Desain Dan Analisis Velg Mobil Berbasis Aluminium Alloy

(1)

DESAIN DAN ANALISIS VELG MOBIL BERBASIS

ALUMINIUM ALLOY

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

HARRI RUSADI DALIMUNTHE NIM. 090401045

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

DESAIN DAN ANALISIS VELG MOBIL BERBASIS ALUMINIUM ALLOY

HARRI RUSADI DALIMUNTHE NIM. 090401045

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode ke-677 Tanggal 30 Januari 2014

Disetujui oleh:

Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Bustami Syam, MSME NIP. 19570011985031005


(3)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 2119/ TS / 2013 FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA TGL : 15 Juli 2013

MEDAN PARAF :

TUGAS SARJANA

NAMA : Harri Rusadi Dalimunthe

NIM : 090401045

MATA PELAJARAN : Teknologi Pembentukan

SPESIFIKASI : Lakukan Re-desain dan analisa struktur pada velg mobil bekas aluminium alloy. Lakukan pengujian secara mekanik untuk mendapatkan hasil agar dapat melakukan simulasi komputer secara numerik. Berikan rekomendasi hasil Re-desain velg mobil berbasis aluminium alloy dari hasil analisis.

DIBERIKAN TANGGAL : 15 Juli 2013

SELESAI TANGGAL :

MEDAN, 15 Juli 2013 KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,


(4)

DESAIN DAN ANALISA STRUKTUR VELG MOBIL BEKAS BERBASIS LOGAM ALUMINIUM ALLOY

HARRI RUSADI DALIMUNTHE NIM. 090401045

Diketahui / Disahkan Disetujui

Ketua Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik – USU

Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME NIP. 19641224199211101 NIP. 195710011985031005


(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Tiada daya dan kekuatan selain dari-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih diambil dari mata kuliah Teknologi Pembentukan, yaitu “DESAIN DAN ANALISIS VELG MOBIL BERBASIS ALUMINIUM ALLOY”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, pengetahuan, dan lain-lain dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Dr. Rusdan Dalimunthe, Msc dan Ibunda Diana Siregar, Ssi, Apt, adik-adik tersayang (Rivai Dalimunthe dan Rinaldo Dalimunthe) atas doa, kasih sayang, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis, dan memberikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang banyak memberi arahan, bimbingan, motivasi, nasehat, dan pelajaran yang sangat berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini.

3. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Ir.Syahril Gultom, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU. Bapak Ir.Tugiman, MT selaku Koordinator Skripsi.

4. Seluruh Staf Pengajar DTM FT USU yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi selesai, dan seluruh pegawai administrasi DTM FT USU, juga kepada staf Fakultas Teknik.


(7)

5. Teman satu tim (Guruh Andryan Syahputra) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

6. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin stambuk 2009, khususnya (Ramadhan Daulay, Tri Septian Marsah dan Indro Pramono) yang banyak memberi motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

7. Abang, adik-adik dan keluarga besar penulis yang banyak memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas skripsi ini selesai.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

NIM : 090401045 Harri Rusadi Dalimunthe


(8)

ABSTRAK

Velg pada mobil adalah kerangka dari sebuah roda yang menahan gaya dan tegangan akibat dari berat kendaraan dan impak atau pukulan dari permukaan jalan. Pukulan dari permukaan jalan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan dan deformasi pada velg. Velg paduan aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis terletak di daerah hub, spoke, dan flange. Salah satu kekuatan velg dalam menerima tegangan dipengaruhi oleh jumlah spoke. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan suatu analisis jumlah spoke pada velg mobil. Penelitian ini melakukan analisis pengaruh jumlah spoke 10, 12, 14 dan jumlah spoke 10, 12, 14 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange

sebesar 3 mm pada velg mobil. Velg dimodel dengan menggunakan AutoCAD dan disimulasi menggunakan software ANSYS 14.0 Workbench yang berbasis

Finite Element Method (FEM) untuk dibandingkan dengan velg standar dan mencari desain yang paling baik. Pada penelitian ini, berhasil ditemukan bahwa velg mobil dengan jumlah spoke 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah

flange sebesar 3 mm adalah desain yang paling baik dan optimal dibandingkan dengan desain lainnya. Tegangan maksimum yang terjadi sebesar 52,148 MPa dan deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,5393 mm.


(9)

ABSTRACT

Wheels on the car is the frame of a wheel that holds the style and stress as a result of the weight of the vehicle and the impact or blows from the road surface. The blow from the road surface can result in voltage and deformation on wheels. Aluminum alloy wheels have a region called the critical area is located in the hub, spoke, and flange. One of the strengths wheels in receiving stress is affected by the number of spokes. To overcome these problems required an analysis of the number of spokes in the wheels of the car. This study was to analyze the influence of the number of spokes 10, 12, 14 and the number of spokes 10, 12, 14 with the addition of the thickness of the flange area of 3 mm on a car wheel. Wheels modeled using AutoCAD and simulated using ANSYS 14.0 Workbench software based on Finite Element Method ( FEM ) for comparison with the standard wheels and look for the best design. In this study, results found that the number of spoke alloy wheels 10 with the addition of the area of the flange thickness of 3 mm is the most excellent design and optimal compared with other designs. The maximum stress that occurs at 52.148 MPa and maximum deformation occurs at 0.5393 mm .


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB 1PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Aluminium... 5

2.2 Proses Pembuatan Aluminium ... 6

2.3 Mikrostruktur Aluminium ... 7

2.4 Sifat-Sifat Aluminium ... 8

2.4.1 Sifat Fisik Aluminium ... 9

2.4.2 Sifat Mekanik Aluminium ... 9

2.4.2.1 Kekuatan Tarik ... 9

2.4.2.2 Kekerasan ... 10

2.4.2.3 Ductility (Liat) ... 10

2.4.2.4 Modulus Elastisitas ... 11

2.4.2.5 Recyclability (kemampuan untuk di daur ulang) ... 11

2.4.2.6 Reflectivity (kemampuan untuk pemantulan) ... 11

2.5 Aplikasi Aluminium Pada Velg Mobil ... 11

2.6 Spesifikasi Velg Mobil ... 12


(11)

2.6.2 Offset ... 13

2.6.3 Centre Bore ... 14

2.6.4 Rim Marking ... 14

2.7 Velg Baja dan Velg Aluminium ... 15

2.7.1 Kualitas Velg Aluminium ... 16

2.7.2 Kategori Velg Aluminium ... 16

2.8 Paduan Aluminium ... 18

2.8.1 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu Pada Paduan Aluminium ... 21

2.8.2 Macam-Macam Paduan Aluminium ... 23

2.8.2.1 Paduan Al-Si ... 23

2.8.2.2 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ... 26

2.8.2.3 Paduan Al-Mn... 26

2.8.2.4 Paduan Al-Mg... 26

2.8.2.5 Paduan Al-Mg-Si ... 26

2.8.2.6 Paduan Al-Mn-Zn ... 27

2.9 Proses Pembuatan Velg ... 27

2.9.1 Tipe One-piece Cast Wheels ... 27

2.9.1.1 Gravity Casting... 27

2.9.1.2 Low Pressure Casting ... 28

2.9.1.3 Spun-Rim, Flow- Forming atau Rim Rolling Technology ... 29

2.9.1.4 Forging ... 29

2.9.2 Tipe Multi-Piece Wheels ... 30

2.10 Tegangan ... 31

2.11 Regangan ... 32

2.12 Simulasi Numerik ... 32

2.12.1 ANSYS ... 33

2.12.2 Cara kerja ANSYS ... 33

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Waktu dan Tempat ... 35

3.2 Bahan, Peralatan, dan Metode ... 35


(12)

3.2.3 Metode ... 36

3.2.3.1 Pembuatan gambar velg standar menggunakan AutoCAD ... 36

3.2.3.2 Pembuatan gambar velg modifikasi menggunakan AutoCAD ... 36

3.2.3.3 Material Yang Dipilih Untuk Velg………….………37

3.3 Analisa Simulasi Numerik ... 37

3.3.1 Tampilan Pembuka Ansys 14.0 ... 38

3.3.2 Mendefinisikan Sistem Analisa ... 38

3.3.3 Mendefinisikan Material Properties ... 39

3.3.4 Tampilan Gambar Velg ... 40

3.3.5 Proses Meshing ... 41

3.3.6 Proses Static Structural ... 41

3.3.7 Proses Solution ... 43

3.3.8 Modifikasi Velg ... 43

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 48

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Simulasi Komputer Untuk Velg Standar ... 49

4.1.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 49

4.1.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress ... 50

4.2 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 10 ... 51

4.2.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 51

4.2.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress ... 52

4.3 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 12 ... 53

4.3.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 53

4.3.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress ... 54

4.4 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 14 ... 55

4.4.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 52

4.4.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress ... 56

4.5 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 10 Serta Penambahan Tebal Daerah Flange ... 57

4.5.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 57


(13)

4.6 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 12 Serta

Penambahan Tebal Daerah Flange ... 59

4.6.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 59

4.6.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress ... 60

4.7 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 14 Serta Penambahan Tebal Daerah Flange ... 61

4.7.1 Simulasi Hasil Total Deformation ... 61

4.7.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress ... 62

4.8 Tabulasi dan Grafik Hasil Simulasi ... 63

BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 68


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Bayer ... 6

Gambar 2.2 Struktur mikro dari aluminium murni ... 7

Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon ... 8

Gambar 2.4 Konstruksi velg mobil ... 12

Gambar 2.5 PCD velg mobil ... 13

Gambar 2.6 Offset velg mobil ... 14

Gambar 2.7 Ukuran velg mobil ... 15

Gambar 2.8 (a) Velg baja (b) Velg aluminium ... 15

Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si ... 24

Gambar 2.10 Struktur mikro paduan hypoeutectic, eutectic, dan hypereutectic ... 25

Gambar 2.11 Velg mobil tipe one-piece cast wheels ... 28

Gambar 2.12 Velg BBS RC ... 29

Gambar 2.13 Proses pembuatan velg sistem forging ... 30

Gambar 2.14 Velg mobil tipe multi-piece wheels ... 31

Gambar 2.15 Material yang disusun dengan node ... 33

Gambar 3.1 Velg mobil Toyota Corolla Altis jenis paduan aluminium A413.0 ... 35

Gambar 3.2 Ukuran velg standar ... 36

Gambar 3.3 Tampilan awal Ansys 14.0 workbench ... 38

Gambar 3.4 Tampilan sistem analisa ... 38

Gambar 3.5 Tampilan Engineeringdata ... 39

Gambar 3.6 Tampilan material properties... 40

Gambar 3.7 Tampilan pembuatan velg dari AutoCAD 3D... 40

Gambar 3.8 Tampilan gambar velg hasil meshing ... 41

Gambar 3.9 Tampilan gambar velg hasil fixed support ... 42

Gambar 3.10 Tampilan velg yang dikenai beban... 42

Gambar 3.11Tampilan proses solution ... 43

Gambar 3.12 Tampilan gambar velg dengan spoke 10 ... 44

Gambar 3.13 Tampilan gambar velg dengan spoke 12 ... 44


(15)

Gambar 3.15 Tampilan gambar velg dengan spoke 10 serta penambahan ketebalan

pada daerah flange 3 mm ... 45

Gambar 3.16 Tampilan gambar velg dengan spoke 12 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm ... 46

Gambar 3.17 Tampilan gambar velg dengan spoke 14 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm ... 47

Gambar 3.18 Diagram Alir Penelitian ... 48

Gambar 4.1 Distribusi Total Deformation velg standar ... 49

Gambar 4.2 Distribusi Equivalent Stress velg standar ... 50

Gambar 4.3 Distribusi Total Deformation velg modifikasi dengan spoke 10... 51

Gambar 4.4 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi dengan spoke 10... 52

Gambar 4.5 Distribusi Total Deformation velg modifikasi dengan spoke 12... 53

Gambar 4.6 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi dengan spoke 12... 54

Gambar 4.7 Distribusi Total Deformation velg modifikasi dengan spoke 14... 55

Gambar 4.8 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi dengan spoke 14... 56

Gambar 4.9 Distribusi Total Deformation velg modifikasi spoke 10 dengan penambahan tebal daerah flange 3 mm ... 57

Gambar 4.10 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi spoke 10 dengan penambahan tebal daerah flange 3 mm ... 58

Gambar 4.11 Distribusi Total Deformation velg modifikasi spoke 12 dengan penambahan tebal daerah flange 3 mm ... 59

Gambar 4.12 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi spoke 12 dengan penambahan tebal daerah flange 3 mm ... 60

Gambar 4.13 Distribusi Total Deformation velg modifikasi spoke 14 dengan penambahan tebal daerah flange 3 mm ... 61

Gambar 4.14 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi spoke 14 dengan penambahan tebal daerah flange 3 mm ... 62

Gambar 4.15 Grafik tegangan maksimum vs jumlah spoke untuk velg tanpa penambahan ketebalan daerah flange... 64

Gambar 4.16 Grafik tegangan maksimum vs jumlah spoke untuk velg dengan penambahan ketebalan daerah flange 3 mm ... 64


(16)

Gambar 4.17 Grafik deformasi maksimum vs jumlah spoke untuk velg tanpa

penambahan ketebalan daerah flange... 65 Gambar 4.18 Grafik deformasi maksimum vs jumlah spoke untuk velg dengan penambahan ketebalan daerah flange 3 mm ... 65


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat fisik Aluminium... 9

Tabel 2.2 Daftar seri paduan aluminium tempa ... 20

Tabel 2.3 Daftar seri paduan aluminium tuang ... 21

Tabel 2.4 Kandungan Si berpengaruh terhadap temperatur titik beku paduan aluminium ... 25

Tabel 3.1 Karakteristik material velg paduan aluminium A413.0 ... 37

Tabel 4.1 Velg dengan tanpa penambahan ketebalan pada daerah flange ... 63


(18)

DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan

σ Tegangan MPa

A Luas penampang mm2

F Gaya Newton

ε Regangan

ΔL Perpanjangan mm

L0 Panjang mula-mula mm

ρ Densitas g/cm3

σy Tegangan mulur MPa

σu Tegangan tarik MPa

σf Tegangan patah MPa

E Modulus Young Gpa


(19)

ABSTRAK

Velg pada mobil adalah kerangka dari sebuah roda yang menahan gaya dan tegangan akibat dari berat kendaraan dan impak atau pukulan dari permukaan jalan. Pukulan dari permukaan jalan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan dan deformasi pada velg. Velg paduan aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis terletak di daerah hub, spoke, dan flange. Salah satu kekuatan velg dalam menerima tegangan dipengaruhi oleh jumlah spoke. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan suatu analisis jumlah spoke pada velg mobil. Penelitian ini melakukan analisis pengaruh jumlah spoke 10, 12, 14 dan jumlah spoke 10, 12, 14 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange

sebesar 3 mm pada velg mobil. Velg dimodel dengan menggunakan AutoCAD dan disimulasi menggunakan software ANSYS 14.0 Workbench yang berbasis

Finite Element Method (FEM) untuk dibandingkan dengan velg standar dan mencari desain yang paling baik. Pada penelitian ini, berhasil ditemukan bahwa velg mobil dengan jumlah spoke 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah

flange sebesar 3 mm adalah desain yang paling baik dan optimal dibandingkan dengan desain lainnya. Tegangan maksimum yang terjadi sebesar 52,148 MPa dan deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,5393 mm.


(20)

ABSTRACT

Wheels on the car is the frame of a wheel that holds the style and stress as a result of the weight of the vehicle and the impact or blows from the road surface. The blow from the road surface can result in voltage and deformation on wheels. Aluminum alloy wheels have a region called the critical area is located in the hub, spoke, and flange. One of the strengths wheels in receiving stress is affected by the number of spokes. To overcome these problems required an analysis of the number of spokes in the wheels of the car. This study was to analyze the influence of the number of spokes 10, 12, 14 and the number of spokes 10, 12, 14 with the addition of the thickness of the flange area of 3 mm on a car wheel. Wheels modeled using AutoCAD and simulated using ANSYS 14.0 Workbench software based on Finite Element Method ( FEM ) for comparison with the standard wheels and look for the best design. In this study, results found that the number of spoke alloy wheels 10 with the addition of the area of the flange thickness of 3 mm is the most excellent design and optimal compared with other designs. The maximum stress that occurs at 52.148 MPa and maximum deformation occurs at 0.5393 mm .


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Velg adalah komponen utama dalam sebuah kendaraan. Tanpa velg, kendaraan tidak akan dapat berjalan. Velg ada dua jenis yang dikenal di kalangan masyarakat yaitu velg baja dan velg paduan aluminium. Velg baja tidak banyak disukai karena beberapa alasan, salah satunya adalah tidak sesuai perkembangan zaman (kuno). Oleh karena itu banyak yang menggantinya dengan velg yang lebih gaya atau yang di sebut denganvelg paduan aluminium (aluminium alloy).

Paduan aluminium yang banyak digunakan pada velg mobil adalah aluminium silikon atau sering disebut juga paduan A413.0. Paduan ini memiliki mampu alir yang baik, mampu las yang baik, sifat ketahanan korosi yang baik, memiliki massa jenis yang rendah dan heat treatable. Dengan berbagai keutamaaan tersebut maka velg dengan paduan A413.0 menjadi pilihan utama diberbagai industri otomotif sehingga permintaaan velg A413.0 semakin meningkat.

Aspek keselamatan merupakan hal yang paling wajib diperhitungkan dalam dunia otomotif karena berhubungan erat dengan nyawa dari penumpang. Sehingga dalam pemodifikasian setiap komponennya haruslah dipertimbangkan secara matang. Dalam dunia otomotif telah banyak kecelakaan yang disebabkan oleh velg mobil yang terdeformasi plastis. Cast wheel pada sebuah mobil adalah kerangka dari sebuah ban yang menahan gaya dan tegangan akibat dari berat kendaraan dan impak atau pukulan dari permukaan jalan. Pukulan dari permukaan jalan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan dan deformasi pada cast wheel. Velg paduan aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis atau yang disebut juga dengan critical area dimana area kritis itu adalah daerah terjadinya konsentrasi tegangan. Area kritis di velg terletak di daerah hub, spoke,

dan flange.


(22)

gaya dan tegangan yang terjadi melebihi tegangan maksimum yang diizinkan. Dengan mempertimbangkan masalah ini maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh jumlah spoke terhadap tegangan dan deformasi dengan menggunakan Metode Elemen Hingga berbasis komputer yaitu ANSYS software, untuk mempermudah proses analisis desain. Oleh karena itu, simulasi secara numerik menggunakan komputer dapat dilakukan untuk memodifikasi bentuk velg mobil agar kegagalan yang sering terjadi dapat diminimalisir.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana memodifikasi velg paduan aluminium dengan simulasi komputer untuk mencegah terjadinya kegagalan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

A. Secara umum

Mengetahui perbandingan kekuatan antara velg standar dengan velg modifikasi menggunakan simulasi numerik.

B. Secara khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh modifikasi pada velg dibandingkan dengan velg standar.

2. Mengetahui perbandingan nilai distribusi tegangan antara velg standar dengan velg modifikasi menggunakan simulasi numerik.

3. Mengetahui perbandingan nilai distribusi deformasi antara velg standar dengan velg modifikasi menggunakan simulasi numerik.


(23)

1.4 Batasan Masalah

Masalah yang muncul dapat diselesaikan dengan baik dan penelitian ini mencapai tujuan yang diinginkan, maka diperlukan batasan masalah yang meliputi antara lain :

1. Material yang digunakan velg paduan aluminium yang terdeformasi plastis dan banyak dipakai.

2. Simulasi numerik menggunakan software Ansys untuk mengetahui distribusi tegangan dan memodifikasi bentuk dari velg paduan aluminium tersebut agar tidak terjadi kegagalan pada velg.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Pengembangan Akademis

a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman tentang material logam paduan aluminium.

b. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang desain dan analisa struktur velg mobil.

2. Pengembangan Industri

Bagi industri diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam mendesain dan menganalisa struktur velg mobil berbasis logam paduan aluminium untuk mencegah terjadinya kegagalan dan tanpa perlu menambah elemen paduan khusus yang berbiaya tinggi.


(24)

1.6 Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini akan berisikan:

BAB 1. PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas literatur dan referensi yang diperlukan berkenaan dengan masalah yang dikaji dalam penelitian mengenai dan software

ANSYS.

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi urutan dan cara yang dilakukan. Dimulai dari alat, bahan, dan metode yang dilaksanakan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menampilkan data-data yang diperoleh dari penelitian dan hasil pengujian berupa tabel-tabel maupun hasil pengamatan mikro dan pengamatan makro.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini yaitu penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran dari semua hasil analisa pengamatan serta perhitungan.

6. DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan laporan ini.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium

Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”.

Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka pesawat terbang, mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis.

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90 Mpa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 600 Mpa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, dicor, ditarik, diperlakukan dengan mesin, dan diekstrusi.

Ketahanan terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan Tembaga.


(26)

Dalam keadaan murni aluminium terlalu lunak, terutama kekuatannya sangat rendah untuk dapat dipergunakan pada berbagai keperluan teknik. Dengan pemaduan ini dapat diperbaiki tetapi seringkali sifat tahan korosinya berkurang, demikian juga keuletannya.

2.2 Proses Pembuatan Aluminium

Aluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses ekstrasi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat dari karbon. Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang yang mengandung aluminium (bauksit, corrondum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan lainnya). Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses Bayer yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proses Bayer

Sumber: http://yarayaa.blogspot.com/2013/05/proses-pembuatan-aluminium.html


(27)

Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada temperatur 175 0C sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3. Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 0C sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air. Setelah Alumina dihasilkan, alumina dibawa ke proses Hall-Heroult.

Proses Hall-Heroult dimulai dengan melarutkan alumina dengan lelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut cryolite. Larutan lalu dielektrolisis dan akan mengakibatkan aluminium cair menempel pada anoda, sementara oksigen dari alumina akan teroksidasi bersama anoda yang terbuat dari karbon, membentuk karbon dioksida. Aluminium cair memiliki massa jenis yang lebih ringan dari pada larutan alumina, sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah (A.Schey,2009).

2.3 Mikrostruktur Aluminium

Gambar 2.2 memperlihatkan struktur mikro aluminium murni. Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri.

Gambar 2.2Struktur mikro dari aluminium murni Sumber: Skripsi Boy Harpit Akroma, tahun 2011


(28)

Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon Sumber: Skripsi Boy Harpit Akroma, tahun 2011

Pada gambar 2.3 (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar 2.3 (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar 2.3 (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Jika diperhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik (Voort,1984).

2.4 Sifat-Sifat Aluminium

Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas.

Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium (Hacth, 1984).


(29)

2.4.1 Sifat Fisik Aluminium

Sifat fisik dari aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1Sifat fisik aluminium

Jenis Sifat Keterangan

Nama, Simbol, dan Nomor Atom Aluminium, Al, 13

Wujud Padat

Massa jenis 2,70 gram/cm3

Massa jenis pada wujud cair 2,375 gram/cm3

Titik lebur 933,47 K. 660,32 0C. 1220,58 0F Titik didih 2792 K. 251,9 0C. 4566 0F Kalor jenis (25 0C) 24,2 J/mol K

Resistansi listrik (20 0C) 28,2 nΩ m Konduktivitas termal (300 K) 237 W/m K Pemuaian termal (25 0C) 23,1μm/m K

Modulus Young 70 GPa

Modulus geser 26 MPa

Poisson ratio 0,35

Kekerasan skala Mohs 2,75

Kekerasan skala Vickers 167 MPa Kekerasan skala Brinnel 12-16 BHN

Sumbe

2.4.2 Sifat Mekanik Aluminium

Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut.

2.4.2.1Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya


(30)

necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 600 MPa (paduan 7075) (A.Schey, 2009).

2.4.2.2 Kekerasan

Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.

Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinell, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan dengan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinell sebesar 160 (A.Schey, 2009).

2.4.2.3 Ductility (Liat)

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya, material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking

yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi.


(31)

Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik. Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. Aluminium murni memiliki

ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun pada umumnya memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium murni, karena ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tarik, serta semua aluminum paduan memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi dari pada aluminium murni (A.Schey, 2009).

2.4.2.4 Modulus Elastisitas

Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio, aluminium lebih baik. Aluminium yang memiliki titik lebur yang lebih rendah dan kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara. Hal ini yang memungkinkan produk-produk dari aluminium yang akan dibentuk, pada dasarnya dekat dengan akhir dari desain produk (A.Schey, 2009).

2.4.2.5 Recyclability (Kemampuan untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang (A.Schey, 2009).

2.4.2.6 Reflectivity (Mampu pantul)

Aluminium adalah reflektoryang baik dari cahaya serta panas, dan dengan bobot yang ringan, membuatnya ideal untuk bahan reflektor (A.Schey, 2009).

2.5 Aplikasi Aluminium Pada Velg Mobil


(32)

jenis yang dikenal di kalangan masyarakat yaitu velg standar pabrikan dan velg jenis racing.

Velg standar atau velg dari pabrikan banyak yang tidak menyukai karena beberapa alasan salah satunya adalah trend. Oleh karena itu banyak yang menggantinya dengan velg yang lebih gaya atau yang di sebut dengan velg racing

(Daryanto,2004).

2.6 Spesifikasi Velg Mobil

Terdapat beberapa kode-kode yang dipakai untuk menggambarkan spesifikasi detail dari sebuah velg mobil yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Konstruksi velg mobil

Sumber: http://hangar-besi.blogspot.com/2013/01/kode-kode-pada-velg.html

Arti kode pada gambar 2.4 sebagai berikut.

2.6.1 PCD

PCD adalah singkatan dari "Pitch Circle Diametre" (diameter lingkaran pitch). Ini adalah diameter lingkaran, yang diambil melalui pusat lubang baut pada roda. PCD diukur dalam millimeter dan juga menunjukkan jumlah baut roda yang ada. Misalnya kode 5/114,3 merupakan kode untuk menunjukkan jumlah baut yaitu 5 baut dan 114,3 merupakan PCD yang terlihat pada gambar 2.5.


(33)

Pengukurannya dengan mengambil titik terlurus dari masing-masing lubang baut roda. Misalnya 4 baut yang diukur antara titik berseberangan dan satuan milimeter. Tetapi kalau yang 5 baut, penarikan garis PCD ada di antara dua titik lubang baut yang ada di seberang lubang baut roda yang ditarik ukurannya. Dari ukuran itu, didapat angka paling standar 100 mm buat mobil-mobil kebanyakan. Maka disebutnya PCD 100. Untuk mobil-mobil MPV dan light -SUV, PCD-nya 114,3 mm, sedangkan sedan kecil dan hatchback, seperti Honda Jazz, Toyota Yaris, atau Chevrolet Aveo, ber-PCD 100 mm. Pada mobil Mercedes Benz 112 mm, BMW 120 mm, dan SUV yang besar 139,7 mm.

Gambar 2.5 PCD velg mobil

Sumber: http://www.jipku.com/artikodevelg.html

2.6.2 Offset

Atau juga sering disebut dengan istilah yang diambil dari prefix Bahasa Jerman "Einpresstiefe" (press depth), adalah ukuran seberapa besar tekukan penampang / permukaan tengah velg bagian dalam yang ke luar ataupun ke dalam. Semakin kecil ukuran offset maka penampang dalamnya semakin tebal sehingga membuat velg apabila terpasang di mobil akan semakin keluar dari fender.

Offset menunjukkan jarak dari titik tengah velg ke bagian dudukan baut as roda (bisa rem cakram atau tutup tromol) yang menggunakan satuan milimeter. Seperti yang terlihat dalam gambar 2.6, offset disebut dengan "+" (positif) jika permukaan yang menyentuh dudukan as roda melampaui garis tengah velg, dan


(34)

menyentuh rongga spatbor kendaraan atau velg dapat menyentuh atau menabrak kaliper rem.

Gambar 2.6 Offset velg mobil

Sumbe

2.6.3 Centre Bore

Merupakan lubang di tengah-tengah lubang baut pada velg mobil, yang berfungsi untuk menahan velg agar tetap berada dipusat roda atau sering juga disebut Centre Hole.

2.6.4 Rim Marking

Pada umumnya format penulisannya adalah 18x8J ET 35, yang artinya velg mobil tersebut berukuran diameter 18 inch dengan lebar velg 8 inch dan


(35)

Gambar 2.7 Ukuran velg mobil

Sumbe

2.7 Velg Baja dan Velg Aluminium

Industri velg mobil pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu velg aluminium dan velg baja yang terlihat pada gambar 2.8. Untuk angkutan umum dan komersial yang memerlukan velg dengan kekuatan tinggi dan kualitas penampilan yang rendah, baja merupakan bahan logam yang paling efisien dan efektif. Namun untuk mobil penumpang, selain kekuatan dan keringanan velg, penampilan velg yang indah juga diminati oleh pemakai.

Logam aluminium lebih tahan karat dibandingkan baja sehingga penampilan logam aluminium lebih tahan lama keindahannya daripada logam baja, selain itu logam aluminium dapat menimbulkan kilauan indah yang mengkilap bila dipoles. Kelebihan logam aluminium yang terakhir terletak pada beratnya yang lebih ringan dibandingkan logam baja. Oleh karena itu, velg dengan bahan dasar logam aluminium menjadi velg standar bagi mobil penumpang pada umumnya (Daryanto,2004).


(36)

2.7.1 Kualitas Velg Paduan Aluminium

Kualitas velg paduan aluminium dipengaruhi oleh kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Penampilan

Velg bersifat fashion yang digunakan untuk memperindah penampilan mobil secara keseluruhan.

2. Mode

Karena velg bersifat fashion, maka tentunya mode dari sebuah velg mempengaruhi minat pelanggan yang ingin membeli velg.

3. Warna

Warna sebuah velg meningkatkan daya tarik pelanggan dari produk fashion

tersebut.

4. Kekuatan

Velg yang tidak kuat dapat membahayakan keselamatan penumpang mobil tersebut, terutama untuk kalangan yang menggemari kegiatan rally dimana kekuatan velg diutamakan untuk melewati jalanan off-road yang lebih menantang.

5. Keringanan

Velg yang ringan akan meningkatkan kecepatan sebuah mobil dan juga dapat mengurangi kebutuhan bahan bakar mobil tersebut.

2.7.2 Kategori Velg Paduan Aluminium

Velg paduan aluminium memiliki beberapa kategori style yang memiliki pangsa pasar tersendiri sebagai berikut:


(37)

1. Standar

Velg aluminium standar atau OEM digunakan untuk mengkategorikan velg-velg aluminium yang merupakan velg-velg keluaran standar dari manufaktur mobil. Mayoritas pengguna mobil penumpang menggunakan velg standar yang telah disediakan oleh manufaktur mobil ketika membeli sebuah mobil.

2. Racing

Velg paduan aluminium yang termasuk dalam model ini lebih fokus pada keringanan berat dan keseimbangan dari velg tersebut. Velg yang ringan akan meningkatkan laju kecepatan sebuah kendaraan. Keseimbangan (balance) velg

racing sangat mempengaruhi kestabilan kendaraan saat melaju dengan kecepatan tinggi.

3. Rally

Velg paduan aluminium untuk rally kualitasnya diukur dari ketangguhan velg tersebut bila digunakan dalam kondisi jalan yang buruk atau off-road. Penggemar rally pada umumnya lebih peduli dengan kekuatan velg dibandingkan keringan berat velg tersebut.

4. VIP Style

Velg paduan aluminium VIP style lebih difokuskan kepada penampilan velg yang dapat memperindah penampilan mobil mewah. Penggemar velg dengan

style ini mengingini penampilan velg yang akan membuat penampilan mobilnya menjadi lebih mewah.

5. Replika

Dikarenakan velg paduan aluminium adalah barang fashion, maka terdapat permintaan terhadap replika atau tiruan dari merk terkenal.


(38)

2.7.3 Jumlah Spoke

Cast wheel (velg) mobil adalah kerangka roda yang berfungsi untuk menahan beban dan tegangan yang diakibatkan oleh berat kendaraan, berat penunpang dan impak yang diakibatkan oleh permukaan jalan yang dilalui oleh sepeda motor. Impak dari permukaan jalan terhadap velg dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan karena tegangan dan deformasi yang terjadi. Jumlah spoke

pada velg sangat mempengaruhi kekuatan velg mobil. Spoke pada velg merupakan suatu sistem struktural yang efisien, kuat, dan indah. Velg mobil merupakan salah satu komponen otomotif yang terus mengalami kemajuan desain, banyak mengutamakan penampilan dan merupakan salah satu bagian dari kendaraan yang menerima tegangan dan beban.

Banyaknya variasi model velg mobil saat ini sangat mempengaruhi kekuatan dan ketahanan dari velg, khususnya dipakai di jalan raya yang bergelombang. Velg mobil yang dijual di pasaran mempunyai banyak model sehingga perlu diketahui pengaruh desain velg mobil terhadap tegangan dan deformasi yang terjadi pada velg mobil, agar velg tersebut mempunyai kekuatan maksimal.

2.8 Paduan Aluminium

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri, misalnya untuk industri pesawat terbang, komponen-komponen mobil, komponen regulator dan konstruksi-konstruksi yang lain.

Menurut Aluminum Association (AA) dapat diidentifikasi dengan sistem empat digit berdasarkan komposisi paduan seperti xxx.1 dan xxx.2 untuk ingot yang dilebur kembali. Sedangkan simbol xxx.0 untuk menentukan batas komposisi pengecoran dan simbol A356, B356 dan C356 untuk paduan cor gravitasi. Masing-masing paduan ini identik dengan kandungan yang mendominasi tetapi berkurang batas penggunaan karena impuritinya, khususnya kandungan besi.


(39)

1. Aluminium seri 1xxx

Memiliki kekuatan yang rendah, ketahanan terhadap korosi yang tinggi, tingkat reflektif yang tinggi, dan konduktifitas termal dan listrik yang tinggi sehingga kombinasi ini cocok untuk digunakan dalam pengemasan, perangkat listrik, peralatan pemanas, pencahayaan, dekorasi dan lain-lain.

2. Aluminium seri 2xxx

Melalui pengerasan dengan precipitation hardening dapat digunakan untuk penerbangan dan roda, kendaraan militer, cocok juga untuk sekrup, baut, komponen permesinan, dan lain-lain.

3. Aluminium seri 3xxx

Tipikal aplikasi seri ini rata-rata untuk kaleng dan untuk paduan yang memerlukan pembentukan dengan cara ditekan dan penggulungan. Selain untuk pengemasan, bangunan, peralatan rumah, paduan ini digunakan juga untuk benda yang memerlukan kekuatan, formabilitas, weldabilitas, dan korosi yang tinggi serta untuk perlengkapan pemanasan seperti helaian brazing dan pipa pemanas. 4. Aluminium seri 4xxx

Kandungan silikon yang tinggi digunakan untuk produk yang memerlukan tingkat kekakuan yang tinggi atau keuletan yang rendah biasa digunakan untuk velg kendaraan bermotor.

5. Aluminium seri 5xxx

Kombinasi kekuatan sedang, ketahanan korosi yang luar biasa, dan

weldability. Biasa digunakan untuk bagian luar (outdoor), arsitektur, khususnya dalam bidang kelautan (perkapalan), dan juga untuk otomotif untuk bodi mobil dan komponen chasis.


(40)

6. Aluminium seri 6xxx

Kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi, formabilitas, ketahanan korosi, dan weldability sehingga digunakan untuk transport (bodi luar otomotif dan lain-lain), bangunan (pintu, jendela, dan lain-lain), kelautan, pemanasan, dan lain-lain.

7. Aluminium seri 7xxx

Bagian terpenting dari penggunaan seri ini berdasarkan kekuatan yang tinggi, contohnya pada bidang penerbangan, penjelajahan luar angkasa, militer dan nuklir. Tetapi juga bagian struktural bangunan sama baiknya dengan atribut olah raga raket tenis, ski, dan lain-lain.

Jenis paduan aluminium saat ini sangat banyak dan tidak menutup kemungkinan ditemukannya lagi jenis paduan aluminium baru, oleh karena itu dibuatlah sistem penamaan sesuai dengan komposisi dan karakteristik paduan aluminium tersebut untuk memudahkan pengklasifikasiannya. Salah satu penamaan paduan aluminium adalah dengan standar AA, seperti pada Tabel 2.2.

Pada aluminium tempa, seri 1xxx digunakan untuk aluminium murni. Digit kedua dari seri tersebut menunjukkan komposisi aluminium dengan limit pengotor alamiahnya, sedangkan dua digit terakhir menunjukkan persentase minimum dari aluminium tsb. Digit pertama pada seri 2xxx sampai 7xxx menunjukkan kelompok paduannya berdasarkan unsur yang memiliki persentase komposisi terbesar dalam paduan.


(41)

Tabel 2.2 Daftar seri paduan aluminium tempa

No. Seri Komposisi Paduan

1xxx Aluminium murni

2xxx Paduan aluminium – tembaga 3xxx Paduan aluminium – mangan 4xxx Paduan aluminium – silikon 5xxx Paduan aluminium – magnesium 6xxx Paduan aluminium – magnesium – silikon

7xxx Paduan aluminium – seng

8xxx Paduan aluminium – timah – litium 9xxx Disiapkan untuk penggunaan di masa depan

Digit kedua menunjukkan modifikasi dari unsur paduannya, jika digit kedua bernilai 0 maka paduan tersebut murni terdiri dari aluminium dan unsur paduan. Jika nilainya 1 – 9, maka paduan tersebut memiliki modifikasi dengan unsure lainnya. Dua angka terakhir untuk seri 2xxx – 8xxx tidak memiliki arti khusus, hanya untuk membedakan paduan aluminium tersebut dalam kelompoknya. Paduan aluminium tuang penamaannya memakai sistem tiga digit diikuti dengan satu bilangan desimal. Tabel 2.3 menunjukkan seri paduan aluminium tuang berdasarkan unsur paduannya.

Tabel 2.3 Daftar seri paduan aluminium tuang

No. Seri Komposisi Paduan

1xx.x Aluminium murni

2xx.x Paduan aluminium – tembaga 3xx.x Paduan aluminium – silikon - magnesium 4xx.x Paduan aluminium – silikon 5xx.x Paduan aluminium – magnesium

6xx.x Tidak digunakan

7xx.x Paduan aluminium – seng 8xx.x Paduan aluminium – timah


(42)

Dalam standar AA (Aluminium Asociation), angka pertama menunjukkan kelompok paduan, angka kedua dan ketiga menunjukkan kemurnian minimum untuk aluminium tanpa paduan dan sebagai nomor identifikasi untuk paduan tersebut, angka keempat menandakan bentuk produk (.0 = spesifikasi coran, .1 = spesifikasi ingot, .2 = spesifikasi ingot yang lebih spesifik).

2.8.1 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu Pada Paduan Aluminium

Jenis dan pengaruh unsur-unsur paduan terhadap perbaikan sifat aluminium antara lain:

1. Unsur Silikon (Si)

Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif : a. Meningkatkan sifat mampu alir (Hight Fluidity).

b. Mempermudah proses pengecoran

c. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi d. Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran e. Menurunkan penyusutan dalam hasil cor

f. Tahan terhadap hot tear (perpatahan pada metal casting pada saat solidifikasi karena adanya kontraksi yang merintangi).

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si berupa penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut jika kandungan silikon terlalu tinggi.

2. Unsur Tembaga (Cu)

Pengaruh baik yang dapat timbul oleh unsur Cu dalam paduan aluminium: a. Meningkatkan kekerasan bahan dengan membentuk presipitat

b. Memperbaiki kekuatan tarik

c. Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.

Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu : a. Menurunkan daya tahan terhadap korosi


(43)

b. Mengurangi keuletan bahan dan

c. Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol.

3. Unsur Magnesium (Mg)

Magnesium memberikan pengaruh baik yaitu: a. Mempermudah proses penuangan

b. Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin c. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi d. Meningkatkan kekuatan mekanis

e. Menghaluskan butiran kristal secara efektif f. Meningkatkan ketahanan beban kejut atau impak.

Pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh unsur Mg yaitu meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran.

4. Unsur Besi (Fe)

Pengaruh baik yang dapat ditimbulkan oleh unsur Fe ada1ah mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan.

Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan unsur paduan ini adalah : a. Penurunan sifat mekanis

b. Penurunan kekuatan tarik

c. Timbulnya bintik keras pada hasil coran d. Peningkatan cacat porositas.

5. Unsur Mangan (Mn)

Dengan unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, tahan terhadap korosi baik, sifat dan mampu lasnya baik.


(44)

6. Unsur Nikel (Ni)

Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja pada temperatur tinggi, misalnya piston dan silinder head untuk motor.

7. Unsur Seng (Zn)

Umumnya seng dapat ditambahkan bersama-sama dengan unsur tembaga dalam persentase kecil. Dengan penambahan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik pada perlakuan panas, juga kemampuan mesin.

2.8.2 Macam–Macam Paduan Aluminium 2.8.2.1 Paduan Al-Si

Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. Paduan Al-Si yang telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% – 0,4% Mn dan 0,5 % Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment), quenching, dan aging

dinamakan silumin, dan yang hanya mendapat perlakuan aging saja dinamakan

silumin. Paduan Al-Si yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. Bahan paduan ini biasa dipakai untuk piston kendaraan (Surdia, 2006).

Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si Sumber: ASM International, 2004


(45)

Pada diagram fasa Al-Si (gambar 2.9) dapat dibagi tiga daerah yaitu:

a. Daerah Hypoeutectic

Pada daerah ini terdapat kandungan silikon < 11,7% dimana struktur mikro akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah fasa α – aluminium dan eutektik (gelap) yang kaya aluminium yang memiliki kekerasan 90 HB, Struktur mikro

hipoeutektik diperlihatkan pada gambar 2.10 (a).

b. Daerah Eutektik

Pada komposisi ini paduan Al-Si dapat membeku secara langsung (dari fase cair ke padat). Kandungan silikon yang terkandung didalamnya sekitar 11,7% sampai 12,2% untuk struktur mikro eutektik bisa dilihat pada gambar 2.10 (b). Material ini memiliki kekerasan 105 HB dan uji tarik 248 MPa sehingga banyak diaplikasikan pada komponen dengan tekanan yang tinggi, seperti:crank case, wheel hub, cylinder barrel.

c. Daerah Hypereutectic

Struktur mikro hypereutectic pada gambar 2.10 (c) menunjukan Komposisi silikon diatas 12,2% sehingga kaya akan silikon dengan fasa eutektik sebagai fasa tambahan dan memiliki kekerasan 110 HB. Contoh aluminium alloy

jenis ini : AC8H, A.339.

Gambar 2.10 Struktur mikro paduan Al-Si (a) Struktur mikro paduan hypoeutectic


(46)

Tipe paduan tergantung pada presentase kandungan silikon ini akan berpengaruh terhadap titik beku (freezing point) yang dipakai pada proses pengecoran aluminium yang bisa dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Kandungan Si berpengaruh terhadap temperatur titik beku paduan aluminium

Alloy Si content BS alloy Typical freezing range (0C)

Low silicon 4 – 6 % LM 4 625 – 525

Medium Silicon 7,5 – 9,5 % LM 25 615 – 550

Eutectic alloys 10 – 13 % LM 6 575– 565

Special hypereutectic alloys >16 % LM 30 650 - 505 Sumber: ASM International, 2004

2.8.2.2 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan alumunium yang kuat dinamakan duralumin ini sering diaplikasikan pada rangka sepeda motor, pulley, roda gigi, velg mobil. Paduan Al-Cu-Mg adalah paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat ditingkatkan kekerasanya dengan prosesnatural aging setelah solution heat treatment dan

quenching (Surdia, 2006).

2.8.2.3Paduan Al-Mn

Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat Aluminium tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan standar AA adalah paduan Al 3003 dan Al 3004. Komposisi standar dari paduan Al 3003 adalah Al, 1,2 % Mn, sedangkan komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2 % Mn, 1,0 % Mg. Paduan Al 3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas (Surdia, 2006).


(47)

2.8.2.4Paduan Al-Mg

Paduan dengan 2–3% Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi, paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan. Paduan Al 5052 adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan Al 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5% Mg) kuat dan mudah dilas oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG (Surdia, 2006).

2.8.2.5Paduan Al-Mg-Si

Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh paduan Al 6063 dan Al 6061. Paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan–paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan sebagainya. Paduan 6063 dipergunakan untuk rangka–rangka konstruksi, maka selain dipergunakan untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk kabel tenaga (Surdia, 2006).

2.8.2.6Paduan Al-Mn-Zn

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira–kira 0,3% Mn atau Cr dimana butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD atau duralumin super ekstra. Selama perang dunia ke dua di Amerika serikat dengan maksud yang hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan yaitu suatu paduan yang terdiri dari: Al, 5,5 % Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 % Cr, 0,2 % Mn sekarang dinamakan paduan Al-7075. Pengggunaan paduan ini paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara, disamping itu juga digunakan dalam bidang konstruksi (Surdia, 2006).


(48)

2.9 Proses Pembuatan Velg

Proses pembuatan velg terdiri dari proses casting dan proses forging. Proses yang banyak dilakukan adalah proses casting, karena berbiaya murah dan teknologi proses casting sudah banyak digunakan dibanding dengan proses

forging yang memerlukan teknologi tinggi dan biaya produksi yang tinggi.

2.9.1 Tipe One-piece Cast Wheels 2.9.1.1Gravity Casting

Gravity casting merupakan proses casting paling basic, yaitu hanya dengan menuangkan lelehan aluminium ke dalam cetakan dengan memanfaatkan gravitasi bumi untuk memenuhi cetakannya. Jadi kunci utama adalah didesain cetakan yang benar-benar memperhitungkan arah gravitasi sehingga kepadatan bentuk bisa didapat. Keuntungannya harga produksi lebih murah. Tapi tentu desain seperti ini tidak bisa memenuhi faktor “weight reduction”, karena kepadatan hasil gravitasi membutuhkan lelehan dalam jumlah banyak, yang otomatis akan menambah berat velg seperti terlihat pada gambar 2.11. Kepadatan aluminium juga tidak bisa diatur sedemikian rupa, karena udara masih mudah ikut tercampur. Oleh karena itu, proses model ini akan menambah berat velg jika ingin menambah kekuatannya.

Gambar 2.11 Velg mobil tipe one-piece cast wheels


(49)

2.9.1.2Low Pressure Casting

Low pressure casting menggunakan tekanan tambahan untuk menuangkan lelehan aluminium ke dalam cetakan, sehingga proses penuangan lebih cepat dan kondisi aluminium bisa lebih padat daripada gravity casting. Tekanan bisa didapat dari pemutaran cetakan itu sendiri, ada juga yang dibantu beberapa alat. Dengan harga produksi yang tidak jauh dari gravity casting, proses casting tekanan rendah ini sekarang menjadi sangat umum. Beberapa produsen velg juga telah mengembangkan proses ini dengan berbagai alat dan ukuran tekanan tertentu, demi terbentuknya velg yang lebih ringan. Tentunya biaya pengembangan proses ini juga akan membuat harga velg menjadi naik.

2.9.1.3Spun-Rim, Flow-Forming atau Rim Rolling Technology

Ini salah satu pengembangan dari low pressure casting; dengan menggunakan sebuah mesin khsuus yang memutar casting awal kemudian memanaskan bagian terluar casting nya dan menggunakan tekanan roller baja sehinggga meenghasilkan bentuk akhir velg. Kombinasi panas, tekanan dan pemutaran itu menghasilkan penampang velg yang kuat yang hampir serupa dengan sistem forged, tapi dengan biaya lebih murah dari sistem forged. Banyak velg yang menggunakan metode ini berhasil mencapai light wheel dengan biaya yang normal, walau tidak murah. Produsen velg BBS telah menggunakan teknologi ini untuk velg mobil F1 dan Indy Cars. Contoh tipe after market nya adalah BBS RC yang terlihat pada gambar 2.12.


(50)

2.9.1.4Forging

Teknologi ini menggunakan logam aluminium yang tidak dilebur untuk mencetaknya menjadi velg. Teknologi forging mengandalkan kekuatan mesinnya untuk mencetak velg menggunakan bahan baku aluminium yang masih dalam bentuk logam yang terlihat pada gambar 2.13, berbeda dengan die casting dimana bahan baku aluminiumnya harus dilebur. Produk velg yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi forging ini umumnya dikategorikan dengan sebutan

forged wheels.

Hasilnya, sebuah produk aluminium yang sangat padat, kuat dan bisa sangat ringan. Tetapi faktor biaya peralatan, pengembangan dan proses, membuat cara ini tidak banyak produsen velg yang mampu melakukannya. Maka produsen velg yang mampu melakukan sistem forging, produk velg yang dihasilkan menjadi eksklusif. Harga menjadi tinggi walaupun permintaan konsumen tetap tinggi.

Gambar 2.13 Proses pembuatan velg sistem forging

Sumber: http://putrasaimima.blogspot.com/2011/03/proses-pembuatan-velg-mobil.html


(51)

2.9.2 Tipe Multi-Piece Wheels

Merk velg Enkei Sport RCS, adalah salah satu contoh velg two pieces-welded construction. Bagian tengah velg dibuat terpisah, kemudian di las ke

rim/bibir velg. Velg tipe ini menggunakan dua atau tiga komponen terpisah yang dirakit menjadi satu wujud velg. Umumnya multi-piece wheels menerapkan lebih dari satu metode pembuatan. Misalnya, bagian tengah dibuat secara

casting atau forged, sedangkan lingkar pinggir velgnya dibuat dengan sistem spun dari aluminium. Komponen terpisah tersebut kemudian dibaut, di-sealant atau dilas (welded) menjadi satu wujud velg mobil yang ditunjukkan pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Velg mobil tipe multi-piece wheels

Model multi-piece wheels sendiri mulai berkembang pada awal 1970-an untuk untuk kebutuhan balap mobil, dengan pertimbangan untuk mengejar light-weight. Pada perkembangan selanjutnya sistem ini jadi banyak diterapkan pada velg dengan R17 ke atas, dengan tujuan mendapatkan velg yang seringan mungkin.

2.10 Tegangan

Apabila sebuah batang atau plat dibebani sebuah gaya maka akan terjadi gaya reaksi yang sama dengan yang arah berlawanan. Gaya tersebut akan diterima sama rata oleh setiap molekul pada bidang penampang batang tersebut. Jadi


(52)

dan dibagi oleh luas di tempat gaya tersebut bekerja. Tegangan ada bermacam-macam sesuai dengan pembebanan yang diberikan.

Komponen tegangan pada sudut yang tegak lurus pada bidang ditempat bekerjanya gaya disebut tegangan langsung. Pada pembebanan tarik akan terjadi tegangan tarik maka pada beban tekan akan terjadi tegangan tekan. Biasanya dinyatakan dalam bentuk persentasi atau tidak dengan persentasi. Besarnya tegangan menunjukkan apakah bahan tersebut mampu menahan perubahan bentuk sebelum patah. Makin besar tegangan suatu bahan maka bahan itu mudah dibentuk (Srinivasan,2006). Maka, rumus tegangan adalah

σ =

AF ...(2.1) dimana:

F = gaya (Newton)

A = luas penampang awal (mm2)

2.11 Regangan

Regangan adalah suatu bentuk tanpa dimensi untuk menyatakan perubahan bentuk. Biasanya dinyatakan dalam bentuk persentasi atau tidak dengan persentasi. Besarnya regangan menunjukkan apakah bahan tersebut mampu menahan perubahan bentuk sebelum patah. Makin besar regangan suatu bahan maka bahan itu mudah dibentuk (Srinivasan,2006). Maka, rumus regangan adalah

ε = ��

��...(2.2)

dimana:

Lo = panjang mula-mula (mm)

Δ L = perpanjangan (mm)

2.12 Simulasi Numerik

Elemen hingga adalah idealisasi matematika terhadap suatu sistem dengan membagi objek menjadi elemen-elemen diskrit yang kecil dengan bentuk yang simpel. Metode elemen hingga adalah teknik yang sangat dominan pada structural


(53)

mechanics. Ada banyak perangkat lunak analisis elemen hingga yang digunakan di industri saat ini dari beraneka disiplin ilmu teknik termasuk mechanical engineering. Dan solusi yang tepat untuk masalah-masalah itu adalah “CAD/ CAE”. CAD (Computer Aided Design) atau Merancang Berbantuan Komputer adalah proses perancangan model yang cepat dan akurat, sedangkan CAE (Computer Aided Engineering) atau Rancang-Bangun Berbantuan Komputer adalah proses analisis dan simulasi tegangan yang mudah dan efektif.

2.12.1 ANSYS

ANSYS adalah suatu perangkat lunak komputer umum yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan elemen hingga dari pemodelan hingga analisis. Ansys ini digunakan untuk mensimulasikan semua disiplin ilmu fisika baik statis maupun dinamis, analisis struktural (kedua-duanya linier dan nonliner), perpindahan panas, dinamika fluida, dan elektromagnetik untuk para engineer.

ANSYS dapat mengimpor data CAD dan juga memungkinkan untuk membangun geometri dengan kemampuan yang "preprocessing". Demikian pula dalam preprocessor yang sama, elemen hingga model (jaring alias) yang diperlukan untuk perhitungan dihasilkan. Setelah mendefinisikan beban dan melakukan analisis, hasil dapat dilihat sebagai numerik dan grafis.

2.12.2 Cara Kerja ANSYS

ANSYS bekerja dengan sistem metode elemen hingga, dimana penyelesaiannya pada suatu objek dilakukan dengan pendeskritisasian dimana membagi atau memecah objek analitis satu rangkaian kesatuan ke dalam jumlah terbatas elemen hingga yaitu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan dihubungkan dengan node. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.15 dimana setelah adanya module goemetry berupa velg mobil yang telah diimpor dari file Autocad ke Ansys workbench, maka velgini akan dideskritisasi untuk mendapatkan bagian


(54)

Gambar 2.15 Material yang disusun dengan node

Hasil yang diperoleh dari ANSYS ini berupa pendekatan dengan menggunakan analisa numerik. Ketelitiannya sangat bergantung pada cara memecah model tersebut dan menggabungkannya. Pemodelan dalam penelitian ini meliputi pemodelan dengan penerapan metode elemen hingga dengan bantuan

software ANSYS, yang bertujuan untuk melakukan analisa tegangan dan deformasi yang terjadi pada velg. Dengan Metode Elemen Hingga, model yang telah dibuat di meshing dan disolusikan untuk mendapat tegangan maksimum dan deformasi maksimum pada velg.

Secara umum, suatu solusi elemen hingga dapat dipecahkan dengan mengikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan umum yang dapat digunakan untuk menghitung analisis elemen hingga. Ada 3 langkah utama dalam analisis Ansys yaitu:

1. Model generation:

a. Penyederhanaan, idealisasi. b. Menentukan bahan/sifat material. c. Menghasilkan model elemen hingga.

2. Solusi:

a. Tentukan kondisi batas.

b. Menjalankan analisisnya untuk mendapatkan solusi.

3. Hasil ulasan: Plot/daftar hasil.


(55)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Simulasi menggunakan software ANSYS 14.0 Workbench dilaksanakan setelah mendapatkan material properties velg melalui pengujian secara mekanik. Tempat pelaksanaan di Laboratorium Teknologi Mekanik, Departemen Teknik Mesin USU.

3.2 Bahan, Peralatan, dan Metode 3.2.1 Persiapan Bahan

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah velg mobil Toyota Corolla Altis berbasis logam paduan aluminium dengan diameter 17,5 inci (444,5 mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm) seperti yang terlihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Velg mobil Toyota Corolla Altis jenis paduan aluminium A413.0

3.2.2 Peralatan

Pada penelitian ini simulasi menggunakan perangkat lunak ANSYS 14.0

Workbench, AutoCAD untuk pemodelan dalam bentuk solid. Sedangkan untuk pemodelan dalam bentuk elemen hingga dikerjakan menggunakan software


(56)

3.2.3 Metode

3.2.3.1 Pembuatan gambar velg standar menggunakan AutoCAD

Untuk mendapatkan gambar yang sesuai dengan aslinya, pertama velg diukur secara manual, setelah diukur mulai menggambar dengan mengunakan AutoCAD yang terlihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Ukuran velg standar

3.2.3.2 Pembuatan gambar velg modifikasi menggunakan AutoCAD

Velg yang disimulasi adalah:

1. Velg modifikasi cast wheel dengan jumlah spoke 10, 12, dan 14.

2. Velg modifikasi cast wheel dengan jumlah spoke 10, 12, dan 14 ditambahi ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm.

Setelah itu, hasil simulasi masing-masing velg tersebut dibandingkan dengan hasil simulasi velg standar.


(57)

3.2.3.3 Material Yang Dipilih Untuk Velg

Karena penelitian ini adalah simulasi dan sudah ada yang melakukan pengujian secara mekanik, maka material properties dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Karakteristik material velg paduan aluminium A413.0

Sifat Jenis Sifat Nilai Satuan

Sifat Fisik Densitas 2,66 g/cm3

Sifat Tarik (Tensile) Ultimate Tensile Strength 232,990 MPa Sifat Tarik (Tensile) Tensile Yield Strength 190,334 MPa Sifat Tarik (Tensile) Fracture Stress 226,420 MPa Sifat Tarik (Tensile) Elongasi Tarikan 5,48 % Sifat Elastis Modulus Elastisitas 72,199 GPa

Sifat Elastis Poisson Ratio 0,33

Sifat Kekerasan Brinell Hardness 80,9 HB

3.3 Analisa Simulasi Numerik

Dalam simulasi ini software yang digunakan yaitu Ansys 14.0 workbench

yang berbasis Metode Elemen Hingga (MEH). Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui distribusi tegangan akibat beban statik.

Dalam permodelan gambar seperti material uji tekan statik aksial terlebih dahulu dibuat bentuk geometri dan dimensi dan software yang digunakan adalah AutoCAD. Simulasi komputer dilakukan untuk mengklarifikasi perilaku mekanik yang terjadi akibat pengujian secara eksperimental.


(58)

3.3.1 Tampilan Pembuka Ansys 14.0

Tampilan awal Ansys 14.0 ditunjukkan seperti pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Tampilan awal Ansys 14.0 workbench

Software program ini mampu melakukan analisa pembebanan statik aksial dan dinamis, analisa temperatur, deformasi, defleksi, tegangan pada truss, dan sebagainya. Pada gambar merupakan tampilan awal ANSYS 14.0 workbench.

3.3.2 Mendefinisikan Sistem Analisa

Untuk mendefinisikan sistem analisa, maka langkah prosesnya adalah: pilih menu pada toolbox> Static Structural seperti pada gambar 3.4.


(59)

Selanjutnya juga dipilih Engineering Data> ketikkan Aluminium Alloy

413.0 pada kolom “Click here for a new material”. Proses ini terlihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Tampilan Engineering Data

3.3.3 Mendefinisikan Material Properties

Langkah selanjutnya adalah menentukan sifat properties material seperti material Aluminium Alloy A413.0. Langkah mendefenisikan material properties adalah: physical properties> density> linear elastic> isotropic elasticity. Lalu masukan nilai modulus elastisitas, masa jenis dan poisson ratio ke dalam kotak dialog material. Nilai material properties diambil dari tabel 3.1. Kemudian pilih

return to project dan pilih satuan millimeter untuk pemodelan gambar. Proses ini terlihat pada gambar 3.6


(60)

Gambar 3.6 Tampilan material properties

3.3.4 Tampilan Gambar Velg

Untuk simulasi, maka gambar yang akan dibuat terlebih dahulu melalui

software AutoCAD 3D. Kemudian disimpan dalam bentuk file SAT. Software ini digunakan untuk pembuatan gambar, karena gambar yang dihasilkan akan lebih akurat. Langkah untuk mengimport gambar dari AutoCAD 3D adalah: File> import external geometry file> pilih lokasi file gambar tersebut> pilih open> pilih

generate. Hal ini ditunjukkan pada gambar 3.7.


(61)

Setelah itu pilih close designmodeler untuk mengakhiri pemodelan gambar dan selanjutnya untuk memberikan pembebanan.

3.3.5 Proses Meshing

Ukuran mesh sangat mempengaruhi hasil dalam analisa ini. Namun dalam skripsi ini tidak dibahas lebih lanjut mengenai pengaruh ukuran tersebut. Hal ini dikarenakan keterbatasan sistem komputer yang digunakan. Disini proses menerapkan ukuran mesh sesuai kemampuan komputer yaitu dengan langkah sebagai berikut: pilih menu model> geometry> part 1> material> assignment> ganti structural steel menjadi Aluminium Alloy A413.0> pilih mesh> generate mesh seperti diperlihatkan oleh gambar 3.8.

Gambar 3.8 Tampilan gambar velg hasil meshing

3.3.6 Proses Static Structural

Pada proses ini langkah perintahnya adalah dengan pilih menu static structural> insert> fixed support> pilih permukaan tumpuan yaitu pada empat lubang baut> pilih apply seperti ditunjukkan pada gambar 3.9.


(62)

Gambar 3.9 Tampilan gambar velg hasil fixed support

Selanjutnya pilih static structural> insert> force> pilih vertex

(pembebanan titik)> pilih bagian yang diberi beban> apply> masukkan besar beban> pilih definition> pilih define by > ubah vector menjadi components> masukkan beban pada komponen sumbu Y (bernilai negatif). Proses ini diperlihatkan pada gambar 3.10.


(63)

Berat dari mobil Toyota Corolla Altis adalah 1.610 kg. Diasumsikan mobil berisi penuh 5 penumpang dewasa dengan masing-masing penumpang memiliki berat 78 kg. Maka, berat keseluruhan mobil adalah 2.000 kg. jadi, setiap velg menerima beban sebesar 500 kg atau 5.000 N. Beban sebesar 5.000 N dikalikan

impact factor 1,3 menghasilkan 6.500 N. Berat velg standar adalah 13,231 kg.

3.3.7 Proses Solution

Pada proses solution langkahnya adalah pilih solution> insert> pilih

deformation> total. Pilih solution> insert> pilih stress> equivalent (von-Mises). Pilih solution kemudian pilih solve untuk mendapatkan hasil. Pada gambar 3.11 memperlihatkan tampilan proses solution.

Gambar 3.11 Tampilan proses solution

3.3.8 Modifikasi Velg

Pada modifikasi ini, yang dilakukan perubahan terhadap velg adalah: 1. Velg modifikasi cast wheel dengan jumlah spoke 10, 12, dan 14.


(64)

A. Velg modifikasi dengan jumlah spoke 10.

Berat velg modifikasi dengan spoke 10 adalah 12,265 kg.

Gambar 3.12 Tampilan gambar velg dengan spoke 10

B. Velg modifikasi dengan jumlah spoke 12.

Berat velg modifikasi dengan spoke 12 adalah 11,838 kg.


(65)

C. Velg modifikasi dengan jumlah spoke 14.

Berat velg modifikasi dengan spoke 14 adalah 11,703 kg.

Gambar 3.14 Tampilan gambar velg dengan spoke 14

D. Velg modifikasi dengan jumlah spoke 10 dan ditambah ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm.

Berat velg modifikasi dengan spoke 10 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm adalah 14,619 kg.

Gambar 3.15 Tampilan gambar velg dengan spoke 10 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm


(66)

E. Velg modifikasi dengan jumlah spoke 12 dan ditambah ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm.

Berat velg modifikasi dengan spoke 12 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm adalah 13,797 kg.

Gambar 3.16 Tampilan gambar velg dengan spoke 12 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm

F. Velg modifikasi dengan jumlah spoke 14 dan ditambah ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm.

Berat velg modifikasi dengan spoke 14 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm adalah 14,293 kg.


(67)

Gambar 3.17 Tampilan gambar velg dengan spoke 14 serta penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm

Kemudian masing-masing velg modifikasi tersebut dilakukan simulasi komputer dengan langkah-langkah pada subab 3.3.2 hingga subab 3.3.7.


(68)

3.4 Diagram Alir Penelitian

Konsep dari penelitian ini adalah seperti pada gambar 3.9.

Gambar 3.18 Diagram alir penelitian Penelusuran literatur dan

penyusunan proposal

Pembuatan gambar velg standar dan velg modifikasi dengan AutoCAD

Mulai

Pemilihan material properties untuk velg

Simulasi komputer menggunakan Ansys

14.0 workbench

Tidak

Ya

Plot hasil distribusi tegangan dan deformasi

Kesimpulan


(69)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil simulasi komputer velg dengan ANSYS 14.0 Workbench dapat dilihat dengan cara sebagai berikut.

4.1 Simulasi Komputer Untuk Velg Standar 4.1.1 Simulasi Hasil Total Deformation

Pada gambar 4.1 memperlihatkan hasil Total Deformation.

Gambar 4.1 Distribusi Total Deformation velg standar

Distribusi perubahan bentuk yang terjadi ditandai dengan kontur warna


(70)

paling berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Selanjutnya distribusi deformasi menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru. Deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,64872 mm dari bentuk semula.

4.1.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress

Pada gambar 4.2 memperlihatkan hasil Equivalent Stress.

Gambar 4.2 Distribusi Equivalent Stress velg standar

Tegangan maksimum yang terjadi adalah sebesar 71,023 MPa dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,039784 MPa. Hal ini ditandai dengan kontur warna merah yang mendapat konsentrasi tegangan. Selanjutnya distribusi tegangan menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru yang terlihat pada gambar 4.2.


(71)

4.2 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 10 4.2.1 Simulasi Hasil Total Deformation

Pada gambar 4.3 memperlihatkan hasil Total Deformation.

Gambar 4.3 Distribusi Total Deformation velg modifikasi dengan spoke 10

Distribusi perubahan bentuk yang terjadi ditandai dengan kontur warna pada gambar 4.3. Warna merah menunjukkan daerah konsentrasi deformasi dimana deformasi maksimum terjadi di daerah ini, dan pada titik ini pulalah yang paling berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Selanjutnya distribusi deformasi menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru. Deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,74867 mm dari bentuk semula.


(72)

4.2.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress

Pada gambar 4.4 memperlihatkan hasil Equivalent Stress.

Gambar 4.4 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi dengan spoke 10

Tegangan maksimum yang terjadi adalah sebesar 73,403 MPa dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,087945 MPa. Hal ini ditandai dengan kontur warna merah yang mendapat konsentrasi tegangan. Selanjutnya distribusi tegangan menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru yang terlihat pada gambar 4.4..


(73)

4.3 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 12 4.3.1 Simulasi Hasil Total Deformation

Pada gambar 4.5 memperlihatkan hasil Total Deformation.

Gambar 4.5 Distribusi Total Deformation velg modifikasi dengan spoke 12

Distribusi perubahan bentuk yang terjadi ditandai dengan kontur warna pada gambar 4.5. Warna merah menunjukkan daerah konsentrasi deformasi dimana deformasi maksimum terjadi di daerah ini, dan pada titik ini pulalah yang paling berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Selanjutnya distribusi deformasi menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru. Deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,81563 mm dari bentuk semula.


(74)

4.3.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress

Pada gambar 4.6 memperlihatkan hasil Equivalent Stress.

Gambar 4.6 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi dengan spoke 12

Tegangan maksimum yang terjadi adalah sebesar 74,257 MPa dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,79571 MPa. Hal ini ditandai dengan kontur warna merah yang mendapat konsentrasi tegangan. Selanjutnya distribusi tegangan menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru yang terlihat pada gambar 4.6.


(75)

4.4 Simulasi Komputer Untuk Velg Modifikasi Dengan Spoke 14 4.4.1 Simulasi Hasil Total Deformation

Pada gambar 4.7 memperlihatkan hasil Total Deformation.

Gambar 4.7 Distribusi Total Deformation velg modifikasi dengan spoke 14

Distribusi perubahan bentuk yang terjadi ditandai dengan kontur warna pada gambar 4.7. Warna merah menunjukkan daerah konsentrasi deformasi dimana deformasi maksimum terjadi di daerah ini, dan pada titik ini pulalah yang paling berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Selanjutnya distribusi deformasi menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru. Deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,82937 mm dari bentuk semula.


(76)

4.4.2 Simulasi Hasil Equivalent Stress

Pada gambar 4.8 memperlihatkan hasil Equivalent Stress.

Gambar 4.8 Distribusi Equivalent Stress velg modifikasi dengan spoke 14

Tegangan maksimum yang terjadi adalah sebesar 109,88 MPa dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,075472 MPa. Hal ini ditandai dengan kontur warna merah yang mendapat konsentrasi tegangan. Selanjutnya distribusi tegangan menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru yang terlihat pada gambar 4.8..


(1)

c. Grafik deformasi maksimum vs jumlah spoke untuk velg tanpa penambahan ketebalan pada daerah flange.

Gambar 4.17 Grafik deformasi maksimum vs jumlah spoke untuk velg tanpa penambahan ketebalan daerah flange

d. Grafik deformasi maksimum vs jumlah spoke untuk velg dengan penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm.

Gambar 4.18 Grafik deformasi maksimum vs jumlah spoke untuk velg dengan penambahan ketebalan daerah flange 3 mm

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 4 8 12 16

Deformasi maksimum vs jumlah

spoke

deformasi d ef o rma si ( mm) Jumlah spoke 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0 4 8 12 16

Deformasi maksimum vs jumlah spoke

deformasi d ef o rma si ( mm) Jumlah spoke


(2)

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan simulasi numerik (software ANSYS) dapat diketahui bahwa velg dengan jumlah spoke 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm merupakan velg yang paling baik, hal ini dikarenakan velg tersebut memiliki tegangan maksimum dan deformasi maksimum yang paling kecil diantara velg modifikasi lainnya. Jika ditinjau dari arah pemberian gaya, maka tegangan maksimum terkecil (52,148 MPa) dan deformasi maksimum terkecil (0,5393 mm).

Gambar 4.19 Gambar teknik bahwa velg dengan jumlah spoke 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1. Hasil penelitian dengan menggunakan simulasi numerik (software ANSYS) dapat diketahui bahwa velg dengan jumlah spoke 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange sebesar 3 mm merupakan velg yang paling baik, hal ini dikarenakan velg tersebut memiliki tegangan maksimum dan deformasi maksimum yang paling kecil diantara velg modifikasi lainnya. Jika ditinjau dari pemberian gaya, maka tegangan maksimum terkecil (51,931 MPa) dan deformasi maksimum terkecil (0,52044 mm).

2. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa velg standar terbuat dari material paduan aluminium A413.0 bila diberi beban 6.500 N maka simulasi hasil

Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,64872 mm, velg modifikasi palang 10 sebesar 0,74867 mm, velg modifikasi palang 12 sebesar 0,79571 mm, dan velg modifikasi palang 14 sebesar 0,82937 mm. Velg modifikasi palang 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm sebesar 0,52044 mm, velg palang 12 sebesar 0,60823 mm, dan velg palang 14 sebesar 0,61385 mm.

3. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa velg standar terbuat dari material paduan aluminium A413.0 bila diberi beban 6.500 N maka simulasi hasil

Equivalent Stress maksimum menunjukkan angka sebesar 71,023 MPa, velg modifikasi palang 10 sebesar 73,403 MPa, velg modifikasi palang 12 sebesar 74,257 MPa, dan velg modifikasi palang 14 sebesar 109,88 MPa. Velg modifikasi palang 10 disertai penambahan ketebalan pada daerah flange 3 mm sebesar 51,931 MPa, velg palang 12 sebesar 54,541 MPa, dan velg palang 14 sebesar 54,824 MPa.


(4)

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar dilakukan proses produksi velg dari hasil penelitian.

2. Untuk pengembangan selanjutnya, velg yang sudah di produksi tersebut, dilakukan pengujian langsung di lapangan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.Schey, John. 2009. Proses Manufaktur. Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anggono, Wilyanto. 2011.Deciding the Optimum Spoke Number of Motor Cycle Cast Wheel. Seminar Nasional Simulasi Velg. IX (2). 1-5.

Aditya, Donni. (2011). Profil Velg.h

ttp://donnishare.blogspot.com/2010/09/belajar-mengenai-profil-ban-velg-dan.html.Diakses pada tanggal 5 Desember 2013.

Daryanto. 2004. Reparasi Casis Mobil. Bina Adiaksara. Jakarta.

Hatch, John E., 1984. Aluminium Properties and Physical Metallurgy. Ohio: American Society for Metals.

Putranto, Andi. November 2013.

Pringgo. 2008. Arti Kode Velg. http://www.jipku.com/artikodevelg.html. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.

Surdia, Tata, Saito, S. 2006. Pengetahuan Bahan Teknik. Edisi kesembilan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Srinivasan, R., Chaudhury, P. K., Cherukuri, B., Han, Q., Swenson, D., Gros, P., 2006, Continous Severe Plastic Deformation Processing of Aluminium Alloys, Wright State University.


(6)

Zrnik, J., Dobatkin, S.V., Mamuzic, I., 2008, Processing of Metals by Severe Plastic Deformation (SPD)Structure and Mechanical Properties Respond, Metalurgija 47 (2008).