KOMPETENSI INTERPERSONAL STAF NON PUSTAK

KOMPETENSI INTERPERSONAL STAF NON-PUSTAKAWAN
DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Oleh
Kristina
Pustakawan STIESIA Surabaya
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kegiatan utama perpustakaan adalah berorientasi kepada pengguna. Kegiatan teknis
yang dimulai dari mengumpulkan, memproses, penyebaran hingga preservasi dilakukan
dengan tujuan untuk memberikan kepuasan kepada pemustaka, yaitu mendapatkan apa yang
diharapkan dari kunjungannya ke perpustakaan. Dalam menghadapi pemustaka kita sering
dihadapkan pada permasalahan beragamnya karakter pemustaka dan bervariasinya kebutuhan
dan cara pemenuhannya. Menghadapi hal yang demikian maka sebagai jasa layanan publik
fakor sumber daya manusia menjadi sangat penting karena kita harus pandai dalam
berinteraksi dengan pemustaka agar dapat memberikan apa yang diharapkan, sehingga dapat
membangun sebuah image yang baik bagi perpustakaan. Image merupakan gambaran tentang
realitas atau gambaran dunia nyata menurut persepsi seseorang. Image terbentuk melalui
pengalaman berinteraksi dengan objek. Kita sebagai orang yang bekerja di bidang jasa
layanan dituntut untuk dapat memberikan solusi bagi pemustaka kita sehingga pemustaka
merasa terpuaskan, selain itu dalam layanan jasa juga dibutuhkan faktor kenyamanan dimana
pemustaka kita merasa nyaman dengan apa yang kita berikan.

Bagaimana dengan image perpustakaan itu sendiri ? Perpustakaan perguruan tinggi
dengan perkembangan teknologi informasi banyak sekali mengalami perubahan, baik dalam
hal fungsi maupun fasilitas1. Dari segi fungsi, perpustakaan harus berusaha memainkan
peranan penting dalam menambah nilai pada informasi dan juga pada perpustakaan itu
sendiri, kalau tidak mau dikesampingkan oleh pengguna yang semakin dimudahkan oleh
teknologi informasi dalam mengakses informasi dan pengetahuan.

Caranya yaitu dengan

melakukan stream lining, ekspansi, dan inovasi. Sedangkan dari segi fasilitas perpustakaan
dapat menyediakan perpustakaan digital sebagai sarana pemustaka agar selalu terhubung
dengan perpustakaan, selain itu perpustakaan dapat juga mengembangkan fasilitas lainnya
untuk pemustaka seperti fasilitas bioskop mini perpustakaan, ruang diskusi, carel room, wifi
1

Lien,
Diao
Ai,
2004.
Transformasi

Dunia
Perpustakaan.
Tersedia
di
http://www.eprints.rclis.org/.../Transformasi_dunia_perpustakaan/. Di akses pada tanggal
05 Mei 2014.

1

area, dan sebagainya. Namun dari segi image staf perpustakaan maupun pustakawan dalam
dalam persepsi pemustaka masih dianggap kurang begitu baik.
Menurut Ruth A. Kneale dalam bukunya yang berjudul “You don’t look like
librarian”, yang merupakan hasil survey menjelaskan bahwa pustakawan dan staff
perpustakaan masih dipersepsikan sebagai sosok yang sudah berumur, berkacamata, tidak
suka tertawa, pendiam, menggunakan pakaian dan sepatu yang tidak menarik, dan suka
berkata “shhh..” apabila pemustaka ramai di perpustakaan2. Tetapi dalam kenyataannya di
lingkungan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia khususnya, image tersebut masih
dibuktikan dalam kehidupan nyata, hal ini terlihat dari masih adanya pustakawan dan staff
perpustakaan yang sudah berumur, tidak ramah, tidak modis, dan suka melarang pemustaka
apabila berdiskusi terlalu ramai di perpustakaan.

Hal ini diperparah dengan kenyataan di lapangan bahwa rata-rata sumber daya
manusia di perpustakaan perguruan tinggi masih tersisa atau masih digunakan tempat mutasi
terakhir bagi orang-orang bermasalah. Sehingga sumber daya yang ada di perpustakaan tidak
murni semuanya adalah pustakawan. Hal tersebut dijelaskan dalam buku Pedoman
Perpustakaan Perguruan Tinggi bahwa sumber daya manusia di perpustakaan Pendidikan
Tinggi terdiri dari: (1) Pustakawan, tenaga administrasi dan tenaga kejuruan. Pustakawan
sendiri terdiri dari Pustakawan (Pustakawan Ahli menurut SK Menpan 132/2002) dengan
pendidikan kesarjanaan dalam ilmu perpustakaan, atau yang sederajat, dengan tugas
melaksanakan tugas keprofesian dalam bidang perpustakaan dan Asisten Pustakawan
(Pustakawan Terampil menurut SK Menpan 132/2002) dengan pendidikan tingkat akademi
atau diploma dengan tugas melaksanakan tugas penunjang keprofesian dalam bidang
perpustakaan; (2) Tenaga administrasi adalah tenaga dengan tugas melaksanakan kegiatan
kepegawaian, kearsipan, keuangan, kerumahtanggaan, perlengkapan, penjilidan, perlistrikan,
grafika, komputer, tata ruang dan lain-lain; dan (3) Tenaga kejuruan adalah tenaga fungsional
lain dengan pendidikan kejuruan

atau tingkat kesarjanaan dengan tugas melaksanakan

pekerjaan keahlian pada berbagai bidang seperti pranata komputer, kearsipan, dan pandang
dengar. 3.

Ketika perpustakaan perguruan tinggi masih belum berkembang seperti saat ini dan
Dikti belum mewajibkan bahwa keberadaan pustakawan di perpustakaan merupakan salah
2

Kneale, Ruth A. 2002. You Don’t Look Like Librarian : Librarian’s View of Public
Perception in the Internet Age. Book Review. Tersedia di http://www.librarianimage.net/book/ diakses pada 28 November 2014.
3
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2004. Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan
Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional RI. Hlm. 21

2

satu syarat akreditasi bagi institusi, perpustakaan sering dijadikan pelarian bagi para
pemangku kebijakan sebagai tempat pembuangan terakhir orang-orang bermasalah. Sehingga
efek yang terjadi adalah perpustakaan tersebut diisi oleh orang-orang yang bukan
dibidangnya dan dalam artian bermasalah juga. Sehingga pandangan akan bahwa
perpustakaan adalah tempat orang dengan kinerja yang buruk, malas dan tidak memiliki
empati melekat pada sumber daya manusia yang ada di dalamnya meskipun tidak
keseluruhan namun pandangan tersebut sangat besar dampaknya pada sumber daya manusia
yang baik. Belum lagi tingkat akdemik mereka yang masih sebatas lulusan SMA.

Ketika pihak perguruan tinggi mulai menyadari pentingnya keberadaan perpustakaan
dan kebijakan otoritas Dikti yang sangat memperhatikan kemajuan dari perpustakaan
membuat para pemangku kebijakan mulai memikirkan peningkatan kualitas perpustakaan,
baik dari sisi oragnisasi, fasilitas dan yang terpenting sumber daya manusianya. Ketika di
dalam perpustakaan tersebut terdapat pustakawan yang berkualitas tentunya bukan masalah
bagi perpustakaan untuk dapat melakukan perubahan-perubahan yang mengarah pada
peningkatan kualitas karena pustakawan sudah dibekali kompetensi akademik dan soft skill
yang dapat diaplikasikan langsung di perpustakaan tersebut yang tentunya didukung oleh
para pimpinan perguruan tinggi. Namun yang jadi permasalahan dalam kajian ini adalah
perpustakaan masih menyisakan para sumber daya manusia (staff non pustakawan) yang hasil
dari mutasi karena dianggap tidak berkualitas dan rata-rata sudah berusia 45 tahun ke atas.
Abdul Rahman Saleh4 dalam penelitiannya menggambarkan bahwa Perpustakaan IPB
tidak memiliki SDM yang berusia dibawah 30 tahun. Kondisi ini merugikan Perpustakaan
IPB karena biasanya layanan-layanan front office atau layanan yang berhubungan langsung
dengan pemakai akan menarik pengunjung untuk datang bila di unit layanan itu ditempatkan
seorang yang masih muda, energik, dan berpenampilan baik.

4

Saleh, Abdul Rahman. 2004. Kondisi Sumber Daya Manusia di Perpustakaan IPB : Antara

Harapan Dan Kenyataan. Makalah disampaikan pada Acara Peringatan 40 Tahun
Perpustakaan IPB, Kampus Darmaga Bogor, September 2004. Tersedia di
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/27218 diakses pada 21 November 2014
pukul 13.05

3

Tabel 1. Kondisi SDM Perpustakaan IPB menurut kelompok umur 5

Umur
20-25
26-30
31-35
36-40
41-45
46-50
51-55
56-60
Total


Jumlah
0
1
2
15
19
36
8
1
82

Sedangkan dari segi pendidikan tenaga perpustakaan IPB dapat digambarkan seperti
tabel 2 berikut:
Tabel 2. Kondisi SDM Perpustakaan IPB menurut pendidikan terkahir6

Pendidikan
S3
S2
S1
S0/SM

SLTA
SLTP
SD
total

Jumlah
1
7
16
15
36
3
4
82

Dari segi pendidikan SDM Perpustakaan IPB sudah cukup baik. Satu orang
berpendidikan S3 bidang ilmu komputer (menjabat Kepala Perpustakaan). Tujuh orang
berpendidikan S2, lima diantaranya dalam bidang perpustakaan dan/atau informasi, satu
orang dari jurusan komunikasi dan satu orang S2 dalam bidang humaniora. Sedangkan yang
berpendidikan S1 berjumlah 16 orang terdiri dari berbagai bidang ilmu, dan sisanya adalah

berpendidikan S0 bidang perpustakaan dan SLTA, SLTP dan bahkan masih ada yang
berpendidikan SD.
Apabila data tersebut dibandingkan dengan data dari salah satu perguruan tinggi
swasta maka akan diperoleh hasil yang sama yaitu jumlah sumber daya manusia yang berusia
dia atas 45 tahun lebih banyak dan dari tingkat pendidikan SLTA juga terbanyak. Namun
dalam kajian ini tidak bermaksud membandingkan melainkan melihat pada kenyataan yang
5
6

Ibid hlm. 3
Ibid hlm. 4

4

ada di lapangan. Berikut tabel 3 dan 4 menggambarkan kondisi Sumber daya manusia di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya berdasarkan kelompok umur
dan tingkat pendidikan terakhir.
Tabel 4 Kondisi SDM Perpustakaan STIESIA menurut kelompok umur7

Umur

20-25
26-30
31-35
36-40
41-45
46-50
51-55
56-60
total

Jumlah
2
3
1
6
2
14

Tabel 2. Kondisi SDM Perpustakaan IPB menurut pendidikan terkahir8


Pendidikan
S3
S2
S1
D3
SLTA
SLTP
SD
Total

Jumlah
5
2
7
14

Dapat digambarkan bahwa sumber daya manusia di perpustakaan STIESIA masih di
dominasi oleh golongan usia 51-55 tahun. Sedangkan dari tingkat pendidikan 2 dari 5 lulusan
sarjana adalah dalam bidang ekonomi, sedangkan sisanya lulusan ilmu informasi dan
perpustakaan. Begitu pula dengan lulusan D3 yang juga dari teknisi perpustakaan. Sedangkan
sisanya adalah lulusan SLTA.
Menurut

data di atas jika staff non pustakawan atau staf perpustakaan tersebut

terutama yang berusia tua masih memiliki semangat kerja dan kecintaan terhadap dunia
perpustakaan yaitu berjiwa seni melayani dengan baik maka persoalan tentang sumber daya
manusia di atas tidaklah mengganggu kinerja perkembangan perpustakaan. Namun apabila
hal tersebut adalah sebaliknya maka hal tersebut akan menjadi suatu tantangan tersendiri bagi
manajer perpustakaan atau pustakawan perihal permasalahan manajemen sumber daya
manusia yaitu menangani orang-orang yang bermasalah tersebut menjadi orang yang berguna
dan berkualitas.
7
8

Laporan Tahunan Perpustakaan STIESIA Surabaya Tahun 2014
Ibid

5

Dalam makalah ini, perumusan masalah akan lebih dititkberatkan pada persoalan
sumber daya manusia non pustakawan yaitu staff perpustakaan. Hal ini dikarenakan
persoalan staff perpustakaan harus segera ditindaklanjuti apabila perpustakaan perguruan
tinggi benar-benar ingin melakukan perubahan yang mendasar. Syarat Perpustakaan yang
berkualitas adalah dapat memberikan pelayanan yang baik dan nyaman bagi pemustakanya
sehingga staff perpustakaan juga harus disiapkan untuk dapat menjadi tenaga pelayanan jasa
informasi yang handal.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dalam
kajian ini dapat di tarik permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana cara memahami karakteristik individu yaitu staff perpustakaan
perguruan tinggi dalam lingkungan organisasi?
2. Bagaiman bentuk kompetensi personal yang harus dimiliki staff perpustakaan
perguruan tinggi?
3. Bagaimana cara yang dilakukan untuk mengembangkan kompetensi personal dari
staff perpustakaan perguruan tinggi?
PEMBAHASAN
1) Memahami Karakteristik Staff Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Lingkungan
Organisasi
Individu seutuhnya memiliki kebutuhan fisiologis yang sama, tetapi tidak akan sama
dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya, disebabkan oleh latar belakang yang berbedabeda (kognitif, afektif serta psikomotorik). Salah satu cara untuk memahami sifat-sifat
manusia ialah dengan menganalisis kembali prinsip-prinsip dasar yang merupakan salah
satu bagian daripadanya. Prinsip-prinsip dasar tersebut berdasarkan variabel karakteristik
individu dalam organisasi yaitu kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman,
pengharapan dan variabel lainnya9:


Kemampuan
Prinsip dasar kemampuan sangat penting diketahui untuk memahami mengapa
seseorang berbuat dan berperilaku berbeda dengan orang lain. Adanya anggapan
bahwa perbedaan kemampuan disebabkan sejak lahir yaitu manusia ditakdirkan untuk
memiliki kemampuan yang tidak sama, namun ada pula yang beranggapan bahwa

9

Thoha, Miftah. 2004. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :
Grafindo Persada. Hlm. 35-45.

6

perbedaan kemampuan disebabkan adanya perbedaan penyerapan informasi oleh
individu dari suatu gejala. Oleh karena itu kecerdasan merupakan salah satu
perwujudan dari kemampuan seseorang, ada pula yang beranggapan bahwa
kecerdasan itu juga berasal dari pembawaan sejak lahir dan ada pula yang
beranggapan karena didikan dan pengalaman.
Staff perpustakaan seringkali bersikap tidak ramah kepada pemustaka, hal ini
biasanya dijadikan alasan mereka tidak bersikap ramah karena mereka tidak
berkemampuan untuk memahami kebutuhan pemustaka tersebut dan mereka tidak
pernah diajarkan untuk bersikap ramah yang mereka ketaui hanya sekedar melayani
tanpa adanya perasaan empati, ramah dan assertive kepada pemustaka.
Karenanya penting bagi pemimpin dan pustakawan untuk memahami kemampuan
dari masing-masing staf non-pustakawan agar dalam pemberian job description lebih


terarah dan tepat sesuai prinsip “the right man in the right place”.
Kebutuhan
Setiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Pemaham
kebutuhan yang berbeda dari individu akan bermanfaat untuk memahami konsep
perilaku seseorang di dalam organisasi. Hal ini dapat dipergunakan untuk
memprediksi dan menjelaskan perilaku yang berorientasi tujuan di dalam kerja sama
organisasi. Ini juga dapat menolong untuk memahami mengapa suatu hasil dianggap
penting oleh seseorang, dan juga memahami hasil mana yang terpenting untuk
menentukan spesifikasi individu.
Seringkali manusia itu bekerja hanya untuk semata-mata mencari nafkah atau sekedar
untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pada kenyataannya bekerja tidak hanya untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi saja tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan sosial
salah satunya yaitu berinteraksi dan bersosilisasi dengan lingkungan kerja, jika di
perpustakaan yaitu dengan pemustaka, rekan kerja, pimpinan, dan rekan se-profesi
diluar instansinya.
Kebutuhan akan bermasyarakat inilah yang perlu ditekankan kepada para staf
perpustakaan, terutama pentingnya menjalin interaksi yang menyenangkan dengan
pemustaka karena pemustaka merupakan tujuan utama dari perpustakaan, karena
perpustakaan membutuhkan pemustakanya untuk dapat tetap “eksis” dan “survive”



terutama pada era informasi saat ini.
Kepercayaan
Kepercayaan dalam hal ini menyangkut pemenuhan kebutuhan individu melalui
perilakunya. Di dalam banyak hal, seseorang dihadapkan oleh sejumlah kebutuhan
yang potensial yang harus dipenuhi lewat perilaku yang dipilihnya. Secara singkat
7

dalm penggambaran perilaku tersebut dengan menggunakan penjelasan teori
expectancy. Teori expectancy ini berdasarkan suatu anggapan yang menunjukkan
bagaiman menganalisis dan meramalkan rangkaian tindakan apakah yang akan diikuti
oleh seseorang manakala ia mempunyai kesempatan untuk membuat pilihan mengenai
perilakunya.
Peran pimpinan dalam memberikan kepercayaan kepada staf sangatlah penting,
seorang pemimpin dan pustakawan yang baik adalah berperilaku positive thinking
artinya adalah walaupun kita secara nyata mengetahui bahwa staf perpustakaan
tersebut merupakan orang buangan yang bermasalah kita harus memberikan dia
kesempatan bekerja dengan job description yang sesuai dengan kemampuan dan
memberikan kepercayaan bahwa staf tersebut akan melaksanakan tugasnya dengan
baik. Pemimpin ataupun pustakawan dapat selalu memberikan motivasi dan
bimbingan kepada staf tersebut agar terjalin komunikasi yang efektif. Berawal dari
sinilah staf perpustakaan yang bermasalah tersebut dapat berperilaku yang sesuai


dengan harapan organisasi perpustakaan karena ia merasa dihargai.
Pengalaman
Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif, di mana seseorang mencoba
membuat lingkungannya itu mempunyai arti baginya. Proses yang aktif ini melibatkan
seorang individu mengakui secara selektif aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan,
menilai apa yang dilihatnya dalam hubungannya dengan pengalam masa lalu, dan
mengevaluasi apa yang dialami itu dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan
nilai-nilainya. Oleh karena kebutuhan dan pengalaman seseorang itu sering kali
berbeda sifatnya, maka persepsinya terhadap lingkungan juga akan berbeda.
Lingkungan lebih banyak memberikan kepada manusia obyek dan peristiwa
dibandingkan dengan kemampuan manusia itu sendiri untuk memahami objek dan
peristiwa tersebut. Oleh karenanya, seseorang dalam memahami suatu organisasi pada
suatu saat tertentu, ia tidak mengetahui banyak aspek dari lingkungan. Aspek-aspek
lingkungan yang diketahui dan yang sudah berjalan adalah bagian dari sifat objek dan
peristiwa itu sendiri, dan merupakan juga bagian dari pengalaman masa lalu dari
seseorang. Anggota organisasi akan belajar untuk membedakan hal-hal apa saja yang
mereka anggap perlu mendapatkan perhatian agar terpenuhi kebutuhannya dan halhal apa saja yang tidak perlu dipandang sebagai yang terpenting.
Kita tidak bisa menutup sebelah mata akan pandangan lingkungan organisasi kita
yang beranggapan bahwa perpustakaan tempatnya orang malas ataupun bermasalah.
Sebagai seorang pemimpin hal ini dapat dijadikan sebagai suatu dasar untuk menolak
8

penempatan orang-orang bermasalah di perpustakaan agar image perpustakaan tidak
selalu buruk jika memang benar oragnisasi induk mengharapkan perpustakaan
perpustakaanya berkembang. Langkah selanjutnya bagi pimpinan ataupun pustakawan
adalah dengan memperbaiki sikap mental para staf bermasalah tersebut melalui
berbagai cara seperti memberikan pelatihan dan seminar, mengajak mereka
berkunjung dan magang di perpustakaan perguruan tinggi yang sudah baik
pelayanannnya, selalu memberikan mereka motivasi dan inspirasi bagi mereka. Para
staf bermasalah ini akan lebih berkembang ketika ia diberikan suatu pegalaman secara


langsung daripada hanya sekedar teori.
Pengharapan
Pengharapan disini lebih pada penjelasan mengenai perasaan senang dan tidak
senang.perasaan tersebut akan menjadikan seseorang berbuat berbeda dengan orang
lain dalam rangka menanggapi sesuatu hal. kepuasan dan ketidakpuasan ditimbulkan
karena adanya perbedaan dari sesuatu yang diterima dengan sesuatu yang diharapkan
seharusnya diterima. Seorang individu terkadang suka membandingkan apa yang ia
terima dalam situasi kerja tertentu dengan apa yang diterima orang lain dalam situasi
yang sama. Hasil perbandingan inilah yang terkadang menimbulkan kurangnya
informasi mengenai bahan masukan dan hasil yang dicapai oleh orang lain tersebut.
Sehingga pemahaman ini membuat individu membuat salah persepsi terhadap sesuatu
hasil yang di capai orang lain.
Transparansi dalam segala bentuk apaapun sangat penting guna menghindar konflik
yang bisa ditimbulkan dari perasaan senang dan tidak senang dari staf. Pimpinan tidak
boleh memberlakukan “pilih kasih” anatara pustakawan dan staf non-pustakawan,
jikapun ada perbedaan maka pemimpin harus dapat menjelaskan perbedaan tersebut
secara jelas sampai tidak terjadi suatu kesenjangan.



Variabel lainnya
Organisasi sebenarnya mempunyai kemampuan yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang dengan cara mengubah satu atau lebih faktor-faktor penentu dari perilaku
individu yang mudah diubah. Kebutuhan dan kemampuan tertentu pada umumnya
sulit dipengaruhi, karena mereka sering dibatasi oleh sifat-sifat psikologis seseorang,
latar belakang dan pengalamannya. Semuanya ini adalah diluar kemampuan
organisasi untuk mempengaruhi. Expectancy dan kemampuan tertentu yang
dihasilkan dari proses belajar, di satu pihak adalah terbuka untuk dipengaruhi, selama
keduanya dihasilkan dari interaksi lingkungan kerja. Pengaruh langsung dari
9

lingkungan kerja akan memberikan pengaruh dalam perubahan perilaku seseorang.
Oleh karena itupenting bagi pimpinan organisasi untuk memahami dari hasil-hasil
yang diinginkan oleh orang-orang yang ada di dalam lingkungannya yang kemudian
dikembangkan dalam suatu rencana kerja.
Seorang manajer yang memikirkan untuk menciptakan suatu kondisi yang baik untuk
efektivitas pelaksanaan kerja, posisinya adalah sama halnya dengan posisi seorang
pelatih permainan sepak bola yang merancang suatu permainan yang efektif. Agar
permainan tersebut dapat bekerja dengan baik, ada dua hal yang perlu menjadi
perhatian yaitu bermain dengan baik dan faktor keberuntungan. Dari kedua hal
ini,pelatih akan mengenal hal manakah dari keduanya menentukan permainan efektif.
2) Bentuk Kompetensi personal Bagi Staff Perpustakaan Perguruan Tinggi
Personal kompetensi adalah kemampuan yang meliputi a set of skill, sikap dan nilai
yang dianut oleh individu dalam bekerja secara efisien, menjadi komunikator yang baik,
fokus pada pembelajaran terus menerus untuk perkembanga karir, mengaplikasikan nilainilai yang telah dianutnya, dan dapat bertahan pada dunia kerja yang baru10. Kompetensi
personal tersebut meliputi :


Berkomitmen memberikana layanan prima



Siap dalam menghadapi tantangan dan kesempatan baru baik di dalam atau di
luar dunia perpustakaan.

10



Melihat ke arah masa depan



Menciptakan lingkungan yang bertanggung jawab dan terpercaya.



Memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif.



Dapat bekerja secara team.



Memiliki kemampuan leadership



Mempunyai rencana strategi serta fokus pada isu – isu penting.



Komitmen dengan lifelong learning and perencanaan karier.



Mempunyai kemampuan seorang business man dan menciptakan peluang baru.



Menghargai nilai kerjasama dan solidaritas secara profesional.



Fleksibel dan bersifat positif dalam menghadapi perubahan zaman.

Laili, b in Hashim, Haliza, Wan Nor and Mokhtar, Wan. 2012. PreparingNew Era

Librarians and Information Professionals: Trends and Issues. International Journal of
Humanities and Social Science Vol. 2 No. 7; April 2012.

10

Dalam pengembangan hubungan jangka panjang dengan pemustaka
memerlukan sikap staff perpustakaan yang baik dalam memberikan pelayanan kepada
pemustaka. Salah satu dari faktor pendukung salah satunya adalah kompetensi staff
perpustakaan dalam melayani kebutuhan informasi pemustaka. Seseorang yang
memiliki 6 atau lebih kompetensi kecerdasan emosional dipercaya akan lebih efektif
serta memiliki tingkat performance outcome yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan orang yang kurang memiliki kompetensi kecerdasan emosional11
Menurut Mayer dan Salovey12 Kecerdasan Emosional didefinisikan sebagai
”kemampuan untuk merasa, menilai, dan mengekspresikan emosi; untuk memberikan
ruang kepada perasaan umum saat memfasilitasi pemikiran mereka; untuk memahami
emosi dan ilmu mengenai emosi; serta untuk meregulasi emosi guna mengembangkan
pendidikan dan intelektual”.
Goleman (2002) mengutarakan bahwa 18 kompetensi EQ dikelompokkan
dalam 4 grup yaitu sadar akan diri sendiri, pengaturan diri

sendiri, sadar akan

lingkungan sosial, dan managemen hubungan, yang memberikan pemahaman akan
diri sendiri dan orang disekitar kita. Pertama adalah kompetensi Personal yaitu
kemampuan-kemampuan yang menentukan bagaimana seseorang dapat mengatur
emosi diri sendiri13.
1.

Sadar akan diri sendiri (Self-awareness)
 Sadar akan diri sendiri secara emosional, yaitu kemampuan membaca tingkat
emosi dan mempelajari dampak dari emosi tersebut. Menggunakan ”gut
sense” (keberanian) untuk mengambil keputusan.
 Ketepatan mengukur diri sendiri, yaitu kemampuan mengetahui kekuatan dan
keterbatasan seseorang.
 Kepercayaan diri, yaitu kemampuan memberikan nilai dan kemampuan

2.

seseorang.
Pengaturan diri sendiri (Self Management)
 Pengaturan emosi, yaitu kemampuan menahan dan mengatur emosi yang
sifatnya mengacaukan.

11

Goleman, D. 2000. Leadership that gets results. Harvard Business Review, Vol. 78 No. 2, pp. 80 90.
Goleman, D. 1998. Working with Emotional Intelligence. Bantam : New York 
13
Natasha, Ameli. 2011. Pengaruh Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial Karyawan
terhadap Kepuasan dan oyalitas Nasabah (Studi pada PT. Bank OCBC NISP Malang).
Artikel Tesis. Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Tersedia di
http://elibrary.ub.ac.id/.../Pengaruh-Kompetensi/ diakses pada 28 November 2014 pukul
23.54
12

11

 Transparan, yaitu kemampuan menunjukkan kejujuran dan integritas;
kepercayaan.
 Adaptasi, yaitu kemampuan flexibilitas dalam mengadaptasi untuk merubah
situasi atau mengatasi masalah.
 Pencapaian, yaitu kemampuan dorongan untuk meningkatkan kinerja guna
memenuhi standar mutu kerja.
 Optimis, yaitu kemampuan melihat berbagai kejadian dengan penuh
semangat.
Kedua adalah Kompetensi Sosial yaitu kemampuan-kemampuan yang
menentukan bagaimana seseorang mengatur hubungan sosial dengan orang lain.
1. Kesadaran Sosial (Sosial-Awareness)
 Empati, yaitu kemampuan sensitif terhadap emosi seseorang, memahami
perspektif mereka dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama.
 Kesadaran secara Organisasional (Organisational Awareness),

yaitu

kemampuan membaca arus, jaringan keputusan, dan politik pada tingkatan
organisasi.
 Service, yaitu kemampuan mengatur kembali dan menemui bawahan, klien,
atau kebutuhan konsumen.
2. Manajemen Hubungan (Relationship Management)
 Kepemimpinan yang inspirasional, yaitu kemampuan mengarahkan dan
memotivasi dengan visi yang jelas.
 Pengaruh, yaitu kemampuan menyusun taktik untuk mempengaruhi.
 Membangun sesama, yaitu kemampuan memantau kemampuan seseorang
melalui feedback dan pengarahan.
 Katalisator Perubahan, yaitu
kemampuan berinisiatif, mengatur, dan
memimpin menuju arah yang baru.
 Team work dan kolaborasi, yaitu kemampuan membangun dan mengatur
jaringan hubungan.
3. Pengembangan Kompetensi personal Staff Bagi Perpustakaan Perguruan Tinggi
Kompetensi personal pada dasarnya adalah sebuah kompetensi yang bisa dibentuk
atau didapatkan individu melalui cara belajar mandiri, pengalaman ataupun pelatihan
intensif yang diberikan organisasi. Jadi initinya adalah kompetensi personal itu dapat
dipelajari oleh setiap individu. Untuk pengembangan staff perpustakaan berkenaan dengan
kopetensi personal yang dimiliki maka oragnisasi dapat memberikan suatu pelatihan bagi

12

staff. Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan
keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga keras. Menurut
pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan kerja adalah keseluruhan
kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian
tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan14. Menurut
Simamora15 ada lima jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan:
1. Pelatihan Keahlian.
Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai
dalam organisasi. program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau
kekuragan diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas
2.

pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
Pelatihan Ulang.
Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang
berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka
butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga
kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual

mungkin harus dilatih dengan mesin computer atau akses internet
3. Pelatihan Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan
karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan
pekerjan yang ditugaskan.
4. Pelatihan Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok Individu untuk
5.

menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
Pelatihan Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas (creativitas training) berlandaskan pada asumsi hahwa
kreativitas dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk
mengeluarkan gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan
biaya dan kelaikan.

Berikut adalah 10 Cara untuk meningkatkan personal skill yang dapat dilakukan
oleh seorang indvidu ataupun dapat dilakukan oleh seorang pimpinan organisasi
14

Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : STIE YKPN.
Hlm. 273
15
Ibid. Hlm. 278

13

khususnya pada organisasi jasa layanan publik seperti perpustakaan kepada staff nya
secara intensif dengan memberikan pengarahan serta contoh konkret kepada staf nya :
a. Smile. Sedikit orang yang ingin berada di sekitar seseorang yang selalu terlihat
tak bahagia. Lakukan yang terbaik untuk menjadi seseorang yang friendly dan
antusias dengan rekan-rekan kerja anda. Bangun sikap positif dan ceria
mengenai pekerjaan dan mengenai kehidupan. Seringlah tersenyum. Energi
positif yang anda pancarkan akan menarik yang lain kepada anda
b. Jadilah apresiatif. Carilah satu hal positif tentang setiap orang yang anda
bekerja sama dan biarlah mereka mendengarnya. Jadilah murah hati dengan
pujian dan kata-kata yang mengobarkan semangat. Ucapkan terima kasih
ketika seseorang menolong anda. Buatlah kolega anda merasa diterima ketika
mereka menelepon atau datang ke kantor anda. Jika anda membiarkan orang
lain mengetahui bahwa mereka dihargai, mereka akan mau memberikan yang
terbaik untuk anda.
c. Perhatikanlah orang lain. Cermatilah apa yang sedang terjadi dalam kehidupan
orang lain. Ketahuilah momen-momen bahagia mereka, dan tunjukkanlah
perhatian dan simpati pada situasi-situasi sulit seperti waktu sakit atau
kematian. Buatlah eye contact dan ingatlah orang dari nama pertama mereka.
Tanyakan yang lain akan opini-opini mereka.
d. Latihlah mendengarkan dengan aktif. Untuk mendengarkan dengan aktif
adalah dengan mendemonstrasikan bahwa anda memang mau untuk
mendengar dan mengerti akan pandangan orang lain. Itu berarti menegaskan
kembali, dengan bahasa anda sendiri, apa yang orang lain telah katakan.
Dengan cara ini, anda mengetahui bahwa anda mengerti apa yang mereka
maksudkan dan mereka mengetahui bahwa respon anda melebihi lip service.
Rekan-rekan kerja anda akan menghargai mengetahui bahwa anda benar-benar
mendengarkan dengan apa yang telah mereka katakan.
e. Bawalah kebersamaan. Ciptakanlah lingkungan yang mengajak orang lain
untuk bekerja sama. Perlakukanlah setiap orang dengan sama, dan jangan
bermain `siapa yang favorit.` Hindari berbicara tentang orang lain di belakang
mereka. Tindak lanjutkan apa yang orang lain sarankan atau minta. Ketika
anda membuat pernyataan atau pengumuman, pastikan bahwa anda telah
dimengerti. Jika rekan-rekan anda melihat anda sebagai seseorang yang solid
dan fair, mereka akan mempercayai anda.

14

f. Tangani konflik-konflik. Ambillah sebuah langkah mudah untuk membawa
kebersamaan, dan menjadi seseorang yang menangani konflik-konflik ketika
akan terjadi. Pelajari bagaimana menjadi mediator yang efektif. Jika ada
rekan-rekan kerja yang ber-cekcok mengenai permasalahan personal atau
professional, aturlah agar kedua pihak duduk bersama dan bantu mengatasi
perbedaan mereka. Dengan mengambil peranan memimpin, anda akan
mendapatkan respek dan kekaguman dari orang sekitar anda.
g. Berkomunikasi dengan jelas. Perhatikanlah apa yang anda katakan dan
bagaimana anda mengatakannya. Seorang komunikator yang jelas dan efektif
menghindari salah pengertian dengan rekan-rekan kerja, kolega-kolega, dan
rekan sejawat anda. Kelancaran verbal anda memproyeksikan gambaran akan
intelijensi dan kedewasaan, tidak peduli berapa pun usia anda. Jika anda tetap
mengeluarkan semua apa yang ada di pikiran anda, orang tidak akan terlalu
menaruh perhatian dengan kata-kata ataupun opini anda.
h. Hiburlah mereka. Janganlah takut untuk menjadi lucu ataupun pandai. Banyak
orang yang mau berada di dekat orang-orang yang bisa membuat mereka
tertawa. Gunakanlah rasa humor anda sebagai alat efektif untuk menurunkan
batas dan menghimpun perhatian orang.
i. Lihatlah dari sisi mereka. Empati berarti menjadi mampu untuk menaruh diri
anda dalam sepatu orang lain dan mengerti apa yang mereka rasakan. Cobalah
untuk melihat situasi dan respon-respon dari perspektif orang lain. Ini bisa
terjadi dengan tetap berhubungan dengan emosi-emosi anda sendiri; orangorang yang menghindari perasaan mereka sendiri terkadang menjadi sulit
untuk ber-empati dengan orang lain.
j. Janganlah mengeluh. Tidak ada yang lebih buruk dibandingkan seorang
pengeluh yang kronis ataupun perengek. Jika anda harus mengemukakan
tentang sesuatu, simpanlah itu dalam buku harian anda. Jika anda harus
mengungkapkan dengan kata-kata keluhan-keluhan anda, ungkapkan kepada
teman terdekat anda dan keluarga saja, dan jadikanlah singkat. Bagikan itu
kepada semua orang sekitar anda atau yang lainnya dan anda akan
mendapatkan reputasi buruk.

BEST PRACTICE IN LIBRARY
15

Bentuk implementasi yang sudah dilakukan pada perpustakaan perguruan tinggi
menurut pengalaman dan observasi penulis baik di tempat kerja penulis maupun di lain
tempat :
1. Pemberian pelatihan ataupun seminar tentang pengembangan ketrampilan sosial
seluruh staf di lingkungan instansi. Pelatihan dan seminar ini meliputi seminar
motivasional, seminar beretika yang baik, pelatihan tentang bersikap yang baik.
2. Dukungan kepada rekan-rekan di lingkungan kerja tanpa memandang batasan usia
dengan tetap memperhatikan sikap menghormati kepada yang lebih tua. Hal ini
penting dilakukan karena para staf yang berusia lebih tua tersebut tidak semuanya
mengikuti perkembangan informasi mengenai dunia perpustakaan, untuk itu
perlunya untuk saling berbagi informasi dengan rekan kerja agar mereka lebih
memaknai dan memahami dunia kerja mereka.
3. Membangun kerja sama tim kepada semua anggota staf perpustakaan dan
pustakawan untuk mewujudkan tujuan dari perpustakaan yaitu pelayanan
excellent yang user oriented. Kerja sama tim yang solid akan dapat terbentuk
apabila tidak terjadi kesenjangan antara tua dan muda serta adanya kesamaan visi
dan misi bagi organisasi, karena pada intinya adalah kita sama-sama sebagai
pekerja yang mempunyai tujuan yang sama yaitu mensukseskan visi dan misi dari
organisasi.
4. Adanya job description dan transparasi informasi yang jelas kepada semua sumber
daya manusia baik pustakawan maupun non pustakawan.
5. Adanya penilaian kinerja untuk mengukur kinerja masing-masing personel
perpustakaan, agar kita senantiasa dapat melakukan evaluasi diri dan kepada
rekan. Serta belajar untuk menerima kritik dan masukan.
6. Adanya bentuk reward bagi staf atau pustakawan yang berhasil melakukan
tugasnya dengan baik misalnya, atau bentuk punishment kepada staf dan
pustakawan yang melakukan pelanggaran. Diharapkan dengan adanya reward dan
punishment dapat dijadikan sebagai suatu motivasibagi staf dan pustakawan
bahkan pimpinan perpustakaan untuk dapat bekerja lebih baik lagi.
KESIMPULAN
Pada dasarnya personal skill yang harus dimiliki oleh staff perpustakaan dapat
diperoleh dengan cara pembelajaran dan pelatihan baik yang dilakukan secara mandiri atau
kegiatan pelatihan yang diadakan oleh organisasi. Ketrampilan personal pada dasarnya adalah
salah satu komponen dalam kecerdasan emosi di samping ketrampilan sosial. Kedua faktor
16

kompetensi tersebut erat kaitannya dengan agar kita sebagai staff perpustakaan yang bekerja
dalam bidang layanan jasa publik dapat memberikan pelayann yang baik dan nyaman kepada
pemustaka. Selain itu pentingnya suatu komunikasi interpersonal antara staf dan pemustaka
agar terjalin hubungan yang baik, sehingga ke depannya dapat berkontribusi dalam
pembentukan image yang lebih baik di kalangan sumber daya manusia. Dan tak kalah penting
adalah kesadaran diri untuk mengembagkan diri dan memiliki positive thinking diperlukan
agar dapat dicapai suatu personal skill yang dibutuhkan.
Peran seoarang pemimpin sangatlah besar dalam pembentukan personal skill bagi staf
perpustakaan. Pemimpin harus dapat mejadi motivator sekaligus contoh teladan yang baik
bagi staf dan pustakawan. Sikap tegas pemimpin dengan menolak penempatan orang
bermasalah di perpustakaan juga perlu diimplementasikan dalam bentuk peraturan yang legal
agar sifatnya lebih kuat dan mendasar, agar kedepannya perpustakaan benar-benar dikelola
oleh orang-orang yang berkompeten.

DAFTAR PUSTAKA
Lien, Diao Ai, 2004. Transformasi Dunia Perpustakaan. Tersedia di
http://www.eprints.rclis.org/.../Transformasi_dunia_perpustakaan/. Di akses pada
tanggal 05 Mei 2014.
Kneale, Ruth A. 2002. You Don’t Look Like Librarian : Librarian’s View of Public
Perception in the Internet Age. Book Review. Tersedia di http://www.librarianimage.net/book/ diakses pada 28 November 2014.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2004. Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan
Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional RI.
Saleh, Abdul Rahman. 2004. Kondisi Sumber Daya Manusia di Perpustakaan IPB : Antara
Harapan Dan Kenyataan. Makalah disampaikan pada Acara Peringatan 40 Tahun
Perpustakaan IPB, Kampus Darmaga Bogor, September 2004. Tersedia di
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/27218 diakses pada 21 November 2014
pukul 13.05
Laporan Tahunan Perpustakaan STIESIA Surabaya Tahun 2014
Thoha, Miftah. 2004. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :
Grafindo Persada
Laili, b in Hashim, Haliza, Wan Nor and Mokhtar, Wan. 2012. PreparingNew Era

17

Librarians and Information Professionals: Trends and Issues. International Journal
of Humanities and Social Science Vol. 2 No. 7; April 2012.
Goleman, D. (2000), “Leadership that gets results”, Harvard Business Review, Vol. 78
No. 2, pp. 80 90.
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : STIE YKPN
Goleman, D. 1998. Working with Emotional Intelligence. Bantam : New York
Natasha, Ameli. 2011. Pengaruh Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial Karyawan
terhadap Kepuasan dan oyalitas Nasabah (Studi pada PT. Bank OCBC NISP Malang). Artikel
Tesis.

Pascasarjana

Fakultas

Ekonomi

Universitas

Brawijaya.

Tersedia

di

http://elibrary.ub.ac.id/.../Pengaruh-Kompetensi/ diakses pada 28 November 2014 pukul
23.54

18