Kualitas Minyak Kelapa Murni

F. Kualitas Minyak Kelapa Murni

1. Kadar Air Kadar air adalah jumlah dalam bahan yang menguap pada pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu. Jika dalam minyak terdapat air maka akan mengakibatkan reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak. Reaksi hidrolisis akan menyebabkan ketengikan hidrolisis yang menghasilkan rasa dan bau tengik pada minyak. Asam lemak bebas yang mudah menguap dengan jumlah C 4 , C 6 , C 8 , dan C 10 , menghasilkan bau tengik karena dapat berubah menjadi senyawa keton. Reaksi hidrolisis minyak yaitu: H 2 C HC O H 2 C O O C C C R 1 O R 2 O R 3 O 3 HOH H 2 C HC OH H 2 C OH OH C O OH R 1 C O OH R 3 C O OH R 2 + + gliserida asam lemak gliserol Ketaren, 1996 2. Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume minyak atau lemak pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. Berat jenis : CmL 25 suhu pada air volume piknometer berat - minyak piknometer berat o + Ketaren,1986 3. Indeks Bias Indeks bias dari suatu zat adalah perbandingan dari sinus sudut sinar jatuh dan sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnetik dari atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalisis. Semakin panjang rantai C dan semakin banyak ikatan rangkap, maka indeks bias semakin besar. Indeks bias juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi, dan suhu. Alat yang digunakan adalah refraktometer abbe yang dilengkapi dengan pengatur suhu. Indeks bias pada suhu tertentu dapat diperoleh dengan perhitungan: T KT R R − + = Keterangan: R = pembacaan skala pada suhu T o C R’ = pembacaan skala pada suhu T’ o C T’ = suhu dimana R’ yang akan dicari o C K = faktor koreksi 0,000365 untuk lemak dan 0,000385 untuk minyak Ketaren, 1986 4. Angka Asam Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak Ketaren, 1986. Angka Asam: g sampel berat KOH MR x KOH N x KOH mL Kadang-kadang juga dinyatakan dengan derajat asam yaitu banyaknya mililiter KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak. Derajat Asam: g sampel berat KOH N x KOH mL 100 × Selain itu sering dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas FFA. FFA: 1000 g sampel berat 100 x MR x KOH N x KOH mL × : 10 g sampel berat MR x KOH N x KOH mL × MR = Massa Relatif Molekul Asam Lemak Hubungan kadar asam lemak FFA dengan angka asam yaitu: Angka Asam: 10 bebas lemak asam MR KOH MR x FFA Angka Asam: Faktor konversi x FFA Faktor konversi untuk : Oleat = 1,99 Palmitat = 2,19 Laurat = 2,80 Linoleat = 2,01 Sudarmadji dkk, 1997 Reaksi yang terjadi dalam penentuan angka asam adalah C O OH R + KOH C O OK R + H 2 O asam lemak Badan Standarisasi Nasional, 1998 5. Angka Penyabunan Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul relatif besar akan mempunyai angka penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan atau bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Reaksi penyabunan: H 2 C HC O H 2 C O O C C C R 1 O R 2 O R 3 O 3 KOH H 2 C HC OH H 2 C OH OH C O OK R 1 C O OK R 3 C O OK R 2 + + minyak gliserol sabun Sudarmadji dkk, 1997 6. Angka Iod Angka iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Asam lemak tak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau lemak. Penentuan angka iod dapat dilakukan dengan cara Hanus atau cara Kaufmaun dan cara Von Hubl atau cara Wijs Sudarmadji dkk, 1997. Pada cara Hanus, larutan iod standarnya dibuat dalam asam asetat pekat glasial yang berisi bukan saja iod tetapi juga iodium bromida. Adanya iodium bromida dapat mempercepat reaksi. Sedang cara Wijs menggunakan larutan iod dalam asam asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida sebagai pemicu reaksi Winarno, 1997. Reaksi yang terjadi yaitu C C C O OH H H ICl exces C H I C C O OH I H + + ICl sisa KI I 2 KCl ICl sisa + + I 2 NaI + 2 Na 2 S 2 O 3 Na 2 S 4 O 6 + 2 Nielsen, 1998 7. Angka Peroksida Angka peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara Ketaren, 1996. Reaksi yang terjadi dalam penentuan angka peroksida adalah C C C O OH H H O 2 C H C C O OH H O H C H H C C O OH H + KI + KOH + I 2 I 2 + 2 Na 2 S 2 O 3 2NaI + Na 2 S 4 O 6 Nielsen, 1998

G. KROMATOGRAFI GAS