TINJAUAN PUSTAK

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Biodiesel sebagai bahan bakar diesel alternatif digambarkan sebagai asam lemak metil atau etil ester dari minyak nabati atau lemak hewan dengan transesterifikasi dengan alkohol seperti metanol dan etanol. Ada tiga generasi biodiesel yang terbuat dari (i) minyak nabati, lemak hewan dan pati atau gula, (ii) sumber biomassa yang tidak difokuskan dari tanaman pangan, yaitu jarak pagar (iii) dan ganggang yang juga dikenal sebagai oilgae atau bahan bakar ganggang. Biodiesel hasil dari sumber-sumber ini direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengganti minyak bumi, yang dikenal sebagai bahan bakar diesel. Pemilihan biodiesel terutama karena adanya oksigen, terbarukan,

biodegradable dan ramah lingkungan dengan kinerja aliran yang sama dan profil emisi rendah. Hal ini juga karena karakteristik yang menarik dari biodiesel karena bilangan setana yang lebih tinggi, tidak adanya senyawa sulfur dan aromatik (Yunus, et al., 2013).

Menurut Singh & Singh (2009), ada beberapa sumber yang digunakan sebagai pakan ternak untuk produksi biodiesel seperti kedelai, bunga matahari, kelapa, canola, biji kapas, lobak dan minyak kedelai. Namun, dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit memiliki keunggulan yang jauh lebih baik dan potensi sebagai bahan bakunya untuk produksi biodiesel. Minyak kelapa sawit adalah tanaman tahunan, seperti kedelai dan lobak. tanaman tahunan berarti produksi minyak terus menerus dan tidak terputus, meskipun produksi tahunan memiliki puncak musiman dan siklus turun. perkebunan kelapa memiliki hasil minyak tertinggi dalam hal produksi minyak per hektar perkebunan.

Yap (2011) menjelaskan bahwa transesterifikasi atau alkoholisis adalah perpindahan alkohol dari ester dalam proses yang sama dengan hidrolisis, kecuali alkohol yang digunakan sebagai pengganti air. Reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut :


(2)

(Ali and Cadence, 2012)

Menurut SNI, biodiesel memiliki densitas sebesar 0,85 – 0,89 g/cm3, viskositas sebesar 2,3 – 6,0 cSt, kadar air sebesar 0,05% dan bilangan setana minimal 51 (Damayanti, 2011)

.

2.2 Proses-Proses Pembuatan Biodiesel 2.2.1 Proses Esterifikasi

Minyak jelantah (minyak goreng bekas) mempunyai kandungan asam lemak bebas yang tinggi hingga 5-30% b/b atau 3-40% b/b. Kadar asam lemak bebas ini akan menimbulkan reaksi penyabunan apabila bereaksi dengan kalium atau natrium hidroksida, sehingga menghambat pembentukan biodiesel. Salah satu metode untuk mengatasinya yaitu melakukan esterifikasi (pra-transesterifikasi) terhadap minyak jelantah untuk mengurangi kadar asam lemak bebas sebelum dilakukan transesterifikasi. Tujuan esterifikasi mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester (biodiesel). (Kartika dan Senny 2012).

2.2.2 Proses Transesterifikasi

Minyak nabati memiliki viskositas yang terlalu tinggi untuk digunakan dalam kebanyakan mesin diesel sebagai pengganti bahan bakar minyak. Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk mengurangi viskositas minyak di industri biodiesel disebut transesterifikasi untuk produksi biodiesel. Studi ini menunjukkan bahwa reaksi transesterifikasi terdiri dari sejumlah reaksi reversibel. Pertama trigliserida direduksi menjadi digliserida, selanjutnya digliserida direduksi menjadi monogliserida.

Katalis konvensional yang digunakan untuk transesterifikasi adalah asam dan alkali, baik cair maupun heterogen tergantung pada jenis minyak yang digunakan untuk produksi biodiesel. Penggunaan katalis asam diketahui berguna untuk tahap awal menangani bahan baku yang mengandung kadar asam lemak yang tinggi tetapi laju reaksi untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester sangat lambat


(3)

2.2.3 Metode Alkohol Supercritical

Umumnya, produksi biodiesel disertai dengan katalis yang bersifat basa, tetapi sangat sulit untuk menggunakan proses ini untuk bahan baku minyak bekas dan lemak. Katalis enzimatik membutuhkan waktu yang lama untuk mengubah minyak dan lemak menjadi biodiesel. Biodiesel dapat diperoleh dari minyak dengan metode transesterifikasi non-katalitik dengan alkohol superkritis. Proses yang dikembangkan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Perlakuan superkritis secara signifikan dapat mengurangi waktu reaksi dan sifat produk juga memenuhi standar internasional. Minyak atau lemak dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat dikonversi menjadi biodiesel oleh alkohol superkritis (Wei, et al., 2012).

2.2.4 Metode Pirolisis

Pirolisis adalah konversi bahan organik dengan pemanasan dengan bantuan katalis. Minyak nabati, lemak hewani, minyak alga dapat di pirolisis. Meskipun metode ini tidak murah, tetapi bahan bakar dapat diproduksi tanpa mengekstraki lipid atau hidrokarcon. Produk yang lebih seragam dapat diperoleh dan menghasilkan yield yang lebih tinggi daripada proses transesterifikasi. Dari segi kimia produk yang dihasilkan sama dengan bensin dan solar. Proses pirolisis sangat efektif dan tidak menghasilkan polusi dan juga hasil dari pirolisis memiliki viskositas yang rendah dan bilangan setana yang tinggi (Ozcimen, et al., 2013).

2.2.5 Metode Pengenceran

Minyak yang paling umum digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah minyak bekas dan minyak nabati seperti bunga matahari. Metode pengenceran ini melibatkan minyak nabati dan minyak bekas yang dicampurkan dengan bahan bakar diesel dan pelarut lain. Pengenceran minyak nabati dengan pelarut memperendah nilai viskositas. Viskositas minyak dapat diperkecil dengan cara dicampur dengan etanol murni. Viskositas yang rendah sangat baik untuk performa mesin. Dalam


(4)

metode ini tidak ada proses kimia dan viskositas dapat diperkecil tetapi masih ada emisi karbon dan masalah polusi yang harus diselesaikan (Ozcimen, el al., 2013).

2.3 Reaksi Transerifikasi

Transesterifikasi adalah proses pertukaran gugus alkil antara ester dan alkohol untuk memproduksi biodiesel dan gliserol. Untuk setiap molekul trigliserida,

diperlukan tiga molekul alkhol untuk memproduksi tiga molekul ester asam lemak. Penerima gugus alkul yang sering digunakan untuk proses transesterifikasi adalah alkohol. Sangat banyak alkohol digunakan untuk produksi biodiesel, seperti metanol, etanol, propanol, isopropanol, butanol. Metanol adalah jenis alkohol yang sering digunakan dalam produksi biodiesel dan reaksi nya disebut metanolisis. Etanol juga dapat digunakan tetapi relatif lebih mahal, kurangnya volatilitas dan kurang reaktif dibandingkan dengan metanol.

Umumnya, transesterifikasi adalah proses pencampuran reaktan tetapi diperlukan katalis untuk memudahkan reaksi transesterifikasi misalnya dengan katalis asam, alkali dan enzim. Suhu dapat mempercepat laju reaksi. Dimana reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu dibawah 350 °C dan jika dilakukan pada suhu diatas 400 °C akan menghasilkan ester dengan kadar yield yang rendah. Reaksi transesterifikasi asam lemak adalah :


(5)

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Biodiesel (Vijayan, 2013)

2.4 Faktor-Faktor yang Menpengaruhi Reaksi Transesterifikasi 1. Lama Reaksi

Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi, melainkan dapat menyebabkan produk berkurang karena adanya reaksi balik, yaitu metil ester terbentuk menjadi trigliserida (Faizal, dkk., 2013).

Secara komersial biodiesel banyak diproduksi dengan transesterifikasi alkali dibawah tekanan atmosfir dan dioperasikan pada suhu 60 – 70 °C dengan metanol akan terbentuk metil ester secara maksimal dalam waktu 60 menit (Laksono, 2013).

2.

Rasio Perbandingan Alkohol dengan Minyak

Rasio molar antara alkohol dengan minyak sangat mempengaruhi dengan metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1 (Faizal, dkk., 2013).

3.

Jenis Katalis

Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250°C, katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% - 99%) dengan jumlah katalis 0,5% – 1,5% bb minyak nabati (Faizal, dkk., 2013).


(6)

4.

Pencampuran

Homogenisasi campuran dalam reaksi merupakan parameter penting yang mempengaruhi efektifitas reaksi karena dari kondisi ini maka reaksi tumbukan akan terjadi yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju reaksi, konstanta reaksi, energi aktivasi dan lama reaksi. Transesterifikasi tidak akan berlangsung baik bila campuran bahan tidak dihomogenisasi terutama selama tahap awal proses (Laksono, 2013).

5.

Suhu

Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh temperatur reaksi pada umumnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (65 °C) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur semakin tinggi temperatur berarti semakin banyak yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi (Tohari, 2015).

2.5 Minyak Kelapa

Untuk beberapa dekade, kelapa (Cocos nucifera) dikenal sebagai "pohon kehidupan", telah digunakan sebagai bahan baku untuk produksi sabun dan kosmetik. Sebagai bahan makanan, minyak kelapa memberikan banyak manfaat kesehatan seperti menjadi virus, bakteri, jamur, anti-mikroba dan banyak lagi. Minyak kelapa seperti yang lain minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida, pada dasarnya mengandung gliserin. Transesterifikasi mengubah minyak menjadi ester, memisahkan gliserin dari produk utama (biodiesel) (Bello, et al., 2015).

Virgin Coconut Oilterbuat dari daging kelapa segar. VCO adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak, hanya diperoleh dengan perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal. VCO diperoleh dari daging buah kelapa yang sudah tua tetapi masih segar yang diproses tanpa pemanasan, diproses dengan cara sederhana sehingga diperoleh minyak kelapa murni yang berkualitas tinggi. Keunggulan dari VCO ini adalah jernih, tidak berwarna, tidak mudah tengik dan tahan hingga dua tahun.


(7)

Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam laurat yang memiliki rantai C12. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kapriat. Keduanya merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang biasa disebutMedium Chain Fatty Acid(MCFA) (Budiman, dkk., 2012).

2.6 Aplikasi Dalam Industri ”Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Menggunakan Pereaksi Bioetanol Tetes Tebu”

Biodiesel merupakan suatu energi alternatif yang bisa digunakan sebagai bahan bakar layaknya bahan bakar fosil. Biodiesel diperoleh dari minyak nabati atau minyak hewani sehingga dapat diperbaharui. Karena biodiesel merupakan minyak non-fosil maka sudah tentu pembakarannya bebas dari sulfur, yang nantinya berdampak positif terhadap lingkungan. Karena dapat terurai secara alami, menekan emisi dan mendukung isi dari Protokol Kyoto yaitu sebuah persetujuan Internasional mengenai pemanasan global yang salah satu isinya menekan emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor.

Sumber bahan baku biodiesel salah satunya adalah minyak jelantah, yang diketahui mempunyai banyak keuntungan. Selain dapat menghasilkan bahan bakar yang relatif murah juga dapat mengurangi polusi air dan tanah karena sisa minyak sering dibuang ke selokan, mengurangi bahan bersifat karsinogenik di masyarakat.

Ada dua tahapan pada proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah yaitu proses esterifikasi dan transesterifikasi. Penggunaan bioetanol dalam pembuatan biodiesel tidak lepas dari tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan karena sedikit menghasilkan polusi, ramah lingkungan, juga merupakan sumber bahan bakar yang bisa diperbarui. Bioetanol dari tetes tebu yang dihasilkan sudah melalui proses fermentasi, destilasi dan dehidrasi hingga mencapai kadar atau berkisar 90%-95% agar dapat digunakan untuk proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jelantah menjadi bahan bakar yang berkarakter biodiesel (Mayuni, dkk., 2015).


(8)

Mulai

Campuran ditambahi 1,3% v/v katalis kalium etoksida Minyak dipanaskan diatas hotplate pada suhu 110 °C,

kemudian didinginkan

Tetes tebu didestilasi pada suhu tidak lebih dari 78 °C untuk menghasilkan bioetanol

Bioetanol dianalisis dengan alat kromatografi gas

10 ml sampel ditambahan 2-3 tetes phenolftalein dan dititrasi dengan KOH 0,1 N untuk menentukan % FFA

1 bagian minyak jelantah dimasukkan kedalam labu leher dua

Dipanaskan pada suhu 35 °C dan ditambahi bioetanol 1 bagian dan diaduk 5 menit hingga keruh

Ditambahkan katalis asam sulfat 1,5% v/v dan dipanaskan pada suhu 65 °C – 70 °C selama 1 jam Didiamkan selama 24 jam didalam corong pisah dan dicuci dengan air, dipisahkan lapisan atas dan bawah

Dipanaskan pada suhu 55-60 °C sambil diaduk selama 2,5 jam


(9)

Gambar 2.2 Flowchart Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Menggunakan Pereaksi Bioetanol Tetes Tebu

(Mayuni, dkk., 2015) Selesai

Didiamkan selama 1 jam didalam corong pisah hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas adalah biodiesel dan lapisan bawah adalah gliserol

A

Lapisan atas dicuci dengan air dan dikeringkan dengan CaCl2 kemudian disaring


(1)

metode ini tidak ada proses kimia dan viskositas dapat diperkecil tetapi masih ada emisi karbon dan masalah polusi yang harus diselesaikan (Ozcimen, el al., 2013).

2.3 Reaksi Transerifikasi

Transesterifikasi adalah proses pertukaran gugus alkil antara ester dan alkohol untuk memproduksi biodiesel dan gliserol. Untuk setiap molekul trigliserida,

diperlukan tiga molekul alkhol untuk memproduksi tiga molekul ester asam lemak. Penerima gugus alkul yang sering digunakan untuk proses transesterifikasi adalah alkohol. Sangat banyak alkohol digunakan untuk produksi biodiesel, seperti metanol, etanol, propanol, isopropanol, butanol. Metanol adalah jenis alkohol yang sering digunakan dalam produksi biodiesel dan reaksi nya disebut metanolisis. Etanol juga dapat digunakan tetapi relatif lebih mahal, kurangnya volatilitas dan kurang reaktif dibandingkan dengan metanol.

Umumnya, transesterifikasi adalah proses pencampuran reaktan tetapi diperlukan katalis untuk memudahkan reaksi transesterifikasi misalnya dengan katalis asam, alkali dan enzim. Suhu dapat mempercepat laju reaksi. Dimana reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu dibawah 350 °C dan jika dilakukan pada suhu diatas 400 °C akan menghasilkan ester dengan kadar yield yang rendah. Reaksi transesterifikasi asam lemak adalah :


(2)

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Biodiesel (Vijayan, 2013)

2.4 Faktor-Faktor yang Menpengaruhi Reaksi Transesterifikasi 1. Lama Reaksi

Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi, melainkan dapat menyebabkan produk berkurang karena adanya reaksi balik, yaitu metil ester terbentuk menjadi trigliserida (Faizal, dkk., 2013).

Secara komersial biodiesel banyak diproduksi dengan transesterifikasi alkali dibawah tekanan atmosfir dan dioperasikan pada suhu 60 – 70 °C dengan metanol akan terbentuk metil ester secara maksimal dalam waktu 60 menit (Laksono, 2013).

2.

Rasio Perbandingan Alkohol dengan Minyak

Rasio molar antara alkohol dengan minyak sangat mempengaruhi dengan metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1 (Faizal, dkk., 2013).

3.

Jenis Katalis

Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250°C, katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% - 99%) dengan jumlah katalis 0,5% – 1,5% bb minyak nabati (Faizal, dkk., 2013).


(3)

4.

Pencampuran

Homogenisasi campuran dalam reaksi merupakan parameter penting yang mempengaruhi efektifitas reaksi karena dari kondisi ini maka reaksi tumbukan akan terjadi yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju reaksi, konstanta reaksi, energi aktivasi dan lama reaksi. Transesterifikasi tidak akan berlangsung baik bila campuran bahan tidak dihomogenisasi terutama selama tahap awal proses (Laksono, 2013).

5.

Suhu

Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh temperatur reaksi pada umumnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (65 °C) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur semakin tinggi temperatur berarti semakin banyak yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi (Tohari, 2015).

2.5 Minyak Kelapa

Untuk beberapa dekade, kelapa (Cocos nucifera) dikenal sebagai "pohon kehidupan", telah digunakan sebagai bahan baku untuk produksi sabun dan kosmetik. Sebagai bahan makanan, minyak kelapa memberikan banyak manfaat kesehatan seperti menjadi virus, bakteri, jamur, anti-mikroba dan banyak lagi. Minyak kelapa seperti yang lain minyak nabati dan lemak hewan adalah trigliserida, pada dasarnya mengandung gliserin. Transesterifikasi mengubah minyak menjadi ester, memisahkan gliserin dari produk utama (biodiesel) (Bello, et al., 2015).

Virgin Coconut Oilterbuat dari daging kelapa segar. VCO adalah

minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak, hanya diperoleh dengan perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal. VCO diperoleh dari daging buah kelapa yang sudah tua tetapi masih segar yang diproses tanpa pemanasan, diproses dengan cara sederhana sehingga diperoleh minyak kelapa murni yang berkualitas tinggi. Keunggulan dari VCO ini adalah jernih, tidak berwarna, tidak mudah tengik dan tahan hingga dua tahun.


(4)

Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam laurat yang memiliki rantai C12. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kapriat. Keduanya merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang biasa disebutMedium Chain Fatty Acid(MCFA) (Budiman, dkk., 2012).

2.6 Aplikasi Dalam Industri ”Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Menggunakan Pereaksi Bioetanol Tetes Tebu”

Biodiesel merupakan suatu energi alternatif yang bisa digunakan sebagai bahan bakar layaknya bahan bakar fosil. Biodiesel diperoleh dari minyak nabati atau minyak hewani sehingga dapat diperbaharui. Karena biodiesel merupakan minyak non-fosil maka sudah tentu pembakarannya bebas dari sulfur, yang nantinya berdampak positif terhadap lingkungan. Karena dapat terurai secara alami, menekan emisi dan mendukung isi dari Protokol Kyoto yaitu sebuah persetujuan Internasional mengenai pemanasan global yang salah satu isinya menekan emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor.

Sumber bahan baku biodiesel salah satunya adalah minyak jelantah, yang diketahui mempunyai banyak keuntungan. Selain dapat menghasilkan bahan bakar yang relatif murah juga dapat mengurangi polusi air dan tanah karena sisa minyak sering dibuang ke selokan, mengurangi bahan bersifat karsinogenik di masyarakat.

Ada dua tahapan pada proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah yaitu proses esterifikasi dan transesterifikasi. Penggunaan bioetanol dalam pembuatan biodiesel tidak lepas dari tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan karena sedikit menghasilkan polusi, ramah lingkungan, juga merupakan sumber bahan bakar yang bisa diperbarui. Bioetanol dari tetes tebu yang dihasilkan sudah melalui proses fermentasi, destilasi dan dehidrasi hingga mencapai kadar atau berkisar 90%-95% agar dapat digunakan untuk proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jelantah menjadi bahan bakar yang berkarakter biodiesel (Mayuni, dkk., 2015).


(5)

Mulai

Campuran ditambahi 1,3% v/v katalis kalium etoksida Minyak dipanaskan diatas hotplate pada suhu 110 °C,

kemudian didinginkan

Tetes tebu didestilasi pada suhu tidak lebih dari 78 °C untuk menghasilkan bioetanol

Bioetanol dianalisis dengan alat kromatografi gas

10 ml sampel ditambahan 2-3 tetes phenolftalein dan dititrasi dengan KOH 0,1 N untuk menentukan % FFA

1 bagian minyak jelantah dimasukkan kedalam labu leher dua

Dipanaskan pada suhu 35 °C dan ditambahi bioetanol 1 bagian dan diaduk 5 menit hingga keruh

Ditambahkan katalis asam sulfat 1,5% v/v dan dipanaskan pada suhu 65 °C – 70 °C selama 1 jam

Didiamkan selama 24 jam didalam corong pisah dan dicuci dengan air, dipisahkan lapisan atas dan bawah

Dipanaskan pada suhu 55-60 °C sambil diaduk selama 2,5 jam


(6)

Gambar 2.2 Flowchart Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Menggunakan Pereaksi Bioetanol Tetes Tebu

(Mayuni, dkk., 2015) Selesai

Didiamkan selama 1 jam didalam corong pisah hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas adalah biodiesel dan lapisan bawah adalah gliserol

A

Lapisan atas dicuci dengan air dan dikeringkan dengan CaCl2