ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI SEDIMENTASI DAN FILTRASI (Studi Kasus : Air Selokan Mataram, Jalan Ring Road Barat, Trihanggo, Sleman, Yogyakarta)
TUGAS AKHIR
ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI
SEDIMENTASI DAN FILTRASI
(Studi Kasus : Air Selokan Mataram, Jalan Ring Road Barat, Trihanggo, Sleman, Yogyakarta)
Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1
Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
SIGAP KURNIAWAN
20120110239
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
(2)
i
TUGAS AKHIR
ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI
SEDIMENTASI DAN FILTRASI
(Studi Kasus : Air Selokan Mataram, Jalan Ring Road Barat, Trihanggo, Sleman, Yogyakarta)
Disusun guna melengkapi persyaratan untuk mencapai derajat kesarjanaan Strata-1
Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
SIGAP KURNIAWAN
20120110239
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
(3)
iii
Motto dan untaian hikmah
“Janganlah kamu bersikap, dan jangan (pula) kamu bersedih hati padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman”.
(Q.S Ali Imron (3): 139)
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”.
(Q.S Al Insyirah: 7)
Laa tahzan, innallaaha ma’ana
Laa izzata illa bil jihad
“Barang siapa yang diwaktu sorenya merasakan kelelahan karena bekerja,
berkarya dengan tangannya sendiri, waktu sore itu pulalah ia terampuni
dosanya”(HR Thabrani dan baihaqi)
Jika anda tidak berusaha melakukan sesuatu melampaui apa yang telah Anda kuasai, Anda tidak akan pernah tumbuh
(Ralph Waldon Emerson)
Untuk memenuhi tugas yang sulit, mulailah dengan yang sederhana; untuk menyelesaikan hal yang besar, mulailah dangan detail yang kecil-kecil.
(Buku Laozi)
“Berusaha, Berdoa dan Bertawakal adalah kunci keberhasilan”
Ingin kupersembahkan karya kecilku ini untuk
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya Nabi Muhammad SAW, semoga suri tauladan yang telah engkau ajarkan dapat
kupegang sampai akhir hayat
Bapak dan Ibu yang tak pernah terputus curahan kasihmu, terima kasih kuucapkan dan maafmu selalu kuharapkan serta doamu senantiasa kurindukan
Kakak-kakakku terimakasih atas doa dan dukungannya
Sahabat-sahabatku semoga apa yang pernah terukir dalam ukhuwah kita akan terukir sampai di jannah-Nya
Seseorang yang selalu kurindukan, semoga pertemuan kita menjadi penyempurna ibadah dalam meniti kehidupan sampai akhirat
(4)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puja puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Ta’ala. Tidak lupa sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabat. Setiap kemudahan dan kesabaran yang telah diberikan-Nya kepada saya akhirnya saya selaku penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “ANALISA PERUBAHAN KUALITAS AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOAGULASI FLOKULASI SEDIMENTASI DAN FILTRASI (Studi Kasus : Air Selokan Mataram Jalan Ring Road Barat, Trihanggo. Sleman, Yogyakarta )” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, Penyusun sangat membutuhkan kerjasama, bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak, terima kasih penyusun haturkan kepada :
1. Bapak Jaza’ul Ikhsan, S.T., M.T., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Ibu Ir. Hj. Anita Widianti, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Burhan Barid, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing I. Yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berharga bagi tugas akhir ini.
4. Bapak Puji Harsanto, S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen pembimbing II. Yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang sangat berharga bagi tugas akhir ini.
(5)
v
5. Bapak Nursetiawan, S.T., M.T., Ph.D. sebagai dosen penguji. Terima kasih atas masukan, saran dan koreksi terhadap Tugas Akhir ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
.
7. Kedua orang tua saya yang tercinta, serta keluarga besarku yang senantiasa mengingatkan studiku, dan dengan sabar membimbing dalam setiap waktu dalam hidupku selama ini.
8. Para staf dan karyawan Fakultas Teknik yang banyak membantu dalam administrasi akademis.
9. Teman-teman di Jurusan Teknik Sipil terutama angkatan 2012, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya, semoga perjuangan kita semua mendapatkan berkah barokah dan ridho-Nya.
Demikian semua yang disebut di muka yang telah banyak turut andil dalam kontribusi dan dorongan guna kelancaran penyusunan tugas akhir ini, semoga menjadikan amal baik dan mendapat balasan dari Allah Ta’ala. Meskipun demikian dengan segala kerendahan hati penyusun memohon maaf bila terdapat kekurangan dalam Tugas Akhir ini, walaupun telah diusahakan bentuk penyusunan dan penulisan sebaik mungkin.
Akhirnya hanya kepada Allah Ta’ala jugalah kami serahkan segalanya, sebagai manusia biasa penyusun menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang dada dan keterbukaan akan penyusun terima segala saran dan kritik yang membangun demi baiknya penyusunan ini, sehingga sang Rahim masih berkenan mengulurkan petunjuk dan bimbingan-Nya.
Amien.
Yogyakarta, Desember 2016
(6)
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
INTISARI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 2
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Batasan Masalah ... 3
F. Keaslian Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Koagulasi dan Flokulasi ... 5
B. Sedimentasi ... 6
C. Filtrasi ... 6
BAB III LANDASAN TEORI A. Sumber Air Bersih ... 7
B. Pengertian Sungai dan Klasifikasi Sungai ... 8
C. Kualitas Air Bersih ... 9
D. Kriteria Baku Mutu Air ... 10
E. Pengertian Koagulasi dan Flokulasi ... 11
F. Koagulan ... 13
G. Sedimentasi ... 13
(7)
vii
I. Parameter Uji Kualitas Air ... 13
BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian ... 16
B. Alat Uji Water Treatment ... 18
C. Lokasi Penelitian ... 19
D. Waktu Penelitian ... 20
E. Sumber Data ... 20
F. Langkah-Langkah Penelitian ... 21
G. Metode Pengujian ... 24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Kualitas Air ... 26
1. Nilai Kekeruhan Air ... 26
2. Nilai Kadar DO (Dissolved Oxygen)... 30
3. Nilai Kadar Derajat Keasaman (pH) ... 34
B. Polutan Tersedimen Pada Alat Uji ... 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA
(8)
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Bagan alir tahapan penelitian ... 17
Gambar 4.2 Skema alat uji water treatment potongan memenjang. ... 19
Gambar 4.3 Titik-titik pengambilan air sampel. ... 23
Gambar 5.1 Grafik kekeruhan menit 0... 26
Gambar 5.2 Grafik kekeruhan menit 10... 27
Gambar 5.3 Grafik kekeruhan menit 20... 28
Gambar 5.4 Grafik kekeruhan menit 30... 28
Gambar 5.5 Grafik perbandingan nilai kekeruhan setelah melewati segmen 1, 2, dan 3 selama pengujian menit 0, 10, 20, dan 30 .... 29
Gambar 5.6 Grafik kadar DO menit 0... 30
Gambar 5.7 Grafik kadar DO menit 10... 31
Gambar 5.8 Grafik kadar DO menit 20... 31
Gambar 5.9 Grafik kadar DO menit 30... 32
Gambar 5.10 Grafik perbandingan nilai DO (Dissolved Oxygen) setelah melewati segmen 1, 2, dan 3 selama pengujian menit 0, 10, 20, dan 30 ... 33
Gambar 5.11 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 0 ... 34
Gambar 5.12 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 10 ... 35
Gambar 5.13 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 20 ... 35
Gambar 5.14 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 30 ... 36
Gambar 5.15 Grafik perbandingan kadar derajat keasaman (pH) setelah melewati segmen 1, 2, dan 3 selama pengujian menit 0, 10, 20, dan 30 ... 37
(9)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih ... 9
Tabel 5.1 Hasil pengujian nilai kekeruhan ... 26
Tabel 5.2 Hasil pengujian kadar DO (Disolved Oxygen) ... 30
Tabel 5.3 Hasil pengujian kadar derajat keasaman (pH)... 34
(10)
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : Skema Alat
LAMPIRAN II : Foto Alat dan Bahan LAMPIRAN III : Hasil Pengujian
LAMPIRAN IV : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010
(11)
HALAMAN
PENIGESAHAN TUGASAKHIR
ANALISISA PERUBAHAN KUALITAS AIR
BAKU
DENGANMENGGUNAKAN MODEL KOAGULAS I FLOKULASI
SEDIMENTASI DAN FILTRASI
(Stirdi Kasus : Air Selokan I\4ataram, Jalan Rrng Road Barat, Trihanggo. Sleman,
Telah diperiksa dan disahkan oleh Tim Penguji :
Burhan Barid. S.T." M.T. Ketua Tim Penguji
Nursgt_iawan. S.T.. N4.T.. Ph.D. Anggota f im Penguji
ii
Disusun grrna derajat keseqjanaan
sffffig
(12)
xi INTISARI
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang sangat penting bagi kelangsungan hidup umat manusia dan makhluk hidup di bumi, baik kehidupan di darat,laut maupun udara, dan fungsinya bagi kehidupan tidak akan dapat tergantikan oleh senyawa lainnya. Bagi manuasia air merupakan kebutuhan pokok yang wajib ada bagi kebutuhan sehari-hari. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan ruangan tempat tinggal, menyiapkan makan, dan minum. Selain itu air juga dimanfaatkan sebagai pertanian, perikanan, dan industri, sehingga kebutuhan air bersih sangatlah dibutuhkan. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan zaman, pertambahan jumlah penduduk, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, serta semakin banyaknya kawasan industri membuat lingkungan sekitar menjadi tercemar. Limbah-limbah cair dari industri menyebabkan turunya kualitas air sehingga air harus melalui tahapan pengolahan sebelum digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, perlu inovasi atau pembaharuan dalam hal teknologi, proses maupun bahan adiktif yang digunakan dalam pengolahan air bersih. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh perubahan tingkat kekeruhan, nilai kadar DO, dan pH setelah mengalami proses koagulasi menggunakan tawas, flokulasi dengan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi bendung, dan filtrasi menggunakan media pasir kuarsa..
Pelaksanaan dimulai dengan meninjau tempat pengambilaan sampel serta menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan. Selanjutnya mengambil sampel yang kemudian diuji menggunakan alat uji water treatment sederhana di Laboratorium Teknik Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Air sampel dialirkan pada alat uji dan di ambil menit ke-0, menit ke-10, menit ke-20, dan menit ke-30 pada segmen 1 setelah mengalami koagulasi dan flokulasi, pada segmen 2 setelah mengalami proses sedimentasi dan segmen 3 setelah mengalami filtrasi pasir kuarsa kemudian sebagian air di ambil untuk diuji dan dianalisis.
Hasil pengujian dan analisis menunjukkan bahwa kualitas air selokan mataram setelah diolah dengan alat uji water treatment sederhana melewati segmen 1, 2, dan 3 memberikan perubahan dan pengaruh pada parameter sebagai berikut: kadar kekeruhan mengalami penurunan dari 458 NTU pada inlet menjadi 32 NTU pada menit ke 0, 22 NTU pada menit ke 10, 38 NTU pada menit 20, 48 NTU pada menit 30. Kadar DO mengalami peningkatan dari 51 mg/l pada inlet menjadi 5,6 mg/l pada menit ke 0 dan 10, pada menit 20 dan 30 naik sebesar 5,8 mg/l. Kadar derajat keasaman (pH) dari 6,7 pada inlet menit 0 turun menjadi 6,4, menit 10 turun 6,5, menit 20 turun 6,6, menit 30 turu 6,5. Dari hasil yang diperoleh nilai kekeruhan belum memenuhi persyaratan kualitas air bersih menurut PERMENKES No.492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu sebesar 5 NTU, sedangkan untuk kadar DO, dan pH air sudah memenuhi persyaratan masuk dalam kategori air kelas 1 menurut PERMENKES No.492/MENKES/PER/IV/2010.
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang sangat penting bagi kelangsungan hidup umat manusia dan makhluk hidup di bumi baik kehidupan di darat, laut maupun udara. Fungsinya bagi kehidupan tidak akan dapat tergantikan oleh senyawa lainnya. Bagi manusia air merupakan kebutuhan pokok yang wajib ada bagi kebutuhan sehari-hari. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan ruangan tempat tinggal, menyiapkan makan, dan minum. Selain itu air juga dimanfaatkan sebagai pertanian, perikanan, dan industri, sehingga kebutuhan air bersih sangatlah dibutuhkan. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan zaman, pertambahan jumlah penduduk, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, serta semakin banyaknya kawasan industri membuat lingkungan sekitar menjadi tercemar. Limbah-limbah cair dari industri menyebabkan turunya kualitas air sehingga air harus melalui tahapan pengolahan sebelum digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan PERMENKES RI No.492/MENKES/PER/IV/2010, air yang layak dipergunakan adalah air yang tidak berbau, berwarna dan berasa. Untuk mendapatkan air bersih kita dapat memanfaatkan sumber air baku seperti air hujan, air permukaan (air sungai, air danau, genangan air lainnya) dan air laut untuk diolah menjadi air bersih yang layak pakai.
Selokan Mataram merupakan salah satu kanal yang menghubungkan Sungai Progo di Barat dan Sungai Opak di Timur. Selokan Mataram ini terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan panjang aliran 31,2 km. Seiring waktu Selokan Mataram mengalami penurunan kualitas air. Air semakin keruh dan tidak memenuhi standar air bersih sehingga air tersebut tidak layak untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kekeruhan air ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik seperti lumpur dan buangan tertentu yang masuk ke
(14)
saluran selokan mataram sehingga menyebabkan air menjadi keruh. Air yang memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi akan semakin sulit dalam pengolahannya menjadi air bersih. Oleh karena itu, perlu inovasi atau pembaharuan dalam hal teknologi, proses maupun bahan adiktif yang digunakan dalam pengolahan air bersih. Untuk itu peneliti berinisiatif untuk melakukan pengujian parameter kualitas air Selokan Mataram meliputi kadar kekeruhan, kadar DO, dan kadar pH pada sampel air Selokan Mataram dan didapatkan nilai kekeruhan Selokan Mataram sebesar 458 NTU, kadar DO 5,1 mg/l, kadar pH 6,7. Pada penelitian ini peneliti akan melakukan pengujian kelayakan air selokan mataram, guna memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, dengan unit water treatment sederhana dengan cara koagulasi menggunakan bahan tambah koagulan tawas (aluminium sulfat), flokulasi menggunakan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendung dan filtrasi menggunakan pasir kuarsa untuk menjernihkan air.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kualitas air setelah melalui proses pengolahan.
2. Bagaimana tingkat efektifitas pada tiap segmen dalam mengurangi nilai kekeruhan dilihat dari jumlah polutan yang tertinggal pada tiap-tiap segmen.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan oleh penulis dari penelitian Tugas Akhir ini, antara lain :
1. Untuk menganalisa perubahan tingkat kualitas air sampel setelah dilakukan proses pengujian alat water tretment melewati segmen 1, 2, dan 3.
a. Nilai kekeruhan air.
b. Nilai kadar DO (Dissolved Oxygen). c. Nilai kadar derajat keasaman (pH).
(15)
3
2. Mengetahui kadar polutan terendap yang tertinggal pada alat uji untuk mengetahui segmen yang paling efektif dalam menurunkan nilai kekeruhan air.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui kualitas air Selokan Mataram Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan penelitian dengan pengujian water treatment sederhana dengan koagolasi menggunakan bahan tambah koagulan tawas (aluminium sulfat), flokulasi dengan model bafflet channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi bendung, dan filtrasi dengan media pasir kuarsa.
2. Memberikan inovasi baru tentang alternatif pengolahan air dengan alat water treatment sederhana untuk pengolahan air baku menjadi air bersih.
3. Dapat menarik minat mahasiswa utuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
E. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi pada permasalahan yang menyangkut alat dan bahan dalam memperoleh data, antara lain :
1. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat uji water treatment sederhana dengan koagulasi menggunakan koagulan tawas (aluminium sulfat), flokulasi model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi, dan filtrasi menggunakan media pasir kuarsa.
2. Air baku sampel berasal dari sumber air Selokan Mataram Yogyakarta.
3. Parameter-parameter kualitas air yang diamati adalah Kekeruhan, DO, pH, dan kadar lumpur terendapkan yang tertinggal pada alat uji.
4. Penggunaan tawas dengan kadar ± 50 mg/l.
(16)
F. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan cara pengolahan air menggunakan alat water treatment dengan koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, diantaranya oleh Mukhtar Wijaya (2016). Dalam penelitian tersebut proses koagulasi menggunakan tawas (Aluminium Sulfat), flokulasi dengan batuan, sedimentasi bedung, dan filtrasi kerikil untuk menjernihkan air. Akan tetapi, yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah alat uji water treatment yang digunakan. Pada penelitian ini air yang akan dilakukan pengujian menggunakan alat uji water treatment dengan koagulasi menggunakan tawas (Aluminium Sulfat), flokulasi model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi bendung dan filtrasi dengan media pasir kuarsa. Dengan demikian, penelitian ini bisa menberikan informasi mengenai alternatif proses pengolahan air baku menjadi air bersih.
(17)
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Koagulasi dan Flokulasi
“Pengaruh Kecepatan Gradien dan Waktu Tinggal Terhadap Koagulasi-flokulasi Warna dan Zat Organik Air Sumur Dalam”. Peralatan yang digunakan antara lain flokulasi dan koagulasi model “baffled channel”, bahan yang digunakan (alum /tawas) sebagai koagulan pengikat koloid hidrofilik. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah penurunan kadar kekeruhan terjadi pada pembubuhan dosis alum sebesar 250 ppm. Pada dosis tersebut masing-masing efisiensi penurunannya sebesar 77,14 %, Hal yang sama juga terjadi pada penurunan kadar total padatan tersuspensi (TSS) dalam air sampel. Pada dosis alum sebesar 250 ppm, efisensi penurunan TSS, sebesar 88,89 %. Untuk menurunkan kadar warna air sampel, juga diperlukan dosis koagulan sebesar 250 ppm dimana efisiensi penurunan warna pada dosis ini mencapai 98,4 %. Penurunan kadar zat organik yang optimal dicapai pada dosis koagulan 250 ppm. Pada dosis ini efisiensi penurunan warna sebesar 56,55 % (Lindu, 2010).
“Optimasi Koagulasi-Flokulasi dan Analisis Kualitas Air Pada Industri Semen” Bahan kimia yang digunakan pada proses penjernihan air adalah Poli Aluminium Klorida (PAC) sebagai koagulan dan Poli Akril Amida (PAA) sebagai flokulan. Penelitian ini menggunakan 10 sampel air baku yang diambil pada tempat yang sama yaitu bak pengendapan dan jangka waktu 7 hari antara sampel 1 sampel 2 dan seterusnya. Parameter yang diukur meliputi kekeruhan, pH, warna, zat organik, kesadahan total, kesadahan Ca2+, kesadahan Mg2+, kadar Fe dan kadar Mn. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar kekeruhan salah satunya yaitu dari 215 NTU menjadi 1,03 NTU; kadar pH bertahan pada kisaran angka 7; warna mengalami penurunan salah satunya dari 1360 True C.U menjadi 6 True C.U; zat organik menurun salah satunya yaitu dari 23,3 ppm menjadi 2,93 ppm; nilai kesadahan total, Ca2+, dan Mg2+ meningkat salah satunya yaitu 134 45,6 dan 4,86 ppm menjadi 142 46,4 dan 3,32 ppm; kadar Fe mengalami penurunan salah satunya dari 5,61 ppm menjadi 0,05 ppm; kadar mangan menurun salah satunya dari 0,344 ppm menjadi 0,014 ppm (Susanto, 2008).
(18)
B. Sedimentasi
“Penyisihan Fraksi Total Suspended Solid Air Limbah Industri Pada Unit Sedimentasi Berdasarkan Tipe Flocculent Settling”. Bahan air limbah yang digunakan adalah air limbah (IPAL). Penelitian ini dirancang untuk menentukan presentase penyisihan TSS skala laboratorium berdasarkan tipe flocculent settling sehingga presentase penyisihan TSS, nilai waktu detensi, dan overflow rate dapat diprediksi berdasarkan kondisi karakteristik air limbah terkini. Metode penelitian dilakukan berdasarkan pengujian konsentrasi TSS air limbah hasil proses koagulasi flokulasi pada beberapa titik sampling per satuan waktu. Variasi presentase penyisihan adalah 10,20,30,40,50,60, dan 70%. Berdasarkan kurva isokonsentrasi, total penyisihan fraksi penyisihan terhadap nilai variasi presentasi penyisihan adalah 42,49; 56,79; 63,74; 70;43; 75,57; 78,21; 82,86 %. Nilai tersebut menjadi acuan terhadap penentuan waktu detensi dan overflow rate unit sedimentasi (Wirasembada. & Kurniawan, 2015).
C. Filtrasi
“Pengolahan air gambut untuk penyediaan air bersih dengan metode koagulasi filtrasi menggunakan media filter pasir arang dan arang tempurung kelapa”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik air gambut yang berasal dari Komplek Perum Kopri Sungai Raya Dalam, Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat, dan untuk mengetahui hasil pengolahan instalasi penyaring air gambut metode koagulasi filtrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi filter dengan arang tempurung kelapa dengan jalan menambah media penyaring ataupun mengganti media penyaring dapat memperbaiki kualitas air gambut yang selama ini menggunakan media penyaring pasir. Media penyaring arang tempurung mampu memperbaiki kualitas air gambut pada parameter warna sebesar 1 skala TCU, kekeruhan sebesar 0,367, pH 8,17 dan kandungan besi 0,033 mg/L. Penyaringan kombinasi media pasir dan arang mampu menurunkan warna 1,33 pada skala TCU, kekeruhan sebesar 0,598 NTU, pH sebesar 8,91 dan kandungan besi 0,029 mg/L. Sedangkan media penyaring pasir hanya mampu menurunkan warna hingga 8 TCU, kekeruhan 1,696, pH 8,71 dan kandungan besi 0,049 mg/l (AYUB. & Mulyono. 2008).
(19)
7 BAB III LANDASAN TEORI
A. Sumber Air Bersih
Secara umum terdapat lima sumber air yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan air bersih dalam kehidupan sehari hari kita diantaranya : 1. Air hujan, yaitu air hasil kondensasi uap air yang jatuh ke tanah.
2. Air tanah, yaitu air yang mengalir dari mata air, sumur artesis atau diambil melalui sumur buatan.
3. Air Permukaan, yaitu air sungai atau danau. 4. Desalinasi air laut, atau air tanah payau / asin.
Kemudian Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tahap penyediaan sumber air, maka perlu untuk mengetahui siklus atau siklus hidrologi. Di bumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyard km3 air yamg terdiri dari 97,5 % air laut, 1,75 % bentuk es dan 0,73 % berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001 % berbentuk uap air di udara. Air dibumi mengalami sirkulasi terus menerus dari: penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (Mori, 1993 dalam Hartono, 2005).
Siklus hirologi terjadi akibat air dari permukaan tanah dan laut menguap ke udara kemudian berubah menjadi awan sesudah melalui berapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan daratan atau laut. Tidak semua hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah, sebagian akan tertahan tumbuh-tumbuhan dan sebagian lagi akan menguap dan lainnya mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang sampai di permukaan tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi), bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengalir mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah kemudian mengalir de daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara, sebagian masuk kedalam tanah dan keluar lagi ke sungai-sungai (aliran intra flow). Sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama kepermukaan tanah di daerah yang rendah (lintasan air tanah : ground water run off) (Hartono, 2005)
(20)
8
B. Pengertian Sungai dan Klasifikasi Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, sungai adalah alur atau wadah air alami dan / atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai sebagai wadah air mengalir selalu berada di posisi paling rendah dalam lansekap bumi. Mengingat posisinya selalu terletak paling rendah, kondisi sungai sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kondisi daerah aliran sungai. Sungai memiliki fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia dan alam.
Sejarah telah mencatat bahwa sungai adalah tempat berawalnya peradaban. Sejak dahulu kala sungai telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Sungai memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan manusia dan alam. Fungsi sungai bagi kehidupan manusia sangat banyak dan penting, antara lain pemanfaatan sungai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, pariwisata, olah raga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, transportasi, dll. Demikian pula fungsinya bagi alam sebagai pendukung utama kehidupan flora dan fauna sangat menentukan.Kondisi ini perlu dijaga jangan sampai menurun. Oleh karena itu sungai perlu dipelihara agar dapat menjalankan fungsinya secara baik dan berkelanjutan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Tahun 2011 tentang Sungai)
Karakteristik sungai berdasarkan sifat alirannya dapat dibedakan menjadi 3 macam tipe (Mulyanto. 2007 dalam Agustiningsih, 2012), yaitu:
1. Sungai permanen / perennial yaitu sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun dengan debit yang relatif tetap. Dengan demikian antara musim penghujan dan musim kemarau tidak terdapat perbedaan aliran yang mencolok.
2. Sungai musiman / periodik / intermitten yaitu sungai yang alirannya tergantung pada musim. Pada musim penghujan ada alirannya dan musim kemarau sungai kering. Berdaarkan sumber airnya sungai intermitten dibedakan :
(21)
9
a. Spring fed intermiten river yaitu sungai intermitten yang sumber airnya berasal dari air tanah.
b. Surface fed intermitten river yaitu sungai intermitten yang sumber airnya berasal dari curah hujan atau pencairan es.
3. Sungai tidak permanen / ephemeral yaitu sungai tadah hujan yang mengalirkan airnnya sesaat setelah terjadi hujan. Karena sumber airnya berasal dari curah hujan maka pada waktu tidak hujan sungai tersebut tidak mengalirkan air.
C. Kualitas Air Bersih
Air bersih merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan hidup manusia sehari-hari. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan ruangan tempat tinggal, menyiapkan makan, dan minum. Air yang digunakan dalam kebutuhan sehari-hari harus memenuhi syarat-syarat menteri kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat dan pengawasan kualitas air, maka parameter kualias air bersih dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih
No Parameter Satuan Kadar maksimum yang
diperbolehkan Keterangan
1 2 3 4 5
A Fisika
1 Bau - - Tidak berbau
2 Warna Skala TCU 15 -
3 Total zat padat terlarut
(TDS)
mg/l 500 -
4 Kekeruhan Skala NTU 5 -
5 Rasa - - Tidak berasa
6 Suhu ℃ Suhu udara ± ℃ -
7 Kadar
Oksigen (DO)
(22)
10
B Kimia
1 pH - 6,5-8,5 Merupakan batas
minimum dan maksimum, khusus
air hujan pH minimum 5,5
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2010)
D. Kriteria Baku Mutu Air
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang di tenggang keberadaaannya dalam air (PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air). Untuk itu agar kualitas air tetap terjaga maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan di buang ke perairan umum atau sungai harus memenuhi standart baku mutu atau kriteria mutu air sungai yang akan menjadi tempat pembuangan limbah cair tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran air sungai dapat dihindari atau dikendalikan ( Yuliastuti, 2011)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan bahwa klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu:
1. Kelas Satu : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua : Air yang peruntukannnya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga : Air yang peruntukannnya dapat digunakan untuk pembudidayan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
(23)
11
4. Kelas Empat : Air yang peruntukannnya dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
E. Pengertian Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi yaitu proses pencampuran koagulan (bahan kimia) atau pengendap ke dalam air baku dengan kecepatan perputaran yang tinggi dalam waktu yang singkat. Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air baku untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap secara gravimetri. Koagulasi merupakan proses pengolahan air dimana zat padat melayang ukuran sangat kecil dan koloid digabungkan dan membentuk flok-flok dengan cara penambahan zat kimia (misalnya PAC dan Tawas). Dari proses ini diharapkan flok-flok yang dihasilkan dapat di saring (Susanto, 2008).
Tujuan dari koagulasi adalah mengubah partikel padatan dalam air baku yang tidak bisa mengendap menjadi mudah mengendap. Hal ini karena adanya proses pencampuran koagulan kedalam air baku sehingga menyebabkan partikel padatan yang mempunyai padatan ringan dan ukurannya kecil menjadi lebih berat dan ukurannya besar (flok) yang mudah mengendap (Susanto, 2008).
Proses Koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan dengan air baku dan netralisai muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu di dalam air baku terdapat partikel-partikel padatan yang sebagian besar bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel ini cenderung untuk saling tolak-menolak satu sama lainnya sehingga tetap setabil dalam bentuk tersuspensi atau koloid dalam air. Netralisasi muatan negatif partikel-partikel padatan dilakukan dengan pembubuhan koagulan bermuatan positif ke dalam air diikuti dengan pengadukan secara cepat (Susanto, 2008).
Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara pengumpulan partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya partikel flok. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan proses flokulasi adalah pengadukan secara lambat, keadaan ini memberi kesempatan
(24)
12
partikel melakukan kontak atau hubungan agar membentuk penggabungan (agglomeration). Pengadukan lambat ini dilakukan secara hati-hati karena flok-flok yang besar akan mudah pecah melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi (Susanto, 2008).
Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi proses tersebut. Koodisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain adalah :
1. Pengaruh pH
Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang digunakan pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan flokulan yang digunakan (Susanto, R 2008).
2. Pengaruh Suhu/Temperatur
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah karena peningkatan viskositas dan perubahan setruktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur (Susanto, R 2008).
3. Konsetrasi Koagulan
Konsentrasi koagulan sangat perpengaruh terhadap tumbukan partikel, sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang megakibatkan tumbukan antar partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali (Susanto, R 2008).
4. Pengadukan
Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan flokulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-flok yang terbentuk menjadi pecah kembali (Susanto, 2008).
(25)
13
F. Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya (Sutrisno, 2014 dalam Wityasari, 2015). Dalam penelitian ini menggunakan satu jenis koagulan, yaitu aluminium sulfat (tawas). Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Tawas akan berikatan dengan kekeruhan (koloid) membentuk gumpalan atau flok. Flok kimia (kimflok) yang terbentuk lalu diendapkan di unit sedimentasi.
G. Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan flok yang telah terbentuk pada proses flokulasi akibat gaya gravitasi. Partikel yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil akan mengapung atau melayang. Waktu yang dibutuhkan untuk pengendapan bervariasi, umumnya 30 menit sampai 4 jam semakin lama proses pengendapan air yang dihasilkan semakin bagus. Lumpur halus yang di endapkan sekitar 90 sampai 95 % (BPSDM, 2014 dalam Wityasari, 2015)
H. Filtrasi
Prinsip dasar filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik, kimia, dan biologi untuk memisahkan atau menyating partikel yang tidak terendapkan dalam proses sedimentasi melalui media berpori. Flok-flok berukuran kecil atau halus yang tidak dapat diendapkan oleh proses sedimentasi antara 5 sampai dengan 10 %. Pada umumnya, media penyaringan yang digunakan terdiri dari pasir kuarsa dan antrasit atau kombinasi pasir kuarsa dengan antrasit (BPSDM, 2004 dalam Wityasari, 2015)
I. Parameter Uji Kualitas Air
Parameter-parameter uji kualitas air menurut Peraturan Menteri Kasehatan Republik Indonesia Nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010, tentang Persyaratan Kualitas Air Minum sebagai berikut :
(26)
14
1. Kekeruhan
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel yang tersuspensi lainnya (Sutrisno, 2004 dalam Wityasari, 2015). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan organik dan bahan organik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, plankton dan mikroorganisme. Kekeruhan pada sungai lebih dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang hanyut terbawa oleh aliran air (Effendi, 2003 dalam Wityasari, 2015)
2. Oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut dalam air sangat penting untuk kelangsungan kehidupan organisme air. Oksigen terlarut juga penting digunakan untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik pada proses aerobik dalam air. Sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari udara melalui proses disfusi dan hasil fotosintesis organisme di perairan tersebuat (Salmin, 2005 dalam Agustiningsih, D. 2012). Kecepatan disfusi oksigen dari udara dipengaruhi beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, gelombang dan pasang surut. (Odum, 1971 dalam Agustiningsih, 2012) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.
Dissolved Oxygen (DO), merupakan unsur terpenting dalam kandungan air dalam menghidupi makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah sangat tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut dalam air berasal dari udara dan proses fotosintesis tumbuhan air. Terlarutnya oksigen didalam tergantung pada temperatur, tekanan hidrometik udara, dan kadar udara dalam air. Pada umumnya semakin banyak oksigen/ kadar DO dalam air maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil sehingga kondisi air
(27)
15
semakin baik, sebaliknya apabila kadar oksigen semakin rendah maka derajat pengotoran makin besar sehingga kondisi air semakin jelek (tercemar).
3. pH (Derajat Keasaman )
pH merupakan istilah untuk menyatakan keadaan asam atau basa pada suatu larutan. Air murni mempunyai pH 7, pH di bawah 7 bersifat asam sedang pH di atas 7 bersifat basa (Kusnaidi, 2002 dalam Wityasri, 2015). Derajat keasamn (pH) menggambarkan konsentrasi ion hidrologen yang terkandung dalam perairan. pH air akan sangat berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. Nilai pH air yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme dalam air adalah pH 6-8 (Effendi, 2003 dalam Wityasari, 2015).
4. TSS (Total Suspended Solid)
TSS atau padatan tersuspensi total adalah padatan yang tidak terlarut di dalam air, berupa partikel yang menyebabkan air keruh, gas terlarut, dan mikroorganisme penyebab bau dan rasa. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003 dalam Wityasari, 2015). Jumlah padatan tersuspensi di dalm air dapat di ukur menggunakan metode gravimetrik atau alat ukur turbidimeter. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar atau cahaya kedalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Kusnaedi, 2001 dalam Wityasari, 2015).
(28)
16 BAB IV
METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian
Tahap awal penelitian pengolahan kualitas air sungai dimulai dari studi pustaka yaitu mencari data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian, dilanjutkan dengan survei lapangan untuk mencari lokasi penelitian.Tahap selanjutnya melakukan pengamatan fisik lokasi penelitian yang akan dijadikan sebagai sampel. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan alat uji pengolahan air (water treatment) sederhana dengan metode koagulasi, flokulasi menggunakan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendung dan menggunakan pasir kuarsa sebagai filtrasi.
Setelah pembuatan alat pengolahan air (water treatment) sederhana dengan metode koagulasi, flokulasi menggunakan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendungdan filtrasi menggunakan pasir kuarsa telah selesai,serta bahan yang akan digunakan untuk pengujian telah siap, maka selanjutnya dilakukan pengambilan sampel air yang akan dilakukan pengujian. Sampel air baku yang akan digunakan sebagai peneliatian diambil pada Selokan Mataram karena air di Selokan Mataram memiliki kekeruhan yang tinggi pada saat dilakukan survei lapangan dengan melakukan pengamatan fisik dengan membandingkan sungai-sungai yang sebelumnya telah di survei diantaranya Sungai Winongo, Sungai Bedog, dan Sungai Code. Proses pengujian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan alat uji (water treatment) sederhana yang telah dibuat. Hasil air sampel yang kita uji di kirim dan diujikan di Balai Besar Teknik Lingkungan Kesehatan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta (BBTLKPP Yogyakarta) dengan parameter yang diujikan berupa nilaikekeruhan, kadar DO (Dissolved Oxygen) dan pH air. Setelah pengujian selesai dilakukan pengambilan polutan tersuspensi pada alat uji untuk di timbang dan dibandingkan efektifitas pada tiap segmen di Laburatorium Rekayasa Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan dengan analisis dan pembahasan serta kesimpulan. Tahapan penelitian yang
(29)
17
dilakukan dapat digambarkan dengan skema (flow chart) penelitian seperti terlihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Bagan alir tahapan penelitian Persiapan:
1. Observasi Lapangan 2. Persiapan Alat dan Bahan
Pengambilan Sampel Air Baku
Pengujian Sampel dengan Alat Uji Water Tretment Sederhana
Pengambilan sampel hasil pengujian untuk diuji nilai kekeruhan, kadar DO, pH di
ujikan di BBTKLPP Yogyakarta
Analisis Data
Studi Pustaka / Study Literature
Pembahasan dan Kesimpulan Mulai
Selesai
Pengujian kadar polutan terendap pada alat uji water
treatment sederhana di Laboratorium Rekayasa
(30)
18
B. Alat Uji Water Treatment
Penelitian ini mengunakan alat uji water treatment sederhana dengan koagulasi menggunakan tawas dan flokulasi model baffled channelflocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendung, dan filtrasi menggunakan media pasir kuarsa. Pembuatan alat uji water treatment ini berdasarkan contoh dari sistem kerja pengolahan air di PDAM, lalu di buat dengan skala yang lebih kecil sehingga dapat digunakan untuk dilakukan penelitian skala laboratorium. Cara kerja alat uji water tretment yaitu dengan cara memasukkan air sampel ke dalam bak inlet penampung kapasitas 150 liter kemudian di alirkan dengan alat bantu pompa air ke unit koagulasi, flokulasi dengan debit pompa 59,88 ml/detik. Saat air jatuh pada segmen1 pada unit koagulasi flokulasi bersamaan koagulan tawas diteteskan sehingga tercampur dengan air sampel. Proses koagulasi-flokulasi terjadi ketika air melewati baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), atau sekat-sekat yang saling terhubung, dengan lubang bagian atas pada sekat pertama sertadibawah pada sekat kedua dan seterusnya, air mengalir melewati halangan tersebut secara naik turun,mengakibatkan koagulan tawas tercampur secara hidrolis dan terbentuklah flok yang disebut dengan proses flokulasi. Setelah mengalami proses koagulasi flokulasi air masuk kedalam segmen 2 pada unit sedimentasi dimana air tertahan dikarenakan adanya sekat atau bendung yang menahan aliran air, unit ini berfungsi sebagai tempat pengandapan flok yang telah terbentuk pada proses flokulasi sehingga terjadi mengendapan akibat gaya grafitasi. Partikel yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil akan menapung dan melayang. Pada proses selanjutnya air melewati segmen 3 pada unit filtrasi dengan media pasir kuarsa dengan tujuan menyaring polutan atau flok yang lolos terbawa oleh air setelah melewati unit sedimentasi. Air yang telah melewati unit filtrasi kemudian ditampung pada bak penampung outlet.
Proses koagulasi, fokulasi model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendung, dan filtrasi menggunakan media pasir kuarsa bertujuan untuk memperoleh output air yang lebih baik dari
(31)
19
input. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat meningkatkat kualias air Selokan Mataran sebagai air baku menjadi air bersih.
Gambar 4.2 Skema alat uji water treatment potongan memanjang Keterangan:
a. Segmen1: proses koagulasi-flokulasi, koagulasi dengan menggunakan koagulan tawas (aluminium sulfat), flokulasi menggunakan metode baffled channel flocculators type vertical flow (over and under)
b. Segmen 2: unit pengendapan
c. Segmen 3: unit filtrasi menggunakan media pasir kuarsa
C. Lokasi Penelitian
Penelitian sampel air dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan mengambil sampel air Selokan Matarampada lanjutan hulu selokan bagian tengah tepatnya di Desa Trihanggo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan mengambil jumlah sampel air bakusebanyak 250 liter untuk dilakukan pengujian. Hasil air sampel dari pengujian air diujikan di Balai Besar Teknik Lingkungan Kesehatan dan
(32)
20
Pengendalian Penyakit Yogyakarta (BBTKLKPP Yogyakarta). Banyaknya sempel yang diujikan sebanyak 13 sampel dengan parameter pengujian nilai kekeruhan, kadar DO (Dissolved Oxygen), dan pH.
D. Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan pada bulan Agustus sampai akhir bulam Oktober. Untuk pembuatan alat uji water treatment dimulai awal Agustus dan selesai pada tanggal 17 September 2016. Pengambilan sampel air baku pengujian dilakukan pada sore haridi Selokan Mataram pada tanggal 21 September 2016. Pengujian air sempel di laboratorim di lakukan pada tanggal 22 September 2016 dengan alat uji water treatmentkoagulasi menggunakan tawas, flokulasi model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under),sedimentasi dengan bendung, dan pengunaan pasir kuarsa sebagai media filtrasi, dilanjutkan dengan mengujikan air sampel di BBTKLLPP Yogyakarta dengan parameter pengujian kekeruhan, kadar DO (Dissolved Oxygen), dan pH tanggal penerimaan sampel uji tertulis tanggal 22 September 2016 dan selesai pada tanggal 6 Oktober 2016.
.
E. Sumber Data
Sumber-sumber data diperoleh dari : 1. Data Primer
Data primer didapatkan langsung dari hasil pengujian menggunakan alat uji water treatmentkoagulasi dan flokulasi modelbaffled channelflocculators type vertical flow (over and under),sedimentasi dengan bendung, dan pengunaan pasir kuarsa sebagai media filtrasi dengan parameter pengujian yaitu kadar DO, pH, dan kekeruhan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung. Pada penelitian ini sumber data sekunder yang digunakan adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
(33)
21
F. Langkah-Langkah Penelitian 1. Persiapan alat
Alat-alat yang diperlukan dalam koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi:
a. Alat Koagulasi terbuat dari botol plastik berukuran 740 ml yang telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan melubangi bagian bawah botol dan melubangi bagian tutupnya. Bagian bawah botol dilubangi untuk memasukkan larutan tawas ke botol, bagian tutup botol dilubangi lalu dipasang selang berukuran 5 mm sepanjang 10 cm yang telah terpasang alat pengatur debit sehingga jumlah koagulan dapat di atur. Fungsi alat ini sebagai penetes koagulan tawas.
b. Unit flokulasi sedimentasi dan filtrasi terbuat dari Talang air sepanjang 2 meter dengan jumlah 4 buah yang dipasang bertingkat pada papan kayu lapis (multiplek) dengan kemiringan slope talang air 0,005 atau dalam 2 meter beda tinggi 1 cm.Talang air pertama, kedua, ketiga, dan keempat pada ujung nya di lubangi dan dipasang pipa 1in yang nantinya berfungsi sebagai penyalur air dari talang atas ke talang yang ada dibawahnya. Talang air pertama dan kedua digunakan sebagai unit flokulasi dengan model baffed channel type vertical flow (over and under) dengan memasangkan sekat-sekat yang terbuat dari policarbonate. Talang air ketiga digunakan sebagai unit sedimentasi dengan menggunakan bendung terbuat dari policarbonate. Talang air ke empat digunakan sebagai unit filtrasi menggunakan media pasir kuarsa.
c. Bak penampung dengan kapasitas 150 liter untuk menampung sampel air Selokan Mataram (inlet) sebelum dipompa masuk pada alat uji water treatment, dan 50 liter sebagai penampung hasil akhir air sampel setelah pengujian (outlet).
d. Pompa air model celup dan pipa diameter 0,5 inch dengan panjang 2 meter yang berfungsi untuk mengalirkan sampel air dari bak penampung ke alat uji water treatment.
(34)
22
2. Bahan-bahan yang digunakan a. Bahan Penelitian (Sampel Air)
Bahan yang diteliti adalah sampel air baku yangdiambil dari Selokan Mataram sebanyak 250 liter .
b. Bahan untuk koagulasi
Bahan yang digunakan untuk koagulasi adalah koagulan tawas (alumunium sulfat) dengan kadar 2 gram dalam 400 ml air sedangkan debit penetes adalah 0,5988 ml/detik.
c. Bahan yang digunakan untuk flokulasi
Bahan yang digunakan untuk flokulasi dengan model baffed channel type vertical flow (over and under) adalah sekat-sekat yang terbuat dari policarbonate yang yang dipasangkan pada talang air. Sekat satu dan sekat yang lain memiliki perbedaan dimana sekat pertama memiliki lubang pada bagian atasnya dan sekat yang ke dua memiliki lubang pada bagian bawah dengan besar lubang berukuran panjang 4cm dan tinggi 1 cm. Pemasangan dilakukan berseling pada lubang pada sekat atas dan bawah.
d. Bahan untuk sedimentasi
Bahan yang digunakan untuk sedimentasi adalah bendung yang terbuat dari policarbonate. Bendung ini dipasang pada talang air ketiga pada jarak 1,5 meter dengan tinggi bendung 7 cm.
e. Bahan untuk filtrasi
Bahan yang digunakan untuk filtrasi adalah dengan media pasir kuarsa yang diletakkan pada talang air ke empat sepanjang 1,5 meter dengan ketebalan pasir kuarsa 5 cm.
3. Pelaksanaan Penelitian
a. Menentukan kadar tawas optimum dengan cara sebagai berikut: 1) Menghaluskan tawas sebanyak 2 gram dengan cara di tumbuk. 2) Melarutkan tawas 2 gram dalam 200 ml air
3) Memasukan larutan tawas 2 ml, 4 ml, 6 ml, ke dalam masing masing 400 ml dalam sampel air sungai.
(35)
23
4) Mengaduk masing-masing sampel air sungai yang telah diberikan larutan koagulan tawas dalam waktu 1 menit.
5) Mengamati masing-masing sampel air dalam waktu 10 menit, 20 menit dan 30 menit.
6) Menentukan kadar optimum koagulan tawas yang akan digunakan pada penelitian dengan cara mengamati secara visual / kasat mata masing-masing sampel air sungai yang telah diberikan koagulan tawas manakah dari ke tiga percoban yang mengalami flokulasi pengikatan partikel-partikel halus dalam air menjadi flok tercepat dengan mengambil kadar yang seminimal mungkin.
b. Menentukan debit pompa air inlet, dan debit penetes koagulan tawas sehingga mendekati kadar tawas optimum.
c. Pengambilan sampel air pada setiap titik alat uji water treatmentpada menit ke-0, menit ke-10, menit ke-20, menit ke-30 meliputi: segmen 1 unit koagulasi flokulasi, segmen 2 unitsedimentasi, dan segmen 3 sebagai unit filtrasi. Titik-titik pengambilan sampel air pada gambar 4.3 sebagai berikut :
(36)
24
Langkah-langkah pengambilan sampel aih hasil pengujian adalah sebagai berikut: 1) Air sungai dimasukkan dalam bak penampung (inlet) kemudian
dialirkan menggunakan pompa, sebelum air memasuki sagmen 1 unit water treatment diambil sempel air untuk pengujian sampel inlet. 2) Titik 1 menit ke-0, air dari inlet dialirkan dengan pompa pada unit
water tretment pada segmen 1 setelah air mengalami koagulasi dan flokulasi, sebelum jatuh pada segmen 2 pada unit sedimentasi diambil sebagian air untuk di uji.
3) Titik 2 menit ke-0, setelah air mengalir pada segmen 2 pada unit sedimentasi dengan bendung, sebelum jatuh ke segmen 3 pada unit filtrasi air diambil untuk di uji.
4) Titik 3 menit ke-0, setelah air mengalir melalui segmen 3 unit filtrasi serta mengalami filtasi dengan media pasir kuarsa sebelum jatuh pada penampung output air diambil untuk di uji.
5) Untuk Percobaan nenit ke-10, ke-20, ke-30 langkah-langkah pengambilan sampel sama dengan percobaan pada menit ke-0. 6) Setelah selesai pengambilan sampel air yang akan diuji maka
lilakukan pengambilan polutan tersuspensi pada alat uji untuk di timbang dan dibandingkan efektifitas pada tiap segmen di Laboratotium Rekayasa Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
d. Sampel air hasil pengujian pada setiap titik pengambilan, air sampel diambil sebanyak 1500 ml, kemudian dimasukkan kedalam botol air mineral untuk di analisis kandungan kadar kekeruhan, DO, pH di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Penanggulangan Penyakit Yogyakarta (BBTKLPP Yogyakarta).
G. Metode Pengujian
Pada penelitian kali ini pengujian sampel air yang telah diuji dengan alat uji water treatment dengan metode koagulasi, flokulasi menggunakan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendung dan menggunakan pasir kuarsa sebagai unit filtrasi di ujikan di
(37)
25
BBTKLPP Yogyakarta. Metode yang digunakan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta (BBTKLPP Yogyakarta) untuk menguji kekeruhan adalah dengan menggunakan alat netelometer metode uji SNI 06-6968.25-2005. Untuk pengujian kadar DO (Dissolved Oxygen) menggunakan alat DO meter hach model 16046 dengan metode APHA 2012, section 4500-OG.Sedangkan untuk penguian pH menggunakan metode uji SNI 06-6989.11-2004.
Sedangkan untuk pengujian kadar polutan terendap pada alat uji dilakukan secara manual di Laboratorium Rekayasa Lingkungan UMY dengan cara mengambil polutan lumpur yang tertinggal pada alat uji lalu disaring menggunakan kertas saring dan polutan lumpur tersaring di ofen untuk mengetahui jumlah (mg) polutan lumpur pada tiap segmen.
(38)
26 BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pengujian dilaksanakan pada tanggal 22 September 2016 dengan pengujian air Selokan Mataram dengan unit water treatment melalui segmen 1 koagulasi, flokulasi, segmen 2 sedimentasi, dan segmen 3 filtrasi. Pengambilan hasil sampel pada masing-masing unit pengolahan pada menit ke 0, 10, 20, 30.
A. Perubahan Kualitas Air 1. Nilai Kekeruhan Air
Tabel 5.1 Hasil pengujian nilai kekeruhan Segmen Kekeruhan
Menit 0
Kekeruhan Menit 10
Kekeruhan Menit 20
Kekeruhan Menit 30
Inlet 458 458 458 458
Segmen 1 145 110 168 180
Segmen 2 103 93 128 144
Segmen 3 32 22 38 48
Sumber : Hasil Pengujian BBTKLPP Yogyakarta, 2016 (dalam lampiran III)
(39)
27
Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 0 segmen1 kekeruhan turun menjadi 145 NTU, segmen 2 turun menjadi 103 NTU, segmen 3 turun menjadi 32 NTU.
Gambar 5.2 Grafik nilai kekeruhan menit 10
Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.2 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 10 segmen1 kekeruhan turun menjadi 110 NTU, segmen 2 turun menjadi 93 NTU, segmen 3 turun menjadi 22 NTU.
(40)
28
Gambar 5.3 Grafik nilai kekeruhan menit 20
Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air input yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 20 segmen1 kekeruhan turun menjadi 168 NTU, segmen 2 turun menjadi 128 NTU, segmen 3 turun menjadi 38 NTU.
Gambar 5.4 Grafik nilai kekeruhan menit 30
Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.4 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water
(41)
29
treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan, dimana awal mula air input yang masuk memiliki nilai kekeruhan sebesar 458 NTU, pada menit ke- 30 segmen1 kekeruhan turun menjadi 180 NTU, segmen 2 turun menjadi 144 NTU, segmen 3 turun menjadi 48 NTU.
Gambar 5.5 Grafik perbandingan nilai kekeruhan setelah melewati segmen 1, 2, dan 3 selama pengujian pada menit ke 0, 10, 20, dan 30
Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.1, 5.2, 5.3, 5.4, dan 5.5 dapat dilihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai kekeruhan air mengalami penurunan pada setiap segmennya. Dari beberapa pengujian dari menit 0, 10, 20, dan 30 dapat kita lihat nilai penurunan kekeruhan paling besar terjadi pada segmen 1 yaitu pada proses koagulasi-flokulasi sehingga pada segmen 1 sangat efektif untuk menurunkan nilai kekeruhan air yang tinggi. Hasil nilai kekeruhan selama pengujian dari menit ke 0, 10, 20, dan 30 belum memenuhi peryaratan kualitas air bersih menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010 dimana nilai maksimum kekeruhan 5 NTU.
(42)
30
2. Nilai Kadar DO
Tabel 5.2 Hasil pengujian kadar DO (Dissolved Oxygen)
Segmen DO
Menit 0
DO Menit 10
DO Menit 20
DO Menit 30
Inlet 5,1 5,1 5,1 5,1
Segmen 1 5,5 5,6 5,8 6
Segmen 2 5,5 5,7 5,9 5,9
Segmen 3 5,6 5,6 5,8 5,8
Sumber : Hasil Pengujian BBTKLPP Yogyakarta, 2016 (dalam lampiran III)
Gambar 5.6 Grafik kadar DO menit 0
Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.6 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 0 segmen 1 naik menjadi 5,5 mg/l, segmen 2 tetap 5,5 mg/l, segmen 3 naik menjadi 5,6 mg/l.
5,1
5,5 5,5
5,6
4,8 4,9 5 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Kad
ar
DO
(mg
/l
)
(43)
31
Gambar 5.7 Grafik kadar DO menit 10
Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.7 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 10 segmen 1 naik menjadi 5,6 mg/l, segmen 2 naik menjadi 5,7 mg/l, segmen 3 turun menjadi 5,6 mg/l.
Gambar 5.8 Grafik kadar DO menit 20
Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.8 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water
(44)
32
treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 20 segmen 1 naik menjadi 5,8 mg/l, segmen 2 naik menjadi 5,9 mg/l, segmen 3 turun menjadi 5,8 mg/l.
Gambar 5.9 Grafik kadar DO menit 30
Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.9 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 5,1 mg/l, pada menit ke- 30 segmen 1 naik menjadi 6 mg/l, segmen 2 turun menjadi 5,9 mg/l, segmen 3 turun menjadi 5,8 mg/l.
(45)
33
Gambar 5.10 Grafik perbandingan nilai DO (Dissolved Oxygen) setelah melewati segmen 1, 2, 3 selama percobaan menit ke 0, 10, 20, dan 30
Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.6, 5.7, 5.8, 5.9, dan 5.10 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) mengalami perubahan. Nilai Kadar DO pada pengujian menit ke 0, 10, 20, dan 30 mengalami kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dimana nilai inlet awal sebesar 5,1 mg/l pada menit ke- 0 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 10 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 20 naik menjadi 5,8 mg/l, pada menit ke- 30 naik menjadi 5,8 mg/l. Dari beberapa pengujian dari menit 0, 10, 20, dan 30 dapat kita lihat nilai kenaikan DO paling efektif terjadi pada segmen 1 yaitu pada proses koagulasi- flokulasi. Hal ini disebabkan karena kecepatan debit yang masuk pada unit segmen 1 cukup besar sehingga terjadi difusi oksigen dalam air, selain itu juga dengan model unit flokulasi menggunakan model baffled channel flocculators type vertical flow (over and under) dapat memberikan perubahan atau pengaruh terhadap kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air karena air yang melewati unit flokulasi ini air akan melewati sekat-sekat yang memiliki pola naik dan turun sehingga dengan debit air yang besar maka terjadi gejolak/gelombang air sehingga terjadi disfusi oksigen dalam air. Hasil nilai DO (Dissolved Oxygen) selama pengujian dari menit ke 0, 10, 20, dan 30 sudah memenuhi peryaratan masuk dalam kategori air kelas 1 menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010.
(46)
34
3. Kadar Derajat Keasaman (pH)
Tabel 5.3 Hasil pengujian kadar derajat keasaman (pH)
Segmen pH
Menit 0
pH Menit 10
pH Menit 20
pH Menit 30
Inlet 6,7 6,7 6,7 6,7
Segmen 1 6,5 6,5 6,5 6,5
Segmen 2 7,1 6,9 6,7 6,6
Segmen 3 6,4 6,5 6,6 6,5
Sumber : Hasil Pengujian BBTKLPP Yogyakarta, 2016 (dalam lampiran III)
Gambar 5.11 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 0
Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.9 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment pH dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 0 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 7,1 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,4 mg/l.
6,7
6,5
7,1
6,4
6 6,2 6,4 6,6 6,8 7 7,2
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
(p
H
)
(47)
35
Gambar 5.12 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 10
Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.10 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment pH dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 10 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 6,9 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,5 mg/l.
Gambar 5.13 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 20
Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.11 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water
(48)
36
treatment pH dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 20 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 6,7 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,6 mg/l.
Gambar 5.14 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 30
Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.12 dapat di lihat bahwa setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment pH dalam air mengalami perubahan, dimana awal mula air inlet yang masuk memiliki kadar DO (Dissolved Oxygen) sebesar 6,7 mg/l, pada menit ke- 30 segmen 1 turun menjadi 6,5 mg/l, segmen 2 naik menjadi 6,6 mg/l, segmen 3 turun menjadi 6,5 mg/l.
(49)
37
Gambar 5.15 Grafik perbandingan kadar derajat keasaman (pH) setelah melewati segmen 1, 2, 3 selama percobaan menit ke 0, 10, 20, dan 30
Berdasarkan Tabel 5.3 dan Gambar 5.11, 5.12, 5.13, 5.14 dan 5.15 dapat dilihat setelah air sampel Selokan Mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai pH air mengalami fluktuasi, baik mengalami kenaikan dan penurunan di tiap menitnya hal ini di akibatkan oleh perubahan suhu air, koagulan tawas yang terlarut dalam air juga akan mempengaruhi nilai pH, selain itu proses dalam pengolahan air juga mempengaruhi nilai ph setiap waktu.
B. Polutan Terendap Pada Alat Uji
Tabel 5.4 Hasil Pengujian kadar polutan terendap
Segmen Kadar Polutan Terendap (mg)
Segmen 1 32,74
Segmen 2 6,10
Segmen 3 7,03
(50)
38
Gambar 5.16 Grafik kadar polutan terendap pada alat uji
Dilihat dari tabel 5.4 dan gambar 5.16 dapat di simpulkan setelah sampel air selokan mataram yang di uji melalui segmen 1, 2 dan 3 air mengalami penurunan nilai kekeruhan paling maksimal terjadi pada segmen 1 pada unit koagulasi-flokulasi, dimana pada unit flokulasi terjadi penumpukan endapan polutan lumpur yang cukup besar. Hal ini menunjukkan segmen 1 koagulasi flokulasi dalam pengolahan air baku menjadi air bersih sangat efektif dalam menurunkan kadar kekeruhan air.
32,74
6,1 7,03
0 5 10 15 20 25 30 35
Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
P
o
lu
ta
n
teren
d
a
p
(mg)
(1)
8
c) Titik 2 menit ke-0, setelah air mengalir padasegmen 2 pada unit sedimentasi dengan bendung, sebelum jatuh ke segmen 3 pada unit filtrasi air diambil untuk di uji.
d) Titik 3 menit ke-0, setelah air mengalir melalui segmen 3 unit filtrasi serta mengalami filtasi dengan media pasir kuarsa sebelum jatuh pada penampung output air diambil untuk di uji.
e) Untuk Percobaan nenit ke-10, ke-20, ke-30 langkah-langkah pengambilan sampel sama dengan percobaan pada menit ke-0.
f) Setelah selesai pengambilan sampel air yang akan diuji maka lilakukan pengambilan polutan tersuspensi pada alat uji untuk di timbang dan dibandingkan efektifitas pada tiap segmen di Laboratotium Rekayasa Lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4) Sampel air hasil pengujian pada setiap titik pengambilan air, air sampel diambil sebanyak 1500 ml, kemudian dimasukkan kedalam botol air mineral untuk di analisis kandungan kadar kekeruhan, DO, pH di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Penanggulangan Penyakit Yogyakarta (BBTKLPP Yogyakarta)
5.
Metode Pengujian
Pada penelitian kali ini pengujian sampel air yang telah diuji dengan alat uji water treatment dengan metode koagulasi, flokulasi menggunakan model
baffled channel flocculators type vertical flow (over and under), sedimentasi dengan bendung dan menggunakan pasir kuarsa sebagai unit filtrasi di ujikan di BBTKLPP Yogyakarta. Metode yang digunakan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta (BBTKLPP Yogyakarta) untuk menguji kekeruhan adalah dengan menggunakan alat netelometer metode uji SNI 06-6968.25-2005. Untuk pengujian kadar DO (Dissolved Oxygen) menggunakan alat DO meter
hach model 16046 dengan metode APHA 2012, section 4500-OG.Sedangkan untuk penguian pH menggunakan metode uji SNI 06-6989.11-2004. Sedangkan untuk pengujian kadar polutan pada alat uji dilakukan secara manual di Laboratorium Rekayasa Lingkungan UMY dengan cara mengambil polutan lumpur yang tertinggal pada alat uji lalu disaring menggunakan kertas saring dan polutan lumpur tersaring di ofen untuk
mengetahui jumlah (mg) polutan lumpur pada tiap segmen.
F.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.
Perubahan Kualiatas Air sampel
setelah dilakukan proses pengujian
alat water tretment melewati segmen
1, 2, dan 3
1.
Nilai Kekeruhan Air
Tabel 5.1. Hasil pengujian nilai kekeruhan Seg
men
Kekeru han Menit 0
Kekeru han Menit
10
Kekeru han Menit
20
Kekeru han Menit
30
Inlet 458 458 458 458
Seg
men 1 145 110 168 180
Seg
men 2 103 93 128 144
Segme
n3 32 22 38 48
Sumber: Hasil Pengujian, 2016
Gambar 5.1 Grafik kadar kekeruhan menit 0
Gambar 5.2 Grafik kadar kekeruhan menit 10 458
110 93
22 0
100 200 300 400 500
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Kekeru
h
a
n
(N
TU
)
(2)
9
Gambar 5.3 Grafik kadar kekeruhan menit 20
Gambar 5.4 Grafik kadar kekeruhan menit 10
Gambar 5.5 Grafik perbandingan nilai kekeruhan setelah pengujian pada menit 0, 10, 20, dan 30
Berdasarkan tabel 5.1 dan gambar 5.1, 5.2, 5.3, 5.4, dan 5.5 dapat dilihat bahwa setelah air sampel selokan mataram yang di uji melalui segmen 1,2, dan 3 dengan alat uji water treatment
kadar kekeruhan air mengalami penurunan pada setiap segmennya. Dari beberapa pengujian dari menit 0, 10, 20, dan 30 dapat kita lihat nilai penurunan kekeruhan paling efektif terjadi pada segmen 1 yaitu pada proses koagulasi-flokulasi sehingga pada segmen 1 sangat baik untuk menurunkan nilai kekeruhan ait yang tinggi. Hasil nilai kekeruhan selama pengujian dari menit ke 0, 10, 20, dan 30 belum memenuhi peryaratan kualitas air bersih menurut Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia
No.492/MENKES/PER/IV/2010 dimana nilai maksimum kekeruhan 5 NTU.
2.
Nilai Kadar DO (Dissolved Oxygen)
Tabel 5.2. Hasil pengujian kadar DO (Dissolved Oxygen)
Segmen DO Menit 0
DO Menit
10
DO Menit
20
DO Menit
30
Inlet 5,1 5,1 5,1 5,1
Segmen 1
5,5 5,6 5,8 6
Segmen 2
5,5 5,7 5,9 5,9
Segmen 3
5,6 5,6 5,8 5,8
Sumber: Hasil Pengujian, 2016
Gambar 5.6 Grafik kadar kekeruhan menit 10
Gambar 5.7 Grafik kadar kekeruhan menit 10
Gambar 5.8 Grafik kadar kekeruhan menit 10 458
168
128
38 0
100 200 300 400 500
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Ke
keru
h
an
(N
T
U
)
Menit ke- 20
458
180
144
48 0
100 200 300 400 500
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Ke
keru
h
an
(N
T
U
)
Menit ke- 30
5,1
5,5 5,5 5,6
4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Ka
d
a
r
DO
(mg/l
)
Menit ke- 0
5,1
5,6 5,7 5,6
4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Kad
ar
DO
(mg
/l
)
Menit ke- 10
5,1
5,8 5,9 5,8
4,5 5 5,5 6
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Kad
ar
DO
(mg
/L)
(3)
10
Gambar 5.9 Grafik kadar kekeruhan menit 10
Gambar 5.10 Grafik perbandingan kadar DO (Dissolved Oxygen) setelah pengujian pada menit 0,
10, 20, dan 30
Berdasarkan tabel 5.2 dan gambar 5.6, 5.7, 5.8, 5.9, dan 5.10 dapat di lihat bahwa setelah air sampel selokan mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment kadar DO (Dissolved Oxygen) mengalami perubahan. Nilai Kadar DO pada pengujian menit ke 0, 10, 20, dan 30 mengalami kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dimana nilai inlet awal sebesar 5,1 mg/l pada menit ke- 0 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 10 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 20 naik menjadi 5,8 mg/l, pada menit ke- 30 naik menjadi 5,8 mg/l. Dari beberapa pengujian dari menit 0, 10, 20, dan 30 dapat kita lihat nilai kenaikan DO paling efektif terjadi pada segmen 1 yaitu pada proses koagulasi- flokulasi. Hal ini disebabkan karena kecepatan debit yang masuk pada unit segmen 1 cukup besar sehingga terjadi difusi oksigen dalam air, selain itu juga dengan model unit flokulasi menggunakan model
baffled channel flocculators type vertical flow (over and under) dapat memberikan perubahan atau pengaruh terhadap kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dalam air karena air yang melewati unit flokulasi ini air akan melewati sekat-sekat yang memiliki pola naik dan turun sehingga dengan debit air yang besar maka terjadi gejolak/gelombang air sehingga terjadi disfusi oksigen dalam air. Hasil nilai DO (Dissolved Oxygen) selama pengujian dari menit ke 0, 10, 20,
dan 30 sudah memenuhi peryaratan masuk dalam kategori air kelas 1 menurut Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia
No.492/MENKES/PER/IV/2010.
3.
Nilai Derajat Keasaman (pH)
Tabel 5.3. Hasil pengujian kadar derajat keasaman (pH)
Segmen pH Menit 0
pH Menit
10
pH Menit
20
pH Menit
30
Inlet 6,7 6,7 6,7 6,7
Segmen
1 6,5 6,5 6,5 6,5
Segmen
2 7,1 6,9 6,7 6,6
Segmen
3 6,4 6,5 6,6 6,5
Sumber: Hasil Pengujian, 2016
Gambar 5.11 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 0
Gambar 5.12 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 10
5,1
6 5,9
5,8
4,5 5 5,5 6 6,5
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Kad
ar
DO
(mg
/l
)
Menit ke- 30
6,7
6,5
7,1
6,4
6 6,2 6,4 6,6 6,8 7 7,2
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
(p
H
)
Menit ke- 0
6,7
6,5
6,9
6,5
6,2 6,4 6,6 6,8 7
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
(p
H
)
(4)
11
Gambar 5.13 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 10
Gambar 5.14 Grafik kadar derajat keasaman (pH) menit 10
Gambar 5.15 Grafik perbandingan kadar derajat keasaman (pH) setelah pengujian pada menit 0,
10, 20, dan 30
Berdasarkan tabel 5.3 dan gambar 5.11, 5.12, 5.13, 5.14 dan 5.15 dapat dilihat setelah air sampel selokan mataram yang di uji melalui segmen 1, 2, dan 3 dengan alat uji water treatment nilai pH air mengalami fluktuasi, baik mengalami kenaikan dan penurunan di tiap menitnya hal ini di akibatkan oleh perubahan suhu air, koagulan tawas yang terlarut dalam air mempengaruhi nilai pH selain itu proses dalam pengolahan air juga mempengaruhi nilai pH, selain itu proses dalam pengolahan air juga mempengaruhi hilai ph setiap waktu.
B.
Polutan Tersedimen Pada Alat Uji
Tabel 5.4. Hasil Pengujian kadar polutan tersedimen
Segmen Kadar Polutan
Terendap (mg)
Segmen 1 32,74
Segmen 2 6,10
Segmen 3 7,03
Sumber: Hasil Pengujian,2016
Gambar 5.16. Grafik kadar polutan terendap pada alat uji
Dilihat dari tabel 5.4 dan gambar 5.16 dapat di simpulkan setelah sampel air selokan mataram yang di uji melalui proses segmen 1, 2, dan 3 air mengalami penurunan kadar kekeruhan paling maksimal terjadi pada segmen 1 pada unit koagulasi-flokulasi, dimana pada unit flokulasi terjadi penumpukan endapan polutan lumpur yang cukup besar. Hal ini menunjukkan segmen 1 koagulasi flokulasi dalam pengolahan air baku menjadi air bersih sangat efektif dalam menurunkan kadar kekeruhan air.
G.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Setelah air sampel mengalami proses pengolahan menggunakan alat uji water treatment melewati segmen 1, 2. dan 3 maka di dapat hasil sebagai berikut:
a. Nilai kekeruhan pada pengujian menit ke 0, 10, 20, dan 30 mengalami penurunan nilai kekeruhan dimana nilai inlet awal sebesar 458 NTU setelah melewati segmen 1, 2, dan 3 pada menit ke- 0 turun menjadi 32 NTU, pada menit ke- 10 turun menjadi 22 NTU, 6,7
6,5
6,7
6,6
6,4 6,5 6,6 6,7 6,8
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
(p
H
)
Menit ke-20
6,7
6,5
6,6
6,5
6,4 6,5 6,6 6,7 6,8
Inlet Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
(p
H
)
Menit ke- 30
32,74
6,1 7,03
0 10 20 30 40
Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Po
lu
ta
n
tere
n
d
ap
(mg
)
(5)
12
pada menit ke- 20 turun menjadi 38NTU, pada menit ke-30 turun menjadi 48 NTU. Dengan meliahat hasil akhir nilai kekeruhan pada menit 0, 10, 20, dan 30 menunjukkan hasil pengujian air belum memenuhi peryaratan kualitas air bersih menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010 dimana nilai maksimum kekeruhan adalah 5 NTU.
b. Nilai Kadar DO pada pengujian menit ke 0, 10, 20, dan 30 mengalami kenaikan kadar DO (Dissolved Oxygen) dimana nilai inlet awal sebesar 5,1 mg/l pada menit ke- 0 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 10 naik menjadi 5,6 mg/l, pada menit ke- 20 naik menjadi 5,8 mg/l, pada menit ke- 30 naik menjadi 5,8 mg/l. Dengan melihat hasil akhir nilai kadar DO pada menit 0, 10, 20, dan 30 menunjukkan hasil pengujian air terjadi peningkatan kadar DO pada air sampel setelah dilakukan pengujian. Sehingga sudah memenuhi peryaratan kualitas air bersih, masuk dalam kategori air kelas 1 menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
No.492/MENKES/PER/IV/2010. c. Hasil nilai pH air selama pengujian dari
menit ke 0, 10, 20, dan 30 mengalami penurunan dari inlet sebesar 6,7 pada menit 0 turun 6,4, menit 10 turun 6,5, menit 20 turun 6,6, menit 30 turun 6,5. Nilai pH akan selalu berubah-ubah selama proses pengujian hal ini dapat disebabkan oleh berubahnya suhu air akibat cuaca, dan pengaruh koagulan tawas yang terlarut dalam air pada proses pengujian menyebabkan pH air selalu berubah-ubah.
2. Setelah dilakukan pengujian kadar polutan terendap yang tertinggal pada alat uji. Dapat disimpulkan penurunan nilai kekeruhan paling besar terjadi pada segmen 1 proses koagulasi-flokulasi dengan total kadar lumpur terendap pada alat uji sebesar 32,74 mg.
B.
Saran
Penelitian ini tentu masih memiliki beberapa kekurangan yang sekiranya dapat diperbaiki dan bertujuan untuk memperoleh hasil
yang akurat pada penellitian selanjutnya, maka peneliti menyarankan sebagai berikut:
a. Air sungai yang diambil sebaiknya segera dilakukan pengujian, hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan pada air, sehingga air yang di uji sesuai dengan keadaan awal tidak mengalami perubahan yang terlalu jauh pada saat dilakukan pengujian.
b. Penentuan kadar koagulan tawas pada penelitian ini masih secara fisual sehingga belum terlalu efektif untuk menentukan kadar koagulan optimum, untuk penelitian berikutnya sebaiknya pennentuan tawas bisa menggunakan pengujian jar test sehingga diperoleh perbandingan koagulan optimum yang paling tepat.
c. Perlakuan dan pengambilan saat pengambilan sampel yang akan di uji perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil pengujian.
d. Diperlukan ketelitian dalam melakukan pengujian untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih, D. (2012). Kajian Kualitas Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai (Doctoral dissertation, Program Magister Ilmu Lingkungan Undip).
Semarang. Tersedia di
http://eprints.undip.ac.id/36856/1/Naskah_ Tesis.pdf(accessed September 22,2016) AYUB, V. E., & Mulyono, I. P. (2008).
Pengolahan air gambut untuk penyediaan air bersih dengan metode koagulasi filtrasi menggunakan media filter pasir arang dan arang tempurung kelapa (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Hartono, D. (2005). Alternatif Pemenuhan Air
Bersih Oleh PDAM di Kota Semarang
(Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Semarang. Tersedia di
http://eprints.undip.ac.id/14650/1/2005MT PWK3962.pdf (accessed September 22,2016)
Lindu, M. (2010). THE EFFECTS OF
GRADIENT VELOCITY AND
DETENTION TIME TO
COAGULATION–FLOCCULATION OF DYES AND ORGANIC COMPOUND IN DEEP WELL WATER. Indonesian Journal of Chemistry, 8(2), 146-150.
(6)
13
Tersedia di
http://pdm-mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/article/vi ew/357/374 (accessed September 22,2016) Indonesia, MenteriKesehatan Republik (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik. Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Sungai. Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik.
Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai. Susanto, R. (2008). Optimasi koagulasi-flokulasi
dan analisis kualitas air pada industri
semen. Tersedia di
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstre am/123456789/13050/1/RICKY
SUANTO-FST.pdf (accessed September 22,2016)
Wijaya, Mukhtar. 2016. Uji Model Fisik Water Treatment Sederhana Sistem Koagulasi Menggunakan Tawas Flokulasi Dengan Batuan Sedimentasi Bendung Dan Filtrasi Kerikil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Wityasari, N. (2016). Penentuan Dosis Optimum PAC (Poly Aluminium Chloride) Pada Pengolahan Air Bersih Di IPA Tegal Besar
PDAM Jember. Tersedia di
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handl e/123456789/72766/Nurani%20Wityasari %20-%20111710201041.pdf (accessed September 22,2016)
Wirasembada, Y. C., & Kurniawan, A. (2015).
Penyisihan Fraksi Total Suspended Solid Air Limbah Industri pada Unit Sedimentasi Berdasarkan Tipe Flocculent Settling. Yuliastuti, E. (2011). Kajian Kualitas Air Sungai
Ngringo Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air (Doctoral dissertation, Program Magister Ilmu Lingkungan Undip). Semarang. Tersedia di http://eprints.undip.ac.id/31570/1/ETIK_Y ULIASTUTI_TESIS.pdf (accessed September 22,2016)