BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Gaya Tari
Pengertian gaya secara umum mengacu pada pengertian kesenian yang menampilkan ciri-ciri individual maupun kelompok yang dihasilkan dalam
periode tertentu dan kawasan geogravis tertentu dalam pengertian ini dapat dimengerti bahwa, gaya berarti cara-cara yang tidak sama yang membedakan dan
membawa ciri antara satu dengan yang lain Murgianto 1985:23. Gaya adalah kekhasan atau kekususan yang ditandai oleh ciri fisik, estetik musikal, inisiatif
dan kreatifitas perorangan pengrawit kelompok masyarakat seni atau kawasan budaya tentu yang diakui eksitensinya atau berpotensi untuk mempengaruhi
individu, kelompok masyarakat atau kawasan budaya, musik, kesenian lain baik itu berlakunya dengan sengaja atau tidak maupun yang terjadi atas hasil
berbagai cara atau bantuan dari berbagai sarana media Supangah dalam Prihatini 2007:42-45. Gaya adalah sifat pembawaan tari yang menyangkut cara-cara
bergerak tertentu yang merupakan ciri pengenalan dari gaya yang bersangkutan Sedyawati 1981:4.
Konsep mengenai gaya yang dapat diaplikasikan kedalam bidang seni pertunjukan khususnya tari, yang dalam perkembangannya berkaitan dengan
tempat yaitu tari gaya Yogyakarta, tari gaya Surakarta, tari gaya Sunda, tari Banyumas, tari gaya Jawa Timur, tari gaya Bali, dan tari gaya Sumatra Suharti
9
dalam Nurmalasari 2005:10. Masing-masing gaya mempunyai karaktiristik yang berpengaruh pada bentuknya sendiri-sendiri Sedyawati 2006:300. Suatu gaya
tari memiliki kekhasan-kekhasan yang hanya dapat dijelaskan kebermaknaannya melalui teori-teori yang mendasarinya Murgiyanto 2002:13.
Gaya tari berbeda menurut waktu dan tempat, tetapi, dari setiap stilisasi menuntut kejalasan bentuk dan kaitandukungannya terhadap citra yang hendak
diwujudkan. Stilisasi gerak yang jelas dan konsisten akan menghasilkan style atau gaya tari yang terkait dengan daerah budaya, kurun waktu, atau pribadi para
penari. Menurut Lincoln Kristein, tarian yang di sajikan di atas panggung profesianal haruslah memenuhi tuntutan teatrikal theatricall legible dan tuntutan
ini dipenuhi dengan stilisasi, “gerakan-gerakan isyarat yang sangat alami memiliki cukup makna bagi para pelaku di atas pentas, tetapi gagal membagun imajinasi-
teatrikal yang di tuntut bagi penghayatan penonton” Murgianto 2002:13.
Menurut Jazuli 2000:32 perbedaan tari bukanlah sebagai serangkai gaya tanpa makna, tetapi hadir sebagai totalitas. Keberadaan tari bukanlah sebagai
serangkaian gerakan tanpa makna, tetapi ia hadir sebagai totalitas. Ia adalah wujud dalam kerangka adanya nampak sebagai satu kesatuan symbol gaya. Ruang dan
waktu, oleh karena itu pengamat tari hendaknya selalu menyangkut keseluruhan penampakannya. Hal ini bukanlah dimaksudkan untuk mengabaikan pentingnya
penelitian terhadap
bagian-bagiannya. Tetapi
justru penelitian
pada keseluruhannya seorang pengamat tari harus mencoba melihat bagian itu sebagai
satu kesatuan yang tak terpisahkan dari keseluruhan tari. Jadi gaya tari Kuntulan
dapat mencerminkan pribadi dari penata tari itu sendiri dengan di dasarkan kepada budaya daerah tempat dimana karya seni tersebut diwujudkan.
2.1 Aspek Koreografi