Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu Di Kota Binjai

(1)

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

TERHADAP PENDAPATAN PENGRAJIN BAMBU

DI KOTA BINJAI

TESIS

Oleh

MIKHA MELINA HARAHAP

087018011/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

TERHADAP PENDAPATAN PENGRAJIN BAMBU

DI KOTA BINJAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MIKHA MELINA HARAHAP

087018011/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR

PRODUKSI TERHADAP PENDAPATAN

PENGRAJIN BAMBU DI KOTA BINJAI Nama Mahasiswa : Mikha Melina Harahap

Nomor Pokok : 087018011

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) Ketua

(Drs. Rujiman, MA) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal: 15 April 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec Anggota : 1. Drs. Rujiman, MA

2. Dr. Murni Daulay, M.Si 3. Dr. Rahmanta, M.Si


(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh modal, tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman terhadap pendapatan pengrajin bambu di Kota Binjai. Penelitian ini menggunakan data primer. Data Primer diperoleh melalui penyebaran questioner kepada responden sebanyak 75 responden. Metode analisis yang digunakan adalah metode ekonometrika dengan pendekatan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS).

Berdasarkan hasil pembahasan diketahui model yang digunakan dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai sangat baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Nilai R2 = 0,724 yang bermakna bahwa variasi Modal Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Tenaga Kerja mampu menjelaskan variasi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai sebesar 72,4% dan sisanya sebesar 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Berdasarkan uji serentak dengan uji F-Statistik sebesar 38,994 yang berarti secara bersama-sama Modal Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Tenaga Kerja dapat mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai secara signifikan. Berdasarkan uji partial (Uji t-statistik) dapat diketahui terdapat 3 variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai, yaitu modal kerja, pengalaman bekerja dan tenaga kerja, sedangkan 1 (satu) variabel bebas yaitu tingkat pendidikan tidak signifikan mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.

Kata Kunci: Modal, Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Pendapatan Pengrajin Bambu.


(6)

ABSTRACT

The aim to this research is to analyse the power of capital, labour, education and working experience for the bamboo worker in Binjai. This Research is taken from primary data. Primary Data was obtained by distruting questioner to 75 respondents. Analysis method used was econometrics with Ordinary Least Square (OLS) approach.

Based on the analysis results, the model used to estimate key influencing factors for income of Binjai Bamboo Crafter is reliable, as the model is free from classic mistaken assumptions. Value of R2=0.724 explains 72.4% that influence income for Binjai Bamboo Crafter are Capital, Education, Working Experience and Labor while the remaining 27.6% are influencing factors outside the model. Based on the simultaneous test using F-Statistic, there are 38,994 cases collectively proved that factors such as Capital, Education, Working Experience and Labor are significant influence to the income of Binjai Bamboo Crafter. Furthermore, based on partial test using t-Statistic there are 3 very significant influencing factors i.e. Capital, Working experience and Labor. Whereas 1 factor i.e. Education is not significantly influencing the income of Binjai Bamboo Crafter.

Keywords: Capital, Labour, Education, Experience Work, Income of Bamboo Worker.


(7)

KATA PENGANTAR

Segalah puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PENDAPATAN PENGRAJIN BAMBU DI KOTA BINJAI” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec sebagai Pembimbing I, dan Drs. Rujiman, MA sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya


(8)

pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 14 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

5. Kedua orang tuaku, serta seluruh keluarga besarku yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, April 2010 Penulis,

MIKHA MELINA HARAHAP NIM. 087018011


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hj. MIKHA MELINA HARAHAP

Tempat dan Tanggal Lahir : MEDAN, 29 JULI 1984

Jenis Kelamin : PEREMPUAN

Agama : ISLAM

Sttus Perkawinan : BELUM MENIKAH

Nama Orang Tua

Ayah : DRS. H. SYAHRUL MULIA HARAHAP, SH, M.Si

Ibu : Hj. MASNA BARUS

Alamat Rumah : JL. KARYA AMAL NO. 11a MEDAN Pendidikan

1. Tahun 1990-1996 : SD. ANGKASA 2 MEDAN 2. Tahun 1996-1999 : SLTP HARAPAN 2 MEDAN 3. Tahun 1999-2002 : SMU N 2 MATAULI SIBOLGA 4. Tahun 2003-2007 : STPDN

Jurusan Pemberdayaan Masyarakat

5. Tahun 2007-2010 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ekonomi Pembangunan USU-Medan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil ... 9

2.2. Peranan Usaha Kecil dalam Perdagangan ... 10

2.3. Pengertian, Klasifikasi Usaha Kecil di Sektor Perdagangan .... 13

2.4. Keuntungan (Laba)... 15

2.5. Konsep Produksi ... 20

2.6. Fungsi Produksi ... 22

2.7. Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang ... 28

2.8. Faktor Produksi ... 33

2.9. Konsep Pendapatan ... 35

2.10. Konsep Modal ... 45

2.11. Konsep Pendidikan ... 47


(11)

2.13. Kerangka Pemikiran ... 51

2.14. Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III. METODE PENELITIAN ... 53

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 53

3.2. Lokasi Penelitian ... 53

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 53

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

3.5. Model Analisis ... 54

3.6. Metode Analisis ... 55

3.7. Definisi Operasional... 55

3.8. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 56

3.9. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 56

3.9.1. Multikolinieritas ... 56

3.9.2. Heteroskedastisitas ... 58

3.9.3. Normalitas ... 58

3.9.4. Linieritas ... 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1. Deskripsi Kota Binjai... ... 60

4.2. Karakteristik Responden ... 64

4.2.1. Deskripsi Pendidikan Responden ... 64

4.2.2. Deskripsi Modal Kerja ... 65

4.2.3. Deskripsi Tenaga Kerja ... 66

4.2.4. Deskripsi Pengalaman Kerja ... 66

4.2.5. Deskripsi Pendapatan ... 67

4.3. Uji Statistik Hasil Estimasi Model ... 68


(12)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Implikasi Penelitian... 80

5.3. Saran-saran ... 81


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Produksi Unggulan Industri Kota Binjai Tahun 2009... 5

1.2. Jumlah Pengrajin B|ambu Se-Kota Binjai Tahun 2009 ... 6

4.1. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 64

4.2. Jumlah Responden Berdasarkan Modal Kerja ... 65

4.3. Jumlah Responden Berdasarkan Tenaga Kerja ... 66

4.4. Jumlah Pengalaman Kerja ... 67

4.5. Jumlah Responden Menurut Pendapatan ... 67

4.6. Hasil Uji Jarque-Bera ... 75

4.7. Hasil Uji Ramsey ... 76

4.8. Hasil Uji White ... 77


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Laba Maksimum Terjadi pada Persinggungan Isoprofit

dengan Isoquant ... 17 2.2. Kurva Produksi Satu Variabel Input ... 29 2.3. Kurva Lorentz dan Garis Pemerataan Pendapatan ... 42 2.4. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 86

2. Output Regresi ... 88

3. Uji Normalitas Data ... 89

4. Uji Heterokedasitas ... 90

5. Uji Linieritas ... 91

6. Uji Multikolinieritas ... 92

7. Uji Multikolinieritas ... 93

8. Uji Multikolinieritas ... 94

9. Uji Multikolinieritas ... 95


(16)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh modal, tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman terhadap pendapatan pengrajin bambu di Kota Binjai. Penelitian ini menggunakan data primer. Data Primer diperoleh melalui penyebaran questioner kepada responden sebanyak 75 responden. Metode analisis yang digunakan adalah metode ekonometrika dengan pendekatan kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS).

Berdasarkan hasil pembahasan diketahui model yang digunakan dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai sangat baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Nilai R2 = 0,724 yang bermakna bahwa variasi Modal Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Tenaga Kerja mampu menjelaskan variasi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai sebesar 72,4% dan sisanya sebesar 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Berdasarkan uji serentak dengan uji F-Statistik sebesar 38,994 yang berarti secara bersama-sama Modal Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Tenaga Kerja dapat mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai secara signifikan. Berdasarkan uji partial (Uji t-statistik) dapat diketahui terdapat 3 variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai, yaitu modal kerja, pengalaman bekerja dan tenaga kerja, sedangkan 1 (satu) variabel bebas yaitu tingkat pendidikan tidak signifikan mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.

Kata Kunci: Modal, Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Pendapatan Pengrajin Bambu.


(17)

ABSTRACT

The aim to this research is to analyse the power of capital, labour, education and working experience for the bamboo worker in Binjai. This Research is taken from primary data. Primary Data was obtained by distruting questioner to 75 respondents. Analysis method used was econometrics with Ordinary Least Square (OLS) approach.

Based on the analysis results, the model used to estimate key influencing factors for income of Binjai Bamboo Crafter is reliable, as the model is free from classic mistaken assumptions. Value of R2=0.724 explains 72.4% that influence income for Binjai Bamboo Crafter are Capital, Education, Working Experience and Labor while the remaining 27.6% are influencing factors outside the model. Based on the simultaneous test using F-Statistic, there are 38,994 cases collectively proved that factors such as Capital, Education, Working Experience and Labor are significant influence to the income of Binjai Bamboo Crafter. Furthermore, based on partial test using t-Statistic there are 3 very significant influencing factors i.e. Capital, Working experience and Labor. Whereas 1 factor i.e. Education is not significantly influencing the income of Binjai Bamboo Crafter.

Keywords: Capital, Labour, Education, Experience Work, Income of Bamboo Worker.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suatu masyarakat yang sedang berkembang, di mana pembangunan ekonomi telah mulai berjalan, pemanfaatan instrumen pasar dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam proses ekonomi menjadi sangat penting guna meningkatkan keuntungan usaha kecil dalam menumbuh kembangkan kelangsungan hidup usaha kecil tersebut. Pada masa lalu di mana pembangunan ekonomi, belum seperti sekarang ini, di mana pemasaran terpusat pada distribusi barang-barang secara fisik. Pengetahuan mengenai konsumen pada waktu itu belum begitu penting, tetapi sebagai akibat dari kemajuan teknologi di mana kualitas produk, harga dan desain produk haruslah menjadi pusat perhatian para pelaku ekonomi, hal ini akan mendorong gairah pasar dalam mengkonsumsi komoditi yang ditawarkan.

Kenyataan bahwa standard hidup secara ekonomi ditentukan oleh interaksi dari pada barang yang diperdagangkan, daya beli konsumen, dan segmentasi pasar yang dimasuki untuk pemenuhan kebutuhan konsumen dalam mengkonsumsi barang tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut bahwa usaha kecil di dalam menjalankan aktivitas usaha selalu dihadapkan pada masalah persaingan usaha, hal ini dilatar belakangi ketidakmampuan usaha kecil dalam hal permodalan, kemampuan tenaga kerja dan pengalaman berusaha dalam hal menawarkan komoditi yang diperdagangkan, pengetahuan yang terbatas dalam mengelola perusahaan serta


(19)

kemampuan dari barang dagangan untuk memasuki pasar yang lebih luas sangat terbatas akibat banyaknya barang dagangan impor yang membanjiri pasar dengan tingkat harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan barang lokal atau barang dalam negeri. Tumbuhnya perhatian beberapa kalangan seperti akademisi, pemerintah dan swasta terhadap pengembangan usaha kecil dapat dikemukakan beberapa alasan dalam mengkritisi keadaan ini, pertimbangan etika berbangsa yang selama ini telah memberikan peluang bagi usaha dengan skala besar, untuk tumbuh dan berkembang, sebaliknya kurang memperhatikan usaha berskala kecil untuk tumbuh dan berkembang, perhatian ini berarti manifestasi kepedulian kepada usaha kecil yang secara nyata telah terbukti menyumbang pertumbuhan ekonomi walaupun diterpa oleh krisis ekonomi dan terbukti usaha kecil tetap bertahan. Melihat kenyataan yang ada bahwa usaha kecil harus mendapat perhatian dalam hal pembinaan dan pengembangan sehingga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan perekonomian nasional, daerah dan masyarakat, dapat menyerap tenaga kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran. Upaya yang dilakukan dalam peningkatan dan pengembangan usaha kecil dilakukan dengan jalan memberikan bantuan permodalan dengan tingkat bunga yang lunak, bantuan teknologi informasi, pengembangan sumber daya manusia dengan cara memberikan pelatihan, bagaimana mengelola dunia usaha dan pemasaran. Setelah memahami betapa pentingnya pengembangan usaha kecil, maka dapat disadari bahwa para pengusaha kecil akan mendapat kesulitan dalam mewujudkannya tanpa dukungan dan bantuan dari pihak-pihak terkait, bagaimanapun


(20)

mereka menghadapi keterbatasan-keterbatasan yang kadang kala tidak dapat mereka pecahkan sendiri. Ketiadaan akan dukungan yang diberikan terhadap usaha kecil oleh pemerintah merupakan kendala bagi usaha kecil untuk lebih maju dan berkembang.

Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro (2008) mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu

survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang

ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia.

Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.

Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Eksistensi dan peran UKM yang pada tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha, dan merupakan 99,99% dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat


(21)

kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional dan investasi nasional.

Perkembangan jumlah UKM periode 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar 2,18 persen yaitu dari 48.779.151 unit pada tahun 2006 menjadi 49.840.489 unit pada tahun 2007. Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; serta (5) Jasa-jasa dengan perkembangan masing-masing sektor tercatat sebesar 51,14 persen, 27,40 persen, 6,49 persen, 5,54 persen dan 4,60 persen (Nunuy Nur Afiah, 2009).

Seperti kita ketahui dengan adanya Otonomi Daerah setiap daerah-daerah di Indonesia berusaha menciptakan lapangan pekerjaan untuk mengatasi pengangguran, tidak hanya di daerah lain di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara mempunyai unit industri kerajinan bambu guna membantu menciptakan lapangan pekerjaan.

Usaha kerajinan bambu di Kota Binjai dijalankan dalam skala industri kecil atau industri rumah tangga dan telah berkembang cukup lama.


(22)

Tabel 1.1. Produksi Unggulan Industri Kota Binjai Tahun 2009

No Jenis Usaha Jumlah

1 Industri Konveksi 77

2 Industri Anyaman Bambu 75

3 Industri Tahu/tempe 34

4 Industri Kerupuk 16

5 Industri Tepung/Terasi 4

6 Industri Sepatu/Selop 3

7 Industri Kecap 3

8 Industri Barang Textile 2

9 Industri Jam/Selai Buah-buahan 1 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Kantor Camat Kota Binjai, 2009

Perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan baik pemerintah ataupun masyarakat umum, hal ini tidak terlepas dari peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja dan ketahanan UKM terhadap berbagai gejolak, seperti krisis ekonomi tahun 1997 yang lalu. Selain itu UKM juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan ekonomi dan ekspor non migas yang secara langsung turut menciptakan peningkatan pendapatan masyarakat sekitarnya.

Pembahasan tentang masalah pertumbuhan ekonomi dalam skala makro terkait erat dengan upaya pengembangan usaha mikro. Sebagai salah satu agen pertumbuhan ekonomi, UMKM dinilai mempunyai potensi untuk memiliki kontribusi yang besar karena ketahanannya terhadap fluktuasi kondisi ekonomi. Namun demikian, di tengah banyaknya anggaran kredit yang tidak dapat disalurkan, sebagian besar pelaku UMKM masih terkendala pada masalah permodalan dan penyaluran kredit.


(23)

Secara mikro ekonomi UKM keberadaannya sangat berfluktuatif, hal ini dapat terjadi karena pergeseran sektor usaha guna mengikuti pangsa pasar yang ada atau karena memiliki struktur permodalan yang belum mapan, maka “tumbuh” dan “mati” nya UMK ini seringkali sangat sukar terdeteksi, akan tetapi secara makro ekonomi perkembangan UKM selalu menunjukkan peningkatan. Dilihat dari perannya terhadap PDRB ternyata UKM juga terus menunjukkan penguatan.

Tabel 1.2. Jumlah Pengrajin Bambu Se-Kota Binjai Tahun 2009

Kecamatan Jumlah Pengrajin

Binjai Kota 13 orang

Binjai Utara 21 orang

Binjai Selatan 10 orang

Binjai Timur 15 orang

Binjai Barat 16 orang

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Kantor Camat Kota Binjai, 2009

Kerajinan anyaman salah satu usaha yang paling banyak di sektor UKM, baik kerajinan rotan ataupun kerajinan bambu telah mendominasi kegiatan UKM di Kota Binjai. Kerajinan anyaman tersebut menyebar di 5 (lima) kecamatan di Kota Binjai. Usaha mereka sudah berkembang lebih dari 15 tahun yang lalu, telah banyak pula mengikuti pameran atau workshop di luar kota hingga nasional. Secara fluktuatif berkembangnya kerajinan anyaman dikarenakan masih banyaknya permintaan terhadap barang-barang anyaman bambu maupun rotan. Pasaran kerajian tersebut juga sudah banyak keluar kota seperti Medan, Langkat, Deli Serdang, dan daerah-daerah lain di Sumatera Utara. Meskipun hanya beberapa kerajinan yang telah menembus pasar ekspor seperti kerajinan meubel bambu yang memang masih sangat sedikit populasinya.


(24)

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu diadakan kajian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi Produksi Kerajinan Bambu di Kota Binjai.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah:

1. Apakah Modal Kerja berpengaruh terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai ?

2. Apakah Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai ?

3. Apakah Pendidikan Pengrajin berpengaruh terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai ?

4. Apakah pengalaman pengrajin berpengaruh terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini juga menggambarkan tentang upaya peningkatan produksi Kerajinan Bambu di Kota Binjai yakni sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Modal terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.

2. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.

3. Untuk menganalisis pengaruh tingkat Pendidikan pengrajin terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.


(25)

4. Untuk menganalisis pengaruh Pengalaman pengrajin terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kerajinan bambu di Kota Binjai. 2. Sebagai masukan/input bagi Pemerintah Daerah Kota Binjai dalam

mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Industri Kerajianan Bambu pada umumnya Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Kota Binjai.

3. Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat meneliti masalah pengembangan dan peningkatan bidang Industri Kerajinan Bambu.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, maka usaha yang dilakukan dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil agar tetap berperan dalam mewujudkan struktur perekonomian nasional yang semakin baik dan seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi.

Sehubungan dengan itu, usaha kecil perlu diberdayakan dalam rangka memanfaatkan peluang berusaha dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi di masa yang akan datang. Bimbingan dan bantuan penguatan untuk menumbuhkan usaha kecil serta meningkatkan kemampuan usaha kecil perlu ditingkatkan. Pelaksanaan hubungan kemitrausahaan antara semua pelaku ekonomi perlu dilakukan, serta bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dalam arti yang perlu dilindungi, diberdayakan dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pembangunan. Menumbuhkembangkan iklim usaha yang kondusif, seperti restrukturisasi utang, kemitraan usaha, penataan pasar, memberikan fasilitas, seperti program promosi dalam dan luar negeri, misi dagang, pengembangan klinik bisnis, bantuan dana bergulir, penguatan training serta pelatihan sumber daya manusia pelaku usaha kecil sangat perlu dilakukan hal ini akan bermanfaat bagi usaha kecil


(27)

agar dapat memiliki kinerja yang efisien dan produktivitas dengan daya saing yang tinggi, memiliki kemampuan beradaptasi, mampu menjual barang dagangan dalam negeri yang bermutu dan mempunyai daya saing dengan harga yang kompetitif.

Dalam rangka peningkatan daya saing usaha kecil diperlukan sistem manajemen usaha kecil yang baik, produktivitas yang tinggi, sistem mutu standar, akses informasi pasar yang luas dan kepedulian yang tinggi terhadap kemajuan teknologi.

Dalam upaya pembinaan dan pengembangan usaha kecil dapat juga dilakukan dengan menerapkan sistem pembinaan melalui:

1) Kelembagaan dan manajemen dengan menggunakan sistem dan prosedur organisasi yang baku.

2) Peningkatan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan serta memberikan transfer pengetahuan tentang mengelola dunia usaha.

3) Permodalan, hal ini dilakukan dengan cara membantu akses permodalan. 4) Distribusi/pemasaran, dengan memberikan bantuan informasi pasar,

mengembangkan jaringan distribusi.

5) Teknologi, dengan inovasi dan alih teknologi.

2.2. Peranan Usaha Kecil dalam Perdagangan

Dalam dasawarsa terakhir, harus diakui globalisasi telah mendorong terjadinya berbagai perubahan perilaku masyarakat, yang tentunya sangat erat kaitannya dengan sektor perdagangan dan dampaknya, baik di dalam negeri maupun


(28)

antar negara. Bila di waktu lalu kebanyakan orang masih membeli cassette dan tape untuk menikmati musik, sarana tersebut sudah mulai ditinggalkan dan dianggap ketinggalan zaman. Sekarang, orang lebih memilih untuk menikmati musik yang telah direkam dalam compct disk (CD) melalui CD Reader/Player. Di samping itu, penggunaan telepon genggam yang di waktu lampau merupakan barang mewah, saat ini bukan merupakan hal yang luar biasa lagi. Demikian pula, menjamurnya berbagai restoran cepat saji, mall, hyper market, toko pengecer, ataupun juga layanan transportasi dan komunikasi.

Pesatnya perubahan dan perkembangan tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan dari adanya dukungan dan perkembangan teknologi, baik di bidang informasi dan komunikasi, transportasi, kimia, bioteknologi, maupun bidang-bidang lainnya yang secara bersamaan telah pula berevolusi selama ini. Perkembangan itu telah pula mempermudah dan mempercepat pergerakan, penawaran dan penyediaan barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat yang lain, sehingga jarak dan batas antar negara menjadi sangat tipis atau bahkan hampir tidak ada lagi.

Tersedianya fasilitas transportasi yang memadai dan didukung sistem komunikasi yang baik, telah memperlancar berlangsungnya transaksi perdagangan yang selanjutnya menuntut adanya sistem perdagangan bebas, yaitu sistem perdagangan yang berusaha untuk menghilangkan/mengurangi berbagai aturan/ pembatasan yang dianggap dapat menghambat kelancaran transaksi perdagangan. Di satu pihak, sistem tersebut menjanjikan tersedianya barang/jasa dengan kualitas tinggi yang pengadaannya dilakukan secara terbuka dan berimbang. Di lain pihak,


(29)

sistem tersebut mengindikasikan bahwa tanpa persiapan, koordinasi, dan sinergi yang baik seseorang akan tersingkir dalam percaturan sistem perdagangan bebas tersebut. Sebagian besar perubahan pola/perilaku masyarakat mengindikasikan telah diterapkannya sistem perdagangan bebas. Hal itu telah berlangsung di semua sektor perdagangan, termasuk yang digeluti oleh kalangan usaha kecil.

Pentingnya peran dan posisi usaha kecil di Indonesia sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian dan perdagangan terlihat dari tetap kokoh dan berlangsungnya sebagian besar usaha tersebut selama masa krisis/transisi beberapa waktu yang lalu. Tidak berlebihanlah kiranya dikatakan bahwa sektor usaha kecil memegang peranan penting dan merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Karenanya, Pemerintah memandang perlu untuk membantu/memenuhi kebutuhan dan fasilitas yang mereka perlukan dalam rangka menghadapi tantangan yang cukup berat di era perkembangan teknologi dan persaingan bisnis/perdagangan saat ini. Sangatlah disadari bahwa daya saing dan kemampuan usaha kecil perlu lebih ditingkatkan agar dapat memanfaatkan sistem perdagangan bebas yang berlangsung saat ini. Sistem ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkenalkan komoditi-komoditi unggulan mereka di pasar global, ikut serta, dan bahkan berperan secara nyata dalam sistem tersebut. Sejalan dengan perubahan yang terjadi selama ini, telah tumbuh adanya kesadaran bahwa salah satu upaya penting dalam menghadapi tantangan yang berat tersebut adalah dengan meningkatkan pemahaman, pemanfaatan dan pendayagunaan sistem perlindungan di kalangan usaha kecil.


(30)

2.3. Pengertian, Klasifikasi Usaha Kecil di Sektor Perdagangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 09/M-DAG/Per/3/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan pada Bab I ketentuan umum Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 di mana dalam Peraturan Menteri tersebut yang dimaksud dengan:

a) Pengertian perdagangan adalah kegiatan usaha transaksi barang atau jasa seperti jual beli, sewa beli, sewa menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi.

b) Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan kegiatan usaha perdagangan yang bersifat tetap, berkelanjutan. Didirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

c) Perusahaan Perdagangan Kecil (PK) adalah perusahaan dengan modal dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Selanjutnya klasifikasi usaha kecil di sektor perdagangan menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Nomor 09/M-DAG/PER/3/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang ketentuan dan tata cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, membagi perdagangan menjadi 3 golongan, yaitu:


(31)

a) Usaha Perdagangan Kecil adalah perusahaan dengan modal dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b) Usaha perdagangan menengah adalah perusahaan dengan modal dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya di atas Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

c) Usaha perdagangan besar adalah perusahaan dengan modal dan kekayaan bersih (netto) seluruhnya diatas Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Pendefinisian atau pengertian usaha kecil sangat beragam sesuai dengan ketentuan dan ketetapan lembaga atau departemen yang berhubungan dengan berdasarkan kegiatan jenis usaha.

Kementerian Koperasi dan UKM mengelompokkan usaha kecil menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan total asset, total penjualan tahunan, dan status usaha dengan kriteria sebagai berikut:

a) Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak Rp 100 juta. b) Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria antara


(32)

1. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar. 3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar.

4. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2.4. Keuntungan (Laba) 2.4.1. Maksimisasi Laba

Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual dikalikan dengan harga output per unit. Jika jumlah unit output yang sama dengan Q dan harga jual per unit output adalah P, maka pendapatan total (TR) = Q x P.

Biaya usaha kecil biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun komoditi yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh komoditi yang dijual, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Rahardja, Manurung, 2002).


(33)

Secara teoritis profit atau keuntungan adalah kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh perusahaan. Makin besar resiko, keuntungan yang diperoleh harus semakin besar. Profit atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan. Jika profit dinotasikan , pendapatan total dengan notasi TR dan biaya total dengan notasi TC, maka:

 = TR – TC

Perusahaan dikatakan memperoleh keuntungan, kalau nilai  positif ( > 0), di mana TR > TC, dan disebut kerugian bila sebaliknya.

Laba adalah pendapatan dikurangi dengan biaya total. Pendapatan perusahaan diperoleh dari menjual produknya sebesar Y dengan harga p. Biaya total yang dikeluarkan perusahaan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi output Y, yaitu sebesar jumlah faktor input yang digunakan Xi dikalikan dengan harga faktor

input tersebut wi. Dengan demikian, laba dapat dirumuskan:

 = p . Y – wi . Xi - ... – wn . Xn (2.1)

Output Y merupakan fungsi produksi f (X1, ..., Xn), sehingga rumus laba dapat ditulis:  = p . f(X1, ... , Xn) - wi . Xi - ... – wn . Xn (2.2) Untuk kasus dua faktor input X1 dan X2, fungsi laba dapat dituliskan:


(34)

Turunan pertama (first order condition) dari maksimisasi laba adalah: 0 . 1 1 1        w X f p X  (2.4A) 0 . 2 2 2        w X f p X  (2.4B)

Persamaan (2.4A) dan (2.4B) dapat dinotasikan sebagai berikut:

1 = p . f1 – w1 = 0 (2.5A)

2 = p . f2 – w2 = 0 (2.5B)

Turunan pertama ini menunjukkan bahwa nilai dari produk marjinal untuk masing-masing faktor (p . fi) harus sama dengan faktor inputnya (wi). Turunan pertama ini juga menunjukkan bahwa slope dari garis isoprofit sama dengan slope

isoquant (fungsi produksi) seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1. Laba Maksimum Terjadi pada Persinggungan Isoprofit dengan Isoquant /p

Slope = w/p

iisoprofit

 = p . Y – w X

Y = f(x)

iisoquant


(35)

Turunan kedua (second order condition) untuk maksimisasi laba untuk kasus dua faktor adalah:

11 < 0 (2.6A)

22 < 0 (2.6B)

1122 - 212 > 0 (2.6C)

Karena ij = p.fij dan p adalah nilai positif, maka tanda ij akan sama dengan tanda fij, sehingga (2.6A), (2.6B) dan (2.6C) dapat juga ditulis sebagai berikut:

f11 < 0 (2.7A)

f22 < 0 (2.7B)

f11 f22 - f212 > 0 (2.7C)

Untuk kasus n-faktor input, turunan pertama adalah sebagai berikut:

0 . 1 1 1        w X f p X  (2.8A) Atau

i = p.fi – wi = 0 (2.8B)

untuk i = 1 sampai dengan n

Untuk turunan kedua kasus n-faktor adalah matrik Hessian harus bernilai negatif. 2.4.2. Fungsi Permintaan Input

Fungsi yang memberikan pilihan optimal dari faktor input disebut dengan fungsi permintaan faktor input (factor demand function). Fungsi permintaan faktor


(36)

2.4.3. Fungsi Penawaran Output

Fungsi yang memberikan pilihan optimal dari output yang merupakan fungsi dari harga-harga faktor input (wi) disebut dengan fungsi penawaran output (output

supply function). Fungsi Y merupakan fungsi produksi yang merupakan fungsi dari

faktor-faktor input, yaitu Y = f(X1, ..., Xn). Untuk tingkat optimal maka Xi adalah Xi*, sehingga fungsi produksi optimal adalah Y* = f(X1*, ..., Xn*). Nilai Y* menunjukkan tingkat output yang menghasilkan profit maksimum. Dengan mensubstitusikan nilai Xi* = Xi* (w1, ... , wn, p) kedalam Y* = f(X1*, ... , Xn*), maka akan didapatkan:

Y* f(X1* (w1, ... , wn, p), ... , Xn* (w1, ... , wn, p)) Maka akan didapatkan:

Y* = Y* (w1, ... , wn, p) (2.9)

Persamaan ini adalah fungsi penawaran output. Fungsi penawaran output ini menunjukkan hubungan antara output dengan harga-harga faktor input (w1, ... , wn) dan harga dari outputnya (p).

2.4.4. Fungsi Laba Maksimum

Fungsi laba maksimum dapat dicari dengan mensubstitusikan nilai-nilai optimal ke dalam fungsi sasaran laba sebagai berikut:

* = p. Y* (w1, K, wn, p) – w1 . X1* (w1, K, wn, p)


(37)

Jika fungsi laba maksimum yang diketahui, maka fungsi permintaan faktor input, X*(wi, p) dan fungsi penawaran output, Y*(wi, p) akan lebih mudah didapatkan dengan menggunakan Hotelling’s lemma.

Xi* (wi, K, wn, P) = x2/w (2.11)

Y* (wi, K, wn, P) = */p (2.12)

2.5. Konsep Produksi

Dalam proses produksi pertanian, seorang petani modern menggunakan faktor produksi (input) seperti tanah, tenaga kerja, mesin dan pupuk. Input tersebut dipergunakan selama musim tanam, dan pada musim panen petani tersebut mengambil hasil (output) tanamnya. Petani selalu berusaha keras untuk melakukan produksi secara efisien atau dengan biaya yang paling rendah, dengan demikian petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum dengan menggunakan suatu dosis input tertentu, dan menghindarkan pemborosan sekecil mungkin, selanjutnya petani tersebut dianggap berusaha memaksimumkan laba ekonomis.

Miler dan Miner (1999) menyatakan produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud konsep arus (flow concept) di sini adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi bila kita berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti peningkatan output dengan


(38)

mengasumsikan faktor-faktor yang lain yang sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan).

Konsep produksi analisis produksi berfokus pada penggunaan masukan input yang efisien untuk menciptakan output. Menyatakan bahwa produksi barang dan jasa dengan sasaran menetapkan cara yang optimal menggabungkan input untuk meminimumkan biaya. Untuk menjelaskan konsep produksi, perlu dikaji lebih jauh tentang konsep hubungan antara input dan output yang disebut dengan fungsi produksi (production function).

Joesron dan Fathorrozi (2003) menyatakan produksi merupakan hasil akhir dalam proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.

Ahyari (2004) menyatakan Produksi diartikan sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat dan penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat tersebut dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari faedah-faedah tersebut di atas. Apabila terdapat suatu kegiatan yang dapat menimbulkan manfaat baru atau mengadakan penambahan dari manfaat yang sudah ada maka kegiatan tersebut disebut sebagai kegiatan produksi.

Pindyck dan Rubinfield (2001) menyatakan bahwa hubungan input dan output untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari karakteristik teknologi. Selagi teknologi dapat ditingkatkan dan fungsi produksi berubah, sebuah perusahaan dapat


(39)

memperoleh lebih banyak output untuk serangkaian input tertentu. Produktivitas faktor adalah kunci untuk mendapatkan kombinasi atau proporsi input yang optimal yang harus dipergunakan untuk menghasilkan satu produk yang mengacu pada the

law of variable proportion faktor memberikan dasar untuk penggunaan sumber daya

yang efisien dalam sebuah sistem produksi.

2.6. Fungsi Produksi

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut bertambah. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input (Boediono, 2002).

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input. Setiap produsen dalam teori dianggap mempunyai suatu fungsi produksi, yaitu:

Q = f (X1,X2,X3…Xn)

Q = Tingkat produksi (output)

X1,X2,X3,..Xn = Berbagai input yang digunakan

Fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan input yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu, hubungan antara input dan

output tercermin pada fungsi produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan

kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat digambarkan dengan kurva isoquant, yaitu


(40)

kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang sama (Joesran dan Fathorrozi, 2003).

Tujuan setiap perusahaan (termasuk petani yang menggarap lahan dengan tenaganya sendiri) adalah mengubah input menjadi output sehingga tercipta

produktivitas. Untuk mendapatkan outputnya, perusahaan harus menggunakan

berbagai jenis input yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan sebagainya. Karena input-input ini langka, sehingga mereka harus menggunakan ukuran biaya yang diasosiasikan dengan penggunaan input, seperti petani mengkombinasikan tenaga mereka dengan bibit, tanah, hujan, pupuk dan peralatan mesin untuk memperoleh hasil panen (Nicholson, 2002).

Boediono (1999) menyatakan bahwa meningkatkan output sebagai konsekuensi pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan meningkatkan ketrampilan pekerja, penerapan sistem pembagian kerja yang tepat berdasarkan ketrampilan pekerja dan penggunaan mesin-mesin yang dapat memudahkan dan mempercepat serta meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Lebih lanjut Boediono (1999) menggambarkan bahwa bentuk umum fungsi produksi yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antara kapital (K), tenaga kerja (L), sumber daya (R) dan teknologi (T) adalah sebagai berikut:

Q = f (K, L, R, T) Keterangan:

Q = Output atau keluaran K = Stok Kapital atau modal


(41)

L = Labor atau tenaga Kerja R= Resource/Sumber daya

T = Tingkat teknologi yang digunakan

Persamaan di atas menunjukkan bahwa stok kapital, tenaga kerja, penggunaan pupuk dan teknologi dapat meningkatkan output. Apabila output meningkat pada periode itu, maka sebagian kenaikan output akan diinvestasikan sehingga stok kapital akan bertambah besar sebesar output yang diinvestasikan. Proses pertumbuhan output ini akan terus berulang pada periode berikutnya, sampai pada batas penggunaan sumber daya alam dan sumber daya tenaga kerja mencapai tingkat yang optimal.

Dari persamaan tersebut berarti bahwa besar kecilnya tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat produksi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda tentunya memerlukan faktor produksi yang berbeda pula. Tetapi ada juga bahwa jumlah produksi yang tidak sama akan dihasilkan oleh faktor produksi yang dianggap tetap, biasanya adalah faktor produksi seperti modal, mesin, peralatannya serta bangunan perusahaan. Sedangkan faktor produksi yang mengalami perubahan adalah tenaga kerja. Berkaitan dengan periode produksi, situasi produksi di mana perusahaan tidak dapat mengubah outputnya disebut jangka waktu yang sangat pendek sedangkan situasi produksi di mana output dapat dirubah namun demikian ada sebagian faktor produksi yang bersifat tetap atau input tetap dan sebagian lagi faktor produksinya dapat dirubah atau input variabel disebut produksi jangka pendek dan produksi jangka panjang yaitu suatu produksi tidak hanya output dapat berubah tetapi mungkin semua


(42)

input dapat diubah dan hanya teknologi dasar produksi yang tidak mengalami

perubahan.

Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003) adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa

input. Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak

diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

1. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

2. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan antarvariabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Y = f (X1, X2, ..., X3, ...Xn)

Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1...Xn dan X lainnya juga dapat diketahui.

Fungsi produksi adalah suatu pernyataan deskriptif yang mengkaitkan masukan dengan keluaran. Fungsi produksi menyatakan jumlah maksimum yang dapat diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu atau alternatif lain, jumlah maksimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat keluaran


(43)

tertentu. Fungsi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia yaitu hubungan masukan/ keluaran untuk setiap produksi adalah karakteristik teknologi, peralatatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan.

Selanjutnya, Widayat (2001) menjelaskan bahwa proses produksi pada umumnya membutuhkan berbagai macam faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal dan berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu. Misalnya dari faktor-faktor produksi yang digunakan itu input X1, penggunaan terus ditambah sedangkan input yang lain tetap, maka fungsi produksi dianggap tunduk pada hukum yang disebut The

Law of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa “Bila satu macam input

penggunaannya terus ditambah sedang input-input yang lain penggunaannya tidak berubah, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik akan tetapi kemudian menurun bila input tersebut ditambah. Untuk selanjutnya, input yang berubah itu dinamakan input

variabel. Tambahan output yang diperoleh karena adanya tambahan satu unit input

tersebut dinamakan Marginal Physical Product (MPP).

Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product

(TPP). Kurva Total Physical Product (TPP) ini didefinisikan sebagai kurva yang

menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel dan input lainnya dianggap tetap, sehingga:


(44)

Kurva lain yang dapat diturunkan dari kurva Total Physical Product (TPP) adalah kurva Marginal Physical Product (MPP) dan kurva Average Physical Product

(APP). Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan

tambahan Total Physical Product (TPP) karena adanya tambahan penggunaan satu

input variabel. Secara matematis dapat ditulis:

ۻ۾۾ ൌࣔࢀࡼࡼ

ࣔ࢞ ൌ

ࣔࡽ

ࣔ࢞ ൌ

ࣔࢌሺ࢞ሻ ࣔ࢞

Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut, dan ditulis secara matematis:

ۯ۾۾ ൌࢀࡼࡼ

ࢄ ൌ

ࢄൌ

ࢌሺ࢞ሻ ࢄ

Hubungan antara Marginal Physical Product (MPP) dan Average Physical Product (APP) di atas selanjutnya dapat menjelaskan tentang elastisitas produksi.

menyatakan bahwa dengan elastisitas produksi yang berbeda-beda, maka dapat diketahui apakah pertanian tersebut dalam keadaan increasing atau decreasing. Apabila nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, bila produksi total menaik maka pertanian ada pada daerah increasing, dan sebaliknya bila nilai elastisitas

produksi lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari satu, maka pertanian tersebut ada

pada daerah decreasing. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari

output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Ep ini dapat dituliskan

melalui rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2003): Ep = ∆Y X


(45)

Y X Ep = ∆ Y . X

X Y

Di mana : Y adalah hasil produksi (output) X adalah faktor produksi (input) maka, MPP = ÄY⁄ÄX

APP = Y⁄X Ep = MPP⁄APP

Akan tetapi karena besarnya koefisien elastisitas produksi dapat diketahui dari hasil fungsi produksi Cobb Douglas (hasil analisis OLS) dan besarnya Average

Physical Product (APP) dapat dihitung berdasarkan data yang tersedia, maka Marginal Physical Product (MPP) juga dapat dihitung dengan menggunakan

koefisien elastisitas produksi sebagai berikut: MPPxi = Ep (Y⁄Xi)

= ai (Y⁄Xi) = ai . APP

2.7. Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang

Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang menerangkan arah umum dan tingkat perubahan umum output perusahaan bila salah satu sumber yang digunakan berubah-ubah jumlahnya. Hukum ini menerangkan jika salah satu input ditambah secara terus-menerus maka produksi total akan semakin meningkat sampai pada suatu


(46)

tingkat tertentu (titik maksimum) dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya terus ditambah maka produksi total akan semakin menurun.

C

TP B

A

Ep > 1 1<Ep>0 EP < 0

0 L1 L2 L3 L

Q

Tahap I Tahap II Tahap III

APL

0 L1 L2 L3 L MPL


(47)

Keterangan:

TP = Total produksi Titik A = MP maksimum L = Tenaga kerja Titik B = AP maksimum MPl = Marginal produk tenaga kerja L Titik C = MP = 0

APl = Produksi rata-rata tenaga kerja L

Produksi Total (total product) banyaknya produksi yang dihasilkan dari penggunaan total faktor produksi. Produksi Marginal (marginal product) adalah tambahan produksi karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi. Produksi rata-rata (average product) adalah rata-rata output yang dihasilkan perunit faktor produksi.

Di mana:

Total Produksi (TP) : f(K,L)

Secara matematis TP akan maksimium apabila turunan pertama dari fungsi nilainya sama dengan nol. Turunan pertama TP adalah MP, maka TP maksimum pada saaat MP sama dengan nol.

Produksi marjinal (MP) = ∂ TP L

Perusahaan dapat terus menambah tenga kerja selama MP > 0. Jika MP sudah < 0 penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai

MP merupakan indikasi telah terjadinya hukum Pertambahan Hasil yang semakin berkurang atau the Law of Diminishing Marginal Return (LDR).

Produksi Rata-rata (AP) = TP L


(48)

AP akan maksimum bila turunan pertama fungsi AP adalah 0 (AP′ = 0). Dengan penjelasan matematis, AP maksimum tercapai pada saat AP = MP, dan MP akan memotong AP pada saat Nilai AP maksimum.

Gambar 2.1 menunjukkan tiga tahap Produksi (the htree stages of production) yaitu sebagai berikut:

1. Tahap I, penmbahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total maupun produksi rata-rata. Karena itu hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar dari tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan rugi jika berhenti produksi pada tahap ini. Elastisitas produksi lebih besar dari satu dicapai pada waktu kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata-rata. Ini merupakan skala usaha yang menunjukkan kenaikan hasil yang bertambah. Setiap penambahan 1% input (tetap dan variabel) dalam perbandingan tetap akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari 1%. Oleh karena itu pada daerah increasing return to scale, keuntungan perusahaan akan selalu bisa ditingkatkan dengan cara menambah input dalam proporsi yang tetap.

Jadi bila pengusaha bertujuan mendapatkan keuntungan yang maksimum, pengusaha tersebut harus membayar usahanya dengan cara menambah input yang digunakannya. Bila tidak pengusaha tersebut dikatakan sebagai pengusaha yang tidak rasional, dengan demikian daerah increasing return to scale disebut dengan daerah yang tidak rasional.

2. Tahap II, berlakunya the Law of Diminishing Return (LDR), produksi marjinal maupun produksi rata-rata mengalami penurunan. Namun demikian keduanya


(49)

masih positif. Penambahan tenaga kerja akan akan tetap menambah produksi sampai mencapai nilai maksimum. Elastisitas produksi yang berada diantara non dan satu merupakan skala usaha yang berada diantara AP maksimum dan MP sama dengan nol. Di daerah ini kenaikan 1% input tetap dan input variabel dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output diantara 0% sampai 1%. Bila kita perhitungkan penerimaan dan biaya produksi, di daerah decrasing return

scale pengusaha bisa untung dan bisa rugi. Jadi pengusaha harus memilih skala

usaha setepat-tepatnya untuk mencapai keuntugan maksimum. Oleh karena itu pengusaha yang berusaha di daerah ini haruslah pengusaha-pengusaha rasional. 3. Tahap III, pengusaha tidak mungkin melanjutkan produksi, karena penambahan

tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan mengalami kerugian, dengan demikian perusahaan sebaiknya berproduksi pada tahap II,secara matematis perusahaan kan berhenti menambah tenaga kerja pada saat tambahan biaya (marjinal cost) yang harus dibayar adalah sama dengan tambahan pendapatan (marginal reveneu) yang diterima. Elastisitas produksi lebih kecil dari nol dicapai pada waktu produk marjinalnya negatif. Di daerah ini kenaikan 1%

input dan variabel dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output

yang negatif. Dengan demikian, pengusaha yang berusaha pada skala usaha ini merupakan pengusaha yang irrasional, karena selalu menderita kerugian.


(50)

2.8. Faktor Produksi

Faktor produksi disebut juga korbanan produksi, karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Macam faktor produksi atau

input ini berikut jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh seorang produsen. Oleh

karena itu, untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) (Soekartawi, 2003).

Setiap usaha yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang bisnis/perusahaan penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja, Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan membutuhkan tenga kerja yang mempunyai keahlian. Biasanya perusahan kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan skala besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai keahlian. Dalam perusahaan, hal ini sangat penting untuk melihat sebaran pengguna tenaga kerja selama proses produlsi sehingga dengan demikian kelebihan tenaga kerja pada kegiatan tetentu dapat dihindarkan (Soekartawi, 2002).

Faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variable input). Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi harus tetap tersedia. Mesin-mesin pabrik adalah salah satu contoh. Sampai tingkat interval produksi tertentu jumlah mesin perlu ditambah. Tapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak


(51)

berproduksi), jumlah mesin tidak bisa dikurangi. Jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan, begitu juga sebaliknya. Sebagai contoh, buruh harian lepas di pabrik rokok. Jika perusahaan ingin meningkatkan produksi, maka jumlah buruh ditambah. Sebaliknya jika ingin mengurangi produksi, buruh dapat dikurangi.

Cepat atau tidaknya inovasi mengadopsi inovasi oleh petani sangat tergantung dari faktor extern dan intern. Faktor intern itu sendiri terdiri dari faktor sosial dan ekonomi. Faktor sosial itu diantaranya: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan kepemilikan lahan. Sedangkan faktor ekonomi diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan ada tidaknya usaha tani lain yang dimiliki petani (Soekartawi, 2002).

Kekurangan atau kelebihan unsur khusus dalam tanah akan mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dan bisa mengakibatkan penyakit pada tanaman. Penyebab ketidakseimbangan semacam itu harus dianalisis, mungkin karena keracunan Fe atau Al (dalam pH-nya rendah), pemakian pupuk anorganik jangka panjang yang menyebabkan kerusakan pada tanah secara alami, maka penting untuk memperbaiki unsur hara tertentu dengan pemanfaatan pupuk organik yang seimbang dapat memeperbaiki keseimbangan tanah, pH dan ketersedian unsur hara. Penambahan unsur hara dalam tanah dapat menghasilkan peningkatan produksi tanaman baik kualitas dan kuantitasnya.


(52)

Bagi rumah tangga pedesaan hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi pertanian, produk barang dan jasa non pertanian di pedesaan. Pertumbuhan angkatan kerja dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di sektor pertanian, besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam, serta teknologi yang diterapkan. Di sektor non pertanian kesempatan kerja ditentukan oleh volume produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi.

2.9. Konsep Pendapatan

Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah/gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba (Sukirno, 2005).

Menurut Sunuharyo (2002), dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut pendapatan tenaga kerja (Labour Income), sedangkan pendapatan dari selain tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labour Income). Dalam kenyataannya


(53)

membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Oleh karenanya dalam perhitungan pendapatan migran dipergunakan beberapa pendekatan tergantung pada lapangan pekerjaannya. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya. Untuk yang bekerja sebagai petani, pendapatannya dihitung dengan pendekatan produksi (Production Approach). Dengan demikian berdasarkan pendekatan di atas dalam pendapatan pekerja migran telah terkandung balas jasa untuk skill yang dimilikinya. Sukirno (2005) menyatakan pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain:

1. Pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapata yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara.

2. Pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.

3. Pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun.


(54)

Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha tani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha tani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka (TC) = FC + FC (Soekartawi, 2002).

Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2002).

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku


(55)

dipasar faktor produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang di pasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan. Secara singkat income seorang warga masyarakat ditentukan oleh:

a. Jumlah faktor-faktor produksi yang ia miliki yang bersumber pada; 1). Hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu

2). Warisan atau pemberian

b. Harga per unit dari masing-masing faktor produksi. Harga-harga ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi. Penawaran dan permintaan dari masing-masing produksi ditentukan oleh faktor-faktor yang berbeda:

a. Tanah (termasuk di dalamnya kekayaan-kekayaan yang terkandung didalam tanah, mineral, air dan sebagainya) mempunyai penawaran yang dianggap tidak akan bertambah lagi. Sedangkan permintaan (demand) akan tanah biasanya menaik dari waktu ke waktu karena: (a) naiknya harga barang pertanian, (b) naiknya harga barang lainnya (mineral, barang-barang industri yang menggunakan bahan-bahan mentah dari tanah), (c) bertambahnya penduduk (yang membutuhkan tempat tinggal). Dengan demikian harga dari tanah akan menaik dengan cepat dari waktu ke waktu. b. Modal (sumber-sumber ekonomi ciptaan manusia) mempunyai penawaran

yang lebih elastis karena dari waktu ke waktu warga masyarakat menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung (saving) dan kemudian sektor


(56)

produksi akan menggunakan dana tabungan ini untuk pabrik-pabrik baru, membeli mesin-mesin yaitu investasi. Karena adanya saving dan investasi, maka penawaran dari barang-barang modal dari waktu ke waktu bisa bertambah sedangkan permintaan akan barang-barang modal terutama sekali dipengaruhi oleh gerak permintaan akan barang-barang jadi. Bila harga pakaian naik, maka permintaan akan mesin-mesin tenun, mesin jahit juga akan naik. Permintaan akan barang-barang jadi pada gilirannya dipengaruhi oleh dua faktor utama: (1) Pertumbuhan penduduk (yang membutuhkan tambahan baju, perumahan dan sebagainya). (2) Pertumbuhan pendapatan penduduk (yang dicerminkan oleh kenaikan pendapatan nasional atau GNP perkapita).

c. Tenaga Kerja mempunyai penawaran yang terus menerus menaik sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan permintaan akan tenaga kerja tergantung pada kenaikan permintaan akan barang jadi (seperti halnya dengan permintaan akan barang-barang modal. Di samping itu permintaan akan tenaga kerja dipengaruhi pula oleh kemajuan teknologi ini. Permintaan akan tenaga kerja tidak tumbuh secepat penawaran tenaga kerja (atau pertumbuhan penduduk) maka ada kecenderungan bagi upah (harga faktor produksi tenaga kerja) untuk semakin menurun.

d. Kepengusahaan (entrepreunership) merupakan faktor produksi yang paling sulit untuk dianalisis, karena faktor-faktor yang menentukan penawaran pun permintaannya sangat beraneka ragam (dan sering faktor-faktor ini di luar


(57)

kemampuan ilmu ekonomi untuk menganalisis, misalnya: faktor-faktor motivasi lain dan sebagainya). Pada umumnya penawaran pada negara berkembang orang yang berjiwa enterpreuner masih sangat kecil. Inilah sebabnya penghasilan untuk pengusaha yang sukses juga cukup besar di negara tersebut. Cara yang banyak dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan hak milik perseorangan, dengan tujuan mengurangi ketidakmerataan distribusi pendapatan. Cara-cara yang bisa dilakukan oleh negara antara lain adalah:

1) Pajak progresif atas kekayaan atau penghasilan.

2) Penyediaan kebutuhan hidup dasar (misalnya makanan pokok, pakaian, perumahan).

3) Penyediaan jasa-jasa yang berguna untuk umum oleh negara (misalnya rumah sakit, klinik).

4) Memperkecil pengangguran.

5) Pendidikan yang murah dan merata.

6) Berbagai kebijaksanaan yang menghilangkan hambatan-hambatan bagi mobilitas (baik vertikal maupun horizontal).

Dalam hal ini pendapatan juga bisa diartikan sebagai pendapatan bersih seseorang baik berupa uang atau natura. Secara umum pendapatan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Gaji dan upah. Suatu imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah.


(58)

b. Pendapatan dari kekayaan. Pendapatan dari usaha sendiri. Merupakan nilai total produksi dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan baik dalam bentuk uang atau lainnya, tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital untuk sendiri tidak diperhitungkan.

c. Pendapatan dari sumber lain. Dalam hal ini pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja antara lain penerimaan dari pemerintah, asuransi pengangguran, menyewa aset, bunga bank serta sumbangan dalam bentuk lain. Tingkat pendapatan (income level) adalah tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seorang individu atau keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka atau sumber-sumber pendapatan lain (Samuelson dan Nordhaus, 2002).

Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi (Rahayu, 2000). Distribusi dari suatu proses produksi terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran masalah pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan ilmuan. Namun, pendekatan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketidakmerataan dari distribusi pendapatan adalah Gini coefficient yang dibantu dengan menggunakan Lorentz curve (Gambar 1). Sedangkan untuk mengukur tingkat kemiskinan digunakan metode

headcount measure dan poverty gap.


(59)

% Kumulatif Populasi

Gambar 2.3. Kurva Lorentz dan Garis Pemerataan Pendapatan

Gini coefficient merupakan alat ukur atau indikator yang menerangkan

distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-pengeluaran konsumsi atau variabel-variabel lain yang terkait dengan distribusi di mana setiap orang menerima bagian secara sama atau identik (Bappenas, 2002). Pengukuran ketidakmerataan dapat menggunakan gini coefficient. Selain itu, tingkat ketimpangan dapat diukur juga melalui personal income dengan menggunakan Kurva Lorenz, yaitu yang menggambarkan hubungan kuantitatif antara persentase populasi penerima pendapatan dengan persentase total pendapatan yang benar-benar diperoleh selama jangka waktu tertentu, seperti terlihat pada Gambar di atas (Santosa dan Prayitno, 1996 yang dikutip oleh Rahayu, dkk, 2000).

Pada gambar tersebut, sumbu horisontal mewakili jumlah populasi penerima pendapatan dan sumbu vertikal menggambarkan pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase penduduk (Todaro, 2000). Garis Kurva Lorenz akan


(60)

berada di atas garis horisontal, bila kurva tersebut menjauh dari kurva diagonal maka tingkat ketimpangan akan semakin tinggi.

Badan Pusat Statistik memberikan pengertian pendapatan dan penerimaan dibedakan dalam dua bentuk yaitu: (BPS, 2008)

1. Pendapatan faktor yang didistribusikan, yang dapat dibagi menurut sumber yang meliputi: penghasilan sebagai gaji atau upah, penghasilan dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas, serta penghasilan dari pemilikan kekayaan. 2. Transfer yang bersifat redistributif, terutama terdiri atas transfer pendapatan

yang tidak bersifat mengikat dan biasanya bukan merupakan imbalan atas penyerahan barang atau harta milik.

Dilihat dari pengertian terdahulu maka pendapatan pada dasarnya dapat dikelompokkan pada pendapatan yang berasal dari sektor formal, pendapatan sektor informal, kemudian pendapatan sektor subsisten dan penerimaan yang bukan merupakan pendapatan hasil jerih payah. Pendapatan sektor formal adalah segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang sifatnya reguler dan diterima sebagai batas jasa atau kontra prestasi dari kegiatan formal misalnya gaji dan upah. Pendapatan sektor informal diperoleh misalnya dari hasil produksi pertanian, kerajinan rumah tangga, berjualan atau pendapatan dari investasi dan lain sebagainya. Pendapatan subsisten dan penerimaan yang bukan pendapatan di mana suatu pengeluaran yang seharusnya dikeluarkan tapi tidak dikeluarkan dan penerimaan berupa bantuan yang disebut dengan transfer payment.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diberikan kesimpulan bahwa.

1. Model yang digunakan dalam mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai sangat baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik. Variasi Modal Kerja (MK), Tingkat Pendidikan (TP), Pengalaman Bekerja (PK), Tenaga Kerja (TK) mampu menjelaskan variasi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai sebesar 72,4% dan sisanya sebesar 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

2. Berdasarkan uji serentak dengan uji F-Statistik secara bersama-sama Modal Kerja (MK), Tingkat Pendidikan (TP), Pengalaman Bekerja (PB), Tenaga Kerja (TK) dapat mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai secara signifikan dengan tingkat keyakinan 95%. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F-tabel dengan F-hitung.

3. Berdasarkan uji partial (Uji t-statistik) dapat diketahui terdapat 3 variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai, yaitu modal kerja, pengalaman bekerja dan tenaga kerja,


(2)

sedangkan 1 (satu) variabel bebas yaitu tingkat pendidikan tidak signifikan mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai.

4. Tingkat Pendidikan memiliki t-hitung sebesar 0.126 lebih kecil dari pada t-tabel 1.654. Kurang signifikannya tingkat Pendidikan didasarkan atas fenomena di lapangan bahwa sebahagian besar usaha kerajinan bambu hanya mengandalkan pengalaman dalam bekerja dan merupakan kerajinan tangan yang tidak memerlukan pendidikan.

5.2. Implikasi Penelitian

Penelitian ini berusaha mendeteksi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap pendapatan pengrajin bambu di Kota Binjai. Faktor produksi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah modal kerja, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang mempengaruhi pendapatan pengrajin bambu di Kota Binjai. Dengan diketahui pembahasan bahwa pengrajin bambu ternyata tidak memiliki pendidikan yang tinggi dan hanya mengandalkan pengalaman yang diperoleh dari orang tua, dan pendahulu yang sudah lama mendirikan kerajinan bambu. Pengrajin bambu kurang memaksimalkan pengetahuan dari pengalaman menjadi pengrajin dengan pendidikan sehingga jumlah pengrajin bambu lama kelamaan menjadi sedikit atau tidak berkembang dengan baik.

Dengan diketahuinya fenomena di lapangan bahwa pengrajin tidak memiliki pendidikan yang tinggi, dapat dipakai sebagai informasi bagi pihak-pihak yang


(3)

mengembangkan usaha kecil dibidang kerajinan bambu. Jika pengrajin bambu memaksimalkan kemampuan pendidikan yang diperoleh maka akan memberikan peluang untuk mengembangkan usaha kerajinan bambu menjadi besar lagi sedangkan jika selama ini pendidikan kurang diperhatikan maka pengembangan usaha kecil seperti kerajinan bambu tidak akan optimal. Oleh karena itu pendidikan akan mampu merubah manajemen usaha kecil menjadi lebih baik lagi, baik dalam konsep manajemen sumber daya manusia maupun manajemen pengelolaan keuangan.

5.3. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran, sebagai bentuk implementasi dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengembangan usaha kerajinan bambu perlu dilakukan melalui peningkatan pelatihan bagi pemilik usaha kecil sehingga dapat meningkatkan pendapatan. 2. Penambahan tenaga kerja yang profesional dan berpengalaman dalam

kerajinan bambu perlu dilakukan dalam rangka peningkatan variasi kerajinan sehingga dapat menambah input bagi usaha kerajinan bambu.

3. Perlu diberikan bantuan modal kerja atau kredit lunak bagi usaha kerajinan bambu sehingga mampu meningkatkan kapasitas hasil produksi kerajinan bambu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, M. Kwartono, 2007, Analisis Usaha Kecil dan Menengah, Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Ahyari, Agus., 2004 Manajemen Produksi, Cetakan Keenam, BPFE, Yogyakarta. Basri, Faisal, 2002, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi

Perkonomian Indonesia, Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

BPS-Bappenas-UNDP, 2001, Indonesia Human Development Report 2001, Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in Indonesia, BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia, Jakarta.

Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

---, 2002, Pengantar Ilmu Ekonomi No.1, Edisi Kedua, Cetakan Kedua Puluh Tiga, BPFE, Yogyakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1998, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.

Departemen Perindustrian, 2006, Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 37/M-IND/PER/6/2006 tanggal 27 Juni 2006 tentang Pengembangan Jasa Konsultasi Industri Kecil dan Menengah (IKM).

Elfindri dan Bachtiar, Nasri, 2004, Ekonomi Ketenagakerjaan, Andalas University Press, Padang.

Gitosudarmo, Indriyo dan Basri, 2002, Manajemen Keuangan. Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Gujarati, Damodar N, 2006, Dasar-dasar Ekonometrika, Erlangga, Jilid 1, Jakarta. Gujarati, Damodar D, 2003, Dasar-Dasar Ekonometrika, Edisi Kedua, Cetakan

Pertama, Erlangga, Jakarta.


(5)

Hanif Dkk, 2002, Usaha Kecil dan Mikro di Tengah Arus Globalisasi, Cetakan Pertama, Bitra Indonesia, Medan.

Insanuddin, Lingga, 2009, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pengusaha Industri Kecil di Kabupaten Dairi, Tesis, Tidak Dipublikasikan. Jhingan, L, M, 2007, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Joesran dan Fathorrozi, 2003, Teori Ekonomi Mikro, Salemba Empat, Jakarta.

Koutsoyiannis, A. 1985, Theory of Econometrics, 2nd edition, MacMillan Publishers LTD, London.

Miller, R. L. R. E. Miner, 1999, Teori Ekonomimikro Intermediate, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mubyarto, 2000, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.

Notoatmodjo S, 2002, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta. Nicholson Walter, 2005, Intermediate Microeconomic and Its Applications, 9th

Edition, Thomson, Soutwestern.

Nicholson, Walter, 2002, Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi Kedelapan, Alih Bahasa oleh IGN Bayu Mahendra dan Abdul Aziz, Erlangga, Yogyakarta.

Nunuy Nur Afiah, 2009, Pengkajian Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah yang Berbasis Pengembangan Ekonomi Lokal, Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun I-2009.

Primiana, Ina, 2009, Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri, Alfabeta, Bandung.

Pindyck, Rubinfiel, 2001, Ekonomi Mikro, Alih Bahasa oleh Aldi Jeine, Cet. Asli, Prentice Hall Inc.

Rahayu, S., Sondi, K., dan Adang, R, 2000, Analisa Pemerataan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Rakyat (Survey Pada Peternakan Sapi Perah Rakyat di KUD Mitra Yasa Kabupaten Tasikmalaya), Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Sumedang.


(6)

Rahardja, Prathama, Manurung, Mandala, 2002, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi, LPFE-UI, Jakarta.

Riyanto, Bambang, 2002, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Tiga, Cetakan Ketujuhbelas, Penerbit Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sunarto dan Sahedhy N, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, BPFE-UST, Yogyakarta.

Suryananto, Galih, 2005, Ekonomi Ketenagakerjaan, Andalas University Press, Padang, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Konveksi (Studi Kasus di Pasar Godean, Sleman, Yogyakarta).

Soekartawi, 2003, Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Silalahi, Ulber, 2006, Metode Penelitian Sosial, Unpar Press, Bandung.

Sukirno, Sadono, 2005, Makroekonomi Modern, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Salman, 2009, Analisis Determinan Pendapatan Usaha Kecil di Kabupaten Langkat,

Tesis, Tidak Dipublikasikan.

Samuelson, Paul, A dan Nordhaus D, William, 2002, Ekonomi, Edisi 12 Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sawir, Agnes, 2001, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Sunuharyo, Bambang, 2002, “Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pegawai

Golongan Rendah di Perumnas Klender”, dalam Mulyanto Sumardi dan Han Dieter-Evers, Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, Rajawali Press, Jakarta. __________________, 2004, National Human Development Report 2004, The

Economics of Democracy: Finanncing Human Development in Indonesia, BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP Indonesia, Jakarta.

Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.