Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi TT (Tetnus Toxoid) Ibu Hamil Di Kota Jambi Tahun 2007

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN

IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL

DI KOTA JAMBI

TAHUN 2007

SKRIPSI

Oleh :

JENNY SARINTAN HOTMARIA S. SUMBAYAK

NIM. 061000284

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN

IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL

DI KOTA JAMBI

TAHUN 2007

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

JENNY SARINTAN HOTMARIA S.SUMBAYAK

NIM. 061000284

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN

IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL

DI KOTA JAMBI TAHUN 2007

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

JENNY SARINTAN HOTMARIA S.SUMBAYAK

NIM. 061000284

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 Agustus 2008 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

(dr. Yusniwarti Yusad, MSi) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

NIP. 131698717 NIP. 131124053

Penguji II Penguji III

(Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes) (Asfriyati, SKM, MKes)

NIP. 131964121 NIP. 132102006

Medan, September 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, MSi NIP. 131124053


(4)

ABSTRAK

Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis multivariat yang digunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel dan menamakannya sebagai faktor. Faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil banyak, maka perlu dilakukan uji analisis faktor untuk meringkas variabel tersebut sehingga menjadi sedikit yang merupakan tujuan penelitian.

Penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survei yang dilakukan dengan penerapan analisis faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi tahun 2007.

Terdapat 17 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pendidikan petugas, pengetahuan petugas, lama kerja, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pelatihan, waktu pelayanan, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan, pengetahuan ibu hamil, dan kendaraan operasional setelah dianalisis hanya 12 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pengetahuan petugas, jumlah petugas pelaksana, pelatihan, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), pengetahuan ibu hamil dan kendaraan operasional). Dari 12 variabel yang terpilih, terbentuk 3 faktor. Faktor 1 terdiri dari pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS) dan kendaraan operasional dinamakan faktor manajemen. Faktor 2 terdiri dari pengetahuan petugas dan jumlah petugas pelaksana dinamakan faktor petugas. Faktor 3 terdiri dari pelatihan petugas dan pengetahuan ibu hamil dinamakan faktor pendukung. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat, karena mempunyai korelasi yang tinggi.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam menentukan prioritas untuk pencapaian cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi.

Kata Kunci : Analisis Faktor, faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil.


(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : JENNY SARINTAN HOTMARIA.S.SUMBAYAK

Tempat/tanggal lahir : Jambi/20 Januari 1972

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Sudah kawin Jumlah anggota keluarga : 5 (lima) orang

Alamat Rumah : Jl. Jawa Rt. 06 No. 12 B Kel. Talang Bakung Jambi. Alamat Kantor : Jl. P. Diponegoro no.58 Sei Asam Jambi

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 11/IV Jambi Tahun 1978-1984

2. SMP XAVERIUS 1 Jambi Tahun 1984-1987 3. SMA XAVERIUS 1 Jambi Tahun 1987-1990 4. AKPER DEPKES Jambi Tahun 1990-1993 5. FKM USU Tahun 2006-2008

Riwayat Pekerjaan : 1. Tahun 1994 TKS di Puskesmas Koni

2. Maret 1995 – sekarang PNS di Puskesmas IV Koni


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) IBU HAMIL DI KOTA JAMBI TAHUN 2007”

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan masukan serta saran kepada penulis.

2. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, MSi, selaku Dosen Pembimbing I dan selaku Ketua Departemen Biostatistik , yang telah banyak meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan masukan serta saran kepada penulis.

3. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, selaku Dosen Penguji II dan selaku Pudek I FKM USU, atas saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Asfriyati, SKM, MKes, selaku Dosen Penguji III, atas saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.


(7)

5. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 6. Para dosen dan staf di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

7. Bapak dr. Hengki Indradjaja, MKes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian. 8. Suamiku R. Manullang, SH yang tercinta dan anak-anakku yang tersayang :

Kevin, Billy dan Bitho yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa selama penulis mengikuti pendidikan. Terima kasih atas kesabaran kalian semua. Tuhan Jesus Memberkati.

9. Ayahanda (J.B.S.Sumbayak) dan Ibunda (S.Sinaga) yang tercinta serta saudaraku semuanya (K’Ita, Bg dan Eda Doharma), keponakanku (Resda, Roy, Popo, Doharma, Leo, Vany dan Julius) yang tersayang dan ibu mertuaku atas doa, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

10. Sahabat-sahabatku Tetty, Irma, Imelda, Tince, Suster Deliana dll yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

11. Ito dan eda Sonya, Marlen dan Defi, yang selama ini telah memberikan perhatian dan bantuan saat penulis melaksanakan pendidikan.

12. Rekan-rekan mahasisa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan dalam penulisan skripsi ini dan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Universitas Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Jambi.

Medan, 29 Agustus 2008

Penulis

JENNY SARINTAN. HS SUMBAYAK NIM. 061 000 284


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup Penulis ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 2

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Imunisasi ... 7

2.1.1 Pengertian ... 7

2.1.2 Perkembangan Imunisasi di Indonesia ... 7

2.2 Program Imunisasi TT Ibu Hamil ... 7

2.2.1 Jadwal Imunisasi TT Ibu Hamil ... 8

2.2.2 Cara Pemberian dan Dosis ... 9

2.2.3 Efek Samping ... 9

2.2.4 Tenaga Pelaksana Imunisasi ... 10

2.3 Vaksin TT (Tetanus Toxoid) ... 11

2.3.1 Deskripsi ... 11

2.3.2 Kemasan Vaksin ... 11

2.3.3 Kontra Indikasi Vaksin TT ... 11

2.3.4 Sifat Vaksin ... 11

2.3.5 Kerusakan Vaksin ... 11

2.4 Tetanus Neonatorum (TN) ... 12

2.4.1 Pengertian ... 12

2.4.2 Penularan TN ... 12

2.4.3 Masa Inkubasi TN ... 13

2.4.4 Tanda Klinis TN ... 13

2.4.5 Pencegahan TN ... 13

2.5 Rantai Vaksin atau Cold Chain ... 14

2.5.1 Peralatan Rantai Vaksin ... 14

2.5.2 Pengelolaan Vaksin ... 16


(10)

2.6 Perencanaan Program Imunisasi ... 19

2.6.1 Menentukan Jumlah Sasaran Imunisasi ... 19

2.6.2 Menentukan Target Cakupan ... 20

2.6.3 Menentukan Indeks Pemakaian Vaksin (IP) ... 20

2.6.4 Menghitung Kebutuhan Vaksin ... 20

2.6.5 Peralatan Suntik ... 21

2.7 Pelayanan Antenatal Care (ANC) ... 22

2.8 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan Koordinasi ... 23

2.8.1 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) ... 23

2.8.2 Koordinasi ... 23

2.9 Pencatatan dan Pelaporan ... 23

2.10 Analisis Faktor ... 24

2.10.1 Definisi ... 24

2.10.2 Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan ... 25

2.10.3 Melakukan Analisis Faktor ... 26

2.11 Proses Analisis Faktor ... 33

2.12 Kerangka Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1 Data Primer ... 36

3.4.2 Data Sekunder ... 36

3.5 Definisi Operasional ... 36

3.6 Aspek Pengukuran ... 38

3.7 Tehnik dan Analisa Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Gambaran Umum ... 41

4.1.1 Gambaran Umum Kota Jambi ... 41

4.1.2 Gambaran Dinas Kesehatan Kota Jambi ... 41

4.2 Uji Kelayakan Faktor ... 43

4.3 Analisis Faktor ... 50

4.3.1 Communalities ... 51

4.3.2 Total Variance Explained ... 51

4.3.3 Scree Plot ... 52

4.3.4 Component Matrix ... 53

4.3.5 Rotated Component Matrix ... 54


(11)

BAB V PEMBAHASAN ... 56

5.1 Analisis Uji Kelayakan ... 56

5.2 Analisis Faktor ... 59

5.3 Menamakan Faktor ... 66

5.4 Interpretasi ... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

1. Kuesioner Penelitian

2. Surat Keterangan melaksanakan penelitian dari FKM USU

3. Surat Keterangan telah selesai melaksanakan penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Jambi


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Nilai Anti Images Matrices I ………... 45

Tabel 4.2. Nilai Anti Images Matrices II ……… 46

Tabel 4.3. Nilai Anti Images Matrices III ………... 47

Tabel 4.4. Nilai Anti Images Matrices IV ………... 48

Tabel 4.5. Nilai Anti Images Matrices V ……….. 49

Tabel 4.6. Nilai Anti Images Matrices VI ………. 50

Tabel 4.7. Communalities ………. 51

Tabel 4.8. Total Variance Explained ……… 52

Tabel 4.9. Component Matrix ……….. 54

Tabel 4.10.Rotated Component Matrix ……… 55


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(14)

ABSTRAK

Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis multivariat yang digunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel dan menamakannya sebagai faktor. Faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil banyak, maka perlu dilakukan uji analisis faktor untuk meringkas variabel tersebut sehingga menjadi sedikit yang merupakan tujuan penelitian.

Penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survei yang dilakukan dengan penerapan analisis faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi tahun 2007.

Terdapat 17 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pendidikan petugas, pengetahuan petugas, lama kerja, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pelatihan, waktu pelayanan, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan, pengetahuan ibu hamil, dan kendaraan operasional setelah dianalisis hanya 12 variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil (pengetahuan petugas, jumlah petugas pelaksana, pelatihan, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), pengetahuan ibu hamil dan kendaraan operasional). Dari 12 variabel yang terpilih, terbentuk 3 faktor. Faktor 1 terdiri dari pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS) dan kendaraan operasional dinamakan faktor manajemen. Faktor 2 terdiri dari pengetahuan petugas dan jumlah petugas pelaksana dinamakan faktor petugas. Faktor 3 terdiri dari pelatihan petugas dan pengetahuan ibu hamil dinamakan faktor pendukung. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat, karena mempunyai korelasi yang tinggi.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam menentukan prioritas untuk pencapaian cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi.

Kata Kunci : Analisis Faktor, faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan. (Depkes RI, 2005).

Keberhasilan Pembangunan Kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid. (Depkes RI, 2005).

Pembangunan kesehatan menitikberatkan pada program-program penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu indikator penting dalam kesehatan masyarakat. AKB telah menurun dari 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2005, dan diproyeksikan terus menurun menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. AKB ini sangat penting, karena tingginya AKB menunjukkan rendahnya kualitas perawatan selama masa kehamilan, saat persalinan, masa nifas, status gizi dan penyakit infeksi. (Depkes RI, 2006).

Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-2006 yang disusun oleh WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, tetanus masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Kematian akibat tetanus di negara berkembang 135 kali lebih tinggi


(16)

dibanding negara maju. Di Indonesia sekitar 9,8 % (18032 bayi) dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian: imunisasi tetanus tetap rendah. (Depkes RI- WHO, 2006).

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, Tetanus Neonatorum (TN) merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi yang menempati urutan ke 5 dengan proporsi 5,5 %. (SubDit Imun.Epim-Kesma, 2003).

Kematian bayi karena Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh infeksi basil tetani (Clostridium Tetani) dalam bentuk spora tahan bertahun-tahun di tanah dan saluran cerna, oleh karena itu penyakit TN tidak dapat dibasmi melainkan hanya ditekan angka kejadian TN hingga di bawah 1/10.000 kelahiran hidup. (Panitia PIN, 1996).

Salah satu faktor risiko TN adalah tidak adanya kekebalan terhadap infeksi tetanus. Rendahnya cakupan imunisasi TT terhadap ibu hamil di Indonesia menyebabkan kontribusi kematian karena TN terhadap kematian neonatal masih cukup tinggi yaitu 22 %. (Panitia PIN,1996).

Angka kematian bayi di kota Jambi tahun 2006 sebesar 12 per 1000 kelahiran hidup, dan untuk tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan angka kematian bayi nasional yaitu sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. (Dinkes Kota Jambi, 2007). Sementara itu Kasus tetanus neonatorum di Propinsi Jambi pada tahun 2006 terjadi sebanyak 1 kasus dan meninggal. (Dinkes Jambi, 2006).

Menurut Menkes Dr.dr.Siti Fadilah Supari,Sp.JP (K) pada acara Nasional Imunisasi Anak tanggal 1 November 2007, program pembangunan kesehatan di


(17)

Indonesia diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 mempunyai visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah menurunkan angka kematian bayi. Hal ini sejalan dengan kesepakatan dunia dalam Millenium Development Goals (MDG’s), dimana untuk mencapai penurunan angka kematian bayi tersebut ditandai dengan peningkatan cakupan imunisasi.

Imunisasi yang berkaitan dengan upaya penurunan kematian bayi diantaranya adalah pemberian imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada calon pengantin wanita dan ibu hamil. Pada ibu hamil imunisasi TT ini diberikan selama masa kehamilannya dengan frekuensi dua kali dan interval waktu minimal empat minggu. Tujuan imunisasi ini adalah memberikan kekebalan terhadap penyakit tetanus neonatorum

kepada bayi yang akan dilahirkan dengan tingkat perlindungan vaksin sebesar 90-95 %. Oleh karena itu cakupan imunisasi TT ibu hamil perlu ditingkatkan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh. (Azrul.A, 2002).

Pemberian imunisasi TT tersebut dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya. Oleh karenanya kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan diri pada tempat-tempat pelayanan kesehatan tentunya akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan cakupan pelayanan imunisasi TT ibu hamil. Dalam rangka peningkatan frekuensi kunjungan ibu hamil ke bagian Kesehatan ibu dan Anak (KIA) di puskesmas diperlukan upaya Pemantauan wilayah Setempat (PWS) mengenai program KIA dan Imunisasi di Puskesmas. (Depkes RI, 2005)


(18)

Dengan pencapaian cakupan TT ibu hamil, Tetanus Neonatorum (TN) dapat dieliminasi. Jika dilihat dari hasil pencapaian TT ibu hamil maka dari tahun ke tahun pencapaiannya masih belum mencapai target yang diharapkan dan keadaan ini akan memungkinkan terjadinya kasus tetanus neonatorum di mana saja, terutama pada daerah-daerah yang cakupan TT ibu hamilnya masih rendah.

Pada tahun 2002, cakupan imunisasi TT ibu hamil secara nasional telah mencapai 78,5 % untuk pemberian TT1, sedangkan untuk TT2 mencapai 71,6 %. Tetapi, pada tahun 2003 cakupan imunisasi TT ibu hamil secara nasional menjadi turun, untuk TT1 cakupannya 71,71 % sedangkan untuk TT2 hanya mencapai 66,1 %. Dari data diatas dapat dilihat bahwa upaya pencegahan tetanus neonatorum

dengan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil melalui kegiatan rutin belum menunjukkan hasil yang efektif, disebabkan cakupan imunisasi tersebut mengalami penurunan dan belum mencapai 100 %. (Depkes RI,2003).

Di Propinsi Jambi, pencapaian imunisasi TT pada ibu hamil masih rendah dan cenderung menurun..Pada tahun 2006 cakupan TT1 mencapai 72,61 % dan untuk TT2 mencapai 66,76 %. Pada tahun 2007 cakupan TT1 dan TT2 ibu hamil menurun menjadi 69,27 % untuk TT1 dan 62,88 % untuk TT2, sedangkan TT Ulang hanya 15,24 %. (Dinkes Prop.Jambi, 2007)

Data tersebut di atas sangat berlawanan jika dibandingkan dengan data kunjungan K1 dan K4 ibu hamil di propinsi Jambi yang cakupannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, kunjungan K1 mencapai 84,87 % dan untuk K4 mencapai 81,04 %. Pada tahun 2006 cakupan K1 dan K4 mengalami


(19)

peningkatan, untuk K1 mencapai 91,97 % dan untuk K4 mencapai 83,30 %. (Dinkes Prop. Jambi, 2006).

Selisih data cakupan yang cukup signifikan antara imunisasi TT pada ibu hamil dengan data kunjungan ibu hamil terjadi juga di Kota Jambi. Tahun 2006, cakupan TT lengkap ibu hamil mencapai 78,88 %, sedangkan kunjungan K1 ibu hamil 98 % dan kunjungan K4 ibu hamil 91,6 %.Untuk tahun 2007, cakupan TT lengkap mencapai 70,36 %, sedangkan kunjungan K1 ibu hamil mencapai 95,85 % dan kunjungan K4 mencapai 88,15 %. (Dinkes Kota Jambi, 2007)

Cakupan TT lengkap ibu hamil pada tiap puskesmas juga belum merata dimana dari 20 puskesmas hanya 8 puskesmas yang cakupan TT lengkap ibu hamil mencapai UCI dan ada 12 puskesmas yang cakupannya belum mencapai UCI dimana cakupan indikator UCI minimal 80 %.

Banyak faktor yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi TT ibu hamil diantaranya adalah waktu pelayanan imunisasi, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik imunisasi, pelatihan petugas imunisasi, kerja sama lintas program, kerja sama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, pemantauan wilayah setempat (PWS), penyuluhan. ( Depkes RI, 2005). Selain itu, pada pelaksanaan di lapangan ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pencapaian cakupan imunisasi diantaranya adalah pendidikan petugas imunisasi, pengetahuan petugas, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pengetahuan ibu hamil tentang imunisasi TT dan tersedianya kendaraan operasional.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi Tahun 2007.


(20)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah banyaknya faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil maka perlu diringkas faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi tahun 2007 dengan cara menggunakan analisis faktor.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk meringkas beberapa variabel menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT (Tetanus Toxoid) ibu hamil di Kota Jambi tahun 2007.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk memilih variabel pada cakupan imunisasi TT ibu hamil yang layak dimasukkan dalam analisis faktor.

2. Untuk mengelompokkan variabel cakupan imunisasi TT ibu hamil tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor.

3. Untuk memperjelas apakah faktor cakupan imunisasi TT ibu hamil yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lainnya.

4. Untuk menamakan faktor cakupan imunisasi TT ibu hamil yang ada.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam upaya menentukan prioritas dari faktor yang terbentuk.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara

memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Depkes-Kessos RI, 2000).

2.1.2. Perkembangan Imunisasi di Indonesia

Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI, 2005).


(22)

2.2. Program Imunisasi TT Ibu Hamil

Program Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Untuk mencapai hal tersebut, maka program imunisasi harus dapat mencapai tingkat cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayah dengan kualitas pelayanan yang memadai. (Dinkes Jambi, 2003).

Pelaksanaan kegiatan imunisasi TT ibu hamil terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan kegiatan tambahan. Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan, yang pelaksanaannya dilakukan di dalam gedung (komponen statis) seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan di luar gedung seperti posyandu atau melalui kunjungan rumah. Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. (Depkes RI, 2005).

2.2.1. Jadwal Imunisasi TT ibu hamil

1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.

2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang.


(23)

3. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.

2.2.2. Cara pemberian dan dosis

1. Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.

2. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.

3. Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :

• Vaksin belum kadaluarsa

• Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC

• Tidak pernah terendam air.

• Sterilitasnya terjaga

• VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.

4. Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.


(24)

2.2.3. Efek Samping

Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam. (Depkes RI, 2005).

2.2.4. Tenaga Pelaksana Imunisasi

Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan per bulan. Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain

atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang tugasnya membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS bulanan, dan merencanakan tindak lanjut. (Depkes, 2005).

Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas imunisasi perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi.Pelatihan teknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempat pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikan kepada para pengelola imunisasi dan supervisor di semua tingkat. (Depkes RI, 2005).


(25)

2.3. Vaksin TT (Tetanus Toxoid) 2.3.1. Deskripsi

Vaksin jerap TT ( Tetanus Toxoid ) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu hamil, juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi. (Depkes RI, 2005).

2.3.2. Kemasan Vaksin

Kemasan vaksin dalam vial. 1 vial vaksin TT berisi 10 dosis dan setiap 1 box vaksin terdiri dari 10 vial. Vaksin TT adalah vaksin yang berbentuk cairan. (Depkes RI, 2005).

2.3.3. Kontraindikasi Vaksin TT

Ibu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan) karena dosis pertama TT. (Depkes RI, 2005).

2.3.4. Sifat Vaksin

Vaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze Sensitive=FS) yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan. (Depkes RI, 2005).

2.3.5. Kerusakan Vaksin

Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan umur vaksin menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar /terkena sinar matahari langsung. (Depkes RI, 2005).


(26)

Tabel 2.1. Keadaan suhu terhadap umur vaksin TT

VAKSIN PADA SUHU DAPAT BERTAHAN SELAMA

TT -0,5ºC Maximal ½ jam

-5º C − -10º C Maximal 1,5 − 2 jam Beberapa ºC diatas suhu

udara luar (ambient temperature <34º C)

30 hari

Sumber : Depkes RI, 2005

2.4. Tetanus Neonatorum 2.4.1. Pengertian

Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman

Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995).

2.4.2. Penularan TN

Penularan TN sebagai akibat memotong tali pusat dengan peralatan tidak steril dan terkontaminasi dengan ekskreta hewan atau tanah yang mengandung spora tetanus sebagai balutan atau tali akar untuk mengikat tali pusat. TetanusNeonatorum

penularannya secara langsung atau tak langsung melalui luka yang ada pada bayi, biasanya terjadi akibat infeksi pada luka di pusar bekas pemotongan tali pusat dengan menggunakan alat yang terkontaminasi. Disamping itu infeksi dapat pula terjadi jika luka pusar bayi diobati atau diberi zat-zat yang terkontaminasi. (George D, 1995).


(27)

2.4.3. Masa Inkubasi TN

Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman. (Sudarjat S, 1995).

2.4.4. Tanda Klinis TN

Tanda-tandanya terdapat pada bayi baru lahir (neonatus) sampai umur kurang dari 28 hari, biasanya beberapa hari sesudah lahir dengan gejala-gejala bayi mula-mula masih bisa menetek/minum, lama kelamaaan karena otot rahang kejang, maka sulit membuka mulut sehingga bentuk mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, lama kelamaan otot pernafasan kejang, tidak lama kemudian bayi kelihatan biru, kejang-kejang sampai meninggal dunia. (SubDit Imunisasi,Ditjen PPM &PLP,1992).

2.4.5. Pencegahan TN

Untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir dilakukan imunisasi aktif dengan toksoid tetanus pada ibu hamil menjelang kelahiran bayi dan seandainya kelahiran seorang bayi ditolong oleh dukun, bayi secepatnya dibawa ke dokter/puskesmas untuk mendapat imunisasi pasif dengan serum anti tetanus. (Markum A.H, 1987). Vaksin TT memiliki efektifitas yang sangat tinggi dan pemberiannya mudah, sehingga tujuan untuk melindungi bayi terhadap TN dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat. (Panitia PIN, 1996).

Untuk mendapatkan perlindungan seumur hidup terhadap TN maka diperlukan pemberian imunissi TT 5 dosis dengan interval waktu sesuai ketentuan. Untuk merekam pemberian imunisasi TT tersebut diperlukan alat pantau yang dapat dipergunakan seumur hidup (Panitia PIN, 1996).


(28)

Pada tabel di bawah ini akan diperlihatkan hubungan antara dosis vaksin yang diterima dengan interval pemberian dan lama perlindungan.

Tabel 2.2. Jadwal Pemberian Imunisasi TT 5 Dosis Pemberian Imunisasi

( Status TT )

Interval waktu pemberian

minimal

Masa Perlindungan Dosis

TT 1 - - 0,5 cc

TT 2 4 minggu

setelah TT 1

3 tahun 0,5 cc TT 3 6 bulan setelah

TT 2

5 tahun 0,5 cc TT 4 1 tahun setelah

TT 3

10 tahun 0,5 cc TT 5 1 tahun setelah

TT 4

25 tahun/seumur hidup

0,5 cc

Sumber : Panitia PIN Pusat Jakarta Tahun 1996

2.5. Rantai Vaksin atau Cold Chain

Rantai Vaksin atau Cold Chain adalah Pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan.

2.5.1. Peralatan Rantai Vaksin

Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan.

Sarana rantai vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.


(29)

2.5.1.1. Lemari Es

Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar program (buka atas) Pustu potensial secara bertahap juga dilengkapi dengan lemari es.

2.5.1.2. Mini Freezer

Sebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap puskesmas diperlukan 1 buah freezer.

2.5.1.3. Vaccine Carrier

Vaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan vaksin ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat mempertahankan suhu relatif lebih lama.

2.5.1.4. Thermos

Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya mudah dijangkau.

2.5.1.5. Cold Box

Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila diperbaiki memakan waktu lama.

2.5.1.6. Freeze Tag/Freeze Watch

Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai lapangan/posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin.


(30)

2.5.1.7. Kotak dingin cair (Cool Pack)

Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu +2ºC dalam lemari es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.

2.5.1.8. Kotak dingin beku (Cold Pack)

Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5ºC − 15ºC dalam freezer selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.

2.5.2. Pengelolaan Vaksin

1. Penerimaan /pengambilan vaksin (transportasi)

• Pengambilan vaksin dari Puskesmas ke kabupaten/kota dengan menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan. Misalnya

cold box atau vaccine carrier.

• Jenis peralatan pembawa vaksin disesuaikan dengan jumlah vaksin yang akan diambil.

• Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat pembawa, periksa indikator vaksin (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanya bila indikator VVM tingkat A atau B. Sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D tidak usah diterima karena tidak dapat digunakan lagi.


(31)

• Masukkan kotak cair dingin (cool pack) ke dalam alat pembawa dan di bagian tengah diletakkan thermometer Muller, untuk jarak jauh bila

freeze tag/watch tersedia dapat dimasukkan ke dalam alat pembawa.

• Alat pembawa vaksin yang sudah berisi vaksin, selama perjalanan dari kabupaten/kota ke puskesmas tidak boleh kena sinar matahari langsung.

• Catat dalam buku stok vaksin : tanggal menerima vaksin, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

2. Penyimpanan Vaksin

• Vaksin disimpan pada suhu +2ºC − +8ºC.

• Bagian bawah lemari es diletakkan kotak dingin cair (cool pack) sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu

• Vaksin TT diletakkan lebih jauh dari evaporator.

• Beri jarak antara kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari tangan agar terjadi sirkulasi udara yang baik.

• Letakkan 1 buah thermometer Muller di bagian tengah lemari es. Penyimpanan vaksin harus dicatat 2 kali sehari pada grafik suhu yaitu saat datang pagi hari dan menjelang pulang siang/sore hari.

3. Pemantauan Suhu

Tujuan pemantauan adalah untuk mengetahui suhu vaksin selama pendistribusian dan penyimpanan, apakah vaksin pernah terpapar/terkena


(32)

panas yang berlebih atau suhu yang terlalu dingin (beku). Sehingga petugas mengetahui kondisi vaksin yang digunakan dalam keadaan baik atau tidak.

Adapun alat pemantau suhu vaksin antara lain :

• VVM (Vaccine Vial Monitor )

• Setiap lemari es dipantau dengan 1 buah thermometer Dial/Muller

• Sebuah freeze tag atau freeze watch

• Sebuah buku grafik pencatatan suhu.

2.5.3. Pemeriksaan Vaksin dengan Uji Kocok

Bila vaksin tersangka beku maka untuk meyakinkan apakah vaksin masih layak atau tidak untuk digunakan maka dilakukan pemeriksaan dengan Uji Kocok (Shake Test).

Langkah-langkah shake test sebagai berikut :

• Periksa freeze watch, freeze tag, catatan/grafik suhu lemari es untuk melihat tanda-tanda bahwa suhu lemari es tersebut pernah turun di bawah titik beku.

Freeze watch : Apakah kertas absorban berubah menjadi biru.

• Bila menggunakan freeze tag : Apakah tanda √ telah berubah jadi tanda X.

• Termometer : Apakah suhu turun hingga di bawah titik beku ?

• Bila salah satu atau ketiga jawabannya YA.

LAKUKANUJI KOCOK (SHAKE TEST)

1. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku, utamakan yang dekat dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling


(33)

dingin. Beri label “Tersangka beku”. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label “Dibekukan “.

2. Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” sampai mencair seluruhnya.

3. Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” secara bersamaan.

4. Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan. (Umumnya 5-30 menit).

5. Bila terjadi :

• Pengendapan vaksin “Tersangka beku” lebih lambat dari contoh “Dibekukan”, vaksin dapat digunakan.

• Pengendapan vaksin “Tersangka beku” sama atau lebih cepat daripada contoh “Dibekukan” jangan digunakan, vaksin sudah rusak.

2.6. Perencanaan Program Imunisasi

2.6.1. Menentukan Jumlah Sasaran Imunisasi

Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsur yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil didasarkan 10 % lebih besar dari jumlah bayi. Perhitungan ini dipakai untuk tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.


(34)

2.6.2. Menentukan Target Cakupan

Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di masing-masing wilayah kerja maksimal 100 %.

Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil yang akan dicapai :

TT 1 Ibu hamil = 90% TT2 + (Plus TT3+TT4+TT5)=80%

2.6.3. Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin (IP)

Menghitung indeks pemakaian vaksin berdasarkan jumlah cakupan imunisasi yang dicapai secara absolut dan berapa banyak vaksin yang digunakan.Dari pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh jumlah ampul/vial vaksin yang digunakan. Untuk mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap ampul/vial, yang disebut Indeks Pemakaian Vaksin (IP) dapat dihitung :

Jumlah suntikan (cakupan) yang dicapai tahun lalu IP Vaksin = ---

Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu

2.6.4. Menghitung Kebutuhan Vaksin

1. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan dan menghitung besarnya indeks pemakaian vaksin, maka data-data tersebut digunakan unuk menghitung kebutuhan vaksin.

2. Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota. (Depkes RI, 2005).


(35)

Sebelum menghitung jumlah vaksin yang kita perlukan, terlebih dahulu dihitung jumlah kontak tiap jenis Rumusnya :

Jumlah Kontak = Jumlah sasaran x Target cakupan

Untuk menghindari penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan vaksin satu tahun harus dikurangi sisa vaksin tahun lalu. Rumus Kebutuhan Vaksin ;

Jumlah kontak

Kebutuhan Vaksin =--- =……….ampul/vial IP

2.6.5. Peralatan Suntik

Dalam program imunisasi, jenis alat suntik imunisasi TT yang dipakai di puskesmas adalah :

a. Semprit Auto Disable (AD)

Semprit AD adalah semprit yang setelah dipakai mengunci sendiri dan hanya dapat dipakai sekali. Semprit ini merupakan alat yang dipilih untuk semua jenis pelayanan imunisasi. Semua semprit AD mempunyai penutup plastik untuk menjaga agar jarum tetap steril.

b. Alat suntik Prefilled Auto-Disable (AD)

Alat suntik prefilled AD adalah jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali yang telah berisi vaksin dosis tunggal dengan jarum yang telah dipasang oleh pabriknya. Alat suntik prefilled AD untuk tetanus toksoid digunakan untuk memberikan vaksin TT kepada para wanita usia subur di rumah mereka selama kampanye massal. Setiap alat suntik prefilled AD adalah steril dan disegel dengan


(36)

paket kertas logam oleh pabrik, vaksin dimasukkan dalam reservoir tertutup seperti gelembung yang mencegah vaksin berhubungan dengan jarum sampai vaksin itu diberikan.

c. Semprit dan jarum sekali buang (disposable single- use)

Semprit dan jarum yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disposable single-use) tidak direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko penggunaan kembali semprit dan jarum disposable menyebabkan risiko infeksi yang tinggi.

2.7. Pelayanan Antenatal Care (ANC)

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan selama masa kehamilan seorang ibu yang diberikan sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah ditentukan oleh Depkes. Adapun tujuan umum dari pelayanan antenatal adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat. (Depkes RI,1994).

Pelayanan antenatal dapat dibedakan kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas pelayanan antenatal dapat dilihat dari jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dengan frekuensi kunjungan pemeriksaan hamil selama kehamilan. Tentang kualitas pelayanan antenatal, Depkes saat ini telah menyusun standar pelayanan antenatal

yang berkualitas yaitu, merupakan perpaduan jumlah kunjungan keseluruhan yang secara minimal 4 kali dan jenis pemeriksaan yang diperoleh 5 T yang terdiri dari


(37)

tinggi fundus uteri, tinggi badan, pengukuran tekanan darah, pemberian imunisasi tetanus toksoid dan pemberian zat besi. (Depkes RI,1994).

2.8. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan Koordinasi 2.8.1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

PWS adalah alat manajemen sederhana yang dipergunakan untuk memantau program imunisasi secara rutin. Prinsip PWS adalah memanfaatkan data yang ada dari cakupan/laporan cakupan imunisasi, dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan setempat. PWS disajikan dalam bentuk grafik per kelurahan/wilayah kerja. Indikator PWS yang dibuat :

a. Grafik TT1 + TT Ulang, menunjukkan tingkat penggerakan ibu hamil.

b. Grafik TT2 + TT Ulang, menunjukkan tingkat perlindungan/ kelengkapan imunisasi TT ibu hamil.

c. Grafik DO TT1 – TT2, menunjukkan tingkat manajemen program (efisiensi program). (Dinkes Kota Jambi, 2003).

2.8.2. Koordinasi

Pelaksanaan program dituntut secara efektif dan efisien. Koordinasi yang dilakukan adalah lintas program dan lintas sektoral. Lintas program dilakukan dengan adanya keterpaduan KIA dan imunisasi, keterpaduan imunisasi dan surveilans. Pada lintas sektoral dilaksanakan dengan Depdagri, Dep. Agama, dan organisasi-organisasi profesi. (Dinkes Kota Jambi, 2003).


(38)

2.9. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting dan sangat menentukan selain menunjang pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. Perihal penting yang harus dicatat adalah hasil cakupan imunisasi, stok vaksin serta logistik. (Dinkes Kota Jambi, 2003).

Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, balai imunisasi swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada pengelola program di tingkat administrasi yang sesuai. Adapun yang dilaporkan adalah cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin.

2.10. Analisis Faktor 2.10.1. Definisi

Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). (Supranto J, 2004).

Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis statistik multivariat, dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara bersama pada semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dan variabel bebas atau disebut


(39)

sebagai metode antar ketergantungan (interdependence methods). Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar variabel yang saling independen tersebut, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik selanjutnya. (Wibowo A, 2006).

Tujuan yang penting dari analisis faktor adalah menyederhanakan hubungan yang beragam dan kompleks pada beberapa variabel yang diamati dengan menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan pada suatu struktur data yang baru yang mempunyai beberapa faktor yang lebih kecil. (Wibisono, 2003).

Analisis faktor dipergunakan di dalam situasi sebagai berikut :

1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (Underlying dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. 2. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi

(independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya. 3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set

variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.

2.10.2. Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan

Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi liner berganda, yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang mendasari (Underlying dimensions). Jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut


(40)

common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel.

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common faktor. Common faktor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.

Statistik kunci yang relevan dengan analisis faktor adalah sebagai berikut :

Bartlett’s test of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam populasi.

2.10.3. Melakukan Analisis Faktor

Langkah-langkah yang diperlukan di dalam analisis faktor bisa dilihat pada gambar dibawah ini :

Merumuskan Masalah

Bentuk Matriks Korelasi

Tentukan Metode Analisis Faktor

Lakukan Rotasi

Interpretasikan Faktor

Hitung Skor Faktor Pilih Variabel Surrogate


(41)

1. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa hal : a. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi.

b. Variabel yang akan dipergunakan di dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasarkan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti.

c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval atau rasio

d. Banyaknya elemen sample (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar, kalau k banyaknya jenis variabel maka n = 4 atau 5 kali k. Artinya kalau variabel 5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sebagai sampel acak. (Supranto J, 2004).

2. Bentuk Matriks Korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi agar variabel pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matriks ini. Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil, hubungannya lemah, analisis faktor menjadi tidak tepat.

Prinsip utama Analisis Faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait dengan korelasi yaitu :

1. Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5 atau bila dilihat tingkat signifikansinya adalah kurang dari 0,05.


(42)

2. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap variabel lain adalah tetap (konstan) harus kecil. Pada SPSS deteksi korelasi parsial diberikan pada Anti Image Correlation.

Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor yaitu Bartlett’s Test of Sphericity bisa digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik, berarti hipotesis nol harus ditolak (berarti adanya korelasi yang signifikan diantara beberapa variabel). Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan analisis faktor harus dipertanyakan.

Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh variabel lain dan analisis faktor mungkin tidak tepat.

Measure of Sampling Adequacy (MSA) ukuran dihitung untuk seluruh matriks korelasi dan setiap variabel yang layak untuk diaplikasikan pada analisis faktor. (Wibowo A,2006). Nilai MSA yang rendah merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap analisis selanjutnya. (Wibisono, 2003). Angka MSA berkisar 0-1 menunjukkan apakah sampel bisa dianalisis lebih lanjut.

• MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.


(43)

• MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut. (Wibowo A, 2006 ).

3. Menentukan Metode Analisis Faktor

Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor, yaitu principal components analysis dan common factor analysis.

Di dalam principal components analysis, jumlah varian dalam data dipertimbangkan. Principal components analysis direkomendasikan kalau hal yang pokok ialah menentukan bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat lebih lanjut. Faktor-faktor tersebut dinamakan principal components.

Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi hanya didasarkan pada

common variance, communalities dimasukkan di dalam matriks korelasi. Metode ini dianggap tidak tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring. (Supranto J, 2004).

Communalities ialah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan common factors, atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. Semakin besar Communalities sebuah variabel, berarti semakin kuat hubungannya dengan faktor yang dibentuknya.


(44)

Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.

Eigenvalue akan menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian yang dianalisis. Susunan eigenvalues selalu diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil dengan kriteria bahwa angka eigenvalue di bawah 1 tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. (Eigenvalue yang ditentukan di atas 1 adalah alasan peneliti). (Wibowo A, 2006).

4. Rotasi Faktor-Faktor

Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor ialah apa yang disebut matriks faktor pola (faktor pattern matrix). Matriks faktor berisi koefien yang dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefien-koefisien ini yang disebut muatan faktor atau the faktor loading,

mewakili korelasi antar-faktor dan variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolut/mutlak yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien dari matriks faktor bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor.

Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukkan hubungan antar-faktor masing-masing variabel, jarang menghasilkan faktor yang bisa diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut berkorelasi atau terkait dengan banyak variabel (lebih dari satu).

Di dalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan untuk beberapa variabel saja. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa faktor saja, kalau


(45)

mungkin hanya dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat interpretasi tentang faktor tersebut. Akan tetapi, persentase varian sebagai sumbangan setiap faktor terhadap seluruh varian (dari seluruh variabel asli) mengalami perubahan.

5. Interpretasi Faktor

Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasi variabel yang muatannya besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi padanya. Manfaat lainnya di dalam membantu untuk membuat interpretasi ialah menge-plot variabel, dengan menggunakan faktor loading sebagai sumbu koordinat (sumbu F dan F2).

Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai

high loading hanya pada faktor tertentu (faktor F atau F2) oleh karena itu bisa menyimpulkan bahwa faktor tersebut terdiri dari variabel-variabel tersebut. Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F dan F2) mempunyai muatan rendah (low loading) pada kedua faktor.

Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa dengan jelas didefinisikan dinyatakan dalam variabel aslinya, seharusnya diberi label sebagai faktor tidak terdefinisikan atau faktor umum. Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai faktor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor yang bersangkutan.


(46)

6. Menghitung Skor atau Nilai Faktor

Sebenarnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor atau nilai faktor, sebab tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari variabel aslinya.

Namun kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang bebas satu sama lain, yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam analisis multivariat lainnya seperti analisis regresi linier berganda, maka perlu dihitung skor/nilai faktor bagi setiap responden.

7. Memilih Surrogate Variables

Surrogate Variables adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables meliputi sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor faktor. Dengan meneliti matriks faktor, kita bisa memilih untuk setiap faktor variabel dengan muatan tinggi pada faktor yang bersangkutan.

Variabel tersebut kemudian bisa dipergunakan sebagai variabel pengganti atau surrogate variables untuk faktor yang bersangkutan. Proses untuk mencari variabel pengganti akan berjalan lancar kalau muatan faktor (faktor loading) untuk suatu variabel jelas-jelas lebih tinggi daripada muatan faktor lainnya. Akan tetapi pilihan menjadi susah, kalau ada dua variabel atau lebih mempunyai muatan yang sama tingginya. Di dalam hal seperti itu, pemilihan antara variabel-variabel ini harus


(47)

didasarkan pada pertimbangan teori dan pengukuran sebagai contoh, mungkin teori menyarankan bahwa suatu variabel dengan muatan sedikit lebih kecil mungkin lebih penting daripada dengan sedikit lebih tinggi.

Demikian juga halnya, kalau suatu variabel mempunyai muatan sedikit lebih rendah akan tetapi telah diukur lebih teliti/akurat, seharusnya dipilih sebagai

surrogate variable.

2.11. Proses Analisis Faktor

Secara garis besar tahapan pada analisis faktor eksploratori adalah sebagai berikut :

1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Alat seperti MSA atau Bartlett’s Test dapat digunakan untuk keperluan ini. 2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel tersebut

hingga menjadi satu atau beberapa faktor.

3. Faktor yang terbentuk, pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor yang ada. Misalnya, faktor 1 dengan faktor 2 ternyata masih mempunyai kesamaan atau sebenarnya masih sulit dikatakan apakah isi (variabel) pada faktor 1 benar-benar layak masuk faktor 1, ataukah mungkin dapat masuk faktor 2. Hal tersebut akan mengganggu analisis, karena justru sebuah faktor harus berbeda secara nyata dengan faktor lain.


(48)

4. Jika isi faktor diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor yang lain.

5. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan menamakan faktor yang ada. Kemudian mengartikan hasil penemuan (artinya faktor-faktor tersebut mewakili variabel yang mana saja).

2.12. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi Cakupan Imunisasi TT Ibu hamil :

1. Pendidikan petugas 2. Pengetahuan petugas 3. Lama kerja

4. Jumlah petugas pelaksana imunisasi 5. Pelatihan petugas

6. Waktu pelayanan imunisasi 7. Stok Vaksin

8. Pengelolaan Rantai Vaksin 9. Peralatan Rantai Vaksin 10. Peralatan Suntik Imunisasi 11. Kerjasama Lintas Program 12. Kerjasama Lintas Sektoral 13. Pencatatan dan Pelaporan

14. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

15. Penyuluhan oleh petugas 16. Pengetahuan Ibu Hamil 17. Kendaraan Operasional

Analisis faktor cakupan imunisasi TT ibu hamil

Hasil :

- faktor 1 - faktor 2 - faktor n


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survei yang melakukan penerapan metode analisis faktor eksploratori yang mempengaruhi cakupan imunisasi TT ibu hamil.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas dan puskesmas pembantu yang ada di Kota Jambi dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petugas pelaksana imunisasi di puskesmas dan puskesmas pembantu yang ada di Kota Jambi selama bulan Mei-Juli 2008, yang berjumlah 78 orang. Pada analisis faktor, besar sampel (n) harus cukup memadai, sebagai petunjuk kasar, kalau k banyaknya jenis variabel, maka n = 4 kali k. Dengan rumus, jumlah sampelnya 4 x 17 = 68 sebagai acak sampel. Namun pada penelitian ini, melihat selisih populasi dengan perhitungan sampel tidak terlalu banyak maka penulis memakai sampel total populasi sebanyak 78 orang.


(50)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada petugas pelaksana imunisasi puskesmas dan puskesmas pembantu di Kota Jambi.

3.4.2. Data Sekunder

Data diperoleh dari bagian P2M seksi imunisasi di Dinas Kesehatan Kota Jambi yaitu cakupan imunisasi TT ibu hamil pada masing-masing puskesmas.

3.5. Definisi Operasional

1) Pendidikan petugas adalah pendidikan formal kejuruan terakhir (Akper/Akbid) petugas imunisasi yang dinyatakan dengan kelulusan.

2) Pengetahuan petugas adalah pengetahuan petugas imunisasi puskesmas dan puskesmas pembantu tentang imunisasi TT.

3) Lama kerja adalah rentang waktu individu menjadi petugas imunisasi puskesmas/pustu yang dinyatakan dalam tahun.

4) Jumlah tenaga pelaksana imunisasi adalah jumlah tenaga kesehatan yang melakukan imunisasi dan bertanggung jawab di bagian imunisasi pada masing-masing puskesmas / pustu termasuk tenaga cold chain.

5) Pelatihan petugas adalah seringnya petugas imunisasi puskesmas/pustu ikut serta dalam pelatihan imunisasi TT.

6) Waktu pelayanan imunisasi adalah jumlah hari pelayanan imunisasi TT ibu hamil dalam seminggu di puskesmas dan pustu.


(51)

7) Stok vaksin adalah banyaknya vaksin TT yang disesuaikan dengan target cakupan ibu hamil.

8) Pengelolaan rantai vaksin adalah Segala cara dan pedoman yang dilakukan petugas dalam mengelola vaksin untuk menjaga vaksin pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan.

9) Peralatan rantai vaksin adalah tersedianya seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan.

10) Peralatan suntik imunisasi adalah tersedianya seluruh peralatan imunisasi yang ada dan berfungsi di puskesmas sesuai dengan standar yaitu auto-disable (AD), prefilled auto-disable (AD).

11) Kerjasama lintas program adalah adanya keterpaduan antara pengelola program imunisasi dengan program KIA, Surveilans.

12) Kerjasama lintas sektoral adalah adanya kerjasama antara kegiatan imunisasi dengan Departemen Dalam Negeri (kecamatan, kelurahan), PKK. 13) Pencatatan dan Pelaporan adalah adanya hasil pencatatan pelayanan

imunisasi TT ibu hamil di puskesmas maupun di lapangan misalnya buku register imunisasi. Dan adanya laporan dan arsipnya mengenai hasil cakupan imunisasi TT ibu hamil ke tingkat kota.

14) PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) adalah Alat memantau cakupan imunisasi dalam bentuk grafik ( TT 1 + TTU dan TT2 + TTU) yang dibuat setiap bulan berdasarkan wilayah kerja puskesmas/pustu.


(52)

15) Penyuluhan oleh petugas adalah Penyampaian materi tentang imunisasi TT ibu hamil oleh petugas pada saat posyandu dan pertemuan PKK.

16) Pengetahuan ibu hamil adalah pengetahuan ibu hamil yang datang ke tempat pelayanan (puskesmas/pustu) mengenai imunisasi TT dan manfaatnya. 17) Kendaraan operasional adalah motor dinas yang dimiliki petugas imunisasi

dalam mencapai keterjangkauan wilayah pelayanan.

18) Cakupan imunisasi TT ibu hamil adalah hasil imunisasi TT ibu hamil yang dicapai dalam waktu 1 tahun.

19) Analisis faktor adalah analisis yang digunakan untuk meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit.

3.6. Aspek Pengukuran

Pada penelitian yang menggunakan analisis faktor, skala pengukuran dari masing-masing variabel haruslah berupa skala interval atau rasio. Untuk itu, setiap variabel (atribut) yang ditanya diberi nilai 0 (sangat tidak setuju) sampai 10 (sangat setuju) agar variabelnya dapat diukur dan diuji. Skala yang digunakan adalah skala penilaian grafik (graphic rating scale)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


(53)

No Variabel Skala Pengukuran

1. Pendidikan petugas Interval

2. Pengetahuan petugas Interval

3. Lama kerja Interval

4. Jumlah petugas pelaksana imunisasi Interval

5. Pelatihan petugas Interval

6. Waktu pelayanan imunisasi Interval

7. Stok vaksin Interval

8. Pengelolaan rantai vaksin Interval 9. Peralatan rantai vaksin Interval 10. Peralatan suntik imunisasi Interval 11. Kerjasama lintas program Interval 12. Kerjasama lintas sektoral Interval 13. Pencatatan dan Pelaporan Interval

14. PWS Interval

15. Penyuluhan oleh petugas Interval 16. Pengetahuan Ibu Hamil Interval


(54)

3.7. Tehnik dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Adapun langkah dalam analisis faktor yaitu :

a. Memilih variabel yang layak dalam analisis faktor. Analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan tidak terjadi pengelompokkan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Alat seperti MSA atau Barlett’s Test dapat digunakan untuk keperluan ini.

b. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ‘ekstraksi’ variabel tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Metode pencarian faktor yang digunakan adalah principal componentanalysis.

c. Faktor yang terbentuk pada banyak kasus kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor yang ada. Untuk itu, jika isi faktor masih diragukan, dapat dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain.

d. Setelah faktor benar-benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan menamakan faktor yang ada.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Gambaran Kota Jambi

Kota Jambi merupakan ibukota Propinsi Jambi dengan luas wilayah sebesar 205,38 km² terdiri dari 8 kecamatan dan 62 kelurahan. Kota Jambi dengan ketinggian rata-rata dari permukaan laut 8 kaki 10 meter dan beriklim tropis.

Berdasarkan fisiologi Kota Jambi terdiri dari : a. Dataran rendah 185.99 Km² atau 90,56 %. b. Danau atau sungai 10.82 Km² atau 5,27 5. c. Rawa-rawa 8.56 Km² atau 4,17 %.

Jumlah penduduk Kota Jambi pada tahun 2007 tercatat sebesar 470.902 jiwa, dengan kepadatan penduduk (per km²) 2.293 jiwa.

4.1.2. Gambaran Dinas Kesehatan Kota Jambi

Dinas Kesehatan Kota Jambi merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota Jambi di bidang kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Jambi.

Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Jambi terdiri dari : Kepala Dinas, 1 Kepala Bagian, 5 Kepala Sub Dinas, 3 Kepala Sub Bagian, 20 Kepala Seksi dan Kepala UPTD ( Gudang Farmasi, 20 Kepala Puskesmas dan 38 Puskesmas Pembantu)


(56)

Jumlah pegawai Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2007 sebanyak 1071 orang yang terdiri dari PNS 830 orang, Dokter PTT 17 orang, Bidan PTT 137 orang, Honor Daerah 17 orang dan TKS 70 orang, yang bertugas di Kantor Dinas Kesehatan maupun di unit pelayanan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.

4.1.2.1. Visi

Visi Dinas Kesehatan Kota Jambi adalah Terwujudnya Pelayanan Kesehatan yang Bermutu Menuju Kota Jambi Sehat 2008.

4.1.2.2. Misi

1. Meningkatkan upaya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat guna memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2. Mengembangkan SDM kesehatan yang terampil, berdisiplin dan bertanggung jawab.

3. Memelihara dan meningkatkan sarana dan prasarana serta Sistem Informasi Kesehatan dan komunikasi yang efektif, efisien dan terpadu.

4. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dengan melaksanakan perizinan pengawasan dan mengembangkan kerjasama lintas program, lintas sektoral, swasta dan masyarakat.

5. Melaksanakan dan meningkatkan pembiayaan program kesehatan dan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga miskin melalui anggaran pusat, daerah dan swasta.


(57)

4.2. Uji Kelayakan Faktor

Dalam penelitian ini, pencapaian cakupan imunisasi TT ibu hamil di Kota Jambi dipengaruhi oleh 17 faktor yaitu pendidikan petugas, pengetahuan petugas, lama kerja petugas, jumlah petugas pelaksana imunisasi, pelatihan petugas, waktu pelayanan imunisasi, stok vaksin, pengelolaan rantai vaksin, peralatan rantai vaksin, peralatan suntik imunisasi, kerjasama lintas program, kerjasama lintas sektoral, pencatatan dan pelaporan, Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), penyuluhan oleh petugas, pengetahuan ibu hamil, kendaraan operasional. Untuk itu perlu dilakukan uji kelayakan faktor dengan melihat nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy) and Barlett’s Test. KMO adalah mengukur kecukupan sampling dan membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi antar pasangan variabel. Sedangkan Barlett’s Test digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik , berarti hipotesis nol harus ditolak. Dengan melihat nilai KMO and Barlett’s Test di bawah 0.5, maka dapat diperoleh variabel mana yang dapat dianalisis lebih lanjut atau tidak.

Pada penelitian ini, uji kelayakan faktor dilakukan sebanyak 6 (enam kali) karena pada uji kelayakan yang keenam sudah tidak ada nilai KMO yang di bawah 0.5.

1. Uji kelayakan I, variabel lama kerja memiliki nilai KMO terkecil di bawah 0.5 yaitu 0.376, maka variabel lama kerja dikeluarkan dari 17 variabel. Dan variabel berkurang 1 (satu) menjadi 16 variabel.


(58)

2. Uji kelayakan II, variabel stok vaksin memiliki nilai KMO terkecil di bawah 0.5 yaitu 0.430, maka variabel stok vaksin dikeluarkan dari 16 variabel. Dan variabel berkurang 1 (satu) menjadi 15 variabel.

3. Uji kelayakan III, variabel waktu pelayanan memiliki nilai KMO terkecil di bawah 0.5 yaitu 0.481, maka variabel waktu pelayanan dikeluarkan dari 15 variabel. Dan variabel berkurang 1 (satu) menjadi 14 variabel.

4. Uji kelayakan IV, variabel pendidikan memiliki nilai KMO terkecil di bawah 0.5 yaitu 0.472, maka variabel pendidikan dikeluarkan dari 14 variabel. Dan variabel berkurang 1 (satu) menjadi 13 variabel.

5. Uji kelayakan V, variabel penyuluhan oleh petugas memiliki nilai KMO terkecil di bawah 0.5 yaitu 0.491, maka variabel penyuluhan oleh petugas dikeluarkan dari 13 variabel. Dan variabel berkurang 1 (satu) menjadi 12 variabel.

6. Uji kelayakan VI, ternyata tidak ada variabel yang memiliki nilai KMO di bawah 0.5, maka 12 variabel tersebut dapat dilakukan proses analisis faktor lebih lanjut yaitu factoring, ekstraksi dan rotasi.

4.2.1. Uji Kelayakan I

Pada uji kelayakan I angka KMO and Barlett’s Test adalah 0.693 dengan signifikansi 0.000, maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut karena memiliki angka KMO di atas 0.5 dan angka sig < 0,05.


(59)

Tabel 4.1. Nilai Anti Images Matrices I

Pada tabel 4.1 terlihat sejumlah angka yang membentuk diagonal (dari kiri atas ke kanan bawah) yang menandakan besaran KMO sebuah variabel. Ada 5 variabel yang mempunyai KMO di bawah 0.5, maka variabel yang memiliki nilai KMO terkecil akan dikeluarkan dari pemilihan variabel. Variabel yang mempunyai nilai KMO terkecil adalah lama kerja (0.376). Maka variabel lama kerja dikeluarkan sehingga variabel berkurang menjadi 16 variabel dan dilakukan proses pengujian ulang.

4.2.2. Uji Kelayakan II

Pada uji kelayakan II, angka KMO and Barlett’s Test adalah 0.723 dengan signifikansi 0.000, maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut karena memiliki angka KMO di atas 0.5 dan angka sig < 0.05.

Variabel

Didik Tahu gas

La-ma Jlh

Pela

tih-an Wak

tu Stok Pe-nge lola-an Prln ranvak Prln sun Lnts prog Lnts sektr Pen cttn lap PWS Pe-nyu luh-an Tahu bu-mil Kndra Opr Didik .459

Tahugas .746

Lama .376

Jumlah .606

Pelatihan .491

Waktu .427

Stok .447

Pglolaan .757

Prlnran-vak .795

Prln sun .814

Lnts prog .676

Lnts sektr .717

Pncttnlap .725

PWS .851

Pnylhan .567

tahubumil .657

Kndaraan


(60)

Tabel 4.2. Nilai Anti Images Matrices II

Pada tabel 4.2 terlihat sejumlah angka yang membentuk diagonal (dari kiri atas ke kanan bawah) yang menandakan besaran KMO sebuah variabel. Pada uji kelayakan II ada 4 variabel yang mempunyai KMO di bawah 0.5, maka variabel yang memiliki nilai KMO terkecil akan dikeluarkan dari pemilihan variabel. Variabel yang mempunyai nilai KMO terkecil adalah stok vaksin (0.430). Maka variabel stok vaksin dikeluarkan sehingga variabel berkurang menjadi 15 variabel dan dilakukan proses pengujian ulang.

4.2.3. Uji Kelayakan III

Pada uji kelayakan III angka KMO and Barlett’s Test adalah 0.739 dengan signifikansi 0.000, maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut karena angka KMO di atas 0.5 dan angka sig < 0.05.

Variabel

Didik Tahu gas Jlh

Pela tihan

Wak tu Stok

Pe-nge lola-an Prln ranv ak Prln sun Lnts prog Lnts sektr Pen cttn lap PWS Pe-nyu luh-an Tahu bu-mil Kndr an opr Didik .483

Tahugas .756

Jumlah .602

Pelatihan .487

Waktu .463

Stok .430

Pglolaan .767

Prlnran-vak .789

Prln sun .815

Lnts prog .709

Lnts sektr .724

Pncttnlap .778

PWS .841

Pnylhan .554

tahubumil .704

Kndaraan


(61)

Tabel 4.3 Nilai Anti Images Matrices III

Pada tabel 4.3 terlihat sejumlah angka yang membentuk diagonal (dari kiri atas ke kanan bawah) yang menandakan besaran KMO sebuah variabel. Pada uji kelayakan III ada 3 variabel yang mempunyai nilai KMO di bawah 0.5, maka variabel yang memiliki nilai KMO terkecil akan dikeluarkan dari pemilihan variabel. Variabel yang mempunyai nilai KMO terkecil adalah variabel waktu pelayanan (0.481). Maka variabel waktu pelayanan dikeluarkan sehingga variabel berkurang menjadi 14 variabel dan dilakukan proses pengujian ulang.

4.2.4. Uji Kelayakan IV

Pada uji kelayakan IV angka KMO and Barlett’s Test adalah 0.745 dengan signifikansi 0.000, maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut karena angka KMO di atas 0.5 dan angka sig < 0.05.

Variabel Didik Tahu gas Jlh

Pela tihan Wak tu Penge lolaan Prln ranvak Prln sun Lnts prog Lnts sektr Pncttn lap PWS

Penyu luhan Ta-hu bu-mil Kndr an opr

Didik .488

Tahugas .752

Jumlah .644

Pelatihan .493

Waktu .481

Pglolaan .766

Prlnran-vak .793

Prln sun .858

Lnts prog .706

Lnts sektr .726

Pncttnlap .781

PWS .845

Pnylhan .540

tahubumil .704

Kndaraan


(62)

Tabel 4.4 Nilai Anti Images Matrices IV

Pada tabel 4.4 terlihat sejumlah angka yang membentuk diagonal (dari kiri atas ke kanan bawah) yang menandakan besaran KMO sebuah variabel. Pada uji kelayakan IV ada 2 variabel yang mempunyai nilai KMO di bawah 0.5, maka variabel yang memiliki nilai KMO terkecil akan dikeluarkan dari pemilihan variabel. Variabel yang mempunyai nilai KMO terkecil adalah variabel pendidikan (0.472). Maka variabel pendidikan dikeluarkan sehingga variabel berkurang menjadi 13 variabel dan dilakukan proses pengujian ulang.

4.2.5. Uji Kelayakan V

Pada uji kelayakan V, angka KMO and Barlett’s Test adalah 0.767 dengan signifikansi 0.000, maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut karena angka KMO di atas 0.5 dan angka sig < 0.05.

Variabel Didik Tahu gas Jlh

Pela tihan Penge lolaan Prln ranv ak Prln sun Lnts prog Lnts sektr Pen- cttn lap PWS Pe-nyu luhan Tahu bumil Kndr an opr Didik .472

Tahu gas .749

Jumlah .627

Pelatihan .497

Pglolaan .763

Prlnranvak .790

Prln sun .856

Lnts prog .706

Lnts sektr .732

Pncttnlap .797

PWS .850

Pnylhan .517

Tahubumil .710

Kndaraan


(63)

Tabel 4.5. Nilai Anti Images Matrices V

Pada tabel 4.5 terlihat sejumlah angka yang membentuk diagonal (dari kiri atas ke kanan bawah) yang menandakan besaran KMO sebuah variabel. Pada uji kelayakan V ada 1 variabel yang mempunyai nilai KMO di bawah 0.5 yaitu variabel penyuluhan oleh petugas Maka variabel penyuluhan oleh petugas dikeluarkan sehingga variabel berkurang menjadi 12 variabel dan dilakukan proses pengujian ulang.

4.2.6. Uji Kelayakan VI

Pada uji kelayakan VI, angka KMO and Barlett’s Test adalah 0.785 dengan signifikansi 0.000, maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut karena angka KMO di atas 0.5 dan angka sig < 0.05.

Variabel Tahu gas Jlh

Pela tihan Pe-nge lolaan Prln ranvak Prln sun Lnts prog Lnts sektr Pen-cttn lap PWS Pe-nyu luhan Tahu

bumil Kndran

Tahugas .715

Jumlah .609

Pelatihan .573

Pglolaan .771 Prlnranvak .815

Prln sun .841

Lnts prog .740

Lnts sektr .772

Pncttnlap .799

PWS .845

Pnylhan .491

Tahubumil .705


(1)

1.000 .701

1.000 .557

1.000 .545

1.000 .525

1.000 .622

1.000 .457

1.000 .558

1.000 .451

1.000 .532

1.000 .432

pelatihan petugas penelolaan rantai vaksin peralatan rantai vaksin peralatan suntik kerjasama lintas program kerjasama lintas sektoral pencatatan dan pelaporan hasil imunisasi

pemantauan wilayah setempat

pengetahuan ibu hamil kendaraan operasional petugas

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Total Variance Explained

4.382 36.520 36.520 4.382 36.520 36.520

1.327 11.062 47.582 1.327 11.062 47.582

1.066 8.882 56.464 1.066 8.882 56.464

.905 7.542 64.006

.827 6.891 70.897

.810 6.754 77.650

.731 6.088 83.739

.603 5.025 88.764

.447 3.725 92.489

.364 3.035 95.524

.292 2.437 97.961

.245 2.039 100.000

Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Universitas

Sumatera


(2)

Component Number 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 E ig en val ue 5 4 3 2 1 0 Scree Plot

Component Matrix a

.496 .554 -.387

.368 .596 -.447

.210 .552 .594

.715 -.208 -.057

.705 -.127 .181

.707 -.122 .100

.744 -.248 .087

.587 -.332 -.047

.747 -5.1E-005 .001

.668 .041 -.051

.428 .317 .499

.603 -.113 -.235

pengeahuan petugas jumlah petugas pelaksana imunisasi pelatihan petugas penelolaan rantai vaksin peralatan rantai vaksin peralatan suntik kerjasama lintas program kerjasama lintas sektoral pencatatan dan pelaporan hasil imunisasi

pemantauan wilayah setempat

pengetahuan ibu hamil kendaraan operasional petugas

1 2 3

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. 3 components extracted.

a.

Universitas

Sumatera


(3)

1.000 .691

1.000 .701

1.000 .557

1.000 .545

1.000 .525

1.000 .622

1.000 .457

1.000 .558

1.000 .451

1.000 .532

1.000 .432

jumlah petugas pelaksana imunisasi pelatihan petugas penelolaan rantai vaksin peralatan rantai vaksin peralatan suntik kerjasama lintas program kerjasama lintas sektoral pencatatan dan pelaporan hasil imunisasi

pemantauan wilayah setempat

pengetahuan ibu hamil kendaraan operasional petugas

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Total Variance Explained

4.382 36.520 36.520 4.382 36.520 36.520 3.828 31.903 31.903

1.327 11.062 47.582 1.327 11.062 47.582 1.590 13.253 45.156

1.066 8.882 56.464 1.066 8.882 56.464 1.357 11.308 56.464

.905 7.542 64.006

.827 6.891 70.897

.810 6.754 77.650

.731 6.088 83.739

.603 5.025 88.764

.447 3.725 92.489

.364 3.035 95.524

.292 2.437 97.961

.245 2.039 100.000

Component 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Universitas

Sumatera


(4)

Component Number 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Ei ge nv alue 5 4 3 2 1 0 Scree Plot

Rotated Component Matrix a

.210 .802 .124

.075 .825 .067

-.040 .106 .830

.735 .131 .020

.693 .041 .251

.693 .094 .190

.779 .025 .120

.672 -.008 -.073

.676 .256 .189

.587 .290 .150

.257 .071 .679

.592 .269 -.097

pengeahuan petugas jumlah petugas pelaksana imunisasi pelatihan petugas penelolaan rantai vaksin peralatan rantai vaksin peralatan suntik kerjasama lintas program kerjasama lintas sektoral pencatatan dan pelaporan hasil imunisasi

pemantauan wilayah setempat

pengetahuan ibu hamil kendaraan operasional petugas

1 2 3

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotation converged in 4 iterations. a.

Universitas

Sumatera


(5)

.009

-.608

.794

3

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Universitas

Sumatera


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Karakteristik Organisasi Dalam Pencapaian Pelayanan Imunisasi Tetanus Toxoid Ibu Hamil Di Puskesmas Medan Deli Kota Medan Tahun 2006

0 45 76

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Cakupan Imunisasi Tetanus Toksoid Pada Ibu Hamil Di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Tahun 2003

0 46 101

Gambaran Pengetahuan Ibu-ibu Hamil Tentang Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan Tindakan Pengambilan Imunisasi TT di Poliklinik Ibu Hamil RSUP. Haji Adam Malik Tahun 2010

1 38 49

Pengetahuan Bidan Tentang Jenis Makanan Yang Dihindari Ibu Hamil Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Pematangsiantar tahun 2009

0 18 53

Analisis Karakteristik Organisasi Dalam Pencapaian Pelayanan Imunisasi Tetanus Toxoid Ibu Hamil Di Puskesmas Medan Deli Kota Medan Tahun 2006

0 49 75

ANALISIS FAKTOR RISIKO STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) IBU HAMIL DI PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER

0 18 21

ANALISIS FAKTOR RISIKO STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) IBU HAMIL DI PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2010

0 33 21

ANALISIS FAKTOR RISIKO STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) IBU HAMIL DI PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2010

0 29 20

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARUNG-BARUNG BELANTAI KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2013.

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARUNG-BARUNG BELANTAI KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2013.

2 7 25