Analisis Kegagalan Struktur Velg Mobil Berbasis Aluminium Alloy
ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL
BERBASIS ALUMINIUM ALLOY
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
GURUH ANDRYAN SYAHPUTRA NIM. 090401011
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL BERBASIS ALUMINIUM ALLOY
GURUH ANDRYAN SYAHPUTRA NIM. 090401011
Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode ke-677 Tanggal 30 Januari 2014
Disetujui oleh:
Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Bustami Syam, MSME NIP. 19570011985031005
(3)
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 2119/ TS / 2013 FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA TGL : 15 Juli 2013
MEDAN PARAF :
TUGAS SARJANA
NAMA : Guruh Andryan Syahputra
NIM : 090401011
MATA PELAJARAN : Teknologi Pembentukan
SPESIFIKASI : Lakukan analisa struktur pada velg mobil bekas aluminium alloy. Lakukan pengujian secara mekanik untuk mendapatkan hasil agar dapat melakukan simulasi komputer secara numerik. Berikan rekomendasi penyebab kegagalan velg mobil berbasis aluminium alloy dari hasil analisis.
DIBERIKAN TANGGAL : 15 Juli 2013 SELESAI TANGGAL :
MEDAN, 15 Juli 2013 KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,
Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME NIP. 196412241992111001 NIP. 195710011985031005
(4)
ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL BERBASIS ALUMINIUM ALLOY
GURUH ANDRYAN SYAHPUTRA NIM. 090401011
Diketahui / Disahkan Disetujui
Ketua Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik – USU
Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME NIP. 19641224199211101 NIP. 195710011985031005
(5)
KATA
PENGANTARPuji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Teknologi Pembentukan, Yaitu “ ANALISIS KEGAGALAN STRUKTUR VELG MOBIL BERBASIS ALUMINIUM ALLOY”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literature, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ady Sucipto Spd dan Ibunda Dharmayanti, Adik-adik tersayang ( Dyan Natya Purwitasari dan Trifany Alfionita Sari ) atas doa, kasih saying, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis, dan memberikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.Bapak Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3.Bapak Ir.Alfian Hamsi, M.Sc sebagai dosen penguji I dan Bapak Ir.Syahrul Abda, M.Sc sebagai dosen penguji II yang banyak memberi arahan dan bimbingan dalam penyelesaian Skripsi ini.
4.Bapak Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Ir. Syaril Gultom, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
5.Bapak / Ibu staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
(6)
6.Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin USU stambuk 2009 khususnya Chabib Muhammad, Andri Setiawan, Muhammad Nazar, Wahyu Hamdani, Harri Rusadi, Sukardi, Ramadhan Daulay dan yang menjadi teman diskusi dan menemani penulis selama mengikuti studi dan menyusun skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Team Horas USU yang telah memberi dukungan yang luar biasa, Khusunya kepada Bapak Dr.Eng. Himsar Ambarita, MT selaku pembimbing saya di Team Horas USU ini.
8.Seluruh Anggota AMTT yang telah memberi dukungan yang luar biasa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9.Keluarga besar pondok serumpun yang telah memberikan dukungan moral sepenuhnya khususnya Muhammad Isnan Taufiq Siregar, Teddy Firmansyah Supardi, Anton Hutauruk, Muhammad Abdul Hadi, Sabrizal, Guntur Andi Putra, dan Aqmarul Akhyar.
Penulis mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini dimasa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal Alamin.
Medan, Oktober 2013 Penulis,
Guruh Andryan Syahputra Nim : 090401011
(7)
ABSTRACT
Aluminum wheels has one of the so-called critical area is located in the hub, spoke, and flange. Failure in the flange area, spokes, and hub may result in more harm, both in terms of loss of material and non- material terms. The purpose of this research was conducted to determine the cause of failure in aluminum alloy wheels with experimental testing and using numerical simulations. Object of research is aluminum alloy car wheels Toyota Corolla Altis with a diameter of 17,5 inches (444.5 mm) and a width of 7 inches (177.8 mm). Testing is conducted chemical composition test, hardness test, tensile test, and metallographic test. Of testing found that the composition of the material is aluminum alloy wheels with type A413.0. Hardness on the material in the rim flange area that normally is 80.9 BHN scale. Hardness in plastically deformed flange area is 74.7 BHN scale . The maximum tensile stress is 232.990 MPa, elongation 5.48 %, yield stress is 190.334 MPa, Young's Modulus 72.199 GPa. Micro Photo with 100 x and 200 x magnification obtain porosity occurs in the area of plastic deformation. The results of numerical simulations using the standard wheels Ansys Workbench 14.0 Total Deformation maximum gain rate was 0.64872 mm from its original form. Simulation Equivalent Stress produces a maximum stress of 71.023 MPa , and the minimum stress occurs at 0.039784 MPa. It can be concluded that the cause of failure in aluminum alloy wheels is the occurrence of porosity in many areas, causing plastically deformed material hardness decreases. Keywords: Porosity, Hardness of Materials, and ANSYS Simulation
(8)
ABSTRAK
Velg aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis terletak di daerah hub, spoke, dan flange. Kegagalan pada daerah flange, spoke, dan hub dapat mengakibatkan banyak kerugian, baik kerugian dari segi materi maupun dari segi non materi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui penyebab terjadinya kegagalan pada velg aluminium alloy dengan pengujian eksperimental dan menggunakan simulasi numerik. Objek penelitian yang digunakan adalah velg mobil aluminium alloy Toyota Corolla Altis dengan diameter 17,5 inci (444,5 mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm). Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi kimia, uji kekerasan, uji tarik, uji metalografi. Dari pengujian didapat bahwa komposisi pada material velg merupakan aluminium alloy dengan tipe A413.0. Kekerasan pada material velg di daerah flange yang normal adalah 80,9 skala BHN. Kekerasan pada daerah flange terdeformasi plastis adalah 74,7 skala BHN. Tegangan tarik maksimum adalah 232,990 MPa, elongasinya 5,48 %, tegangan mulurnya 190,334 MPa, Modulus Young 72,199 GPa. Foto mikro dengan 100 x dan 200 x pembesaran mendapatkan porositas pada daerah yang terjadi deformasi plastis. Hasil simulasi numerik velg standar menggunakan Ansys 14.0 Workbench mendapatkan Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,67475 mm dari bentuk semula. Simulasi Equivalent Stress menghasilkan tegangan maksimum sebesar 71,434 MPa, dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,073879 MPa. Dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan kegagalan pada velg aluminium alloy adalah terjadinya banyak porositas pada daerah yang terdeformasi plastis sehingga menyebabkan kekerasan material berkurang.
(9)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB 1PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Aluminium... 5
2.2 Proses Pembuatan Aluminium ... 6
2.3 Mikrostruktur Aluminium ... 7
2.4 Sifat-Sifat Aluminium ... 8
2.4.1 Sifat Fisik Aluminium ... 9
2.4.2 Sifat Mekanik Aluminium ... 9
2.4.2.1 Kekuatan Tarik ... 9
2.4.2.2 Kekerasan ... 10
2.4.2.3 Ductile (Liat) ... 10
2.4.2.4 Modulus Elastisitas ... 11
2.4.2.5 Recyclability (Mampu untuk di daur ulang) ... 11
2.4.2.6 Reflectivity (Mampu pantul) ... 12
2.5 Aplikasi Aluminium Pada Velg Mobil ... 12
2.6 Spesifikasi Velg Mobil ... 12
(10)
2.6.2 Offset ... 13
2.6.3 Centre Bore ... 14
2.6.4 Rim Marking ... 15
2.7 Velg Baja dan Velg Aluminium ... 15
2.7.1 Kualitas Velg Aluminium ... 16
2.7.2 Kategori Velg Aluminium ... 17
2.8 Paduan Aluminium ... 18
2.8.1 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu Pada Paduan Aluminium ... 21
2.8.2 Macam-Macam Paduan Aluminium ... 24
2.8.2.1 Paduan Al-Si ... 24
2.8.2.2 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ... 26
2.8.2.3 Paduan Al-Mn... 26
2.8.2.4 Paduan Al-Mg... 27
2.8.2.5 Paduan Al-Mg-Si ... 27
2.8.2.6 Paduan Al-Mn-Zn ... 27
2.9 Proses Pembuatan Velg ... 28
2.9.1 Tipe One-piece Cast Wheels ... 28
2.9.1.1 Gravity Casting... 28
2.9.1.2 Low Pressure Casting ... 29
2.9.1.3 Spun-Rim, Flow- Forming atau Rim Rolling Technology ... 29
2.9.1.4 Forging ... 30
2.9.2 Tipe Multi-Piece Wheels ... 31
2.10 Tegangan ... 31
2.11 Regangan ... 32
2.12 Uji Komposisi Kimia ... 32
2.13 Uji Kekerasan (Hardness Test ) ... 33
2.14 Uji Metalografi ... 35
... 2.14.1Porositas………36
2.15 Uji Tarik ... 37
2.16 Simulasi Numerik ... 38
BAB 3METODOLOGI PENELITIAN ... 39
(11)
3.2 Prosedur Penelitian ... 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 39
3.3.1 Persiapan Bahan ... 40
3.3.2 Persiapan Alat ... 41
3.3.2.1 Mesin Gerinda Tangan ... 41
3.3.2.2 Ragum ... 41
3.3.2.4 Jangka Sorong ... 43
3.3.3 Pembuatan Spesimen ... 43
3.4 Pengujian ... 45
3.4.1 Uji Komposisi ... 45
3.4.2 Uji Kekerasan ... 45
3.4.3 Uji Metalografi ... 46
3.4.3.1 Pengamplasan Spesimen Uji Metalografi ... 47
3.4.3.2 Polishing Spesimen Uji Metalografi... 48
3.4.3.3 Proses Observasi Spesimen Uji Metalografi ... 48
3.4.1 Uji Tarik ... 49
3.5 Simulasi Numerik ... 50
3.5.1 Tampilan Pembuka Ansys 14.0 ... 50
3.5.2 Mendefinisikan Sistem Analisa ... 51
3.5.3 Mendefinisikan Material Properties ... 52
3.5.4 Tampilan Gambar Velg ... 52
3.5.5 Proses Meshing ... 53
3.5.6 Proses Static Structural ... 54
3.5.7 Proses Solution ... 55
3.6 Diagram Alir Penelitian ... 57
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
4.1 Uji Komposisi Kimia... 58
4.2 Uji Kekerasan ... 59
4.3 Uji Tarik ... 61
4.4 Uji Metalografi ... 64
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Bayer ... 6
Gambar 2.2 Struktur mikro dari aluminium murni ... 7
Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon ... 8
Gambar 2.4 Konstruksi velg mobil ... 12
Gambar 2.5 PCD velg mobil ... 13
Gambar 2.6 Offset velg mobil ... 14
Gambar 2.7 Ukuran velg mobil ... 15
Gambar 2.8 (a) Velg baja (b) Velg aluminium ... 16
Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si ... 24
Gambar 2.10 Struktur mikro paduan hypoeutectic, eutectic, dan hypereutectic ... 25
Gambar 2.11 Velg mobil tipe one-piece cast wheels ... 28
Gambar 2.12 Velg BBS RC ... 29
Gambar 2.13 Proses pembuatan velg sistem forging ... 30
Gambar 2.14 Velg mobil tipe multi-piece wheels ... 31
Gambar 2.15 Alat uji kekerasan material logam ... 34
Gambar 2.16 Alat uji struktur mikro ... 35
Gambar 2.17 Alat uji tarik ... 37
Gambar 3.1 Velg mobil bekas Toyota Camry jenis A413.0 ... 40
Gambar 3.2 Mesin gerinda tangan ... 41
Gambar 3.3 Ragum ... 42
Gambar 3.4 Mesin sekrap datar ... 42
Gambar 3.5 Jangka sorong ... 43
Gambar 3.6 Bagian velg yang akan dibuat spesimen untuk pengujian... 43
Gambar 3.7 OES (Optical Emission Spectrometer) ... 45
Gambar 3.8 Brinell Hardness Tester ... 46
Gambar 3.9 Mikroskop optik ... 47
Gambar 3.10 Polishing Machine ... 48
Gambar 3.11 Metal Polish ... 48
Gambar 3.12 Alat uji tarik Torsee Type AMU-10 ... 49
(13)
Gambar 3.14 Tampilan sistem analisa ... 51
Gambar 3.15 Tampilan Engineering data ... 51
Gambar 3.16 Tampilan material properties... 52
Gambar 3.17 Tampilan pembuatan velg dari AutoCAD 3D ... 53
Gambar 3.18 Tampilan gambar velg hasil meshing ... 54
Gambar 3.19 Tampilan gambar velg hasil fixed support ... 54
Gambar 3.20 Tampilan velg yang dikenai beban... 55
Gambar 3.21 Tampilan proses solution ... 56
Gambar 3.23 Diagram alir penelitian ... 57
Gambar 4.1 Spesimen uji komposisi kimia... 58
Gambar 4.2 Spesimen uji kekerasan, (a) yang terdeformasi plastis, (b) yang normal ... 59
Gambar 4.3 Spesimen uji tarik ... 61
Gambar 4.4 ASTM E 8M untuk sheet-type ... 61
Gambar 4.5 Grafik hasil pengujian tarik ... 62
Gambar 4.6 Spesimen uji metalografi, (a) yang normal, (b) yang terdeformasi plastis ... 64
Gambar 4.7 Mikrostruktur spesimen yang normal, (a) dengan 100 x pembesaran, (b) dengan 200 x pembesaran ... 65
Gambar 4.8 Mikrostruktur spesimen yang terdeformasi plastis, (a) dengan 100 x pembesaran, (b) dengan 200 x pembesaran ... 66
Gambar 4.9 Distribusi total deformation ... 68
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat fisik Aluminium... 9 Tabel 2.2 Daftar seri paduan aluminium tempa ... 20 Tabel 2.3 Daftar seri paduan aluminium tuang………..
21
Tabel 3.1 Karakteristik paduan A413.0 ... 40 Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia ... 58 Tabel 4.2 Pengujian Kekerasan di daerah flange normal dengan beban 500 kg ... 60 Tabel 4.3 Pengujian Kekerasan di daerah flange terdeformasi plastis dengan beban 500 kg ... 60 Tabel 4.4 Hasil pengujian tarik ... 63
(15)
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan Satuan
σ Tegangan MPa
A Luas penampang mm2
F Gaya Newton
ε Regangan
ΔL Perpanjangan mm
L0 Panjang mula-mula mm
ρ Densitas g/cm3
σy Tegangan mulur MPa
σu Tegangan tarik MPa
σf Tegangan patah MPa
E Modulus Young Gpa
BHN Kekerasan HB
(16)
ABSTRACT
Aluminum wheels has one of the so-called critical area is located in the hub, spoke, and flange. Failure in the flange area, spokes, and hub may result in more harm, both in terms of loss of material and non- material terms. The purpose of this research was conducted to determine the cause of failure in aluminum alloy wheels with experimental testing and using numerical simulations. Object of research is aluminum alloy car wheels Toyota Corolla Altis with a diameter of 17,5 inches (444.5 mm) and a width of 7 inches (177.8 mm). Testing is conducted chemical composition test, hardness test, tensile test, and metallographic test. Of testing found that the composition of the material is aluminum alloy wheels with type A413.0. Hardness on the material in the rim flange area that normally is 80.9 BHN scale. Hardness in plastically deformed flange area is 74.7 BHN scale . The maximum tensile stress is 232.990 MPa, elongation 5.48 %, yield stress is 190.334 MPa, Young's Modulus 72.199 GPa. Micro Photo with 100 x and 200 x magnification obtain porosity occurs in the area of plastic deformation. The results of numerical simulations using the standard wheels Ansys Workbench 14.0 Total Deformation maximum gain rate was 0.64872 mm from its original form. Simulation Equivalent Stress produces a maximum stress of 71.023 MPa , and the minimum stress occurs at 0.039784 MPa. It can be concluded that the cause of failure in aluminum alloy wheels is the occurrence of porosity in many areas, causing plastically deformed material hardness decreases. Keywords: Porosity, Hardness of Materials, and ANSYS Simulation
(17)
ABSTRAK
Velg aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis terletak di daerah hub, spoke, dan flange. Kegagalan pada daerah flange, spoke, dan hub dapat mengakibatkan banyak kerugian, baik kerugian dari segi materi maupun dari segi non materi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui penyebab terjadinya kegagalan pada velg aluminium alloy dengan pengujian eksperimental dan menggunakan simulasi numerik. Objek penelitian yang digunakan adalah velg mobil aluminium alloy Toyota Corolla Altis dengan diameter 17,5 inci (444,5 mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm). Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi kimia, uji kekerasan, uji tarik, uji metalografi. Dari pengujian didapat bahwa komposisi pada material velg merupakan aluminium alloy dengan tipe A413.0. Kekerasan pada material velg di daerah flange yang normal adalah 80,9 skala BHN. Kekerasan pada daerah flange terdeformasi plastis adalah 74,7 skala BHN. Tegangan tarik maksimum adalah 232,990 MPa, elongasinya 5,48 %, tegangan mulurnya 190,334 MPa, Modulus Young 72,199 GPa. Foto mikro dengan 100 x dan 200 x pembesaran mendapatkan porositas pada daerah yang terjadi deformasi plastis. Hasil simulasi numerik velg standar menggunakan Ansys 14.0 Workbench mendapatkan Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,67475 mm dari bentuk semula. Simulasi Equivalent Stress menghasilkan tegangan maksimum sebesar 71,434 MPa, dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,073879 MPa. Dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan kegagalan pada velg aluminium alloy adalah terjadinya banyak porositas pada daerah yang terdeformasi plastis sehingga menyebabkan kekerasan material berkurang.
(18)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak industri otomotif yang menggunakan paduan alumunium silikon sebagai bahan baku utama untuk proses pengecoran. Salah satunya adalah velg mobil. Berdasarkan bahan bakunya, velg mobil terbagi menjadi dua jenis yaitu velg baja dan velg aluminium. Paduan aluminium yang banyak digunakan pada velg mobil adalah aluminium silikon atau sering disebut juga paduan A413.0 Paduan ini memiliki mampu alir yang baik, mampu las yang baik, sifat ketahanan korosi yang baik, memiliki massa jenis yang rendah dan heat treatable. Dengan berbagai keutamaaan tersebut maka velg dengan paduan A413.0 menjadi pilihan utama diberbagai industri otomotif sehingga permintaaan velg A413.0 semakin meningkat.
Velg aluminum A413.0 adalah salah satu jenis velg non ferrous yang tidak mempunyai fatique limit. Velg aluminium mempunyai daerah yang dinamakan area kritis atau yang disebut juga dengan critical area dimana area kritis itu adalah daerah terjadinya konsentrasi tegangan. Area kritis di velg terletak di daerah hub, spoke, dan flange.
Kegagalan pada daerah flange dapat mengakibatkan kerugian banyak, baik kerugian dari segi materi maupun dari segi non materi. Dari segi materi bagi produsen yaitu kurangnya minat pembeli velg racing yang dibuat tidak sesuai dengan permintaan pasar, bertambahnya biaya produksi dikarenakan velg yang mengalami keretakan harus dilebur kembali. Dan kerugian materi yang lain bagi konsumen yaitu dapat menambah biaya karena velg akan mengalami kerusakan sebelum mencapai umur pakainya dan kerugian dari segi non materi adalah timbulnya korban jiwa ketika velg tersebut mengalami kegagalan saat sedang dioperasikan.
Masalah di atas dapat diminimalisir dengan menggunakan analisa kegagalan atau failure analysis. Dengan analisa kegagalan dapat ditemukan penyebab terjadinya keretakan pada daerah hub dan kegagalan yang sama tidak
(19)
terulang kembali. Berdasarkan uraian di atas maka sangatlah penting dilakukannya penelitian failure analysis guna meminimalisir dan mengetahui penyebab terjadinya keretakan pada velg sehingga dapat dilakukan tindakan untuk pencegahannya. Oleh karena itu, simulasi secara numerik menggunakan komputer dapat dilakukan untuk memodifikasi bentuk velg mobil agar kegagalan yang sering terjadi dapat diminimalisir.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kekerasan pada material velg aluminium alloy, melihat struktur kandungan unsur-unsur yang terdapat pada material velg aluminium alloy, serta melihat adanya kemungkinan cacat pada material velg mobil aluminium alloy.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain : A. Secara umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan pada velg aluminium alloy dengan pengujian eksperimental dan menggunakan simulasi numerik.
B .Secara khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a .Mengetahui komposisi material pada velg aluminium alloy. b. Mengetahui kekerasan material pada velg aluminium alloy. c. Mengetahui mikrostruktur material pada velg aluminium alloy. d. Mengetahui kekuatan tarik pada velg aluminium alloy.
e. Mengetahui nilai distribusi tegangan yang terjadi pada velg aluminium alloy dengan menggunakan software Ansys.
(20)
1.4 Batasan Masalah
Masalah yang muncul dapat diselesaikan dengan baik dan penelitian ini mencapai tujuan yang diinginkan, maka diperlukan batasan masalah yang meliputi antara lain :
a. Material yang digunakan velg aluminium alloy yang bekas dan banyak dipakai.
b. Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi, uji kekerasan, uji metalografi, dan uji tarik.
c. Simulasi numerik menggunakan software Ansys untuk mengetahui distribusi tegangan yang terjadi pada velg aluminium alloy.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Pengembangan Akademis
a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman tentang material logam aluminium alloy.
b. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang analisa kegagalan struktur velg mobil aluminium alloy.
2. Pengembangan Industri
Bagi industri diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman sebelum mendesain velg mobil berbasis logam aluminium alloy untuk mencegah terjadinya kegagalan dan tanpa perlu menambah elemen paduan khusus yang berbiaya tinggi.
(21)
1.6 Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini akan berisikan: BAB 1. PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas literatur dan referensi yang diperlukan berkenaan dengan masalah yang dikaji dalam penelitian mengenai uji komposisi, uji kekerasan, uji metalografi, uji tarik, dan software Ansys.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi urutan dan cara yang dilakukan. Dimulai dari alat, bahan, dan proses yang dilaksanakan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menampilkan data-data yang diperoleh dari penelitian dan hasil pengujian berupa tabel-tabel maupun hasil pengamatan mikro dan pengamatan makro.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini yaitu penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran dari semua hasil analisa pengamatan serta perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan laporan ini.
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aluminium
Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”.
Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka pesawat terbang, mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis.
Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, dicor, ditarik, diperlakukan dengan mesin, dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan Tembaga.
Dalam keadaan murni aluminium terlalu lunak, terutama kekuatannya sangat rendah untuk dapat dipergunakan pada berbagai keperluan teknik. Dengan
(23)
pemaduan ini dapat diperbaiki tetapi seringkali sifat tahan korosinya berkurang, demikian juga keuletannya.
2.2 Proses Pembuatan Aluminium
Aluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses ekstrasi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat dari karbon. Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang yang mengandung aluminium (bauksit, corrondum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan lainnya). Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses Bayer yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Proses Bayer
Sumbe
(24)
Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada temperatur 175 0C sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3. Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 0C sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air. Setelah Alumina dihasilkan, alumina dibawa ke proses Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult dimulai dengan melarutkan alumina dengan lelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut cryolite. Larutan lalu dielektrolisis dan akan mengakibatkan aluminium cair menempel pada anoda, sementara oksigen dari alumina akan teroksidasi bersama anoda yang terbuat dari karbon, membentuk karbon dioksida. Aluminium cair memiliki massa jenis yang lebih ringan dari pada larutan alumina, sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah.
2.3 Mikrostruktur Aluminium
Gambar 2.2 memperlihatkan struktur mikro aluminium murni. Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri.
Gambar 2.2Struktur mikro dari aluminium murni Sumber: Skripsi Boy Harpit Akroma, tahun 2011
(25)
Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon Sumber: Skripsi Boy Harpit Akroma, tahun 2011
Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon. Gambar (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik.
2.4 Sifat-Sifat Aluminium
Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium.
(26)
2.4.1 Sifat Fisik Aluminium
Sifat fisik dari aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1Sifat fisik aluminium Nama, Simbol, dan Nomor Atom Aluminium, Al, 13 Sifat Fisik
Wujud Padat
Massa jenis 2,70 gram/cm3
Massa jenis pada wujud cair 2,375 gram/cm3
Titik lebur 933,47 K. 660,32 0C. 1220,58 0F Titik didih 2792 K. 251,9 0C. 4566 0F Kalor jenis (25 0C) 24,2 J/mol K
Resistansi listrik (20 0C) 28,2 nΩ m Konduktivitas termal (300 K) 237 W/m K Pemuaian termal (25 0C) 23,1μm/m K
Modulus Young 70 Gpa
Modulus geser 26 Mpa
Poisson ratio 0,35
Kekerasan skala Mohs 2,75 Kekerasan skala Vickers 167 Mpa Kekerasan skala Brinnel 12-16 BHN
Sumbe
2.4.2 Sifat Mekanik Aluminium
Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut.
2.4.2.1Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya
(27)
terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan.
Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 Mpa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 600 Mpa (paduan 7075).
2.4.2.2 Kekerasan
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.
Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu ekitar 20 skala Brinell, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan dengan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinell sebesar 160.
2.4.2.3 Ductile (Liat)
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya, material dengan ductility yang tinggi akan
(28)
mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi.
Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik. Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. Aluminium murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun pada umumnya memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium murni, karena ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tarik, serta semua aluminum paduan memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi dari pada aluminium murni.
2.4.2.4 Modulus Elastisitas
Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio, aluminium lebih baik. Aluminium yang memiliki titik lebur yang lebih rendah dan kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara. Hal ini yang memungkinkan produk-produk dari aluminium yang akan dibentuk, pada dasarnya dekat dengan akhir dari desain produk.
2.4.2.5 Recyclability (Mampu untuk didaur ulang)
Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.
(29)
2.4.2.6 Reflectivity (Mampu pantul)
Aluminium adalah reflektor yang baik dari cahaya serta panas, dan dengan bobot yang ringan, membuatnya ideal untuk bahan reflektor.
2.5 Aplikasi Aluminium Pada Velg Mobil
Velg adalah komponen utama dalam sebuah kendaraan. Tanpa velg, kendaraan baik itu mobil ataupun motor tidak akan dapat berjalan. Velg ada dua jenis yang dikenal di kalangan masyarakat yaitu velg standar pabrikan dan velg jenis racing. Velg standar atau velg dari pabrikan banyak yang tidak menyukai karena beberapa 12las an salah satunya adalah trend. Oleh karena itu banyak yang menggantinya dengan velg yang lebih gaya atau yang di sebut dengan velg racing.
2.6 Spesifikasi Velg Mobil
Terdapat beberapa kode-kode yang dipakai untuk menggambarkan spesifikasi detail dari sebuah velg mobil yang ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Konstruksi velg mobil
Sumber: http://hangar-besi.blogspot.com/2013/01/kode-kode-pada-velg.html
(30)
2.6.1 PCD
PCD adalah singkatan dari "Pitch Circle Diametre" (diameter lingkaran pitch). Ini adalah diameter lingkaran, yang diambil melalui pusat lubang baut pada roda. PCD diukur dalam millimeter dan juga menunjukkan jumlah baut roda yang ada. Misalnya kode 5/114,3 merupakan kode untuk menunjukkan jumlah baut yaitu 5 baut dan 114,3 merupakan PCD yang terlihat pada gambar 2.5.
Pengukurannya dengan mengambil titik terlurus dari masing-masing lubang baut roda. Misalnya 4 baut yang diukur antara titik berseberangan dan satuan milimeter. Tetapi kalau yang 5 baut, penarikan garis PCD ada di antara dua titik lubang baut yang ada di seberang lubang baut roda yang ditarik ukurannya. Dari ukuran itu, didapat angka paling standar 100 mm buat mobil-mobil kebanyakan. Maka disebutnya PCD 100. Untuk mobil-mobil MPV dan light-SUV, PCD-nya 114,3 mm, sedangkan sedan kecil dan hatchback, seperti Honda Jazz, Toyota Yaris, atau Chevrolet Aveo, ber-PCD 100 mm. Kalau mobil Mercedes Benz 112 mm, BMW 120 mm, dan SUV yang besar 139,7 mm.
Gambar 2.5 PCD velg mobil
Sumber: http://www.jipku.com/artikodevelg.html
2.6.2 Offset
Atau juga sering disebut dengan istilah "ET" yang diambil dari prefix Bahasa Jerman "Einpresstiefe" (press depth), adalah ukuran seberapa besar tekukan penampang / permukaan tengah velg bagian dalam yang ke luar ataupun ke dalam, semakin kecil ukuran offset maka penampang dalamnya semakin tebal
(31)
sehingga membuat velg apabila terpasang di mobil akan semakin keluar dari fender. Offset menunjukkan jarak dari titik tengah velg ke bagian dudukan baut as roda (bisa rem cakram atau tutup tromol) yang menggunakan satuan milimeter. Seperti yang terlihat dalam gambar 2.6, offset disebut dengan "+" (positif) jika permukaan yang menyentuh dudukan as roda melampaui garis tengah pelek, dan disebut "-" (negatif) ketika lebih dalam daripada garis tengah velg. Pemilihan jenis offset ini perlu diperhatikan agar ban tidak terlalu masuk ke dalam dan menyentuh rongga spatbor kendaraan atau velg dapat menyentuh/ menabrak kaliper rem.
Gambar 2.6 Offset velg mobil
Sumbe
2.6.3 Centre Bore
Merupakan lubang di tengah-tengah lubang baut pada velg mobil, yang berfungsi untuk menahan velg agar tetap berada dipusat roda atau sering juga disebut Centre Hole.
(32)
2.6.4 Rim Marking
Pada umumnya format penulisannya seperti ini 18x8J ET 35, yang artinya velg mobil tersebut berukuran diameter 18 inch dengan lebar velg 8 inch dan offset 35 mm seperti pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Ukuran velg mobil
Sumber: http://www.jipku.com/artikodevelg.html
2.7 Velg Baja dan Velg Aluminium
Industri velg mobil pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu velg aluminium dan velg baja yang terlihat pada gambar 2.8. Untuk angkutan umum dan komersial yang memerlukan velg dengan kekuatan tinggi dan kualitas penampilan yang rendah, baja merupakan bahan logam yang paling efisien dan efektif. Namun untuk mobil penumpang, selain kekuatan dan keringanan velg, penampilan velg yang indah juga diminati oleh pemakai.
Logam aluminium lebih tahan karat dibandingkan baja sehingga penampilan logam aluminium lebih tahan lama keindahannya daripada logam baja, selain itu logam aluminium dapat menimbulkan kilauan indah yang mengkilap bila dipoles. Kelebihan logam aluminium yang terakhir terletak pada beratnya yang lebih ringan dibandingkan logam baja. Oleh karena itu, velg dengan bahan dasar logam aluminium menjadi velg standar bagi mobil penumpang pada umumnya.
(33)
(a) (b) Gambar 2.8 (a) Velg baja (b) Velg Aluminium
2.7.1 Kualitas Velg Aluminium
Kualitas velg aluminium dipengaruhi oleh kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Penampilan
velg bersifat fashion yang digunakan untuk memperindah penampilan mobil secara keseluruhan.
2. Mode
karena velg bersifat fashion maka tentunya mode dari sebuah velg mempengaruhi minat pelanggan yang ingin membeli velg.
3. Warna (finishing)
finishing sebuah velg meningkatkan daya tarik pelanggan dari produk fashion tersebut.
4. Kekuatan
velg yang tidak kuat dapat membahayakan keselamatan penumpang mobil tersebut, terutama untuk kalangan yang menggemari kegiatan rally dimana kekuatan velg diutamakan untuk melewati jalanan off-road yang lebih menantang.
(34)
5. Keringanan
velg yang ringan akan meningkatkan kecepatan sebuah mobil dan juga dapat mengurangi kebutuhan bahan bakar mobil tersebut.
2.7.2 Kategori Velg Aluminium
Velg aluminium memiliki beberapa kategori style yang memiliki pangsa pasar tersendiri sebagai berikut:
1. Standard atau OEM
velg aluminium standard atau OEM digunakan untuk mengkategorikan velg-velg aluminium yang merupakan velg keluaran standar dari manufaktur mobil. Mayoritas pengguna mobil penumpang menggunakan velg standard yang telah disediakan oleh manufaktur mobil ketika membeli sebuah mobil.
2. Racing
velg aluminium yang termasuk dalam model ini lebih fokus pada keringanan berat dan keseimbangan dari velg tersebut. Velg yang ringan akan meningkatkan laju kecepatan sebuah kendaraan. Keseimbangan (balance) velg racing sangat mempengaruhi kestabilan kendaraan saat melaju dengan kecepatan tinggi.
3. Rally
velg aluminium rally kualitasnya diukur dari ketangguhan velg tersebut bila digunakan dalam kondisi jalan yang buruk atau off-road. Penggemar rally pada umumnya lebih peduli dengan kekuatan velg dibandingkan keringan berat velg tersebut.
(35)
4. VIP Style
velg aluminium VIP style lebih difokuskan kepada penampilan velg yang dapat memperindah penampilan mobil mewah. Penggemar velg dengan style ini mengingini penampilan velg yang akan membuat penampilan mobilnya menjadi lebih mewah.
5. Replika
karena velg aluminium adalah barang fashion maka terdapat permintaan terhadap replika atau tiruan dari merek terkenal.
2.8 Paduan Aluminium
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri, misalnya untuk industri pesawat terbang, komponen-komponen mobil, komponen regulator dan konstruksi-konstruksi yang lain.
Menurut Aluminum Association (AA) dapat diidentifikasi dengan sistem empat digit berdasarkan komposisi paduan seperti xxx.1 dan xxx.2 untuk ingot yang dilebur kembali. Sedangkan simbol xxx.0 untuk menentukan batas komposisi pengecoran dan simbol A356, B356 dan C356 untuk paduan cor gravitasi. Masing-masing paduan ini identik dengan kandungan yang mendominasi tetapi berkurang batas penggunaan karena impuritinya, khususnya kandungan besi.
Berikut ini beberapa contoh aplikasi aluminium:
1. Aluminium seri 1xxx
Memiliki kekuatan yang rendah, ketahanan terhadap korosi yang tinggi, tingkat reflektif yang tinggi, dan konduktifitas termal dan listrik yang tinggi sehingga kombinasi ini cocok untuk digunakan dalam pengemasan, perangkat listrik, peralatan pemanas, pencahayaan, dekorasi dan lain-lain.
(36)
2. Aluminium seri 2xxx
Melalui pengerasan dengan precipitation hardening dapat digunakan untuk penerbangan dan roda, kendaraan militer, cocok juga untuk sekrup, baut, komponen permesinan, dan lain-lain.
3. Aluminium seri 3xxx
Tipikal aplikasi seri ini rata-rata untuk kaleng dan untuk paduan yang memerlukan pembentukan dengan cara ditekan dan penggulungan. Selain untuk pengemasan, bangunan, peralatan rumah, alloy ini digunakan juga untuk benda yang memerlukan kekuatan, formabilitas, weldabilitas, dan korosi yang tinggi serta untuk perlengkapan pemanasan seperti helaian brazing dan pipa pemanas.
4. Aluminium seri 4xxx
Kandungan silikon yang tinggi digunakan untuk produk yang memerlukan tingkat kekakuan yang tinggi atau keuletan yang rendah.
5. Aluminium seri 5xxx
Kombinasi kekuatan sedang, ketahanan korosi yang luar biasa, dan weldabilitas biasa digunakan untuk bagian luar (outdoor), arsitektur, khususnya dalam bidang kelautan (perkapalan), dan juga untuk otomotif untuk bodi mobil dan komponen casis.
6. Aluminium seri 6xxx
Kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi, formabilitas, ketahanan korosi, dan weldabilitas sehingga digunakan untuk transport (bodi luar otomotif dan lain-lain), bangunan (pintu, jendela, dan lain-lain), kelautan, pemanasan, dan lain-lain.
(37)
7. Aluminium seri 7xxx
Bagian terpenting dari penggunaan seri ini berdasarkan kekuatan yang tinggi, contohnya pada bidang penerbangan, penjelajahan luar angkasa, militer dan nuklir. Tetapi juga bagian structural bangunan sama baiknya dengan atribut olah raga raket tenis, ski, dan lain-lain.
Jenis paduan aluminium saat ini sangat banyak dan tidak menutup kemungkinan ditemukannya lagi jenis paduan aluminium baru, oleh karena itu dibuatlah sistem penamaan sesuai dengan komposisi dan karakteristik paduan aluminium tersebut untuk memudahkan pengklasifikasiannya. Salah satu penamaan paduan aluminium adalah dengan standar AA, seperti pada Tabel 2.2.
Pada aluminium tempa, seri 1xxx digunakan untuk aluminium murni. Digit kedua dari seri tersebut menunjukkan komposisi aluminium dengan limit pengotor alamiahnya, sedangkan dua digit terakhir menunjukkan persentase minimum dari aluminium tsb. Digit pertama pada seri 2xxx sampai 7xxx menunjukkan kelompok paduannya berdasarkan unsur yang memiliki persentase komposisi terbesar dalam paduan.
Tabel 2.2 Daftar seri paduan aluminium tempa No. Seri Komposisi Paduan
1xxx Aluminium murni
2xxx Paduan aluminium – tembaga 3xxx Paduan aluminium – mangan 4xxx Paduan aluminium – silicon 5xxx Paduan aluminium – magnesium 6xxx Paduan aluminium – magnesium – silicon 7xxx Paduan aluminium – seng
8xxx Paduan aluminium – timah – litium 9xxx Disiapkan untuk penggunaan di masa depan
Digit kedua menunjukkan modifikasi dari unsur paduannya, jika digit kedua bernilai 0 maka paduan tersebut murni terdiri dari aluminium dan unsur
(38)
paduan. Jika nilainya 1 – 9, maka paduan tersebut memiliki modifikasi dengan unsure lainnya. Dua angka terakhir untuk seri 2xxx – 8xxx tidak memiliki arti khusus, hanya untuk membedakan paduan aluminium tersebut dalam kelompoknya.
Paduan aluminium tuang penamaannya memakai sistem tiga digit diikuti dengan satu bilangan desimal. Tabel 2.3 menunjukkan seri paduan aluminium tuang berdasarkan unsur paduannya.
Tabel 2.3 Daftar seri paduan aluminium tuang No. Seri Komposisi Paduan
1xx.x Aluminium murni
2xx.x Paduan aluminium – tembaga 3xx.x Paduan aluminium – silikon - magnesium 4xx.x Paduan aluminium – silikon 5xx.x Paduan aluminium – magnesium
6xx.x Tidak digunakan
7xx.x Paduan aluminium – seng 8xx.x Paduan aluminium – timah
9xx.x Disiapkan untuk penggunaan di masa depan
Dalam standar AA, angka pertama menunjukkan kelompok paduan, angka kedua dan ketiga menunjukkan kemurnian minimum untuk aluminium tanpa paduan dan sebagai nomor identifikasi untuk paduan tersebut, angka keempat menandakan bentuk produk (.0 = spesifikasi coran, .1 = spesifikasi ingot, .2 = spesifikasi ingot yang lebih spesifik).
2.8.1 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu Pada Paduan Aluminium
Jenis dan pengaruh unsur-unsur paduan terhadap perbaikan sifat aluminium antara lain:
(39)
1. Unsur Silikon (Si)
Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif : a Meningkatkan sifat mampu alir (Hight Fluidity).
b. Mempermudah proses pengecoran
c. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi d. Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran e. Menurunkan penyusutan dalam hasil cor
f. Tahan terhadap hot tear (perpatahan pada metal casting pada saat solidifikasi karena adanya kontraksi yang merintangi).
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si berupa penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut jika kandungan silikon terlalu tinggi.
2. Unsur Tembaga (Cu)
Pengaruh baik yang dapat timbul oleh unsur Cu dalam paduan aluminium: a. Meningkatkan kekerasan bahan dengan membentuk presipitat
b. Memperbaiki kekuatan tarik
c. Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.
Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu : a. Menurunkan daya tahan terhadap korosi
b. Mengurangi keuletan bahan dan
c. Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol.
3. Unsur Magnesium (Mg)
Magnesium memberikan pengaruh baik yaitu: a. Mempermudah proses penuangan
b. Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin c. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi d. Meningkatkan kekuatan mekanis
(40)
f. Meningkatkan ketahanan beban kejut atau impak.
Pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh unsur Mg yaitu meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran.
4. Unsur Besi (Fe)
Pengaruh baik yang dapat ditimbulkan oleh unsur Fe ada1ah mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan.
Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan unsur paduan ini adalah : a. Penurunan sifat mekanis
b. Penurunan kekuatan tarik
c. Timbulnya bintik keras pada hasil coran d. Peningkatan cacat porositas.
5. Unsur Mangan (Mn)
Dengan unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, tahan terhadap korosi baik, sifat dan mampu lasnya baik.
6. Unsur Nikel (Ni)
Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja pada temperatur tinggi, misalnya piston dan silinder head untuk motor.
7. Unsur Seng (Zn)
Umumnya seng dapat ditambahkan bersama-sama dengan unsur tembaga dalam persentase kecil. Dengan penambahan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik pada perlakuan panas, juga kemampuan mesin.
(41)
2.8.2 Macam–Macam Paduan Aluminium 2.8.2.1 Paduan Al-Si
Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. Paduan Al-Si yang telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat silumin sangat diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% – 0,4% Mn dan 0,5 % Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment), quenching, dan aging dinamakan silumin, dan yang hanya mendapat perlakuan aging saja dinamakan silumin. Paduan Al-Si yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. Bahan paduan ini biasa dipakai untuk piston kendaraan (Surdia, 1992).
Gambar 2.9 Diagram fasa Al-Si Sumber: ASM International, 2004
Pada diagram fasa Al-Si (gambar 2.9) dapat dibagi tiga daerah yaitu:
a. Daerah Hipoeutektik
Pada daerah ini terdapat kandungan silikon < 11,7% dimana struktur mikro akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah fasa α – aluminium dan eutektik (gelap) yang kaya aluminium yang memiliki kekerasan 90 HB, Struktur mikro hipoeutektik diperlihatkan pada gambar 2.9a.
(42)
b. Daerah Eutektik
Pada komposisi ini paduan Al-Si dapat membeku secara langsung (dari fase cair ke padat). Kandungan silikon yang terkandung didalamnya sekitar 11,7% sampai 12,2% untuk struktur mikro eutektik bisa dilihat pada gambar 2.9b. Material ini memiliki kekerasan 105 HB dan uji tarik 248 MPa sehingga banyak diaplikasikan pada komponen dengan tekanan yang tinggi, seperti:crank case, wheel hub, cylinder barrel.(ASM Handbook vol 15, 1998)
c. Daerah Hypereutectic
Struktur mikro hypereutectic pada gambar 2.10 (c) menunjukan Komposisi silikon diatas 12,2% sehingga kaya akan silikon dengan fasa eutektik sebagai fasa tambahan dan memiliki kekerasan 110 HB. Contoh aluminium alloy jenis ini : AC8H, A.339
Gambar 2.10 Struktur mikro paduan Al-Si (a) Struktur mikro paduan hypoeutectic (1.65-12.6 wt% Si). 150X. (b) Struktur mikro paduan eutectic (12.6% Si). 400X.
(c) Struktur mikro paduan hypereutectic (>12.6% Si). 150X Sumber: ASM International, 2004
Tipe paduan tergantung pada presentase kandungan silikon ini akan berpengaruh terhadap titik beku (freezing point) yang dipakai pada proses pengecoran aluminium yang bisa dilihat pada tabel 2.2.
(43)
Tabel 2.2. Kandungan Si berpengaruh terhadap temperatur titik beku paduan aluminium
Alloy Si conten BS alloy Typical freezing range (0C)
Low silicon 4 – 6 % LM 4 625 – 525
Medium Silicon 7,5 – 9,5 % LM 25 615 – 550 Eutectic alloys 10 – 13 % LM 6 575– 565 Special hypereutectic alloys >16 % LM 30 650 - 505
Sumber: ASM International, 2004
2.8.2.2 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan alumunium yang kuat dinamakan duralumin ini sering diaplikasikan pada rangka sepeda motor, pulley, roda gigi, velg mobil. Paduan Al-Cu-Mg adalah paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat ditingkatkan kekerasanya dengan prosesnatural aging setelah solution heat treatment dan quenching.
2.8.2.3Paduan Al-Mn
Mangan (Mn) adalah unsur yang memperkuat Aluminium tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan terhadap korosi. Paduan Al-Mn dalam penamaan standar AA adalah paduan Al 3003 dan Al 3004. Komposisi standar dari paduan Al 3003 adalah Al, 1,2 % Mn, sedangkan komposisi standar Al 3004 adalah Al, 1,2 % Mn, 1,0 % Mg. Paduan Al 3003 dan Al 3004 digunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas.
2.8.2.4Paduan Al-Mg
Paduan dengan 2–3% Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi, paduan Al 5052 adalah paduan yang biasa dipakai sebagai bahan tempaan. Paduan
(44)
Al 5052 adalah paduan yang paling kuat dalam sistem ini, dipakai setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan Al 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5% Mg) kuat dan mudah dilas oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG (Surdia, 2006).
2.8.2.5Paduan Al-Mg-Si
Sebagai paduan Al-Mg-Si dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh paduan Al 6063 dan Al 6061. Paduan dalam sistem ini mempunyai kekuatan kurang sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan–paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan sebagainya. Paduan 6063 dipergunakan untuk rangka–rangka konstruksi, maka selain dipergunakan untuk rangka konstruksi juga digunakan untuk kabel tenaga (Surdia, 2006).
2.8.2.6Paduan Al-Mn-Zn
Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Iragashi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira–kira 0,3% Mn atau Cr dimana butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD atau duralumin super ekstra. Selama perang dunia ke dua di Amerika serikat dengan maksud yang hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan yaitu suatu paduan yang terdiri dari: Al, 5,5 % Zn, 2,5 % Mn, 1,5% Cu, 0,3 % Cr, 0,2 % Mn sekarang dinamakan paduan Al-7075. Pengggunaan paduan ini paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara, disamping itu juga digunakan dalam bidang konstruksi (Surdia, 2006).
(45)
2.9 Proses Pembuatan Velg
Proses pembuatan velg terdiri dari proses casting dan proses forging. Proses yang banyak dilakukan adalah proses casting, karena berbiaya murah dan teknologi proses casting sudah banyak digunakan dibanding dengan proses forging yang memerlukan teknologi tinggi dan biaya produksi yang tinggi.
2.9.1 Tipe One-piece Cast Wheels
2.9.1.1Gravity Casting
Gravity casting merupakan proses casting paling basic, yaitu hanya dengan menuangkan lelehan aluminium ke dalam cetakan dengan memanfaatkan gravitasi bumi untuk memenuhi cetakannya. Jadi kunci utama adalah didesain cetakan yang benar-benar memperhitungkan arah gravitasi sehingga kepadatan bentuk bisa didapat. Keuntungannya harga produksi lebih murah. Tapi tentu desain seperti ini tidak bisa memenuhi faktor “weight reduction”, karena kepadatan hasil gravitasi membutuhkan lelehan dalam jumlah banyak, yang otomatis akan menambah berat velg seperti terlihat pada gambar 2.11. Kepadatan aluminium juga tidak bisa diatur sedemikian rupa, karena udara masih mudah ikut tercampur. Oleh karena itu, proses model ini akan menambah berat velg jika ingin menambah kekuatannya.
Gambar 2.11 Velg mobil tipe one-piece cast wheel
(46)
2.9.1.2Low Pressure Casting
Low pressure casting menggunakan tekanan tambahan untuk menuangkan lelehan aluminium ke dalam cetakan, sehingga proses penuangan lebih cepat dan kondisi aluminium bisa lebih padat daripada gravity casting. Tekanan bisa didapat dari pemutaran cetakan itu sendiri, ada juga yang dibantu beberapa alat. Dengan harga produksi yang tidak jauh dari gravity casting, proses casting tekanan rendah ini sekarang menjadi sangat umum. Beberapa produsen velg juga telah mengembangkan proses ini dengan berbagai alat dan ukuran tekanan tertentu, demi terbentuknya velg yang lebih ringan. Tentunya biaya pengembangan proses ini juga akan membuat harga velg menjadi naik.
2.9.1.3Spun-Rim, Flow-Forming atau Rim Rolling Technology
Ini salah satu pengembangan dari low pressure casting; dengan menggunakan sebuah mesin khsuus yang memutar casting awal kemudian memanaskan bagian terluar casting nya dan menggunakan tekanan roller baja sehinggga meenghasilkan bentuk akhir velg. Kombinasi panas, tekanan dan pemutaran itu menghasilkan penampang velg yang kuat yang hampir serupa dengan sistem forged, tapi dengan biaya lebih murah dari sistem forged. Banyak velg yang menggunakan metode ini berhasil mencapai light wheel dengan biaya yang normal, walau tidak murah. Contoh tipe aftermarket nya adalah BBS RC yang terlihat pada gambar 2.12.
(47)
2.9.1.4Forging
Teknologi ini menggunakan logam aluminium yang tidak dilebur untuk mencetaknya menjadi velg. Teknologi forging mengandalkan kekuatan mesinnya untuk mencetak velg menggunakan bahan baku aluminium yang masih dalam bentuk logam yang terlihat pada gambar 2.13, berbeda dengan die casting dimana bahan baku aluminiumnya harus dilebur. Produk velg yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi forging ini umumnya dikategorikan dengan sebutan forged wheels.
Hasilnya, sebuah produk aluminium yang sangat padat, kuat dan bisa sangat ringan. Tetapi faktor biaya peralatan, pengembangan dan proses, membuat cara ini tidak banyak produsen velg yang mampu melakukannya. Maka produsen velg yang mampu melakukan sistem forging, produk velg yang dihasilkan menjadi eksklusif. Harga menjadi tinggi walaupun permintaan konsumen tetap tinggi.
Gambar 2.13 Proses pembuatan velg sistem forging
Sumber: http://putrasaimima.blogspot.com/2011/03/proses-pembuatan-velg-mobil.html
(48)
2.9.2 Tipe Multi-Piece Wheels
Merk velg Enkei Sport RCS, adalah salah satu contoh velg two pieces-welded construction. Bagian tengah velg dibuat terpisah, kemudian di las ke rim/bibir velg. Velg tipe ini menggunakan dua atau tiga komponen terpisah yang dirakit menjadi satu wujud velg. Umumnya multi-piece wheels menerapkan lebih dari satu metode pembuatan. Misalnya, bagian tengah dibuat secara casting atau forged, sedangkan lingkar pinggir velgnya dibuat dengan sistem spun dari aluminium. Komponen terpisah tersebut kemudian dibaut, di-sealant atau dilas (welded) menjadi satu wujud velg mobil yang ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Velg mobil tipe multi-piece wheels
Model multi-piece wheels sendiri mulai berkembang pada awal 1970-an untuk untuk kebutuhan balap mobil, dengan pertimbangan untuk mengejar light-weight. Pada perkembangan selanjutnya sistem ini jadi banyak diterapkan pada velg dengan R17 ke atas, dengan tujuan mendapatkan velg yang seringan mungkin.
2.10 Tegangan
Apabila sebuah batang atau plat dibebani sebuah gaya maka akan terjadi gaya reaksi yang sama dengan yang arah berlawanan. Gaya tersebut akan diterima sama rata oleh setiap molekul pada bidang penampang batang tersebut. Jadi tegangan adalah suatu ukuran intensitas pembebanan yang dinyatakan oleh gaya
(49)
dan dibagi oleh luas di tempat gaya tersebut bekerja. Tegangan ada bermacam-macam sesuai dengan pembebanan yang diberikan. Komponen tegangan pada sudut yang tegak lurus pada bidang ditempat bekerjanya gaya disebut tegangan langsung. Pada pembebanan tarik akan terjadi tegangan tarik maka pada beban tekan akan terjadi tegangan tekan. Biasanya dinyatakan dalam bentuk persentasi atau tidak dengan persentasi. Besarnya tegangan menunjukkan apakah bahan tersebut mampu menahan perubahan bentuk sebelum patah. Makin besar tegangan suatu bahan maka bahan itu mudah dibentuk. Maka, rumus tegangan adalah
σ =
AoF ...(2.1) dimana:F = gaya (Newton)
Ao = luas penampang awal (mm2)
2.11 Regangan
Regangan adalah suatu bentuk tanpa dimensi untuk menyatakan perubahan bentuk. Biasanya dinyatakan dalam bentuk persentasi atau tidak dengan persentasi. Besarnya regangan menunjukkan apakah bahan tersebut mampu menahan perubahan bentuk sebelum patah. Makin besar regangan suatu bahan maka bahan itu mudah dibentuk. Maka, rumus regangan adalah
ε = ��
��...(2.2) dimana:
Lo = panjang mula-mula (mm) Δ L = perpanjangan (mm)
2.12 Uji Komposisi Kimia
Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah
(50)
produksinya besar, ataupun juga terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam.
Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Sedangkan untuk Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada.
2.13 Uji Kekerasan (Hardness Test)
Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
- Brinell (HB/BHN) - Rockwell (HR/RHN)
(51)
- Vickers (HV/VHN)
- Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai)
Gambar 2.15 Alat uji kekerasan material logam
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada : a. Permukaan material
b. Jenis dan dimensi material c. Jenis data yang diinginkan d. Ketersedian alat uji
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell yang terlihat pada gambar 2.15 bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Rumus perhitungan Brinell Hardness Number (BHN) dapat dilihat pada persamaan 2.3.
(52)
BHN = 2�
��(�−��2−�2)
...
(2.3) Dimana:P = beban penekan (N)
D = diameter bola penekan (mm) d = diameter lekukan (mm)
2.14 Uji Metalografi
Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Alat uji struktur mikro dapat dilihat pada gambar 2.16. Dengan analisa mikrostruktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat mempengaruhi mikrostruktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.
Gambar 2.16Alat uji struktur mikro
Sebelum melakukan percobaan metalografi terhadap suatu material, terlebih dahulu harus ditentukan material logam apa yang akan diuji. Sebaiknya harus ada data pembanding antara data mikrostruktur yang di dapat dari percobaan dengan data mikrostruktur yang sebenarnya dari suatu material yang di jadikan benda uji.
(53)
2.14.1 Porositas
Porositas dikenal sebagai cacat coran terjadi karena ketidaksesuaian dalam proses pengecoran. Diawal pembekuan (solidifikasi) logam cair bagian permukaannya kontak dengan cetakan yang relatif dingin, dan solidifikasi terus berlanjut kedalam cairan sehingga membuka channel karena perbedaan densitas logam melt dan logam solid. Pembukaan channel terjadi karena adanya perbedaan densitas massa logam melt dan logam solid. Contoh, densitas massa aluminium melt 2,37 g.cm-3 dan aluminium solid 2,55 g.cm-3. Akibat pembukaan channel tekanan internal turun dan diakhir solidifikasi terbentuk pori oleh nukliasi didalam cairan logam. Setelah nukliasi solidifikasi yang berlanjut memicu pertumbuhan pori kearah sisi dalam dari pada kearah sisi luar permukaan coran. Pada umumnya paduan aluminium, bronze, dan paduan eutetik Al-Si mempunyai short-freezing-range sehingga menghasilkan permukaan coran yang baik.
Pada pengecoran logam, apabila tidak ada gas dan logam dituang kedalam rongga mencukupi, maka tidak ditemui adanya porositas dalam tuangan tersebut. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, pori internal dapat terbentuk dengan berbagai cara, seperti adanya ke komplekan pada pengecoran sehingga logam cair tidak dapat mengisi rongga cetak, dengan tegangan hidrostatik yang meningkat, sehingga tercapainya tingkat pembentukan pori internal. Pada temperatur yang sama gas hidrogen mempunyai kelarutan yang tinggi dalam keadaan melt dari pada keadaan solid oleh karena itu porositas gas dapat terbentuk selama solidifikasi.
Gas hidrogen dihasilkan dari reaksi reduksi uap air dalam atmosfer oleh aluminium dan penguraian hidrocarbon. Gas hidrogen dalam aluminium melt dan solid akan meningkat oleh pengotor seperti campuran sulfur. Unsur-unsur pembentuk hydride dalam logam meningkatkan hidrogen dalam liquid. Unsur-unsur beryllium, copper, tin, dan silicon dalam aluminium menurunkan gas hidrogen. Dalam kondisi melt aluminium dan paduannya sangat mudah menyerap hidrogen karena temperatur kelarutan yang tinggi, dan berafinitas dengan oksigen.
(54)
2.15 Uji Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat diketahui setelah proses pengujian ini seperti kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan. Alat uji tarik terlihat pada gambar 2.17
Pengujian tarik sangat dibutuhkan untuk menentukan desain suatu produk karena menghasilkan data kekuatan material. Pengujian tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena dengan pengujian tarik dapat diukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara perlahan.
(55)
2.16 Simulasi Numerik
Untuk menyelesaikan permasalahan numerik digunakan alat bantu software Ansys. Program Ansys ini dikembangkan di Amerika Serikat oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA). Perangkat Schwendler Corporation adalah program analisa elemen hingga untuk analisa tegangan (stress), getaran (vibration), dan perpindahan panas (heat transfer) dari struktur dan komponen mekanika. Dengan Ansys, kita dapat mengimport geometri CAD (Computer Aided Design) atau dengan membuat geometri sendiri dengan Ansys. Mesh, dapat dibuat dengan banyak metode: secara manual sampai automatis. Pemakaian material dan penentuan sifat material dapat dibuat atau dipilih dari Ansys 5.4 libraries. Demikian juga banyak tipe kondisi batas dan kondisi pembebanan dapat diterapkan.
Analisa tegangan dapat memecahkan beberapa kasus banyak menggunakan pendekatan prosedur dua dimensi. Prosedur dua dimensi digunakan karena praktis lebih mendekati, dan modelnya lebih sederhana. Pada kasus yang sebenarnya analisa tiga dimensi yang banyak digunakan karena analisa tegangan tiga dimensi mendekati masalah yang sebenarnya.
(56)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu penelitian ini direncanakan selama enam bulan yang dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Januari 2014. Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Metalurgi Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Khusus untuk pengujian komposisi kimia dilakukan di Workshop Teknik Mesin, Universitas Negeri Medan.
3.2 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa proses pembuatan spesimen sebelum masuk kepada pengujian inti. Dari bahan awal berupa velg mobil bekas berbasis logam aluminium alloy, hal yang pertama dilakukan adalah pemotongan velg tersebut pada bagian yang masih bagus dan bagian yang mengalami penyok menjadi bentuk spesimen uji komposisi, uji kekerasan dan foto mikro.
Barulah kemudian masuk kepada proses pengujian komposisi, uji kekerasan dengan metode brinell, dan foto mikro. Data yang didapat kemudian dianalisa dan disimulasikan dengan software Ansys untuk mengetahui distribusi tegangan dan memodifikasi bentuk dari velg aluminium alloy tersebut agar tidak terjadi kegagalan pada velg.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode dan teknik yang digunakan dalam pembuatan spesimen adalah sebagai berikut.
(57)
3.3.1 Persiapan Bahan
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah velg mobil Toyota Corolla Altis berbasis logam aluminium alloy dengan diameter 17,5 inci (444,5 mm) dan lebar 7 inci (177,8 mm) seperti yang terlihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Velg mobil bekas Toyota Corolla Altis jenis Aluminium Alloy A413.0
Karakteristik dari material velg aluminium jenis A413.0 terlihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Karakteristik paduan A413.0
Sifat Jenis Sifat Nilai
Sifat Fisik Densitas (g/cm3) 2,66
Sifat Tarik (Tensile) Ultimate Tensile Strength (MPa) 290 Sifat Tarik (Tensile) Tensile Yield Strength (MPa) 131 Sifat Tarik (Tensile) Elongasi Tarikan (%) 3,5
Sifat Elastis Shear Modulus (GPa) 26,7
Sifat Elastis Shear Strength (MPa) 170
Sifat Kekerasan Brinell Hardness(HB) 80 Sumber
(58)
3.3.2 Persiapan Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan spesimen untuk pengujian adalah sebagai berikut.
3.3.2.1 Mesin Gerinda Tangan
Alat ini digunakan untuk memotong velg mobil menjadi bentuk strip untuk menyesuaikan dengan kondisi alat uji yang kecil, seperti ditunjukkan pada gambar 3.2.
Spesifikasi:
Merk = METABO Putaran = 11.000 rpm D max = 100 mm Daya = 350 Watt
Gambar 3.2 Mesin gerinda tangan
3.3.2.2 Ragum
Alat ini digunakan untuk menjepit spesimen agar mudah ketika dilakukan pemotongan dengan menggunakan mesin gerinda tangan. Ragum ini terlihat pada gambar 3.3.
(59)
Gambar 3.3 Ragum
3.3.2.3 Mesin Sekrap Datar
Alat ini digunakan untuk meratakan spesimen yang berbentuk strip menjadi bentuk yang diinginkan, seperti terlihat pada gambar 3.4.
Spesifikasi:
Merk : CMZ Type : L-150 Made in : Spain
(60)
3.3.2.4 Jangka Sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi pada saat pembuatan spesimen. Alat ini terlihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Jangka sorong
3.3.3 Pembuatan Spesimen
Pembuatan spesimen yang akan dibuat adalah sebanyak 6 buah. Bagian velg yang akan dibuat spesimen dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Bagian velg yang akan dibuat spesimen untuk pengujian
Bagian velg
terdeformasi plastis yang akan dibuat
Bagian velg normal yang akan dibuat spesimen
(61)
Untuk berikutnya, spesimen ini akan diproses lagi untuk menjadi spesimen uji komposisi, uji kekerasan, dan foto mikro. Adapun proses pembuatan spesimen adalah sebagai berikut:
1. Semua alat dan bahan disiapkan.
2. Dilakukan pemotongan pada sirip velg yang tidak mengalami penyok dengan menggunakan mesin gerinda tangan hingga sirip tersebut terlepas dari velg.
3. Sirip yang sudah terlepas dari velg tersebut, kemudian dijepit menggunakan ragum untuk dipotong lagi sesuai dengan panjang yang diinginkan.
4. Sirip tersebut kemudian dijepit di meja ragum mesin sekrap datar untuk meratakan spesimen dan dibentuk sesuai ukuran spesimen uji kekerasan yang ditentukan.
5. Diulangi dari langkah ke-2 sampai dengan langkah ke-4 untuk pembuatan spesimen uji komposisi, spesimen uji metalografi, dan spesimen uji tarik pada sirip velg yang tidak mengalami penyok.
6. Dilakukan pemotongan pada sirip velg yang mengalami penyok dengan menggunakan mesin gerinda tangan hingga sirip tersebut terlepas dari velg.
7. Sirip yang sudah terlepas dari velg tersebut, kemudian dijepit menggunakan ragum untuk dipotong lagi sesuai dengan panjang yang diinginkan.
8. Sirip tersebut kemudian dijepit di meja ragum mesin sekrap datar untuk meratakan spesimen dan dibentuk sesuai ukuran spesimen uji kekerasan yang ditentukan.
9. Diulangi dari langkah ke-6 sampai dengan langkah ke-8 untuk pembuatan spesimen uji komposisi, spesimen uji metalografi, dan spesimen uji tarik pada sirip velg yang mengalami penyok.
(62)
3.4 Pengujian
Pengujian yang dilakukan pada spesimen meliputi uji komposisi, uji kekerasan, uji metalografi, dan uji tarik.
3.4.1 Uji Komposisi
Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu material. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium dan workshop Teknik Mesin Universitas Negeri Medan dengan menggunakan alat OES (Optical Emission
Spectrometer). Dimana, sebelum pengujian alat tersebut dikalibrasi terlebih
dahulu. OES tersebut dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 3.7 OES (Optical Emission Spectrometer)
(Sumber: Laboratorium dan workshop Teknik Mesin Universitas Negeri Medan)
3.4.2 Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik, Departemen Teknik Mesin USU dengan menggunakan Brinell Hardness Tester, seperti terlihat pada gambar 3.8.
Spesifikasi:
Type : BH-3CF Kapasitas max : 3000 Kgf Bola indentasi : 3,5, dan 10 mm
(63)
Gambar 3.8 Brinell Hardness Tester
Prosedur pengujian uji kekerasan adalah sebagai berikut: a. Siapkan spesimen dan alat uji.
b. Ganti bola indentasi dengan ukuran 5 mm. c. Letakkan spesimen di meja uji.
d. Tutup katup hidrolik.
e. Tekan tuas hingga 500 kg, dan tahan selama 15 detik. F .Buka katup hidrolik dan lepaskan spesimen.
g. Amati jejak yang terjadi dan konversikan ke-Brinell Hardness Number kemudian dicatat.
3.4.3 Uji Metalografi
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Teknik Mesin USU, dengan menggunakan mikroskop optik seperti yang terlihat pada gambar 3.9.
Spesifikasi:
Merk : Rax Vision 3
(64)
Gambar 3.9 Mikroskop optik
Langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut.
3.4.3.1 Pengamplasan Spesimen Uji Metalografi
Proses ini menggunakan kertas amplas yang kasar sampai halus. Tingkat kehalusan kertas amplas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silicon carbida yang menempel pada kertas tersebut. Misalnya ada amplas yang memiliki tingkat kehalusan hingga 220, angka 220 menunjukkan bahwa serbuk silicon carbida pada kertas amplas itu bisa lolos dari ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas 1 inchi2 (sekitar 625 mm2). Untuk langkah pertama penggosokkan menggunakan amplas no. 240 dalam satu arah pada permukaan specimen yang akan diteliti keadaan strukturnya.
Setelah itu menggosok kasar lanjutan permukaan spesimen tersebut dengan kertas amplas no. 800 dengan arah lurus arah penggosokkan pertama (arah kedua), dilanjutkan penggosokan halus permukaan tersebut dengan amplas no. 1000 dengan arah sama dengan arah pertama. Dilanjutkan no. 1200 dengan arah sama dengan arah penggosokkan kasar lanjut. Pengamplasan dilakukan di Laboratorium Metalurgi Departemen Teknik Mesin USU dengan menggunakan polishing machine terlihat pada gambar 3.10.
(65)
Gambar 3.10 Polishing machine
3.4.3.2 PolishingSpesimen Uji Metalografi
Benda uji yang telah melewati proses penggerindaan diteruskan ke proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metallografi. Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar diatasnya diberi kain poles terbaik. Kain ini dikenal dengan kain selvyt (beludru). Cara pemolesannya, benda uji diletakkan diatas piringan yang berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau gama alumina terlihat pada gambar 3.11. Bila garis-garis bekas amplasan masih terlihat, pemolesan diteruskan dan bila tampak sudah rata, spesimen dibersihkan.
Gambar 3.11 Metal polish
3.4.3.3 Proses ObservasiSpesimen Uji Metalografi
Setelah melalui proses pengamplasan, polishing, dan etsa maka spesimen siap untuk diobservasi untuk melihat mikrostrukturnya. Adapun prosedur dari observasi metalografi adalah sebagai berikut:
(66)
a. Siapkan spesimen yang telah di amplas, polishing, dan etsa.
b. Hidupkan Mikroskop Optik, sambungkan dengan komputer yang telah ter-install software di dalamnya.
c. Letakkan spesimen di meja pengujian. d. Pilih ukuran lensa yang akan digunakan. e. Amati gambar pada layar.
f. Simpan gambar yang diperlukan untuk nantinya akan dianalisa.
3.4.4 Uji Tarik
Alat yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan tersebut menahan beban maksimum dan sejauh mana material tersebut bertambah panjang. Gambar 3.12 memperlihatkan alat uji tarik.
Gambar 3.12 Alat uji tarik Torsee Type AMU-10
Spesifikasi: Type : AMU-10
Beban max : 10 Ton Force Tahun :1989
(67)
3.5 Simulasi Numerik
Dalam simulasi ini software yang digunakan yaitu Ansys 14.0 Workbench yang berbasis Metode Elemen Hingga (MEH). Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui distribusi tegangan akibat beban statik. Dalam permodelan gambar seperti material uji tekan statik aksial terlebih dahulu dibuat bentuk geometri dan dimensi dan software yang digunakan adalah AutoCAD 3D. Simulasi komputer dilakukan untuk mengklarifikasi perilaku mekanik yang terjadi akibat pengujian secara eksperimental.
3.5.1 Tampilan Pembuka Ansys 14.0
Tampilan awal Ansys 14.0 ditunjukkan seperti pada gambar 3.13.
Gambar 3.13 Tampilan awal Ansys 14.0
Software program ini mampu melakukan analisa pembebanan statik aksial dan dinamis, analisa temperatur, deformasi, defleksi, tegangan pada truss, dan sebagainya. Pada gambar merupakan tampilan awal Ansys 14.0 Workbench.
(68)
3.5.2 Mendefinisikan Sistem Analisa
Untuk mendefinisikan sistem analisa, maka langkah prosesnya adalah: pilih menu pada toolbox> Static Structural seperti pada gambar 3.14.
Gambar 3.14 Tampilan sistem analisa
Selanjutnya juga dipilih Engineering Data> ketikkan Aluminium Alloy 413.0 pada kolom “Click here for a new material”. Proses ini terlihat pada gambar 3.15.
(69)
3.5.3 Mendefinisikan Material Properties
Langkah selanjutnya adalah menentukan sifat properties material seperti material Aluminium Alloy A413.0. Langkah mendefenisikan material properties adalah: physical properties> density> linear elastic> isotropic elasticity. Lalu masukan nilai modulus elastisitas, masa jenis dan poisson ratio ke dalam kotak dialog material. Kemudian pilih return to project dan pilih satuan millimeter untuk pemodelan gambar. Proses ini terlihat pada gambar 3.16
Gambar 3.16 Tampilan material properties
3.5.4 Tampilan Gambar Velg
Untuk simulasi, maka gambar yang akan dibuat terlebih dahulu melalui software AutoCAD 3D. Software ini digunakan untuk pembuatan gambar, karena gambar yang dihasilkan akan lebih akurat. Langkah untuk mengimport gambar dari AutoCAD 3D adalah: File> import external geometry file> pilih lokasi file gambar tersebut> pilih open> pilih generate. Hal ini ditunjukkan pada gambar 3.17.
(1)
Pada gambar 4.8 yang dilingkari merah terdapat porositas. Alasan ini yang memungkinkan penyebab terjadinya velg mengalami deformasi plastis. Porositas merupakan cacat produk cor yang dapat menurunkan kualitas hasil coran. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan aluminium adalah perbedaan suhu yang sangat tinggi antara cetakan dengan logam cair yang dituang. Proses pembekuan diawali pada bagian logam cair yang lebih dahulu mengenai dinding cetakan.
Hal ini diakibatkan oleh suhu dinding cetakan yang sangat rendah dibandingkan dengan suhu logam cair. Pembekuan yang cepat dan proses pendinginan yang tidak merata mengakibatkan sejumlah gas terperangkap, sehingga terbentuk pori. Porositas oleh gas dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kesempurnaan dan kekuatan dari benda tuang tersebut. Cacat ini dapat dihindari dengan penuangan logam yang cukup temperaturnya, mengontrol jumlah gas yang dihasilkan oleh material.
(2)
4.5 Simulasi Numerik
Hasil simulasi dengan Ansys 14.0 Workbench dapat dilihat dengan cara sebagai berikut.
4.5.1 Simulasi Hasil Total Deformation
Pada gambar 4.9 memperlihatkan hasil Total Deformation.
Gambar 4.9 Distribusi Total Deformation
Distribusi perubahan bentuk yang terjadi ditandai dengan kontur warna pada gambar 4.9. Warna merah menunjukkan daerah konsentrasi deformasi dimana deformasi maksimum terjadi di daerah ini, dan pada titik ini pulalah yang paling berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Selanjutnya distribusi deformasi menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu
(3)
daerah yang ditunjukkan dengan warna biru. Deformasi maksimum yang terjadi sebesar 0,64872 mm dari bentuk semula.
4.5.2 Simulasi Equivalent Stress
Pada gambar 4.10 memperlihatkan hasil Equivalent Stress.
Gambar 4.10 Distribusi Equivalent Stress
Tegangan maksimum yang terjadi adalah sebesar 71,023 MPa dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,039784 MPa. Hal ini ditandai dengan kontur warna merah yang mendapat konsentrasi tegangan. Selanjutnya distribusi tegangan menjalar sesuai dengan warna sampai ke daerah yang paling aman yaitu daerah yang ditunjukkan dengan warna biru yang terlihat pada gambar 4.10
(4)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:
1. Komposisi pada material velg aluminium alloy merupakan aluminium dengan tipe A413,0. Komposisi kimia pada material aluminium alloy didapat data seperti pada tabel 4.1 yang terlilat bahwa semua komposisi unsur pada velg masuk ke dalam standar material A413,0. Pada komposisi material ini terlihat tidak ada sesuatu yang signifikan yang dapat diperoleh dari hasil pengujian, sehingga unsur tidak mempengaruhi penyebab terjadinya deformasi pada velg.
2.
Kekerasan pada material aluminium alloy di daerah flange normal adalah 80,9 skala brinell dan kekerasan pada material aluminium alloy di daerah flange yang terjadi deformasi adalah 74,7 skala brinell. Dalam pengujian ini terlihat perbedaan yang signifikan antara daerah flange normal dengan flange yang terjadi deformasi, sehingga kekerasan mempengaruhi terjadinya deformasi plastis pada velg.3.
Foto mikro dilakukan dengan 100 x pembesaran dan 200 x pembesaran. Pada spesimen yang normal setelah di uji dengan foto mikro tidak terdapat porositas sedangkan spesimen yang terjadi deformasi plastis terdapat porositas yang terlihat pada gambar 4.7 yang dilingkari merah. Alasan ini yang memungkinkan penyebab terjadinya deformasi plastis pada velg.(5)
4.
Kekuatan tarik pada material velg aluminium alloy pada pengujian ini adalah 232,990 MPa, elongasinya 5,48 % dan kekuatan mulurnya 190,334 MPa. Dari hasil tersebut telah sesuai dengan standar yang digunakan, dengan kata lain tidak ada suatu hal yang signifikan penyebab terjadinya kegagalan pada velg.5.
Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa velg standar terbuat dari material paduan aluminium A413.0 bila diberi beban 6.500 N maka simulasi hasil Total Deformation maksimum menunjukkan angka sebesar 0,64872 mm dari bentuk semula dan pada titik inilah yang berpotensi munculnya deformasi plastis pertama. Simulasi Equivalent Stress menghasilkan tegangan maksimum sebesar 71,023 MPa, dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 0,039784 MPa.5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar ditambahkan pengujian fatigue dan pengujian impact untuk melihat apakah pengujian tersebut dapat mempengaruhi kegagalan yang terjadi pada velg.
2. Untuk pengembangan selanjutnya, peneliti menyarankan agar dilakukan modifikasi desain dengan menggunakan software analisis untuk dapat meningkatkan kekuatan mekanis bahan lebih lanjut.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
A.Schey, John. 2009. Proses Manufaktur. Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Aditya, Donni. (2011). Profil Velg.http://donnishare.blogspot.com/2010/09/belajar-mengenai-profil-ban-velg-dan.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2013.
Daryanto. 2004. Reparasi Casis Mobil. Bina Adiaksara. Jakarta.
Hatch, John E., 1984. Aluminium Properties and Physical Metallurgy. Ohio: American Society for Metals.
Putranto, Andi. November 2013.
Pringgo. 2008. Arti Kode Velg. http://www.jipku.com/artikodevelg.html. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013.
Surdia, Tata, Saito, S. 2006. Pengetahuan Bahan Teknik. Edisi kesembilan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Srinivasan, R., Chaudhury, P. K., Cherukuri, B., Han, Q., Swenson, D., Gros, P., 2006, Continous Severe Plastic Deformation Processing of Aluminium Alloys, Wright State University.
Voort, Vander. 1984. Metallography Priciples and Practice. USA: McGraw-Hill.
Zrnik, J., Dobatkin, S.V., Mamuzic, I., 2008, Processing of Metals by Severe Plastic Deformation (SPD) – Structure and Mechanical Properties Respond, Metalurgija 47 (2008).