal usul genetik gandum merupakan contoh klasik bagaimana spesies – spesies liar dapat saling berekombinasi di alam untuk menghasilkan suatu bentuk poliploidi alami. Gandum (Triticum aestivum) merupakan spesies yang berasal dari genus Triticum, Tribe Triticeae, dan Famili Poaceae. Triticeae merupakan Tribe dari famili Poaceae yang terdiri lebih dari 15 genus dan 300 spesies yang termasuk gandum dan barley. Genus Triticum berkerabat dengan Hordeum, Avena, Secale, Zea, dan Oryza (Wittenberg 2004).

Secara taksonomi gandum pertama kali diklasifikasikan pada tahun 1753 oleh Linnaeus. Spesies – spesies yang termasuk di dalam genus Triticum dikelompokkan ke dalam tiga kelas ploidi yaitu diploid, tetraploid dan heksaploid (Sakamura 1918 dalam Wittenberg 2004; Fehr 1987; Sleper dan Poehlman 2006). Beberapa spesies yang termasuk ke dalam genus Triticum diploid, tetraploid, dan heksaploid disajikan pada Tabel 1. Sleper dan Poehlman (2006) melaporkan bahwa saat ini terdapat 11 spesies diploid, 11 spesies tetraploid, dan 6 spesies heksaploid yang sudah diidentifikasi dan dideskripsikan. Lebih lanjut Sleper dan Poehlman mengemukakan hanya dua spesies dari genus Triticum yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu Triticum aestivum dan Triticum turgidum. Triticum aestivum merupakan gandum yang umum dikenal yang dimanfaatkan untuk bahan baku roti. Triticum turgidum yang dikenal dengan gandum durum digunakan untuk membuat pasta. Wilson (1955) mengklasifikasikan gandum berdasarkan kegunaannya yang meliputi gandum keras, gandum lunak, dan gandum durum. Gandum keras (hard wheat) adalah gandum yang memiliki kandungan gluten dan protein tinggi. Tipe ini cocok untuk pembuatan roti. Gandum lunak (soft wheat) adalah gandum yang memiliki kandungan gluten dan protein yang lebih rendah. Gandum durum yaitu gandum yang memiliki kandungan gluten dan protein sangat rendah.


(33)

Tabel 1. Klasifikasi Beberapa Spesies Triticum Berdasarkan Kelas Ploidi

Species Genome Status

Diploid Species (2n = 14)

T. Monoccocum var. monoccocum AA Budidaya

T. Monoccocum var. boeoticum AA spesies liar

T. Dichasians CC spesies liar

T. Tauschii DD spesies liar

T. Comosum MM spesies liar

T. Speltoides SS spesies liar

T. Umbellatum UU spesies liar

Spesies Tetraploid (2n = 4x = 28)

T. turgidum L. var. dococcon AABB Budidaya

T. turgidum L. var. durum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. turgidum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. polonicum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. carthlicum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. dicoccoides AABB spesies liar

T. timopheevii var. araraticum AAGG spesies liar

T. cylindricum DDCC spesies liar

T. ventricosum DDMM spesies liar

T. triunciale UUCC spesies liar

T. ovatum UUMM spesies liar

T. kotschyi UUSS spesies liar

Spesies Heksaploid (2n = 6x = 42)

T. aestivum L. var. aestivum AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. spelta AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. compactum AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. sphaerococcum AABBDD Budidaya

T. syriacum DDMMSS spesies liar

T. juvenale DDMMUU spesies liar

T. triaristatum UUMMMM spesies liar

Sumber : Fehr (1987)

Aspek Morfologi dan Agronomi Gandum

Tanaman gandum yang normal memiliki dua macam akar, yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar kecambah merupakan akar pertama yang tumbuh dari embrio, sedangkan akar adventif adalah akar yang berkembang dari buku dasar tumbuh setelah akar embrio. Sistem perakaran tanaman gandum dibentuk oleh akar adventif. Sistem perakaran dengan perakaran serabut dan kedalaman perakaran gandum sekitar 10-30 cm di bawah permukaan tanah. Batang gandum tegak, berbentuk silinder, dan membentuk tunas. Ruas-ruasnya pendek dan buku-bukunya umumnya berongga. Rata-rata tanaman dewasa memiliki enam ruas buku. Anakan primer dari buku batang utama terus berkembang menjadi anakan-anakan sekunder dan tersier sehingga membentuk


(34)

rumpun. Tinggi tanaman gandum bervariasi tergantung genotipe dan lingkungan tumbuh. Daun pertama yang tumbuh disebut koleoptil berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Setiap daun gandum terdiri dari tangkai pelepah, helai daun, dan ligula dengan dua pasang telinga pada dasar helai daun. Tulang daun sejajar dan memanjang (Nurmala 1980).

Bunga gandum tersusun dalam rangkaian bunga berbentuk malai (spike) terdiri dari beberapa bunga (spikelet). Umumnya 1 spikelet terdiri dari 3 floret (2 floret primer dibagian kanan dan kiri dan 1 floret sekunder dibagian tengah spikelet). Sebuah floret disusun oleh lemma dan palea yang menutupi biji. Secara botani biji gandum disebut caryopsis. Floret gandum ada yang berbulu (lemma dan paleanya memanjang dan bentuknya meruncing) dan tidak. Biji gandum bervariasi warnanya yaitu merah, ungu, coklat, dan putih (Acquaah 2007).

Secara alami tanaman gandum menyerbuk sendiri karena berbunga sempurna. Waktu anthesis dan reseptis terjadi secara bersamaan, namun stigma dapat reseptif lebih awal. Umumnya bunga-bunga yang berada di bagian tengah rangkaian bunga yang anthesis dan reseptis terlebih dahulu kemudian bunga bagian atas dan bawah. Malai gandum umumnya keluar sempurna (heading stage) pada temperatur 13-250C. Pertumbuhan tabung pollen sekitar 15-60 menit setelah penyerbukan terjadi atau pollen menempel di stigma. Periode pengisian biji umumnya sekitar 14-21 hari setelah terjadi fertilisasi (Acquaah 2007).

Faktor temperatur dan curah hujan merupakan faktor dominan yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Tanaman gandum beradaptasi sangat baik pada lingkungan bertemperatur rendah dengan temperatur optimalnya sekitar 10-210C dengan curah hujan tidak lebih dari 40-60 cm/tahun (Acquaah 2007). Di Indonesia kondisi lingkungan tersebut berada di wilayah agroekosistem berelevasi tinggi.

Respon Tanaman Terhadap Cekaman Suhu Tinggi

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebagai visualisasi ekspresi gen

– gen pengendalinya ditentukan juga oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan mempunyai peran dalam membentuk tipe tanaman di suatu lingkungan spesifik.


(35)

Secara umum faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor temperatur merupakan faktor lingkungan abiotik. Cekaman suhu tinggi merupakan salah satu faktor pembatas dalam usaha produksi tanaman.

Cekaman suhu tinggi sering diartikan sebagai peningkatan suhu yang melebihi level ambang batas selama periode waktu tertentu sehingga menyebabkan kerusakan bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Secara umum, peningkatan suhu sementara, biasanya 10–15 °C di atas suhu udara di sekitar, dapat dianggap sebagai cekaman panas (heat shock). Cekaman panas merupakan sebuah fungsi yang kompleks dari intensitas (derajat suhu), durasi, dan kecepatan peningkatan suhu. Tingkat kemunculan (cekaman) pada zona iklim tertentu bergantung pada probabilitas dan periode dari suhu tinggi yang terjadi selama siang hari dan atau malam hari. Toleransi terhadap panas secara umum diartikan sebagai kemampuan tumbuhan untuk tumbuh dan memproduksi hasil (yang bersifat) ekonomis pada kondisi suhu yang tinggi. Beberapa peneliti meyakini bahwa suhu di malam hari merupakan faktor pembatas utama, sementara yang lain berpendapat bahwa suhu siang dan malam hari tidak mempengaruhi tumbuhan secara mandiri, dan suhu rata – rata diurnal merupakan prediktor yang lebih baik untuk respons tumbuhan terhadap suhu tinggi di mana suhu siang hari berperan sebagai faktor sekunder (Peet dan willits 1998).

Cekaman panas akibat suhu udara yang tinggi merupakan ancaman yang serius bagi produksi tanaman di seluruh dunia. Emisi gas yang diakibatkan aktifitas manusia secara substansial menambah konsentrasi gas – gas rumah kaca, terutama CO2, metana, klorofluorokarbon, dan oksida – oksida nitrus. Sirkulasi

global yang berbeda memprediksi bahwa gas – gas rumah kaca secara bertahap akan meningkatkan rata – rata suhu udara dunia. Menurut laporan International Panel on Climatic Change (IPCC), rata – rata suhu global akan meningkat 0,3 °C setiap dekadenya (Jones et al. 1999), secara berturut – turut akan mencapai kurang lebih 1 dan 3 °C di atas nilai suhu sekarang pada tahun 2025 dan 2100, dan mengarah pada pemanasan global. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan perubahan persebaran geografis dan musim tanam komoditas pertanian dengan cara menciptakan ambang batas suhu untuk awal musim dan menyebabkan


(36)

kemasakan tanaman yang lebih awal (Porter 2005). Secara umum perubahan yang terjadi pada tanaman yang tercekam suhu tinggi dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu perubahan morfologis, anatomis, fenologis, dan fisiologis (Wahid et al. 2007).

Suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan morfologis pada tanaman yang berupa kerusakan pra dan pasca panen, termasuk luka bakar pada daun dan ranting, hangus (terbakar sinar matahari) pada daun, cabang dan batang, absisi dan penuaan daun, terhambatnya pertumbuhan akar dan pucuk, kerusakan dan kehilangan warna pada buah, serta berkurangnya hasil. Selain itu, suhu tinggi menyebabkan penurunan yang signifikan untuk bobot tajuk, kecepatan relatif pertumbuhan, dan kecepatan asimilasi pada jagung, pearl millet, dan tebu (Wahid

et al. 2007).

Cekaman panas, baik itu secara mandiri maupun berkombinasi dengan kekeringan, merupakan hambatan utama selama proses antesis dan pengisian biji pada berbagai tanaman serealia pada wilayah bersuhu sedang. Sebagai contoh, cekaman panas mempercepat durasi pengisian biji dengan adanya reduksi pada pertumbuhan biji, yang mengarah pada hilangnya kepadatan dan bobot biji hinggamencapai 7% pada gandum musim semi (Guilioni et al. 2003). Penurunan sejenis juga terjadi untuk kandungan pati, protein, dan minyak pada biji jagung dan penurunan kualitas pada tanaman serealia lainnya dalam kondisi tercekam panas (Maestri et al. 2002). Pada gandum, bobot dan jumlah biji nampak sangat sensitif terhadap cekaman panas, di mana jumlah biji per bulir pada saat masak berkurang seiring dengan meningkatnya suhu (Ferris et al. 1998). Pada tomat, proses – proses reproduktif sangat terpengaruh secara negatif oleh suhu tinggi, dimana ternasuk di dalamnya adalah pembelahan meiosis pada organ jantan dan betina, perkecambahan polen dan pertumbuhan tabung polen, jumlah butir polen yang disimpan dalam stigma, proses fertilisasi dan paska fertilisasi, pertumbuhan endosperma, pra embrio dan embrio yang sudah terfertilisasi. Pengaruh negatif yang paling jelas akibat suhu tinggi tehadap proses reproduktif pada tomat adalah dihasilkannya stilus yang terdesak sehingga dapat menghambat penyerbukan sendiri. Pembentukan buah yang rusak pada suhu tinggi juga telah dihubungkan


(37)

dengan rendahnya kadar karbohidrat dan dihasilkannya pengatur pertumbuhan pada jaringan sink tumbuhan (Kinet dan Peet 1997 dalam Wahid et al 2007).

Perubahan anatomis pada tanaman terhadap cekaman suhu tinggi meliputi berkurangnya ukuran sel, penutupan stomata dan terbatasnya kehilangan air, meningkatnya kepadatan stomata dan trikorma, pembesaran pembuluh xilem pada akar dan tajuk (Anon et al. 2004). Pada tanaman anggur (Vitis vinifera), cekaman panas dapat merusak sel – sel mesofil dan meningkatkan permeabilitas membran plasma (Zhang et al. 2005). Pada kondisi suhu tinggi, tanaman Zygophillum qatarense akan menghasilkan daun – daun polimorfik dan cenderung mereduksi kehilangan air transpirasi dengan menunjukkan perilaku stomata bimodal. Pada level subseluler, modifikasi mayor terjadi pada kloroplas, dan menyebabkan perubahan dalam fotosintesis. Sebagai contoh, suhu tinggi mereduksi fotosintesis dengan cara mengubah organisasi struktural tilakoid (Karim et al. 1997).

Perubahan fisiologis tanaman terhadap cekaman suhu tinggi meliputi berkurangnya ketersediaan air, akumulasi senyawa – senyawa organik tertentu yang secara umum sering disebut sebagai osmolit – osmolit kompatibel, degradasi klorofil a dan b pada daun yang sedang berkembang (Karim et al., 1997).

Mekanisme Adaptasi dan Toleransi Gandum Terhadap Cekaman Suhu Tinggi

Secara alami, tumbuhan memiliki mekanisme adaptasi terhadap setiap perubahan lingkungan baik biotik maupun abiotik. Dalam kaitannya dengan adaptasi, terdapat dua kriteria adaptasi yaitu adaptasi biologis dan adaptasi agronomis. Adaptasi biologis yaitu kemampuan tanaman untuk tetap mempertahankan hidupnya dan menghasilkan keturunannya dengan memodifikasi seluruh karakter baik morfologi, anatomi, fenologi, maupun anatomi. Adaptasi ini umumnya menghasilkan tanaman yang dapat tetap tumbuh pada lingkungan bercekaman namun berproduksi rendah. Adaptasi agronomis merupakan mekanisme adaptasi tanaman yang berkaitan dengan hasil tanaman. Tanaman yang adaptif agronomis merupakan tanaman yang dapat menjaga stabilitas hasilnya pada kondisi lingkungan yang berbeda.


(38)

Terkait dengan mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman suhu tinggi, Wahid et. al. (2007) mengungkapkan bahwa terdapat dua mekanisme adaptasi (1) mekanisme penghindaran (avoidance); (2) mekanisme toleransi. Berumur genjah merupakan salah satu bentuk mekanisme penghindaran terhadap cekaman suhu tinggi. Mekanisme ini akan efektif jika cekaman suhu tinggi hanya terjadi beberapa saat atau pada fase tertentu saja. Mekanisme adaptasi ini dapat memberikan konsekuensi negatif bagi produksi tanaman, karena menurut Wahid

et. al. (2007) karakter umur genjah umumnya berkorelasi dengan penurunan daya hasil. Genotipe berumur genjah umumnya berdaya hasil rendah. Selain umur berbunga, perilaku pembungaan tanaman juga menjadi salah satu mekanisme penghindaran. Genotipe-genotipe tanaman yang menunjukkan mekanisme ini mampu berbunga di luar waktu pembungaan yang normal. Seperti padi yang memiliki mekanisme ini mampu berbunga dini hari untuk mencegah gangguan mikrogametogenesis dan megagametogenesis serta fertilisasi pada kondisi cekaman suhu tinggi.

Karena tanaman bersifat immobil secara fisik, Wahid et. al. (2007) menjelaskan bahwa umumnya mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman suhu tinggi berupa mekanisme fisiologi yang berupa (1) peningkatan kandungan antioksidan tanaman untuk mencegah terjadinya penuaan dini (senescence) karena pengaruh oksigen reaktif; (2) mekanisme stabilitas suhu membran untuk mencegah kerusakan fungsi membran; (3) peningkatan akumulasi protein-protein yang teraktivasi di suhu tinggi (heat shock protein); (4) mekanisme renaturasi protein; (5) mekanisme osmoprotektan.

Pemuliaan Gandum Terhadap Cekaman Abiotik

Tujuan utama pemuliaan gandum yaitu perbaikan karakter daya hasil, stabilitas hasil, dan peningkatan kualitas hasil (Fehr 1987; Sleper dan Poehlman 2006). Karakter hasil merupakan karakter penting karena kunci dalam peningkatan produksi untuk pemenuhan sumber pangan bagi manusia. Karakter stabilitas hasil mencakup karakter – karakter toleransi terhadap cekaman abiotik dan biotik. Upaya merakit kultivar tahan cekaman abiotik dan biotik diperlukan untuk mempertahankan kultivar yang berdaya hasil tinggi pada beberapa tipe


(39)

lingkungan. Karakter kualitas hasil merupakan karakter lain yang penting karena wujud dari optimalisasi produksi yang dicapai.

Cekaman abiotik merupakan salah satu faktor pembatas baik dalam kegiatan ekstensifikasi maupun intensifikasi tanaman. Secara mendasar lingkungan bercekaman didefinisikan sebagai lingkungan suboptimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman (Wirnas 2007). Upaya perbaikan daya hasil dan adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik dapat dilakukan melalui serangkaian program pemuliaan tanaman.

Keberhasilan perakitan kultivar baru toleran cekaman abiotik ditentukan oleh beberapa faktor yang meliputi ketersediaan sumber genetik dan variabilitas genetiknya yang luas, kemampuan dalam mengidentifikasi genotipe toleran dan pemilihan metode seleksi yang cepat, tepat dan efisien, serta pembentukan populasi bersegregasi dengan rancangan persilangan yang tepat. Baihaki (2000) memaparkan faktor – faktor penentu keberhasilan suatu program pemuliaan yang mencakup pemilihan pasangan – pasangan tetua, metode persilangan, jumlah kombinasi persilangan pada generasi F1, dan jumlah tanaman yang ditumbuhkan pada generasi F2.

Pengembangan dan peningkatan keragaman genetik sebagai langkah awal untuk merakit kultivar toleran cekaman abiotik dapat dilakukan melalui introduksi, domestikasi, hibridisasi, induksi mutasi, dan rekayasa genetik. Introduksi dan domestikasi merupakan upaya untuk meningkatkan keragaman genetik dengan memanfaatkan variasi yang telah tersedia di alam. Hibridisasi merupakan upaya penggabungan dua sifat baik yang terdapat pada dua tanaman menjadi satu tanaman. Mutasi merupakan upaya peningkatan keragaman genetik dengan memanfaatkan mutagen fisik dan kimia sebagai agen penginduksi mutasi. Induksi mutasi dapat menghasilkan alel baru sehingga karakter fenotipe dapat dihasilkan. Rekayasa genetik merupakan pendekatan untuk peningkatan keragaman genetik berbasis gen pada level seluler.

Identifikasi dan penyaringan awal genotipe – genotipe toleran akan menentukan keberhasilan program pemuliaan selanjutnya. Berdasarkan lingkungan seleksi, seleksi dan identifikasi genotipe toleran dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu seleksi langsung dilingkungan target (direct


(40)

breeding) dan seleksi tidak langsung dilingkungan optimal (indirect breeding). Menurut Ceccareli et al. (2007) dalam Wirnas (2007) seleksi untuk perbaikan toleransi cekaman harus dilakukan di lingkungan target sehingga dapat memaksimalkan ekspresi gen – gen yang mengendalikan daya adaptasi tanaman.

Keberhasilan seleksi dilingkungan target ditentukan oleh pemilihan karakter seleksi. Seleksi pada lingkungan bercekaman umumnya tidak menggunakan seleksi langsung atau seleksi berdasarkan hasil, karena pada lingkungan bercekaman sangat sulit memisahkan variabel – variabel lingkungan yang dapat menurunkan hasil. Seleksi tidak langsung menjadi pilihan untuk melakukan seleksi pada lingkungan bercekaman. Seleksi tidak langsung didasarkan kepada karakter toleransi yang berkontribusi atau memiliki pengaruh langsung yang tinggi untuk daya hasil dan memiliki heritabilitas yang tinggi untuk mendukung kemajuan genetik yang akan dicapai. Karakter – karakter toleransi pada tanaman dapat meliputi karakter morfologi, karakter anatomi, karakter fisiologi, karakter molekuler, dan karakter komponen hasil.

Penggabungan karakter - karakter toleransi ke dalam satu genotipe tanaman dapat dilakukan melalui persilangan. Fehr (1987) mengemukakan bahwa pada umumnya kultivar baru gandum dihasilkan melalui hibridisasi buatan. Hibridisasi gandum secara buatan pertama kali dilakukan sekitar tahun 1890. Lebih lanjut Fehr (1987) menyebutkan di Amerika, A.E. Blount, W.J. Spillman, dan L.F. Waldron adalah orang – orang yang pertama melakukan hibridisasi buatan dalam merakit kultivar baru gandum. Kultivar – kultivar yang telah mereka

hasilkan yaitu „Gypsum‟, „Hybrid 128‟, dan „Ceres‟.

Terdapat beberapa metode persilangan yang telah dikembangkan dan digunakan oleh para pemulia tanaman yaitu persilangan top cross, line x tester, single cross, double cross, suksesif, dan dialel (Baihaki 2000; Singh dan Chaudhary 1979). Persilangan dialel merupakan metode persilangan yang banyak digunakan dan memiliki beberapa kelebihan (Yunianti 2007). Persilangan dialel merupakan metode persilangan yang memungkinkan seluruh kombinasi persilangan diantara sekelompok genotipe tetua yang dilibatkan. Persilangan dialel penuh akan menghasilkan F1, F1R, dan Turunan hasil selfing tetua yang


(41)

dilibatkan. Setelah persilangan tahap selanjutnya yaitu pembentukan populasi bersegregasi.

Pembentukan populasi bersegregasi dapat dilakukan dengan cara selfing, fullsib cross, dan halfsib cross. Proporsi homozigositas pada satu generasi akan berbeda dari ketiga cara (Allard 1960). Selfing merupakan cara untuk menghasilkan homozigositas yang lebih cepat dibanding fullsib cross dan halfsib cross. Populasi bersegregasi yaitu populasi yang memperlihatkan potensi keragaman genetik. Segregasi maksimum dicapai pada generasi F2 sehingga keragaman genetiknya paling maksimal (Baihaki 2000). Seleksi awal dan evaluasi parameter genetik dapat dilakukan pada populasi ini.

Studi Pewarisan Sifat dan Pendugaan Parameter Genetik

Secara umum sifat – sifat pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi sifat kualitatif dan kuantitatif. Estimasi pewarisan kedua sifat tersebut dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Estimasi pewarisan sifat kualitatif diestimasi menggunakan pendekatan genetika Mendel, sedangkan estimasi pewarisan sifat kuantitatif dilakukan dengan pendekatan analisis kuantitatif (Yunianti 2007). Baik sifat kualitatif maupun kuantitatif dapat dianalisis dengan menggunakan rancangan generasi – generasi dasar maupun rancangan persilangan (Mather dan Jinks 1977 dalam Yunianti 2007). Rancangan generasi dasar meliputi populasi P1,

P2, F1, F1R, F2, BC1P1, dan BC1P2 sebagai populasi untuk bahan analisis.

Sedangkan populasi F1 dan F1R dari semua kombinasi persilangan yang akan dianalisis pada metode rancangan persilangan.

Pendekatan untuk pendugaan kendali genetik dapat berupa pendugaan deskriptif menggunakan parameter skewness dan kurtosis (Roy 2000), analisis rata-rata generasi untuk mengestimasi pengaruh dari setiap aksi gen (Singh dan Chaudhary 1979), uji chi-square untuk melihatkan kecocokan rasio harapan dengan rasio amatan untuk karakter-karakter kualitatif.

Secara umum pendekatan analisis kuantitatif (biometrik) dilakukan jika sifat – sifat yang diuji bersifat kuantitatif. Analisis biometrik dapat mengidentifikasi dan menduga model genetik, jumlah gen pengendali, dan mampu mengurai ragam genetik menjadi ragam genetik aditif, dominan, dan epistasis. Proporsi antara ragam genetik dan ragam fenotipe merupakan fungsi


(42)

dari heritabilitas. Heritabilitas merupakan suatu alat ukur yang biasa digunakan oleh pemulia tanaman untuk mengukur seberapa besar ragam fenotipe yang terlihat ditentukan oleh ragam genetik. Heritabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa ragam dari sifat – sifat yang diuji bersifat heritable (keterwarisan yang tinggi).

Heritabilitas terdiri dari dua pengertian, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Heritabilitas dalam arti sempit adalah perbandingan varians genetik aditif dengan varians fenotipik. Varians genetik aditif merupakan hasil dari pengaruh beberapa gen aditif pada seluruh lokus yang bersegregasi. Heritabilitas dalam arti luas adalah suatu perbandingan dari varians genetik total dengan varians fenotipik. Varians genetik total terdiri dari varians genetik aditif, varians genetik epistasis dan varians genetik dominan (Fehr 1987).

Seleksi dan Hubungan Antar Karakter Tanaman

Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe yang memiliki karakter-karakter harapan. Seleksi dapat terjadi secara alami maupun buatan dengan campuran tangan manusia. Seleksi alam menghasilkan genotipe-genotipe tanaman yang mempunyai karakter yang memiliki nilai adaptasi untuk lingkungan dan habitat tumbuhnya. Seleksi terarah, seleksi stabilisasi, dan seleksi disruptif merupakan tipe-tipe seleksi alam yang dikemukakan oleh Falconer dan Mackay (1996). Keragaman genetik antar plasma nutfah merupakan hasil dari seleksi alam, yang kemudian dimanfaatkan dalam program pemuliaan tanaman sebagai dasar dalam merakit varietas yang sesuai dengan kebutuhan manusia.

Dalam kajian genetika populasi, seleksi bersama dengan mutasi dan migrasi merupakan faktor-faktor yang berperanan dalam merubah frekuensi gen dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga mengganggu mekanisme keseimbangan Hardy-Weinberg (Falconer dan Mackay 1996). Dalam pemuliaan tanaman, seleksi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan frekuensi gen yang mengendalikan karakter-karakter yang menjadi tujuan perbaikan dalam program pemuliaan. Sehingga Peningkatan frekuensi genotipe yang memiliki karakter harapan merupakan luaran dari proses ini.


(43)

Pada tanaman menyerbuk sendiri yang secara alami memiliki konstitusi genetik homozigot dalam satu populasi dan beragam antarpopulasi, seleksi dapat dibagi berdasarkan (1) karakteristik populasi; (2) penanganannya di lapangan; (3) karakter yang menjadi target seleksi; (4) banyaknya karakter yang menjadi target seleksi; (5) berdasarkan nilai fenotipe individu. Berdasarkan karakteristik populasi, seleksi dibagi menjadi dua metode yaitu seleksi untuk populasi campuran yang didapat dari alam dan seleksi untuk populasi bersegregasi hasil hibiridisasi. Berdasarkan penanganannya di lapangan, seleksi dapat dibagi menjadi beberapa metode yaitu seleksi massa, seleksi pedigree, modifikasi pedigree, modifikasi massa, kombinasi pedigree dan massa, dan seleksi turunan biji tunggal (single seed descent), dan modifikasi single seed descent (Allard 1960; Komariah et al. 1992; Sleper dan Poehlman 2006; Acquaah 2007; Syukur et al. 2009). Seleksi massa umum digunakan untuk karakter-karakter kuantitatif yang memiliki heritabilitas rendah sampai sedang. Pemilihan genotipe-genotipe dilakukan di generasi lanjut F6 dan seterusnya. Seleksi pedigree umum dilakukan

untuk karakter-karakter yang memiliki heritabilitas yang tinggi dan kebanyakan merupakan karakter kualitatif, prosedur seleksi ini dilakukan mulai di generasi awal generasi seleksi F2 dan dilakukan pencatatan silsilahnya. Seleksi modifikasi

pedigree, modifikasi massa, dan kombinasi pedigree massa merupakan metode-metode seleksi yang dikembangkan lebih lanjut dari metode-metode asalnya, yang secara umum bertujuan untuk mengeksplorasi keragaman genetik secara optimal, mengestimasi keragaman genetik dan mempartisinya ke masing-masing komponen ragam genetik, dan bertujuan untuk meningkatkan nilai duga kemajuan genetik dan perolehan genotipe hasil seleksi. Pengerjaan dan prosedur seleksi dimulai di generasi awal dengan beberapa modifikasi.

Seleksi single seed descent atau seleksi turunan biji tunggal merupakan metode seleksi yang ditujukan untuk tetap menjaga keragaman genetik selama populasi bersegregasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tidak menambah ruang dan area pertanaman. Pemilihan genotipe-genotipe harapan dilakukan ketika sudah fiksasi optimal di antara alel-alelnya ditandai dengan lanjutnya generasi. Metode seleksi ini umum digunakan untuk studi genetik terkait dengan pemetaan lokus karakter kuantitatif (Falconer dan Mackay 1996).


(1)

Barnabas B, Jager K, Feher A. 2008. The effect of drought and heat stress on reproductive processes in Cereals. Plant Cell Environment 31 : 11-38. Budiarti SG, Rizki YR, Kusumo YWE. 2004. Analisis koefesien lintas beberapa

sifat pada plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.) koleksi Balitbiogen. Zuriat 15 (1) : 31-39.

Bukovnik U, Fu J, Bennet M, Prasad PVV, Ristic. 2009. Heat tolerance and expression of protein synthesis elongation factors EF-Tu and EF-1 in spring wheat. Functional Plant Biology 36 : 234-241.

Ceccarelli S. 1996. Adaptation to low/high input cultivation. Euphytica 92 : 203-214.

Chowdry MA, Ambreen A, Khaliq I. 2002. Genetic control of some poligenic traits in Aestivum species. Asian J Pl Sci 1 : 235-237.

Dahlan M, Slamet, Supangat P, Betty YA. 1985. Adaptasi varietas terigu di Jawa dan Terigu. Puslitbangtan Bogor : 215 – 219.

Dahlan M, Rudijanto, Murdianto J, Yusuf M. 2003. Usulan pelepasan varietas gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Daradjat AA. 1987. Variabilitas dan adaptasi genotipe terigu (Triticum aestivum L.) pada beberapa lingkungan tumbuh di Indonesia [Disertasi]. Bandung : Universitas Padjadjaran.

Donald CM. 1968. The breeding of crop ideotypes. Euphytica 17 (3) : 385-403. Erkul A, Unay A, Konak C. 2010. Inheritance of yield and yield components in a

bread wheat (Triticum aestivum L.) cross. Turk J Field Crops 15 :137-140. Falconer DS, Mackay TFC. 1996. Introduction to Quantitative Genetics 4th ed.

Harlow, UK : Adison-Wesley Longman.

Fehr WR. 1987. Principles of Cultivar Development. Theory and Technique. Vol.1. New York, USA : Macmillan Publishing.

Ferris R, Ellis RH, Wheeeler TR, Hadley P. 1998. Effect of high temperature stress at anthesis on grain yield and biomass of field grown crops of wheat. Plant Cell Environment 34 : 67–78.

Fischer RA, Maurer R. 1978. Drought resistance in spring wheat cultivars; I. grain yield responses. Aust J Agric Res 29 : 897-912.

Ginkel VM, Villareal RL. 1996. Triticum L.. Di dalam : Grubben GJH, Soetjipto Partohardjono, editor. Plant resourse of South-East Asia (PROSEA) No. 10. Leiden, Netherland : Backhuys Publishers. p. 137-143.


(2)

Glover B. 2007. Understanding Flowers and Flowering An Integrated Approach. New York, USA : Oxford University Press.

Guilioni L, Wery J, Lecoeur J. 2003. High temperature and water deficit may reduce seed number in field pea purely by decreasing plant growth rate. Functional Plant Biology 30 : 1151–1164.

Hurkman WJ, Vensel WH, Tanaka CK, Linda W, Altenbach SB. 2009. Effect of high temperature on albumin and globulin accumulation in the endosperm proteome of the developing wheat grain. Journal of Cereal Science 49 :12-23.

Hussain T, Nazeer W, Tauseef M, Farooq J, Naeem M, Freed S, Iqbal M, Hameed A, Sadiq MA, Nasrullah HM. 2012. Inheritance of some spike related polygenic trait in spring wheat (Triticum aestivum L.). African Journal of Agricultural Research 7(9) : 1381-1387.

Jagadish SVK, Craufurd PQ, Wheeler TR. 2007. High temperature stress and spikelet fertility in rice (Oryza sativa L.). Journal of Experimental Botany 58 : 1627 – 1635.

Jambormias E. 2004. Seleksi produksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merrill) generasi seleksi F5 dan F6 persilangan varietas Slamet x Nakhonsawan (dengan pendekatan kuantitatif) [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Jambormias E, Riry J. 2009. Penyuaian data dan penggunaan informasi kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada tanaman menyerbuk sendiri. Jurnal Budidaya Pertanian 5 (1) : 11-18. Jones PD, New M, Parker DE, Mortin S, Rigor IG. 1999. Surface area

temperature and its change over the past 150 years. Rev. Geophys 37 : 173–199.

Karim MA, Fracheboud Y, Stamp P. 1997. Heat tolerance of maize with reference of some physiological characteristics. Ann Bangladesh Agri 7 : 27-33. Kashif M, Khaliq I. 2003. Mechanism of genetic control of some quantitative

traits in bread wheat. Pakistan J Biol Sci 6 : 1586-1590.

Khokhar MI, Hussain M, Zulkiffal M, Ahmad N, Sabar W. Correlation and path analysis for yield and yield contributing characters in wheat (Triticum aestivum L.). African Journal of Plant Science 4(11) : 464-466.

Komariah, Hermiati N, Baihaki A. 1992. Evaluasi efektivitas metode seleksi pedigri dan metode modifikasi SSD pada kedelai generasi F4. Zuriat. 3 (2). Maestri E, Klueva N, Perrota C, Gulli M, Nguyen HT, Marmiroli N. 2002.

Molecular genetics of heat tolerance and heat shock proteins in cereals. Plant Molecular Biology 48 : 667 – 681.


(3)

Makarim AK, Suhartatik E. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda Dengan Menggunakan SAS. Bogor : Departemen Statistika FMIPA-IPB.

Moeljopawiro S. 2002. Optimizing selection for yield using selection index. Zuriat. 13 : 35-42.

Mohammadi V, Bihamta MR, Zali AA. 2007. Evaluation af screening techniques for heat tolerance in wheat. Pakistan J Biol Sci 10 : 887-892.

Mohsin T, Khan N, Naqvi FN. 2009. Heritability, phenotypic correlation and path coeffecient studies for some agronomic characters in synthetic elite lines of wheat. J Food Agri and Envi 7 : 278-282.

Nazeer W, Ali Z, Ali A, Husain T. 2010. Genetic behaviour for some poligenic yield contributing traits in wheat (Triticum aestivum L.). J Agric Res 48(3) : 267-277.

Novoselovic D, Baric M, Drezner G, Gunjaca L, Lalic A. 2004. Quantitative inheritance of some wheat plant traits. Journal of Genetics and Molecular Biology. 27 (1) : 92-98.

Nurmala T. 1980. Budidaya Tanaman Gandum (Triticum sp.). Jakarta : PT. Karya Nusantara.

Ortiz et al. 2011. High yield potential, shuttle breeding, genetic diversity and a new international wheat improvement strategy. Euphytica 157 (3) : 365-384.

Peet MM, Willits DH. 1998. The effect of night temperature on greenhouse grown tomato yields in warm climate. Agric Forest Meteorol 92 : 191– 202.

Porter JR. 2005. Rising temperatures are likely to reduce crop yields. Nature 436, 174.

Puspitasari W. 2011. Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter agronomi dan kualitas sorgum di lahan masam [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahmah. 2011. Keragaman genetik dan adaptabilitas plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.) introduksi di lingkungan tropis [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Riaz M, Chowdhry A. 2003. Genetic analysis of some economic traits of wheat under drought condition. Asian J Pl Sci 2(10) : 790-796.

Roy D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Calcutta: Narosa Publishing House.


(4)

Rumalatu FJ, Jambormias E. 1998. Analisis regresi genotipe dan peranannya dalam penentuan indikator seleksi sifat bernilai ekonomis. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Universitas Pattimura 4 : 70-75.

Sakata T, Oshino T, Miura S, Tomabechi M, Tsunaga Y, Higashitani N, Miyazawa Y, Takahashi H, Watanabe M, Higashitani A. 2010. Auxin reverse plant male sterility caused by high temperatures. PNAS 107 (19) : 8569-8574.

Saleem M, Chowdhry MA, Kashif M, Khaliq M. 2005. Inheritance pattern of plant height, grain yield, and some leaf characteristics of spring wheat. International Journal of Agriculture & Biology 7 (6) : 1015-1018.

Sastrosoemarjo S, Bahmany N, Trikoesoemaningtyas. 2004. Evaluasi daya adaptasi galur-galur introduksi tanaman gandum pada daerah elevasi rendah. Prosiding Simposium PERIPI, Bogor, 5-7 Agustus 2004.

Singh RK, Chaudhary BD. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetics Analysis. New Delhi : Kalyani Publisher.

Singh G, Bhullar GS, Gill KS. 1986. Genetic control of grain yield and its related traits in bread wheat. Theoretical and Applied Genetics 72 : 536-540. Sleper DA, Poehlman JM. 2006. Breeding Field Crops. Ed. Ke-5. Iowa :

Blackwell Publishing.

Srivastava AN, Nema DP. 1993. Graphical analysis of physiological traits and yield in bread wheat (Tritivum aestivum L.). Indian J Agric Sci 63 : 479-483.

Stone, P. 2001. The effects of heat stress on cereal yield and quality. Di dalam : A.S. Basra (Ed.) Crop Responses and Adaptations to Temperature Stress. Binghamton NY : Food Products Press. Pp. 243–291.

Sumarno N, Zuraida. 2006. Hubungan korelatif dan kausatif antara komponen hasil dengan hasil kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25 (1) : 38-44.

Sungkono. 2010. Seleksi galur mutan sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) untuk produktivitas biji dan bioetanol tinggi di tanah masam melalui pendekatan participatory plant breeding [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2009. Pemuliaan Tanaman. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Ed. Ke-3. Massachusets : Sinauer associates, Inc.


(5)

Thuzar M, Puteh AB, Abdullah NAP, Lassim MBM, Jusuff K. 2010. The effects of temperature stress on the quality and yield of soya bean. Journal of Agricultural Science 2 (1) : 172-179.

Wahid A, Gelani S, Ashraf M, Foolad MR. 2007. Heat tolerance in plants: an overview. Environ Exp Bot 61: 199 – 223.

Waines JG, Ehdaie B. 2007. Domestication and crop physiology : roots of green-revolution wheat. Ann Bot 100(5) : 991-998.

Wikipedia. 2011. Wheat. http://en.wikipedia.org/wiki/wheat. (Akses tanggal 13 Januari 2011).

Wilson HK. 1955. Grain Crops. New York : McGraw Hill Book Company, Inc. Wirnas, D. 2007. Pembentukan kriteria seleksi berdasarkan analisis kuantitatif dan

molekuler bagi kedelai toleran intensitas cahaya rendah [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Witternberg H. 2004. The inheritance and molecular mapping of genes for post-anthesis drought tolerance (PADT) in wheat [Dissertation]. Martin Luther Universitat.

Xu Y, Gianfagna T, Huang B. 2010. Proteomic changes associated with expression of a gene (ipt) controlling cytokinin synthesis for improving heat tolerance in a perennial grass species. Journal of Experimental Botany 61 : 3273-3289.

Yagdi K. 2009. Path coeffecient analysis of some yield components in durum wheat (Triticum durum DESF.). Pakistan J Bot 41(2) : 745-751.

Yani SC, Rashidi V. 2012. Selection indices in the improvement of wheat grain yield on drought stress condition. African Journal of Agricultural Research 7(7) : 1177-1183.

Yildrim M, Bahar B. 2010. Responses of some wheat genotypes and their F2 progenies to salinity and wheat stress. Scientific Research and Essay 5 (13) : 1734-1742.

Yunianti R. 2007. Analisis genetik pewarisan sifat ketahanan cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Phytopthora capsici Leonian. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Zhang JH, Huang WD, Liu YP, Pan QH. 2005. Effects of temperature acclimation pretreatment on the ultrastructure of mesophyll cells in younggrape plants (Vitis vinifera L. cv. Jingxiu) under cross-temperature stresses. J Integr Plant Biol 47 : 959–970.


(6)