9
2. Kajian Agribisnis Singkong a. Kabupaten Pacitan
Sub Sistem Usahatani Singkong
Tabel 1 menyajikan perhitungan usaha tani per hektar lahan, meliputi biaya tetap pajak tanah dan biaya variabel bibit, pupuk urea, ponska, kandang
dan tenaga kerja. Pada analisis biaya usahatani singkong di Kabupaten Pacitan semua input dinilai dalam bentuk uang dan diperhitungkan sebagai biaya.
Tabel 1. Biaya Usahatani Singkong per Hektar di Kabupaten Pacitan, Tahun 2013
No Komponen
Satuan Jumlah
Nilai Rp
1 Pajak
Ha 1
24.000 2,20
2 Bibit
Ikat 10
150.000 13,75
3 Urea
Kg 94
187.500 17,19
4 Ponska
Kg 47
46.875 4,30
5 Pupuk Kandang
Kg 125
28.050 2,57
6 Tenaga Kerja
HKP 22
654.320 59,99
Total 1.090.745
100,00
Sumber : Data primer Diolah
Biaya tenaga kerja memiliki pangsa biaya terbesar, 59,99 persen, diikuti oleh biaya pupuk urea 17,19 persen, biaya bibit 13,75 persen, biaya ponska 4,30
persen, biaya pupuk kandang 2,57 persen dan pajak tanah 2,20 persen. Total biaya usahatani singkong sebesar Rp 1.090.745Ha.
Rata-rata produksi singkong di Kabupaten Pacitan sekitar 5 tonhektar. Produksi ini cukup rendah, dibandingkan dengan produksi nasional sekitar 19
tonHa. Harga rata-rata singkong segar Rp 650kg. Jadi penerimaan petani singkong sebesar Rp. 3.250.000Ha. Jika penerimaan ini dikurangi dengan total
biaya Rp 1.090.745 diperoleh pendapatan bersih keuntungan Rp 2.159.255 per Ha. Analisis ratio antara penerimaan dan biaya RC Ratio usahatani singkong di
Kabupaten Pacitan 2.98. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap penggunaan biaya Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2.98. Hal tersebut
menunjukkan bahwa usahatani singkong di Kabupaten Pacitan layak untuk diusahakan.
Untuk meningkatkan produksi maupun produktivitas singkong di Kabupaten Pacitan diperlukan solusi atas permasalahan yang terjadi di sub sistem
usahatani budidaya singkong. Beberapa permasalahan tersebut, antara lain :
10
1. Petani tidak menerapkan baku teknis budidaya singkong, terutama untuk dosis
pemupukan. 2.
Peran singkong sebagai lumbung pangan bergeser menjadi tanaman komersial. 3.
Penggunaan bibit lokal yang telah ditanam turun temurun. 4.
Harga jual singkong belum mampu bersaing dengan komoditas lain. 5.
Terdapat hama babi hutan untuk tanaman singkong yang ditanam di hutan. 6.
Peran penyuluh kurang optimal. Penyuluh jarang sekali memberikan motivasi dan penyuluhan mengenai budidaya singkong membuat para petani kurang
informasi dan kurang ilmu untuk meningkatkan produksi singkong.
Subsistem Pengolahan Singkong Agroindustri
Desa Bolosingo Kecamatan Pacitan merupakan sentra agroindustri kolong dan arak keling. Kolong adalah makanan ringan khas Kabupaten Pacitan yang
bebahan baku tepung pati singkong yang diolah menyerupai krupuk berbentuk lingkaran dengan diameter 1 sampai 5 cm dengan rasa gurih dan manis.
Agroindustri kolong yang berada di Desa Bolosingo umumnya merupakan agroindustri yang juga mengolah tepung pati singkong. Bahan baku singkong
segar diperoleh pengerajin dari wilayah sekitar Desa Bolosingo untuk selanjutnya diolah menjadi tepung pati. Hasil tepung pati kemudian diolah kembali menjadi
kolong untuk kemudian baru dijual dipasar atau di toko oleh-oleh. Tabel 2. Nilai Tambah, Pendapatan Tenaga Kerja dan Keuntungan Agroindustri
Berbahan Baku Singkong di Kabupaten Pacitan, Tahun 2013 Satuan : RpKg Singkong
No Agroindustri
Nilai Tambah Pendapatan Tenaga
Kerja Keuntungan
1 Kripik
8.890,00 5.400,00
3.490,00 2
Gaplek 230,83
466,67 -235,83
3 Grubi
5604,95 771,43
4833,52 4
Arak Keling 47.416,00
28.125,00 19.291,67
Sumber : Data primer Diolah
Tabel 2 menunjukkan besarnya nilai tambah pada berbagai agroindustri berbahan baku singkong. Nilai tambah arak keling paling besar dibanding produk
lainnya. Sedangkan gaplek nilai tambahnya paling kecil. Hal ini berkaitan dengan relative sederhananya kegiatan pengolahan dari singkong segar menjadi gaplek.
Kegiatan pembuatan gaplek sebenarnya tidak memberikan keuntungan untuk setiap kg bahan baku yang digunakan untuk produksi gaplek. Akan tetapi
11
sebagian besar masyarakat di Kecamatan Punung menjual singkongnya dalam bentuk gaplek untuk meningkatkan harga jual. Walau pun demikian, pengolahan
singkong segar menjadi gaplek masih memberikan nilai tambah bagi petani. Terdapat beragam agroindustri di Kabupaten Pacitan. Sebagian besar
agroindustri tersebut berskala rumah tangga. Beberapa permasalahan kelembagaan agroindustri ini yaitu :
1. Ketidakkontinyuan bahan baku, sehingga agroindustri sulit menjaga
kekontinyuan usahanya. 2.
Kurang adanya pembinaan, pendampingan dan pengawasan dari pemerintah. 3.
Skala usaha agroindustri olahan singkong yang ada di Kebupaten Pacitan merupakan skala usaha kecil karena modal untuk usaha yang terbatas. Selain
itu teknologi yang digunakan juga masih sederhana sehingga kapasitas produksi dari agroindustri kecil.
c. Sub Sistem Pemasaran Singkong