Studi Prakondisi Mekanisme Pembangunan Bersih Aforestasi Reforestasi dalam Kaitannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Provinsi Bengkulu

STUDI PRAKONDISI
MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH AFORESTASI/REFORESTASI
DALAM KAITANNYA DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH
DIPROVINSIBENGKULU

IRWAN SETIAWAN

SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Prakondisi Mekanisme
Pembangunan Bersih Aforestasilreforestasi dalam Kaitannya dengan Rencana
Tata Ruang WiJayah di Provinsi Bengkulu adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Desember 2006

IRWAN SETIA WAN
NRP A253050084

ABSTRAK
IRWAN SETIAWAN. Studi Prakondisi Mekanisme Pembangunan Bersih
AforestasiIReforestasi セ@
Kaitannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di
Provinsi Bengkulu. Oiblmblng oleli : BABA BAlms, M.A. RAIMADOYA dan
M.ARDIANSYAH.
,
Salah satu jenis proyek yang mungkirt dljatankan dalam proyek CDM adaIah
proyek penyerapan karbon (sink), walau ierbatas hanya pada kegiatan aforestasi
dan reforestasi. Hingga sruit ini belum ada proyek cjjM aforestasilreforestasi
dari Indonesia yang sudah terdaftar di CDM-Executive Board (CDM-EB),
waIaupun Indonesia mempunyai potensi mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor
kehutanan yarig besar. Analisis SIG dengan pertimbangan fisik wilayah dan
kOhrusi penutupan lahan dapat dijadikan alat untuk menunjuioom areal yang petlu
direhabilltasi dan memenuhi persyaratan untuk dijadikan areal proyek coM

aforestasilreforestasi. Selanjutnya persepsi para pengambil kebijakan di daerali
perlu digali untuk mengetabui aspirasi dan pemahaman para pihak terhadap
penerapan proyek CDM aforestasilreforestasi dengan rnenggunakan model AHP.
Hasil penelitian menunjukan potensi areal proyek CDM reforestasi di
Provinsi Bengkuh1 berdasarkan jenis tutupan lahan yang diperkirakan mempunyai
areal yang sesuai dengan persyaratan proyek CDM reforestasi adalah 156031 ha
terdapat di areal bukan kawasan hutan dan 18 364 ha di kawasan hutan. Karena
areal yang paling luas berada di luar kawasan hutan, rnaka ada kemungkinan areal
tersebut juga eligle untuk proyek CDM aforestasi, tetapi untuk itu masih perlu
dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.
Pernanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Bengkulu dapat rnengarahkan jenis proyek CDM aforestasilreforestasi di Provinsi
Bengkulu, karena berdasarkan rencana tata ruang wilayah tersebut, areal yang
potensial untuk proyek CDM berada di luar kawasan hutan. Maka salah satli
pilihan jenis proyek CDM aforestasilreforestasi yang dapat diterapkan di Provinsi
Bengkulu adaIah hutan rakyat dengan jenis proyek small scale reforestation
project. Sejalan dengan hasil anaIisis rnetode AHP terhadap para pihak dl
Provinsi Bengkulu, yang rnenunjukan kecenderungan pilihan para partisipan
rnernilih hutan rakyat sebagai bentuk proyek CDM aforestasilreforestasi. Analisis
SIG berdasarkan Kepres 3211990 membagi areal proyek CDM rnenjadi 3 prioritas,

yaitu prioritas pertarna areal dengan kondisi fisik berat, prioritas kedua areal
dengan kondisi fisik sedang dan prioritas ketiga areal dengan kondisi fisik ringan.
Berdasarkan potensi dan pilihan para pengambil kebijakan dapat
diterapkan proyek CDM reforestasi dengan bentuk hutan rakyat. Areal yang
dipilih sebaiknya diarahkan pada lokasi masyarakat yang sudah melakukan
pembangunan hutan rakyat secara swadaya dan sudah mampu membentuk
organisasi misalnya kelompok tani.
Kata kunci : CDM, SIG, AHP, Tata ruang, Bengkulu

ABSTRACT
IRWAN SETIAWAN. Precondition Study of Clean Development Mechanism
AforestationlReforestation in Relation to Spatial Regional Planning in Bengkulu
Province. Supervised by : BABA BARUS, M.A. RAIMADOYA and M.
ARDIANSYAH
Carbon sequestration (sink) is one oftbe CDM project, although its confme
to aforestation and reforestation activities only. Up today, there is no reforestation
CbM project from Indonesia registered in COM-Executive Board (CDM-EB),
illthough Indonesia has large potency in gteenhouse gas mitigation tlirouih
forestry sector. GIS analysis regarding with the consideration of regional physical
arid land cover condition, can be used as tools to show up land that need to be

rehabilitated and to fill a requirement for a aforestationlreforestation CDM
project Furthermore, it is impOrtant to discover the perception of policy maker in
local area in order to find dllt their aspiration aild comprehension to the
assem£ing of reforestation COM Ptoject using AHP model.
.. e tesuits of the イ・ウセィ@
indicate that based on land cover dahi;
approx. teiy there were somt: potential land for the reforestation CDM projeCt
whlch are located but sii1,e government forest (156 031 I4ectare) and In
ァゥャセ・イQエョ@
forest (18 364 Hedare). Due to the largest potentials area is out side
ァセカ・イョヲゥエ@
forest, there is additional possibility of the area also eligible to the
afurestation CDM project, but it requires fuhhet research.
i ..
The type of aforestationlreforestation CDM project that possible applied iii
tJengkulu Province has to be guided by the provincial spatial regional planning,
\"hich is located in outside government forest. An alternative of CDM project is
u/tected to community forest in small scale aforestationlreforestation project as an
I!xample. The result of the AHP analysis proved that the community forest is
/ijain priority for project type of aforestationlreforestation CDM project. GIS

Ilhaiysis also used the President Decree Number 32/1990, and exhibited the land
(jf CDM project can be partitioned into three priorities. First priority is high
Potentially degraded area, second priority is medium potentially degraded area
and third priority is less potentially degraded area.
Based on potency and policy maker choices the reforestation CDM project
with community forest type can be applied. The selected land should be
prioritized to community that have been conducting community self-supporting
forest and have established the own organization as farming group.
Keywords: CDM, GIS, AHP, Regional Planning, Bengkulu

STUDI PRAKONDISI
MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH AFORESTASIJREFORESTASI
DALAM KAITANNYA DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH
DI PROVINSI BENGKULU

IRWAN SETIAWAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat rnernperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilrnu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

JuduJ Tesis

Studi Prakondisi Mekanisme Pembangunan Bersih
AforestasiIReforestasi
dalam Kaitannya dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah di Provinsi Bengkulu

Nama

Irwan Setiawan

NRP


A 253050084

Program Studi

I1mu Perencanaan Wilayah

DjsetujJJi

Kbttlisl i"leti1bimbing

nt. Ir. Baba Baros, M.Sc.
Ketua

Ir. Mahmud A. Raimadoya. M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Ilmu Peren
.

Dr. Ir.

. Notodiputro, M.S.

-r---;r-

Tanggal ujian : 8 Desember 2006

TanggalluJus :

"2 8 DF セ@

?n06

UNTUK SEMUA YANG DlHATI
Yang Mulia:
Ayahanda Jamsir(Alm) dan Ibunda Jasem

Ayahanda Mamat Ruhimat dan Ibunda Kiki Rukiyah
Bapak Drs. Wawan Gunawan dan Ibu EaJuariah, s.Pd.
Yang Tercinta:
Istriku Yanti Yuniawati,S.Hut.
Yang Tersayang:
Anak-anakku MaJaza Tsaqila (Faza) dan NaJa' YanJaunnasa (Naja)

PRAKATA
Assalamu'alaikum Wr. Wh.
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT alas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2006 adalah pendekatan dalam
prakondisi penerapan mekanisme pembangunan bersih aforeslasiJreforeslasi
dalam kaitannya dengan rencana tata ruang wilayah di Provinsi Bengkulu.
Sebagai salah seorang staf di Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, penulis
merasa bertanggungjawab untuk memberikan sumbangan pemikiran yang
konstruktif bagi kemajuan daerah khususnya berkaitan dengan masalah
pembangunan kehutanan dan pengembangan wilayah. Berbekal pendidikan yang
penulis peroleh, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para perumus
kebijakan pembangunan di Provinsi Bengkulu dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc., Ir. Mahrnud A. Raimadoya, M.Sc. dan Dr. Ir. M.
Ardiansyah seIaku komisi pembimbing yang teIah memberikan arahan dan
petunjuk dalam penyusunan tesis ini serta kepada Dr. Ir. Dwi Putro T.
Baskoro, M.Sc. alas masukannya sebagai dosen penguji luar komisi.
2. Pusbindiklatren BAPPENAS yang teIah memberikan bea siswa kepada
penulis.
3. Bapak Ir. Syahrial Anuar, MM, Tasori, SE, Edison Simanjuntak besera staf
Balai Inventarisasi dan Perpetaan Bengkulu alas dukungan moril maupun
materil seIama penulis menempuh pendidikan dan kepada Bapak Denis
Iskandar alas bantuan data selama penulis menyusun tesis.
4. Ayahanda Jamsir (alm) dan Ibunda Jasem alas semua kasih sayang tanpa
balas, Bapak Drs. Wawan Gunawan beserta keluarga serta Ayahanda Mamat
Ruhimat dan Ibunda Kiki Rukiyah alas do'a dan dukungannya.
5. Anak-anakku tercinta Mafaza Tsaqila, Nafa' Yanfaunnasa dan istriku tercinta
Yanti Yuniawati alas semua cinta dan dukungannya.
6. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, Kepala BAPPEDA Provinsi
Bengkulu, Kepala BPDAS Ketahun Bengkulu, Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Kepahyang, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Rejang Lebong, Kepala BAPPEDA Kabupaten Kepahyang, Kepala

BAPPEDA Kabupaten Rejang Lebong, Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara, Kabid Pengusahaan dan Rehabililasi
Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara alas
bantuan selama penulis melakukan penelitian.
Tak ada gading yang tak retak, mohon maaf apabila terdapat kekhilafan
dalam karya ilmiah ini dan semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum Wr. Wh.
Bogor, Desember 2006

Irwan Setiawan

RIWAYAT uIlUJP

Penulis dilabirkan di Fajar Bulan, Lampung pada tanggal 9 Pebruari 1975
dari seorang Ayab yang bemama Jamsir (Alrn.) dan Ibu yang bemama Jasem.
Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara
Tabun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri Jonggol Kabupaten Bogor dan
pada tabun yang sarna diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
USMI. Di IPS penulis mengambil Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen
Hutan dan Iulus pada tabun 1999. Tabun 2005 penulis diterima di Program Studi
I1mu Perencanaan Wilayab pada Sekolab Pascasrujana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasrujana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas).
Selesai S-1 penulis menjadi PNS di Sub BlPHUT Bengkulu yang
merupakan UPT Departemen Kehutanan sampai tabun 2002. Dengan bergulimya
otonomi daerah instansi tempat penulis bekeJja di serahkan ke Pemerintab Daerab
Provinsi Bengkulu, sehingga penulis beralih menjadi star di Balai Inventatisasi
dan Perpetaan, Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu sampai dengan
sekarang.

DAFfARISI
Halaman
vii
DAFTAR TABEL ...................................................................
DAFtAA GAMBAR ...............................................................

IX

DAFTAA tAMPIRAN .............................................................

XI

DAFtAR ISTILAH ............... ..................................................

xii

i.

II.

III.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................

I

B. Perurnusan Masalah ......................................................

3

C. Tujuan Penelitian .........................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA
A. Protokol Kyoto.............. ....................... ........ .... ....... .......

5

B. Prinsip Dasar CDM ................. ..................... .......... .... ....

6

I. Kelaikan (Eligibility) .................... ........... ..................

6

2. Nilai Tambah (Addilionality) ........ .......... ............. ........

7

3. Baseline. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . ... . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . ..

8

4. Kebocoran (Leakage) ...............................................................

II

C. Perhitungan Emisi ..........................................................................

12

D. Sektor-sektor yang dapat berpartisipasi dalam CDM .....................

13

E.
F.

Perkembangan Proyek CDM AforestasilReforestasi .....................

15

Potensi CDM AforestasiIReforestasi ..............................................

16

G. Biaya Penyerapan Karbon dan Nilai Ekonomi ..............................

19

H. Peraturan Perundang-undangan .....................................................

22

I.

Kebijakan Penataan Ruang Wilayah ..............................................

24

J. Proses Hirarki Analitik (AHP) .......................................................

29

METODE PENELITIAN .................................................................... .
A. Kerangka Pemikiran ...... .................................................................

31

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................

33

C. Pengumpulan dan Analisis Data ....................................................

34

D. Inventarisasi Areal Proyek CDM AforestasilReforestasi ..........

36

E. Kajian Additionality Proyek ...........................................

38

Halaman

IV.

V.

F. Penentuan Kebijakan Prioritas ..........................................................

39

G. Analisis SIG ......................................................................................

45

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Topografi dan Morfologi Wilayah .......................................

51

B. Iklim ...........................................................................

54

C. Daerah Aliran Sungai .................................................... ...

56

D. Jenis Tanah ........ .................................................. .... .......

58

E. Pemerintahan............................................................ .....

59

F. Kependudukan ...............................................................

59

G. KetenagakeIjaan........................................................ .....

60

H. Keuangan Daerah ........................................................ ...

61

I. Struktur Perekonomian Provinsi Bengkulu .............................

62

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Kondisi Fisik Provinsi Bengkulu ........................... ....

64

B. Perkembangan Penataan Ruang dan Kawasan Hutan ............... ...

67

C. Penutupan Lahan Provinsi Bengkulu ................................. ....

69

D. Perubahan Penutupan Laban dan RTRWP

74

...... ...... ...... ..........

E. Potensi Proyek CDM Berdasarkan Penutupan Laban dan Kondisi
Fisik ..........................................................................

78

F. Tinjauan Aspek Additionality .......................................... ...

86

G. Aspek Kebijakan Penerapan CDM AforestasiIReforestasi ...........

91

H. Potensi Ekonomi ......................................................... ...

98

PoIa Penerapan CDM AforestasiIReforestasi ...................................

100

I.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................... ....

102

B. Saran ..........................................................................

104

DAFTARPUSTAKA ......................................................................................

106

LAMPlRAN ...................................................................................................

110

vi

DAFT AR TABEL
Halaman
I.

Jenis gas rurnah kaca (GRK.) dan GWP-nya ........................................

2.

Ketersediaan lahan untuk proyek-proyek karbon hutan di provinsi-

13

provinsi yang terpilih di Indonesia, berdasarkan data yang dirangkurn

dari tahun 1990 (dalam ribuan hektar) ............... .......... .... ......... ...........

3.

18

Land usel/and cover di Provinsi Bengkulu tahun 1990 berdasarkan
citra Landsat dari Goo-Cover ......... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ......... ...... ........

18

4.

Biaya transaksi proyek CDM ... ............ .... ...... ........... ...... ......

21

5.

Kemampuan pohon dalam menyerap CO2 ••••••.••.••.•.••.••.••.••.••.•••.••••.••.•

21

6.

PenyerJpan karbon per tahun menurut kUalitas lahan dan intensitas
pengolahan .................................................................. ...

7.

Dampak

dan

proyek CDM terhadap tiegara tuan rurnah tempat

berlangsurtgnya kegiatan CDM .. ...... .... ... ....... ... ........... ........ ... ...... ... ....

8.

25

Path/row, tahun akusisi dan surnber citta Landsat yang digunakan
dalam jJehelitian ....... .......... .......... .... ....... ..... ..... ... ........ ... ... ...... ...... ......

9.

22

35

Jenis peta, skala dan surnber peta digital yang digunakan dalam
penelitiah ..............................................................................................

35

10.

Matriks pel'bandingan berpasangan ......................................................

40

II.

Skala dasat perbandingan pada AHP ...................................................

41

12.

Klasifikasi lereng dan scoring ..............................................................

46

13. Klasifikasijenis tanah dan scoring ............................................

47

14. Klasifikasi intensitas curah hujan dan scoring .....................................

47

15.

Matrik tujuan peneiitian, anaiisis, parameter, data dan surnber data
serta output yang diharapkan ................................................................

49

16. Topografi Provinsi Bengkulu ................................................

52

17.

Kelas lereng di Provinsi Bengkulu ............ ......... ...... ........... ....

53

18.

Rata- rata curah hujan/tahun dan hari hujan/tahun

di Provinsi

Bengkulu seiama 6 tahun (2000 - 2005) ................................ ...

55

19. Intensitas curah hujan per hari di Provinsi Bengkulu ...... ......... .....

55

20. Jenis tanah di Provinsi Bengkulu ....................... .................. ....

58

Halaman
21. lumlah penduduk usia 15 tabun keatas menurut jenis kegiatan ... .......
22.

Hasil scoring kondisi fisik Provinsi Bengkulu berdasarkan Kepres
No.

32

tabun

1990

SK

dan

Menteri

Pertanian

No.

837IKptafUml11/1980 .........................................................................

23.

60

64

Perkembangan luas kawasan hutan Provinsi Bengkulu dari tabun
1985 sampai dengan tabun 2005 berdasarkan SK penunjukkan ..... ...

67

Penutupan lahan menurut peta RePPProT tabun 1988 ...... ... ..... ......

71

25. Penutupan lahan menurut peta penutupan lahan tabun 2005 ........ ....

72

24.

26. Pengelompokan penutupan lahan menjadi penutupan lahan hutan dan
non hutan ................................................................ .........
27.

75

Perubahan penutupan lahan menurut arahan pemanfaatan ruang
dalam RTRWP ...... ..................... ...... ........... .... ......... .......

78

28. Tutupan lahan yang dimasukan dalam analisis untuk mencari
prioritas lokasi Proyek CDM ............................................. ....
29.

Luasan potensi proyek CDM berdasarkan jenis tutupan lahan dan
arahan pemanfaatan ruang .. ....... ........ ...... ..... ........ ........ .......... ....... .....

30.

79

81

Hasil identifikasi potensi hutan rakyat di beberapa kabupaten di
Provinsi Bengkulu ......................................................... ....

85

31.

Realisasi pembuatan tanaman reboisasi di Provinsi Bengkulu ....... ...

86

32.

Realisasi pembuatan hutan rakyat/kebun rakyat di Provinsi Bengkulu

87

33.

Perkiraan laju deforestasi di Indonesia ...... ........ .... ... ....................

90

34.

Penyebaran hutan rakyat di beberapa kabupaten di Provinsi
Bengkulu .......................................................................

96

35. Perbandingan PDRB antar provinsi ........................................

97

36. lumlah penduduk dan prosentase penduduk miskin per provinsi .. .....

98

Perkiraan potensi ekonomi proyek CDM aforestasilreforestasi ...........

99

37.

viii

DAFfARGAMBAR
Halarnan
I.

Konsep additionality pada proyek COM ................................................ .

8

2.

.. baset·me dan ernl·Sl· proyeksl· ........................................................ .
Ernisl

12

3.

Kerangka pernikiran penelitian ............................................................. .

32

4.

Lokasi penelitian .................................................................................... .

33

5.

Langkah kelja penelitian ........................................................................ .

34

6.

Proses pengolahan citra untuk rnenentukan areal hutan dan non hutan

38

7.

Sruktur hirarki untuk penerapan COM aforestasilreforestasi ............... .

44

8.

Langkah kelja analisis SrG .................................................................... .

48

9.

Peta topografi Provinsi BengkuIu ............................................. .

53

10. Peta kelas lereng Provinsi Bengkulu ................................... ........

54

II.

Peta intensitas hujan per hari Provinsi BengkuIu .................. ............

56

12. OAS di Provinsi Bengkulu ... ...... ............... ..... .... ... ...... ...........

57

13. Petajenis tanah Provinsi BengkuIu ............................................

58

14.

60

Perkernbanganjurnlah penduduk Provinsi Bengkulu 1930-2004 (Jiwa)

15. Perbandingan hasil scoring dengan luasan dalarn araban pernanfaatan
ruang dalarn RTRWP ... ..... .... ......... ... ... ...... .... ..... ... .... ..... .....

65

16. Peta hasil scoring berdasarkan Kepres 32 tahun 1990 .................. ....

66

17.

Peta kawasan hutan Provinsi Bengkulu berdasarkan Perda No.5 tahun
2005 ..............................................................................................

68

18. Peta penutupan lahan RePPProT tahun 1988 ..........................................

70

19.

Penutupan lahan Provinsi Bengkulu Tahun 2005 dan RTRWP .. ..... ...

73

20.

Perbandingan luas hutan dan non hutan antara penutupan hutan
exsisting dengan SK penunjukkan formal ...............................................

74

21.

Oeteksi perubahan lahan dari tahun 1988 dan 2005................................

76

22.

Perubahan penutupan lahan dari hutan rnenjadi non hutan berdasarkan

araban pemanfaatan ruang .......................................................................
23.

77

Peta hasil penyaringan sesuai dengan persyaratan proyek COM
aforestasilreforestasi ................................................................................

80

Halaman
24. Peta prioritas lokasi proyek COM aforestasilreforestasi .................

82

25. Luas tiap jenis penutupan laban tabun 2005 dan kriteria kesesuaian
dengan proyek COM aforestasilreforestasi ............................. ...
26

83

Hasil analisis AHP altematif terhadap tujuan penerapan COM
reforestasi di Provinsi Bengkulu ............................................

92

27. Hasil analisis AHP, prioritas sub kriteria yang berpengarub terhadap
kriteria dan tujuan penerapan COM aforestasilreforestasi di Provinsi
Bengkulu .......................................................................

94

28. HasH analisis AHP, prioritas kriteria yang berpengarub terhadap
tujuan penerapan COM aforestasilreforestasi di Provinsi Berigkhlu ...

x

95

DAFTAR LAMPlRAN

Halaman
I.

Legenda Peta DAS Provinsi Bengkulu ......................................... .

111

2.

Legenda Peta RePPProT Provinsi Bengkuiu ............................. .

111

3.

BoOOt prioritas hasil pengolahan data dengan expert choice 2000 .... .

112

4.

· . dynamzc
. sens·tz·vz·ty
z
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Anal ISIS

112

5.

Penutupan lahan menurut peta RePPProT tahun 1988 (sebelum
generalisasi) ..........................................................................................

6.

113

Penutupan lahan menurut peta penutupan lahan tahun 2005 (sebelum
generalisasi) .........................................................................................

114

7.

Data hujan dan hari hujan di Provinsi Bengkuiu ...............................

115

8.

Data hasil wawancara dengan responden terpilih menggunakan

9.

model AHP ...........................................................................................

119

Kuesioner penelitian ............................................................................

122

DAFfAR ISTILAH

Additionality

: Nilai tambah yang bisa diperoleh dari berlangsungnya proyek
COM, yang merupakan tambahan dari keadaan rutin (bisnis as

usual), terutama yang diharapkan adaiah teJjadinya pembatalan
emisi atau penyerapan konsentrasi GRK di atmosfer karena
adanya proyek
Aforestasi

: Aforestasi dalarn kerangka mekanisme pembangunan bersih
adaIah penghutanan pada laban yang selarna 50 tahun atau
lebih bukan merupakan hutafl

AIJ

: Activities Implemented Joinly
Proyek pilot penurunan emisi yang diamanatkan oleh COPI
sebagai upaya pembelajaran menyelenggarakan proyek JI

Annex I

: Istilah yang digunakan untuk menyebut negara maju dalarn
konvensi perubahan iklim yang mempunyai kewajiban untuk
menurunkan emisi Gas Rumah Kaca.

APL

: Areal Peruntukan Lain
Istilah yang digunakan dalam TGHK untuk menunjuk areal
selain kawasan hutan

Baseline

: Baseline

dalam

kerangka

MPB

adalah

kondisi

yang

menyatakan kelidaan ketika tidak: ada proyek MPB
COM

: Clean Development Mechanism
Mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan antara

negara maju dan negara berkembang untuk menghasilkan CER
COM-EB

: COM- Executive Board
Badan Pelaksana MPB adalah lembaga dibawah Konferensi
Para Pihak (Conference of Parties/COP)lPertemuan Para Pihak

(the Meeting of Parties/MOP) yang bertugas mengendalikan
pelaksanaan proyek-proyek MPB
CER

: Certified Emission Reduction
Unit penurunan emisi GRK yang dilakukan melalui COM

Karbon dioksida
Salah satu dari enarn GRK yang diperhitungkan dalam pasal 3
Protokol Kyoto.

Merupakan GRK utama yang dijadikan

sebagai referensi GRK yang lain sehingga GWP-nya diberi
nilai I. GRK ini banyak dihasilkan oleh pembakaran bahan
bakar fosil, biomassa dan alih guna lahan
COP

: Conference Of Parties
Konferensi Para Pihak penandatangan Konvensi PBB termasuk
Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC)

DNA

: Designated National Authority
Lembaga

nasional

yang

ditunjuk

pemerintah

negara

berkembang untuk menangani COM
ERU

: Emision Reduction Unit
Unit penurunan emisi GRK yang dilakukan melalui proyek 11

GRK

: Gas Rumah Kaca
Gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap
radiasi gelombang panjang yang dipantulkan bumi sehingga
menimbulkan pemanasan atau peningkatan suhu bumi

Hutan

: Hutan dalam kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih
(MPB) ialah lahan yang luasnya minimal 0,25 ha dan
ditumbuhi oleh pohon dengan persentasi penutupan tajuk
minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai
ketinggian minimal 5 meter

IPCC

: Intergovernmental Panel on Climate Change
Suatu panel ilmiah yang ditunjuk oleh pemerintah anggota
Konvensi Perubahan Iklim untuk melakukan pengkajian

(assessment) terhadap perubahan iklim

11

: Joint Implementation
Mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan antar
negara maju untuk menghasilkan ERU

X1ll

LULUCF

: Land-use, Land-use Change, and Forestry

Kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan dan a1ih guna
lahan serta kehutanan yang berpengaruh langsung terhadap
emisi GRK karena pelepasan dan penyerapan karbon dalam
bentuk dekomposisi dan pembentukan biomassa

ODA

Official Development Assistance

Bentuk bantuan bilateral yang diberikan oleh negara industri
kepada

negara

berkembang

sebagai

bentuk

komitmen

tercapainya tuJuan-tujuan berkelanjutan. Komitmen yang
disampaikan dalatn pertemuan puncak bumi (Earth summit) di
Rio de Janeiro tahun 1992, yaitu sebesar 0,7 persen dari GNP
negaramaJu
PDD

: Project Design Document

Dokumen rancangan proyek CDM yang diperlukan dalam
proses pengesahan oleh otoritas nasional

PIN

: Project Information Note

Catatan ide proyek CDM yang diperlukan dalam proses
pengesahan oleh otoritas nasional.
Protokol Kyoto : Sebuah instrumen hukum (legal instrument) untuk mengatut
target kuantitatif penurunan emisi dan target waktu penurunan
emisi bagi negara maju
Reforestasi

: Reforestasi dalam kerangka mekanisme pembangunan bersih
adalah penghutanan pada lahan yang sejak tanggal 31
Desember 1989 bukan merupakan hutan

TGHK

: Tata Guna Hutan Kesepakatan
Penunjukkan kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah
yang menyatakan luas dan lokasi ditiap-tiap provinsi

XlV

I. PENDAHULUAN

A. Latar 8elakang
Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism,
yang lebih dikenal dengan COM, adalah salah satu mekanisme pada Protokol
Kyoto yang mengatur negara maju (biasa disebut Annex I) dalam upayanya
menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Tujuan utamanya adalah untuk
menstabilkan GRK di atmosfir pada tingkat tertentu sehingga tidak
membahayakan sistem iklim bumi. Mekanisme ini merupakan satu-satunya
mekanisme yang terdapat pada Protokol Kyoto yang mengikutsertakan negara
berkembang. Melalui mekanisme COM ini, diharapkan akan memungkinkan
adanya transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
Peraturan dasar mengenai pelaksanaan COM yang disepakati pada COP
7 di Marakesh, Maroko pada tabun 2001, memungkinkan adanya proyek
penyerapan karbon (sink) untuk proyek COM, waJau terbatas hanya pada
kegiatan aforestasi dan reforestasi.

Dengan telah berlakunya secara resmi

Protokol Kyoto sejak tanggal 16 Februari 2005 dan Indonesia telah meratifikasi
Protokol Kyoto melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 pada tanggal
28 Juli 2004, maka kesempatan Indonesia untuk berpartisipasi dan menjadi
tempat dilaksanakannya proyek COM semakin terbuka lebar. Pada tabun 2005
Indonesia juga telah membentuk otoritas nasional (Designated National

Authority), yaitu Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas
MPB) sebagai syarat utama kesiapan Indonesia dalam menyikapi perdagangan
karbon.
Kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek COM ini harus segera
ditangkap dengan program dan kebijakan yang mendukung percepatan proses
adaptasi terhadap ketentuan-ketentuan dalam Protokol Kyoto. Berdasarkan
basil National Strategy Study (MoE 2003), Indonesia mempunyai potensi yang
cukup besar dari sektor kehutanan dalam proyek COM.

Oiperkirakan dari

pangsa pasar karbon Indonesia sebesar 36 juta tC02, akan didominasi oleh
sektor kehutanan sebesar 28 juta tC02. Hal ini karena sektor kehutanan bisa

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Protokol Kyoto
Sebuah konferensi yang ditujukan untuk mendapatkan kesepakatan
bersama mengenai langkah-langkah yang akan diambil sehubungan dengan
masalah perubahan iklim serta untuk mengadopsi sebuah protokol yang dapat
memperkuat komitmen negara-negara maju (disebut sebagai Annex I) untuk
pertama kalinya diadakan, pada tanggal 28 Maret - 7 April tabun 1995 di
Berlin, Jerman. Konferensi ini dikenal dengan Conference of the Parties, biasa
disebut COP 1.

Pada Desember 1997 diselenggarakan COP 3, yang

menghasilkan sebuah protokol yang kemudian dikenal dengan Protokol Kyoto.
Melalui protokol ini, negara maju atau negara Annex I diwajibkan secara
hukum untuk mengurangi emisi (Gas Rumah Kaca) GRK-nya rata-rata sebesar
5,2% dari level emisi tabun 1990 pada periode tabun 2008-2012. Protokol ini

akan berkekuatan hukum 90 hari setelah diratifIkasi paling tidak oleh 55 negara
dan harus mewakili 55% total ernisi negara-negara Annex I (Pelangi 2005a).
Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka KeIja Perserikatan Bangsa-Bangsa ini
resmi berlaku pada 16 Februari 2005, atau 90 hari setelah Rusia meratifikasi
peIjanjian internasional tersebut. Indonesia sendiri telah meratifikasi Protokol
kyoto meJalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 pada tanggal 28 Juli
2004.
Di dalam Protokol Kyoto ini juga diatur sebuah mekanisme yang disebut

flexible mechanism yang terdiri dari:
I. Joint Implementation (JI), keIjasama antara sesama negara Annex I (negara
rnaju) dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca.

2. Clean Development Mechanism

(CDM),

bentuk

partisipasi

negara

berkembang dalam membantu negara rnaju menurunkan emisi gas rumah
kaca, serta untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di negara
berkembang.

3. Emission Trading, bentuk tukar menukar kredit emisi antara negara Annex I
dalam memenuhi target mereka

6

Peraturan dasar mengenai pelaksanaan COM disepakati pada COP 7 di
Marakesh, Maroko, tabun 2001. Pada konferensi ini disepakati bahwa
dimungkinkan adanya proyek sink (penyerapan karbon) untuk proyek COM di
sektor kehutanan, namun terbatas hanya pada kegiatan aforestasi dan
reforestasi. Selain itu, ditentukan juga kategori proyek yang termasuk dalam
tipe proyek dengan prosedur cepat, yaitu:
1. Proyek energi terbarukan dengan kapasitas maksimal15 MW.

2. Proyek efisiensi energi yang dapat mengurangi konsurnsi energi pada sisi
permintaan hingga 15 Gwh per tabun.
3. Proyek lainnya yang dapat mengurangi emisi langsung dari surnbemya, dan
secara langsung mengemisikan kurang dari 15 kilo ton CO2 per tabun.

B. Prinsip Dasar CDM

COM adalah instrurnen intemasional yang terdiri dari dua komponen.
komponen pertama yaitu

memberikan biaya yang efektif untuk mitigasi

perubahan iklim, dan yang kedua adalah mendukung pembangunan yang
berkelanjutan di negara berkembang yang tidak termasuk negara annex I (biasa
disebut non annex I) (Pelzer 2004).
Ada bebetapa prinsip dasar COM yang harus dipenuhi oleh sebuah
proyek COM menurut Pelangi (2005b), antara lain eligibility dan additionality.

1. Kelaikan (Eligibility)
Prinsip ini merupakan kunci untuk menghindari teIjadinya investasi
pada jenis proyek yang ternyata tidak

mendukung pembangunan

berkelanjutan. Misalnya seperti pemanfaatan tenaga nuklir walaupun dapat
mengurangi emisi GRK tetapi dilarang dalam COM. Proyek energi sifatnya
sensitif, seperti teknologi batubara bersih (clean coal technology),
pembangkit listrik tenaga air skala makro (large hydro) juga termasuk jenis
proyek yang dapat menurunkan emisi tetapi banyak pihak masih belurn
menyetujui jika jenis·jenis kegiatan tersebut masuk dalam COM. Kegiatan
tata guna lahan, perubahan tata guna lahan dan kehutanan (Land-use, land·

use change andforestryILULUCF), berdasarkan kesepakatan di Marrakesh,
dibatasi hanya pada kegiatan reforestasi dan aforestasi saja. Sementara di

7

sisi lain, proyek energi terbarukan skala kecil serta proyek efisiensi energi
merupakan proyek yang sangat banyak mendapatkan dukllllgan sebagai
COM.

2. Nilai Tambah (Additionality)
Prinsip ini bertujuan lllltuk memastikan bahwa tanpa adanya proyek
COM maka pengurangan emisi GRK tidak dapat dicapai.
Ada empat jenis additionality, yaitu:

a. Environmental additionality
Merupakan nilai tambah terhadap lingkllllgan, yaitu adanya pengurangan
emisi yang nyata, terukur dan berjangka panjang.
b. Financial additionality

Yaitu nilai tambah secara fmansial, yang berarti pendanaan proyek CDM
hams merupakan tambahan dan berada di luar dana OOA (Official

Development Assistance), termasuk kontribusi dari GEF (Global
Environmental Facility). Berdasarkan defmisi ini berarti aktivitas proyek
tidak akan berjalan tanpa duklHlgan dari COM karena tidak menarik
secara ekonomi (Pelzer 2004).
c. Investment additionality
Menurut (pelzer 2004) berdasarkan konsep investment additionality,
aktivitas proyek yang memenuhi syarat additionality

CDM dapat

dikelompokkan berdasarkan ana1isis finansial NPV dan IRR.

Net

Present Value (NPV) menghitung nilai sekarang dan aliran kas, yaitu
merupakan selisih antara Present Value (PV) manfaat dan Present Value
(PV) biaya, sedangkan IRR adalab nilai diskonto yang membuat NPV
dari suatu kegiatan usaha sarna dengan nol.

Dengan demikian IRR

adalah tingkat suku bllllga maksimum yang bisa dibayar oleh suatu
kegiatan usaba. Berdasarkan konsep investment additionality, aktivitas
proyek yang memenuhi syarat additionality COM dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori sebagai berikut :
I) Aktivitas proyek mempllllyai NPV negatif tanpa adanya dukllllgan
COM.

8

2) Aktivitas proyek mempunyai NPV positif tanpa dukungan COM
tetapi IRR tersebut masih kaIah bersaing dibanding kegiatan lain di
pasar.

3) Aktivitas proyek mempunyai NPV positiftanpa dukungan COM, IRR
juga mampu bersaing di pasar, tetapi kegiatan tersebut mempunyai
resiko pasar yang tinggi terjadi kegagalan.
Penilaian kriteria additionaiity dapat diperoleh dengan parameterparameter seperti IRR, NPV dan payback period. Konsep additionality
membandingkan dua alternatif konsep yang mungkin terjadi pada masa
yang akan datang seperti terlihat pada Gambar I.
Emisi C02

p・ョセァ。@
}

L-_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _+

emlsl

Tahun

Gambar 1 Konsep additionality pada proyek COM (Pelangi 2005b)

d. Teknologi additionality
Teknologi additionality berarti bahwa teknologi yang lebih efisien dan
lebih modem hanya bisa diberikan dengan adanya COM.

Hal ni

mungkin teIjadi akibat dari kegagalan pasar yang tidak dapat merangsang
tumbuhnya teknologi yang efisien.
3. Baseline

Untuk menjamin adanya pengurangan emisi yang terjadi yang
dihasilkan dari proyek COM, maka baseline hamslah:
a. Kredibel bagi lingkungan, dalam artian hams mampu memberikan
keuntungan jangka panjang dengan pengurangan emisi jangka panjang
serta transparan.

9

b. Dapat diverifikasi oleh pihak ketiga yang independen.
c. Tidak membutuhkan biaya yang tinggi untuk mengbitungnya.
d. Memberikan kepastian yang cukup akan kredit emisi bagi investor.
Baseline

(yaitu kondisi jika tidak ada proyek) dari suatu proyek

bukanlab hal yang mudab untuk ditentukan dan dibuktikan karena sifatnya
yang tidak pasti. Oleh karena itu mungkin saja terjadi babwa pada tabap
verifikasi di kemudian hari, diketabui babwa kondisi baseline

faktual

ternyata berbeda dengan estimasi kondisi baseline sebelumnya.
Jenis - jenis baseline menurut, Pelangi (2005b) sebagai berikut :
a. Baseline spesifIk proyek
Baseline yang spesifik proyek mengevaluasi reduksi emisi dengan
menggunakan asumsi, ukuran-ukuran, dan simulasi yang sifatnya
spesifik terhadap proyek. Pada sektor energi, parameter kunci dari
baseline

dapat berupa perubaban jenis baban bakar atau teknologi

sepanjang umur proyek. Sementara untuk proyek kehutanan, parameter
baseline dapat berupa akumulasi karbon per hektar per tahun di dalam
tanab, tumbuhan dan produksinya, tingkat degradasi biomassa, serta

emisi dari aktivitas komplementer atau yang digantikan (termasuk
leakage atau kebocoran). Data-data yang digunakan sangat bervariasi
tergantung pada jenis proyek.
b. Baseline multi proyek
Baseline

yang sifatnya multi proyek merupakan agregasi baseline

yang sering dikaitkan dengan kegiatan pada tingkat sektoral atau subsektoral. Baseline

ini sering juga dikatakan sebagai benchmark,

indikator kegiatan atau standar intensitas. Pada sektor energi atau
industri, baseline dapat dihitung berdasarkan intensitas karbon per unit
(misal ton karbon per gigawatt jam). Pada sektor kehutanan, perhitungan
dilakukan berdasarkanjumlab karbon yang tersimpan per unit area (misal
ton karbon per hektar) tergantung dari jenis ekosistemnya.
c. Baseline hibrid
Dengan menstandarkan nilai dari salab satu komponen baseline, atau
dengan menstandarkan metode estimasi, peningkatan transparansi dan

10

perbandingan antara baseline beberapa proyek dapat dilakukan sehingga
dapat mengurangi biaya dan waktu. Baseline

yang dihasilkan dari

beberapa parameter yang sudah distandarkan disebut dengan baseline
hibrid.
hibrid dapat mengurangi deviasi dari beberapa proyek

Baseline

dengan kategori sarna. Baseline hibrid lebih rendah tingkat agregasi dan
standarnya dibandingkan dengan baseline multi proyek yang didesain
untuk subsektor tertentu. Contohnya, pada proyek kehutanan, akumulasi
dari karbon di dalam tanah dapat diasumsikan sarna (per ton karbon per
hektar per tabun) untuk proyek yang berbeda dengan ekosistem yang
sarna, namun akumulasi karbon pada tanaman akan diestimasikan dengan
baseline spesifik proyek.

Variasi pada tingkat lokal dan regional dari komponen baseline yang
berlainan

menentukan

sarnpai

mana

standarisasi

dimungkinkall.

Beberapa komponen mungkin mudah distandarkan, beberapa tidak.
Contohnya,

faktor emisi

bahan bakar sangat berpotensi untuk

distandarkan. Pengembangan standarisasi komponen baseline hibrid atau
multi proyek biasanya dilakukan oleh para pakar yang memang bekerja
pada bidang baseline (Pelangi 2005b).
d. Baseline statis dan dinamis
Baseline

jenis ini dapat ditentukan secara tetap sepanjang umur

proyek ataU dengan

adanya

revisi selama operasi proyek. Baseline

statis - yang ditentukan secara tetap sepanjang umur proyek - mempunyai
keuntungan

karena

dapat

diprediksikan

sehingga

mengurangl

ketidakpastian penghitungan Certificate of Emission Reduction (CER).
statis juga memiliki beban yang lebih rendah dalam hal

Baseline

administratif, pengawasan dan laporan, dibandingkan dengan baseline
dinamis. Biaya yang dikeluarkan juga lebih rendah karena diperlukan
hanya

sekali

penghitungan

baseline.

Kelemahannya

adalah

kemungkinan tidak akurat karena sistem berubah setiap waktu.
Baseline

dinamis memerlukan estimasi ulang pada jangka waktu

tertentu selama umur proyek. Pada saat direvisi, CER selanjutnya

11

dihitung berdasarkan baseline

baseline

yang bam. Hal ini memungkinkan

yang mencerminkan keadaan yang lebih akurat karena

merupakan estimasi yang terbaik. Faktor kebijakan pemerintah juga
mendorong diperlukannya perubahan perhitungan baseline.

4. Kebocoran (Leakage)
Kebocoran ialah terjadinya peningkatan emisi, bukannya penurunan
ernisi, akibat adanya proyek COM, yang terjadi di luar batas atau kerangka

waktu proyek. Kebocoran ini barns diperhitungkan daIam penentuan CER.
Sumber kebocoran sangat tergantung dari jenis proyek dan juga metode
penghitungan emisi proyek dan baseline. Contoh utnum misalnya proyek
COM yang besar rnarnpu menurunkan harga suatu produk dan kemudian
terjadi peningkatan permintaan. Seperti halnya proyek efisiensi energi yang
berakibat pada turunnya harga listrik dan kemudian terjadi peningkatan
permintaan listrik. Akibatnya, bukannya pengurangan emisi yang terjadi
karena pengurangan bahan bakar, tapi justru terjadinya peningkatan emisi
akibat meningkatnya permintaan listrik.
Oalam beberapa kasus, ada kemungkinan kebocoran positif jika
proyek CDM menyebabkan terjadinya pengurangan emisi di tempat lain
atau setelah proyek berakhir. Kebocoran yang positif mungkin terjadi jika
teknologi proyek COM mudah diterapkan di tempat lain. Oisarankan bagi
pengembang atau pemilik proyek yang menerapkan teknologi yang inovatif
untuk mematenkan teknologinya dan memasarkannya. Contoh lain dari
kebocoran yang positif, yaitu jika produk dari pengelolaan hutan yang
berkelanjutan menggantikan produk dari pengelolaan hutan yang tidak. baik,
sehingga pengurangan emisi kemudian juga terjadi pada tempat selain
proyek COM. Untuk mengukur dampak dari emisi, sangat penting untuk
melakukan monitoring perubahan emisi yang teIjadi di luar batas proyek
(Pelangi 2005b).
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah kebocoran ini, maka dalam
pelaksanaan proyek COM ini barns terlebih dahulu menentukan batas
proyeknya (project boundary) yang berhubungan dengan ruang/tempat dan

12

waktu (Boer dan Masripatin 2000). Upaya dalarn penentuan batas proyek
diperlukan juga untuk mempelajari hubungan antara proyek dengan
pembangunan di sekitar areal proyek dengan mempertimbangkan kompetisi
penggunaan lainnya.

Apabila kompetisi penggunaan lahan di kawasan

proyek tersebut rendah maka kebocoran yang mungkin teIjadi akan keci!.
Analisis manajemen diperlukan agar proyek CDM dapat mengembangkan
teknologi yang dapat meningkatkan produktifitas yang berimplikasi
terhadap peningkatan penyerapan karbonnya, atau kegiatan penanarnan
seperti agroforestry dan hutan kemasyarakatan.

C. Perhitungan Emisi
Pelangi (2005b) menerangkan syarat utama sebuah proyek CDM adalah
bahwa proyek tersebut berhasil melakukan pengurangan emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) dibandingkan dengan kondisi jika tidak ada proyek CDM
tersebut, yang biasa disebut dengan kondisi baseline.

Oleh karena itu

penghitungan pengurangan emisi GRK merupakan selisih dari emisi yang
dihasilkan pada kondisi baseline dengan emisi yang dihasilkan oleh proyek.
Penghitungan Pengurangan Emisi GRK seperti terlihat pada Garnbar 2.

B' (Estimasi ulang)
B (Estimasi)
P (Estimasi)
P' (Yang terukur)

Waktu
OB
OP
OB-OP
OB'
OP'
OB'-OP'

: Estimasi emisi GRK baseline
: Estimasi emisi GRK dengan proyek
: Estimasi reduksi emisi GRK
: Estimasi ulang emisi GRK baseline
: Emisi aktuaI GRK dengan proyek
: Pengurangan emisi GRK yang sudah diukur (aktual)

13

Gambar 2 Emisi baseline dan emisi proyeksi (PeIangi 2005b)
Di atmosfer terdapat bermacam-macam gas rumah kaca, dimana
kemudian di dalam Protokol Kyoto hanya dibatasi pada 6 macam gas rumah
kaca saja,

termasuk di

dalamnya adalah CO2 atau karbondioksida.

Dibandingkan gas rumah kaca lainnya, C02 merupakan gas yang paling besar
konsentrasinya di atmosfer. Oleh karena itu CO2 dijadikan patokan dalam
mengkonversi satuan gas rumah kaca berdasarkan GWP (Global Warming

Potential - potensi pemanasan global), atau biasa disebut ekuivalen COz. GWP
itu sendiri menggambarkan kontribusi satu ton gas terhadap proses pemanasan
global selama 100 tahun. Jika GWP gas COz = 1, sementara potensi pemanasan
global gas metana (CIi() diperkirakan 21 kali CO2, maka GWP metana = 21.
Jenis Gas Rumah Kaca dan GWP dapat dilihat pada Tabell.
Tabel I Jenis gas rumah kaca (GRK) dan GWP-nya
GRK

GWP dalam 100 tahun
(ton CO2 ekuivalen)

Carbon Dioxide (C02)

I

Metana (CIi()

21

Nitro Oksida (N20)
Hydrofluorocabons (HFCs)

310
120 -12 000

Perfluorocarbons (PFCs)

7850

Sulphur Hexafluoride (SF6)

34900

D. Sektor-sektor yang dapat berpartisipasi dalam CDM

I. Energi
Pembakaran bahan bakar: industri energi; industri manufaktur dan
konstruksi; transportasi; sektor lain. Emisi fugitif (yang hHang atau tidak
terpakai) dari bahan bakar: bahan bakar padat; bahan bakar minyak dan gas
a1am; lainnya (KMPB 2006).
Upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang bisa dilakukan me1a1ui
kegiatan CDM me1iputi proyek energi terbarukan (misal: pembangkit listrik
tenaga matahari, angin, gelombang, panas bumi, air dan biomassa),
menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar (efisiensi energi), mengganti
bahan bakar fosil dengan bahan bakar lain yang lebih rendah tingkat emisi

14

gas rurnah kacanya (misal: mengganti minyak bumi dengan gas), kehutanan,
dan jenis-jenis lain seperti pemanfaatan gas metan dari pengelolaan sampah.
2. Proses-proses industri
Produk mineral; industri kimia; produksi logam; produksi lainnya;
produksi halokarbon dan sulfur heksaflorida; konsumsi halokarbon dan
sulfur heksaflorida; konsumsi halokarbon dan sulfur heksaflorida; lainnya.
3. Pertartian
Fermentasi enterik; pengelolaan kotoran temak; penanaman padi;
lahan pertanian; pembakaran padang rumput sesuai peraturan yang ada;
pembakaran limbah pertanian; lainnya.
4. Sampah
Pembuangan sampah padat di lahan; pengelolaan aIr buangan;
insinerasi sampah; lainnya.
5. Tataguna lahan, alih fungsi lahan dan kehutanan
Aforestasi; reforestasi; pencegahan deforestasi untuk energl panas
dalam proyek skala keeil (KMPB 2006). Selanjutnya tataguna lahan, alih
fungsi lahan dan kehutanan dikenal dengan carbon sink adalah istilah yang
kerap digunakan di bidang perubahan iklim. Istilah ini berkaitan dengan
fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan (reservoir) karbon.
Emisi karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan
bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga.
Selain penurunan emisi, kegiatan yang bisa dilakukan dalam COM
ialah penyerapan emisi (carbon sink) yang bisa dilakukan di sektor
kehutanan. Proyek COM di sektor kehutanan terbatas pada kegiatan
reforestasi dan aforestasi. Proyek pencegahan deforestasi diizinkan sebagai
proyek COM kehutanan skala kecil, misalnya bila dapat dibuktikan bahwa
pemanfaatan tungku berbahan bakar kayu yang efisien dapat mengurangi
deforestasi. Isu aforestasi dan reforestasi (A&R) di dalam Protokol Kyoto
terdapat pada artikel 3.3. Oisitu tertulis bahwa aforestasi bisa dilakukan di
kawasan yang bukan merupakan hutan sejak (base year) 50 tahun lalu,
sedangkan reforestasi pada kawasan hutan yang dikategorikan rusak hingga
31 Oesember 1989 (atau sejak tahun 1990) (Rusmantoro 2005).

15

E. Perkembangan Proyek CDM AforestasiIReforestasi
Oalam pertemuan para pihak Protokol Kyoto 14 Oesember, 2005 di
Montreal Kanada, dalam laporannya, COM-Executive Board (COM-EB)
menyampaikan saat ini sudah ada 47 proyek COM yang diregistrasi di COMEB. Lebih dari 10 proyek berasal dari India, serta masing-masing 1 proyek dari
Sri Lanka, Bhutan dan Bangladesh. Selain itu, masih terdapat 33 proyek yang
menanti keputusan registrasi (pelangi 2006a). Perkembangan terbaru menurut
Soejachmoen (2006) hingga saat ini proyek COM yang sudah terdaftar di

COM-Executive Board (COM-EB) berjumlah lebih dari 175 proyek, ditambah
60 proyek yang sedang dalam proses registrasi.

Oari Indonesia baru satu

proyek yang terdaftar di COM-EB dan dua proyek dalam antrian proses
registrasi.
Di Indonesia hingga saat ini hanya ada lima proyek desain dokumen

(POO) yang sedang diproses oleh Komnas MPB, dan akan diajukan kepada
Sekretariat COM internasional agar memperoleh sertifikat pengurangan emisi
atau certificate of emission reduction (CER). Proyek itu adalah proyek kompor
matahari di Aceh, proyek campuran semen dan bahan