2. Pancasila Sebagai Paradigma di Bidang Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut sistem dan keamanan adalah
mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
sishankamrata Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat individu memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik
tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan ditetapkannya UUD I945 NKRI telah memiliki sebuah konstitusi,
yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: 1
adanya perlindungan terhadap HAM, 2
adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar dan 3
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat
rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dai UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan
yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi 4
positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya oleh negara; segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan
ketentuan pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya harus mengacu peda dasar negara sila – sila Pancasila dasar
negara.
Dalam kaitannya dengan “Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum”, hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila: 1 Ketuhanan Yang Maha Esa,
2 Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3 Persatuan Indonesia,
4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan 5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujudan aspirasi rakyat.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin
kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun
terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasan yang bernuansa Agama Ketika bicara peristiwa yang terjadi di
Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat Muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat Muslim di Indonesia memang terdapat
beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam merurut sebagian umat non Muslim mereka seakan-seakan merefresefttasikan umat Muslim.
5
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas ummatan wahidah
2. Hubungan antar sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip :
a. Bertetangga yang baik b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka Yang teraniaya d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan: 1 Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang
didasarkan atas suku dan agama; 2 Pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan
masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama Ronald Robertson, ed. misalnya
mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah:, hanya pada bangsa bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada pastulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kestabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi
ultimate value dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerukunan
antar masyarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti Pela di Maluku, Mapalus di Sulawesi utara, Rumah Bentang di Kalimantan tengah dan “Marga
di Tapanuli, Sumatera Utara merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog
horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling 6
pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminists dan interdependen.
Identitas indeterminism adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiannya. Artinya posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik,
melainkan sebagai manusia yang berakal budi, yang kreatif yang berbudaya.
3. Pancasila Sebagai Paradigma di Bidang Ekonomi