EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(1)

ix

EVALUATION OF POOR SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM BY MUHAMMADIYAH IN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh

CUT MIRANDA PUSRA 20130430234

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

EVALUATION OF POOR SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM BY MUHAMMADIYAH IN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ekonomi Keuangan dan Perbankan

Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

CUT MIRANDA PUSRA 20130430234

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

iv Nama : Cut Miranda Pusra

Nomor Mahasiswa : 20130430234

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 20 November 2016


(4)

v

“Jika seseorang berpergian dengan tujuan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga”.

(Nabi Muhammad SAW).

“Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia”.

(Nelson Mandala)

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya, orang-orang yang

berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. (QS. Al Ma’un: 1-7)


(5)

vi orang-orang yang ku sayangi:

 Ayah dan Umak tercinta, karena telah mendidik dengan kesabaran yang tinggi, tidak pernah jemu mendo’akan dan menyayangiku , dan semua pengorbanan yang tak akan pernah cukup ku membalasnya.

 Kak Nita, Irna dan Adik Maya, Raja yang sangat aku sayangi yang selalu memberikan semangat juang bagiku.

 Seseorang yang hadir dalam kehidupanku lalu menjadi spesial di hatiku yang selalu menunggu dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini Roky Bil Afis.

 Sahabat-sahabat yang tak bisa disebutkan satu persatu, untuk kalian semua I Miss You Forever.


(6)

ix

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, karunia serta rahmat-Nya dalam penulisan skripsi dengan judul “EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi organisasi Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam melakukan kegiatan pemberdayaan di periode selanjutnya dan memberi ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Allah SWT atas segala nikmat sehat, kelancaran dan kemudahan dari segala urusan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis haturkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

2. Bapak Nano Prawoto, SE,. M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.

3. Bapak Ahmad Ma’ruf, SE,. M.Si yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(7)

x

Fazwa, adik Cut Maya Putri Audilla dan Teuku M. Farhan Maulana yang selalu memberi semangat tanpa batas.

6. Seseorang yang hadir dalam kehidupanku lalu menjadi spesial dihatiku yang selalu menunggu dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini Roky Bil Afis.

7. Bapak ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat serta motivasi saat kegiatan pembelajaran

8. Tuhu Hermawan, Hadi Sutrisno, S.IP, DR. M. Nurul Yamin yang telah bersedia menjadi narasumber wawancara, Nazovah Ummudiah, Dini Hafsari yang telah bersedia menemani saat observasi, ibu dan bapak anggota dampingan yang telah bersedia mengisi kuesioner, serta semua pihak yang telah membantu kegiatan risetku.

9. Teman-teman seperjuangan dari maba sampai semester akhir yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu (EKPI 2013) telah menjadi teman dan penyemangat yang baik.

10.Teman-teman MPM PP Muhammadiyah yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi sehingga terselesainya skripsi ini.

11.Sahabat sahabattnya Mardiko (Team KKN TPST Piyungan) yang telah memberikan pengalaman terindah di rumah Mbah Mo dan Mbah Kiyah.


(8)

xi

menjadi teman berpetualang saat kepenatan melanda.

13.Teman-teman tenor LBB Be Smart yang sela memberi dukungan kepadaku. 14.Semua pihak yang telah memberi dukungan, bantuan, kemudahan dan

semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis topik ini.

Yogyakarta, 20 November 2016


(9)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Batasan Masalah Penelitian... Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Landasan Teori ... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined. C. Model Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN... Error! Bookmark not defined. A. Obyek/Subyek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Jenis Data ... Error! Bookmark not defined. C. Teknik Pengambilan Sampel... Error! Bookmark not defined. D. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Operasional Variabel Penelitian. ... Error! Bookmark not defined. F. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... Error! Bookmark not defined.


(10)

xiii

BAB IV GAMBARAN UMUM ... Error! Bookmark not defined. A. Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta ... Error! Bookmark not defined.

B. Profil Responden ... Error! Bookmark not defined. C. Sejarah Singkat MPM PP Muhammadiyah Error! Bookmark not defined. D. Visi MPM PP Muhammadiyah 2010-2015 . Error! Bookmark not defined. E. Peran Majelis Pemberdayaan Masyarakat .. Error! Bookmark not defined. F. Program Unggulan dan Pengorganisasian .. Error! Bookmark not defined. G. Komunitas Dampingan MPM PP Muhammadiyah... Error! Bookmark not defined.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. BAB VI SIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN

PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Simpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined. C. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... 106


(11)

xiv

2.1 Kelebihan dan Kekurangan Evaluator ... 11

2.2 Penelitian Terdahulu ... 39

3.1 Skala Likert Pernyataan Positif dan Negatif ... 48

5.1 Item-Total Statistik... 67

5.2 Reability Statistik ... 69

5.3 Hasil Analisis Deskriptif Pengisian Kuesioner ... 69


(12)

xv

1.1 Penduduk Miskin di Indonesia dan DIY Tahun 2005-2010 (Persen) ... 2

2.1 Siklus Pemberdayaan Masyarakat... 19

2.2 Model Penelitian ... 43

3.1 Garis Kontinum ... 48

4.1 Perkembangan Garis Kemiskinan DIY (Rp.000/bulan)... 53

4.2 Perkembangan Penduduk Miskin DIY (Persen) ... 54

4.3 Proyeksi Penduduk Miskin Terhadap Penduduk DIY (Persen) ... 55

4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Golongan Usia ... 57

4.5 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

4.6 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 59

4.7 Diagram Tingkat Pengetahuan ... 86

4.8 Diagram Tingkat Sikap ... 87


(13)

xvi Lampiran 2 Data Responden

Lampiran 3 Data Isian Kuesioner

Lampiran 4 Data Masukan Variabel Kuesioner Lampiran 5 Data Statistik Hasil Isian Kuesioner Lampiran 6 Uji Validitas

Lampiran 7 Uji Reliabilitas Lampiran 8 Panduan Wawancara Lampiran 9 Hasil Wawancara

Lampiran 10 Pengelompokkan Hasil Wawancara Lampiran 11 Hasil Observasi


(14)

(15)

(16)

vii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan, hal yang menjadi pendukung dan penghambat dalam proses pemberdayaan serta mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah yang kelompoknya tergolong dalam periode 2010-2015 yaitu anggota kelompok Becak, Asongan, Industri Mikro Kecil (IKM), dan Guyub Makmur. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 76 responden yang merupakan seluruh anggota dampingan yang kelompoknya tergolong dalam periode 2010-2015. Alat analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa bentuk pemberdayaan yang dilakukan pada masyarakat miskin seperti: pendampingan keagamaan, pendampingan kesehatan, penguatan kelompok, pelatihan, sosialisasi, pemberian fasilitas dan pemberian alat-alat bantuan. Hal yang menjadi pendukung dalam pemberdayaan yaitu Jaringan MPM dari tingkat pusat hingga cabang dan ranting, semangat kerelawanan dan pengetahuan para fasilitator pendamping, relasi MPM dengan dinas pemerintahan, universitas dan lembaga lainnya serta dukungan dari lembaga Muhammadiyah lainnya. Adapun kendala yang dialami dalam proses pemberdayaan seperti kebiasaan anggota yang belum bisa lepas dari tengkulak, masih ada kelompok yang kurang memiliki kesadaran dalam berorganisasi dan sumber dana besar yang dibutuhkan dalam melakukan program. Hasil dari kegiatan pemberdayaan yaitu perubahan pada aspek pengetahuan dan sikap dapat dikatakan baik sedangkan perubahan pada aspek keterampilan dapat dikatakan cukup.


(17)

viii

members of MPM PP Muhammadiyah whose group belong to the period 2010-2015, namely members of the rickshaw, hawkers, Small Micro Industry (MSI) and Guyub Makmur. Sample of 76 respondents who are all members of group assisted belonging to the 2010-2015 period. The analysis tool used is qualitative and quantitative descriptive.

The analysis shows that the forms of empowerment in poor communities such as: religious advocacy, health assistance, strengthening the group, training, socialization, provision of facilities and the provisions of means of assistance. The network of MPM, supported the empowerment process, from the central to the branches and twigs, also spirit of volunteerism and knowledge of the facilitator, MPM relationship with government agencies, universities, and other institutions as well as the support of other institution Muhammadiyah. While constraints in the empowerment of such a habit that members can’t be separated from middlemen, there are groups who lack awareness in large organization and sources of funds needed to carry out the program. Results from empowerment activities that changes to aspect of knowledge and skills can be said to be good, while a change in the aspect of attitude can be said to be sufficient.


(18)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih memiliki permasalahan kemiskinan yang serius, sebab kemiskinan hingga kini terus menghampiri kondisi perekonomian Indonesia sehingga perlu untuk disembuhkan atau paling tidak dikurangi (Marmujiono, 2014). Kemiskinan merupakan suatu kondisi yang menyedihkan karena masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana layaknya (Saragih, 2014). Permasalahan kemiskinan kini telah menjadi perdebatan politik, oleh karena itu setiap proses pembangunan yang dilaksanakan di setiap era pemerintahan selalu mengandung unsur pengentasan kemiskinan (Windia, 2015).

Kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai ketidakmampuan secara ekonomi saja, akan tetapi lebih dari itu dimana sekelompok orang telah gagal untuk memenuhi hak-hak dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti hak untuk mendapatkan kesehatan, pekerjaan, perumahan, air bersih, hingga terbebasnya dari bahaya yang ada (Sa’yidah dan Arianti, 2012).

Suryawati dalam Marmujiono (2014) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang mempunyai lima dimensi, yaitu sebagai berikut: kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence) dan keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.


(19)

Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks, oleh karena itu diperlukan intervensi dari semua pihak. Apabila permasalahan kemiskinan teratasi tentunya akan berdampak pada proses pembangunan, pembangunan akan berjalan lancar dan pada akhirnya akan mencapai kesejahteraan serta kemakmuran hidup masyarakat yang mana menjadi tujuan negara Indonesia. Data mengenai penduduk miskin di Indonesia dan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada grafik berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

GAMBAR 1.1.

Penduduk Miskin di Indonesia dan DIY Tahun 2005-2015 (Persen)

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tampak bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 15,97 persen atau sekitar 35,10 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2006 persentase jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi 39,30 juta jiwa atau

15,97 17,75 16,58 15,42 14,15 13,33

12,49 11,96 11,7 11,25 11,22 18,95 19,15 18,99 18,32

17,32 16,83

16,08 16,05

15,43 15 14,91

0 5 10 15 20 25

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pe r se n Tahun IDN DIY


(20)

dengan kata lain sekitar 17,75 persen dari penduduk Indonesia merupakan penduduk miskin. Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut diperkirakan terjadi karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kemudian tahun 2007, persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan dan penurunan ini terus terjadi setiap tahunnya hingga tahun 2015 yaitu mencapai 28,59 juta jiwa atau sekitar 11,22 persen dari seluruh penduduk Indonesia.

Penurunan tersebut tidak terlepas dari upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro rakyat. Walau dapat dikatakan belum maksimal, penurunan angka kemiskinan menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan hak-hak dasarnya.

Salah satu daerah di Indonesia yang penduduk miskinnya masih cukup tinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada tahun 2005 jumlah dan persentase penduduk miskin DIY sekitar 625.800 jiwa atau 18,95 persen. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 648.700 jiwa atau 19,15 persen. Peningkatan ini terjadi akibat dari fenomena kenaikan harga/inflasi yang cukup tinggi terutama yang berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak/energi. Sejak tahun 2007 persentase penduduk miskin mengalami pola penurunan dan terus terjadi setiap tahun hingga tahun 2015 mencapai 14,91 persen dari seluruh total penduduk DIY. Akan tetapi meskipun persentase penduduk miskin mengalami penurunan, garis kemiskinan DIY masih selalu lebih tinggi dari level nasional.


(21)

Permasalahan kemiskinan yang ada dari dulu hingga sekarang bukan hanya tugas pemerintah saja, tetapi merupakan perpaduan dari ketiga stakeholer pembangunan. Adapun ketiga stakeholder pembangunan tersebut yaitu: pemerintah selaku penyelenggara public service, kelompok pengusaha selaku pemilik private sector, dan masyarakat sipil civil society). Salah satu bagian dari masyarakat sipil adalah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Organisasi masyarakat keagamaan memiliki peran yang sangat penting baik di semua bidang pembangunan salah satunya pengentasan kemiskinan. Adapun salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan yaitu melalui melakukan pemberdayaan masyarakat (Sutisna, 2013; Mulyadi, 2012).

Sebenarnya ada 3 tugas pokok pemerintah yang harus dijalankan dengan sepenuhnya agar permasalahan ekonomi dan pembangunan dapat teratasi dengan baik. Adapun tugas pokok pemerintah tersebut adalah tugas pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan. Akan tetapi pada saat melaksanakan tugas tersebut pemerintah justru mengalami kebingungan untuk menentukan tugas mana yang harus diprioritaskan. Secara teori fungsi pelayanan yang harus diutamakan, tetapi justru fungsi utama tersebut menjadi terabaikan. Oleh sebab itu sudah seharusnya pemerintah berbagi tugas dengan stakeholder lainnya, misalnya dengan ormas sebagai bagian dari masyarakat sipil untuk melaksanakan tugas pemberdayaan agar semua tugas tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal (Mubarak Adil, 2014).

Muhammadiyah merupakan organisasi yang berkiprah dalam berbagai aspek, seperti: bidang keagamaan, social masyarakat, ekonomi, pendidikan,


(22)

dan kesehatan (Rokhim, 2014). Dalam bidang social masyarakat Muhammadiyah mendirikan berbagai amal usaha yang didirikan sebagai wujud dari pemberdayaan sumber daya manusia, salah satunya di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah berlandaskan Islam. Muhammadiyah mengurangi tingkat kemiskinan melalui Pemberdayaan Petani dan Masyarakat Miskin yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah). MPM PP Muhammadiyah dibentuk berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di Malang Jawa Timur. Pembentukan itu didasari kenyataan bahwa setelah 11 tahun reformasi kaum miskin di Indonesia belum mengalami perbaikan yang berarti (Febriansyah dik., 2013).

Pemberdayaan yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah berdasarkan teologi Al-Ma’un. Teologi ini didasarkan pada surah Al-Ma’un (107:1-7). Pada intinya, surah ini mengajarkan bahwa ibadah ritual tidak ada artinya apabila tanpa melakukan amal sosial. Selain itu surah ini juga menyebutkan bahwa bila mengabaikan anak yatim dan tidak berusaha mengentaskan kemiskinan sebagai pendusta agama. Oleh karena itulah menjadi inspirasi bagi MPM PP Muhammadiyah untuk memberdayakan masyarakat yang miskin dan terpinggirkan (Burhani, 2016).

Pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah selama ini perlu dilakukan pengkajian/evaluasi yang lebih mendalam. Oleh karena itulah penelitian ini perlu dilakukan, sebab sebelumnya belum pernah ada yang melakukan evaluasi di MPM PP Muhammadiyah melalui riset atau penelitian.


(23)

Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Batasan Masalah Penelitian

Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud, maka dari itu dalam skripsi ini penulis membatasinya hanya pada ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Program yang dievaluasi adalah program pemberdayaan yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) periode 2010-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Masyarakat miskin yang dimaksud anggota kelompok dampingan MPM PP Muhammadiyah periode 2010-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Aspek yang dievaluasi yaitu: aspek pengetahuan, sikap dan

keterampilan.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka penulis mengidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Apa saja hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?


(24)

3. Bagaimana hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Ingin mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Ingin mengetahui hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhamadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Ingin mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Kebijakan: penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan bagi Majelis Pemberdayaan Masyarakat dalam menentukan kegiatan yang harus dilakukan di periode pemberdayaan selanjutnya dan para stakeholder lainnya dalam mengambil keputusan.

2. Teoritis: penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum untuk lebih mengetahui mengenai evaluasi program pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah.


(25)

3. Mahasiswa: penelitian ini bisa dijadikan untuk penelitian lanjutan atau menjadi referensi bila mengangkat penelitian dengan pembahasan/tema yang sama.


(26)

9

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Evaluasi.

Evaluasi merupakan terjemahan dari kata Bahasa Inggris, “evaluation”. Menurut pengertian umum program dapat diartikan sebagai “rencana” dikarenakan program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan (Arikunto dan Cepi, 2014).

Pemahaman mengenai evaluasi dapat menjadi berbeda-beda sesuai dengan pendapat dari beberapa ahli. Menurut (Tague-Sutclife dalam Rinaldi, 2015) mendefinisikan evaluasi sebagai a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils. Evaluasi tidak hanya menilai suatu aktifitas secara spontan tetapi juga menilai secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.

Menurut (Dunn dalam Rianda, 2015) evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan serta membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah.

Evaluasi program adalah langkah awal dari supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Orang yang melakukan evaluasi disebut evaluator. Tujuan dari evaluasi


(27)

program yaitu untuk mengetahui pencapaian tujuan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya serta menentukan tidak lanjut dari program tersebut (Arikunto dan Cepi, 2014; Kurnia, 2010).

a. Model-Model Evaluasi.

Menurut Sukardi (2015) dalam evaluasi program ada beberapa model evaluasi yang bisa digunakan untuk melakukan kegiatan evaluasi. Adapun model-model tersebut adalah:

1.) Model Tyler merupakan model yang menekankan adanya proses evaluasi secara langsung didasarkan pada tujuan instruksional. 2.) Model bebas tujuan merupakan model yang mengharuskan

evaluator tidak perlu mengetahui tujuan dari objek yang dievaluasi. 3.) Model Context Input Process Product (CIPP) merupakan model yang mendukung prose pegambilan keputusan dengan mengajukan pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu keputusan.

4.) Model countenance merupakan model yang menekankan pada dua standar yaitu standar absolut dan standar relatif.

5.) Model sumatif (dilakukan saat program masih berlangsung untuk mengetahui sejauh mana program telah berlangsung) dan formatif (dilakukan setelah program berakhir dengan tujuan mengukur ketercapaian program).


(28)

6.) Model connoisseurship atau model ahli merupakan model yang menggambarkan penyimpangan dari metodologi yang telah dieksploitasi oleh para praktisi evaluasi.

b. Evaluator Dalam dan Luar.

Evaluator yang akan melaksanakan evaluasi program bisa dari dua sumber yaitu evaluator luar dan evaluator dalam. Setiap sumber evaluator pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dalam tabel ini akan diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan setiap evaluator.

TABEL 2.1.

Kelebihan Dan Kekurangan Evaluator

No Evaluator Dalam Evaluator Luar

1. Sangat mengetahui seluk beluk program

Sukar mengetahui seluk beluk program

2. Mudah mendapatkan data Sukar mendapatkan data

3. Sering kali tidak obyektif Obyektif karena tidak berkepentingan

4. Dapat memberi informasi penting yang kontekstual

Tidak dapat memberi informasi penting yang kontekstual

Sumber: Roswati dalam (Munthe, 2015) c. Monitoring Dan Evaluasi (Monev).

1.) Pengertian Monev.

Menurut Suharto (2010) monitoring adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan terhadap suatu program yang sedang berlangsung, sedangkan evaluasi adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan


(29)

terhadap suatu program yang telah selesai atau minimal telah berjalan selama tiga bulan.

Nalahudin (2010) mendefinisikan monitoring adalah suatu proses untuk mengatasi permasalahan yang ditemui setelah informasi dikumpulkan dan dianalisis dari penerapan program yang telah dilaksanakan. Sementara itu evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui efektifitas program, pencapaian program serta dampak dari program yang telah dilakukan. Hal itu diketahui dari informasi yang telah dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.

Monitoring menyelesaikan permasalahan menggunakan data dasar yang tersedia, sedangkan evaluasi dapat dilakukan setelah memperoleh hasil dari monitoring yang kemudian akan di bandingkan antara data yang satu dengan daya yang lainnya. Oleh sebab itu antara evaluasi dan monitoring tidak boleh dipisahkan (Widiarto, 2012).

2.)Tujuan Monev.

Tujuan monev menurut Suharto adalah untuk mengetahui apakah program yang telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan mengetahui saran yang baik untuk digunakan. Sedangkan tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana program sudah tercapai dan akibat atau dampak yang ditimbulkan dari program yang telah dilakukan (Suharto, 2010).


(30)

3.)Sasaran Monev.

Mengetahui apa saja yang menjadi sasaran monev merupakan hal yang paling penting dalam melakukan monev. Menurut (Own dan Rogers dalam Suharto, 2010) terdapat 5 sasaran monev yaitu sebagai berikut:

a.) Program, untuk mencapai perubahan diperlukan kegiatan atau aktivitas yang dikenal dengan kata program.

b.) Kebijakan, sesuatu yang telah tetap berisi prinsip-prinsip dan digunakan untuk mengarahkan pada pencapaian tujuan.

c.) Organisasi, wadah yang menjadi tempat perkumpulan orang yang ingin mencapai tujuan baru.

d.) Produk atau hasil, hasil yang diperoleh dari kegiatan/program tertentu bisa baik bisa buruk.

e.) Individu, orang atau manusia yang berada didalam suatu wadah yang disebut organisasi.

4.) Sistem Monev.

Keberagaman sistem monitoring dan evaluasi menjadikan masing-masing pendekatan memiliki indikator yang bersifat subsitem, indikator tersebut menurut (Suhato, 2010) yaitu:

a.) Masukan (input), hal yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi agar menghasilkan sesuatu yang sesuai harapan.


(31)

b.) Proses (process), kegiatan pengolahan setelah adanya input dan sebelum menjadi hasil/output.

c.) Keluaran (output), hal yang diperoleh setelah dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi baik fisik maupun nonfisik.

d.) Hasil (outcome), hasil yang telah memberi kesan bahwa hasil yang diperoleh telah berhasil/berfungsi.

e.) Dampak (impact), hal yang ditimbulkan atau menjadi akibat dari tiap indikator baik yang bersifat positif ataupun negatif.

5.) Proses Monev.

Kegiatan monev akan berlangsung dengan teratur apabila dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang tepat. Adapun langkah melakukan monitoring dan evaluasi menyesuaikan keadaan yang ada. Terdapat 10 langkah yang dapat menjadi patokan menjalankan monitoring dan evaluasi menurut Suharto (2010) yaitu:

a.) Menentukan ruang lingkup hal yang akan dievaluasi, apakah program yang akan dievaluasi hanya ada satu atau ada beberapa program yang saling berkaitan yang akan dievaluasi.

b.) Menguraikan latar belakang dan sejarah program yang akan dievaluasi secara singkat.

c.) Menggali sumber informasi baik primer maupun sekunder. d.) Menetapkan tujuan monitoring dan evaluasi (monev). e.) Membuat pertanyaan-pertanyaan.


(32)

g.) Tetapkan peranan tim pelaksana monitoring dan evaluasi. h.) Mengkaji jadwal dan prosedur monev.

i.) Menguraikan sumber dana akan diarahkan ke mana dan untuk apa saja.

j.) Mengumpulkan data dan menyiapkan pelaporan. Setelah semua telah dipersiapkan maka monev dapat dilakukan.

Evaluasi pemberdayaan merupakan satu konsep, teknik, temuan yang digunakan untuk mendorong terhadap perbaikan dan penentuan tentang nasib diri sendiri (Kasmel and Pernille, 2011).

2. Pemberdayaan.

a. Pengertian Pemberdayaan.

Secara Bahasa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang artinya kekuatan atau kemampuan. Secara istilah pemberdayaan merupakan proses mendapatkan kemampuan atau kekuatan. Proses yang dimaksud tertuju pada tindakan untuk mengubah masyarakat yang lemah, baik knowlodge, attitude maupun practice (KAP) menuju penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Suparjana dan Hempri dalam Hidayah, 2013).

Pada dasarnya pemberdayaan dianggap sebagai proses yang harus dilalui oleh pihak yang menginginkan perubahan dalam dirinya baik dari sisi kapasitas maupun kapabilitas untuk menjadi sumber daya yang dapat membantu dirinya menjadi lebih baik. Pemberdayaan masyarakat juga dapat disebut sebagai cara untuk menjadikan masyarakat ikut berperan dalam kegiatan pembangunan (Rubiyanah dkk., 2016).


(33)

Pemberdayaan masyarakat menurut (K. Suhendra dalam Internawati, 2013) adalah gerakan terus menerus untuk menghasilkan suatu kemandirian (self propelled development). Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep yang pada mulanya menekankan pada pembangunan ekonomi yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli seperti Ife, Swith dan Levin, Rappaport, Parson maka (Suharto dalam Mulyadi, 2012) menyimpulkan definisi pemberdayaan di atas tertuju pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan. Adapun kekuatan atau kemampuan yang dimaksud adalah:

1.) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) tidak hanya bebas berpendapat, tetapi juga bebas dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan.

2.) Mampu meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang serta jasa-jasa yang diperlukan.

3.) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang memengaruhi mereka.

b. Tujuan Pemberdayaan.

Tujuan yang diharapkan dalam pemberdayaan yaitu untuk membentuk individu dan masyarakat yang mandiri. Masyarakat yang mandiri maksudnya masyarakat telah mampu memecahkan permasalahan dengan menggunakan kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif dan sumber daya lainnya. Terjadinya keberdayaan pada aspek-aspek tersebut dapat memberikan


(34)

kontribusi pada terciptanya masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat mandiri dan dapat mewujudkan komunitas yang ideal sesuai dengan harapan dari pemberdayaan (Teguh dalam Hidayah, 2013).

Pemberdayaan diarahkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan terhadap empat hal yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses permintaan (Anwar dalam Izzaqiyah, 2014).

c. Tahapan Pemberdayaan.

Menurut (Wilson dalam Mubarak Zaki, 2010) terdapat 7 tahapan dalam siklus pemberdayaan masyarakat. Adapun tahapan pemberdayaan tersebut yaitu:

1.) Kemauan dari dalam diri masyarakat untuk melakukan perubahan yang positif.

2.) Masyarakat diharapkan mampu menghilangkan penghambat kemajuan dirinya dan komunitasnya untuk menjadi lebih maju.

3.) Masyarakat telah menerima kebebasan tambahan dan mampu bertanggung jawab untuk mengembangkan diri sendiri dan komunitas. 4.) Usaha pengembangan peran dan tanggung jawab yang semakin luas

seperti peningkatan pada minat dan motivasi melakukan pekerjaan. 5.) Hasil pemberdayaan mulai tampak dan terjadi peningkatan kinerja


(35)

6.) Terjadi perubahan perilaku dan kesan pada dirinya seperti peningkatan psikologis lebih baik dari kondisi sebelumnya akibat dari peningkatan kinerja yang terjadi

7.) Keberhasilan masyarakat dalam memberdayakan diri sendiri dan berkeinginan kuat untuk mencoba hal-hal yang lebih maju.

Tahap 5 Penguatan

rasa memiliki

Tahap 6 Tahap 4

Psikologis lebih baik Rasa Tanggung jawab lebih

Tahap 7 Tahap 3

Semangat mencoba Tanggung jawab pada diri hal baru

Tahap 1 Tahap 2 Kemauan melakukan Menghilangkan

Perubahan kendala-kendala

Sumber: Wilson dalam Mubarak Zaki (2010) Gambar 2.1.

Siklus Pemberdayaan Masyarakat d. Konsep Pemberdayaan.

Menurut (Sumodiningrat dalam Izzaqiyah, 2014) konsep pemberdayaan secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:


(36)

1.) Perekonomian rakyat diselenggarakan oleh rakyat dengan potensi rakyat untuk menjalankan roda perekonomian.

2.) Pemberdayaan ekonomi rakyat memiliki kendala struktural, sehingga diperlukan perubahan struktural.

3.) Perubahan struktural maksudnya perubahan dari ekonomi tradisional menjadi modern. Langkah yang ditempuh dengan pengalokasian sumber daya, pemasaran teknologi, penguatan kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia.

4.) Pemberdayaan ekonomi rakyat juga harus dijamin dengan kerja sama yang erat antara yang telah maju dan baru berkembang. 5.) Kebijakan dalam pemberdayaan seperti peluang mengakses aset

produksi, memperkuat kemitraan, pelayanan pendidikan dan kesehatan, penguatan industri kecil, mendorong wirausaha dan pemerataan spasial.

6.) Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup peningkatan akses bantuan modal usaha dan peningkatan akses saran prasarana yang mendukung sosial ekonomi masyarakat lokal.

e. Model Pemberdayaan Umat.

Salah satu model pemberdayaan umat adalah model navigasi 12S-7C5P-3S-GT, model navigasi ini terdiri dari unsur 12S, 7C, 5P, 3S dan GT. Adapun yang dimaksud dengan 12 spirit (12S) yang artinya adalah: spirit yang menjadi keyakinan/kekuatan intrinsik (power within) dalam melakukan upaya pemberdayaan umat. 7 credo (7C), yaitu: 7 pengakuan


(37)

kepercayaan dan komitmen diri yang merupakan penjabaran dari 12 spirit dalam pemberdayaan umat, 5 perilaku (5P) yang menjadi etos kerja normatif dan produktif (5 kartu AS) dalam pemberdayaan umat, 3 strategi (3S) dalam pemberdayaan umat. Ketiga strategi tersebut (3S) adalah: strategi karitatif, strategi ekonomis dan strategi sosio-transformis. Garam dan Terang dunia (GT), yaitu ormas keagamaan seyogianya mampu melakukan reposisi dan refungsionalisasi sebagai garam dunia yang memberikan cita rasa bagi kehambaran dunia, dan memberikan suluh dalam menerangi kegelapan kemiskinan di mana ormas keagamaan berada (Sutisna, 2013).

f. Pemberdayaan Sosial-Ekonomi.

Pemberdayaan sosial-ekonomi merupakan usaha memberi pengetahuan keterampilan serta menumbuhkan kepercayaan diri pada masyarakat agar tercipta swadaya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pemberdayaan ini pada intinya dapat diupayakan melalui pelatihan, pendampingan, penyuluhan, pendidikan dan keterlibatan berorganisasi demi menumbuhkan dan memperkuat motivasi hidup dan usaha serta pengembangan pengetahuan dan keterampilan hidup dan kerja (yayasan SPES dan Tjokroamidjojo dalam Izzaqiyah, 2014).

3. Organisasi Kemasyarakatan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan (ormas) pada pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa:

“Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan,


(38)

kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.

Sejalan dengan undang-undang (Wiese dan Becker dalam Sutowo dan Susilo, 2013) berpendapat bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Selain itu dalam Undang-Undang (UU) tentang organisasi kemasyarakatan dijelaskan bahwa ormas memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan partisipasi dan keberadaan masyarakat serta mewujudkan tujuan negara. Ormas juga memiliki fungsi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat dan pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Berdasarkan tujuan dan fungsi ormas menurut UU tersebut semakin mempertegas bahwa ormas menjadi sangat penting untuk mempermudah kerja pemerintah dalam pencapaian tujuan negara. Ormas dapat menjadi agen pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah dalam berbagai hal terutama dalam konteks pemberdayaan masyarakat.

Dalam perspektif politik ormas merupakan kelompok kepentingan menjadi bersifat politik apabila melakukan tuntutan kepada lembaga-lembaga pemerintah. Individu juga dapat menjadi penting secara politik apabila dapat menjadi bagian dari suatu kelompok kepentingan. Oleh sebab itu kelompok ini menjadi jembatan penting antara individu dan pemerintah (Kusumanegara, 2010).


(39)

Organisasi kemasyarakatan merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam memberikan kontribusi yang nyata dan bermakna di setiap proses pembangunan. Oleh sebab itu, ormas yang berkembang di berbagai bentuk masyarakat Indonesia yang majemuk perlu dipertimbangkan peran dan kontribusinya baik sebagai instrumen maupun strategi dalam pembangunan yang berbasis masyarakat. Ormas pada umumnya merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang keagamaan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ormas saat ini tidak lagi memandang pemerintah sebagai kekuatan yang mengekang kegiatan mereka, justru menganggap pemerintah sebagai mitra yang dapat memberdayakan potensi yang ada di dalam ormas. Pemerintah melakukan pemberdayaan masyarakat melalui ormas yang mendukung kebijakan pemerintah (Mulyadi, 2012; Widiartati, 2010).

Peran ormas dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum ekonomi lemah yang mandiri serta berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. Ormas juga mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi kepada masyarakat miskin (pro poor) dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Mulyadi, 2012).

4. Teori Kemiskinan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam (Rubiyanah dkk., 2016) Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah kebutuhan dasar minimum yang diartikan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang yang


(40)

disetarakan dengan 2100 kalori perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan non makanan seperti: pakaian, perumahan, pendidikan dan kebutuhan dasar lainnya) atau yang biasa disebut garis kemiskinan.

Menurut (kang Moeslim dalam Burhani, 2016) definisi orang miskin itu tidak dibatasi hanya pada orang yang miskin secara ekonomi saja. Orang miskin adalah mereka yang mengalami marjinalisasi sosial, seperti petani, pemulung, dan pelacur. Seseorang juga dikatakan miskin apabila mengalami subordinasi sosial seperti kelompok agama minoritas (Ahmadiyah, Syiah dan sebaginya).

Sunoto dalam Windia (2015) mencatat bahwa kemiskinan secara konvensional merupakan kelompok yang memiliki pendapatan (income) dibawah garis kemiskinan, sehingga pengentasan kemiskinan hanya dari sisi ekonomi saja. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yakni:

a. Kemiskinan absolut, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasar, seperti: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.

b. Kemiskinan relative, yaitu seseorang yang pendapatannya di atas garis kemiskinan tetapi pendapatannya masih jauh di bawah orang di sekelilingnya.

c. Kemiskinan kultural, yaitu seseorang yang tidak berkemauan untuk memperbaiki kehidupannya walaupun telah ada orang lain yang menolongnya.


(41)

Ada beberapa ciri yang melekat pada penduduk miskin yaitu: pendapatan masih rendah atau tidak berpendapatan, tidak memiliki pekerjaan tetap, pendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan, tidak memiliki tempat tinggal dan tidak terpenuhinya standar gizi minimal (Rejekiningsih, 2011).

Terdapat beberapa teori yang dapat mempermudah dalam memahami tentang kemiskinan menurut (Nurmayanti dalam Windia, 2015) yaitu:

a. Teori Neoliberal.

Shanon, Spicker, Cheyne, O’Brien dan Belgrave berpendapat bahwa kemiskinan adalah permasalahan seseorang yang terjadi karena kelemahan orang tersebut dalam menentukan pilihan, dan apabila kekuatan pasar dan pertumbuhan ekonomi ditingkatkan maka kemiskinan dapat diatasi.

b. Teori Sosial Demokrat.

Berdasarkan teori ini kemiskinan dianggap sebagai suatu permasalahan struktural yang terjadi karena ketidakmerataan masyarakat dalam mengakses pelayanan sosial dasar yang diberikan oleh negara sehingga terjadi ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Teori Marjinal.

Berdasarkan teori ini kemiskinan di kota terjadi karena kebudayaan kemiskinan yang telah melekat di kalangan mereka. Terdapat dua pendekatan dalam teori ini yaitu prakarsa diharuskan berasal dari luar kelompok dan perencanaan diharuskan berpusat terhadap perubahan nilai yang menjadi akar permasalahan.


(42)

d. Teori Development.

Teori ini berasal dari teori-teori pembangunan sebelumnya terutama teori neo liberal. Dalam teori ini ekonomi masyarakat menjadi tolak ukur dalam permasalahan kemiskinan karena ekonomi dipandang sebagai suatu kesatuan dengan kemiskinan seseorang.

e. Teori Struktural.

Menurut teori ini kemiskinan merupakan permasalahan politik-ekonomi dunia bukannya permasalahan yang mengarah pada budaya dan pembangunan ekonomi.

f. Teori Artikulasi Moda Produksi.

Pada teori ini reproduksi kapitalisme di negara miskin terjadi dua artikulasi modal produksi yaitu moda produksi pra-kapitalis dan moda produksi kapitalis. Selain itu pula terdapat dua pendekatan yang melandasinya: pertama, moderat yaitu dengan memberikan bantuan baik dari sisi bantuan sosial, jaminan sosial dan lainnya dan kedua, radikal yaitu perubahan/ transformasi karena di kehidupan masyarakat terjadi ketimpangan

5. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Menurut Sa’yidah dan Arianti (2012) salah satu kegiatan yang dilakukan dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan menjadikan masyarakat miskin sebagai subjek untuk menentukan nasibnya sendiri atau


(43)

dengan kata lain konsep utamanya adalah memandang inisiatif kreatif rakyat sebagai sumber daya. Selanjutnya pemerintah bersama elemen-elemen masyarakat lainnya dapat berperan sebagai fasilitator, regulator, pendamping dan stimulator sehingga mereka mampu berkembang.

Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan kewajiban yang sesuai dengan tujuan nasional yang ada di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Lestari, 2015).

Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang penanggulangan kemiskinan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Peraturan Presiden, Keputusan/Peraturan Menteri, Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah dan Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD) (Kristanto, 2010).

Berdasarkan peraturan presiden republik Indonesia Nomor 15 tentang percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang dimaksud dengan penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah provinsi dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil.


(44)

6. Pembangunan.

Pembangunan adalah sesuatu yang positif yang berkaitan dengan perubahan atau perbaikan (Bellu, 2011). Pembangunan diartikan sebagai upaya dalam melakukan perubahan kehidupan masyarakat yang tujuan akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Astroulakis, 2013).

Pembangunan sebagaimana dipahami (Katz dalam Suryono, 2010) merupakan perubahan sosial yang besar dari suatu keadaan terhadap keadaan lainnya yang dipandang lebih bernilai. Sejalan dengan Katz, (Tjokoroamidjojo dalam Suryono 2010) mengartikan pembangunan yaitu suatu proses pembaharuan yang berkelanjutan dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan yang lebih baik.

Konsep pembangunan ini mengandung makna bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan, karena pertumbuhan tersebut memerlukan perjalanan panjang untuk sampai pada kelompok penduduk miskin (Darta, 2012).

Hudiyanto (2014) mengelompokkan teori pembangunan ke dalam dua kelompok yaitu teori modernisasi dan teori struktural. Pada teori modernisasi dibahas teori David Ricardo tentang peranan penduduk dan tingkat upah, teori pasokan tenaga kerja yang melimpah dari Arthur Lewis, teori tahap-tahap pertumbuhan dari Rostow, teori peran tabungan dari Harodd-Domar, teori Leibenstein tentang dorongan besar, teori usaha besar dan teori usaha minimum. Sementara itu pada teori struktural membahas tentang teori ketergantungan dari Raul Prebish.


(45)

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Jokowi dalam kamus pembangunan termasuk paradigma pembangunan inklusif. Pembangunan inklusif menurut Prasetyantoko adalah pembangunan yang diperuntukkan untuk semua orang tidak peduli latar belakang, agama, suku dan perbedaan-perbedaan lainnya. Dengan kata lain sebagai proses untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat yang terpinggirkan bisa terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan (Tambunan, 2016).

7. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan. a. Pengetahuan.

Pengetahuan merupakan suatu hal yang menjadi hasil dari seseorang yang telah melakukan penginderaan pada suatu obyek tertentu. Pada penginderaan dapat terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal dan informal. Sehingga dengan pengetahuan tersebut tindakan atau perilaku seseorang dapat terbentuk. (Mastini, 2013; Utari, 2010).

Menurut (Bloom dalam Notoatmodjo, 2012) pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan yaitu:

1.) Tahu (know).

Tingkat seseorang memanggil kembali memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.


(46)

2.) Memahami (comprehension).

Pada tingkat ini seseorang tidak hanya mengetahui tapi dapat menginterprestasikan dengan benar obyek yang dimaksud.

3.) Aplikasi (application).

Tingkatan seseorang telah mampu menerapkan apa yang telah dipahami sebelumnya.

4.) Analisis (anslysis).

Tingkatan di mana seseorang telah bisa menelaah masalah baik dengan cara dijabarkan, dipisah maupun mencari hubungan antar komponen masalah.

5.) Sintesis (synthesis).

Tingkatan seseorang telah mampu merangkum komponen-komponen yang ada pada pengetahuan yang dimiliki.

6.) Evaluasi (evaluation).

Tingkatan terkahir seseorang telah bisa menilai sesuatu berdasarkan kriteria pribadi atau sesuai norma yang berlaku dimasyarakat.

Sedangkan menurut (Rogers dalam Notoatmodjo, 2012) bahwa dalam pengetahuan terdapat 5 proses berurutan yaitu:

1.) Kesadaran (awareness), seseorang telah mengetahui terlebih dahulu obyek tersebut.

2.) Interest, seseorang mulai tertarik pada stimulus.

3.) Evaluation, seseorang mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan stimulus bagi dirinya


(47)

4.) Trial, seseorang telah mencoba prilaku yang baru.

5.) Adoption, seseorang telah bersikap sesuai dengan pengetahuan sikap terhadap stimulus.

b. Sikap (attitude).

Sikap adalah suatu pendapat, keyakinan seseorang mengenai hal yang memberikan seseorang melakukan tindakan sesuai dengan pendapat dan keyakinannya atau juga sebagai respon dari suka tidaknya terhadap objek yang dirasakannya (Islamiyati, 2015).

Sikap adalah suatu hal yang tidak dibawa oleh seseorang dari lahir melainkan akan terbentuk sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Peranan attitude sangat penting dalam kehidupan yang akan menentukan seseorang dalam menentukan tindakan terhadap obyek (Gerungan dalam Purwoko, 2011).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan menurut Notoatmodjo (2012) yaitu:

1.) Menerima (receiving).

Menerima dapat diartikan bahwa seseorang atau subjek memiliki kemauan untuk memperhatikan rangsangan yang diberikan (objek). 2.) Menanggapi (responding).

Menanggapi diartikan bahwa subjek atau seseorang memberi balasan atau tanggapan terhadap pernyataan atau objek yang dihadapi.


(48)

3.) Menghargai (valuing).

Menghargai diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek serta mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk merespons.

4.) Bertanggung jawab (responsible).

Tanggung jawab merupakan tahapan paling akhir dan juga menjadi sikap yang paling tinggi dalam melakukan suatu tindakan.

c. Keterampilan.

Keterampilan adalah perilaku yang terkait dengan tugas yang dapat dikuasai melalui pembelajaran dan dapat ditingkatkan melalui pelatihan serta bantuan dari orang lain. Keterampilan merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Keterampilan bisa digunakan untuk mengendalikan perilaku (Sudarmanto dalam Nisak 2015)

Menurut (Robbins dalam Firza, 2014) pada dasarnya keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu:

1.) Basic literacy skill.

Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti: membaca, menulis dan mendengar.

2.) Technical skill.

Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat dan mengoperasikan komputer.


(49)

3.) Interpersonal skill.

Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim.

4.) Problem solving.

Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, berpendapat dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Rohadi Joshua Sutisna (2013) melakukan penelitian dengan judul “Peran Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan dalam Penanggulangan Kemiskinan”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui mutu layanan/jasa Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) dalam penanggulangan kemiskinan umat dan menemukan model pemberdayaan yang seyogianya dilakukan GPIB untuk menanggulangi masalah kemiskinan, baik umat maupun masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan analisis explorasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah Uji beda (uji U Mann Whitney). Hasil dari penelitian ini adalah Mutu jasa yang GPIB Jemaat “Ekklesia” dan GPIB Jemaat “Nehemia” yang dilakukan untuk umat dan masyarakat tidak terdapat perbedaan yang signifikan dan model pemberdayaan mengacu pada model Navigasi:12S-7C5P-3S-GT” di mana 12S adalah 12 Spirit,


(50)

7C adalah 7Credo, 5P adalah 5 Perilaku, 3S adalah 3 Strategi, dan GT adalah Garam dan Terang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan analisa data Uji beda, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif.

Fariz Husein (2013) yang melakukan penelitian tentang “Analisis Efektivitas Program Pemberdayaan Masyarakat”. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh tahap perencanaan terhadap kinerja fasilitator, pelaksanaan terhadap kinerja fasilitator, perencanaan terhadap efektivitas pada PNPM mandiri pedesaan Bondowoso. Penelitian ini berjenis penelitian explanatory dan metode descriptive. Teknik analisa data yang digunakan adalah Uji Asumsi Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian ini adalah tahap perencanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja fasilitator, tahap pelaksanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja fasilitator, tahap perencanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap efektivitas PNPM-MP, tahap pelaksanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap efektivitas PNPM-MP dan kinerja fasilitator berpengaruh signifikan dan positif terhadap efektivitas PNPM-MP. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan analisa data SEM, sedangkan pada penelitian yang akan digunakan menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.


(51)

Isnan Murdiansyah (2014) yang melakukan penelitian tentang “Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peranan program Gerdu-Taskin dalam pemberdayaan masyarakat miskin di Kabupaten Malang, dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat program Gerdu-Taskin dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Malang. Jenis penelitian ini merupakan penelitian exploratif dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Peran Program Gerdu-Taskin melalui lembaga Unit Pengelola Keuangan (UPK) berperan efektif dan penting dalam memberdayakan dan meningkatkan kemandirian usaha masyarakat, meningkatkan pengembangan kelembagaan desa khususnya di daerah penelitian di wilayah selatan Kabupaten Malang. Beberapa keunggulan dalam Program Gerdu-Taskin yang dijalankan oleh UPK di daerah penelitian di Kabupaten Malang ialah mudahnya akses permodalan, pihak manajemen pengurus yang kompeten, berdedikasi dan berkomitmen serta partisipasi dukungan dari semua pihak yang terkait, khususnya masyarakat sekitar. Pada pelaksanaannya program ini masih mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: belum mempunyai badan hukum yang jelas dan tetap, belum adanya Standard Operating Procedure (SOP) proses peminjaman dana simpan pinjam, dan lemahnya political will pemerintah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada jenis penelitian dan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian exploratif dan analisa data hanya deskriptif kualitatif, sedangkan penelitian yang akan


(52)

digunakan menggunakan jenis penelitian deskriptif serta analisa data deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif.

Yenni Kurnia (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat (studi kasus proyek kesehatan, pendidikan dan ekonomi pada program pengembangan wilayah atau Area Development Program (ADP) di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur)”. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat partisipasi warga bervariasi namun secara umum dapat dikatakan memiliki nilai yang tinggi karena faktor pendamping, fasilitas memadai, monitoring dari pengurus dan keterlibatan semua pihak. Kedua output program ADP dapat meningkatkan hubungan kerja sama antara wahana visi Indonesia dengan institusi kesehatan dalam menyediakan pelayanan gratis dan hal lainnya. Dampak pada kesehatan yaitu menurunnya kasus penyakit seperti saluran pernapasan, diare dan kulit. Dampak bagi pendidikan adalah meningkatnya prestasi belajar anak di sekolah. Perbedaan dengan penelitian yang ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada fokus masalah. Pada penelitian ini fokus masalah untuk proyek kesehatan, pendidikan dan ekonomi pada program pengembangan wilayah, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan fokus masalah pada pengetahuan, sikap dan keterampilan para anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah.

Qianjin TAN, Weimin GOU, Peili SUN (2015) melakukan penelitian yang berjudul “The Research on the Construction of Monitoring and Evaluation System for the Operation of Marine Economy in Liaoning Province”. Tujuan


(53)

penelitian ini adalah mengusulkan konsep kelautan monitoring operasi ekonomi dan sistem evaluasi, memperkenalkan konten sistem konstruksi dan arsitektur, dan membahas isu-isu kunci pada sistem monitoring indeks, sistem evaluasi indeks, sistem konstruksi serta mekanisme pelaksanaan. Metode penelitian menggunakan analisis regresi dengan data time series yaitu analisis cluster. Hasil penelitian Pembangunan monitoring operasi dan sistem evaluasi untuk ekonomi kelautan di provinsi Liaoning tidak hanya membutuhkan pembangunan ekonomi kelautan di provinsi Liaoning saja, tetapi juga membutuhkan lebih dari operasi pemantauan dan kemampuan evaluasi konstruksi di Cina, sehingga terjadi kesesuaian dengan yang diharapkan. Sistem konstruksi membantu untuk memahami informasi yang komprehensif tentang ekonomi laut dan situasi aktual operasi ekonomi kelautan serta memastikan pelaksanaan kontrol provinsi secara makro ekonomi. Pada saat yang sama, studi monitoring operasi dan sistem evaluasi untuk ekonomi kelautan adalah dapat memberikan keputusan ilmiah untuk membuat dasar sarana operasional yang efektif dan juga sebagi metode untuk manajemen operasi ekonomi kelautan di provinsi Liaoning masa depan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan analisis cluster sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Maria L. Gallo dan Louise Duffy (2016) melakukan penelitian yang berjudul “The Rural Giving Differerence? Volunteering as Philanthropy in an Irish Community Organization”. Tujuan Penelitian ini yaitu untuk


(54)

mengeskplorasi filantropi di pedesaan Irlandia dalam berkontribusi untuk membangun keberlanjutan dan keamanan finansial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara semi terstruktur, kelompok fokus dan dokumentasi serta mengambil sample dengan purposive sampling. Analisis data yang digunakan yaitu analisis uji beda. Hasil penelitian yaitu Athletica-Og menunjukkan ketahanan dan kreativitas dalam filantropi mereka praktek menunjukkan waktu, bakat dan harta meskipun pasukan menantang bermain di masyarakat pedesaan. Pengaturan pedesaan ini dijadikan sebagai tempat untuk menawarkan kegiatan olahraga masyarakat dan untuk memperluas praktek filantropi mereka, Athletica-Og berfokus pada membangun komitmen relawan dan pada hubungan mereka di dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan analisis uji beda, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka penulis merangkum penelitian terdahulu dalam sebuah tabel.


(55)

TABEL 2.2. Penelitian Terdahulu

No Nama/Judul Metode Penelitian Hasil penelitian Perbedaan 1. Rohadi Jushua

Sutisna/Peran Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan Dalam Penanggulangan Kemiskinan. Jenis penelitian: Deskriptif dan Explorasi. Analisa data: Uji beda (uji U Mann Whitney).

Mutu jasa yang GPIB Jemaat “Ekklesia” dan GPIB Jemaat

“Nehemia” yang

dilakukan untuk umat dan masyarakat tidak terdapat perbedaan signifikan dan model pemberdayaan: Navigasi:12S-7C5P-3S-GT”.

Analisa data

2. Fariz Husein/ Analisis Efektivitas Program Pemberdayaan Masyarakat. Jenis penelitian: Deskriptif dan Explorasi. Analisa data: Uji Asumsi Structural Equation

Modelling (SEM)

Tahap perencanaan dan pelaksanaan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja fasilitator, tahap perencanaan dan pelaksanaan berpengaruh signifikan positif terhadap efektivitas PNPM-MP, dan kinerja fasilitator berpengaruh

signifikan dan positif terhadap efektivitas PNPM-MP.


(56)

Lanjutan Tabel 2.2. 3. Isnan

Murdiansyah/ Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Jenis penelitian: Exploratif. Analisa data: Deskriptif Kualitatif. Program Gerdu-Taskin melalui lembaga Unit Pengelola Keuangan (UPK) berperan efektif dalam memberdayakan dan meningkatkan kemandirian usaha masyarakat, kelemahan dari program ini adalah belum mempunyai badan hukum yang jelas.

Analisa data

4. Yenni Kurnia/ Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Proyek Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi pada ADP Jakarta Timur). Jenis penelitian; kualitatif. Analisa data: Kuantitatif dan Kualitatif. Tingkat partisipasi warga tinggi output program ADP dapat meningkatkan

hubungan kerja sama antara Wahana Visi Indonesia dengan institusi kesehatan. Partisipasi berakibat pada menurunnya kasus penyakit dan meningkatnya pendidikan sekolah.

Fokus masalah


(57)

Lanjutan Tabel 2.2. 5 Qianjin TAN,

Weimin GOU, Peili SUN / The Research on the Construction of Monitoring and Evaluation System for the Operation of Marine Economy in Liaoning Province. Analisa data: Analisis cluster

Pembangunan monitoring operasi dan sistem evaluasi untuk ekonomi kelautan di Provinsi Liaoning tidak hanya membutuhkan pembangunan ekonomi kelautan di Provinsi Liaoning saja, tetapi juga membutuhkan lebih dari operasi

pemantauan konstruksi di Cina.

Analisa Data

6 Maria L. Gallo dan Louise Duffy / The Rural Giving Differerence? Volunteering as Philanthropy in an Irish Community Organization. Jenis penelitian adalah kualitatif Analisa data: Uji beda Athletica-Og menunjukkan ketahanan dan kreativitas dalam filantropi yang menunjukkan bakat meskipun menantang bermain dengan masyarakat pedesaan Analisa Data


(58)

C. Model Penelitian

Permasalahan kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah saja, akan tetapi merupakan perpaduan ketiga stakeholder yaitu organisasi pemerintah, orgnisasi masyarakat sipil dan organisasi bisnis. Organisasi kemasyarakatan keagamaan (ormas) adalah salah satu bagian dari masyarakat sipil yang juga memiliki peran dalam mengurangi kemiskinan. Ormas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah).

Ada berbagai macam sektor di MPM PP Muhammadiyah akan tetapi penelitian ini akan lebih fokus pada pemberdayaan di sektor informal yang sesuai dengan judul penelitian. Adapun sektor informal terdiri dari kelompok Becak, komunitas Asongan, Industri Mikro Kecil (IKM) dan Guyub Makmur.

Penelitian ini berfokus untuk mengevaluasi program pemberdayaan MPM PP Muhammadiyah periode 2010-2015 terhadap dampingannya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan oleh Muhammadiyah, hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan oleh Muhammadiyah serta mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah di DIY terhadap dampingannya.


(59)

.

Sumber: Sutisna, 2013 (modifikasi)

GAMBAR 2.2. Model Penelitian

Menegakan Kedaulatan Pangan

Organisasi Pemerintah

Organisasi Masyarakat Sipil

Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan

(Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

Memberdayakan Sektor Informal (Asongan, Becak, IKM, Guyub Makmur)

Organisasi Bisnis

Fokus Masalah:

Mengevaluasi program pemberdayaan MPM PP Muhammadiyah periode 2010-2015 terhadap kelompok dampingannya.

Mengapa?

Mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY.

Mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY

Mengetahui hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY.

Memberdayakan Kaum Buruh

Memberdayakan Kaum Difabel

Advokasi Kebijakan Publik


(60)

43

METODE PENELITIAN

A. Obyek/Subyek Penelitian

Menurut Arikunto dalam Heliani (2012) obyek penelitian adalah fenomena atau masalah penelitian yang telah diabstraksi menjadi suatu konsep atau variabel. Adapun obyek dalam penelitian ini adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan subyek dalam penelitian ini adalah anggota kelompok yang didampingi oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) yang kelompoknya termasuk dalam periode 2010-2015 yaitu: anggota kelompok Becak, anggota kelompok Industri Mikro Kecil (IKM), anggota kelompok Asongan dan anggota kelompok Guyub Makmur.

B. Jenis Data

Data merupakan sesuatu yang dipandang memiliki kemampuan untuk menggambarkan suatu kondisi atau permasalahan (Supranto dalam Reza, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan data primer, data primer adalah data yang diperoleh oleh seorang pengumpul data langsung dari sumbernya (Sugiyono, 2012). Data primer diperoleh dari wawancara, kuesioner ke anggota kelompok dampingan dan observasi.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari populasi yang dapat menjadi perwakilan dari sifat populasi tersebut. Bila populasi besar


(61)

dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka kesimpulan dari sampel tersebut dapat diberlakukan.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel karena adanya tujuan tertentu (Purba, 2015). Pengambilan sampel digunakan untuk menentukan responden yang akan diwawancarai. Teknik purposive sampling dianggap tepat karena tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan, pendukung dan kendala selama proses pemberdayaan sehingga responden yang tepat adalah ketua, pengurus dan fasilitator MPM PP Muhammdiyah. Sementara itu untuk tujuan mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan maka responden yang tepat adalah ketua dari masing-masing kelompok dampingan.

Metode wawancara yang digunakan adalah tatap muka/langsung dengan narasumber. Pada saat wawancara penulis merekam dan mencatat jawaban yang disampaikan oleh narasumber agar memperoleh jawaban yang sesuai. D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan bagian dari pelaksanaan dalam mengumpulkan data. Biasanya teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data itu menyesuaikan data yang diperlukan oleh peneliti. Oleh sebab itu teknik pengumpulan data yang digunakan kali ini adalah:

1. Wawancara.

Wawancara merupakan kegiatan berkomunikasi langsung dengan cara melakukan tanya jawab kepada responden yang akan diwawancarai untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan (Mubarak Zaki, 2010). Adapun


(62)

responden yang diwawancarai adalah ketua, pengurus dan fasilitator MPM PP Muhammadiyah mengenai bentuk-bentuk pemberdayaan yang dilakukan, pendukung dan kendala dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin, sedangkan untuk tujuan mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang menjadi responden wawancara adalah ketua dari masing-masing kelompok dampingan MPM PP Muhammadiyah.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstrukur. Wawancara terstruktur yaitu wawancara yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaannya yang telah disusun sebelumnya. Penulis menggunakan wawancara terstruktur agar pertanyaan lebih terfokus, sehingga data yang diperoleh tidak akan melenceng dari pokok permasalahan (Stefanus, 2013). Data dari hasil wawancara ini nantinya akan digunakan untuk analisis data deskriptif kualitatif.

2. Observasi.

Observasi adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi di suatu daerah dengan memanfaatkan semua panca indera yang ada dalam diri manusia (Adler and Adler dalam Ridwan, 2014).

Dalam penelitian ini observasi yang digunakan adalah observasi partisipatif. Observasi partisipatif yaitu observasi dimana peneliti terlibat dengan kegiatan yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data (Emzir, 2010). Data dari hasil observasi ini nantinya akan digunakan sebagai pelengkap dalam analisis data deskriptif kualitatif.


(63)

3. Kuesioner.

Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012). Kuesioner yang dibuat oleh penulis selanjutnya disebar kepada seluruh anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah (anggota dampingan Becak, Asongan, IKM, Guyub Makmur) atau dengan kata lain data yang digunakan data populasi. Populasi merupakan daerah generalisasi yang terdiri dari subjek atau obyek yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diambil kesimpulan (Sugiyono, 2012). Data dari hasil kuesioner ini nantinya akan digunakan untuk analisis data deskriptif kuantitatif.

Dalam penelitian ini ukuran yang digunakan untuk mengukur pendapat responden yaitu skala likert. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengetahui sikap dan pendapat seseorang atau kelompok mengenai kondisi sosial. Pada skala likert, jawaban yang dikumpulkan dapat berupa pernyataan positif dan pernyataan negatif. Untuk setiap pernyataan positif dan negatif akan diberi bobot sebagai berikut:


(64)

TABEL 3.1

Skala Likert Pernyataan Positif dan Negatif

No. Pertanyaan

Skor untuk pernyataan

positif

Skor untuk pernyataan

negatif 1. Sangat setuju (SS)/Selalu 5 1

2. Setuju (S)/Sering 4 2

3. Ragu-ragu (RR)/Kadang-kadang 3 3 4. Tidak Setuju (TS)/Hampir tidak

pernah

2 4

5. Sangat Tidak Setuju (STS)/Tidak pernah

1 5

Sumber: Sugiyono, 2012

Setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan skala likert dan dilakukan tabulasi atas tanggapan responden, maka hasil tabulasi data tersebut dimasukkan dalam garis kontinum yang pengukurannya ditentukan dengan cara berikut:

Tidak Baik Kurang Baik

Cukup Baik Sangat Baik

1 2 3 4 5

GAMBAR 3.1 Garis Kontinum


(65)

Skala kontinum digunakan sebagai pedoman dalam menginterpretasikan hasil penelitian guna mengetahui apakah setiap dimensi dapat dikatakan berada dalam kategori tertentu atau sesuai dengan nilai rata-rata jawaban dari kuesioner yang telah diisi oleh para responden. (Sari, 2015)

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Koentjaraningrat dalam Karundeng (2013) mengartikan bahwa definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi sesuai dengan yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang dapat menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan dapat diuji serta dapat ditentukan kebenarannya oleh orang lain.

1. Aspek Pengetahuan.

Pada aspek pengetahuan alat ukur yang digunakan oleh penulis sesuai dengan tingkatan yang terdapat pada pengetahuan yaitu mulai dari tingkat mengetahui, tingkat memahami, tingkat menganalisis, tingkat kesadaran hingga pada tingkat pengimplementasian.

2. Aspek Sikap.

Pada aspek sikap alat ukur yang digunakan yaitu tingkat partisipasi, keberanian dalam menyampaikan pendapat, tingkat kepuasan, kerja sama dan perilaku saling menghargai.


(1)

r-tabel diperoleh dengan cara jumlah responden (n) sebanyak 76 orang dan jumlah pertanyaan (k) sebanyak 15 butir, maka sesuai dengan rumus dari df (degree of freedom) = n–k. Maka df = 76 – 15 = 61, sehingga diperoleh nilai r tabel = 0,248 (α=5%).

Tabel 2. Item-total statistik

Sumber: Data primer (diolah)

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa Cronbach’s Alpha diperoleh nilai sebesar 0,858. Nilai 0,858 > 0,60 sehingga Reliabel.

Tabel 3. Hasil Analisis Statistik Variabel Pengisian Kuesioner

Sumber: Data primer (diolah)

Dari hasil output diatas terlihat bahwa pada variabel pengetahuan, untuk kolom minimum terdapat angka 1 hal tersebut menjelaskan bahwa ada responden yang memilih jawaban terendah yaitu angka 1 (Sangat tidak setuju). Pada variabel sikap, untuk kolom minimum terdapat angka 2.4 hal tersebut menjelaskan bahwa jawaban terendah yang dipilih oleh responden yaitu angka 2 (Tidak Setuju). Pada variabel keterampilan, untuk kolom minimum terdapat angka 2 hal tersebut menjelaskan bahwa jawaban terendah yang dipilih oleh responden yaitu angka 2 (Tidak Setuju). Pada kolom maksimum untuk ketiga variabel baik pada pengetahuan, sikap dan keterampilan terdapat angka 5. Hal tersebut menjelaskan bahwa pada ketiga variabel jawaban yang dipilih oleh responden yaitu angka 5 (Sangat


(2)

Setuju). Pada kolom mean menjelaskan bahwa rata-rata pilihan jawaban yang dipilih oleh responden pada aspek pengetahuan adalah angka 4 pada aspek sikap angka 4 dan pada spek keterampilan angka 4. Pada kolom standar deviasi terlihat angka-angka pada semua aspek leih kecil dari mean. Oleh sebab itu dapat disimpulka bahwa data terdistribusi dengan baik.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif serta pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin (anggota dampingan) oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu endampingan keagamaan yang dilakukan melalui dua model yang pertama, pengajian

iq’ra/Al-Qur’an yang dilakukan pada saat pertemuan rutin di komunitas yang didampingi dan dibimbing oleh fasilitator. Kedua, pengajian inspiratif yang dilakukan pada saat pertemuan dengan seluruh kelompok dampingan beserta fasilitator dan pengurus MPM PP Muhammadiyah.Pendampingan kesehatan dengan dua pendekatan yaitu preventif (pencegahan) melalui penyuluhan kesehatan dan kuratif (pengobatan) melalui pengobatan gratis secara bersama kepada seluruh anggota dampingan. Penguatan kelompok dengan pembentukan organisasi pada masing-masing kelompok. Pelatihan yang bertujuan meningkatkan keterampilan para anggota. Pelatihan yang dilakukan berbeda pada masing-masing kelompok sesuai dengan kebutuhan kelompok. Sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan


(3)

para anggota. Pemberian bantuan alat, alat yang diberikan pada umumnya bertujuan untuk mempermudah para anggota dalam berproduksi, berjualan dan lainnya.

Hal yang menjadi pendukung dan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: MPM PP Muhammadiyah memiliki jaringan dari tingkat pusat hingga tingkat cabang dan ranting sehingga jangkauan pemberdayaan menjadi lebih luas, semangat kerelawanan dan pengetahuan mengenai konsep pemberdayaan yang dimiliki fasilitator ,relasi antara MPM PP Muhammadiyah dengan Dinas Pemerintahan, Universitas dan lembaga lainnya , jarak antara kantor MPM PP Muhammadiyah dengan anggota dampingan tidak jauh

sehingga mempermudah para fasilitator melakukan monitoring dan dukungan dari lembaga-lembaga Muhammadiyah lainnya misalnya Pimpinan Pusat Aisyiyah, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar dan lainnya sehingga dalam melakukan pemberdayaan MPM juga dibantu dan didukung oleh lembaga Muhammadiyah lainnya dan pada akhirnya hasil pemberdayaan lebih optimal.

Sementara itu kendala yang dialami seperti kebiasaan anggota yang belum bisa terlepas untuk meminjam uang dari tengkulak menyebabkan hasil pendapatan anggota berkurang, masih ada kelompok yang anggotanya kurang memiliki kesadaran baik dalam melakukan kegiatan maupun dalam kekompakan sesama anggota, sumber dana besar yang masih dibutuhkan


(4)

dalam melakukan pemberdayaan pada anggota dampingan menjadi persoalan tersendiri.

Hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: Pada aspek pengetahuan peningkatan yang terjadi dapat dikategorikan baik, hal tersebut sesuai dengan hasil kuesioner. Sebesar 61,8% pengetahuan anggota tergolong baik, 27,6% tergolong sangat baik, sebesar 6,6% tergolong cukup, 2,6% tergolong tidak baik dan hanya 1,3% tergolong tidak baik. Adapun pengetahuan yang diperoleh oleh anggota berbeda-beda sesuai dengan bidang masing-masing kelompok, sehingga pengetahuan tersebut bermanfaat baik bagi pekerjaan yang dilakukan maupun bagi kehidupan sehari-hari. Pada kelompok Asongan,

sebelumnya para anggota tidak mengetahui, memahami, dan membedakan antara makanan sehat dan makanan berbahaya, tetapi setelah mendapat sosialisasi sekarang para anggota Asongan tidak hanya mengetahui, memahami dan membedakan tetapi juga menjual makanan yang sehat dan halal dikonsumsi.

Pada aspek sikap peningkatan yang terjadi dapat dikategorikan baik, hal tersebut sesuai dengan hasil kuesioner. Sebesar 53,9% sikap anggota tergolong baik, 40,8% tergolong cukup, sebesar 3,9% tergolong sangat baik dan hanya 1,3% tergolong kurang baik. Pada aspek sikap untuk hal berpartisipasi dalam menghadiri pertemuan rutin, kepuasan terhadap pendampingan MPM, kerja sama dan saling menghargai dengan sesama anggota


(5)

sudah baik hanya saja sikap untuk menyampaikan pendapat masih kurang dimiliki anggota dampingan.

Pada aspek keterampilan peningkatan yang terjadi dapat dikategorikan cukup, hal tersebut sesuai dengan hasil kuesioner. Sebanyak 56,6% keterampilan anggota tergolong cukup, 39,5% tergolong baik dan 3,9% tergolong sangat baik. Adapun keterampilan tambahan yang diperoleh oleh anggota seperti keterampilan administrasi (pembukuan dan laporan) dan keterampilan sesuai kelompok masing-masing seperti pada kelompok becak keterampilan berbahasa Inggris, keterampilan mengolah makanan sehat dan halal pada kelompok Asongan, keterampilan mengemas dan memasarkan produk pada IKM dan Guyub Makmur. Keterampilan

tambahan yang dimiliki oleh para anggota tidak dapat dipungkiri berdampak pada pendapatan para anggota dampingan walaupun tidak begitu besar tetapi bisa menjadi pendapatan tambahan bagi anggota dampingan terlebih bagi ibu-ibu rumah tangga dimana pendapatan yang diperoleh dapat membantu ekonomi keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2015, Statistik 70th Indonesia Merdeka, Badan Pusat Statistik, Jakarta-Indonesia.

Badan Pusat Statistik, 2015, Berita Resmi Statistik, Badan Pusat Statistik Provisi Daerah Istimewa Yogyakarta

Febriansyah, M. Raihan, Arief Budiman Ch., Yazid R. Passandre, M. Amir Nashiruddin, Widiyastuti, & Imron Nasri, 2013, Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri, Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi

Pimpinan Pusat


(6)

Gunamantha, I Made., dan Gede Putu Agus Jana Susila, (2015), “Analisis Dampak Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Buleleng”, Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol.4, No.1, Halaman 523-533.

Hamdani, Haris., dan Kusuma Wulandari, (2013), “Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan Tradisional”, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. Marmujiono, Slamet Priyo, (2014),

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Strategi Pengentasan Kemiskinan di Kab. Brebes Tahun 2009-2011”, Jurnal Analaisis EkoNomi Pembangunan, Vol.3, No.1, Halaman 160-172. Muspita, Novi Catur., Kliwon

Hidayat., dan Yayuk Yuliati, (2014), “Proses Dan Dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Pada Kesejahteraan

Masyarakat”, Jurnal

Habitat, Vol.25, No.3, Halaman 162-172.

RPKD, 2016, Rencana Kerja Pembangunan Daerah-Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta

Sa’yidah, Y., dan Arianti, 2012, Analisis Kemiskinan Rumah Tangga Melalui Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Tugu Kota Semarang, Diponegoro Journal of Economics, Vol.1, No.1, Halaman 1-11.

Saragih, Juli Panglima, (2014), “Faktor Penyebab dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Menghapus Kemiskinan”, Jurnal

Ekonomi Studi

Pembangunan, Vol.6 No.2, Halaman 139-155.