m e nit dN

Perpindahan massa pereaksi metanol dalam katalis bentonit. Perpindahan massapelarutan katalis bentonit dalam metanol untuk ukuran butir bentonit 80 mesh dengan volume metanol 12.5 ml dan bentonit 0.8 gram, disajikan pada Gambar 55, sedangkan perhitungan [H + ] dapat dilihat pada Lampiran 14 L14.1. -0.000004 -0.000003 -0.000002 -0.000001 0.000001 0.000002 0.000003 0.000004 10 15 25 30

t, m e nit dN

A Gambar 55 Perpindahan massa katalis bentonit Dari data percobaan diketahui dengan bertambahnya waktu semakin besar pengurangan [H + ] dari metanol, karena terserapteradsorb dalam bentonit. Data hasil penelitian pada tahap ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pencampuran. Hasil analisis ragam pada Lampiran 14 L14.1 mengenai pengaruh waktu pada pencampuran antara katalis bentonit dalam metanol adalah: uji F untuk waktu pencampuran F hitung = 22.78 berarti H ditolak peubah waktu pencampuran memberikan pengaruh yang berbeda nyata dan p-value adalah 0.00578, artinya ada perbedaan signifikan antar taraf pada faktor waktu pencampuran terhadap dN A dan koefisien determinasi R 2 91.9. Model kinetika reaksi hidroksilasi. Pada tahapan ini dilakukan penentuan persamaan laju reaksi hidroksilasi dan nilai–nilai tetapan laju reaksi k, faktor frekuensi tumbukan A, energi aktivasi Ea, serta konversi reaksi x. Data yang dibutuhkan adalah data penurunan bilangan oksiran dengan fungsi waktu dan suhu pada kondisi operasi terbaik. Tabel 21 Data penurunan bilangan oksiran pada proses hidroksilasi . Bahan epoksi dari minyak jarak pagar: BA =11, oksiran =5.043. Perbandingan mol epoksi : metanol =1 : 13 Waktu menit 50 ° C Waktu menit 60 ° C Waktu menit 70 ° C Oksiran awal 4.7 Oksiran awal 5.043 Oksiran awal 5.043 Hidroksil awal 6.68 Hidroksil awal 6.68 Hidroksil awal 6.68 OH Oksiran OH Oksiran OH Oksiran 30 88.855 4.2 30 104.7098 4.2 30 74.57 3.19 60 120.8 2.17 60 127.2269 4 60 135.251 2.0 90 88.855 1.99 90 165.770 0.8296 90 94.89 2.5 120 187 1.25 120 22.162 2.78 120 117.137 1.78 180 219.37 0.05 150 159.747 1.99 150 112.982 0.14 180 165 0.82 180 135.313 1.27 210 133.155 0.1056 210 137.24 0.9 Data bilangan oksiran dan bilangan hidroksil hasil hidroksilasi diubah menjadi data konversi, seperti pada Tabel 22 dan perhitungan terdapat pada Lampiran 14 L14.4. Tabel 22 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 50 ° C T, menit XOksiran 30 0.1063 60 0.5382 90 0.5765 120 0.7340 180 0.9893 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 30 60 90 120 180 w aktu, menit H id ro ksi l- O ksi ra n Hidroksil Oksiran Gambar 56 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada proses hidroksilasi 50 ° C. Tabel 23 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 60 ° C t, menit XOksiran 30 0.1671 60 0.2068 90 0.8354 120 0.4487 150 0.6053 180 0.8373 210 0.9790 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 30 60 90 120 Waktu, menit Hidroksil Oksiran Gambar 57 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada proses hidroksilasi 60 ° C Tabel 24 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 70 ° C t, menit XOKS 30 0.36744002 60 0.60341067 90 0.50426334 120 0.64703549 180 0.74816577 210 0.8215348 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 30 60 90 120 180 210 Waktu,m enit H id ro ksi l. 10- 4- O ksi ran Hidroksil Oksiran Gambar 58 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada hidroksilasi 70 ° C Gambar 56, 57, dan 58 merupakan gambar perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaksi hidroksilasi epoksi minyak jarak. Ketiga gambar tersebut menunjukkan adanya kenaikan bilangan hidroksil dan penurunan nilai oksiran. Reaksi hidroksilasi ini merupakan sistem reaksi heterogen cair-cair yang terdiri dari 3 tiga fase, yaitu alkohol, larutan organik epoksi, dan katalis padat. Pada reaksi ini terjadi perpindahan massa dan reaksi kimia, perpindahan massa terjadi antara alkohol dan katalis padat, perpindahan massa ke dalam epoksi, dan selanjutnya terjadi reaksi kimia. Reaksi pembukaan cincin oksiran merupakan reaksi ireversibel. Pada Tabel 22, 23, dan 24 terjadi kenaikan konversi, karena dengan bertambahnya waktu reaksi maka semakin besar waktu kontak antara pereaksi dan katalis sehingga perpindahan massa dan reaksi kimia semakin besar. Dari perhitungan yang terdapat pada Lampiran 14 L.14.4, maka didapatkan data tetapan laju reaksi hidroksilasi dengan menggunakan metanol sebagai berikut : Tabel 25 Hasil perhitungan nilai k tetapan laju reaksi hidroksilasi dengan metanol menggunakan regresi linier T ° C tetapan laju reaksi mlmol menit lmol detik lmol detik.10 7 50 0.012408 2.068085.10 -7 2.0680085 60 0.006877 1.146204.10 -7 1.1462044 70 0.025986 4.331166.10 -7 4.3311660 Model kinetika reaksi hidroksilasi berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14 L14.4.4, L14.4.5, dan L14.4.6 E E E C k dt dC r . = − = − Keterangan : C E : konsentrasi epoksi k’ : tetapan laju reaksi k’ = k[CH 3 OH] Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi sebagai intersep persamaan garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan Arrheinus, yaitu : RT E Ae k − = Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi RT E A k ln ln − = Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh didapatkan nilai E dan nilai A sebagai berikut : E = 10.690981 kkal mol A = 5.63304 x 10 4 ml mol menit = 0.938841 l mol detik Nilai energi aktivasi E diperoleh dari hasil perhitungan k’ pada beberapa suhu. Besarnya E pada reaksi pembukaan cincin oksiran dengan menggunakan alkohol metanol dan katalis bentonit mendekati besarnya E pada hasil penelitian pembukaan cincin oksiran epoksi minyak kedelai dengan menggunakan H 2 O 2 , yaitu sebesar 20.17 kkalmol, pada pembukaan cincin oksiran dengan asam asetat sebesar 16.52 kkal mol Campanella Baltanas 2006. Persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar adalah : 10.6909813 5 0.93884197 RT e k − = l mol detik E RT C e rE 10.6909813 5 0.93884197 − = Harga entalpi reaksi ΔH R dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Levenspiel 1972 ΔH = E –RT Hasil perhitungan adalah : ΔH = 10.0193753 kkal mol Perhitungan waktu curah ideal pada proses hidroksilasi pembukaan cincin oksiran dengan metanol. Neraca massa dalam reaktor curah isotermal endotermiseksotermis digunakan untuk menentukan waktu curah ideal Laju masukan – Laju keluaran –Laju reaksi = Laju akumulasi - 0 - V. rE = d V. C E dt Volume V konstan, sehingga r E E r V r dt dC V − = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi epoksi sebesar C E pada kondisi isothermal adalah : ∫ − = CE Ce E E r dC t Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 L14.4.7. ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = E E C C k t ln 1 Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor hidroksilasi dengan pereaksi metanol, maka dihitung harga t pada kondisi isotermal 70 ° C. Untuk mendapatkan perubahan konsentrasi oksiran dari C E0 = 0.0579945 mol, C E = 0.02875 mol, konversi 50.43 , harga k = 4.33117.10 -7 lmol menit, dibutuhkan waktu 92.27998.menit, percobaan di laboratorium dilakukan pada t = 90 menit. Perhitungan t selengkapnya dengan menggunakan model persamaan matematis dapat dilihat pada Lampiran L14.4.7 Proses Asetilasi Penelitian Pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan ini dapat diketahui terjadinya perubahan bilangan hidroksil pada epoksi, poliol, dan asetilasi poliol, seperti terlihat pada Gambar 59 di bawah ini. 50 100 150 200 250 Epoksi Poliol Asetilasi Poliol jenis pelumas dasar bi l hi dr ok s il Gambar 59 Perubahan bilangan hidroksil pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi Dari Gambar 59 terlihat perubahan bilangan hidroksil dari epoksi, poliol, dan asetilasi poliol. Pada epoksi minyak jarak pagar sudah terlihat adanya gugus hidroksil, hal ini terjadi karena sebagian sudah mengalami pembukaan cincin oksiran yang disebabkan karena bereaksi dengan sisa pereaksi atau dengan sisa air yang ada dalam epoksi minyak jarak pagar menjadi polihidroksi. Pada poliol terlihat peningkatan hidroksil yang sangat besar karena sebagian besar epoksi mengalami pembukaan cincin oksiran menjadi hidroksil. Pada asetilasi poliol terjadi penurunan bilangan hidroksil karena gugus OH mengalami reaksi asetilasi menjadi gugus –OR. Data– data dapat dilihat pada Lampiran 15 L15.1. Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis bilangan asam untuk mengetahui kisaran nisbah volume pereaksi poliol : asam asetat anhidrat proses asetilasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 60 dan data penelitian terdapat pada Lampiran 15 L15.2. 5 10 15 20 25 30 1 2 5 10 penambahan poliol pada asam asetat anhidrat vv bi langan as am Gambar 60 Penambahan volume poliol pada asam asetat anhidrat terhadap bilangan asam Dengan semakin kecilnya jumlah asam asetat anhidrat yang ditambahkan, maka semakin rendah bilangan asam. Karena dengan semakin besarnya asam asetat anhidrat memperbesar sisa asam asetat anhidrat yang kemungkinan tidak bereaksi dan tidak ternetralkan. Besarnya rendemen ester poliol setelah netralisasi dapat dilihat pada Gambar 61 di bawah ini dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15 L15.3. Suhu proses diambil dari data penelitian sebelumnya yang sudah ada yaitu pada 90 ° C dengan waktu 15 menit Lathi Mattiasson 2006. 20 40 60 80 1 2 5 10 nisbah volume penambahan poliol persatuan volume asetat anhidrat rende men Gambar 61 Penambahan poliol terhadap rendemen asetilasi poliol. Model kinetika reaksi asetilasi. Penentuan laju reaksi, tetapan laju reaksi k, faktor frekuensi tumbukan A, energi aktivasi Ea, x konversi, orde reaksi n menggunakan perbandingan volume poliol : asam asetat anhidrat = 10 : 1, katalis bentonit 2 volume, waktu total 40 menit 90 ° C dan 80° C. Poliol yang digunakan mempunyai bilangan hidroksil = 152.068, sampel diambil 4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dinetralkan dengan larutan Na 2 CO 3 30 ww. Tabel 26 Data perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol Waktu menit Bilangan hidroksil, 90 ° C awal = 152.07 Bilangan hidroksil, 80 ° C awal = 152.07 5 99.97 48.476 10 67.75 21,567 20 90.701 3.867 30 63.678 9.787 40 4.508 14.972 Data bilangan hidroksil hasil asetilasi poliol pada Tabel 26 diubah menjadi data konsentrasi untuk mengetahui perubahan konversi tiap satuan waktu pada suhu proses 90 ° C dan 80° C, perhitungan terdapat pada Lampiran 16 L16.1. 2 4 6 8 5 10 20 30 40 w aktu, m enit bil a nga n hidr ok s il Gambar 62 Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 90 ° C. 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 5 10 20 30 40 w ak tu, m e nit b il an g an h id ro ksi l Gambar 63 Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 80 ° C. Gambar 62 dan 63 menunjukkan terjadinya penurunan bilangan hidroksil, hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya waktu proses semakin besar pembukaan cincin oksiran. Dari perhitungan yang terdapat pada L16.2 dan L16.3 dengan menggunakan data penurunan bilangan hidroksil, maka didapatkan tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat seperti terdapat pada Tabel 27 di bawah ini : Tabel 27 Tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat T 1T k mlmol menit k lmol detik 80 0.002832861 0.071786623 1.1964. 10 -6 90 0.002754821 0.07588075 1.2647. 10 -6 Model kinetika reaksi asetilasi berdasarkan perhitungan pada Lampiran 16 L16.4, L16.5, dan L16.6 - r P = -dC P dt = k’. C P Keterangan : C P : konsentrasi Poliol k’ : tetapan laju reaksi Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi sebagai intersep garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan Arrheinus, yaitu : RT E Ae k − = Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh di dapatkan nilai ER dan nilai A sebagai berikut : R = 1.987 kal mol K E = 1412.203524 kal mol = 1.412203 kkal mol A = 0.53757773 l mol detik Sehingga persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi asetilasi terhadap poliol minyak jarak pagar adalah : 412203 . 1 53757773 . RT e k − = l mol detik P RT P C e r 412203 . 1 53757773 . = Harga Entalpi reaksi ΔH R dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Levenspiel 1972 ΔH = Ea – 1 – Δ n RT Hasil perhitungan adalah : ΔH = 690.9225243 kal mol Perhitungan waktu curah ideal pada proses asetilasi terhadap poliol Neraca massa dalam reaktor curah isotermal endotermis eksotermis digunakan untuk menentukan waktu curah ideal Laju masukan – Laju keluaran – Laju reaksi = Laju akumulasi - 0 - V. r P = d V. C P dt Volume V konstan, sehingga r P P r V r dt dC V − = Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi hidroksil menjadi sebesar C P pada kondisi isotermal adalah : ∫ − = CP CP P P r dC t Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 L16.7 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = P P C C k t ln 1 Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor asetilasi, maka diambil contoh perhitungan pada percobaan 90 ° C waktu 40 menit, C P0 =11.4848631mol; C P = 0.290366206 mol; k = 0.07588075 mlmol menit. Dengan menggunakan persamaan 27, dibutuhkan waktu = 41.7389 menit. Perhitungan t selengkapnya dengan menggunakan model persamaan matematis dapat dilihat pada Lampiran 16 L16.7 Karakteristik minyak jarak pagar dan modifikasinya sebagai pelumas dasar Pengaruh modifikasi minyak jarak pagar terhadap sifat fisik dan kimia. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap minyak jarak pagar untuk digunakan sebagai pelumas dasar. Modifikasi ini menghasilkan epoksi, poliol, dan asetilasi poliol, masing-masing tahapan memberikan perubahan sifat fisik maupun kimia. Pada tabel di bawah ini terlihat perubahan sifat fisik dan kimia karena perubahan struktur kimia minyak jarak pagar. Perubahan sifat fisik misalnya terjadi perubahan densitas, titik tuang, titik nyala, viskositas, indeks viskositas. Perubahan sifat kimia: bilangan asam, TBN, bilangan penyabunan, bilangan iod, kadar air, bilangan oksiran, dan bilangan hidroksil. Tabel 28 Sifat Fisik dan kimia Minyak Jarak Pagar, Epoksi, Poliol, dan Asetilasi Poliol Sifat Minyak Epoksi Poliol Asetilasi Poliol Warna Kuning Coklat Putih keruh Putih kekuningan Coklat Densitas gml 3 0.9157 0.92 0.95 1.0038 Titik nyala ºC 270 220 206 292 Titik tuang ºC 3 3 -6 Viskositas 25ºC 9.22 cp 59.718 cp 73.846 cp Viskositas 40ºC CSt 34.17 145.54 456.91 519.12 Viskositas 100ºC CSt 7.95 20.96 32.55 42.53 Viskositas Indeks 217 168 104 130 Bilangan asam mg KOHg 3.97 1.50 12 0.6 TBN mg KOHg 0.41 Indeks bias 25 ºC 1.4655 1.465 1.465 1.467 Bilangan penyabunan mg KOHg 96.7 167.82 152.23 Kadar air 0.07 1.8 - 6.22 Bilangan Iod g 100 g 108 2.9 1.77 Oksiran 100 g 4.7 0.0158 Bilangan Hidroksil 6,88 . 234 1.1 Komposisi Kimia Asam Kaprilat - 3.29 0.28 Asam Laurat 0.061 0.77 0.64 Asam Miristat 0.112 1.425 0.73 Asam Palmitat 16.867 1.755 71.0 Asam Stearat 0.132 0.319 Asam Oleat 47.929 0.16 Asam Linoleat 34.419 0.11 0.32 Asam Linolenat 0.081 Perubahan sifat kimia terjadi karena adanya beberapa tahapan proses. Pada proses epoksidasi mengakibatkan terjadinya perubahan bilangan iod, karena adanya pengurangan ikatan rangkap membentuk ikatan siklik oksigen oksiran. Berkurangnya jumlah ikatan rangkap minyak jarak pagar pada tahap epoksidasi adalah dari 108 g100g menjadi 2.9 g100g, pada tahap hidroksilasi terhadap epoksi, bilangan iod berkurang menjadi 1.77 g100g. Pengurangan ikatan rangkap minyak meningkatkan stabilitas oksidasi dan termal minyak sebagai pelumas dasar Wu et al. 2000. Perubahan sifat kimia minyak jarak pagar karena proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik minyak, yaitu viskositas, indeks viskositas, dan titik tuang. Pengujian viskositas 40 ° C dan titik tuang menggunakan metoda standard ASTM D-445 dan ASTM D-97. Pada penelitian minyak kedelai dinyatakan bahwa titik tuang hasil asetilasi poliol terendah dibandingkan dengan proses- proses sebelumnya atau sebelum diproses Hwang Erhan 2005, Adhvaryu et al. 2005. Proses epoksidasi dilakukan untuk mengurangi ikatan rangkap, hidroksilasi dilakukan untuk mengubah gugus oksiran dari epoksi yang bersifat tidak stabil, dan asetilasi digunakan untuk mengubah gugus OH pada minyak menjadi OR. Kelemahan utama dari minyak nabati adalah ketidakstabilan termal-oksidasi dan rendahnya sifat alir pada suhu rendah. Minyak nabati mempunyai kecenderungan membentuk struktur kristal makro pada suhu rendah melalui penumpukan pada bagian tulang belakang triasilgliserol. Beberapa kristal makro membatasi kemudahan aliran sistem karena hilangnya energi kinetik tiap-tiap molekul Adhvaryu et al. 2005. Titik tuang minyak jarak pagar adalah ° C, sedangkan titik tuang epoksi minyak jarak pagar adalah 3° C. Stabilitas termal dan oksidasi epoksi minyak jarak pagar tercapai karena hilangnya atau berkurangnya jumlah ketidakjenuhan, tetapi sifat alir pada suhu rendahnya kurang baik dibandingkan minyak jarak pagar, dengan demikian membatasi penggunaannya pada suhu rendah. Penggabungan ikatan dengan panjang tertentu pada atom karbon hasil pembukaan cincin epoksi menurunkan titik tuang. Titik tuang poliol terasetilasi adalah -6 ° C. Modifikasi dapat meningkatkan stabilitas minyak sebagai pelumas dasar pada suhu rendah, misalnya tidak mengendap, meningkatkan kemampuan mengalir, dan mencegah pembekuan. Viskositas merupakan ciri pelumas yang paling penting. Nilai viskositas harus tinggi, untuk memberikan lapisan pelumasan yang cukup ketika terjadi friksi. Viskositas larutan makromolekul sangat tergantung pada ukuran berat molekul dan bentuk ikatan pada cabang Haus et al. 2003. Perubahan viskositas pada minyak jarak pagar, epoksi, poliol dan asetilasi poliol terjadi karena perubahan berat molekul karena perubahan struktur kimia selama proses dan jumlah mol pereaksi . Pelumas dasar hasil modifikasi minyak jarak ini akan digunakan sebagai pelumas mesin engine oil, sehingga diperlukan standar sebagai pembanding. Society of Automotive Engineers SAE, American Society for Testing Materials ASTM, dan American Petroleum Institute API menetapkan batasan, teknik pengujian dan deskripsi kegunaan untuk pelumas mesin. Tabel 29 membandingkan sifat pelumas dasar. Tabel 29 Sifat Fisik Pelumas Mesin Minyak Baru dengan standar SAE Handbook of Lubrication Vol 1 pg 15 dan SNI untuk pelumas mesin Tabel 29 menunjukkan bahwa dari hasil karakterisasi terhadap poliol terasetilasi sebagai pelumas dasar, terlihat bahwa poliol terasetilasi dapat digunakan sebagai pelumas dasar untuk mensubstitusi pelumas dasar mineral atau sintetis. Pada penggunaan pelumas dasar ini dapat dicampur dengan aditif atau pelumas komersial dengan perbandingan volum tertentu, pada pengujian digunakan pelumas SAE 20W-50. Hasil pencampuran dengan pelumas +aditif menunjukkan indeks viskositas turun, titik tuang menjadi lebih rendah, TBN naik dibandingkan poliol terasetilasi. Data ini menunjukkan bahwa dengan mencampur beberapa volum minyak nabati yang dimodifikasi pada mineral oil, maka bisa digunakan sebagai pelumas dengan spesifikasi yang diinginkan. Parameter SAE 20W-50 Asetilasi Poliol Asetilasi Poliol + SAE 20W- 50 1 : 8 Densitas 15 °C, ASTM D-1298 0.8920 1.0038 0.8863 Viskositas 40 °C, CSt, 185.91 519.12 246.87 Viskositas 100 ° C, CSt 20.19 42.53 19.80 Indeks viskositas, 126 130 92 Titik tuang °C, -27 -6 -18 Titik nyala °C, 240 292 204 TBNmg KOHgr 10.69 0.41 5.41 Hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR dan pengujian struktur kimia menggunakan NMR Minyak. Minyak jarak pagar mempunyai bilangan iod sebesar 97-108, hal ini menunjukkan bahwa minyak nabati ini termasuk jenis minyak setengah mengering, minyak ini sesuai jika digunakan sebagai pelumas. Besarnya bilangan iod menunjukkan besarnya ikatan C=C pada minyak jarak pagar, hal ini dapat menurunkan stabilitas termal dan stabilitas oksidasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar. Hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR pada Gambar 64 terlihat adanya ikatan rangkap C=C, sesuai dengan standar bahwa ikatan C=C terdapat pada bilangan gelombang 1675-1660 cm -1 . Gambar 64 Hasil pengujian gugus fungsi pada minyak jarak pagar menggunakan FTIR Hasil pengujian struktur kimia menggunakan NMR pada minyak jarak pagar yang disajikan pada Gambar 65, menunjukkan bahwa adanya gugus C=C pada δ 1.2-1.3 ppm. Gambar 65 Hasil pengujian struktur kimia pada minyak jarak pagar menggunakan NMR 1675 Epoksi minyak jarak pagar. Penghilangan ketidakjenuhan minyak jarak pagar dengan mengubahnya menjadi epoksi, dari Tabel 28 data bilangan iod menunjukkan penurunan dari 108 menjadi 1.72, hasil ini dapat meningkatkan stabilitas termal dan oksidasi dari minyak. Ikatan rangkap mempercepat degradasi Erhan Adhvaryu 2005. Pada Tabel 28 densitas dan viskositas epoksi minyak jarak pagar lebih besar dibandingkan dengan minyaknya, hal ini disebabkan karena berat molekul, polaritas, dan gaya intermolekular. Epoksi minyak mempunyai berat molekul tinggi dan struktur yang lebih polar dibandingkan dengan minyaknya, akibatnya interaksi antar molekul menjadi lebih kuat Wu Zhang 2000. Perubahan molekul minyak jarak pagar terlihat pada Gambar 66. Hasil pengujian gugus fungsi pada epoksi minyak jarak pagar menggunakan FTIR adalah terjadi penurunan intensitas gelombang 1675-1666 cm -1 . Tampak adanya epoksi 824-842 cm -1 dan gugus –OH 3450-3400 cm -1 , gugus oksiran mengalami pembukaan cincin oksiran. Gambar 66 Hasil pengujian gugus fungsi pada epoksi minyak jarak pagar menggunakan FTIR. Hasil pengujian struktur kimia menggunakan NMR pada epoksi jarak pagar pada Gambar 67, menunjukkan bahwa gugus C=C mengalami pergeseran, sehingga terlihat gugus epoksi pada δ 3.0-3.2 ppm Gambar 67 Hasil pengujian struktur kimia epoksi jarak pagar menggunakan NMR Poliol. Hasil pengujian sifat fisika kimia poliol metanol pada Tabel 28 menunjukkan perubahan dibandingkan dengan data sifat–sifat epoksi karena terjadinya perubahan struktur molekul. Gugus oksiran pada epoksi mengalami pembukaan cincin karena reaksi hidroksilasi dengan alkohol, hal ini tampak pada Gambar 68 dimana gugus hidroksil -OH pada panjang gelombang 3450-3400 cm -1 mengalami kenaikan intensitas, dan berkurangnya gugus oksiran dengan panjang gelombang 824-842 cm -1 . Sudah tampak gugus -OR pada hasil hidroksilasi dengan panjang 1600-1800 cm -1 . Gambar 68 Hasil pengujian gugus fungsi pada poliol jarak pagar menggunakan FTIR. Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR yang disajikan pada Gambar 69, menunjukkan bahwa gugus epoksi mengalami pergeseran sehingga terlihat gugus dihidroksi pada δ 2.8-3.2. 3450 824 Gambar 69 Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR Asetilasi Poliol. Hasil pengujian sifat fisika kimia poliol terasetilasi pada Tabel 28 menunjukkan perubahan poliol teasetilasi dibandingkan dengan sifat–sifat poliol karena terjadinya perubahan struktur molekul. Gugus hidroksil pada poliol mengalami pengurangan karena reaksi asetilasi pada gugus –OH membentuk -OR, hal ini tampak pada Gambar 70, dimana intensitas gugus hidroksil -OH pada panjang gelombang 3450-3400 cm -1 mengalami penurunan. Gugus –OR tampak pada 1600-1800 cm -1 . Gambar 70 Hasil pengujian gugus fungsi pada poliol jarak pagar menggunakan FTIR. Hasil pengujian struktur nimia pada asetilasi poliol jarak pagar menggunakan NMR yang disajikan pada Gambar 71, menunjukkan bahwa gugus –OR pada δ 0.8-1.0. Gambar 71 Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR Pengujian Kinerja Kestabilan Oksidasi. Oksidasi merupakan faktor utama yang membatasi umur pemakaian pelumas. Banyak faktor yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi pelumas, diantaranya komposisi pelumas, suhu, katalis, dan lain-lain. Akibat terjadinya oksidasi pada pelumas dasar adalah terbentuknya asam dan lumpur oksidasi, yang akan berpengaruh terhadap fungsi pelumasan. Asam organik yang terbentuk dapat dideteksi dengan menganalisis bilangan asam total, dimana besarnya konsentrasi asam diukur berdasarkan volume basa yang dibutuhkan untuk menetralisir asam yang ada di dalam minyak tersebut. Pengujian stabilisasi oksidasi minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya pada penelitian ini menggunakan prosedur pemanasan terhadap contoh pelumas dasar sampai dengan 100 ° C dengan aliran udara 0.5 l menit. Contoh diambil pada periode waktu 0 menit, 30 menit, sampai dengan 120 menit. Analisis yang dilakukan adalah viskositas pada 40 ° C dan bilangan asam. Skema rangkaian alat dan foto alat dapat dilihat pada Gambar 72 dan Lampiran 18. Keterangan : 1,2 Kran 5 Labu berisi contoh minyak, logam dilengkapi dengan termometer 3 Manometer 6 Statif 4 Kompresor 7 Labu untuk penampungan gas buangan Gambar 72 Rangkaian alat pengujian stabilitas oksidasi Hasil pengujian kestabilan oksidasi berupa data perubahan viskositas dan bilangan asam pada kondisi suhu 100 ° C selama 90 menit dapat dilihat pada Gambar 73 dan 74. 50 100 150 200 250 300 350 30 90 t , m e nit V is k o s it a s , c P Visk M JP Visk M JP +A O Visk EJP Visk P JP Visk A P JP Gambar 73 Hasil pengujian kestabilan oksidasi terhadap viskositas pelumas dasar. Viskositas adalah sifat pelumas yang sangat penting, dapat mempengaruhi ketebalan film dan keausan dari permukaan logam. Viskositas juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi golongan dari masing-masing pelumas dan untuk monitoring perubahan yang terjadi pada pelumas selama pemakaian. Peningkatan viskositas minyak menunjukkan adanya kerusakan minyak, antara lain disebabkan oleh oksidasi, polimerisasi oksidasi dan polimerisasi hasil degradasi senyawa peroksida. Viskositas minyak yang semakin meningkat merupakan indikasi terjadinya polimerisasi sebagai tahap akhir dari oksidasi minyak. Kecenderungan peningkatan viskositas minyak disebabkan adanya degradasi trigliserida akibat oksidasi. Oksidasi tingkat lanjutan menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan senyawa berbobot molekul tinggi. Senyawa-senyawa polimer tersebut selain meningkatkan bobot jenis juga meningkatkan viskositas minyak Hendrawati 2001. Sedangkan penurunan viskositas biasanya menunjukkan adanya pengenceran oleh minyak yang lebih rendah viskositasnya Karina 2005. Hasil analisis viskositas pada pengujian kestabilan oksidasi minyak jarak pagar dan modifikasinya dapat dilihat pada Tabel L19.1 pada Lampiran 19. Pada Gambar 73 terlihat perbandingan perubahan viskositas pada minyak jarak pagar dan minyak jarak pagar + antioksidan, menunjukkan bahwa dengan penambahan antioksidan maka kestabilan viskositas minyak menjadi lebih baik. Pengubahan struktur minyak menjadi epoksi, poliol, dan asetilasi poliol mengakibatkan kenaikan viskositas dibandingkan dengan minyak jarak pagar, hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan bobot molekul pada minyak. Hasil pengujian analisis keragaman pada percobaan kestabilan oksidasi dengan pengamatan viskositas ini, bisa dilihat pada Lampiran 19 L 19.3. Tabel ANOVA menunjukkan Pr F bernilai 0.0001, artinya model repeated measurement tersebut berbeda nyata, sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini didukung oleh besarnya R 2 99.91. Untuk kelima perlakuan, ulangan perlakuan, waktu, dan interaksi perlakuanwaktu berbeda nyata. Data viskositas MJP dan hasil modifikasi terakhir Poliol terasetilasi APJP diregresikan. Pada Lampiran 19 L19.3 besarnya kemiringan untuk data MJP -6.7607 lebih besar dibandingkan dengan kemiringan untuk regresi data APJP -3.695, hal ini menunjukkan bahwa perubahan viskositas MJP lebih besar dibandingkan dengan APJP kestabilan oksidasi APJP lebih besar dibandingkan dengan MJP. Hasil pengujian terhadap perubahan bilangan asam dapat dilihat pada Gambar 74. 5 10 15 20 25 30 35 30 60 90 waktu, menit B il a ngan A sam M inyak Jarak Pagar M inyak Jarak Pagar + A nt i Oksid an Epoksi Jarak Pagar Po lio l Jarak Pag ar A set ilasi Poliol JP Gambar 74 Hasil pengujian kestabilan oksidasi terhadap bilangan asam pelumas dasar. Data Pengaruh waktu oksidasi terhadap perubahan bilangan asam dapat dilihat pada Lampiran 19 Tabel L19.2. Hasil analisis bilangan asam pada pengujian kestabilan oksidasi minyak jarak pagar dan modifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 19 L19.4 . Dari Gambar 80 terlihat bahwa kenaikan bilangan asam minyak jarak pagar lebih tinggi dibandingkan dengan hasil modifikasinya, hal ini menunjukkan bahwa selama periode oksidasi terjadi degradasi minyak yang menyebabkan terbentuknya asam lemak rantai pendek hasil penguraian senyawa peroksida dan asam lemak bebas sebagai hasil reaksi hidrolisis karena adanya air. Perubahan bilangan asam Asetilasi Poliol minyak jarak pagar paling kecil dibandingkan dengan pelumas dasar lainnya, hal ini disebabkan karena dengan pengubahan menjadi asetilasi poliol struktur kimia molekulnya menjadi lebih stabil karena ikatan rangkap menjadi sangat kecil atau tidak ada sama sekali, kemungkinan terbentuknya asam lemak rantai pendek menjadi lebih kecil. Perubahan bilangan asam minyak jarak pagar + antioksidan kecil, hal ini menunjukkan bahwa antioksidan ini efektif dalam menghambat reaksi oksidasi. Hasil Pengujian analisis keragaman pada percobaan kestabilan oksidasi dengan pengamatan bilangan asam bisa dilihat pada Lampiran 19 L19.4. Tabel ANOVA menunjukkan Pr F bernilai 0.0001, artinya model repeated measurement tersebut berbeda nyata, sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini didukung oleh besarnya R 2 99.99. Untuk kelima perlakuan, waktu, dan interaksi perlakuanwaktu berbeda nyata. Data bilangan asam MJP dan hasil modifikasi terakhir Poliol terasetilasi APJP diregresikan. Pada Lampiran 19 L19.4 besarnya kemiringan untuk data MJP 1.016 lebih besar dibandingkan dengan kemiringan untuk data APJP 0.3331, hal ini menunjukkan bahwa perubahan bilangan asam MJP lebih besar dibandingkan dengan APJP kestabilan oksidasi APJP lebih besar dibandingkan dengan MJP. Analisis penggunaan pelumas dasar. Modifikasi minyak nabati secara kimiawi menghasilkan pelumas dasar sintetis. Pengaruh modifikasi minyak jarak pagar terhadap indeks viskositas dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Indeks viskositas pada suhu 100 ° C No Pelumas dasar Indeks Viskositas, cSt 1 MJP 217 2 EJP 168 3 PJP dengan metanol 44 4 PJP dengan butanol 104 5 Asetilasi Poliol 130 Perubahan struktur kimia minyak jarak pagar dapat mempengaruhi besarnya indeks viskositas. Indeks viskositas adalah hasil pengukuran viskositas kinematik pada suhu 40 ° C dan 100° C, sehingga semakin tinggi indeks viskositas, maka viskositas semakin stabil. Indeks viskositas minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya tinggi, sehingga memenuhi persyaratan spesifikasi pelumas dasar. Indeks Viskositas di atas 80 termasuk pada kelompok Indeks Viskositas Tinggi. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI untuk pelumas, beberapa alternatif penggunaan pelumas dasar ini termasuk: 1 SAE Viskositas rangkap atau Pelumas Multi Grade setara dengan SAE 5W-20. 2 Minyak roda gigi dan atau fluida hidraulik, dengan melihat pada data Tabel 28 hasil uji viskositas 40 ° C pada asetilasi poliol yaitu dengan rata-rata sebesar 519.12 cSt, maka pelumas dasar ini dapat dicampur dengan aditif sehingga setara dengan SAE 40, SAE 90, SAE 80W-90. Atau untuk keperluan industri dapat digunakan setara dengan ISO VG 46. Aditif yang ditambahkan adalah aditif tekanan ekstrim Zn, Ca. Kandungan air harus rendah 1. Pengujian yang dilakukan adalah Four Ball Test. 3 Minyak mesin, dari data viskositas 40 ° C pencampuran pelumas dasar ini dan SAE 40W-90, maka menghasilkan pelumas setara dengan SAE 15W-40. Aditif yang ditambahkan adalah anti aus, apabila TBN rendah perlu ditambahkan aditif. Kadar air harus rendah 0.1. Uji yang harus dilakukan adalah anti korosi. Pencampuran pelumas dasar dan aditif. Untuk mendapatkan pelumas dengan kualitas tinggi dilakukan pencampuran antara pelumas dasar yang berasal dari minyak bumi petroleum, pelumas dasar sintetis asetilasi poliol minyak jarak pagar dan aditif. Pelumas petroleum untuk keperluan ini menggunakan pelumas komersial. Pengujian terhadap pelumas komersial sebelum pencampuran dilakukan untuk mengetahui komposisi aditif, setelah dicampur, komposisi aditif diuji kembali untuk mengetahui penurunan kualitasnya, sehingga dapat diketahui kekurangan aditif yang harus ditambahkan. Prosedur pencampuran bahan aditif dapat dilihat pada Gambar 75 dan 76. Gambar 75 Komponen Pelumas : pelumas dasar petroleum dan aditif Paramins 1993 Gambar 76 Komponen Pelumas : pelumas dasar petroleum sintetis dan aditif Pengembangan dari Paramins 1993. Pengujian kinerja pada mesin otomotif Tahapan ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif setelah digunakan selama 100 jam. Pengujian kinerja pelumas dilakukan dengan mencampurkan pelumas dasar dari minyak jarak pagar dengan pelumas komersial Pelumas dasar Petroleum Produk Aditif Minyak Mentah Pelumas dasar Petroleum Produk Aditif Pelumas dasar sintetis Modifikasi MJP Minyak Mentah dengan perbandingan tertentu. Pengujian dilakukan terhadap campuran pelumas sebelum digunakan dan sesudah digunakan selama waktu tertentu disajikan pada Tabel 31 : Tabel 31 Pengujian kinerja berbagai campuran pelumas dasar dan pelumas komersial pada mesin otomotif motor 2 tak selama 100 jam NO. PARAMETER KOMERSIAL Asetilasi Poliol : KOMERSIAL 1 : 8 Asetilasi Poliol : KOMERSIAL 1 : 4 BATAS PENGGANTIAN 1. TBN : New Used 6.63 6.18 5.41 1.93 3.91 2.55 Min 2 2. Viskositas 40 New Used 161.40 8.77 246.87 19.91 157.83 136.03 3. Viskositas 100 New Used 20.47 19.8 20.04 Maks ± 20 Nominal 4. Indeks Viskositas 148.00 92 147 5. Kandungan Air 0.1 2 0.6 Maks 0,2 6. Pour Point -12 °C -18 °C -12 °C 7. Flash Point 210 °C 204 °C 210 °C 8. Analisis Logam New Used New Used New Used Al Cr Cu Fe Pb Si 1 1 1 1 3 6 13 2 3 85 1 14 1.5 1 1 1 1,5 7 5 2 12 54 3 17 2 1 1 ≤1 2 8 3 ≤1 14 24 12 12 Maks 20 Maks 20 Maks 50 Maks 100 Maks 50 Maks 20 Pada Tabel 31 dapat dilihat besarnya perubahan kandungan logam antara pelumas baru dan bekas setelah 100 jam pemakaian. Pada komposisi campuran pelumas nabati : pelumas komersial = 1 : 4 perubahan kandungan logam sebelum dan sesudah pemakaian paling kecil dibandingkan dengan komposisi campuran nabati : pelumas komersial = 1 : 8 dan 100 pelumas komersial, hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan pelumas nabati pada pelumas komersial dapat meningkatkan ketahanan pelumas. Diagram blok Proses Diagram Blok proses untuk tiga tahap proses ini dapat dilihat pada Gambar 77, 78, dan 79. Di FILE DIAGRAM BLOK Animasi Tiap Reaktor Pola Aliran ChemCad, Kinetika, Grafik Perubahan Konversi Sistem Dinamik, reaktor 3, tergantung pada reaktor 1 2 DIAGRAM BLOK UNIT EPOKSIDASI DIAGRAM BLOK UNIT HIDROKSILASI Oven Press Reaktor Epoksidasi Dekantasi Sisa H2O2 , As Asetat Kat H2SO4 Netralisasi Penyerapan sisa air Penyaringan Na carbonat Na Sulfat Air + hasil penetralan Epoksi Epoksi Reaktor Hidroksilasi Sisa Butanol, katalis bentonit 2 , Poliol Penyaringan Sisa Butanol, Poliol H2O2 , As Asetat Kat H2SO4 Epoksi dan sisa asam Air Biji Jarak Kering Biji Jarak Tanpa Tempurung DIAGRAM BLOK UNIT ESTERIFIKASI Butanol, katalis bentonit 2 bentonit 2 Pemisahan sisa butanol Poliol butanol Poliol Esterifikasi Asam asetat anh katalis bentonit 2 Penyaringan bentonit 2 Netralisasi Poliol, sisa anhidrat Na carbonat Dekantasi Ester Hasil penetralan dan pencucian Pencucian Aquadest Neraca massa di setiap alat Dari data laboratorium selanjutnya dilakukan perhitungan neraca massa pada setiap alat, data ini digunakan dalam perhitungan spesifikasi alat untuk keperluan optimasi dan menentukan kelayakan perancangan proses ditinjau secara finansial. Tabel neraca massa untuk kapasitas bahan baku 1kg di setiap alat pada proses epoksidasi, hidroksilasi dan asetilasi dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 20 Neraca massa Proses Epoksidasi. Neraca massa di sekitar oven dapat dilihat pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pengeringan OV-1 Aliran Nomer Aliran Masuk g Keluar g Biji Jarak Basah 1 1000 H 2 O 2 300 Biji Jarak Kering 3 700 T O T A L 1000 1000 Neraca massa di sekitar alat pres dapat dilihat pada Tabel 33 di bawah ini. Tabel 33 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pengepresan PR-01 Aliran Nomer Aliran Masuk g Keluar g Biji Jarak Kering 3 700 Minyak Jarak 4 291.62 Bungkil 5 408.38 T O T A L 700 700 Neraca massa di sekitar reaktor epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 34 di bawah ini. Tabel 34 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Epoksidasi Komponen Input g Output g 5 6 7 8 9 MJP 291.620 116.648 CH3COOH 57.324 57.324 H2O2 191.653 128.366 H2SO4 0.094 0.094 EJP 204.754 H2O 0.558 133.278 0.051 167.392 Sub Total 291.620 57.882 324.931 0.145 Total 674.578 674.578 Neraca massa di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 35 di bawah ini. Tabel 35 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Netralisasi Komponen Input g Output g 9 10 11 12 MJP 116.648 116.648 H 2 O 167.392 6.754 1.741 175.782 H 2 O 2 128.366 128.366 CH 3 COOH 57.324 57.324 NaHCO 3 15.760 Na 2 SO 4 13.329 CO 2 8.255 H 2 SO 4 9.201 EJP 204.754 204.754 Sub Total 683.685 22.514 9.997 696.202 Total 706.199 706.199 Neraca massa di sekitar tangki dekantasi dapat dilihat pada Tabel 36 di bawah ini. Tabel 36 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Komponen Input g Output g 12 13 14 MJP 116.648 93.318 23.330 H 2 O 175.782 175.782 H 2 O 2 128.366 128.366 CH 3 COOH 57.324 57.324 Na 2 SO 4 13.329 13.329 EJP 204.754 163.804 40.951 Sub Total 696.202 257.122 439.080 Total 696.202 696.202 Neraca massa Proses Hidroksilasi. Neraca massa dapat dilihat pada Tabel 37 Tabel 37 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Hidroksilasi Komponen Input g Output g 13 15 16 17 MJP 93.318 93.318 EJP 163.804 5.990 Alkohol 110.195 3.967 H 2 O 0.547 0.547 Katalis bentonit 1.272 1.272 Poliol 256.841 Sub Total 257.122 110.742 1.272 361.936 Total 369.136 361.936 Neraca massa di tangki dekantasi dapat dilihat pada Tabel 38 di bawah ini. Tabel 38 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Poliol Komponen Input g Output g 17 18 19 MJP 93.318 93.318 EJP 5.990 5.990 Alkohol 3.967 3.570 0.397 H 2 O 0.547 0.109 0.438 Katalis bentonit 1.272 1.272 Poliol 256.841 236.294 20.547 Sub Total 361.936 239.974 121.962 Total 361.936 361.936 Neraca massa di pemisah sisa butanol dapat dilihat pada Tabel 39 di bawah ini. Tabel 39 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pemisahan Sisa Butanol Komponen Input g Output g 18 20 21 Alkohol 3.570 3.570 H 2 O 0.109 0.079 0.030 Poliol 236.294 236.294 Sub Total 239.974 3.650 236.324 Total 239.974 239.974 Neraca Massa Proses Asetilasi. Neraca massa di reaktor asetilasi dapat dilihat pada Tabel 40 di bawah ini. Tabel 40 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Asetilasi Komponen Input g Output g 21 22 23 24 Poliol 236.294 7.089 Asam Asetat Anh. 138.951 8.168 Kat Bentonit 5.651 5.651 H 2 O 23.059 Asetilasi poliol 336.929 Sub Total 236.294 138.951 5.651 380.896 Total 380.896 380.896 Neraca massa di pemisahan katalis dapat dilihat pada Tabel 41 di bawah ini. Tabel 41 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pemisahan Katalis Komponen Input g Output g 24 25 26 Poliol 7.089 1.063 6.025 As Asetat Anh 8.168 1.225 6.943 Kat Bentonit 5.651 5.651 H 2 O 23.059 23.059 Asetilasi poliol 336.929 336.929 Sub Total 380.896 30.998 349.898 Total 380.896 380.896 Neraca massa di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 42 di bawah ini. Tabel 42 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Netralisasi Komponen Input g Output g 26 27 29 28 Poliol 6.025 6.025 Asam Asetat Anh 6.943 Asetilasi poliol 336.929 336.929 NaHCO 3 5.713 H 2 O 2.448 2.424 0.024 CH 3 COONa 5.577 CH 3 COOH 4.081 CO 2 2.992 Sub Total 349.898 8.161 355.036 3.017 Total 358.059 358.053 Neraca massa ditangki dekantasi dapat dilihat pada Tabel 43 di bawah ini. Tabel 43 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Komponen Input g Output g 29 30 31 Poliol 6.025 6.025 Asetilasi poliol 336.929 336.929 H 2 O 2.423 2.423 CH 3 COONa 5.576 5.576 CH 3 COOH 4.080 4.080 Sub Total 336.929 18.106 Total 355.035 355.035 Neraca energi di setiap Alat Tabel neraca energi untuk kapasitas bahan baku 1kg di setiap alat pada proses epoksidasi, hidroksilasi dan asetilasi dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini dan perhitungan lengkap terdapat pada Lampiran 21. Neraca energi Proses Epoksidasi. Neraca energi di pemanas bahan dapat dilihat pada Tabel 44 di bawah ini. Tabel 44 Neraca Energi di Pemanas bahan sebelum Proses Epoksidasi HE-01 Komponen Panas Masuk, J Panas Keluar, J Komponen Masuk HE-01 5668.391 Q 32173.340 Komponen Keluar HE-01 37841.732 Total 37841.732 37841.732 Neraca energi di pemanas bahan dapat dilihat pada Tabel 45 di bawah ini. Tabel 45 Neraca Energi di Pemanas bahan sebelum Proses Epoksidasi HE-02 Komponen Panas Masuk J Panas Keluar J Komponen masuk HE-02 4227.702 Q 25413.072 Komponen Keluar HE-02 29640.775 Total 29640.775 29640.775 Neraca energi di reaktor epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 46 di bawah ini. Tabel 46 Neraca Energi pada saat Proses Epoksidasi Komponen Panas Masuk kal Panas Keluar kal MJP -1104.984459 441.9937837 CH 3 COOH -1063.360467 1063.360467 H 2 O 2 -21934.71883 14691.43646 EJP 30958.87557 H 2 O -4692.302348 5866.557884 Panas Reaksi -3927.4 Panas yang diserap -77890.19027 pendingin Qc -28795.36611 -28795.36611 Neraca energi di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 47 di bawah ini. Tabel 47 Neraca Energi pada saat Netraliser Komponen Panas Masuk kal Panas Keluar kal MJP -441.9937837 72.86372559 CH 3 COOH -350.2611 350.2611 H 2 O 2 -14691.43646 36857.11899 EJP -30958.87557 152425.6648 H 2 O -5866.557884 8091.313934 H 2 SO4 -1.19437562 NaHCO 3 -194455.4654 CO 2 15.67579252 Na 2 SO4 69.51140161 Panas Reaksi 13518.59998 Panas Yang dibutuhkan 458166.7942 211401.0097 211401.0097 Neraca energi Proses Hidroksilasi. Neraca energi di sekitar alat pres dapat dilihat pada Tabel 48 di bawah ini. Tabel 48 Neraca Energi di Pemanas sebelum Proses Hidroksilasi HE-03 Komponen Panas Masuk, J Panas Keluar, J Komponen Masuk HE-03 3755.865 Q 44930.983 Komponen Keluar HE-03 48686.849 Total 48686.849 48686.849 Neraca energi di reaktor hidroksilasi dapat dilihat pada Tabel 49 di bawah ini. Tabel 49 Neraca Energi pada saat Proses Hidroksilasi Komponen Panas Masuk kal Panas Keluar kal MJP -1460.36124 1460.36124 EJP -24755.63421 905.3300468 Alkohol -2649.641947 2649.641947 H 2 O -19.17151896 19.17151896 Katalis Bentonit -2.933868 2.933868 Poliol 799323.7637 Panas Reaksi 626300 Panas yang diberikan -1459548.945 pemanas Qh -28887.74278 -28887.74278 Neraca energi di pemisah alkohol dapat dilihat pada Tabel 50 di bawah ini. Tabel 50 Neraca Energi pada saat Pemisahan Alkohol Komponen Masuk kal Keluar kal Aliran 18 Aliran 20 Aliran 21 Alkohol -122.641 -122.641 0.208 H 2 O -5.478 -5.423 1050539.804 Poliol -1050539.804 1050539.596 Sub Total -128.063 Total -1050667.922 -1050667.660 Neraca energi di pendinginan produk poliol dapat dilihat pada Tabel 51 di bawah ini. Tabel 51 Neraca Energi pada saat Pendinginan Produk Poliol Komponen Panas Masuk, kal Panas keluar, kal Poliol 1365701.745 129.962 H 2 O 0.071 0.038 Panas yang dilepaskan 1365571.816 T O T A L 1365701.82 1365701.820 Neraca energi Proses Asetilasi. Neraca energi di pemanas sebelum masuk reactor asetilasi dapat dilihat pada Tabel 52 di bawah ini. Tabel 52 Neraca Energi di Pemanas sebelum Proses Asetilasi Komponen Panas Masuk, J Panas Keluar, J Komponen Masuk HE-04 105053.980 Q 1292487.209 Komponen Keluar HE-04 1397541.189 Total 1397541.189 1397541.189 Neraca energi di reaktor aetilasi dapat dilihat pada Tabel 53 di bawah ini. Tabel 53 Neraca Energi pada saat Proses Asetilasi Komponen Panas Masuk kal Panas Keluar kal Poliol -735377.863 22061.336 As Asetat Anh -2577.545 151.524 Kat Bentonit -13.033 135.867 H 2 O 808.183 Asetilasi poliol 1158378.888 Panas reaksi 98379.890 Panas pemanas Qh 1821124.386 1181535.836 1181535.798 Neraca energi di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 54 di bawah ini. Tabel 54 Neraca Energi pada saat Netralisasi Komponen Panas Masuk kal Panas Keluar kal Poliol -18752.135 18752.135 As Asetat Anhidrat -128.796 H 2 O -171.615 257.423 NaHCO 3 -137.059 Asetilasi poliol -1158378.888 1158378.888 CO 2 35.546 NaCH 3 CO 107.690 Panas Reaksi -1044791.400 Panas Yang dibutuhkan -1310308.777 -1177568.494 -1177568.494 Neraca energi di sekitar alat pres dapat dilihat pada Tabel 55 di bawah ini. Tabel 55 Neraca Energi pada saat Pendinginan produk asetilasi poliol Komponen Panas masuk, kal Panas keluar, kal Asetilasi poliol 1158378.888 165482.698 Air 0.848 0.121 Panas dilepaskan 992896.917 T O T A L 1158379.736 1158379.736 Integrasi Proses Integrasi proses pada modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar dengan proses yang terpilih yaitu epoksidasi, hidroksilasi, dan esterifikasi dengan kondisi operasi yang optimum dapat dilihat pada blok diagram yang disajikan pada Gambar 77, 78, 79, dan PEFD Process Engineering Flow Diagram pada Gambar 80 dapat menghasilkan produk sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Simulasi proses berdasarkan parameter kinetika dan laju reaksi dari hasil pengolahan data-data laboratorium dilakukan dengan menggunakan program hysis. Hasil simulasi ini digunakan untuk mengetahui kelayakan proses secara teknis dan disajikan pada Gambar 81. Data hasil penelitian Mulyana et al 2003 digunakan sebagai perbandingan jalur proses dan disajikan pada Gambar 82. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan program hysis , maka jalur proses yang dipilih dinyatakan layak secara teknis, hal ini ditunjukkan dengan spesifikasi produk yang sesuai dengan yang diinginkan dan kebutuhan energi selama proses lebih rendah dibandingkan dengan jalur proses lain. Gambar 80 PEFD Modifikasi Minyak Jarak Pagar Gambar 81 Hasil simulasi proses menggunakan program Hysis pada jalur proses epoksidasi-hidroksilasi-asetilasi Gambar 82 Hasil simulasi proses menggunakan program Hysis pada jalur proses esterifikasi-epoksidasi-hidroksilasi Optimasi Kapasitas Produksi Pelumas Dasar Kapasitas produksi tergantung pada beberapa faktor, yaitu jumlah jam operasi perhari, perminggu, perbulan atau pertahun; beban alat; ketersediaan bahan. Pada tahapan ini akan dilakukan optimasi untuk menentukan kapasitas produksi ekonomis. Model Persamaan Biaya Produksi total c T per unit produksi didapatkan dari hasil perhitungan pada neraca massa, neraca energi, alat, dan analisis Finansial. Model untuk biaya variabel per unit produksi dihitung dari data hasil simulasi. Penyusunan model dengan metoda kuadrat terkecil regresi polinomial menghasilkan: 3 2 000002 . 00161 . 352 . 511 x x x vc − + − = Besarnya R 2 =96.9 Model untuk biaya tetap per unit produksi adalah : 011 . 833 = fc Model untuk Biaya total per unit produksi adalah : fc vc c T + = x x x x c T 011 . 833 000002 . 00161 . 352 . 511 3 2 + − + − = Keterangan : x = Kapasitas Produksi c T = Biaya produksi total per unit produksi vc = Biaya variabel per unit produksi fc =Biaya tetap per unit produksi Optimasi kapasitas produksi dilakukan untuk mendapatkan biaya total per-satuan produksi minimum. Penyelesaian optimasi ini menggunakan beberapa hasil perhitungan persamaan neraca massa, neraca energi, spesifikasi alat, dan lain sebagainya. Metoda optimasi yang digunakan adalah analitis Perhitungan lengkap optimasi kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 22. Hasil optimasi didapatkan kapasitas optimum adalah x =167.281 tontahun. x = kapasitas optimum untuk mendapatkan biaya minimum per satuan produksi Berikut ini grafik biaya variabel dan biaya total fungsi kapasitas produksi. 497.656 490.334 487.737 487.808 488.564 491.499 495.252 498.516 482.000 484.000 486.000 488.000 490.000 492.000 494.000 496.000 498.000 500.000 47.70 95.42 143.13 167.28 190.93 238.54 286.25 333.96

x, kapasitas , tonth v