PENGARUH PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP PPP

“PENGARUH PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPPs),
KONTRAK DAN HAK KEPEMILIKAN TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI:
ANALISIS DATA PANEL LIMA NEGARA ASEAN TAHUN 2005-2015”
Ekonomi Kelembagaan

Alexander Michael
(14/369292/EK/20125)
Departemen Ilmu Ekonomi

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

PENGARUH PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPPs), KONTRAK DAN
HAK KEPEMILIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI:
ANALISIS DATA PANEL LIMA NEGARA ASEAN TAHUN 2005-2015
Alexander Michael Tjahjadi1
Departemen Ilmu Ekonomi
Universitas Gadjah Mada

Jl. Sosio Humaniora 01 Sleman, Yogyakarta
Pembahasan teori kelembagaan berasal dari teori biaya transaksi yang mengasumsikan
bahwa terdapat hubungan pasar yang tidak sempurna antara penjual dan pembeli, selain itu
biaya transaksi akan berpengaruh terhadap efisiensi ekonomi. Di lain sisi, dengan pendekatan
ekonomi biaya transaksi (Transaction Cost Economics) salah satu basis analisisnya adalah
kontrak, kontrak biasa diasumsikan mempunyai kelengkapan aturan yang mampu mengatasi
permasalahan. Kontrak dibuat untuk menegakkan aturan dan hak kepemilikan entitas bisnis.
Salah satu pembahasan dalam kontrak adalah kerjasama antar pihak swasta dan
pemerintah.dan menjamin bagaimana kerjasama tersebut bisa berjalan efektif dan efisien.
Permasalahan lain yang terjadi adalah adanya permasalahan hak kepemilikan dalam bisnis
Paper ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara PPP transportasi, kontrak, dan hak
kepemilikan dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN. Kawasan ini mempunyai lalu
lintas modal, tenaga kerja, dan barang yang bebas sehingga memiliki potensi luar biasa
pengembangan ekonomi.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Menggunakan metodologi ekonometeri.
Pembahasan deskriptif akan melalui studi literatur mengenai PPPs, kontrak yang belum selesai,
dan hak kepemilikan. Selain itu akan menggunakan studi kasus PPP transportasi. Pembahasan
kuantitatif akan menggunakan ekonometrika data panel untuk melihat pengaruh tiga indikator
terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN. Data berasal dari Ease of Doing Business tahun
2005 sampai 2015, infraPPP.com untuk nilai nominal proyek PPP infrastruktur, dan CEIC


1 Penulis dapat dihubungi di email alexandermichaeltj@gmail.com, seluruh kesalahan maupun error penelitian
merupakan tanggungjawab peneliti.

Premium database. Pengolahan dilakukan dengan uji Hasuman, uji LM, dan uji F untuk
menentukan penggunaan common effects, random effects, ataupun fixed effects.
Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Filipina, Thailand,
Vietnam, dan Malaysia pada tahun 2005 sampai dengan 2015 dipengaruhi oleh presentase
pembentukan modal tetap, jumlah hari proses kepemilikan, dan PPP transportasi. Selain itu,
skor perbaikan doing business di ASEAN terpengaruh signifikan dari jumlah hari proses
kepemilikan, dan jumlah hari proses kontrak. Di lain sisi, penelitian ini juga mengusulkan
perlunya penguatan kelembagaan dalam promosi PPP antar pemerintah dan swasta

Kata kunci: Kontrak, Hak Kepemilikan, PPPs, Pertumbuhan Ekonomi, Data Panel

1. Pendahuluan
Ekonomi kelembagaan memiliki cara pandang yang berbeda dengan teori ekonomi
konvensional. Asumsi-asumsi seperti tindakan rasional, atau dimana individu memiliki
possibility outcome yang sama menjadi dasar pengembangan ekonomi konvensional.
Berbeda dengan aliran itu, ekonomi kelembagaan bermula dari pengembangan normatif

mengenai ekonomi. Beberapa tokoh yang terkenal adalah Veblen, Commons, maupun
Mitchell. Ekonomi kelembagaan berkembang dengan metodologi dan paradigmanya. Salah
satunya adalah cabang ekonomi kelembagaan baru (NIE) yang memiliki tokoh-tokoh seperti
Coase, dan Rutherford. Jika menganalisis perkembangan ekonomi kelembagaan lebih
menyeluruh, maka dapat ditemukan bahwa terdapat pengertian atau konsepsi yang sama
mengenai ekonomi kelembagaan misalnya penegakan hak kepemilikan, dan kontrak. Dari
sini dapat dianalisis bahwa proses kelembagaan merupakan sesuatu yang cakupannya sangat
luas.
NIE sebagai salah satu alternatif ide ekonomi merupakan “perlawanan” gagasan dari
ekonomi biasa. Pondasi dari ide ini adalah teori ekonomi neoklasik, dengan tambahan konsep
kelangkaan dan kompetisi akan tetapi tidak menggunakan asumsi rasionalitas sepenuhnya,
tetapi rasionalitas terbatas (bounded rationality). Dengan asumsi tersebut, maka
perekonomian bisa berjalan secara tidak sempurna, adanya eksternalitas negatif, bahkan

kegagalan pasar. Ekonomi kelembagaan berupaya agar kegagalan pasar ini dapat dicegah dan
diselesaikan permaslahannya.
Dengan konsep demikian, maka ekonomi kelembagaan ingin membangun gagasan agar
kelembagaan bisa mencapai efisiensi, meminimalisasi biaya yang ada di pasar akibat
transaksi yang tidak sempurna, antara bisnis dengan bisnis, bisnis dengan pemerintah,
maupun pemerintah dengan pemerintah. Dalam beberapa aspek NIE dapat dibagi menjadi

beberapa jenis studi mulai dari,


Sejarah Ekonomi baru



Pilihan publik dan ekonomi
politik






Ekonomi Sosial Baru
Ekonomi Biaya Transaksi
Teori tindakan Kolektif
Ekonomi dan Hukum


Ekonomi biaya transaksi (TCE) memiliki beberapa indikator salah satunya adalah Hak
kepemilikan dan kontrak. Dua studi ini yang menjadi fokus paper ini selanjutnya. Biaya
transaksi merupakan biaya yang digunakan untuk memakai sistem ekonomi yang ada, biaya
ini mencakup bukan saja biaya eksplisit tetapi biaya implisit yang ada di masyarakat.
Penelitian mengenai TCE jarang di Indonesia, terutama yang memakai pendekatan empiris
atau ekonometri, sehingga penelitian ini bisa memberikan sumbangsih bagi penelitian
ekonomi kelembagaan.
Di lain sisi, latar belakang indikator hak kepemilikan dan kontrak dipilih sebagai proxy
kelembagaan adalah masih lemahnya indikator tersebut di Indonesia melalui laporan Doing
Business 2016. Indikator tersebut menyatakan masih lemahnya penegakan aturan, lamanya
proses hak kepemilikan bisnis, dan juga tidak terjadinya penekanan kontrak. Walaupun
peringkat Indonesia mengalami peningkatan dari 106 ke 91 pada tahun 2017, negara-negara
lain juga mengalami peningkatan peringkat yang serupa.
Masa yang penuh kompetisi ini memerlukan stimulus kelembagaan terutama dalam
membuat perekonomian bisa tumbuh lebih tinggi lagi. The Economist menunjukkan bahwa
masa tahun 2017 akan membuat beberapa teori ekonomi tidak berlaku, selain itu adanya
perlambatan global yang dikenal dengan nama stagflation (The World in 2017). Kondisi ini
mengharuskan pembuat kebijakan menaruh isu kelembagaan sebagai penyelesai masalah, di
samping kondisi aman fiskal dan moneter.
Akan tetapi, permasalahan tidak sesederhana itu, dalam praktik pelaksanaannya masih

terdapat kendala dalam kerjasama pemerintah dengan swasta. Kerjasama pemerintah dan
swasta dikenal dengan nama public private partnership (PPP). Tujuan kerjasama ini adalah
untuk menutup defisit pembiayaan yang dialami pemerintah karena tidak bisa mencukupi
kebutuhan. PPP sangat marak dilakukan pada tahun 2016, terutama setelah indeks
kemudahan bisnis di Indonesia membaik, bahkan beberapa program PPP mencakup
pengairan, infrastruktur dan transportasi. Paper ini membahas secara khusus PPP dalam
kerangka transportasi.
Transportasi yang memiliki kuantitas yang banyak dengan kualitas yang baik merupakan
salah satu tujuan pemerintah saat ini. Kendala yang dihadapi adalah sedikitnya PPP dalam
nilai nominal jika dibandingkan PPP dari infrastruktur fisik. Dengan demikian permasalahan
yang hendak dibahas dari penelitian ini adalah 1) menganalisis pengaruh public private
partnership, kontrak dan hak kepemilikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 2) menganalisis

pengaruh public private partnership, kontrak, dan hak kepemilikan terhadap total nilai indeks
kemudahan berbisnis di Indonesia.
Dengan demikian, diharapkan paper ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran
terhadap metodologi ekonomi kelembagaan dalam studi kontrak dan hak kepemilikan.
2. Studi Literatur
Studi empiris mengenai institusi kelembagaan sering dilakukan dengan model probit atau
logit, dikarenakan suatu kebijakan perusahaan mengenai kontrak atau transaksi dapat

dianalisis melalui binary variabel (0 atau 1). Akan tetapi, studi empiris mengenai institusi
kelembagaan terkait TCE dan pertumbuhan ekonomi dilakukan oleh Kovac (2016). Dalam
studi tersebut, diidentifikasi implikasi biaya transaksi terhadap pertumbuhan ekonomi. Paper
ini menggunakan data antar negara dan antar waktu sehingga menjadi data panel. Hasil
analisis menunjukkan bahwa dengan biaya transaksi yang rendah akan menstimulus
pertumbuhan ekonomi, setelah mengontrol beberapa variabel. Selain itu, biaya transaksi bisa
menjadi studi lanjutan produktivitas antar negara.
Ketika mengaplikasikan PPP dalam konteks kelembagaan, beberapa studi di Tiongkok
menunjukkan bahwa terdapat keharusan agar institusi kelembagaan memfasilitasi proyek
PPP agar berhasil (Zhang, et al., 2014) karena terdapat faktor-faktor budaya, dan
administratif yang mempengaruhi keberhasilan proyek PPP. Terdapat juga faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas dan efisiensi PPP (Liu, et al., 2016) seperti business case, kualitas,
kapasitas sektor publik, susunan pemerintahan, efektifitas komunikasi, kompetisi, dan
keterbukaan proses tender. Dalam penelitian ini, juga dibahas mengenai analisis Australia
dan Tiongkok, dan analisis menunjukkan bahwa untuk mencapai kesuksesan PPP diperlukan
keterlibatan swasta pemerintah dalam posisi tender.
Proses tender yang ada juga tidak luput dari kontrak yang dibuat. Dalam ekonomi
konvensional, diasumsikan bahwa kontrak bisa berjalan sesuai dengan kapasitasnya, pasar
begitu sempurna sehingga tidak adaa alasan agar kontrak itu gagal. Namun, asumsi tersebut
diubah dalam kerangka ekonomi kelembagaan. Kelembagaan menganalisis bahwa dengan

tidak adanya kontrak yang efektif, maka bisa juga mengakibatkan perbedaan atau gap
diantara penerimaan pendapatan (Kovac, 2016).
Ketika sebuah kontrak dibuat dalam kondisi moral hazard, potensi korupsi, dan adanya
gangguan eksgen maka sebuah kontrak yang efektif susah untuk dijadikan (Iossa, 2015). Di
lain sisi, situasi yang menyebabkan gagalnya kontrak adalah tidak adanya peran institusi

negara sehingga kerangka demikian memberikan insentif kepada masyarakat agar tidak
mengikuti kontrak, sehingga pada gilirannya kontrak menjadi gagal. Kondisi ini diperparah
dengan pemerintah yang korup, dan tidak bisa dipercaya. Alhasil, seluruh biaya transaksi
menjadi semakin tinggi dan mengurungkan niat pembisnis menyelesaikan kontrak.
Kontrak yang tidak selesai membuat imbal balik/ return dari entitas bisnis tidak terjadi
baik melalui perhitungan net present value, di lain sisi kontrak juga harus
mempertimbangkan harga yang optimal dalam proses tender (Bonnafous, 2010). Jika tanpa
perhitungan yang baik, maka tidak akan memberikan pembiayaan yang surplus. Di lain sisi,
ketika suatu proyek PPP telah berhasil, maka diperlukan kerjasama lanjutan dalam
penyediaan atau procurement agar kualitas transportasi ataupun infrastruktur berhenti disana.
Di Indonesia sendiri, kerjasama PPP telah dianalisis terutama untuk kerjasama bandara
udara (Carnis, 2013). Permasalahan yang terjadi untuk PPP bandara udara adalah imbal balik
yang kecil ditengah ketersediaan dana yang harus besar. Hampir 63 persen dari pendanaan
airport tidak bisa ditutupi oleh pemerintah, sehingga diperlukan kerjasama dengan pihak

swasta, dan ‘iklim’ yang lebih baik bagi sektor swasta untuk berinvestasi di bandara udara.
3. Kerangka Teori
Analisis biaya transaksi dalam perekonomian terjadi karena adanya masalah
kelembagaan atau institusi. Biaya transaksi mengisyaratkan biaya-biaya yang bukan saja
berasal dari nilai moneter tetapi biaya yang dipakai untuk menggunakan sistem ekonomi.
Analisis tersebut dikenal dengan biaya transaksi ekonomi (TCE). Selain itu, biaya transaksi
ekonomi dapat dibedakan menjadi tiga hal yaitu biaya untuk menyiapkan kontrak, seperti
mempersiapkan dan peneyediaan informasi, biaya mengeksekusi kontrak yang melibatkan
negosiasi dan pengambilan keputusan, dan yang terakhir adalah biaya pengawasan (Yustika,
2012). Terdapat faktor-faktor yang mengakibatkan biaya transaksi yang tinggi yaitu adanya
rasionalitas terbatas dan perilaku yang oportunis dari individu atau organisasi.
Konsep rasionalitas terbatas yaitu terbatasnya kemampuan individu dalam mengolah dan
memproses informasi yang tersedia. Selain itu, perilaku oportunistik mengacu kepada
keuntungan akibat transaksi yang tidak jujur. Ketika kedua faktor tersebut saling
berkesinambungan terjadi, maka pasar akan tidak efisien salah satunya adalah lemahnya
jaminan kepemilikan (Yustika, 2012). Konsep kaitan biaya transaksi, hak kepemikan dan
kontrak dapat dilihat di bagan di bawah ini, (Beckman dalam Yustika, 2012)

Atribut perilaku
(bounded

rationality,
oportunisme)

Struktur dan Tata
Kelola

Biaya
Transaksi

Kelembagaan
Kelingkungan
(Hak Milik dan
Kontrak, Budaya)

Atribut
Transaksi (Aset,
ketidakpastian)

Sehingga dari bagan diatas dapat terlihat bahwa hak milik dan kontrak termasuk faktorfaktor lingkungan yang berpengaruh terhadap biaya transaksi. Ketika kontrak dan hak milik
lemah dalam arti pengawasan institusinya maka akan berpengaruh terhadap efisiensi dan

efektifitas ekonomi. Untuk melihat efektifitas dan efisien ekonomi, penelitian ini
menggunakan pertumbuhan ekonomi sebagai proxy penelitian, di lain sisi, pertumbuhan
ekonomi tidak bisa terjadi tanpa determinan output yaitu modal, dan tenaga kerja, sehingga
digunakanlah dalam penelitian ini presentase pembentukan modal tetap dan pertumbuhan
populasi.
Kontrak merupakan bagian dari analisis biaya transaksi ekonomi. Pengembangan teori
ekonomi kontrak terutama terjadi sudah lama dan dianugerahi nobel ekonomi tahun 2016.
Pengembangan Hart dan Holmstrom dalam membuat beberapa analisis kontrak yang belum
selesai terutama melengkapi teori kontrak. Terdapat penyebab kenapa kontrak bisa tidak
selesai salah satunya adalah moral hazard karena sudah dilengkapi dengan asuransi, asuransi
tersebut menjadi insentif bagi tiap pihak untuk mundur dari kontrak.
Maka, agar kontrak bisa berlangsung efektif, diperlukan insentif yang seimbang dalam
pasar persaingan sempurna (Royal Swedish Economic Science, 2016). Selain itu, diperlukan
spesifikasi dalam kontrak ketika kontrak tersebut tidak berjalan dengan baik, hal ini pada
gilirannya akan memberikan konsesi atau hak yang lebih banyak kepada para pihak untuk
menentukan penyelesaian yang efektif. Terkait dengan hak kepemilikan, hak ini harus

dipunyai oleh entitas yang memiliki kapabilitas pembuatan ataupun institusi yang telah
mengusahakannya karena terkait dengan inovasi yang dimiliki.
4. Metodologi
Analisis dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari beberapa
database. Database yang penelitian ini gunakan adalah CEIC premium database yang telah
dilanggankan oleh UGM, selain itu, dalam penelitian ini digunakan database Doing Business
untuk menganalisis kelembagaan tiap negara. Di lain sisi, untuk mengetahui nilai kontrak
PPP tiap negara, penelitian ini menggunakan data infrappp.com.
Data diolah dengan menggunakan Stata 13.0 yang memiliki kelebihan mengolah data
panel dengan banyak observasi dan banyak runtut waktu. Data panel digunakan untuk
mengurangi beberapa permasalahan yaitu heteroskedastisitas, serial korelasi, maupun
multikolinier dalam data tersebut, sehingga bisa dilanjutkan pengolahan data. Dalam
penelitian ini, diasumsikan bahwa pengaruh tiap variabel tidak terkait dengan variabel lain
dan variance error kontan, sehingga penelitian ini bisa dilanjutkan.
Penelitian ini menggunakan empat model dalam melihat pengaruh hak kepemilikan, dan
kontrak terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu akan dilihat pengaruh kontrak dan hak
kepemilikan terhadap indeks kemudahan berbisnis. Model ekonometrikanya adalah,
RGDP i ,t =β 0+ β1 K i ,t + β2 Li ,t + β 3 LPPPi , t + β 4 dt f ¿i , t + β 5 da y ¿ i ,t + β 6 cos t ¿i ,t … (1 )
RGDP i ,t =β 0+ β1 K i ,t + β2 Li ,t + β 3 LPPPi , t + β 4 dt f conti ,t + β 5 da y cont i ,t + β 6 cos t conti ,t … ( 2 )
dtf overalli , t=β 0 + β 1 LPPP i ,t + β 2 dt f ¿i , t + β 3 da y ¿ i ,t + β 4 cos t ¿ i ,t … ( 3 )
dtf overalli , t=β 0 + β 1 LPPP i ,t + β 2 dt f conti ,t + β 3 da y cont i ,t + β 4 cos t conti , t … ( 4 )
Pada model (1) dan model (2) analisis difokuskan kepada pengaruh hak kepemilikan dan
penegakan kontrak dalam rangka pertumbuhan ekonomi di beberapa negara ASEAN. i
menunjukkan observasi negara yang bersangkutan, sedangkan t menunjukkan waktu dari
2005 sampai dengan 2015. RGDP merupakan pertumbuhan PDB Riil tahunan, K merupakan
presentase pembentukan modal tetap, L adalah tingkat pertumbuhan populasi. LPPP
merupakan logaritma dari jumlah nilai proyek infrastruktur tahunan di negara tertentu.
Di dalam indikator Ease of Doing Business, terdapat indikator distance to frontier (dtf).
Indikator ini menunjukkan bahwa ketika misalnya negara mendapat 25 persen, maka negara
tersebut 75 persen lebih jauh dari indikator negara yang baik. Selain itu terdapat variabel day
yang menunjukkan jumlah hari yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tertentu, dan
variabel cost yaitu biaya dalam bentuk persen. Dari model (3) dan model (4) dapat terlihat
bahwa ada indikator untuk property right (prop) dan juga terkait contract (cont).

Analisis ditentukan dengan pemilihan efek yang tepat (efek common, efek random, atau
efek tetap) untuk masing-masing model, lalu akan dilihat bagaimana pengaruh masingmasing variabel terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemudahan bisnis.
5. Analisis
Pertumbuhan ekonomi di lima negara ASEAN memiliki perbedaan karateristik, secara
rata-rata dari tahun 2005 sampai dengan 2015, Thailand, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan
Indonesia bisa tumbuh 5,13 persen jauh dari rata-rata global dunia (lebih lengkapnya dapat
dilihat di lampiran).
Filipina

Thailand

-5

0

5

10

Indonesia

rgdp

2005

2015

Malaysia

-5

0

5

10

Vietnam

2010

2005

2010

20152005

2010

2015

tahun
Graphs by id

Negara yang cukup stabil dalam pertumbuhan PDB Riil merupakan Indonesia, dan
Vietnam. Selain itu, Filipina, Malaysia, dan Thailand mengalami fluktuasi yang besar jika
dibandingkan Indonesia dan Vietnam. Jika dianalisis mengenai nilai dtf kelima negara
ASEAN, maka akan didapatkan bahwa Malaysia merupakan negara dengan kesiapan bisnis
dan institutional yang memadai, disusul oleh Thailand. Sedangkan negara-negara seperti
Indonesia, Filipina, dan Vietnam harus bersaing dalam membuat iklim yang lebih favorable
dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Selain itu, overall dtf juga melihat hak

kepemilikan dan kontrak yang ada di negara masing-masing sehingga bisa dibandingkan
dengan praktik terbaik bisnis.

Filipina

Thailand

50

2005

2015

Malaysia

80

Vietnam

2010

50

60

70

Overall DTF

60

70

80

Indonesia

2005

2010

20152005

2010

2015

tahun
Graphs by id

Di lain sisi, jika melihat lebih lanjut dari sisi hak kepemilikan dan kontrak, beberapa
negara mengalami beberapa perbaikan antara kepemilikan dan kontrak.

Filipina

Thailand

20

40

60

80

Indonesia

2005

2015

Malaysia

20

40

60

80

Vietnam

2010

2005

2010

20152005

2010

2015

tahun
Registering Property-DTF

Enforcing Contracts-DTF

Graphs by id

Negara Indonesia memiliki kendala pada masalah kontrak karena membutuhkan waktu
yang lebih lama dan biaya yang lebih besar dalam hal penanganan kontrak. Negara yang
mengalami perkembangan signifikan yaitu Malaysia terkait hak kepemilikan yang dijamin.
Permasalahan utama yang hampir sama dengan negara-negara ASEAN yaitu masalah
kontrak. Permasalahan Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam hampir serupa yaitu nilai
tdf kontrak yang lebih rendah dibandingkan hak kepemilikan.
Terkait pengaruh kontrak dan hak kepemilikan terhadap pertumbuhan PDB riil dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini,
Variabel Dependen: Pertumbuhan PDB Riil
Variabel Independen:
k
l
lppp
registeringpropertydtf
registeringpropertyproceduresnum

(1)
PLS

(2)
FE

0.175*
(0.0947)
-1.439
(1.178)
-0.137
(0.113)
-0.104***
(0.0363)
0.606**

0.135
(0.291)
-6.118***
(0.439)
0.145
(0.0996)

registeringpropertytimedays
registeringpropertycostofpropert

(0.293)
0.0120
(0.0213)
-0.367***
(0.140)

enforcingcontractstimedays
enforcingcontractsdtf
enforcingcontractscostofclaim
Constant
Observations
R-squared
Number of id

8.335*
(4.329)
13

0.00187
(0.00738)
0.0855*
(0.0327)
-0.268***
(0.0380)
19.00**
(5.350)
13
0.912
5

5
Standard errors in parentheses
*** p