Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat Faktor Cara Perawatan Tali Pusat Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan Pengetahuan

2.1.3. Faktor Risiko

Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:

a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik

Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit lain.

b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat

Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir WHO, 2008.

c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat

Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum Chin, 2000.

d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan

Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting. Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan sahaja berisiko untuk menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan steril Abrutyn, 2008. Universitas Sumatera Utara

e. Faktor Kekebalan Ibu Hamil

Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT Chin, 2000.

2.1.4. Patogenesis

Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan tetanospamin. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan gangguan sistim saraf pusat SSP dan sistim saraf perifer Arnon, 2007. Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam aminobutirat gama GABA dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu Abrutyn, 2008. Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan otot yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai timbul kejang. Sebaik sahaja toksin mencapai korteks serebri, penderita akan mengalami kejang spontan. Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat secara berlebihan Universitas Sumatera Utara hiperhidrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom. Kejadian gejala penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala tersebut timbul Ismoedijanto, 2006.

2.1.5. Gejala Klinis

Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku seperti menangis dan menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala tetanus mula kelihatan. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat mecapai 1 – 2 hari dan kadang-kadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi, semakin panjang masa inkubasi. Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah: a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek Chin, 2000. b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah. c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa rawatan, bisa terjadi fraktur tulang vertebra. d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada toraks juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk Universitas Sumatera Utara bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot toraks berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru. e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun bradikardia, atau kadar denyut jantung meningkat takikardia. Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil retensi urin. f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, “masa istirahat” kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh masa sedar; seterusnya bisa menyebabkan kematian Ningsih, 2007.

2.1.6. Pencegahan

Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah bersandarkan pada tindakan menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko. Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang steril WHO, 2006. Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu diterapkan, yaitu bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas tempat tidur ibu, di samping perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam kurikulum pendidikan bidan. Selain persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang Universitas Sumatera Utara tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil Djaja, 2003. Pemberian imunisasi TT minimal dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum Vandaler, 2003; WHO, 2008. 2.2. Imunisasi Tetanus Toxoid TT 2.2.1. Pengertian Imunisasi TT adalah suntikan vaksin tetanus untuk meningkatkan kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus Idanati, 2005.

2.2.2. Manfaat

Manfaat imunisasi TT pada ibu hamil adalah: a. Dapat melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum Chin, 2000. b. Dapat melindungi ibu hamil terhadap kemungkinan terjadinya tetanus apabila terluka Depkes RI, 2000. Kedua-dua manfaat tersebut adalah penting dalam mencapai salah satu tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu, eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum Depkes, 2004.

2.2.3. Jumlah dan Dosis Imunisasi TT untuk Ibu Hamil

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali Saifuddin, 2001, dengan dosis 0,5 cc disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan Depkes RI, 2000. Sebaiknya imunisasi TT diberikan sebelum kehamilan 8 bulan. Suntikan TT1 dapat diberikan sejak diketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan Depkes RI, 2000. Jarak pemberian interval imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu Saifuddin, 2001; Depkes RI, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Efek Samping

Biasanya hanya terjadi gejala-gejala ringan seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan Depkes RI, 2000. TT adalah antigen yang sangat aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT Saifuddin, 2000. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari dan akan sembuh sendiri tanpa diperlukan tindakanpengobatan Depkes RI, 2000.

2.2.5. Tempat Pelayanan

Pelayanan imunisasi TT dapat dujumpai di: a. Puskesmas, b. Puskesmas pebantu, c. Rumah sakit, d. Rumah bersalin, e. Polindes, f. Posyandu, g. Rumah sakit swasta, h. Dokter praktik, dan i. Bidan praktik Depkes RI, 2004. Tempat-tempat pelayanan milik pemerintah imunisasi diberikan dengan gratis.

2.3. Pengetahuan

Pengetahuan knowledge merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungvan hidup. Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang Universitas Sumatera Utara terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu know

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Pemilihan Jenis Anestesi untuk Tindakan Seksio Sesarea di RSUP. H. Adam Malik Medan pada Tahun 2012

2 48 77

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di Poliklinik Ibu Hamil RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010.

0 33 89

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Pemeriksaan Ultrasonografi selama Masa Kehamilan di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan Tahun 2010

19 107 77

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi TT (Tetnus Toxoid) Ibu Hamil Di Kota Jambi Tahun 2007

3 73 123

ANALISIS FAKTOR RISIKO STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) IBU HAMIL DI PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER

0 18 21

ANALISIS FAKTOR RISIKO STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) IBU HAMIL DI PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2010

0 33 21

ANALISIS FAKTOR RISIKO STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) IBU HAMIL DI PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2010

0 29 20

determinan ibu hamil tidak melakukan imunisasi tetanus toksoid tt lengkap di wilayah kerja puskesmas kti kebidanan

1 5 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU HAMIL DALAM MELENGKAPI IMUNISASI TT (The Correlation of Knowledge and Attitude of Pregnant Mother’s in Tetanus Toxoid Immunization)

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG IMUNISASI TT DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN IMUNISASI TT DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG IMUNISASI TT DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAK

0 1 11