Pemanfaatan Kulit Ubi Kayu (Manihot utilisima) Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dalam Pakan Terhadap Karkas Kelinci Lepas Sapih (Oryctolagus cuniculus)
PEM
FER
D
MANFAAT
RMENTAS
DALAM P
LE
TAN KU
SI DENG
PAKAN T
EPAS SAP
LAILA NU
PROGR FA UNIVER
ULIT UB
GAN MIK
TERHAD
PIH (Oryc
SKRIP
OlehURMA SAFR 0803060
RAM STUDI AKULTAS PER RSITAS SUMA 2013
I KAYU
KROORG
DAP KAR
ctolagus cu
PSI
:
RIDA NASUTI 008
PETERNAKA RTANIAN ATERA UTAR 3
(Manihot
GANISME
RKAS KE
uniculus)
ON AN RAt utilisima
E LOKAL
ELINCI
a)
L
(2)
PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU (Manihot utilisima)
FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL
DALAM PAKAN TERHADAP KARKAS KELINCI
LEPAS SAPIH (Oryctolagus cuniculus)
Oleh :
LAILA NURMA SAFRIDA NASUTION 080306008
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Judul : Pemanfaatan Kulit Ubi Kayu (Manihot utilisima) Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal dalam Pakan terhadap Karkas Kelinci Lepas Sapih (Oryctolagus cuniculus)
Nama : Laila Nurma Safrida Nasution
NIM : 080306008
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Usman Budi, S.Pt., M.Si Ketua
Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal ACC:
(4)
ABSTRAK
LAILA NURMA SAFRIDA, 2014.PemanfaatanKulitUbiKayuFermentasi (ManihotUltilisima) FermentasidenganMikroorganismeLokaldalampakanterhadapKarkasKelinciLepasSapih ( OryctologusCuniculus)”, di bawahbimbingan USMAN BUDI dan NEVY DIANA HANAFI.
Kulitubikayu yang telah di
fermentasidapatmeningkatkankandungandaging.Penelitianinibertujuanuntukmengetahu ipengaruhpemberiankulitubikayu yang di fermentasidalampakanterhadapkarkaskelinci yang telahlepassapih. Penelitianini di laksanakan di LaboratoriumBiologiTernak, FakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian di laksanakanselama 3 bulan dimulaibulan November danJanuari 2013. Rancangan yang di gunakanpadapenelitianiniadalahrancanganacaklengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan.Perlakuanterdiridari P0 (0% kulitubikayufermentasi); P1 (10% kulitubikayufermentasi); P2 (20% kulitubikayupermentasi); P3 (30% kulitubikayufermentasi ).
Hasilpenelitianmenunjukkanbahwapemanfaatankulitu bikayumenunjukkanperbedaan yang nyataterhadapperlakuan P0; P1; P2 dan P3 padabobotkarkas (g) (1461.25;1369.85; 1290.09dan1240.65),persentasekarkas (%) (66.95; 65.63; 65.23dan65.96) danbobotpotong (g) (2182.60; 1941.88; 1978.20dan1881.20).Kesimpulanhasiladalahpemanfaatankulitubikayumenunjukkanperbedaanny ataterhadapbobotkelincinamunmenunjukkanperbedaannyataterhadappersentasekarkasdanbobo tpotong.
katakunci :kulitubi, fermentasi, metodetakakura, kelinci, karkas
(5)
ABSTRACT
LAILANURMA SAFRIDA, 2014. Utilization of Fermented Cassava Peel (ManihotUltilisima)
Fermentation by Local microorganismson the Feed Carcass in Weaning Rabbits
(Oryctologuscuniculus)". Under supervised byUSMAN BUDI and NEVY DIANA HANAFI.. Peel that has been in cassava fermentation can improve the content of the meat.. This study aims to determine the effect of the peel in the fermentation of cassava in the feed to the rabbit carcass that has been weaning. This study was carried on in the Laboratory of Animal Biology Faculty of Agriculture University of North Sumatra Medan. The research carried out for 3 months starting in November and January 2013. The design used in this study was a completely randomized design ( CRD ) with 4 treatments 5 replications. Treatment consists of P0 (0 % fermented cassava peel); P1 (10 % fermented cassava peel ; P2 20 % cassava peel fermentation), P3 (30 % fermented
cassava peel).
The results showed that the utilization of cassava bark showed significant differences to the treatments P0 ; P1 ; P2 and P3 on carcass weight ( g ) (1461.25; 1369.85; 1290.09 and 1240.65, respectively ), the percentage of carcass (%) (66.95; 65.63; 65.23 and 65.96, respectively) and slaughter weight (g) (2182.60; 1941.88; 1978.20 and 1881.20, respectively .
The conclusion is the result of the utilization of cassava peel showed a real difference to the weight of the rabbit , but showed a real difference to the percentage of carcass and slaughter weight .
keywords: Cassavapeel, fermentation, Takakuramethod, rabbit, carcass.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Pandan, Sibolga pada tanggal 13 Oktober 1990 dari ayah Miswar Nasution dan ibu Nurawan Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari 6 bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus SMA 1 Panyabungan, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada tahun 2008 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur paduan minat prestasi (PMP) dengan memilih peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 9 sampai 22 juni 2011 di PT Putra Indo Mandiri Sejahtera (PT.PIMS) Kecamatan berastagi kabupaten karo.
Penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Nopember sampai Januari 2013 dengan judul skripsi ‘Pemanfaatan kulit ubi kayu fermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam pakan terhadap karkas kelinci lepas sapih.
(7)
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini. Proposal ini berjudul “Pemanfaatan Kulit Ubi Kayu Fermentasi
dengan Mikroorganisme Lokal Dalam Pakan terhadap Karkas Kelinci Lepas
Sapih”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Bapak Usman Budi, S.Pt, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada Penulis mulai menetapkan judul sampai dalam penulisan proposal penelitian sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini. Di samping itu, penulisan juga mengucapkan terima kasih kepada semua civitas akademika di Program Studi Peternakan, serta rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulis skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku bidang usaha peternakan untuk kita semua
(8)
DAFTAR
ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci ... 5
Pakan Kelinci ... 6
Kulit Ubi ... 7
Fersentasi ... 10
Karkas Kelinci ... 11
Persentase Karkas ... 12
(9)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Bahan ... 14
Alat ... 14
Metode Penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian ... 17
1.
Persiapan Kandang dan Peralatan ...
17
2.
Pemilihan Ternak ...
17
3.
Pengolahan Kulit Ubi Kayu ...
17
4.
Penyusunan Pakan Dalam Bentuk Pelet ...
18
5.
Pemeliharaan Kelinci ...
18
6.
Pengumpulan Data ...
19
HASIL DAN PEMBAHASAAN Bobot Karkas ... 20
Persentase Bobot Karkas ... 22
Bobot Potong ... 24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27
Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28
LAMPIRAN
(10)
DAFTAR
TABEL
Hal
1. Kandungan zat makanan atau nutrisi yang dibutuhkan ... 7
2. Rata‐rata nilai HCN kulit ubi kayu dengan berbagai perlakuan ... 9
3. Data rataan bobot karkas kelinci selama penelitian ... 20
4. Data rataan persentase karkas (%) ... 22
5. Data rataan bobot potong(g) ... 24
(11)
ABSTRAK
LAILA NURMA SAFRIDA, 2014.PemanfaatanKulitUbiKayuFermentasi (ManihotUltilisima) FermentasidenganMikroorganismeLokaldalampakanterhadapKarkasKelinciLepasSapih ( OryctologusCuniculus)”, di bawahbimbingan USMAN BUDI dan NEVY DIANA HANAFI.
Kulitubikayu yang telah di
fermentasidapatmeningkatkankandungandaging.Penelitianinibertujuanuntukmengetahu ipengaruhpemberiankulitubikayu yang di fermentasidalampakanterhadapkarkaskelinci yang telahlepassapih. Penelitianini di laksanakan di LaboratoriumBiologiTernak, FakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian di laksanakanselama 3 bulan dimulaibulan November danJanuari 2013. Rancangan yang di gunakanpadapenelitianiniadalahrancanganacaklengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan.Perlakuanterdiridari P0 (0% kulitubikayufermentasi); P1 (10% kulitubikayufermentasi); P2 (20% kulitubikayupermentasi); P3 (30% kulitubikayufermentasi ).
Hasilpenelitianmenunjukkanbahwapemanfaatankulitu bikayumenunjukkanperbedaan yang nyataterhadapperlakuan P0; P1; P2 dan P3 padabobotkarkas (g) (1461.25;1369.85; 1290.09dan1240.65),persentasekarkas (%) (66.95; 65.63; 65.23dan65.96) danbobotpotong (g) (2182.60; 1941.88; 1978.20dan1881.20).Kesimpulanhasiladalahpemanfaatankulitubikayumenunjukkanperbedaanny ataterhadapbobotkelincinamunmenunjukkanperbedaannyataterhadappersentasekarkasdanbobo tpotong.
katakunci :kulitubi, fermentasi, metodetakakura, kelinci, karkas
(12)
ABSTRACT
LAILANURMA SAFRIDA, 2014. Utilization of Fermented Cassava Peel (ManihotUltilisima)
Fermentation by Local microorganismson the Feed Carcass in Weaning Rabbits
(Oryctologuscuniculus)". Under supervised byUSMAN BUDI and NEVY DIANA HANAFI.. Peel that has been in cassava fermentation can improve the content of the meat.. This study aims to determine the effect of the peel in the fermentation of cassava in the feed to the rabbit carcass that has been weaning. This study was carried on in the Laboratory of Animal Biology Faculty of Agriculture University of North Sumatra Medan. The research carried out for 3 months starting in November and January 2013. The design used in this study was a completely randomized design ( CRD ) with 4 treatments 5 replications. Treatment consists of P0 (0 % fermented cassava peel); P1 (10 % fermented cassava peel ; P2 20 % cassava peel fermentation), P3 (30 % fermented
cassava peel).
The results showed that the utilization of cassava bark showed significant differences to the treatments P0 ; P1 ; P2 and P3 on carcass weight ( g ) (1461.25; 1369.85; 1290.09 and 1240.65, respectively ), the percentage of carcass (%) (66.95; 65.63; 65.23 and 65.96, respectively) and slaughter weight (g) (2182.60; 1941.88; 1978.20 and 1881.20, respectively .
The conclusion is the result of the utilization of cassava peel showed a real difference to the weight of the rabbit , but showed a real difference to the percentage of carcass and slaughter weight .
keywords: Cassavapeel, fermentation, Takakuramethod, rabbit, carcass.
(13)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan merupakan sektor penyumbang terbesar dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein hewani. Kebutuhan protein hewani semakin lama semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya zat gizi. Usaha ternak khususnya satwa harapan merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani.
Kelinci adalah hewan peliharaan yang disukai banyak orang karena bentuknya yang lucu dan menggemaskan. Dibalik bentuknya yang lucu ternyata kelinci mempunyai peluang usaha yang sangat besar. Banyak orang yang beralih profesi menjadi peternak kelinci karena ternak kelinci dapat memberikan keuntungan finansial yang cukup menjanjikan.
Kelinci merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan
kemampuan yang menguntungkan yaitu kemampuannya untuk tumbuh dan
berkembang biak yang cepat serta kadar lemak dan kolestrol dalam daging kelinci
relatif lebih rendah dibandingkan ternak-ternak lain.
Seekor kelinci menghasilkan daging 50 – 60% dari berat hidupnya.
Daging kelinci mengandung lemak dan kolesterol jauh lebih rendah, tetapi
kandungan proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8%,
sedangkan ayam (12%), daging domba (14%), daging babi (21%), dan yang
paling tinggi yaitu daging sapi yang mencapai 24%. Kadar kolesterol daging
(14)
kelinci hanya mencapai sekitar 164 mg/100 g, sedangkan daging ayam, daging
sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220 – 250 mg/100 g. Kandungan
protein daging kelinci mencapai 21%, sementara ternak lain hanya mencapai
17 – 20% (Masanto dan Agus, 2010).
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengelolaan
ternak adalah faktor makanan (Tillman, 1987), dimana makanan ini berasal dari
rumput potong, padang pengembalaan dan hasil liputan pertanian dan perkebunan.
Faktor makanan ini juga bergantung terhadap faktor iklim, karena pada masa
musim hujan makan melimpah dan waktu musim kemarau kekurangan makan,
dan untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan pengawetan pakan dan pemanfaatan
sisa hasil pertanian dan perkebunan. Selain itu hasil samping pertanian dan
perkebunan merupakan
bahan pakan yang berpotensi untuk dimanfaatkan karena
jumlahnya yang melimpah, harga murah dan nilai gizinya baik.
Pengembangan penggunaan limbah yang berasal dari agroindustri dan bahan pakan non konvensional sangat penting dilakukan (Devendra, 1987). Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak monogastrik adalah kulit ubi kayu. Kulit ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar ubi kayu. Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman ubi kayu diharapkan produksi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula limbah kulit ubi kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit umbi.
Kulit ubi memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, tetapi tetap perlu
adalah usaha untuk menaikkan nilai nutrisi yang dikandung kulit ubi agar dapat
(15)
memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak kelinci. Salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk menaikkan nilai nutrisinya yaitu dengan fermentasi.
Fermentasi adalah proses penguraian unsur‐unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dilakukan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses protein enrichment yang berarti proses pengayaan bahan protein dengan menggunakan mikroorganisme tertentu. Pada saat ini teknologi fermentasi yang sangat sederhana serta biayanya murah adalah fermentasi dengan mikroorganisme lokal yaitu Lactobacillus sp, Rhizopus sp, dan Saccharomyces sp, karena fermentasi ini menggunakan mikroorganisme lokal sehingga dapaat menghemat biaya dan mudah dalam penerapannya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui sampai
sejauh mana pengaruh pemberian pelet sebagai pakan kelinci berbahan tepung
kulit ubi yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam pakan kelinci
lepas sapih.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit ubi yang
difermentasi dalam pakan terhadap karkas kelinci lepas sapih.
Hipotesis Penelitian
Pemberian kulit ubi fermentasi berpengaruh positif terhadap bobot hidup, bobot karkas dan persentase karkas ternak kelinci.
(16)
Kegunaan Penelitian
Bahan informasi bagi peternak kelinci dalam upaya pengembangan usaha ternak kelinci, sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis atau instansi yang berhubungan dengan peternakan dan sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
(17)
TINJAUAN
PUSTAKA
Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Taksonomi kelinci yaitu, kingdom: Animalia, filum: Chordata, subfilum: Vertebrata, kelas: Mamalia, ordo: Lagomorpha, famili: Leporidae, subfamili: Leporine, genus: Lepus, Oritolagus, spesies: Lepus spp, Orictolagus spp, Cuniculus (Susilorini, 2008).
Kelinci merupakan hewan yang sangat jinak dengan manusia. Hewan ini dapat dijadikan teman bermain yang mengasikkan. Hewan pengerat ini tidak bersifat menggigit tangan manusia. Hal inilah yang menyebabkan peternak mudah memelihara kelinci sebagai hewan pedaging. Pada dasarnya kelinci tergolong hewan yang aktif beraktifitas pada malam hari (nocturnal). Di alam bebas, kelinci biasa mencari makan pada sore hari sampai dini hari. Sementara itu, pada pagi hingga siang hari, kelinci lebih banyak beristirahat. Sama halnya dengan kelinci liar, kelinci yang diternakkan juga tetap memiliki pola aktivitas serupa. Kelinci ternak juga terlihat aktif pada malam hari (Priyatna, 2011).
Kelinci merupakan jenis ternak yang mulai banyak dilirik peternak. Hal ini karena kelinci menyimpan segudang potensi yang bisa diandalkan. Selain sebagai pedaging, kelinci juga bisa dimanfaatkan sebagai penghasil kulit dan bulu sebagai bahan baku industri. Seekor kelinci bisa menghasilkan daging 50 – 60 % per kg berat badan ( Masanto dan Ali, 2011).
Daging kelinci tinggi akan protein (29 gr/100 gr bahan), tetapi rendah kolesterol. Inilah keunggulan daging kelinci dibandingkan dengan daging ternak lain. Kandungan
5
(18)
kolesterol daging kelinci yaitu sekitar 164 mg/100 gr bahan, jauh di bawah kandungan kolesterol pada hewan lainnya seperti ayam, sapi, domba dan babi, yang memiliki kisaran jumlah kandungan kolesterol 220 – 250 mg/100 bahan. Selain itu, kandungan kalori daging kelinci juga rendah, yaitu sekitar 197 kal/100 gr bahan. Sehingga dapat mencukupi kebutuhan harian tubuh sebanyak 58% (Yunus, 2011).
Salah satu jenis kelinci yang berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi kelinci pedaging yaitu New Zealand. Ada beberapa jenis New Zealand, yaitu New Zealand White, Red dan Black. New Zealand White paling bayak di ternak karna terkenal sebagai penghasil pedaging yang baik. Hal itu pertumbuhannya relatif cepat. Pada umur 58 hari bobotnya dapat mencapai 1,8 kg dan pada saat dewasa dapat mencapai 3,6 kg (Mansyur, 2009)
Ada beberapa jenis kelinci pedaging yang biasa dipelihara oleh para peternak.
Pemilihan jenis kelinci yang dipelihara disesuaikan dengan tujuan atau pemanfaatan kelinci tersebut. Biasanya, peternak memilih kelinci jenis kelinci New Zealand White, Flemis Giant, hasil persilangan antara New Zealand White dengan Flemis Giant, serta jenis kelinci lokal untuk dijadikan kelinci pedaging. Apabila bagian yang akan dimanfaatkan adalah bagian kulit bulu, jenis kelinci yang dipilih diantaraya kelinci Anggora, Silver Martin, Rex, Reza dan Satin (Sarwono, 2008).
Pakan Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).
(19)
Dilihat dari sumbernya ada 2 macam protein yang bisa dikonsumsi pertama, protein nabati yang berasal dari tumbuh‐tumbuhan. Kedua, protein hewani yang berasal dari hewan ternak dan hasil perikanan. Dari sudut pandang gizi dan ekonomi, 2 macam protein tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing‐masing. Protein nabati harganya lebih murah, namun asam amino esensial yang kandungan kurang lengkap sementara protein hewani relatif mahal, kandungan asam amino esensialnya lebih lengkap. Dengan demikian jika dilihat dari kualitasnya, protein lebih bermutu di bandingkan dengan protein nabati, tetapi harga mahal. Sedangkan protein nabati harganya murah tapi kualitasnya tidak sebaik protein nabati (Setiawan, 2009).
Tabel 1. Kandungan zat makanan atau nutrisi yang dibutuhkan
Sumber: (Ernawati, 2011).
Kulit Ubi
Kulit ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar umbi ubi kayu. Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit umbi ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman umbi ubi kayu diharapkan produksi umbi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula limbah kulit ubi
No Nutrisi Jumlah
1 Air 12% (maks)
2 Protein 16% (min)
3 Lemak 4% (maks)
4 Serat Kasar 14% (maks)
5 Calsium 1,36%
6 Phosphorus 0,7%
(20)
kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit umbi (Nurhayani, 2000 )
Kulit ubi yang segar bisa digunakan untuk makanan binatang ternak tetapi tidak boleh terlalu banyak karena kulit ubi kayu mengandung sianida. Ubi kayu segar memiliki kandungan protein yang sedikit maka perlu peningkatan kandungan nutrisinya sehingga sesuai untuk makanan ternak (Rukmana, 1997) Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar umbi ubi kayu.
Salah satu sumber daya lokal potensial yang belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan tidak bersaing dengan manusia yaitu limbah kulit ubi kayu yang merupakan limbah dari mata rantai proses produksi pembuatan tapioka. Limbah tersebut sebaiknya dalam keadaan kering (dijemur) atau ditumbuk dijadikan tepung tetapi salah satu faktor penghambat dalam penggunaan limbah kulit ubi kayu yaitu adanya kadar asam sianida (HCN) yang merupakan faktor anti nutrisi. Kandungan HCN yang ada pada ubi kayu tergantung pada musim. Curah hujan yang rendah akan meningkatkan kandungan HCN pada ubi kayu. Zat anti nutrisi tersebut dapat dihilangkan dengan pengolahan bahan yang benar. Pengolahan bahan pakan dapat dilakukan secara mekanis atau fisik, kimia, biologis atau kombinasi dari ketiga pengolahan tersebut. Pengolahan secara fisik pada kulit ubi kayu dapat menghilangkan kandungan HCN sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak (Suyatno, 2011). Limbah ubi kayu termasuk salah satu bahan pakan ternak yang mempunyai energi (Total Digestible Nutrient = TDN) tinggi dan kandungan nutrisi dalam jumlah memadai. Protein dalam ubi kayu juga mengandung berbagai macam asam amino seperti leusin, isoleusin, lysin dan beberapa asam amino lainnya. Asam amino tersebut
(21)
juga masih terkandung dalam kulit ubi kayu karena dalam pengelupasan kulit ubi kayu masih tertinggal isi dari ubi kayu (Suyatno, 2011).
Pengolahan ubi kayu untuk menghilangan HCN pada umumnya dilakukan secara fisik. Kadar HCN yang merupakan faktor anti nutrisi pada kulit ubi kayu dapat dilakukan penekanan dengan berbagai cara dan dengan tingkat penekanan HCN yang berbeda‐ beda sesuai dengan perlakuan. Perlakuan fisik pada ubi kayu dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
1. Kulit ubi kayu dicuci
2. Kulit ubi kayu dikukus (suhu 1000C)
3. Kulit ubi kayu dikeringkan dalam oven dengan suhu 1000C selama 12 jam. 4. Kulit ubi kayu dikukus dan dijemur dibawah sinar matahari selama 12 jam
Keempat metode tersebut menghasilkan penekanan yang berbeda terhadap kandungan HCN dalam kulit ubi kayu yang telah diproses. Hasil dari kempat perlakuan tersebut adalah :
Tabel 2. Rata‐rata Nilai HCN Kulit ubi kayu dengan berbagai perlakuan Parameter Perlakuan (mg/100g) Kadar HCN Pencucian Pengukusan
(1000C)
Pengeringan dalam oven (1000C selama
12 jam
Pengukusan + pengeringan
sinar matahari
89,32 16,42 8,88 5,76
Sumber : Purwati (2005)
Peningkatan jumlah protein pada variabel perbedaan penambahan sumber
vitamin pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada B1
jumlah protein 4,03 %, B6 jumlah protein 4,38 %, B12 jumlah protein 4,20 %,
B kompleks jumlah protein 4,81 % dan sedangkan pada peningkatan protein pada
(22)
variabel perbedaan penambahan jenis sumber nitrogen pada waktu yang optimal
fementasi kulit ubi kayu ( 5 hari ) yaitu pada urea jumlah protein 9,63 %, dedak
jumlah protein 4,46 %, NH
4NO
3jumlah protein 8,49 %, (NH
4)2SO
4jumlah
protein 10,5 %, (NH
4)2HPO
4jumlah protein 10,41 %. Pada variabel penambahan
jenis vitamin yang paling optimal adalah B complek sedangkan pada jenis sumber
nitrogen yang paling optimal adalah (NH
4)2SO
4dan diikuti dengan (NH
4)2HPO
4(Renilaili, 2010).
Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguraian unsure organic kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas (Sarwono, 1996).
Menurut jenis medianya, fermentasi dibagi menjadi dua golongan yaitu fermentasi medium padat dan medium cair, fermentasi medium padat adalah proses fermentasi yang substratnya tidak latur dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut dalam fase cair (Setyawiharja, 2002).
Proses fermentasi bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan‐perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pangan, baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya. Hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan kompnen‐komponen yang kompleks menjadi zat‐zat yang lebih sederhana
(23)
sehingga lebih mudah dicerna tetapi juga karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno dan Fardiaz, 2005).
Karkas Kelinci
Karkas kelinci adalah daging bersama tulang kelinci hasil pemotongan setelah dipisah dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut, bulu, darah dan isi rongga perut kecuali ginjal dan paru‐paru. Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi dapat dilakuakn dengan memberikan imbangan yang baik antara protein, vitamin dan mineral (Scott, et al., 2010).
Karkas yang baik berbentuk padat, tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit maupun daging. Sedangkan untuk karkas yang kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan kurus. Pada umumnya, karkas yang dijual dipasaran terbagi yaitu karkas utuh dan karkas yang siap saji (Siregar 2003).
Kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongaan, faktor sebelum pemotongan adalah genetik, spesies, banggsa,tipe ternak, jenis kelamin, umur ,ransum dan sress. Faktor setelah pemotongan antara lain metode pemasakan. Ph karkas dan danging, lemak intramuscular, dan metode penyimpanan . factor yang menentukan nilai karkas jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas danging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas,umur atau kedewasaan ternak dan jumlah lemak intramuscular dalam otot (Soeparno,2005).
Persentase karkas
(24)
Persetase karkas adalah berat karkas yang di peroleh kemudian dibagi berat hidup dan dikali seratus persen (Murtidjo,2001). Karkas yang harus mengandung daging yang baik,bagian yang dimakan harus baik, hasil ikatannya wajar laku, mengandung kadar lemak yang tidak begitu tinggi (Sembiring, 2001).
Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya berbeda untuk masing‐masing ternak. Persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur dan bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan (Soeparno, 1994).
Bobot karkas normal adalah 60 – 75 % dari berat tubuh. Sedangkan persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan dengan 100% (Siregar, 1980). Rasyaf (2000), menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur, jenis kelamin, bobot hidup dan makanan ternak. Persentase karkas umur muda lebih rendah dibandingkan dengan kelinci yang lebih tua, dan persentase karkas kelinci jantan lebih besar dibandingkan persentase kelinci betina, karena karkas kelinci betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak abdomen dari pada jantan.
Murtidjo (1992), menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor penting untuk menilai produksi ternak karena produksi sangat erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat.
(25)
Bobot hidup merupakan bobot badan ternak yang penimbangannya dapat d lakukan setiap saat. Bobot hidup sangat erat kaitannya dengan tingkat konsumsi dan pertambahan bobot badan. Menurut Wahyu (1998), tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palabilitas ransum, sistem pakan dan pemberian pakan, serta kepadatan kandang. Dilain pihak, tingkat konsumsi juga di pegaruhi oleh nafsu makan dan kesehatan ternak (Priyatno,1997)
(26)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian berlangsung selama 3 bulan dimulai bulan November sampai Januari 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor ternak kelinci lepas sapih sebagai objek yang akan diteliti, kulit ubi, dedak padi, bungkil inti sawit, tepung jagung, bungkil kedele, bungkil kelapa, tepung ikan, kapur, minyak nabati, molases dan premix sebagai bahan pakan. Air tebu, ragi tempe, ragi tape, youghurt dan starbio sebagai bahan fermentator pembuatan inokulan cair serta obat‐obatan seperti obat cacing (Kalbazen), Vitamin B‐Kompleks dan air minum.
Alat
Kandang individual dua puluh unit dengan ukuran 50x50x50 cm
Tempat pakan dan tempat minum
Timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 10 Kg dengan kepekaan 10 g dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan kepekaan 5 g untuk menimbang pakan
(27)
Alat kebersihan (ember, sapu lidi, beko, sekop), alat tulis, kalkulator dan alat penerangan.
Mesin penggiling (grinder)
Terpal plastik untuk menjemur bahan pakan
pencatat data selama penelitian, kereta sorong sebagai alat pengangkut bahan pakan dan lampu sebagai alat untuk penerang kandang.
Pencetak pelet
Termometer untuk mengetahui suhu saat fermentasi dan suhu kandang
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah experimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan. Perlakuan yang diteliti adalah:
Ulangan yang didapat berasal dari rumus:
t(n-1)
≥
15
4(n-1)
≥
15
4n-4
≥
15
4n
≥
19
n
≥
4, 75
n
≈
5
P0
= pakan tanpa Kulit Ubi fermentasi
P1
= Pakan dengan 10 % Kulit Ubi fermentasi
P2
= Pakan dengan 20 % Kulit Ubi fermentasi
14
(28)
P3
= Pakan dengan 30 % Kulit Ubi fermentasi
Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
P01 P13 P24 P34
P4
4
P12 P02 P33 P21
P4
2
P43 P32 P14 P03
P2
2
P31 P23 P04 P41
P1
1
Menurut Hanafiah (2003), model matematika percobaan yang digunakan adalah:
Yij = µ + γi + εij
Dimana:
i = 1, 2, 3,...i = perlakuan
l = 1, 2, 3,...i = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke‐i ulangan ke‐ j
(29)
γi = pengaruh perlakuan ke‐i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke‐i, ulangan ke‐j
Parameter Penelitian
-
Bobot hidup
-
Bobot karkas
-
Persentase karkas
Pelaksanaan Penelitian
1.
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama dan bibit penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rhodalon.
2.
Pemilihan Ternak
Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung keatas lurus merapat kebagian luar mengikuti tulang punggung, telinga lurus keatas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan ke dalam kandang, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing‐masing kelinci kemudian dilakukan random
(30)
(pengacakan) yang bertujaun untuk memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan ke dalam kandang sebanyak satu per unit penelitian.
3.
Pengolahan kulit ubi
Pengolahan kulit ubi menjadi tepung diawali dari memfermentasi kulit
ubi yaitu dimulai dari kulit ubi dicacah minggunakan coper lalu dicuci
dengan air mengalir selanjutnya dikukus hingga suhu 90-100
0C. Kemudian
kulit ubi dijemur di bawah matahari selama 12 jam. Kulit ubi yang telah
dijemur kemudian difermentasi menggunakan mikroorganisme lokal.
4.
Penyusunan pakan dalam bentuk pelet
Bahan penyusun konsentrat yang digunakan terdiri atas tepung jagung
halus, bungkil kelapa, dedak halus, tepung ikan, bungkil kacang kedele,
ampas tahu, minyak nabati, dan ultra mineral. Bahan yang digunakan
ditimbamg terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pelet yang telah
ditentukan sesuai dengen level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan,
pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam dua minggu dan
pencampuran dilakukan dengan pengayakan.
5.
Pemeliharaan Kelinci
Sebelum kelinci diberi perlakuan, dilakukan penimbangan bobot badan awal kelinci kemudian penimbangan kelinci dilakukan seminggu sekali. Pakan dan air minum diberikan secara ad‐libitum, penggantian air minum dilakukan pada pagi dan sore hari. Obat‐obatan dan vitamin diberikan sesuai dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk obat cacing dan mencret dengan dosis 1 cc untuk 8 ekor kelinci, pemberiannya dengan cara menyuntikkan dibagian subkutan, b‐
(31)
complex sebagai vitamin dengan dosis 0,25 cc untuk 1 ekor anak kelinci, disuntikkan secara intramuskuler dibagian paha kelinci, dan anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan dosis 1 sendok untuk 1‐3 ekor, pemberiannya melalui mulut. Kandang, tempat pakan dan minum dibersihkan setiap hari pada pagi hari. Pakan pellet diberikan pada jam 08.00 WIB dan 14.00 WIB serta pemberian rumput lapangan pada jam 14.00 WIB dan jam 18.00 WIB.
6. Pengumpulan Data
1. Bobot hidup adalah bobot sebelum di potong
2. Bobot karkas adalah bobot tubuh kelinci di kurangi dengan bobot kulit, kepala, ekor, organ dalam serta darah
Bobot karkas= bobot tubuh kosong‐bobot non karkas
3. Persentasi karkas adalah perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup di kali seratus persen.
Persentase karkas= bobot karkas Bobot hidup
100%
(32)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Karkas
Bobot karkas diperoleh dari penimbangan bobot karkas kelinci setelah dipisahkan kaki, kepala, kulit dan bulu, isi pencernaan dan darah. Data rataan bobot karkas ternak kelinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data rataan bobot karkas kelinci selama penelitian (g)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan ± sd
1 2 3 4 5
P0 1488,95 1450,50 1458,20 1461,30 1447,30 7306,25 1461,25 ±16,48d
P1 1364,25 1367,35 1368,40 1362,80 1386,45 6849,25 1369,85 ± 9,5c
P2 1298,70 1293,15 1280,50 1273,65 1304,45 6450,45 1290,09 ±12,77b
P3 1257,10 1232,05 1224,60 1242,80 1246,70 6203,25 1240,65 ±12,68a
Total 5409,00 5343,05 5331,70 5340,55 5384,90 26809,20
Rataan 1352,25 1335,76 1332,93 1335,14 1346,23 1340,46
Dari data rataan bobot karkas pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa rataan bobot karkas kelinci yaitu sebesar 1.340,46 g. Rataan bobot karkas tertinggi pada perlakuan P0 yaitu sebesar 1.461,25 g. Rataan bobot karkas terendah pada perlakuan P3 yaitu sebesar 1.240,65 g.
(33)
Hal ini diasumsikan karena pakan pembanding atau pakan dengan peralakuan kontrol P0 yaitu pakan komersil memiliki kandungan nutrisi yang cukup dibandingkan pakan dengan kulit ubi kayu fermentasi. Kandungan nutrisi sangat berpengaruh dalam pertambahan bobot badan yang mana berhubungan dengan pembentukan karkas. Semakin tinggi pertambahan bobot badan maka semakin tinggi pula bobot karkas yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1992), menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor penting untuk menilai produksi ternak karena produksi sangat erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat.
Untuk mengetahui pengaruh pakan terhadap karkas kelinci maka dilakukan analisis keragaman menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel sehingga pemanfaatan kulit ubi kayu (Manihot utilisima) fermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam pakan terhadap karkas kelinci lepas sapih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot karkas.
Hal ini diasumsikan bahwa pakan setiap perlakuan memberikan respon yang tidak sama kualitasnya terhadap konsumsi. Untuk menentukan perlakuan mana yang paling
1461.25
1369.85
1290.09
1240.65
1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500
P0 P1 P2 P3
Gram
/
ekor
Rataan
Bobot
Badan
Karkas
Perlak…
(34)
potensial (untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan) perlu dicari nilai pembandingnya dan dilakukan uji lanjut yaitu uji Tukey seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji Tukey bobot karkas
Perlakuan Rataan ± sd P0 1461.25 ± 16.48d P1 1369.85 ± 9.55c P2 1290.09 ± 12.77b P3 1240.65 ± 12.68a
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Uji Tukey didapat hasil perlakuan P0, P1, P2, P3 tidak mempunyai notasi yang sama. Tabel 4 menunjukkan bahwa P0 lebih potensial dibandingkan dengan perlakuan pada P1, P2 dan P3 dengan rataan karkas yaitu sebesar 1.461,25g. Tingginya bobot karkas pada perlakuan P0 dikarena tingginya konsumsi pakan yang menyebab bobot karkas yang tinggi juga begitu juga dengan kandungan nutrisi yang terkandung pada P0 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Persentase Karkas
Persentase karkas diperoleh dari perbandingan bobot karkas dengan bobot hidup di kali seratus persen (%). Data rataan persentase karkas pada ternak kelinci dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data rataan persentase karkas (%)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan ± sd
1 2 3 4 5
(35)
P1 64.84 65.83 65.29 65.84 66.34 328.13 65.63± 0.58ab P2 66.26 64.34 66.35 64.33 64.87 326.13 65.23± 1.01a P3 66.44 64.37 66.48 66.07 66.42 329.79 65.96± 0.90ab Total 265.25 261.41 264.85 263.89 263.41 1318.81
Rataan 66.31 65.35 66.21 65.97 65.85 65.94
Dari Tabel 5 data rataan persentase karkas didapat hasil rataan persentase karkas sebesar 65.94 g. Dengan rataan persentase karkas tertinggi pada perlakuan P0 sebesar 66.95 g dan rataan persentase karkas terendah terdapat pada perlakuan P2 sebesar 65.23 g.
Hal ini sejalan dengan bobot karkas, semakin tinggi bobot karkas maka persentase karkas juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (1994), persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang beratnya berbeda untuk masing‐masing ternak. Persentase karkas dipengaruhi oleh
66.95
65.63
65.23
65.96
64 65 66 67 68
P0 P1 P2 P3
Persen
(%)/Ekor
Persentase
Karkas
Perlak…
(36)
bertambahnya umur dan bobot hidup dan akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan.
Untuk menunjukkan bahwa pemanfaatan kulit ubi kayu (Manihot utilisima) fermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam pakan terhadap karkas kelinci lepas sapih memberikan pengaruh nyata terhadap persentase karkas. Hal ini diasumsikan bahwa pakan setiap perlakuan memberikan respon yang tidak sama setiap perlakuan. Untuk menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan) perlu dicari nilai pembandingnya dan dilakukan uji lanjut yaitu uji Tukey seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji tukey persentase karkas
Perlakuan Rataan ± sd
P0 66.95 ± 0.79b
P1 65.63 ± 0.58ab
P2 65.23 ± 1.01a
P3 65.96 ± 0.90ab
Uji Tukey persentase karkas didapat hasil perlakuan P0 mempunyai notasi B yang artinya mempunyai angka yang lebih baik dengan rataan persentase karkas sebesar 66.95g. Pada perlakuan P1 dan P3 mempunyai angka notasi yang sama Ab yang artinya mempunyai pengaruh yang sama pada perlakuan. Pada perlakuan P2 mempunyai notasi A mempuyai angka persentase karkas terkecil dari setiap perlakuan yaitu sebesar 65.23g. Tingginya persentase karkas pada perlakuan P0 dikarenakan ternak kelinci dapat mengkonsumsi pakan dengan baik.
(37)
Bobot Potong
Bobot potong diperoleh dari bobot setelah dipuasakan dan setelah dipotong. Data rataan bobot potong kelinci dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Data rataan bobot potong (g)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan ± sd
1 2 3 4 5
P0 2199.00 2169.00 2185.00 2160.00 2200.00 10913.00 2182.60 ± 17.84b P1 2104.00 2077.00 1368.40 2070.00 2090.00 9709.40 1941.88 ± 320.85ab P2 1960.00 2010.00 1930.00 1980.00 2011.00 9891.00 1978.20 ± 34.44ab P3 1892.00 1914.00 1842.00 1881.00 1877.00 9406.00 1881.20 ± 26.20a Total 8155.00 8170.00 7325.40 8091.00 8178.00 39919.40
Rataan 2038.75 2042.50 1831.35 2022.75 2044.50 1995.97
Dari data rataan bobot potong kelinci pada tabel memperlihatkan rataan bobot potong kelinci sebesar 1.995.97g. Dengan rataan tertinggi pada perlakuan P0 sebesar 2.182,60 g dan rataan terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 1.881,20 g. rataan bobot potong sejalan dengan rataan bobot hidup, semakin tinggi bobot hidup maka semakin tinggi pula rataan bobot potong ternak.
Hasil analisis kulit ubi kayu (Manihot utilisima) fermentasi dengan mikroorganisme lokal dalam pakan terhadap karkas kelinci lepas sapih (Oryctolagus cuniculus) memberikan pengaruh nyata terhadap bobot potong.
(38)
Hal ini diasumsikan bahwa pakan setiap perlakuan memberikan respon yang tidak sama setiap perlakuan. Untuk menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan) perlu dicari nilai pembandingnya dan dilakukan uji lanjut agar kita bisa mengetahi bobot potong yaitu dengan cara uji Tukey seperti pada Tabel 8
Tabel 8. Uji tukey bobot potong
Perlakuan Rataan ± sd
P0 2182.60 ± 17.84b
P1 1941.88 ± 320.85ab
P2 1978.20 ± 34.44ab
P3 1881.20 ± 26.20a
Dengan uji Tukey bobot potong didapat hasil perlakuan P0 mempunyai notasi B yang artinya mempunyai angka yang lebih baik dengan rataan persentase karkas sebesar 2.182.60g. Pada perlakuan P1 dan P2 mempunyai angka notasi yang sama AB yang
2182.60
1941.88 1978.20
1881.20
1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200 2250
P0 P1 P2 P3
Gram
/
ekor
Rataan
Bobot
potong
(39)
artinya mempunyai pengaruh yang sama pada perlakuan. Pada perlakuan P3 mempunyai notasi A mempuyai angka bobot potong terkecil dari setiap perlakuan yaitu sebesar 1.881.20 g. Tingginya bobot potong pada perlakuan P0 disebabkan ternak kelinci dapat mengkonsumsi pakan dengan baik karena konsumsi sangant mempengaruhi pertambahan bobot badan, bobot hidup serta bobot karkas.
(40)
KESIMPULAN
DAN
SARAN
Kesimpulan
Pemanfaatan kulit ubi kayu (Manihot utilisima) fermentasi dengan mikrooganisme lokal dalam pakan terhadap karkas kelinci lepas sapih (Oryctolagus ciniculus) memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot hidup, bobot karkas dan persentase karkas.
Saran
Disarankan agar tidak menggukan mikrorganisme lokal dalam memfermentasi kulit ubi kayu dalam pakan ternak kelinci.
(41)
DAFTAR
PUSTAKA
Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Ernawati, D. 2011. Untung Menggiurkan dari Budi Daya Kelinci. CV Andi Offset. Yogyakarta.
Devendra, C., 1987. Utilization of Feeding Stuff Fon Reseach and Development Institute. Serang. Malaysia.
Hustamin, R., 2008. Panduan Pemeliharaan Kelinci Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Mansyur, F. 2009. Kelinci Peliharaan Kelinci Ilmiah, Terpat dan Terpadu.Nuansa, Bandung
Masanto, R. dan A.Ali, ., 2010. Beternak Kelinci Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.
Murtidjo, B. A., 2001. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Nurhayani, H., Nuryati, J., I Nyoman, P. 2000. Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermantasi. Departemen Biologi Fak. MIPA ITB. Bandung. http://journal.fmipa.itb.ac.id/jms/article/viewFile/63/57 JMS Vol 6 No.1, hal.1‐12 April 2001.
Priyatna, N., 2011. Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Priyatno, M. A., 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Peneba Swadaya, Jakarta.
Purwati, 2005. Potensi Pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Pakan Penguat pollrd pada Asas Berbeda. Undip Press. Semarang.
(42)
Rasyaf, M., 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B., 2008. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott,, M. L., J. M. G, Neshim and R. Young, 2010. Nutrition of Chicken 3th ed Publ. by M.L., Scott Association New York.
Setiawan, N. 2009. Daging dan Telur Ayam Sumber Protein Murah. Unpad. Bandung.
Sembiring, P., 2001. Diktat Penuntun Praktikum Produksi Ternak Unggas. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
Setyawiharja, B., 2002. Fermentasi Medium Padat dan Manfaatnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta.
Siregar, 2003. Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia. Margie Group, Jakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM‐Press, Yokyakarta.
Susilorini, T. E., M. E. Sawitri dan muharlien. 2008. Budidaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suyatno. 2011. Pengolahan Fisik Ubi Kayu Sebagai Pakan Ternak. http://suyat‐ reproter.blogspot.com/2011/05/pengolohan‐fisik‐kulit‐ubi‐kayu‐
sebagai.html.
(43)
Tillman, A.D., Hartadi, S. Reksohadoprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM‐Press. Yogyakarta.
Wahyu, J., 1998. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM‐Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G. dan S. Fardiaz, 2005. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Yunus, A., 2011. Sukses Beternak Kelinci Potong. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Yunus, M. dan S. Minarti, 1990. Aneka Ternak, Universitas Brawijaya Press, Malang.
(44)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema pengolahan kulit ubi untuk mengurangi kadar HCN
Kulit Ubi
Dicacah
Dikukus sampai suhu 100 0C
Dijemur dibawah sinar matahari selama 12 jam
(45)
Lampiran 2. Skema pengolahan inokulan cair
Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral
Dimasukkan air tebu sebanyak 1,5 liter
Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram
Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram
Dimasukkan yougurt sebanyak tiga sendok teh
Diaduk bahan sampai merata
(46)
Lampiran 3. Skema pengolahan kulit ubi fermentasi menggunakan mikroorganisme lokal
Kulit Ubi yang telah dikurangi kadar HCN
Ditambahkan air untuk menambah kelembaban
Ditambahkan inokulan cair yang mengandung mikroorganisme lokal dan ditambah vitamin b‐complex
Diingkubasi selama 5 hari
Ditutup dengan kantong plastik dan dibiarkan selama 3 hari
(47)
Lampiran 4. Skema pembuatan pakan dalam bentuk pelet
Dikeringkan/ diangin‐anginkan
Tepung Kulit Ubi Fermentasi
Bahan baku
Bahan baku digiling hingga menjadi tepung
Ditimbang menurut formulasi yang sudah ditetapkan
Diaduk hingga rata di tempat pengadukan
Penambahan bahan baku cairan (kalau dibutuhkan)
(48)
Diaduk kembali hingga bahan cair tersebut tercampur rata keseluruhan bagian
Bahan baku berbentuk adonan
Adonan dimasukkan ke alat pencetak pelet
Dihasilkan pelet dengan ukuran 3‐5 mm
Pelet dioven selama 12 jam dengan temperatur 50 0C dan pelet siap diberikan sebagai pakan kelinci
(49)
Lampiran 5. Analisis Ragam Rataan Bobot Karkas Kelinci
SK DB JK KT F hitung
F Tabel F 0,05 F 0,01 Perlakuan 3 139765,85 46588,62 271,35 3,24 5,29 Galat 16 2747,07 171,69
Total 19 142512,92
Lampiran 6. Uji Tukey Bobot Karkas Kelinci
Perlakuan Rataan ± sd
P0 1461.25 ± 16.48d
P1 1369.85 ± 9.55c
P2 1290.09 ± 12.77b
P3 1240.65 ± 12.68a
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
(50)
Lampiran Grafik Rataan Bobot Karkas
Diagram Rataan bobot karkas (g/ekor)
1461.25
1369.85
1290.09
1240.65
1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500
P0 P1 P2 P3
Gram
/ ekor
(51)
Lampiran 7. Analisa Ragam Rataan Persentase Karkas
SK DB JK KT F hitung
F Tabel F 0,05 F 0,01 Perlakuan 3 139765,85 46588,62 271,35 3,24 5,29 Galat 16 2747,07 171,69
Total 19 142512,92
Lampiran 8. Uji Tukey Persentase Karkas
Perlakuan Rataan ± sd
P0 66.95 ± 0.79b
P1 65.63 ± 0.58ab
P2 65.23 ± 1.01a
P3 65.96 ± 0.90ab
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
(52)
Lampiran 9.Grafik Persentase Karkas
Diagram Persentase Karkas (%)
Lampiran 10. Analisis Ragam Rataan Bobot Potong
SK DB JK KT Fhitung
F Tabel F0,05 F0,01 Perlakuan 3 256222.05 85407.35 3.25 3.24 5.29 Galat 16 420538.69 26283.67
Total 19 676760.74
66.95
65.63
65.23
65.96
64 65 66 67 68
P0 P1 P2 P3
Persen (%)/Ekor
(53)
Lampiran 11. Uji Tukey Bobot Potong
Perlakuan Rataan ± sd
P0 2182.60 ± 17.84b
P1 1941.88 ± 320.85ab
P2 1978.20 ± 34.44ab
P3 1881.20 ± 26.20a
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran Grafik Bobot Potong
Diagram . Rataan Bobot Potong Kelinci (g/ekor)
2182.60 1941.88 1978.20 1881.20 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200 2250
P0 P1 P2 P3
Gram / ekor Perlakuan
(1)
Diaduk kembali hingga bahan cair tersebut tercampur rata keseluruhan bagian
Bahan baku berbentuk adonan
Adonan dimasukkan ke alat pencetak pelet
Dihasilkan pelet dengan ukuran 3‐5 mm
Pelet dioven selama 12 jam dengan temperatur 50 0C dan pelet siap diberikan sebagai pakan kelinci
(2)
Lampiran 5. Analisis Ragam Rataan Bobot Karkas Kelinci
SK DB JK KT F hitung
F Tabel F 0,05 F 0,01 Perlakuan 3 139765,85 46588,62 271,35 3,24 5,29 Galat 16 2747,07 171,69
Total 19 142512,92
Lampiran 6. Uji Tukey Bobot Karkas Kelinci
Perlakuan Rataan ± sd
P0 1461.25 ± 16.48d
P1 1369.85 ± 9.55c
P2 1290.09 ± 12.77b
P3 1240.65 ± 12.68a
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
(3)
Lampiran Grafik Rataan Bobot Karkas
Diagram Rataan bobot karkas (g/ekor)
1461.25
1369.85
1290.09
1240.65
1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500
P0 P1 P2 P3
Gram
/ ekor
(4)
Lampiran 7. Analisa Ragam Rataan Persentase Karkas
SK DB JK KT F hitung
F Tabel F 0,05 F 0,01 Perlakuan 3 139765,85 46588,62 271,35 3,24 5,29 Galat 16 2747,07 171,69
Total 19 142512,92
Lampiran 8. Uji Tukey Persentase Karkas
Perlakuan Rataan ± sd
P0 66.95 ± 0.79b
P1 65.63 ± 0.58ab
P2 65.23 ± 1.01a
P3 65.96 ± 0.90ab
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
(5)
Lampiran 9.Grafik Persentase Karkas
Diagram Persentase Karkas (%)
Lampiran 10. Analisis Ragam Rataan Bobot Potong
SK DB JK KT Fhitung
F Tabel F0,05 F0,01 Perlakuan 3 256222.05 85407.35 3.25 3.24 5.29 Galat 16 420538.69 26283.67
Total 19 676760.74
66.95
65.63
65.23
65.96
64 65 66 67 68
P0 P1 P2 P3
Persen (%)/Ekor
(6)
Lampiran 11. Uji Tukey Bobot Potong
Perlakuan Rataan ± sd
P0 2182.60 ± 17.84b
P1 1941.88 ± 320.85ab
P2 1978.20 ± 34.44ab
P3 1881.20 ± 26.20a
Keterangan: Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran Grafik Bobot Potong
Diagram . Rataan Bobot Potong Kelinci (g/ekor)
2182.60
1941.88 1978.20
1881.20
1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200 2250
P0 P1 P2 P3
Gram
/
ekor