Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu

FORTIFIKASI NANOEMULSI VITAMIN A
TERENKAPSULASI PADA FLAKES BERBASIS UBI KAYU

DANI KUNTI OKTAVIANTARI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fortifikasi Nanoemulsi
Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Dani Kunti Oktaviantari
NRP F24100058

ABSTRAK
DANI KUNTI OKTAVIANTARI. Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A
Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu. Dibimbing oleh ENDANG
PRANGDIMURTI dan HOERUDIN.
Vitamin A memiliki sifat tidak stabil ketika terekspos cahaya, oksigen, dan
udara sehingga mudah teroksidasi. Teknik nanoemulsifikasi dan enkapsulasi
berpotensi menyelesaikan permasalahan tersebut dengan melindungi vitamin A
dari kondisi lingkungan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakteristik
nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi, pengaruh fortifikasi vitamin A terhadap
karakteristik tepung ubi kayu dan flakes ubi kayu terfortifikasi. Vitamin A
difortifikasikan dalam bentuk nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi (NRPT)
dan retinyl palmitate sediaan bebas. Enkapsulasi vitamin A dilakukan dengan
teknik spray drying dengan maltodekstrin dan whey protein sebagai bahan
penyalutnya. Kandungan vitamin A diukur menggunakan HPLC. Nanoemulsi
retinyl palmitate terenkapsulasi memiliki kadar air sebesar 3,00 % dan ukuran

partikel sebesar 246,1 nm. Aplikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi dengan
dosis 1,55 ppm dapat meningkatkan kandungan vitamin A namun tidak
mempengaruhi kadar air, warna, dan derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi.
Penambahan fortifikan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi tidak
berpengaruh terhadap kadar air dan karakter fisik flakes ubi kayu. Meskipun
jumlah yang ditambahkan cukup rendah namun panelis sudah mampu mendeteksi
penambahan vitamin A baik dalam bentuk nanoemulsi retinyl palmitate
terenkapsulasi maupun sediaan bebas. Flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi
retinyl palmitate terenkapsulasi lebih disukai, terutama ketika dikonsumsi
bersama susu. Flakes ubi kayu dengan takaran saji 45 gram mampu mencukupi
18,33 % kebutuhan vitamin A harian.
Kata kunci: flakes ubi kayu, fortifikasi, enkapsulasi, nanoemulsi, vitamin A

ABSTRACT
DANI KUNTI OKTAVIANTARI. Fortification of Nanoemulsion Vitamin A
Encapsulated to Cassava Flakes. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI
dan HOERUDIN.
Vitamin A is unstable when exposed to light, oxygen, and air so that it can
be oxidized easily. Nanoemulsification and encapsulation technique may solve the
problems by protecting vitamin A from environmental conditions. The objectives

of this research were to study the characterisatics of encapsulated vitamin A
nanoemulsion and the effect of fortification of vitamin A on the characteristics of
fortified cassava flour and flakes. Vitamin A (retinyl palmitate) was fortified in
the forms of encapsulated nanoemulsion and free compound. Vitamin A was
encapsulated using maltodextrin and whey protein as the coating materials by the
spray drying technique. Vitamin A content was measured by HPLC. Encapsulated
vitamin A nanoemulsion had an averaged moisture content of 3.00 % and particle
size of 246,1 nm. Fortification of cassava flour with 1.55 ppm encapsulated

vitamin A nanoemulsion increased its vitamin A content, but did not influence its
moisture content, colour, and whiteness index. Fortification of encapsulated
vitamin A nanoemulsion to cassava flakes did not influence moisture content and
physical characteristics of cassava flakes. Untrained panelists could still identify
the presence of additional vitamin A, either in the form of encapsulated
nanoemulsion or free compound, in fortified cassava flakes, although it was added
in a small quantity. Cassava flakes fortified with encapsulated vitamin A
nanoemulsion were preferred by untrained panelists, especially when consumed
with milk. Cassava flakes with serving size of 45 gram could contribute to 18.33
% of recommended daily intake of vitamin A.
Keywords: cassava flakes, fortification, encapsulation, nanoemulsion, vitamin A


FORTIFIKASI NANOEMULSI VITAMIN A
TERENKAPSULASI PADA FLAKES BERBASIS UBI KAYU

DANI KUNTI OKTAVIANTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes
Berbasis Ubi Kayu

Nama
: Dani Kunti Oktaviantari
NIM
: F24100058

Disetujui oleh

Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi
Pembimbing I

Hoerudin, SP, MFoodST, PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
fortifikasi, dengan judul Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada
Flakes Berbasis Ubi Kayu.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir
Endang Prangdimurti, Msi dan Bapak Hoerudin, SP, MFoodST, PhD selaku dosen
pembimbing yang selama ini sangat membantu penulis dalam pelaksanaan
penelitian dan penyelesaian skripsi serta Ibu Dr Ir Elvira Syamsir, M.Si selaku
dosen penguji yang telah memberikan bimbingan serta saran yang sangat
membangun. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para peneliti (Ibu
Juniawati, STP, M.Si dan Ibu Widaningrum, STP, M.Si) serta para analis Balai
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (Ibu Dini
Kusdiningsih, Ibu Ika Hikmawati, Bapak M. Triyono, dan Ibu Citra) yang sangat
membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga saya
sampaikan kepada ayah, ibu, mbak Dian, Mbak Dina, Andi, serta Ahsan atas
segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Utari yang selama ini
menjadi rekan dalam penelitian sekaligus sahabat suka dan duka selama
penelitian. Tidak lupa terima kasih kepada teman-teman ITP 47, teman-teman kos

Edelweis, dan teman-teman FORCES atas kebersamaan dan kasih sayang selama
ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Dani Kunti Oktaviantari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

iv

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v


PENDAHULUAN

7

Latar Belakang

7

Perumusan Masalah

8

Tujuan Penelitian

8

Manfaat Penelitian

8


Ruang Lingkup Penelitian

9

METODE

9

Bahan

9

Alat

9

Prosedur Percobaan

9


Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

14
14

Karakterisasi Fortifikan Nanoemulsi Retinyl palmitate Terenkapsulasi

14

Distribusi Ukuran Partikel pada Fortifikan

16

Analisis Kandungan Vitamin A Menggunakan HPLC

18

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Vitamin A pada
Tepung Ubi Kayu


20

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi

20

Karakterisasi Flakes Ubi Kayu

21

Uji Organoleptik

25

Hasil Uji Proksimat Flakes Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Enkapsulasi

28

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

30

DAFTAR PUSTAKA

30

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rendemen produk NRPT hasil spray drying
Tabel 2 Hasil analisis ukuran partikel
Tabel 3 Hasil karakterisasi tepung ubi kayu yang digunakan
Tabel 4 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi
Tabel 5 Karakterisasi flakes ubi kayu
Tabel 6 Jumlah panelis yang menyatakan suka (agak suka, suka, dan
sangat suka) terhadap flakes ubi kayu terfortifikasi NRPT
Tabel 7 Hasil uji proksimat flakes fortifikasi nanoemulsi vitamin A
terenkapsulasi
Tabel 8 Persentase angka kecukupan gizi untuk 45 gram flakes

16
18
20
21
22
27
29
29

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema penelitian
Gambar 2 Proses pembuatan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi
(Yuliani et al. 2013)
Gambar 3 Proses pembuatan flakes ubi kayu (Yuliani et al. 2013)
Gambar 4 Spray dryer
Gambar 5 Dispersi ukuran NRP berdasarkan intensitas menggunakan
Particle Size Analyzer
Gambar 6 Distribusi ukuran partikel NRPT menggunakan Particle Size
Analyzer
Gambar 7 Kandungan vitamin A pada NRP dan NRPT dengan metode
ekstraksi heksan
Gambar 8 Flakes ubi kayu
Gambar 9 Hasil Uji Rating Hedonik
Gambar 10 Distribusi skor penilaian uji rating hedonik flakes ubi kayu

10
11
12
15
17
17
19
22
26
26

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengukuran ukuran partikel nanoemulsi vitamin A
menggunakan Particle Size Analyzer
Lampiran 2 Pengukuran ukuran partikel nanoemulsi vitamin A
terenkapsulasi menggunakan Particle Size Analyzer
Lampiran 3 Total kandungan vitamin A pada NRP dan NRPT
Lampiran 4 Uji statistik kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi
Lampiran 5 Uji statistika warna tepung ubi kayu terfortifikasi
Lampiran 6 Uji statistika derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi
Lampiran 7 Uji statistik kadar air flakes ubi kayu terfortifikasi
Lampiran 8 Uji statistik warna flakes ubi kayu terfortifikasi
Lampiran 9 Uji statistik tekstur (hardness) pada flakes terfortifikasi

34
36
37
37
37
38
39
39
41

Lampiran 10 Uji statistik tektur (hardness work done) pada flakes
terfortifikasi
Lampiran 11 Total kandungan vitamin A pada flakes terfortifikasi NRPT
Lampiran 12 Kestabilan kandungan vitamin A pada NRPT
Lampiran 13 Uji beda dari kontrol untuk flakes ubi kayu penyajian kering
Lampiran 14 Uji beda dari kontrol untuk flakes ubi kayu penyajian
rehidrasi susu
Lampiran 15 Dokumentasi Penelitian

41
41
42
42
43
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang tidak dapat diproduksi
sendiri di dalam tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan yang dimakan
sehari-hari. Vitamin A berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan
kelangsungan hidup. Namun, masalah KVA (Kekurangan Vitamin A) masih
merupakan salah satu masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Survei
nasional menunjukkan bahwa KVA (Kekurangan Vitamin A) pada anak balita di
Indonesia mencapai 14,3% (Nadimin dan Abdullah 2008). Salah satu solusi untuk
mengurangi KVA adalah dengan fortifikasi vitamin A pada produk pangan.
Fortifikan vitamin A dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu bentuk oily dan
kering. Bentuk oily umumnya diaplikasikan pada pangan berbasis lemak atau
emulsi. Bentuk kering biasanya diaplikasikan ke dalam pangan dengan cara
campur kering atau didispersikan ke dalam air. Retinyl acetate dan retinyl
palmitate merupakan bentuk vitamin A yang paling umum digunakan untuk
fortifikasi di dalam produk pangan komersial. Retinyl palmitate lebih stabil
terhadap pemanasan jika dibandingkan dengan retinyl acetate (Allen 2006).
Vitamin A yang digunakan pada penelitian ini adalah retinyl palmitate dalam
bentuk oily. Vitamin A mempunyai sifat mudah mengalami degradasi selama
preparasi, pengolahan, transportasi, penyimpanan, dan pencernaan. Menurut Allen
(2006), vitamin A tidak stabil ketika terekspos cahaya, oksigen, dan udara
sehingga mudah teroksidasi. Salah satu cara untuk melindungi vitamin A adalah
dengan emulsifikasi dengan cara melarutkan vitamin A (fase minyak) dalam
emulsi minyak dalam air (o/w). Selain itu, vitamin A dalam bentuk emulsi dapat
dengan mudah diformulasikan ke dalam produk pangan (Yuliasari dan Hamdan
2012). Pada penelitian ini, retinyl palmitate bentuk oily dilarutkan dalam emulsi
minyak dalam air. Nanoemulsi merupakan bentuk emulsi yang terdiri dari droplet
minyak dalam skala nano yang tersebar di fase air dan sangat stabil, biasanya
berukuran kurang dari 300 nm (Li et al. 2011). Nanoemulsi sangat stabil untuk
beberapa bulan karena ukurannya yang sangat kecil. Selain itu, nanoemulsi sangat
stabil karena gaya atraktif antar partikel droplet menurun seiring menurunnya
ukuran partikel. Nanoemulsi minyak dalam air (o/w) distabilkan dengan
penambahan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan antar permukaan
(Tiwari et al. 2006).
Teknologi lain yang juga dapat digunakan untuk meningkatkan
kestabilan vitamin A adalah teknologi enkapsulasi. Enkapsulasi merupakan proses
atau teknik untuk menyalut inti yang berupa suatu senyawa aktif padat, cair, gas,
ataupun sel dengan suatu bahan pelindung tertentu yang dapat mengurangi
kerusakan senyawa aktif tersebut (Li et al. 2011). Dalam proses enkapsulasi,
material pengkapsul selama proses pengeringan harus mampu menahan dan
melindungi bahan yang dienkapsulasi dari kehilangan dan kerusakan kimia selama
pengolahan, penyimpanan dan penanganan. Bahan penyalut yang digunakan
menentukan sifat fisikokimia mikrokapsul yang dihasilkan. Bahan penyalut yang
berisi maltodekstrin dan whey protein dengan perbandingan 60 : 40 menghasilkan
rendemen yang paling tinggi pada penelitian sebelumnya (Yuliani et al. 2013).

8
Maltodekstrin dapat melindungi mikroenkapsulat dari proses oksidasi dan whey
protein mempunyai sifat fungsional yang sangat baik untuk menjadi bahan pelapis
pada proses spray drying (Gharsallaoui et al. 2007). Proses enkasulasi dapat
dilakukan dengan metode spray drying, spray cooling and chilling, extrussion,
fluidised bed coating, liposome entrapment, dan coacervation (Wilson dan Shah
2007). Proses enkapsulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
teknik spray drying. Teknik spray drying merupakan tenik yang paling umum
digunakan karena ekonomis (Wilson dan Shah 2007).
Efektifitas dari nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi dapat dilihat dengan
uji kandungan vitamin A produk pangan terfortifikasi vitamin A terenkapsulasi
dibandingkan dengan kandungan vitamin A pada produk pangan yang difortifikasi
dengan vitamin A bebas. Flakes ubi kayu atau sereal sarapan yang terbuat dari
tepung ubi kayu dipilih sebagai pangan pembawa pada penelitian ini karena
memiliki sifat yang praktis dan mudah disajikan. Produk akhir berupa flakes ubi
kayu terfortifikasi vitamin A diharapkan dapat membantu memenuhi asupan
vitamin A bagi masyarakat

Perumusan Masalah
Permasalahan dari vitamin A adalah rentan dengan lingkungan, mudah
terdegradasi ketika terekspos cahaya, oksigen, dan udara. Kerusakan vitamin A
terjadi selama preparasi, pengolahan, transportasi, dan penyimpanan. Oleh sebab
itu diperlukan cara untuk melindungi vitamin A dari lingkungan.
Nanoemulsifikasi dan enkapsulasi merupakan teknologi yang dapat melindungi
vitamin A dari kerusakan karena lingkungan.

Tujuan Penelitian
a.
b.
c.

Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mempelajari karakteristik nanoemulsi vitamin A (NRP) dan nanoemulsi
vitamin A terenkapsulasi (NRPT) sebagai fortifikan.
Membandingkan karakteristik flakes yang dibuat dari tepung ubi kayu
terfortifikasi oleh NRPT, retinyl palmitate bebas, dan tanpa fortifikasi.
Mengaplikasikan tepung ubi kayu terfortifikasi menjadi produk flakes ubi
kayu dan mempelajari karakeristik flakes ubi kayu terfortifikasi yang
dihasilkan.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
pengembangan produk pangan berupa flakes berbahan ubi kayu yang difortifikasi
dengan nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi sehingga dapat membantu
pemenuhan zat gizi mikro vitamin A pada penderita defisiensi vitamin A maupun
sebagai asupan vitamin A harian masyarakat.

9
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pembuatan flakes ubi kayu terfortifikasi
menggunakan bahan baku tepung ubi kayu yang sebelumnya telah difortifikasi
menggunakan vitamin A. Vitamin A yang digunakan sebagai fortifikan adalah
retinyl palmitate dalam bentuk nanoemulsi yang dienkapsulasi. Sebagai
pembanding dilakukan fortifikasi dengan retinyl palmitate bebas.

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes ubi kayu adalah
tepung ubi kayu varietas Adira 1 ukuran 100 mesh, garam, gula bubuk, margarin,
baking powder, emulsifier egg yolk, dan air . Bahan-bahan tambahan antara lain
plastik pengemas berlapis logam/metalized plastic, serta bahan dalam pembuatan
nanoemulsi yaitu retinyl palmitate dalam bentuk oily, minyak jagung, tween 80.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan enkapsulat nanoemulsi vitamin A yaitu
maltodekstrin dan whey protein. Bahan yang digunakan dalam pengujian
kandungan vitamin A yaitu : hexan, methanol, acetonitryl, propanol, dan
aquabides.

Alat
Peralatan yang digunakan untuk proses nanoemulsi vitamin A adalah High
Pressure Homogenizer (HPH), magnetic stirer, dan Ultra-Turax. Peralatan yang
digunakan untuk proses enkapsulasi dari nanoemulsi adalah spray-dryer.
Peralatan untuk mengukur distribusi dari ukuran partikel adalah Particle Size
Analyzer. Peralatan untuk mengukur kadar vitamin A adalah HPLC. Peralatan
pengujian fisik yang digunakan untuk mengukur warna adalah Chromameter CR
300 Minolta. Analisis tekstur menggunakan Texture Analyzer. Peralatan yang
digunakan untuk pembuatan cassava flakes fortifikasi, yaitu sheeter.
.
Prosedur Percobaan
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan. Tahap I yaitu karakterisasi NRPT
dan NRP. Tahap ini diawali dengan pembuatan NRP dan NRPT mengikuti
prosedur Yuliani et al. (2013). Pengujian dilakukan terhadap karakteristik fisik
(distribusi ukuran), kadar air (untuk NRPT), dan kadar vitamin A. Tahap II yaitu
karakterisasi flakes ubi kayu yang dibuat dari tepung ubi kayu terfortifikasi. Tahap
ini diawali dengan fortifikasi NRPT pada tepung ubi kayu. Sebagai pembanding
dibuat juga flakes dari tepung ubi kayu yang difortifikasi retinyl palmitate bebas
dan tepung ubi kayu tanpa fortifikasi. Pengujian dilakukan terhadap organolepttik,
fisik (warna dan tekstur), kadar air, dan kadar vitamin A. Adapun tahapan
penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.

10

Karakterisasi
tepung ubi
kayu :
a. Analisis
proksimat
b. Kadar air

Tepung ubi
kayu

Nanoemulsi
retinyl
palmitate

Karakterisasi:
a. Distribusi ukuran
partikel (Particle
Size Analyzer)
b. Kadar vitamin A
(HPLC)

Pembuatan
nanoemulsi retinyl
palmitate
enkapsulasi

Fortifikasi

a. Analisis
warna
b. Kadar air

a. Uji
organoleptik
b. Fisik (warna
dan tekstur)
c. Kadar air
d. Kadar vitamin
A

Tepung ubi
kayu
terfortifikasi

Pembuatan flakes
ubi kayu
terfortifikasi

Flakes ubi kayu
terfortifikasi

Gambar 1 Skema penelitian

Nanoemulsi
retinyl
palmitate
terenkapsulasi

Karakterisasi :
a. Rendemen
b. Distribusi ukuran partikel
(Particle Size Analyzer)
c. Kadar air
d. Kadar vitamin A (HPLC)

Retinyl
palmitate bebas
(sebagai
pembanding)

Bahan
penyalut,
emulsifier, air,
minyak jagung

11
Proses pembuatan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi dapat dilihat
pada Gambar 2.
Tween 80, air

Homogenisasi menggunakan
Ultra-turax 11000 rpm
selama 3 menit
Minyak jagung,
retinyl palmitate
bentuk oily
Pencampuran selama ± 3 menit dan dilanjutkan
dengan homogenisasi kembali menggunakan
Ultra-turax 11000 rpm selama ± 5 menit

Emulsi dihomogenisasi dengan High
Pressure Homogenizer (P=100 bar)
sebanyak 7 siklus (@ siklus ±15 menit)

Nanoemulsi
retinyl palmitate
(NRP)
Whey protein,
maltodekstrin, air
Spray drying

Nanoemulsi retinyl
palmitate terenkapsulasi
(NRPT)

Gambar 2 Proses pembuatan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi
(Yuliani et al. 2013)

12
Proses pembuatan flakes ubi kayu rasa coklat dapat dilihat pada Gambar 3.

Tepung ubi kayu
terfortifikasi (1/2
bagian),
maltodekstrin (1/2
bagian), egg yolk,
gula halus, garam,
margarin, dan
pengembang

Pencampuran
kering

Coklat bubuk,
Chocolate flavor
Air

Pengadukan

Adonan

Pemasakan / Pre-gelatinisasi

Adonan

Tepung ubi kayu
terfortifikasi (1/2
bagian),
maltodekstrin
(1/2 bagian)

Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan

Flakes ubi kayu
terfortifikasi
rasa coklat
Gambar 3 Proses pembuatan flakes ubi kayu (Yuliani et al. 2013)
Uji Kimia
Uji kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air metode oven (SNI 012891- 1992), analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 2012), analisis kadar
protein dengan metode menggunakan katalis tembaga dan distilasi uap dalam
asam borat (AOAC 2012), analisis kadar lemak soxtec/hexanes extractionsubmersion method (AOAC 2012), dan analisis kandungan vitamin A

13
menggunakan HPLC dengan metode dari Kwiecien et al. (2010) yang
dimodifikasi fase geraknya.
Pengukuran vitamin A dimulai dengan pembuatan kurva standar
vitamin A. Standar retinyl palmitate dibuat dengan cara melarutkan retinyl
palmitate ke dalam n-hexane. Persiapan sampel dimulai dengan mengekstrak
sampel ke dalam n-hexane selama 30 menit menggunakan sonikator. Sampel
kemudian diukur menggunakan HPLC. Fase gerak yang digunakan adalah
acetonitryl:propanol sebesar 65 : 35. Flow rate yang digunakan adalah 2 mL/
menit. Panjang gelombang yang digunakan adalah 325 nm.
Perhitungan :
Konsentrasi (ppm) =
Keterangan : FP : Faktor Pegenceran
Uji Fisik
Uji fisik yang dilakukan meliputi pengukuran distribusi ukuran, rata-rata
diameter, dan PDI pada nanoemulsi retinyl palmitate dan nanoemulsi retinyl
palmitate terenkapsulasi menggunakan Particle Size Analyzer, analisis derajat
putih tepung ubi kayu menggunakan Chromameter, analisis warna flakes ubi kayu
menggunakan Chromameter, dan analisis tekstur flakes menggunakan Texture
Analyzer. Metode penetapan derajat putih dengan chromameter pada tepung ubi
kayu berdasarkan persamaan berikut :
Derajat putih = 100 – [(100-L) + a2 + b2]1/2
Uji Organoleptik
Terdapat dua jenis pengujian organoleptik yang dilakukan terhadap
flakes ubi kayu, yaitu uji beda dari kontrol (different from control test) dan uji
rating hedonik. Uji beda dari kontrol dilakukan terhadap dua bentuk penyajian
flakes ubi kayu yaitu penyajian kering dan penyajian rehidrasi susu. Uji dilakukan
terhadap 70 panelis tidak terlatih dengan menggunakan skala pengujian yaitu (1)
tidak berbeda/sama; (2) sedikit berbeda; (3) agak berbeda; (4) Moderat; (5) cukup
besar perbedaan; (6) besar perbedaan; dan (7) sangat besar perbedaan. Uji beda
dari kontrol ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan panelis untuk
membedakan flakes ubi kayu terfortifikasi dan flakes ubi kayu tanpa fortifikasi.
Uji rating hedonik hanya dilakukan pada flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi
vitamin A terenkapsulasi, baik yang penyajian kering maupun rehidrasi susu.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi. Uji rating
hedonik ini dilakukan terhadap 70 panelis tidak terlatih dengan parameter warna,
rasa, aroma, dan tekstur. Uji rating hedonik menggunakan skala hedonik dengan
skor 1 sampai dengan 7, dengan kriteria sebagai berikut: (1) sangat tidak suka; (2)
tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) biasa/netral; (5) agak suka; (6) suka; dan (7)
sangat suka (Adawiyah et al. 2012).

14
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan cassava
flakes terfortifikasi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor, 3
taraf perlakuan, dan 3 ulangan. Faktor pada penelitian ini yaitu penambahan
bentuk fortifikan. Adapun taraf perlakuan, terdiri dari flakes ubi kayu terfortifikasi
nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi, flakes ubi kayu terfortifikasi vitamin A
(retinyl palmitate) bebas, dan flakes ubi kayu tanpa fortifikasi. Model matematis
adalah sebagai berikut:
Yij = μ + σi + ϵij
Keterangan:
Yij
= Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
μ
= Nilai tengah umum
σi
= Pengaruh perlakuan perbedaan jenis fortifikan
ϵij
= Galat percobaan dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
i
= Perlakuan yang diberikan, yaitu perbedaan jenis fortifikan
j
= Ulangan dari perlakuan
Seluruh data hasil analisis dan data organoleptik uji rating hedonik
ditabulasi dan dirata-ratakan dengan MS. Excel yang kemudian dilanjutkan
dengan pengolahan data menggunakan SPSS 16 for Windows. Data hasil analisis
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui besar tidaknya pengaruh
yang signifikan akibat adanya perbedaan perlakuan. Rancangan Acak Kelompok
dan uji lanjut Dunnet dilakukan pada pengolahan data analisis uji organoleptik
beda dari kontrol untuk mengetahui besarnya perbedaan dari adanya perlakuan
yang dibandingkan dengan kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Fortifikan Nanoemulsi Retinyl palmitate Terenkapsulasi
Enkapsulasi merupakan proses atau teknik untuk menyalut inti yang
berupa suatu senyawa aktif padat, cair, gas, ataupun sel dengan suatu bahan
pelindung tertentu yang dapat mengurangi kerusakan senyawa aktif tersebut (Li et
al. 2011). Menurut Wilson dan Shah (2007), enkapsulasi adalah penciptaan
penghalang untuk menghindari reaksi kimia dan/atau memungkinkan
dikendalikannya pelepasan bahan (senyawa aktif). Senyawa aktif yang biasanya
dilindungi dengn proses enkapsulasi yaitu antioksidan, mineral, vitamin,
fitosterol, lutein, asam lemak, lycopene, dan sel hidup (misalnya probiotik)
(Nedovic et al. 2011). Spray drying merupakan metode yang paling umum
digunakan untuk proses enkapsuasi karena ekonomis (Wilson dan Shah 2007).
Material pengapsul selama proses pengeringan harus mampu menahan dan
melindungi bahan yang dienkapsulasi dari kehilangan dan kerusakan kimia selama
pengolahan, penyimpanan dan penanganan. Material penyalut yang digunakan
pada penelitian ini adalah maltodekstrin dan whey protein dengan perbandingan
60 : 40. Perbandingan ini dipilih karena menghasilkan rendemen hasil spray
paling tinggi pada penelitian sebelumnya (Yuliani et al. 2013). Berdasarkan

15
penelitian Choi et al. (2010), asam linoleat yang dienkapsulasi menggunakan
bahan penyalut berupa maltodekstrin dan whey protein dengan perbandingan 2:1
menghasilkan rendemen sebesar 85,2 %. Maltodekstrin dan whey protein
digunakan sebagai pengapsul karena menurut (Gharsallaoui et al. 2007),
maltodekstrin dapat melindungi mikroenkapsulat dari proses oksidasi dan whey
protein mempunyai sifat fungsional yang sangat baik untuk menjadi bahan pelapis
pada proses spray drying. Proses enkapsulasi dilakukan menggunakan spray dryer
dengan suhu inlet 1700 C dan kecepatan 15 mL/menit. Total padatan dari proses
enkapsulasi sebesar 20 %. Proses enkapsulasi dilaksanakan dua kali. Hasil
enkapsulasi dibagi menjadi dua jenis yaitu jenis A dan jenis B. Jenis A merupakan
produk enkapsulasi yang tertampung di collection vessel sedangkan jenis B
merupakan produk enkapsulasi yang terdapat di drying chamber (Gambar 4).
Jenis A merupakan produk yang digunakan sebagai fortifikan karena memiliki
karakteristik bentuk yang halus sehingga sesuai dengan karakteristik tepung ubi
kayu.

Drying chamber

Collection vessel

Gambar 4 Spray dryer
Rata-rata rendemen yang dihasilkan pada produk jenis A (produk di
collection vessel) lebih banyak dibandingkan dengan produk rendemen yang
dihasilkan pada jenis B (produk di drying chamber). Berdasarkan dari hasil
penelitian, jumlah rendemen yang terdapat di drying chamber cukup besar yaitu
sebesar 25,66 %. Menurut Masters (1979), bahan dapat menempel di ruang
pengering (drying chamber) disebabkan karena droplet sampai ke dinding
pengering dalam keadaan semi basah (panas dari udara pengering tidak mampu
mengeringkan semua bahan yang disemprotkan ke dalam ruang pengering) atau
karena komposisi bahan yang menyebabkan kelengketan selama pengeringan.
Total dari rendemen hasil spray drying adalah 54,45 %. Total rendemen ini tidak
jauh berbeda jika dibandingkan dengan total rendemen hasil spray retinyl
palmitate pada penelitian yang dilakukan oleh Reynolds (2005), yaitu
menghasilkan rendemen sebesar 12,5 % - 48,3 %. Menurut Erdinc (2007), total
padatan suspensi mempengaruhi rendemen hasil spray drying. Semakin tinggi
total padatan yang dikeringkan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin
tinggi. Suhu inlet dan laju alir umpan juga mempengaruhi jumlah rendemen
produk. Menurut Esquijarosa et al. (2009), peningkatan suhu inlet yang disertai
peningkatan laju alir umpan dapat meningkatkan rendemen produk. Total
rendemen produk enkapsulasi dapat dilihat di Tabel 1.

16
Tabel 1 Rendemen produk NRPT hasil spray drying
Produk
Collection
vessel
Drying
chamber
Total

Rata-rata rendemen (BK) (%)
28,79 ± 0,37
25,66 ± 2,52

Kadar Air (%)
3,00±0,15
1,58±023

54,45

Hasil fortifikan yang berupa nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi
kemudian dikarakterisasi melalui pengujian kadar air, analisis ukuran partikel, dan
kadar vitamin A. Kadar air merupakan parameter yang penting untuk diketahui
karena berhubungan dengan daya simpan produk akhir dan efektifitas
pengeringan. Berdasarkan data hasil pengukuran kadar air pada nanoemulsi
vitamin A terenkapsulasi diketahui bahwa kadar air jenis A (produk di collection
vessel) lebih tinggi dibandingkan kadar air jenis B (produk di drying chamber).
Hal ini dikarenakan produk di drying chamber mengalami waktu kontak yang
lebih lama dengan panas (heated air or gas yang berasal dari nozzle)
dibandingkan dengan produk yang berada di collection vessel. Menurut Wrzosek
et al. (2013), kadar air prduk hasil spray drying dipengaruhi oleh laju alir umpan.
Berdasarkan penelitian Wrzosek et al. (2013), laju alir umpan yang tinggi dapat
meningkatkan kadar air produk.
Kadar air pada produk yang berada di drying chamber sebesar 1,58%
(BB), sedangkan kadar air produk yang berada di collection vessel sebesar 3,00%
(BB). Kadar air ini masih sesuai jika dibandingkan dengan kadar air flavor yang
dienkapsulasi dengan spray drying yang memiliki kadar air kurang dari 5 %
(Galmarini et al. 2008). Pada beberapa standar mutu produk kering, syarat
maksimum kadar air produk susu bubuk (SNI 01-2970-1999) dan kopi instan
(SNI 01-2983-1992) sebesar 4,0 %. Oleh karena itu kadar air dari enkapsulat
nanoemulsi vitamin A masih berada dalam kisaran umum kadar air produk kering
yang dihasilkan dengan proses spray drying.
Distribusi Ukuran Partikel pada Fortifikan
Distribusi ukuran partikel pada nanoemulsi retinyl palmitate diukur
menggunakan alat Particle Size Analyzer. Particle Size Analyzer merupakan alat
yang dapat melihat distribusi ukuran partikel sampel. Dari hasil analisis, rata-rata
diameter partikel nanoemulsi vitamin A (NRP) sebesar 130,01 nm dengan PDI
(poly dispersity index) sebesar 0,0340. Ukuran tersebut masih diterima sebagai
partikel nano karena menurut Li et al. (2011) bahwa yang disebut sebagai
nanoemulsi adalah emulsi yang partikelnya berukuran 20 – 300 nm. PDI
menunjukkan intensitas penyebaran dari ukuran partikel. Menurut Malvern
(2013), data yang baik adalah data yang PDI nya kurang dari 0,5. Jika PDI lebih
besar dari 0,5 maka data Z average (ukuran distribusi partikel) sulit untuk diterima
karena besarnya variasi dari ukuran partikel. Data pada pengukuran NRP ini dapat
diterima karena memiliki PDI kurang dari 0,5. Pengukuran dilakukan berdasarkan
intensitas, volume, dan jumlah. Contoh kurva hasil distribusi ukuran nanoemulsi
retinyl palmitate berdasarkan intensitas dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil

17
pengukuran distribusi ukuran partikel nanoemulsi retinyl palmitate selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Z average
=130,01 nm

Gambar 5 Dispersi ukuran NRP berdasarkan intensitas menggunakan
Particle Size Analyzer
Distribusi ukuran partikel nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi diukur
menggunakan Particle Size Analyzer. Rata-rata diameter nanoemulsi vitamin A
terenkapsulasi (NRPT) sebesar 246,1 nm. PDI (poly dispersity index) pada
pengukuran nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi ini sebesar 0,314, artinya data
dari pengukuran tersebut dapat diterima karena memiliki PDI kurang dari 0,5.
Berdasarkan data, intersep pada pengukuran ini sebesar 0,958 dan menurut
Malvern (2013), pengukuran yang baik memiliki intersep antara 0,85-0,95. Kurva
dari hasil pengukuran disribusi ukuran nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi
menggunakan Particle Size Analyzer dapat dilihat pada Gambar 6. Output dari
hasil pengukuran nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Gambar 6 Distribusi ukuran partikel NRPT menggunakan Particle Size Analyzer

18
Rata-rata diameter nanoemulsi vitamin A yang sudah dienkapsulasi
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan ukuran nanoemulsi vitamin A.
Hal ini karena adanya bahan penyalut sehingga ukuran partikel menjadi lebih
besar. Peningkatan diameter nanoemulsi yang telah dienkapsulasi juga terjadi
pada penelitian Li et al. (2011). Berdasarkan data penelitian tersebut, diameter
dari nanoemulsi vitamin E setelah dienkapsulasi menggunakan berbagai bahan
pengapsul umumnya mengalami peningkatan dua kali lipat untuk semua sampel.
Menurut Li et al. (2011), jenis bahan pengapsul mempengaruhi peningkatan
ukuran diameter produk hasil enkapsulasi. Salah satu perlakuan dengan
menggunakan bahan pengapsul berupa maltodekstrin mengalami peningkatan
ukuran diameter dari 79,1 nm menjadi 182,3 nm setelah dienkapsulasi. Hasil
analisis ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis ukuran partikel
Bentuk Produk

Alat

Nanoemulsi RP
(NRP)
Nanoemulsi RP
Terenkapsulasi
(NRPT)

Particle Size
Analyzer
Particle Size
Analyzer

Rata – rata diameter
ukuran partikel (nm)
132,32

PDI

246,10

0,3140

0,0340

Analisis Kandungan Vitamin A Menggunakan HPLC
Analisis kandungan vitamin A. dilakukan menggunakan HPLC (High
Pressure Liquid Chromatography). Analisis ini menggunakan metode modifikasi
dari Kwiecien et al. (2010). Analisis dilakukan terhadap nanoemulsi retinyl
palmitate dan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi. Kandungan vitamin A
dihitung dari persamaan kurva standar.
Jumlah retinyl palmitate yang ditambahkan pada saat pembuatan
nanoemulsi sebesar 247,5 ppm. Namun hasil analisis kandungan vitamin A pada
nanoemulsi vitamin A yang diukur menggunakan HPLC dengan metode ekstraksi
sebesar 55,70 ppm sehingga recovery vitamin A pada emulsi sebesar 22,50 %.
Jumlah ini cukup kecil karena diduga masih kurang terkontrolnya proses
pembuatan nanoemulsi vitamin A. Menurut Allen (2006), vitamin A tidak stabil
ketika terekspos cahaya, oksigen, dan udara sehingga mudah teroksidasi. Pada
pembuatan nanoemulsi, tidak terkontrolnya cahaya pada saat pembentukan
partikel nano pada High Pressure Homogenizer (HPH) diduga merupakan
penyebab utama berkurangnya jumlah vitamin A yang terdeteksi. Pembuatan
nanoemulsi vitamin A menggunakan HPH dilakukan sebanyak 7 kali siklus.
Masing-masing siklus dilakukan selama 15 menit sehingga total dari paparan
cahaya selama pembuatan nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi adalah 105 menit.
Selama proses pembuatan nanoemulsi terjadi peningkatan suhu pada saat
homogenisasi menggunakan ultra-turax dan pada saat pembuatan partikel nano
menggunakan HPH. Selain itu, kondisi pada saat preparasi untuk pengukuran
vitamin A juga menjadi salah satu faktor berkurangnya vitamin A tersebut.
Berdasarkan data penelitian dari Dunn dan Amy (2010), susu skim yang dikemas

19
menggunakan PE dan terpapar cahaya (200 lux) selama 4 jam mengalami
kerusakan vitamin A sebesar 37% - 57%. Berdasarkan Dunn dan Amy (2010),
panjang gelombang penyinaran mempengaruhi retensi vitamin A, terutama sinar
UV yang bertanggung jawab pada proses degradasi vitamin A. Panjang
gelombang di bawah 415 nm lebih dapat mendegradasi vitamin A lebih kuat
dibandingkan dengan panjang gelombang 415 nm dan 455 nm.
Kandungan vitamin A pada hasil enkapsulat nanoemulsi vitamin A sebesar
31,53 ppm. Hasil ini diperoleh dengan metode ekstraksi heksan yang kemudian
diukur menggunakan HPLC. Recovery vitamin A pada hasil enkapsulasi vitamin
A sebesar 56,91 %. Kehilangan vitamin A cukup tinggi pada saat proses
enkapsulasi karena suhu yang tinggi pada spray dryer. Menurut Sauvant et
al.(2012), proses enkapsulasi menggunakan teknik spray drying dapat merusak
komponen yang sensitif, termasuk vitamin. Menurut hasil penelitian
Thankitsunthorn et al. (2009), kehilangan vitamin C pada proses pembuatan
bubuk buah gooseberry menggunakan teknik spray drying dengan suhu inlet
1200C dan 1400C berturut-turut sebesar 39,4% dan 62,1 %. Kehilangan vitamin A
pada saat proses juga terjadi pada penelitian Reynolds (2005). Berdasarkan data
dari penelitian Reynolds (2005) tersebut, recovery setelah proses spray drying
hanya sebesar 0,1 – 3 %.
Metode ekstraksi vitamin A pada penelitian ini menggunakan hexan dan
diekstrak selama 30 menit. Adanya emulsifikasi dan enkapsulasi yang melindungi
vitamin A menyebabkan vitamin A sulit untuk diekstrak. Metode ekstraksi heksan
diduga kurang optimal mengekstrak vitamin A pada NRPT. Kemungkinan
kandungan dari vitamin A pada NRPT lebih dari 31,53 ppm. Grafik perbandingan
kandungan vitamin A pada kedua sampel dapat dilihat pada Gambar 7. Total
kandungan vitamin A pada NRPT dan NRP selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3.

60

55,70±7,41

Jumlah (ppm)

50
40
31,53±0,77
30
20
10
0
NRP

NRPT

Gambar 7 Kandungan vitamin A pada NRP dan NRPT dengan
metode ekstraksi heksan

20
Karakterisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Vitamin A pada
Tepung Ubi Kayu
Hasil karakterisasi tepung ubi kayu menunjukkan bahwa sampel tepung
ubi kayu memiliki nilai gizi yang sesuai dengan standar mutu tepung ubi kayu
yang disyaratkan oleh SNI 01-2997-1992. Kadar air sampel tepung ubi kayu
sebesar 10,5 %, sesuai dengan persyaratan SNI 01-2997-1992 (maksimal 12 %).
Kadar abu sampel tepung ubi kayu sebesar 1,46 %, sesuai dengan persyaratan
SNI 01-2997-1992 (maksimal 1,5 %). Kadar karbohidrat sampel tepung ubi kayu
sebesar 84,57 %, sesuai dengan persyaratan SNI 01-2997-1992 (minimal 75 %).
Sampel tepung ubi kayu mengandung protein sebesar 2,24 % dan lemak sebesar
0,82 %. Kadar protein dan lemak masih belum dipersyaratkan oleh SNI 01-29971992. Hasil karakterisasi tepung ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil karakterisasi tepung ubi kayu yang digunakan
Komponen
Air (%)
Abu (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)

Sampel tepung ubi kayu
10,51 ± 0,01
1,46 ± 0,02
2,24 ± 0,05
0,82 ± 0,01
84,57

SNI 01-2997-1992
Maks. 12,0
Maks. 1,5
Min. 75

Salah satu syarat mutu menurut SNI 01-2997-1992 adalah kandungan
HCN. Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia
maupun hewan. Oleh karena itu, menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu
yang bisa digunakan maksimal mengandung HCN sebesar 40 ppm. Menurut
penelitian Prangdimurti (1991), kadar HCN pada ubi kayu segar varietas Adira 1
sebesar 41,04 ppm. Namun dengan adanya perlakuan – perlakuan dalam
pembuatan tepung ubi kayu seperti perendaman, penjemuran, dan penghancuran
dapat menurunkan kadar HCN sebesar 10,00 – 16,5 ppm. Jumlah ini masih sesuai
dengan syarat mutu tepung ubi kayu menurut SNI 01-2997-1992 yaitu maksimal
40 ppm.
Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi
Karakterisasi pada tepung ubi kayu terfortifikasi meliputi kadar air dan
analisis warna menggunakan chromameter. Terdapat dua sampel pada
karakterisasi ini yaitu tepung ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi vitamin A
terenkapsulasi dan tepung ubi kayu kontrol (tanpa fortifikasi). Fortifikasi retinyl
palmitate bebas tidak dilakukan karena retinyl palmitate yyang digunakan dalam
bentuk oily sehingga kurang tepat jika diaplikasikan ke tepung ubi kayu.
Berdasarkan hasil analisis, kadar air pada kedua sampel tepung berkisar antara
11,10 – 11,42 g/100 g dan masih memenuhi standar mutu tepung ubi kayu yang
disyaratkan oleh SNI 01-2977-1992 yaitu maksimal 12 g/100g. Berdasarkan uji
statistik ANOVA menunjukkan bahwa kadar air tepung fortifikasi nanoemulsi
vitamin A tenkapsulasi dan tepung non fortifikasi tidak berbeda nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa fortifikasi yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap kadar

21
air tepung ubi kayu. Hasil uji statistik kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi dan
tepung ubi kayu non fortifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Selain kadar air, analisis warna juga dilakukan pada penelitian ini karena
fortifikan nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi berwarna kecoklatan, sehingga
dikhawatirkan dapat mempengaruhi warna tepung ubi kayu. Nilai hasil
pengukuran warna menggunakan chromameter dikonversi menjadi derajat putih.
Nilai derajat putih kedua sampel tepung tersebut masih memenuhi standar mutu
tepung ubi kayu SNI 01-2997-1992 yaitu minimal 85 %. Berdasarkan uji statistik
ANOVA menunjukkan bahwa nilai derajat putih tepung fortifikasi nanoemulsi
vitamin A tenkapsulasi (NRPT) dan tepung non fortifikasi tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa fortifikasi yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap
derajat putih tepung ubi kayu. Hasil karakterisasi tepung ubi kayu terfortifikasi
dapat dilihat di Tabel 4. Hasil uji statistik warna dan derajat tepung ubi kayu
terforfikasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampran 6.
Tabel 4 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi
Jenis Tepung Ubi
Kayu

Kadar Air
(g/100g)

L

Analisis Warna
a
b
Derajat
putih

11,42 ± 0,12a
100,6a
-0,29a
14,48a 85,50a
Tepung fortifikasi
NRPT
100,33a -0,48b
12,97a 87,01a
Tepung non fortifikasi 11,10 ± 0,16a
(kontrol)
Ket : a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Karakterisasi Flakes Ubi Kayu
Karakterisasi terhadap flakes ubi kayu meliputi kadar air flakes, analisis
warna menggunakan chromameter, tekstur (hardness dan hardness work done),
serta konsentrasi vitamin A. Produk flakes belum memiliki standar mutu nasional.
Namun jika dibandingkan dengan SNI untuk produk susu sereal maka kadar air
flakes sedikit lebih tinggi yaitu berkisar antara 3,41 - 3,84 %. Berdasarkan SNI
01-4270-1996, kadar air maksimal pada susu sereal adalah 3,00 %. Jika melihat
dari bahan baku yang hampir sama dan syarat penerimaan konsumen yaitu tekstur
dan kerenyahan , maka syarat mutu produk biskuit SNI 01 – 2973 – 1992 bisa
digunakan sebagai acuan. Kadar air maksimal pada biskuit adalah 5 %, maka
kadar air flakes ubi kayu ini masih sesuai dengan standar SNI untuk produk
biskuit. Berdasarkan uji ANOVA, kadar air ketiga jenis sampel tidak berbeda
nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses fortifkasi tidak berpengaruh terhadap
kadar air sampel flakes ubi kayu. Hasil uji statistika kadar air sampel flakes
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Karakterisasi lain yang dilakukan adalah uji warna menggunakan
chromameter. Berdasarkan hasil uji ANOVA, nilai L (kecerahan), nilai a, dan
nilai b dari ketiga sampel tidak berbeda nyata. Hasil uji statistika warna flakes ubi
kayu dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil pengukuran, ketiga sampel
berwarna merah kekuningan secara objektif. Jika dilihat seca subjektif (tanpa alat)

22
maka flakes tersebut berwarna kecoklatan. Penampakan dari sampel flakes dapat
dilihat pada Gambar 8.

Flakes fortifikasi
NRPT

Flakes fortifikasi
vit A bebas

Flakes tanpa
fortifikasi

Gambar 8 Flakes ubi kayu
Karakterisasi lainnya yang dilakukan adalah uji tekstur (berupa hardness
dan hardness work done). Hardness merupakan nilai yang diperoleh dari puncak
tertinggi dalam grafik analisis tekstur. Hardness menggambarkan kekerasan
produk yang dihasilkan. Hardness dari ketiga sampel berkisar antra 602,89 –
854,22 gf. Berdasarkan uji ANOVA, hardness ketiga sampel tidak berbeda nyata.
Hal ini menunjukkan bahwa proses fortifikasi tidak berpengaruh terhadap
hardness sampel. Hasil uji statistika hardness selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 9. Uji tekstur lainnya berupa hardness work done. Hardness work done
menggambarkan jumlah energi yang digunakan untuk mengkompresi produk
ketika dianalisis karakteristik teksturnya. Berdasarkan data, ketiga sampel
mempunyai hardness work done berkisar antara 1,06 – 1,15 mJ. Berdasarkan uji
ANOVA, ketiga sampel memiliki hardness work done yang tidak berbeda nyata,
artinya, proses fortifikasi tidak berpengaruh terhadap hardness work done flakes
ubi kayu. Hasil uji statistika hardness work done selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 10. Hasil karakterisasi flakes ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Karakterisasi flakes ubi kayu
Jenis Analisis
Tanpa
fortifikasi
Kadar Air (%)
Warna

Tekstur
1. Hardness (gf)
2. Hardness work
done (mJ)
Konsentrasi
vitamin A (ppm)
Recovery (%)

L
a
b

3,84 ± 0,59a
68,55±2,91a
7,43±0,84a
22,02±0,70a

Jenis cassava flakes
Fortifikasi
Fortifikasi
vitamin A bebas
nanoemulsi vitamin A
terenkapsulasi
3,56 ± 0,44a
3,41 ± 0,35a
66,56±3,32a
66,03±2,37a
7,48±0,47a
7,85±0,74a
22,16±0,78a
23,20±2,74a

795,44±17,56a

602,89±62,15a

854,22±38,15a

1,14±0,29a
0,30±0,01

1,15±0,35a
N.a

1,06±0,29a
4,31 ± 0,78

-

N.a

266,67

23
Ket : N.a = Not available; a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh
huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda
Duncan).
Karakterisasi yang terpenting yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji
konsentrasi vitamin A. Pengukuran konsentrasi vitamin A yang dilakukan pada
ketiga sampel bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari proses pembuatan
fortifikan menjadi partikel berukuran nano terhadap kestabilan vitamin A. Pada
flakes ubi kayu tanpa fortifikasi mengandung vitamin A sebesar 0,30
ppm.Vitamin A tersebut berasal dari margarin dan egg yolk yang digunakan
sebagai bahan dalam pembuatan flakes ubi kayu. Vitamin A pada flakes
terfortifikasi vitamin A bebas tidak terdeteksi (not available). Vitamin A berupa
retinyl palmitate bebas sebanyak 1,2 ppm yang ditambahkan pada flakes tersebut
kemungkinan hilang karena proses pengolahan. Hal ini karena vitamin A memang
sangat rentan dengan cahaya, oksigen, dan udara sehingga mudah teroksidasi
(Allen 2006). Terlebih lagi vitamin A bebas tidak tersalut (terlindungi) dengan
bahan peyalut sehingga panas dan cahaya yang terpapar akan lebih mudah
mendegradasi vitamin A tersebut. Pencampuran vitamin A dalam bentuk oily pada
adonan flakes yang sulit untuk homogen kemungkinan juga menjadi salah satu
penyebab tidak terdeteksinya kandungan vitamin A. Vitamin A dalam bentuk oily
biasanya digunakan untuk fortifikasi lemak/minyak, cream, ataupun lipstik.
Vitamin A dalam bentuk oily jarang daplikasikan untuk fortifikasi produk pangan
(bukan lemak/minyak) karena sulit untuk tercampur secara merata.
Persentase recovery nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi yang
terfortifikasi pada flakes ubi kayu sebesar 266,67 %. Recovery menunjukkan
jumlah vitamin A yang terdeteksi dibagi dengan vitamin A yang ditambahkan.
Tingginya nilai recovery diduga karena adanya kesalahan dalam hal jumlah
vitamin A (NRPT) yang ditambahkan. Jumlah vitamin A dalam NRPT diduga
nilanya lebih besar daripada yang terdeteksi. Hal ini karena metode ekstraksi
menggunakan heksan diduga kurang efektif sehingga diduga masih ada sejumlah
vitamin A yang tidak terekstrak. Kandungan vitamin A pada fortifikan NRPT
diduga lebih besar dari yang terdeteksi sehingga jumlah vitamin A yang terdeteksi
di produk flakes lebih besar. Menurut Blake (2007), bahan penyalut pada partikel
yang dienkapsulasi dapat menyebabkan proses ekstraksi vitamin yang larut lemak
menjadi sulit. Selain itu, emulsifikasi yang kuat dapat menyebabkan proses
ekstraksi vitamin A menjadi sulit. Vitamin A pada flakes lebih mudah terekstrak
dengan metode ekstraksi menggunkan heksan karena material pengapsul
(maltodekstrin dan whey protein) diduga rusak dengan adanya proses
pemanggangan pada suhu 1400C selama 15 menit. Maltodekstrin merupakan hasil
hidrolisis pati golongan sakarida serta polisakarida (Hindom et al. 2013).
Maltodekstrin sebagai produk turunan pati memiliki komponen amilosa dan
amilopektin. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin
merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Semakin suhu
yang diberikan tinggi maka akan semakin banyak ikatan hidrogen yang putus
(Immaningsih 2012). Putusnya ikatan hidrogen pada maltodekstrin ini yang
menyebabkan vitamin A lebih mudah diekstrak. Whey protein merupakan protein
hasil samping pengolahan susu. Protein akan mengalami denaturasi ketika
dipanaskan. Denaturasi protein dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan
hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul

24
protein (Triyono 2010). Proses denaturasi protein pada whey protein inilah yang
menyebabkan vitamin A pada flakes ubi kayu menjadi mudah diekstrak
menggunakan metode heksan. Hasil uji total kandungan vitamin A pada flakes
terfortifikasi nanoemuli retinyl palmitate terenkapsulasi dapat dilihat pada
Lampiran 11.
Hasil enkapsulasi nanoemulsi vitamin A (NRPT) memang sangat stabil,
terbukti dari hasil pengukuran kandungan vitamin A. Setelah disimpan selama 5
bulan, nilai kandungan vitamin A tidak banyak berubah. Pembuatan enkapsulat
nanoemulsi vitamin A (NRPT) dilakukan pada tanggal 11 April 2014 dan
dilakukan dua kali uji kandungan yaitu tanggal 14 April 2014 dan 15 September
2014. Kandungan vitamin A pada pengujian yang dilakukan tanggal 14 April
2014 sebesar 30,99±0,07 ppm, sedangkan kandungan vitamin A pada pengujian
tanggal 15 September 2014 sebesar 32,07±1,59 ppm. Berdasarkan hasil analisis,
terlihat bahwa enkapsulat nanoemulsi vitamin A sangat stabil karena kandungan
vitamin A pada enkapsulat tersebut tidak berkurang meskipun disimpan selama
kurang lebih 5 bulan di refrigator. Kandungan vitamin A pada enkapsulat
nanoemulsi vitamin A yang diukur pada bulan April agak lebih rendah karena
kemungkinan faktor preparasi pada saat pengujian kandungan vitamin A. Hasil
total kandungan vitamin A pada NRPT
yang menunjukkan kestabilan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Faktor lain yang dapat menyebabkan tingginya jumlah vitamin A yang
terdeteksi yaitu proses ekstraksi vitamin A. Vitamin larut lemak yang terdapat di
pangan terikat dengan kompleks lipoprotein, dan karenanya protein serta lemak
harus dipecah untuk melepaskan vitamin (Blake 2007). Berdasarkan jurnal AOAC
(Blake 2007), saponifikasi selama semalam baik menggunakan metanol ataupun
etanol di suhu kamar memberikan kondisi terbaik untuk mempercepat proses
ekstraksi. Metode untuk ekstraksi vitamin A pada penelitian ini adalah dengan
ekstraksi langsung mengguunakan hexan selama 30 menit. Dimungkinkan,
meto