b. Penyidik akan lebih memahami sebab-sebab ataupun latar belakang terjadinya suatu tindak pidana di daerahnya, yang dapat dijadikan
masukan dalam membuat peraturan dalam menangani kasus-kasus anak. Serta agar lebih memahami kondisi anak.
B. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Diversi
Menurut Suryani Guntari dan Popy Dian Ariani Staff Advokasi PKPA
138
mengatakan beberapa hambatan yang timbul dalam penerapan diversi ini , yaitu:
139
Mengenai hal ini juga ditambahkan oleh Elisabeth J. Perangin-angin Koordinator divisi litigasi PUSAKA Indonesia, bahwa yang menjadi hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan diversi ini adalah: “Pemahaman, aparat kepolisian mengenai diversi ini masih kurang,
bahkan dalam pengalaman mereka dalam mendampingi anak, penyidik masih menempatkan posisi anak seperti orang dewasa dan lebih suka
menyelesaikan kasus anak ini melalui jalur formal. Selain itu pemahaman masyarakat sendiri masih kurang, bahkan ada keluarga korban kasus
perkelahian antar anak yang ingin agar pelakunya di hukum penjara dengan seberat mungkin. Padahal antar pelaku dan korban awalnya adalah
teman baik, bahkan masih dalam satu keluarga”.
140
“Kesulitan jika kasusnya baik pelaku maupun korban adalah anak-anak, serta orang tua terkadang menyerahkan sepenuhnya perkara tersebut
kepada pihak LSM, padahal sebenarnya peran orang tua juga dituntut dalam proses penyelesaian kasus anak tersebut. Yang lebih
138
PKPA Pusat Kajian dan Perlindungan Anak didirikan 21 Oktober 1996 , yaitu lembaga yang independent yang memegang teguh prinsip pertanggungjawaban publik,
mengedepankan peluang dan kesempatan partisipasi pada anak dan perempuan serta menghargai dan memihak pada prinsip dasar hak anak dan perempuan serta pluralisme dan dalam memegang
prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Penegakan hak-hak anak dan perempuan sebagaimana dimaksud Konvensi Hak Anak KHA Konvensi Penghapusan Tindak Kekerasan
Diskriminasi terhadap Perempuan KTP merupakan upaya terpenting melandasi lahirnya PKPA.
139
Hasil Wawancara, Senin, 15 Februari 2010
140
Hasil Wawancara, Jum’at, 19 Februari 2010
Universitas Sumatera Utara
memprihatinkan lagi adalah sikap aparat yang tidak mau bekerja sama, bahkan lebih suka menyelesaikannya melalui jalur formal”.
Menurut Horaslan Sinaga Staf Divisi Litigasi PUSAKA Indonesia,
hambatan dalam pelaksanaan diversi ini adalah:
141
Sedangkan menurut salah satu dosen pengajar di Fakultas Hukum USU Edy Ikhsan mengatakan bahwa, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan diversi
ini antara lain: BAPAS yang dibentuk atas perintah Undang-Undang Perlindungan Anak
No. 3 Tahun 1997 tidak dapat berbuat apa-apa sebab hasil penelitian mereka hanya berupa rekomendasi kepada penyidik dan tidak mengikat.
Padahal BAPAS memiliki peran yang sangat penting dalam hal emberikan pertimbangan atas anak yang melakukan tindak pidana. Sehingga
terkadang dijumpai kasus anak berlanjut dan di putus di depan pengadilan tanpa adanya penelitian dari BAPAS sebelumnya. Selain itu koordinasi
dengan pihak BAPAS tidak baik. Hal ini ditandai dari semua hasil keputusan hakim mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana tidak
diterima oleh BAPAS sebagai tembusan sehingga sulit bagi BAPAS mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hasil rekomendasi yang telah
diberikannya sebagai pertimbangan. Sehingga BAPAS mengalami kesulitan dalam mengikuti perkembangan penanganan kasus anak dan
pertanggungjawaban kepada atasannya”
142
141
Hasil Wawancara, Kamis, 18 Februari 2010.
142
Hasil Wawancara, Selasa, 23 Februari 2010.
“Aturan yang ada TR maupun Kesepakatan 5 lima departemen dan Polri mengenai diversi belum jelas baik standarisasi maupun sanksi jika tidak
dilaksanakan. TR yang dijadikan acuan bagi kepolisian dalam menerapkan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sifatnya hanya anjuran, sehingga
pihak kepolisian masih ragu dalam menjalankan diversi terhadap anak sebagai pelaku. Fasilitas yang ada belum siap, seperti lembaga sosial tempat untuk
menampung anak yang berkonflik dengan hukum untuk mendapatkan pendidikan dan rehabilitasi. Selain itu masalah pendanaan yang tidak jelas dari pemerintah
mengenai pelaksanaan diversi, yang sebaiknya masuk ke dalam APBN”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan, bahwa adapun beberapa hambatan yang timbul dalam pelaksanaan diversi ini adalah:
1. Aturan hukum yang belum jelas dan tegas dalam pelasanaan diversi. Sehingga aparat masih enggan dan takut dalam menerapkan diversi
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, khusunya sebagai pelaku. Disamping itu penafsiran terhadap tindak pidana yang dapat
didiversi dikembalikan kepada penyidik yang dikhawatirkan akan disalah gunakan dan tidak adanya sanksi yang tegas jika diversi tidak
dilaksanakan; 2. Kurangnya pemahaman aparat kepolisian mengenai diversi, hal ini
dikarenakan kurangnya sosialisasi aparat kepolisian dari pusat kepada jajarannya sampai yang paling bawah;
3. BAPAS yang seharusnya memberikan masukan kepada kepolisian mengenai penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, justru
tidak dapat berbuat apa-apa. Hasil penelitian mereka mengenai penyebab anak melakukan tindakan pidana serta kondisi yang sesuai
untuk menanganinya hanya berupa rekomendasi yang keputusannya diserahkan kepada penyidik Polri digunakan atau tidak. Jadi hasilnya
tidak mengikat dan hanya dapat bertindak jika diminta oleh penyidik. 4. Tidak adanya lembaga khusus yang mengawasi pelaksanaan diversi,
sehingga dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh aparat Kepolisian;
Universitas Sumatera Utara
5. Ketidaksiapan fasilitas-fasilitas ada dalam melaksanakan diversi, sehingga terkadang membuat Polisi bingung kepada siapa anak akan
diserahkan bila orang tuanya tidak sanggup mendidiknya; 6. Pendanaan yang tidak jelas dalam pelaksanaan diversi;
7. Kesiapan masyarakat sendiri dalam penerapan diversi ini. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka mengenai diversi tersebut sehingga
terkadang disalah artikan jika anak tidak diproses sesuai dengan prosedur formal “seolah-olah aparat dianggap telah menerima uang
suap”.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan