Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada awal perkembangannya, film tidak lebih dari pertunjukan hiburan dalam bentuk gambar bergerak motion pictures dan berlangsung tanpa pelengkap suara. Dunia ini dimulai oleh seorang Edward Muybridge ketika berusaha mengambil foto yang sedang berlari lewat sebuah rangkaian kameranya. Kreativitas ini kemudian terus berlanjut hingga dalam bentuknya seperti apa yang dapat kita tonton hari ini. Salah satu kelebihan yang dimilikinya, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun dalam layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua dari kehidupan manusia. Film sama dengan media artistik lainnya memiliki sifat-sifat dasar dari media lainnya yang terjalin dalam susunan yang beragam. Film memiliki kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu, mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak majukan dan mengundurkannya secara bebas dalam batas-batas wilayah yang cukup lapang. Meski antara media film dan lainnya terdapat kesamaan-kesamaan, film adalah sesuatu yang unik yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahnya langsung melalui gambar- gambar visual dan suara yang nyata juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya. Berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati oleh masyarakat. 1 1 Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Umar Ismail, 1993, h.6 2 Mengikuti dunia perfilman, nampaknya kini film telah mampu merebut perhatian masyarakat, lebih-lebih setelah berkembang teknologi komunikasi massa dapat memberikan konstitusi bagi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masih banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek eksklusif bagi para penontonnya. Puluhan bahkan ratusan penelitian berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia betapa kuatnya media itu mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan para penontonnya. Berbagai teknologi diciptakan untuk menghadirkan kualitas tayangan film menjadi lebih realistis seperti menonton di layar bioskop. Upaya memisahkan suara berbagai instrumen pun dikembangkan dengan membuat berbagai komponen cipta yang mampu menghadirkan nuansa orkestra di ruang kehidupan kita. 2 Film adalah fenomena sosial, psikologi dan estetika yang kompleks. Film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar diiringi kata-kata dan musik. Jadi film adalah produksi yang multidimensional dan sangat kompleks. Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan, melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit. 3 2 http:www.kompas.comkompas-cetak070813tekno3760308.htm 3 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi Bandung: Citra Aditya Bakti 2003, Cet. 111, h.209 3 Dunia saat ini sedang tersihir dengan sebuah film yang berjudul 2012. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, film ini sedang menjadi buah bibir yang riuh. Berbagai macam diskusi dan komentar di media massa maupun dunia maya juga semakin ramai. Akhirnya, antrean panjang pun terjadi di bioskop-bioskop yang memutar film ini. Film 2012 ini sendiri bercerita tentang hari kiamat. Film dengan biaya pembuatan 200 juta dollar AS ini dibuat oleh Sony Pictures dengan menampilkan beberapa nama bintang besar dalam perfilman dunia seperti John Cusack, Woody Harrelson, Danny Glover dan Chiwetel Ejiofor. Sementara yang menjadi sutradaranya adalah Roland Emmerich. Emmerich sendiri dikenal sebagai sutradara yang terbiasa dengan film-film kolosal. Ia sebelumnya membuat film Independence Day dan The Day After Tomorrow. Yang menjadikan film ini mampu menyihir publik dunia bukan karena berbagai keunggulan teknis tersebut, tetapi cerita yang disampaikan. Film ini menayangkan ramalan suku Maya kuno bahwa hari kiamat akan terjadi di titik balik matahari musim dingin pada 2012. Sebenarnya, sebelumnya sudah banyak buku dan acara televisi yang membahas ramalan itu, tetapi film 2012 ini memiliki dampak yang lebih besar dan mengglobal. Sebagai sebuah sinema popular, film 2012 memang mempunyai modal dasar yang kuat untuk menjadi sebuah film yang menghebohkan. Vinzenz Hediger, guru besar film dan media dunia dari Ruhr University, Bochum, Jerman, mengatakan bahwa sinema popular dalam layar lebar sangat berpotensi mengangkat isu-isu dan kepercayaan kontroversial yang dialami suatu suku atau negara di mana penonton bisa berasosiasi dengan karakter yang ada dalam film tersebut. Isu atau kepercayaan tentang kapan waktu pasti 4 terjadinya hari kiamat seperti yang dijual film 2012 tentu sangat menarik penonton. 4 Pada titik inilah kontroversi itu terbangun. Sudah menjadi sebuah kepercayaan dalam berbagai agama besar bahwa hari kiamat pasti terjadi, namun tidak ada seorang pun yang dapat menentukan kapan hari akhir itu terjadi. Persoalan ini mutlak ada di tangan Tuhan, bahkan seorang nabi pun tidak diberi kekuasaan tentang hal ini. Inilah kepercayaan dasar yang harus dipegang teguh meskipun banyak ramalan tentang hari kiamat termasuk dalam film 2012 ini. Apalagi sejarah memperlihatkan bahwa deretan panjang ramalan tentang hari kiamat tidak ada yang terbukti satu pun. Karena itu, film 2012 harus dilihat sebagai sebuah film fiksi belaka. Tidak kurang tidak lebih. Film ini adalah sinema popular yang menjadi hiburan bagi publik, unsur edukatifnya terletak pada kepercayaan bahwa kiamat pasti terjadi, bukan pada persoalan kapan waktu terjadinya. Dengan demikian, dengan menonton film ini diharapkan akan ada perbaikan perilaku dan kepribadian karena meyakini bahwa hidup ini tidak kekal. Unsur edukatif lainnya adalah meskipun visualisasi bencana dalam film 2012 ini begitu dahsyat, namun harus ada keyakinan bahwa pada saat kiamat yang sesungguhnya nanti tiba maka kedahsyatannya tentu jauh lebih hebat daripada apa yang ada dalam film ini. Kreativitas manusia pasti tidak akan bisa menggambarkan kekuasaan Tuhan secara tepat. Harus ada kedewasaan publik untuk menyikapi sebuah film kontroversial secara arif. Berdasarkan pemikiran di atas maka penulis mengambil judul “Respon Siswa-siswi MAN 4 Model Jakarta Terhadap Film 2012 ” 4 http:www.google.com. Koran Sore Wawasan 5

B. Batasan dan Perumusan Masalah