Optimasi Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) Berdasarkan Faktor Temperatur Dan Lama Pemanasan Dengan Metode Permukaan Respon Pada Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri - USU

(1)

OPTIMASI PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (V C O)

BERDASARKAN FAKTOR TEMPERATUR DAN LAMA

PEMANASAN DENGAN METODE PERMUKAAN RESPON

PADA LABORATORIUM PROSES MANUFAKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI - USU

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

ILHAM MUDA HARAHAP NIM. 080423039

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

OPTIMASI PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (V C O)

BERDASARKAN FAKTOR TEMPERATUR DAN LAMA

PEMANASAN DENGAN METODE PERMUKAAN RESPON

PADA LABORATORIUM PROSES MANUFAKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI - USU

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

ILHAM MUDA HARAHAP NIM. 080423039

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

( Ir. A. Jabbar M. Rambe, M.Eng ) ( Ir. Nurhayati Sembiring, MT )

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini yang dilaksanakan di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri – USU. Adapun judul untuk Tugas Sarjana ini adalah “OPTIMASI

PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) BERDASARKAN FAKTOR TEMPERATUR DAN LAMA PEMANASAN DENGAN METODE PERMUKAAN RESPON PADA LABORATORIUM PROSES MANUFAKTUR DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI - USU”.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri- USU, dan pembaca lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penulis

Medan, Mei 2011


(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan.

2. Bapak Aulia Ishak, S.T., M.T, selaku Koordinator Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri USU.

3. Bapak Prof. Dr. A. Rahim Matondang, M.SIE, selaku Ketua bidang Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri USU.

4. Bapak Ir. A. Jabbar M. Rambe, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan Tugas Sarjana.

5. Ibu Ir. Nurhayati Sembiring, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan Tugas Sarjana.

6. Kedua orang tua dan saudara - saudara penulis yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang luar biasa selama pengerjaan laporan Tugas Sarjana.

7. Kepada Adinda Inayah Dalimunthe yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang luar biasa selama pengerjaan laporan Tugas Sarjana.


(5)

8. Rekan – rekan yang berpartisipasi dalam proses penyelesaian laporan ini.

Demikian penulis sampaikan untuk memulai pembahasan laporan Tugas Sarjana ini. Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana yang disajikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan semoga laporan Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat.


(6)

D A F T A R I S I

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

ABSTRAK ... xv

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Perumusan Masalah. ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Pembatasan Penelitian. ... I-4 1.6. Asumsi-asumsi yang Digunakan ... I-4 1.7. Sistimatika Penulisan Tugas Sarjana ... I-5

II GAMBARAN UMUM LABORATORIUM ... II-1


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Laboratorium ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-7 2.3.1. Organisasi dan Manajemen ... II-7 2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-9 2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-11 2.3.3.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-11 2.3.3.2. Jam Kerja ... II-12 2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-12 2.3.4.1. Sistem Pengupahan ... II-12 2.3.4.2. Fasilitas Lainnya ... II-13 2.4. Proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ... II-14 2.4.1. Standar Mutu Bahan/Produk ... II-15 2.4.2. Bahan yang Digunakan ... II-15 2.4.2.1. Bahan Baku ... II-15 2.4.2.2. Bahan Tambahan ... II-16 2.4.2.3. Bahan Penolong ... II-16 2.4.3. Mesin dan Peralatan ... II-16 2.4.3.1. Mesin Produksi ... II-16 2.4.3.2. Peralatan Produksi ... II-18 2.4.4. Safety and Fire Protection ... II-19


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Pendahuluan . ... III-1 3.2. Desain Eksperimen ... III-4 3.3. Response Surface Methodology (RSM) ... III-9 3.4. Model Orde Pertama ... III-12 3.5. Metode Steepest Ascent ... III-16 3.6. Model Orde Kedua ... III-19 3.7. Central Composite Design ... III-21 3.8. Minyak Kelapa Murni ... III-26 3.9. Kegunaan Minyak Kelapa Murni ... III-27 3.10. Pengolahan Virgin Coconut Oil (VCO) ... III-28

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... IV-2 4.2. Objek Penelitian ... IV-2 4.3. Metode Penelitian ... IV-2 4.4. Teknik Pengumpulan Data ... IV-2 4.5. Variabel Penelitian ... IV-3 4.6. Pengumpulan Data ... IV-4 4.7. Pengolahan Data ... IV-4 4.8. Analisa Pemecahan Masalah ... IV-7


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data Model Orde Pertama ... V-1 5.1.1. Penentuan Faktor Penelitian ... V-1 5.1.2. Penetapan Titik Setting Faktor ... V-2 5.1.3. Penentuan Range Faktor ... V-2 5.1.4. Jumlah Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ... V-2 5.2. Pengolahan Data ... V-4 5.2.1. Penentuan Koefisien b0, b1, dan b2 ... V-4

5.2.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Pertama ... V-8 5.2.3. Steepest Ascent ... V-11 5.2.4. Penentuan Model Orde Kedua ... V-13 5.2.5. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Kedua ... V-20 5.2.6. Penentuan Titik Optimal Faktor ... V-25

VI ANALISA PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Faktor, Level dan Variabel Respon ... VI-1 6.2. Analisis Model Orde Pertama ... VI-1 6.3. Analisis Steepest Ascent ... VI-2 6.4. Analisis Model Orde Kedua ... VI-4 6.5. Analisis Penentuan Titik Optimal Faktor ... VI-5 6.6. Analisis Countor Graph ... VI-6


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.7. Analisis Beda Hasil Penelitian RSM dengan Hasil Penelitian lain .. VI-6

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Pembagian Tenaga Kerja... II-11 2.2. Standar Mutu Virgin Coconut Oil (VCO) ... II-20 3.1. Perbedaan Metode RSM dan Metode EVOP ... III-4 3.2. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama ... III-15 3.3. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen ... III-18 3.4. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Ascent ... III-19 3.5. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua ... III-23 3.6. Kandungan Minyak Kelapa Murni ... III-27 3.7. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Murni ... III-27 5.1. Simbol Faktor ... V-1 5.2. Range Faktor... V-2 5.3. Jumlah Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ... V-3 5.4. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama ... V-11 5.5. Cara Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Ascent .. V-11 5.6. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Ascent ... V-12 5.7. Nilai Faktor setelah Steepest Ascent ... V-13 5.8. Nilai α untuk Masing-masing Faktor ... V-15 5.9. Hasil Pembuatan VCO ... V-16 5.10. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua ... V-25 6.1. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Ascent ... VI-2


(12)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Loboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri

Universitas Sumatera Utara ... II-8 3.1. Contour Plot ... III-11 3.2. Surface Plot ... III-11 3.3. Central Composite Design ... III-22 4.1. Diagram Alir Penelitian ... IV-1 4.2. Diagram Alir Pengolahan Data ... IV-6 5.1. Desain 2k ... V-3 5.2. Central Composite Design ... V-13 6.1. Contour Graph : Temperatur vs Lama Pemanasan ... VI-6


(14)

ABSTRAK

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari buah kelapa segar. Diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemanasan sama sekali dan tanpa bahan kimia. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup lama yaitu lebih dari satu tahun. Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri - USU merupakan tempat praktikum mahasiswa Teknik Industri USU. Di dalam laboratorium ini praktikan melakukan beberapa percobaan.

Salah satu modul perco

b

aan yang dilakukan di laboratorium ini yaitu percobaan proses pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil). VCO (Virgin Coconut Oil) yang diproses dengan menggunakan mesin evaporator. Pada saat praktikan melakukan percobaan pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) diketahui bahwa rata – rata output proses pembuatan VCO hanya mencapai 18,3% dari kapasitas terpasang yang seharusnya mencapai 30% - 35%. Faktor-faktor yang berpengaruh dari perolehan output itu adalah faktor temperatur dan lama pemanasan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mendapatkan setting faktor yang optimal. Agar volume pembuatan VCO dapat bertambah. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Response Surface Methodology (RSM).

Metode RSM memiliki beberapa tahap sebagai berikut: pembuatan model orde pertama, pengujian model orde pertama, melakukan prosedur steepest ascent, pembuatan model orde kedua, pengujian model orde kedua dan penentuan titik optimal faktor.

Penelitian dimulai dengan pengumpulan data berupa data perolehan volume pembuatan VCO dari tiap perlakuan pada desain model orde pertama. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak laboratorium sebelum penggunaan metode RSM, yakni temperatur 800C dan lama pemanasan 7 jam. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan model orde pertama dan dihasilkan model yaitu: Y = 2,05 + 0,075X1 +

0,275X2. Selanjutnya dilakukan pengujian dan memberikan kesesuaian. Prosedur steepest

ascent memberikan hasil yaitu: temperature (X1) 820Cdan lama pemanasan (X2) 8,7142

jam. Setelah itu dilakukan pembuatan model orde kedua dan menghasilkan model yaitu: Y = 2,542021 + 0,02456X1 + 0,060401X2 - 0,22891X12 - 0,05258X22 + 0,05X1X2.

Penentuan titik optimal memberikan hasil yaitu: temperature 820C (X1) =

-0,10163 dan lama pemanasan 8 jam (X2)= -1,42177. Hasil ini di masukkan ke persamaan


(15)

ABSTRAK

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari buah kelapa segar. Diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemanasan sama sekali dan tanpa bahan kimia. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup lama yaitu lebih dari satu tahun. Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri - USU merupakan tempat praktikum mahasiswa Teknik Industri USU. Di dalam laboratorium ini praktikan melakukan beberapa percobaan.

Salah satu modul perco

b

aan yang dilakukan di laboratorium ini yaitu percobaan proses pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil). VCO (Virgin Coconut Oil) yang diproses dengan menggunakan mesin evaporator. Pada saat praktikan melakukan percobaan pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) diketahui bahwa rata – rata output proses pembuatan VCO hanya mencapai 18,3% dari kapasitas terpasang yang seharusnya mencapai 30% - 35%. Faktor-faktor yang berpengaruh dari perolehan output itu adalah faktor temperatur dan lama pemanasan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mendapatkan setting faktor yang optimal. Agar volume pembuatan VCO dapat bertambah. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Response Surface Methodology (RSM).

Metode RSM memiliki beberapa tahap sebagai berikut: pembuatan model orde pertama, pengujian model orde pertama, melakukan prosedur steepest ascent, pembuatan model orde kedua, pengujian model orde kedua dan penentuan titik optimal faktor.

Penelitian dimulai dengan pengumpulan data berupa data perolehan volume pembuatan VCO dari tiap perlakuan pada desain model orde pertama. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak laboratorium sebelum penggunaan metode RSM, yakni temperatur 800C dan lama pemanasan 7 jam. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan model orde pertama dan dihasilkan model yaitu: Y = 2,05 + 0,075X1 +

0,275X2. Selanjutnya dilakukan pengujian dan memberikan kesesuaian. Prosedur steepest

ascent memberikan hasil yaitu: temperature (X1) 820Cdan lama pemanasan (X2) 8,7142

jam. Setelah itu dilakukan pembuatan model orde kedua dan menghasilkan model yaitu: Y = 2,542021 + 0,02456X1 + 0,060401X2 - 0,22891X12 - 0,05258X22 + 0,05X1X2.

Penentuan titik optimal memberikan hasil yaitu: temperature 820C (X1) =

-0,10163 dan lama pemanasan 8 jam (X2)= -1,42177. Hasil ini di masukkan ke persamaan


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa yang diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemanasan sama sekali dan tanpa bahan kimia. Virgin Coconut Oil (VCO) dibuat dari bahan baku kelapa segar yang sudah tua atau matang dengan umur buah kelapa 11-12 bulan. Buah kelapa yang demikian akan menghasilkan rendemen minyak yang banyak. Kegunaan minyak Virgin Coconut Oil (VCO) yang sangat banyak, antara lain mampu mengatasi penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, kegemukan, osteoporosis dan kolesterol. Pada Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri – USU dilakukan praktikum proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO). Pada saat praktikan melakukan percobaan pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) perolehan output belum optimal. Faktor-faktor yang berpengaruh dari perolehan output yang belum optimal adalah faktor temperatur dan lama pemanasan.

Untuk memperoleh hasil Virgin Coconut Oil (VCO) yang optimal selama ini dilakukan hanya dengan cara coba-coba, yakni dengan mengganti nilai temperatur dan lama pemanasan. Percobaan dilakukan tanpa ada suatu model yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) tersebut.

Pada saat praktikan melakukan percobaan pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) diketahui bahwa rata – rata output proses pembuatan VCO hanya mencapai 18,3% dari kapasitas terpasang yang seharusnya mencapai 30% - 35%. Faktor-faktor yang


(17)

berpengaruh dari perolehan output itu adalah faktor temperatur dan lama pemanasan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mendapatkan setting faktor yang optimal.

Pada percobaan proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) di laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri – USU diperoleh output Virgin Coconut Oil (VCO) sebesar 19,6% pada temperatur 700C dan lama pemanasan 6 jam, output sebesar 19,75% pada temperatur 750C dan lama pemanasan 7 jam dan output sebesar 20,47% pada temperatur 800C dan lama pemanasan 8 jam dengan menggunakan volume bahan baku yang sama yaitu 20 liter. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa perolehan volume Virgin Coconut Oil (VCO) dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemanasan. Semakin naik nilai temperatur dan semakin lama waktu pemanasan yang dilakukan, maka perolehan volume Virgin Coconut Oil (VCO) semakin bertambah.

Cara yang digunakan yaitu dengan Response Surface Methodology (RSM). RSM dapat digunakan untuk menentukan titik optimal pada setting kondisi proses agar hasil yang diperoleh lebih baik. Dengan menggunakan RSM, maka data hasil eksperimen akan dianalisa untuk menentukan bagaimana variabel – variabel hasil disesuaikan agar mendapatkan perbaikan kinerja. Yakni agar kuantitas VCO yang dihasilkan dapat meningkat dan mencapai titik optimal.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang ditemukan pada proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dapat diidentifikasi sebagai berikut:


(18)

1. Pada hasil percobaan proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) praktikan, rata – rata perolehan volume hanya mencapai 18,3% yang semestinya mencapai 30% - 35%

2. Belum adanya suatu metode yang diterapkan di laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri – USU untuk memperoleh hasil pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) yang optimal, hanya sistem coba-coba dengan mengganti nilai faktor.

3. Belum adanya setting yang optimal untuk faktor temperatur dan lama pemanasan dalam perolehan volume pada pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) di laboratorium.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : untuk meningkatkan perolehan volume dalam pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan menentukan setting kondisi optimal dari faktor yang mempengaruhi produksi yaitu temperatur dan lama pemanasan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain adalah :

1. Memberikan setting yang optimal pada variabel temperatur dan lama pemanasan pada pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).

2. Mendapatkan pertambahan volume pada proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).


(19)

3. Menyempurnakan sistem pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) yang optimal dari sistem pembuatan yang telah ada sebelumya.

1.5. Pembatasan Penelitian

Batasan – batasan yang diberikan dalam penelitian ini antara lain : 1. Analisa masalah dilakukan pada produk Virgin Coconut Oil (VCO). 2. Variabel input yang diteliti adalah temperatur dan lama pemanasan.

3. Metode eksperimen yang digunakan yaitu metode Response Surface Methodology (RSM)

4. Variabel respon atau karakteristik yang digunakan adalah volume Virgin Coconut Oil (VCO).

1.6. Asumsi-asumsi yang Digunakan

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Tidak ada perubahan dalam setting proses produksi. 2. Metode kerja yang digunakan sudah standar.

3. Keadaan perlengkapan serta mesin dianggap cukup baik. 4. Bahan baku yang digunakan sudah sesuai dengan standar.

1.7. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Untuk memudahkan penulisan, pembahasan dan penilaian Tugas Sarjana ini, maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:


(20)

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN

BAB I : PENDAHULUAN

Diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan, asumsi yang digunakan dan sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Diuraikan secara singkat dan padat tentang sejarah dan gambaran umum laboratorium proses manufaktur departemen TI - USU , baik organisasi, manajemen laboratorium, jenis mesin dan peralatan beserta spesifikasinya.

BAB III : LANDASAN TEORI

Diuraikan mengenai tinjauan-tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori tentang Virgin Coconut Oil (VCO), metode permukaan respon dan desain eksperimen serta pemikiran-pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan serta pemecahan masalah.


(21)

Diuraikan tentang langkah-langkah atau tahap-tahap yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan permasalahan dalam melakukan penelitian sesuai dengan teori-teori yang digunakan dalam landasan teori, serta prosedur yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan evaluasi, serta kesimpulan dan saran.

BAB V : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Diuraikan mengenai prosedur pengumpulan data dari perusahan yang dibutuhkan dan cara pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB VI : ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Diuraikan pembahasan hasil dari pengolahan data dan pemecahan masalah.

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN

Diuraikan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi Laboratorium Departemen Teknik Industri - USU.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM LABORATORIUM

2.1. Sejarah Laboratorium

Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara adalah tempat untuk melaksanakan kegiatan paktikum oleh mahasiswa Teknik Industri. Sebelumnya nama laboratorium ini adalah Laboratorium Teknologi Produksi sebagai kepala laboratorium adalah Bapak Ir. Suhaimi Simatupang yang dibantu staff laboratorium, kemudian pada tahun 2000 berubah nama menjadi Laboratorium Proses Produksi hingga tahun 2006. Setelah tahun 2006 namanya menjadi Laboratorium Proses Manufaktur sampai sekarang yang disesuaikan dengan pergantian kurikulum, dimana sebagai kepala Laboratorium Proses Manufaktur adalah Ir. Nazaruddin, MT hingga tahun 2008.

Pada tahun 2009, kepala laboratorium tersebut adalah Ir. Nurhayati Sembiring, MT. Pada awal tahun 2011 kepala laboratorium digantikan oleh Tuti Sarma Sinaga, ST,MT, sampai sekarang.

Sebelum memproduksi Virgin Coconut Oil (VCO), laboratorium proses manufaktur memproduksi kramik. Setelah mesin – mesin produksi kramik tidak dipakai, maka diganti dengan mesin-mesin pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) seperti ; mesin parut, mesin pengering (penggoreng hampa), mesin press (srew press/extruder), mesin pemanas (evaporator), mesin sentrifuge, mesin penyaring (filter press).


(23)

Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara melakukan percobaan/praktikum. Pada saat penelitian ini berlangsung modul praktikum di laboratorium proses manufaktur adalah :

1. Proses produksi Virgin Coconut Oil (VCO).

Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan minyak kelapa dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya tahan simpan yang cukup lama yaitu lebih dari satu bulan.

Pembuatan minyak kelapa murni ini memiliki banyak keunggulan yaitu tidak membutuhkan biaya yang mahal karena bahan baku mudah didapat, pengolahan yang sederhana dan tidak terlalu rumit, serta penggunaan energi yang minimal. Minyak kelapa murni ini memiliki berbagai manfaat yang baik dan dari segi ekonomi minyak kelapa murni mempunyai harga jual yang lebih tinggi dibanding dengan minyak kelapa kopra sehingga studi pembuatan VCO perlu dikembangkan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

- Memahami proses pembuatan VCO dengan teknik evaporasi.

- Mengetahui kesetimbangan bahan dengan analisis terhadap material input, output, dan waste/ limbah setiap proses produksi VCO.

- Menguji kualitas dari VCO yang dihasilkan.

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


(24)

- Praktikan mampu menguji kualitas VCO.

- Praktikan mengetahui karakteristik VCO yang berkualitas baik. 2. Penggorengan hampa

Dalam praktikum ini yang menjadi objek perhatian adalah keripik buah di mana keripik buah ini banyak diminati oleh berbagai kalangan. Terkadang keripik buah menjadi kurang diminati karena warnanya yang kecoklatan maupun terlihat seperti gosong, teksturnya yang kurang renyah, dan bau gosong pada keripiknya. Untuk itu, perlu dipertimbangkan alternatif yang bisa dijadikan solusi agar keripik buah digoreng tersebut tidak gosong, renyah, warnanya yang masih segar, dan tidak berbau gosong lagi dengan cara menentukan metode penggorengan keripik buah yang modern, yaitu dengan vacuum fraying atau nama lain adalah penggorengan hampa.

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah :

- Memahami proses pembuatan produk yakni keripik buah dengan mesin penggoreng hampa.

- Mengaplikasikan perancangan eksperimen untuk mendapatkan faktor-faktor yang memberikan pengaruh dengan penentuan perlakuan.

- Menganalisis biaya-biaya yang terjadi dalam proses pembuatan keripik buah dengan mesin penggorengan hampa.

- Meningkatkan, mengembangkan dan melatih jiwa kewirausahaan dengan mampu membuat, menjual dan memasarkan produk (keripik buah) hasil produksi.


(25)

- Praktikan dapat mengetahui langkah-langkah pembuatan keripik buah dengan menggunakan mesin penggorengan hampa.

- Praktikan dapat mengetahui waktu penggorengan yang ideal dan penggunaan minyak yang baik.

- Praktikan dapat mengetahui cara menganalisis biaya sehingga dapat mengetahui keuntungan dari hasil perhitungan analisis keripik buah.

- Praktikan dapat mengaplikasikan jiwa kewirausahaan di dunia industri kecil atau bahkan di industri besar.

3. Proses permesinan

Dalam pembahasan kali ini praktikan mengambil salah satu sistem integral mesin dan pada akhirnya semua sistem integral tersebut akan menjadi satu kesatuan. Seorang engineer sebaiknya tidak hanya mengetahui teori dari mesin-mesin yang digunakan pada saat manufaktur, namun sebagai seorang engineer juga bisa atau setidaknya memahami cara penggunaan mesin-mesin dilantai manufaktur.

Dalam praktikum proses pemesinan ini praktikan membuat suatu part/produk yang dinamakan anak spi. Anak spi ini berguna sebagai pasak penahan roda gigi pada gear box yang digunakan salah satu mesin yang ada pada pabrik kelapa sawit. Mesin-mesin yang dioperasikan praktikan adalah mesin gergaji, mesin sekrap dan juga mesin gerinda.

Mesin yang digunakan praktikan hanya memiliki satu cara pengoperasian yaitu secara menual. Mesin pengerjaan benda logam sekarang ini sudah semakin pesat, bahkan beberapa perusahaan sudah menggunakan mesin-mesin pengerjaan benda


(26)

logam yang bekerja secara otomatis. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan para pengusaha atas benda-benda pengerjaan mesin.

Adapun tujuan praktikum proses pemesinan adalah sebagai berikut :

- Mampu membuat dan merancang suatu benda kerja dengan gambar teknik, baik secara manual maupun dengan komputerisasi.

- Mampu membuat suatu perencanaan proses produksi.

- Mampu membuat benda kerja sesuai dengan gambar rancangan awal.

- Mampu pengoperasikan mesin perkakas konvensional dan menghasilkan produksi dari proses pemesinan yang dilakukan.

Adapun manfaat praktikum proses pemesinan ini adalah sebagai berikut:

- Mampu mendesain benda kerja dalam bentuk gambar teknik menggunakan software maupun secara manual.

- Mengetahui dan memahami proses pengerjaan benda-benda logam menggunakan mesin bubut, mesin gerinda, mesin frais, dan mesin bor.

- Mampu menghasilkan benda kerja sesuai desain dan spesifikasi yang telah ditetapkan melalui proses pembubutan, penggerindaan, pemfraisan, dan pengeboran.

4. Computer Numerical Control (CNC).

Adapun keunggulan penggunaan mesin CNC ini adalah proses pengerjaan benda logam relatif singkat, tenaga operator yang digunakan tidak terlalu banyak, efesiensi pembentukan logam, pengoperasian mesin dilakukan secara otomatis.

Mesin CNC yang digunakan untuk praktikum laboratorium Proses Manufaktur adalah mesin CNC VMC200 yang diadakan di laboratorium CNC Politeknik Negeri


(27)

Medan. Adapun cara pengoperasian mesin CNC yaitu Operator mesin CNC yang akan memasukkan program pada mesin sebelumnya harus sudah memahami gambar kerja dari komponen yang akan dibuat pada mesin tersebut. Gambar kerja biasanya dibuat dengan cara manual atau dengan computer menggunakan program CAD (Computer Aided Design). Dengan menggunakan software CAM, seorang operator cukup membuat gambar kerja dari benda yang akan dibuat dengan mesin CNC pada PC. Hasil gambar kerja dapat dieksekusi secara simulasi untuk melihat pelaksanaan pengerjaan benda kerja di mesin CNC melalui layar monitor.

Dalam pengoptimalkan kinerja mesin CNC maka akan dilakukan pemrograman, penggambaran, dan pengerjaan suatu produk/part dengan menggunakan software CNC, yaitu software MasterCAM.

Dalam pengoperasian mesin CNC, seorang programmer mesin harus mampu menggambarkan produk dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer dan membuat program pengoperasian mesin CNC. Kemudian, menghubungkan program tersebut dengan mesin CNC agar mesin dapat berjalan dengan baik sesuai dan mampu menghasilkan produk sesuai dengan keinginan operator.

Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut :

- Memahami proses pengerjaan part/produk dengan mesin CNC. - Memahami pemograman CNC secara manual.

- Memahami pemograman CNC dengan software MasterCAM.

- Memahami pemilihan tool yang ideal dalam mengerjakan part dengan mesin CNC.


(28)

2.3. Organisasi dan Manajemen

2.3.1. Struktur Organisasi Laboratorium

Sistem organisasi yang digunakan oleh Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara merupakan sistem organisasi lini fungsional. Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara dan disesuaikan dengan job description.

Struktur organisasi Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.1.

KOORDINATOR ASISTEN STAFF LABORATORIUM KEPALA LABORATORIUM

SEKRETARIS DAN ISO BENDAHARA

PENANGGUNG JAWAB MODUL I

PENANGGUNG JAWAB MODUL II

PENANGGUNG JAWAB MODUL III

PENANGGUNG JAWAB MODUL IV

Keterangan : Hubungan lini Hubungan fungsional

Gambar 2.1. Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara


(29)

Hubungan lini dapat dijumpai antara kepala laboratorium dengan staff laboratorium di bawahnya, staff laboratorium, asisten laboratorium, sekretaris, bendahara, dan penanggung jawab modul I, II, III, IV. Hubungan fungsional dapat dijumpai pada hubungan antara penanggung jawab modul I, penanggung jawab modul II, penanggung jawab modul III, penanggung jawab modul IV. Keempat posisi tersebut masing-masing menangani salah satu bagian atau fungsi pokok dalam menjalan modul praktikum.

2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan yang ada di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada uraian berikut:

1. Kepala Laboratorium

a. Memimpin dan mengurus semua aspek kegiatan laboratorium sesuai dengan tujuan dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan efisiensi laboratorium.

b. Bertanggung jawab pada Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

c. Mengawasi pencatatan transaksi dan administrasi laboratorium sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi laboratorium.

d. Mengarahkan kegiatan laboratorium melalui komunikasi dan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam batas-batas kewajaran.


(30)

a. Memimpin dan mengurus semua aspek kegiatan laboratorium sesuai dengan tujuan dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan efisiensi laboratorium.

b. Bertanggung jawab pada Kepala Laboratorium.

c. Membina hubungan yang baik dengan perangkat laboratorium dan seluruh pihak yang diperlukan untuk kepentingan laboratorium.

d. Mengusahakan terlaksananya usaha dan kegiatan laboratorium sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku pada laboratorium.

3. Koordinator Asisten

a. Bertanggung jawab atas berjalannya praktikum. b. Mengawasi langsung jalannya praktikum.

c. Bertanggung jawab langsung terhadap Kepala Laboratorium melalui laporan kinerja praktikum.

d. Memberikan laporan atas keadaan bahan dan inventaris lainnya kepada Kepala Laboratorium.

4. Sekretaris dan ISO

a. Pembuatan inventaris seperti; arsip, alat laboratorium dan laporan laboratorium lainnya.

b. Memberikan laporan kepada Koordinator Asisten jika ada alat/inventaris yang perlu dibeli dan dipesan kembali.

c. Bertanggung jawab atas sejumlah arsip untuk kemudian disimpan sesuai dengan kebutuhan mengenai laporan kegiatan praktikum, inventaris dan data laboratorium lainnya.


(31)

a. Memberikan laporan kepada Koordinator Asisten mengenai keuangan baik yang masuk dalam kas maupun yang keluar dari kas.

b. Bertanggung jawab atas sejumlah arsip untuk kemudian disimpan sesuai dengan kebutuhan mengenai laporan keuangan laboratorium.

6. Penanggung jawab Modul

a. Melaksanakan proses praktikum

b. Melaporkan jika ada mesin dan peralatan laboratorium yang rusak pada saat pelaksanaan praktikum pada Koordinator Asisten.

c. Bertanggung jawab terhadap Modul/Percobaan yang dibawakan dan membimbing praktikan dalam mengerjakan laporan praktikum sampai selesai.

d. Berusaha untuk selalu bekerja dengan baik pada laboratorium dan menjaga nama baik laboratorium.

2.3.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.3.3.1. Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang ada di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Pembagian Tenaga Kerja

No. Bagian/Jabatan Tenaga Kerja

1 Kepala Laboratorium 1

2 Staf Laboratorium 5

3 Sekretaris dan ISO 2

4 Bendahara 2

5 Penanggung jawab modul I 4 6 Penanggung jawab modul II 3


(32)

7 Penanggung jawab modul III 4 8 Penanggung jawab modul IV 4

Jumlah 25

Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas dapat dilihat tenaga kerja yang ada di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara berjumlah 25 orang.

2.3.3.2. Jam Kerja

Untuk menjamin kelancaran kegiatan praktikum di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara melakukan kegiatan praktikum selama 8 jam pada saat praktikum berlangsung, Kegiatan praktikum dibagi menjadi 2 gelombang. Berikut ini pengaturan jam kerja di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara :

1. Gelombang I dilaksanakan mulai dari jam 09.00WIB s/d 12.00WIB. Kemudian dari jam 12.00WIB s/d 14.00WIB istirahat.

2. Gelombang II dilaksanakan mulai dari jam 14.00WIB s/d 17.00WIB.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan dan fasilitas lainnya yang ada pada laboratorium proses manufaktur departemen teknik industri Universitas Sumatera Utara dapat diuraikan sebagai berikut:


(33)

Sistem pengupahan tenaga kerja dibedakan antara dosen dengan mahasiswa di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara. Adapun pembagian sistem pengupahan Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

1. Untuk bagian pimpinan/kepala laboratorium dan staf laboratorium merupakan tanggung jawab departemen TI - USU dalam pengupahannya.

2. Untuk bagian koordinator asisten, sekretaris, bendehara dan penanggung jawab modul yaitu: Berdasarkan laporan yang dipegang untuk masing-masing asisten sebesar Rp. 50.000,- per modul

2.3.4.2. Fasilitas Lainnya

Fasilitas lain yang diberikan untuk mahasiswa sebagai koordinator asisten, sekretaris, bendahara dan penanggung jawab di Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara. Fasilitas yang diberikan adalah sebagai berikut :

1. Insentif

Insentif yang diberikan kepada mahasiswa sebagai koordinator asisten dan asisten penanggung jawab modul berdasarkan keuangan laboratorium.

2. Uang makan

Uang makan diberikan pada waktu melaksanakan kegiatan praktikum. Adapun uang makan yang diberikan sebesar Rp. 10.000,- per hari.


(34)

2.4. Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)

1. Proses pembuatan Virgin Coconut Oil dengan teknik evaporasi

Proses pembuatan Virgin Coconut Oil dengan teknik evaporasi yaitu hal pertama yang dilakukan adalah mencungkil kelapa sehingga diperoleh daging kelapa cungkil. Kemudian, buah kelapa tersebut diparut dengan menggunakan mesin pemarut dan menghasilkan kelapa parut. Kelapa parut diperas untuk memperoleh santan dan ampasnya dibuang. Santan tersebut dituang ke dalam wadah di mesin evaporator. Kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 70 - 800C selama 7 jam dengan menggunakan mesin evaporator untuk menguapkan sisa air yang terdapat dalam santan sehingga dihasilkan minyak dan blondo. Setelah itu, campuran minyak dan blondo didinginkan. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan menggunakan batu zeolit di atas saringan sebelum Virgin Coconut Oil dituang.

2. Proses pembuatan Virgin Coconut Oil dengan teknik sentrifugasi

Cara basah lava process agak mirip dengan cara basa fermentasi. Pada cara ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi agar terjadi pemisahan skim dari krim. Pada proses sentrifugasi, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500 rpm. Sehingga terjadi pemisahan fraksi kaya minyak (krim) dari fraksi miskin minyak (skim). Selanjutnya krim diasamkam.

Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam asetat, sitrat, atau HCl dsampai pH4. setelah itu santan dipanaskan dan diperlakukan seperti cara basah tradisional atau cara basah fermentasi, kemudian diberi perlakuan sentrifugasi sekali lagi


(35)

untuk memisahkan minyak dari bagian bukan minyak. Skim santan diolah menjadi konsentrat protein berupa butiran atau tepung.

2.4.1. Standar Mutu Bahan/Produk

Suatu teknik pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku.

Tabel 2.2. Standar Mutu Virgin Coconut Oil (VCO) Karakteristik Nilai

Kadar air (%) 0,05 Asam Lemak Bebas (%) 0,01 Densitas (600C) 0,91 Bilangan Iod 10 Bilangan Penyabunan 251

Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur Departemen TI – USU

2.4.2. Bahan yang Digunakan

Dalam proses produksi harus menggunakan bahan-bahan pilihan yang memiliki kualitas yang baik. Untuk itu laboratorium Proses manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara telah mempersiapkan bahan-bahan yang digunakan sebelum melakukan proses pembuatan produk. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan praktikum adalah :

2.4.2.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO), dimana jika bahan tersebut tidak ada maka pembuatan Virgin


(36)

Coconut Oil (VCO) tidak dapat dilakukan. Adapun bahan baku pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) adalah daging buah kelapa umur 10 - 12 bulan.

2.4.2.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ada pada produk akhir Virgin Coconut Oil (VCO), tetapi tidak ikut serta dalam proses produksi dan dapat menambah nilai jual suatu produk. Bahan tambahan yang digunakan adalah botol.

2.4.2.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi Virgin Coconut Oil (VCO), tetapi tidak merupakan bahan yang ada pada produk akhir Virgin Coconut Oil (VCO). Bahan penolong dalam proses produksi Virgin Coconut Oil (VCO) adalah batu zeolit yang berguna untuk memurnikan hasil Virgin Coconut Oil (VCO).

2.4.3. Mesin dan Peralatan 2.4.3.1. Mesin Produksi

Mesin produksi yang digunakan untuk pembuatan minyak kelapa murni (VCO) adalah sebagai berikut:

a. Mesin parut kelapa

Fungsi : Memarut daging kelapa hingga menjadi kelapa parut yang siap untuk peras.


(37)

Cara kerja : Pemarut yang memiliki pisau tajam berputar dan memarut daging kelapa.

Kapasitas : minimal 100kg/jam Daya motor : minimum 1 HP Putaran motor : 1400 rpm b. Mesin Evaporator Vaccum

Kapasitas : ± 7 kg/proses

Volume minyak goreng : 52 liter

Kebutuhan gas LPG : 0,3 – 0,75 kg/jam Kebutuhan Daya pompa Vaccum : 1500 watt

Kebutuhan Daya spinner (pengering) : 300 watt

Ukuran mesin : (120 x 120 x 60) Cm2

Keterangan:

1. Pompa vakum water jet, berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang penggorengan sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air bahan. 2. Tabung penggorengan, berfungsi untuk mengkondisikan bahan sesuai tekanan yang

diinginkan. Di dalam tabung dilengkapi keranjang buah setengah lingkaran.

3. Kondensor, berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai pendinginan.

4. Unit pemanasan, menggunakan kompor gas LPG.

5. Unit Pengendali Operasi (Box Control). Berfungsi untuk mengaktifkan alat vakum dan unit pemanas


(38)

6. Bagian pengaduk penggorengan, berfungsi untuk mengaduk buah yang berada dalam tabung penggorengan. Bagian ini per sil yang kuat untuk menjaga kevakuman tabung.

2.4.3.2. Peralatan Produksi

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses produksi VCO antara lain adalah sebagai berikut:

a. Parang

Fungsi parang adalah untuk membelah kelapa. b.Ember dan Baskom

Fungsi ember dan baskom antara lain adalah sebagai wadah yang menampung hasil dari masing-masing proses baik berupa hasilnya ataupun waste berupa ampas

c. Sendok

Fungsi sendok dalam proses produksi adalah membantu untuk mengambil ampas yang tersangkut pada saat proses pada mesin vacuum friying.

d.Corong

Corong berfungsi untuk membantu dalam memasukkan minyak VCO ke dalam botol. e. Kain Putih

Kain putih berfungsi untuk memeras santan. f. Timbangan

Timbangan berfungsi untuk menimbang atau mengukur berat bahan dan hasil produk VCO.

g.Erlenmeyer


(39)

2.4.4. Safety and Fire Protection

Kenyamanan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pihak laboratorium dalam proses produksi baik untuk tenaga kerja maupun laboratorium itu sendiri. Dengan usaha pencegahan terjadinya gangguan Kenyamanan dan Keselamatan Kerja (K3) maka efisiensi kerja dapat ditingkatkan.

Laboratorium Proses Manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara membuat kebijakan-kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai berikut :

1. Menyadari dengan sepenuhnya bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu tujuan untuk mencapai efesien dalam laboratorium.

2. Mematuhi segala bentuk perundangan dan peralatan mengenai keselamatan dan serta lingkungan kerja yang berlaku.

3. Mengutamakan keselamatan dan kesehatan dalam setiap aspek pekerjaan.

4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit dengan merawat/mengawasi alat kerja yang disediakan serta membudayakan hidup disiplin, bersih dan menjaga stabilitas keamanan lingkungan.

5. Melakukan pekerjaan sesuai prosedur, mendukung dan mempromosikan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.


(40)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pendahuluan

Response Surface Methodology (RSM) telah banyak digunakan dalam mengoptimalkan sejumlah unit industri, proses dan sistem. Di dalam telah mancakup teknik statistik untuk membangun suatu model empiris, melalui desain eksperimen, metodologi ini dapat mencari suatu reaksi yang berhubungan dengan variabel output sebagai respon dan variabel input sebagai predikator. Para peneliti-peneliti sehingga menggunakan RSM sebagai upaya mencari fungsi yang tepat untuk mempredikasi dan mengoptimalkan respon.

Variabel yang diteliti dalam desain eksperimen RSM tergantung terhadap yang diteliti. Sebagai contoh, respon atau variabel output didalam penelitian dibidang kimia bisa saja berupa daya pandang terhadap plastik dengan satuan tertentu dan variabel input yang mempengaruhi hasil tersebut dapat berupa konsentrasi zat semprot dan posisi penyemprotan pada plastik sewaktu reaksi terjadi.

Desain eksperimen RSM membutuhkan faktor penting yang berpengaruh secara signifikan terhadap proses. Identifikasi dapat dilakukan dengan percobaan penyaringan, dimana dipilih faktor yang dianggap paling berpangaruh terhadap proses. Pada umumnya dipilih 2 atau 3 faktor untuk diteliti selanjutnya. Penerapan RSM yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah untuk penentuan titik optimal pada setting mesin yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi.


(41)

Metode Evolutionary Operation (EVOP) digunakan dalam proses yang sedang berjalan atau ketika perusahaan sedang beroprasi. Metode ini berhasil baik untuk kondisi pabrik yang tidak mengalami perubahan besar atau mendadak yang mungkin mengganggu atau mengacaukan produksi.

Di dalam EVOP, metode ini mengarahkan kondisi proses saat sekarang ke kondisi proses yang optimal melalui serangkaian eksperimen 2k dimana dilakukan pengamatan untuk tiap titik desain eksperimen. Apabila seluruh data dari tiap titik telah diperoleh maka dikatakan bahwa 1 siklus telah terjadi. Percobaan dengan titik desain tersebut dilakukan hingga n siklus sampai terdapat efek faktor yang lebih besar dari batas galat. Ketika batas galat lebih besar dari efek faktor maka dilakukan perubahan kondisi operasi dengan menggunakan titik pusat dari titik desain yang memberikan respon paling optimal dan ini menandakan dimulainya fase ke dua dalam EVOP. Hal ini dilakuka secara terus menerus sampai diperoleh kondisi operasi yang memberikan efek faktor yang lebih kecil dari batas galat.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan RSM, kelebihan RSM antara lain : 1. Eksperimen dilakukan oleh para perekayasa dengan perhitungan statistik yang

teliti.

2. Eksperimen dapat menggunakan banyak faktor yang mempengaruhi respon penelitian sehingga efek variabel dapat ditentukan secara cepat.

3. Dapat mempresentasikan informasi proses secara keselurahan karena keterlibatan banyak variabel.

4. Titik optimal yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh range percobaan. Sedangkan kekurangan RSM antara lain :


(42)

1. Eksperimen biasanya dilakukan di proyek percobaan untuk pengembangan produk ataupun riset.

2. Membutuhkan biaya untuk melaksanakan metode ini.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan EVOP, kelebihan EVOP antara lain : 1. Eksperimen dapat dijalankan oleh operator mesin dengan didampingi oleh

seorang pengawas.

2. Eksperimen dijalankan pada lantai produksi selama proses produksi yang sebenarnya berlangsung.

3. Eksperimen menggunakan desain faktorial yang sederhana dan variabel yang digunakan adalah variabel yang hanya menyebabkan efek kecil.

4. Hasil eksperimen biasanya membentuk hasil produk yang sebenarnya. 5. Tidak ada biaya tambahan untuk menjalankan metode ini.

Sedangkan kekurangan EVOP antara lain :

1. Tidak mempresentasikan informasi proses secara keseluruhan karena keterlibatan variabel yang terbatas hanya untuk menghindari gangguan proses produksi.

2. Tidak optimum dibatasi oleh range dari percobaan.

Dari kelebihan dan kekurangan metode RSM dan metode EVOP yang telah disebutkan, maka dijabarkan perbedaan antara metode RSM dan metode EVOP yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Perbedaan Metode RSM dan metode EVOP.

Tabel 3.1. Perbedaan Metode RSM dan Metode EVOP

No. RSM EVOP

1 Dapat menggunakan banyak faktor Faktor yang digunakan dalam penelitian terbatas hanya kepada


(43)

beberapa faktor. 2 Biasanya dilaksanakan di proyek

percobaan ataupun riset

Dijalankan di lantai produksi selama proses produksi yang sebenarnya berlangsung

3 Membutuhkan biaya Tidak ada biaya tambahan 4 Merepresentasikan informasi

proses secara keseluruhan

Tidak Merepresentasikan informasi proses secara keseluruhan

5 Titik optimum yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh range percobaan

Titik optimum yang diperoleh dibatasi oleh range faktor percobaan

3.2. Desain Eksperimen

Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefenisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan. Dengan kata lain, desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa kepada analisis objektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas. Tujuan dari desain eksperimen adalah untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penelitian suatu persoalan.

Istilah-istilah yang sering digunakan adalah dalam desain eksperimen adalah perlakuan, unit eksperimen dan kekeliruan eksperimen.


(44)

a. Perlakuan

Perlakuan didefenisikan sebagai sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan dapat berbentuk tunggal atau terjadi dalam bentuk kombinasi, misalnya dalam rangka meneliti efek sejenis makanan terhadap berat sapi, maka perlakuan dapat berbentuk jenis sapi, sejenis kelamin sapi, umur sapi atau ukuran makanan yang diberikan (perlakuan tunggal). Efek perlakuan-perlakuan terhadap variabel respon (berat badan sapi) tadi mungkin dapat terjadi dalam bentuk gabungan atau bentuk kombinasi beberapa perlakuan tunggal yang terjadi secara bersamaan (kombinasi perlakuan).

b. Unit eksperimen

Unit eksperimen merupakan unit yang dikenai perlakuan tunggal maupun kombinasi perlakuan dalam sebuah replikasi eksperimen dasar. Dalam percobaan meneliti efek makanan terhadap sapi pada contoh sebelumnya, maka sapi merupakan unit eksperimen.

c. Kekeliruan eksperimen

Kekeliruan eksperimen menyatakan kegagalan dari dua unit eksperimen identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini dapat terjadi karena misalnya kekeliruan waktu menjalankan eksperimen, kekeliruan pengamatan, variasi bahan eksperimen dan variasi antar unit eksperimen. Kekeliruan eksperimen sering diusahakan sekecil-kecilnya, yakni antara lain dengan jalan menggunakan bahan eksperimen yang homogen, melakukan eksperimen seteliti mungkin dan menggunakan desain eksperimen yang lebih efisien.


(45)

Untuk memahami desain eksperimen maka perlu dimengerti prinsip-prinsip dasar yang lazim digunakan antara lain :

a. Replikasi

Replikasi diartikan sebagai pengulangan eksperimen dasar. Dalam kenyataan reflikasi diperlukan oleh karena beberapa hal sebagai berikut :

Memberikan tafsir kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang interval konfidens (selang kepercayaan) atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikan daripada perbedaan-perbedaan yang diamati.

1. Menghasilkan tafsiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen.

2. Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata sesuatu faktor.

Jumlah reflikasi dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan barikut : (t-1)(r-1) ≥ 15

Dimana t = jumlah perlakuan r = jumlah reflikasi b. Pengacakan

Asumsi-asumsi tertentu perlu diambil dan dipenuhi agar pengujian yang dilakukan menjadi berlaku, salah satunya ialah bahwa pengamatan-pengamatan berdistribusi secara independen. Pengacakan menyebabkan pengujian menjadi berlaku yang menyebabkan memungkinkannya data dianalisis dengan anggapan seolah-olah asumsi tentang independen dipenuhi.


(46)

Kontrol lokal merupakan sebagian dari keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Dalam pengelompokan diartikan sebagai penempatan sekumpulan unit eksperimen homogen kedalam kelompok-kelompok agar kelompok yang berbeda memungkinkan untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda pula.

Dalam proses pembentukan model orde pertama, desain eksperimen yang dilakukan adalah dengan menggunakan desain faktorial 2k. Hal ini didasarkan jika level yang dipilih terlalu berdekatan, faktor memiliki kemungkinan untuk menunjukkan hasil yang tidak dianggap. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain faktorial 2k adalah suatu desain eksperimen faktorial yang menyangkut k buah faktor dengan tiap taraf faktor hanya terdiri atas dua taraf faktor. Faktor adalah adalah kondisi berbeda dalam eksperimen yang biasa diubah-ubah. Taraf faktor atau level adalah nilai-nilai atau klasifikasi dari suatu faktor.

Desain faktorial 2k adalah merupakan desain dalam analisa varian. Analisa varian adalah teknik statistik yang merinci variasi proses secara keseluruhan kedalam bagian-bagian dan digunakan untuk menafsirkan data eksperimen untuk membuat keputusan penting.

Beberapa asumsi dalam analisa varian antara lain: 1. Normalitas


(47)

Asumsi tentang normalitas dibutuhkan bahwa distribusi pada variabel respon adalah berdistribusi normal. Akan tetapi, karena analisa varian dianggap sebagai percobaan robust, maka normalitas pada variabel respon bukan merupakan syarat yang wajib.

2. Asumsi Penambahan

Hal ini berarti bahwa tiap variabel respon terdiri dari jumlah rata-rata secara keseluruhan ditambah dengan seluruh efek interaksi dari faktor dan efek karena kekeliruan eksperimen.

3. Homogenitas

Hal ini dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa variasi yang timbul dalam observasi reflikasi adalah sama. Ini merupaka syarat yang wajib dan analisa varian tidak dapat dilakukan apabila asumsi ini tidak terpenuhi.

4. Pengamatan yang Independen

Hal ini memiliki arti bahwa tiap nilai respon tidak saling terikat dengan nilai respon yang sebelumnya. Hal ini dijamin melalui pengacakan kombinasi dalam melakukan percobaan.

3.3. Response Surface Methodology (RSM)

Response Surface Methodology adalah suatu metodologi yang terdiri dari suatu grup teknik statistik untuk membangun model empiris dan mengeksploitasi model.


(48)

Suatu eksperimen yang melibatkan k buah faktor antara lain : X1, X2,....Xk,

dimana k buah faktor disebut sebagai variabel bebas, predikator ataupun variabel kontrol, dan menghasilkan Y, dimana Y adalah suatu variabel terikat, variabel tak bebas ataupun variabel respon. Semua variabel ini dapat diukur dan diketatui bahwa Y adalah merupakan respon dari :X1, X2,....Xk, maka dikatakan bahwa Y adalah fungsi dari X1,

X2,....Xk, dan secara umum ditulis dalam bentuk Y = f (X1, X2,....Xk). Fungsi tersebut

dikatakan sebagai response surface.

Respon surface methodology (RSM) memiliki beberapa kegunaan antara lain : 1. Menunjukkan bagaimana variabel respon Y dipengaruhi oleh variabel bebas X di

wilayah yang secara tertentu diperhatikan.

2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dan respon yang berupa hasil, kekotoran, warna, tekstur dan lain sebagainya.

3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas X untuk mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum.

Untuk melaksanakan Respon surface methodology (RSM), ada tahap-tahap perencanaan yang dilakukan, dimana defenisi perencanaan adalah proes, cara atau kegiatan merencanakan, menyusun dan mengurangi langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan.

Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksanaan Respon surface methodology (RSM) antara lain :


(49)

1. Menentukan model persamaan orde pertama, dimana suatu desain eksperimen dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode steepest ascent.

2. Setelah arah penelitian selanjutnya telah diperoleh, kemudian ditentukan level faktor untuk mengumpulan data selanjutnya.

3. Menentukan model persamaan orde kedua. Penentuan model dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan setelah metode steepest ascent dilakukan.

4. Menentukan titik optimal dari faktor-faktor yang diteliti.

RSM yang bertujuan menentukan titik optimal dapat diinterpretasikan pada countour plot dan surface plot seperti contoh Gambar 3.1. dan 3.2.

Gambar 3.1. Contour Plot

Gambar 3.1. menyatakan countour plot antara faktor ’suhu pendinginan’ dan faktor ’suhu segel’ dimana respon semakin baik apabila suhu segel berada diantara level -1dan -0.5 dan suhu pendinginan mendekati level 0.


(50)

Gambar 3.2. Surface Plot

Gambar 3.2. menyatakan surface plot dan dalam 3 dimensi, tetapi besarnya variabel bebas (X1, X2,....X3) yang mengoptimalkan respon masih belum dapat diketahui.

Salah pertimbangan penting yang muncul dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok dengan model yang di kembangkan. Jika faktor atau level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar dan jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias.

Response Surface Methodology (RSM) erat kaitannya dengan desain eksperimen karena dalam pelaksanaannya data yang dikumpulkan adalah melalui desain eksperimen. Beberapa alasan mengapa desain eksperimen sangat diperlukan, antar lain:

1. Variabel input yang penting yang dipengaruhi respon sering merupakan salah satu variabel yang tidak akan diubah.

2. Hubungan antara variabel respon dan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat dimana variabel tersebut mempengaruhi respon dan variabel input. Hal ini tersebut dapat membangun suatu korelasi yang salah.

3. Data operasi masa lalu sering mengundang celah dan mengundang informasi tambahan yang penting.


(51)

3.4. Model Orde Pertama

Model orde pertama adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat satu atau berbentuk linier. Tahap awal dari RSM adalah menentukan model orde pertama, persamaan atau modelnya adalah :

Y = b0x0 + b1x1 + ...+ bixi

Dimana : Y = respon xi = predikator

bi = koefisien predikator

Tujuan dari pembuatan model pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam ekperimen. Untuk membangun model pertama, terlihat dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.

Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain:

1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan.

2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model pertama.

Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2k, hal ini didasarkan jika level yang dipilih terlalu berdekatan, faktor memiliki kemungkinan untuk menunjukkan hasil yang tidak dianggap atau efek yang besar pada eksperimen pertama dan level faktor akan bergerak sangat cepat dalam pergerakan steepest ascent.


(52)

Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain dikatakan sebagai desain orde pertama karena memberikan kecocokan yang efisien dan pengecekan terhadap model orde pertama. Model ini dipilih karena peneliti percaya, tapi tidak secara pasti, bahwa ada jarak tertentu dari titik optimal. Pada keadaan tersebut, ada kemungkinan bahwa karakteristik lokal yang utama dari permukaan adalah kemiringan dan permukaan lokal kira-kira diperlihatkan oleh model orde pertama dimana memiliki kemiringan b1 pada arah x1, kemiringan b2 pada arah x2,

dan seterusnya. Jika gagasan ini benar, maka adalah mungkin untuk mengikuti arah dari penurunan ataupun kenaikan dari respon pada lereng bukit.

Eksperimen pertama yang dilakukan mempunyai 2 tujuan, yaitu :

1. Menentukan persamaan linier Y = b0x0 + b1x1+ ....+ bixi sebagai penafsiran terhadap

fungsi disekitar titik awal.

2. Untuk menguji apakah pendekatan linier telah cocok dengan batas dari kesalahan eksperimen.

Setalah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b0, b1,... bn.

Langkah-langkah dalam penentuan koefisien predikator antara lain10: 1. Daftarkan nilai dari predikator xiu dan nilai respon yu seperti tabel dibawah ini :

X Y

x01 x11 .... xk1 y1

x02 x12 .... xk2 y2


(53)

x0n x1n .... xkn yn

Susunan dari nilai xiu disebut sebagai matriks X dan nilai pada kolom yu disebut vektor Y.

2. Membuat persamaan normal dengan bentuk (ij) X’X dan (iy) X’Y. Susunan kuadrat (ij) disebut matriks X’X dan kolom (iy) disebut vektor X’Y.

(ij) = X’X (iy) = X’Y (00) (01) .... (0k) (0y) (10) (11) .... (1k) (1y) . . .... . . (k0) (k1) .... (kk) (ky)

3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk cij = (X’X)-1

Cij = (X’X)-1

C00 C01 ... C0k

C10 C11 ... C1k

Ck0 Ck1 ... Ckk

4. Menentukan koefisien regresi bn dengan rumus :

) (

0

iy c b

k

j ji

n

= =

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama. Ketidaksesuaian menyatakan devenisi respon terhadap model yang dibagun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan.


(54)

Tabel 3.2. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama

Df SS MS Fhit Ftabel

Model Linier K ( )

1 iy b k i i

= MSm MSm/ MSe Fα(V1, V2 Tabel 3.2. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama (Lanjutan)

Df SS MS Fhit Ftabel

Ketidaksesuaian k + 1

2 1

) ( i i

k

i

i y y

r

=

MS1 MS1/ MSe Fα(V1, V2

Error n-2k-1

(y1uyi)2 MSe

Total

Keterangan : y

df = degree of freedom (derajat kebebasan), diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.

SS = Sum of Square (jumlah kuadrat), menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan.

MS = Mean Square (rata kuadrat), menyatakan perbandingan SS dengan df. k = jumlah variabel independen ; yi = respon perlakuan i

n= jumlah perlakuan ; yiu = respon perlakuan titik pusat i

bi= koefisien b ke i ; yi = rata-rata respon di titik pusat

iy= hasil perkalian i ; v1 = df pembilang

ri= reflikasi perlakuan i ; v2 = df error

i

y = nilai fungsi perlakuan i


(55)

Metode Steepest Ascent pertama sekali diusulkan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 dan telah dikembangkan lebih lanjut olah Box dan lainnya. Metode Steepest Ascent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x dengan arah kemiringan positif yang akan memberikan nilai minimum lokal dari fungsi yang dimaksimalisasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal, ketika penelitian berakhir, penafsiran polinomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakan untuk menentukan arah eksperimen berikutnya. Apabila pendekatan ini digunakan untuk memaksimalkan suatu fungsi maka dinamakan metode Steepest ascent sedangkan apabila digunakan untuk meminimalkan suatu fungsi maka disebut Steepest descent.

Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan yang terdahulu, ketika suatu percobaan telah selasai, wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain . Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan level yang memberikan respon yang memberikan hasil maksimum.

Jika suatu titik pusat pada percobaan pertama ditetapkan pada titik awal (0,0,....,0). Masalah terletak pada pergerakan selanjutnya dari titik asal dengan koordinat x menuju posisi P dengan koordinat (x’1,x’2

,....

xk), sehingga respon φ (x’1,x’2

,....

xk)

akan menjadi maksimum.

Dalam kalkulus maksimalisasi nilai x’1 melalui persamaan berikut:

i i

x


(56)

Dalam hal ini ∂φ/∂xi adalah turunan parsial dari fungsi terhadap xi dengan persamaan

linier sebagai berikut : y = b0 + b1x1 +....+ bnxn dimana b0 adalah nilai fungsi ketika

fungsi berada pada titik asal dan x0 dengan ketetapan bernilai 1.

Dari fungsi linier diatas diperoleh bahwa :

i i

b x =

∂∂φ

Demikian perubahan xi pada pergerakan steepest ascent adalah proporsional terhadap bi.

Perhitungan pergerakan titik level suatu percobaan pada metode steepest ascent adalah sebagai berikut :

y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3

Dari persamaan linier di atas diperoleh nilai bi melalui turunan parsial sebagai

berikut : b1 = b1 ; b2 = b2 ; b3 = b3, dimana persamaan linier diperoleh dari desain

eksperimen dengan faktor dan level dapat dilihat pada Tabel 3.2. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen.

Tabel 3.3. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen

Faktor X1 Faktor 1 (A) X1 Faktor 2 (B) X1 Faktor 3 (C)

Level -1 A

-1

-1 B-1 -1 C-1


(57)

Perhitungan pergerakan steepest ascent untuk persamaan fungsi diatas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Ascent

Keterangan X1 X2 X3

(1) Perubahan relatif pada unit desain (bi) b1 b2 b3

(2) Unit Origin (1 unit desain) (A+1-A-1/2 (B+1-B-1/2 (C+1-C-1/2 (3) Perubahan relatif pada origin (1)1 * (2)1 (1)2 * (2)2 (1)3 * (2)3

(4) Perubahan per n pada variabel I (∆) (3)1/(3)1 (3)2/(3)1 (3)3/(3)1

Pergerakan steepest ascent Hasil

Percobaan

(5) Level awal (origin = 0) (A+1-A-1/2 (B+1-B-1/2 (C+1-C-1/2

(6) Level pergerakan (origin + n ∆) 01 + n ∆ 02 + n ∆ 03 + n ∆ yn

Tujuan dari penerapan metode steepest ascent adalah untuk menentukan titik origin level percobaan berikutnya. Dasar dari penentuan titik origin level percobaan berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakan steepest ascent dengan jumlah perolehan produk paling tinggi.

Penentuan level origin menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut:

(

)

= ∆ − = − + i origin i i x x

X ζ ;ζ

2 / 1 , 1

nilai faktor i

3.6. Model Orde Kedua

Model orde kedua adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel adalah sebagai berikut :

Y = b0x0 + b1x1+ b2x2 + b3x3 + b11x12+ b11x12+ b22x22+ b33x32+ b12x1 x2 + b13x1 x3 + b23x2


(58)

Dimana : Y = respon Xi = predikator

bi = koefisien predikator

Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik yang memberikan respon yang optimal. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimal yang perkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat diperkirakan dengan model yang lebih kompleks.

Adapun langkah-langkah yag diperlukan untuk menentukan model orde kedua antara lain:

a. Melakukan eksperimen dengan Central Composite Design

b. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua.

Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen. Untuk menentukan koefisien regresi pada model orde kedua, tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda. Hal ini

mengindikasikan bahwa desain faktorial 3k dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi, ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3k yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel, percobaan menjadi sangat besar. Untuk alasan tersebut Box dan Wilson (1951) mengembangkan suatu desain eksperimen awal untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat


(59)

beberapa kombinasi perlakuan tambahan yang ditambahkan ke dalam desain eksperimen 2k.

Pernyataan yang menarik sering dinyatakan adalah apakah model orde pertama cukup merepretasikan fungsi respon dimana pada desain orde pertama tidak ada reflikasi sehingga tidak ada perkiraan terhadap error. Mengenai hal ini pada asumsi bahwa model yang menandai disediakan oleh model orde kedua yang memberikan jawaban bahwa tidak alasan untuk meragukan representasi model orde pertama ketika pada uji ketidaksesuaian ternyata model orde kedua sesuai dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima merepresentasikan fungsi respon.

3.7. Central Composite Design

Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik. Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2k, ditambah dengan level tambahan yang terdiri dari central point dan star points (α). Total kombinasi level yang terdapat pada central composite design adalah 2k + 2k + 1, dimana k adalah jumlah faktor.

Central point yang dimaksud pada desain ini adalah level pada titik (0,0,0) dan star points (α) ditentukan rumus : α = 2k/4

Ilustrasi central composite design dapat dilihat pada Gambar 3.4. Central Composite Design.


(60)

Gambar 3.3. Central Composite Design

● = Titik level desain 2k

x = Titik tambahan untuk central composite design

○ = Central Points/ titik origin

α = Star Points

Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain:

1. Titik cube, jumlah titik yaitu : 2k dan membentuk koordinat (±1, ±1, ±1).

2. Titik star, jumlah titik yaitu : 2k dan membentuk koordinat (±α, 0, 0), (0, ±α, 0), (0, 0, ±α,).

3. Titik center, jumlah titik yaitu : nc0 + ns0 dan membentuk koordinat (0,0,0). nc0

adalah jumlah blok cube ns0 adalah jumlah blok star.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik center antara lain:

1. Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi. 2. Meminimisasi error.

3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuaian model orde tiga. 4. Memberikan rangsangan terhadap desain yang robust.


(61)

Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b0,b1,...bi. Cara yang digunakan untuk menentukan koefisien

predikator sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien predikator pada model orde pertama.

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.5. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua

df SS MS Fhit Ftabel

Model Orde

Pertama K

=1 1( )

i

iy

b MSf MSf/ MSs Fα(v1,v2)

Model Orde

Kedua 2

) 1 (k+ k N G ijy iiy b y b

i i j

ii( ) ( ) /

) 0 (

1

2

0

= + < −

+ MSs MSs/ MSe Fα(v1,v2)

Ketidaksesuaian 2 ) 3 ( 2 + −k k

n Melalui pengurangan MS1 MS1/ MSe Fα(v1,v2)

Errror N1 – 1

2

1 )

(yuyi

MSe

Total n1 + n2 - 1 y G N

N u u / 2 2 1 −

= Keterangan:

df = degree of freedom (derajat kebebasan), diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.

SS = Sum of Square (jumlah kuadrat), menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan.


(62)

n1= jumlah perlakuan dititik pusat ; yiu = respon perlakuan titik pusat i

n2= jmlh perlkn titik cube & titik α ; yi = rata-rata respon di titik pusat

bi= hasil perkalian i ; yu = respon perlakuan ke u

ri= reflikasi perlakuan i ; v1 = df pembilang

G= jumlah hasil percobaan ; v2 = df error

Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimal dari model orde kedua. Penentuan titik optimal ataupun variabel predikator adalah sebagai berikut: Y = b0x0 + b1x1+ b2x2 + b3x3 + b11x12+ b11x12+ b22x22+ b33x32+ b12x1 x2 + b13x1 x3 + b23x2

x3

1

x y

∂∂ = b1 + 2b11x1+ b12x2 + b13x3 = 0

2

x y

∂∂ = b2 + b12x1+ 2b22x2 + b23x3 = 0

3

x y

∂∂ = b3 + b13x1+ b23x2 + 2b33x3 = 0

Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut :

2b11 b12 b13 x1 -b1

b12 2b22 b23 x2 = -b2

b13 b23 2b33 x3 -b1

x1 2b11 b12 b13 -b1


(63)

x2 = b12 2b22 b23 x -b1

x3 b13 b23 2b33 -b1

Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimal yaitu : pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang berkenaan dengan asumsi distribusi.

Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain: 1. Logaritma

Y’ = log Y

Digunakan apabila efek-efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata.

2. Akar Kuadrat

Y’ = Y atau Y’ = Y +1

Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata-rata (misalnya jika data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson)

3. Arc Sinus Y’ = arc sin Y

Jika µ = rata-rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan µ (1- µ) (misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binom)


(64)

Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata kuadrat.

3.8. Minyak Kelapa Murni

Minyak kelapa murni adalah miyak kelapa yang dibuat dari bahan baku kelapa segar, diproses dengan pemanasan terkendali atau tanpa pemansan sama sekali, tanpa bahan kimia dan RDB. Penyulingan minyak kelapa seperti cara tersebut berakibat kandungan senyawa-senyawa esensial yang dibutuhkan tubuh tetap utah. Minyak kelapa murni dengan kandungan utama asam laurat ini memiliki sifat antibiotik, anti bakteri, dan jamur.

Virgin Coconut Oil merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup lama yaitu lebih dari satu tahun. Pembuatan minyak kelapa murni ini memiliki banyak keunggulan yaitu tidak membutuhkan biaya yang mahal karena bahan baku mudah didapat dengan harga yang murah, pengolahan yang sederhana dan tidak terlalu rumit, serta penggunaan energi yang minimal karena tidak menggunakan bahan bakar sehingga kandungan kimia dan nutrisinya tetap terjaga terutama asam lamak dalam minyak. Jika dibandingkan dengan minyak kelapa biasa atau sering disebut dengan minyak goreng minyak kelapa murni mempunyai kualitas yang lebih baik, berwarna kuning kecokelatan, berbau tidak harum, damn mudah tengik sehingga daya simpannya tidak tahan lama.

Adapun kandungan minyak kelapa murni dapat dilihat pada Tabel 3.6.


(65)

Karakteristik Nilai

Kadar air (%) 0,05 Asam Lemak Bebas (%) 0,01 Densitas (600C) 0,91 Bilangan Iod 10 Bilangan Penyabunan 251

Sumber : Buku Virgin Coconut Oil, penerbit : agro media industri

Adapun komposisi asam lemak minyak kelapa murni dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Murni Asam Lemak Jumlah (%)

Asam lemak jenuh

Asam kaproat 0,20

Asam kaprilat 6,10

Asam kaprat 8,60

Asam laurat 50,50

Asam niristad 16,18

Asam pirmitad 7,50

Asam stearat 1,50

Asam arachnidad 0,02

Asam lemak tidak jenuh

Asam palmitoleat 0,20

Asam oleat 6,50

Asam linoleat 2,70

Sumber : Buku Virgin Coconut Oil, penerbit : agro media industri

3.9. Kegunaan Virgin Coconut Oil (VCO)

Adapun Kegunaan minyak kelapa murni adalah sebagai berikut :

1.Mematikan berbagai virus yang menyebabkan mononukleosis, influenza, hepatitis, cacar air, herpes, dan penyakit-penyakit lainnya.

2.Mematikan berbagai bakteri penyebab pneumonia, sakit telinga, infeksi tenggorokan, gigi berlubang, keracunan makanan, infeksi saluran kencing, menengitis, gonorrhea, luka gangren, dan masih sangat banyak lainnya.


(1)

Nilai optimal variabelvariabel yang diperoleh yaitu X1 = 0,10163 dan X2 = -1,42177. Nilai – nilai tersebut masih berupa nilai kode skala dan akan diterjemahkan menjadi nilai level yang sebenarnya melalui metode interpolasi. Dari hasil interpolasi, diperoleh temperatur optimal 820C dan lama pemanasan optimal 8 jam.

Dengan memasukkan nilai optimal variabel-variabel yang masih berupa kode skala ke dalam persamaan orde kedua yang telah dibuat, dapat diperoleh perkiraan nilai volume yang akan diberikan oleh proses pembuatan VCO dengan setting optimal yang diperoleh. Besarnya perkiraan perolehan volume dari perhitungan tersebut yaitu 2,35 Ltr.

6.6. Analisis Countor Graph

Dari hasil pembuatan grafik countor model orde kedua dengan bantuan software minitab16 dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Temperat ur ( Celcius)

L a m a P e m a n a s a n ( J a m ) 84 83 82 81 80 9,4 9,2 9,0 8,8 8,6 8,4 8,2 > – – – – – – < 1,9 1,9 2,0 2,0 2,1 2,1 2,2 2,2 2,3 2,3 2,4 2,4 2,5 2,5 (Liter) VCO Volume Contour Plot: Temperatur vs Lama Pemanasan


(2)

Gambar 6.1. Contour Graph : Temperatur vs Lama pemanasan

Pada gambar countor graph dapat dilihat hubungan antara temperatur dan lama pemanasan sebagai berikut :

- Temperatur 800C dan lama pemanasan 8,1 jam volume VCO yang dihasilkan adalah < 1,9 liter.

- Temperatur 80,20C dan lama pemanasan 8,3 jam volume VCO yang dihasilkan adalah 1,9 – 2,0 liter.

- Temperatur 80,80C dan lama pemanasan 8,4 jam volume VCO yang dihasilkan adalah 2,1 – 2,2 liter.

- Temperatur 810C dan lama pemanasan 8,5 jam volume VCO yang dihasilkan adalah 2,2 – 2,3 liter.

- Temperatur 81,20C dan lama pemanasan 8,7 jam volume VCO yang dihasilkan adalah 2,3 – 2,4 liter.

- Temperatur 81,60C dan lama pemanasan 8,8 jam volume VCO yang dihasilkan adalah 2,4 – 2,5 liter.

- Temperatur 82,20C dan lama pemanasan 9 jam volume VCO yang dihasilkan adalah > 2,5 liter.

6.7. Analisis Beda Hasil Penelitian RSM dengan Hasil Penelitian Lain

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara metode penelitian ini, yaitu Response Surface Methodology (RSM) dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Yhudi Kurniawan, yaitu : metode Evolutionary Operation (EVOP). RSM pada umumnya dilakukan sebagai bagian dari riset dan pengembangan dalam pilot project


(3)

suatu pabrik dan metode ini mengizinkan adanya cacat yang besar, sedangkan EVOP digunakan dalam proses yang sedang berjalan ketika perusahaan sedang beroperasi dan metode ini hasil baik untuk kondisi pabrik yang tidak mengalami perubahan besar atau mendadak yang mungkin mengganggu atau mengacaukan produksi.

Dalam penelitian RSM dan EVOP, kedua penelitian ini sama-sama bertujuan untuk mengoptimalkan proses produksi. Di dalam RSM, tahapan untuk penentuan titik optimal adalah dengan pembuatan model yang merepresentasikan keadaan proses produksi saat itu untuk kemudian dicari arah eksperimen berikutnya menuju ke wilayah optimum dab dari wilayah tersebut dieksplorasi untuk kemudian ditentukan titik optimal. Di dalam EVOP, metode ini mengarah kondisi proses saat sekarang ke kondisi proses yang optimal melalui serangkaian eksperimen 2k dimana dilakukan pengamatan untuk tiap titik desain eksperimen.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data, kesimpulannya adalah ;

1. Faktor-faktor yang paling penting dan dapat diatur dalam penelitian ini yaitu temperatur dan lama pemanasan.

2. Setting lama digunakan pada proses pembuatan VCO yaitu dengan temperatur 800C dan lama pemanasan 7 jam, berdasarkan hasil eksperimen memberikan perolehan volume VCO rata-rata sebesar 2,07 Ltr.

3. Melalui eksperimen dengan Response Surface Methodology yang telah dilakukan memberikan setting optimal yang baru untuk proses pembuatan VCO, yaitu temperatur 820C dan lama pemanasan 8 jam.

4. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan orde kedua, perkiraan volume pembuatan VCO yang akan diperoleh dari setting optimal tersebut yaitu sebesar 2,35 Ltr.


(5)

7.2. Saran

Setelah melakukan penelitian, saran-saran yang dapat diberuikan adalah :

1. Laboratorium sebaiknya mulai menggunakan metode-metode ilmiah untuk membantu pengukuran kerja untuk lebih memperoleh volume VCO yang lebih banyak.

2. Desain dan pengolahan data eksperimen sebaiknya didukung oleh penggunaan perangkat lunak statistik.

3. Untuk penerapan metode permukaan respon, perubahan setting wajib dilakukan terhadap kedua faktor yang diteliti, yaitu dengan menaikkan nilai faktor yang diteliti tersebut.

4. Melalui aplikasi metode permukaan respon yang memberikan peningkatan perolehan volume VCO, hendaknya dapat digunakan oleh pihak laboratorium untuk lebih mengembangkan produk ini sehingga dapat dipasarkan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Box, G. E. P., dan Draper N. R., Empirical Model-Building and Response Surface. New York : John Wiley & Sons, Inc., 1987.

Cochran, W. G., dan Cox, G. M., Experimental Design, Third Printing. New York : John Wiley & Sons, Inc., 1962 .

Fasser. Y, Process Improvement In The Electronics Industry, Canada : Jhon Wiley & Sons., Inc, 1992.

Nazir, M., Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988.

Park, S. H. et.al., Optimal Central Compisite Design for Fitting Second Order Response Surface Regression Models. Department of Statistics, Seoul National University, Seoul, 2006.

Rindengan, Barlina dan Novarianto Hengky. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Cetakan kelima. Jakarta : Penebar Swadaya, 2006.

Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ketiga. Bandung : Pernebit Tarsito, 1994.