Analisis Pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Tingkat Investasi dan Angkatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH PDRB (PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO), TINGKAT INVESTASI DAN TINGKAT

ANGKATAN KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN

DI SUMATERA UTARA

OLEH

DONNY ADVENTUA SILALAHI 060523014

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Tingkat Investasi dan Angkatan Kerja terhadap Tingkat Kemiskinan di Sumatera Utara.

Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yang berbentuk angka kuantitatif tahunan dari tahun 1989 hingga tahun 2010 (21 tahun). Penelitian ini dengan menggunakan model regresi berganda (multiple regression).

Hasil analisis yang didapat bahwa masing-masing variabel dalam tiap persamaan saling berkointegrasi atau mencapai keseimbangan dalam jangka panjang.

Kata kunci : PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Investasi, Angkatan Kerja, Kemiskinan.


(3)

ABSTRACT

This research aims to analyze the influence of PDRB (Gross Regional Domestic Product), Investment and Labor Fore Level towards Poverty Level in North Sumatera.

Data used are secondary data in the form of annual quantitative numbers from 1989 to 2010 (21 years), and using multiple reression models.

The result of this analysis obtained that each variable in each equation to integrate with each other or to reach a balance in the long run.

Keywords : PDRB (Gross Regional Domestic Product), Investment, Labor Force, Poverty.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya melalui berkat dan rahmat-Nya penulis diberi kemampuan dan kesempatan dalam menyelesaikan pembuatan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Tingkat Investasi dan Angkatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Sumatera Utara”. Penulis menyadari, bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis telah menghadapi banyak kendala dan rintangan. Namun pada akhirnya, skripsi ini dapat selesai dengan baik tentu saja tidak lepas dari bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya, yaitu kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Drs.S.Silalahi dan E.Br.Rumahorbo, kedua mertua saya W.Sinaga dan N.Hutagalung, istri dan anak saya (Y.Br.Sinaga dan Jose Silalahi) serta saudara-saudara saya buat semua dukungan, motivasi, pengorbanan, kasih sayang, materi dan doa yang tidak pernah putus selama pengerjaan skripsi ini.

2. Bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec dan Bapak Drs.Syahrir Hakim Nasution, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Program studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs.Rujiman, M.A sebagai dosen pembimbing yang selama ini telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran dan


(5)

bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak Drs.SyahrirHakim Nasution, M.Si sebagai dosen pembaca penilai yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 7. Bapak/Ibu Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membagikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan beserta seluruh staf dan karyawan Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Teman-teman mahasiswa USU yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner yang dibagikan penulis guna memperoleh data penelitian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis masih mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari segenap pembaca untuk lebih menyempurnakan penulisan skripsi ini di masa yang akan dating.

Akhir kata, semoga berkat dan kasih Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahi kita semua dan penulis berharap agar kiranya skripsi ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2012

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

ABSTRACK……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR………... . ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 6

1.3 Hipotesis……… 6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Kemiskinan……… 8

2.1.1 Pengertian Kemiskinan………. 8

2.1.2 Karakteristik Penduduk Miskin……… 9

2.1.3 Penyebab Kemiskinan……….. 10

2.1.4 Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi……….. 12

2.2 Pertumbuhan Ekonomi………. 15

2.2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi……… 15

2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi……… 15

2.2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)……….. 18

2.2.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi……… 19

2.3 Investasi………. 23

2.3.1 Teori Keynes………. 23

2.3.2 Kriteria Investasi……… 25

2.4 Angkatan Kerja………. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian………. 30

3.2 Sumber dan Jenis Data………. 30

3.3 Pengolahan Data……… 30

3.4 Metode Analisis Data……… 30

3.4.1 Uji Kesesuaian………... 31

3.4.2 Uji Asumsi Klasik……….. 32

3.5 Defenisi Operasional………. 33

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara………. 35

4.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis………. 35


(7)

4.1.3 Potensi Wilayah………. 38

4.1.4 Kondisi Demografi……… 39

4.2 Gambaran Perkembangan Variabel-variabel yang Diteliti… 41 4.2.1 Jumlah Penduduk Miskin……….. 41

4.2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)……….. 43

4.2.3 Perkembangan Investasi……… 44

4.2.4 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja……… 47

4.3 Hasil Regresi Linier Berganda………. 48

4.4 Hasil Uji Multikolinieritas………. 50

4.5 Hasil Uji Normalitas……….. 50

4.6 Hasil Uji Autokorelasi……… 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. 52

5.2 Saran……… 52

DAFTAR PUSTAKA……….. 54


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1.1 Luas Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara……… 36

4.1.4 Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara……… 41

4.2.1 Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara………... 42

4.2.2 PDRB atas harga berlaku Di Sumatera Utara……… 43

4.2.3 Nilai Realisasi Investasi Di Sumatera Utara……….. 45


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman 4.2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 1989 – 2010……… 43 4.2.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Tahun 1989-2010…44 4.2.3 Perkembangan Nilai Realisasi Investasi Tahun 1989 – 2010………… 46 4.2.4 Perkembangan Angkatan Kerja Tahun 1989 -2010……….. 48


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Tingkat Investasi dan Angkatan Kerja terhadap Tingkat Kemiskinan di Sumatera Utara.

Adapun data yang digunakan adalah data sekunder yang berbentuk angka kuantitatif tahunan dari tahun 1989 hingga tahun 2010 (21 tahun). Penelitian ini dengan menggunakan model regresi berganda (multiple regression).

Hasil analisis yang didapat bahwa masing-masing variabel dalam tiap persamaan saling berkointegrasi atau mencapai keseimbangan dalam jangka panjang.

Kata kunci : PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Investasi, Angkatan Kerja, Kemiskinan.


(11)

ABSTRACT

This research aims to analyze the influence of PDRB (Gross Regional Domestic Product), Investment and Labor Fore Level towards Poverty Level in North Sumatera.

Data used are secondary data in the form of annual quantitative numbers from 1989 to 2010 (21 years), and using multiple reression models.

The result of this analysis obtained that each variable in each equation to integrate with each other or to reach a balance in the long run.

Keywords : PDRB (Gross Regional Domestic Product), Investment, Labor Force, Poverty.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan Bangsa dan Negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu : Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.

Sasaran pembagunan khusus bidang ekonomi adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal sebagai usaha atas asas kekeluargaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap.

Dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan tujuan pembangunan nasional dan sasaran pembagunan nasional, Bangsa Indonesia menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta


(13)

digunakan sebagai acuan bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembagunan tahunan. Berbagai kebijakan dalam RPJM 2004-2009 diharapkan menurunkan persentase penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.

Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan masalah besar yang dihadapi Bangsa Indonesia sejak merdeka. Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan namun hasilnya jauh dari memuaskan. Kelemahan pemerintah terletak pada sustainability yang rendah sehingga selesai program semua aktivitas juga akan selesai.

Kemiskinan atau kemiskinan absolute adalah situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum (Kamus Besar Bahasa Indonesia : 749). Deklarasi Coopenhagen mengatakan kemiskinan absolute sebagai sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan kebutuhan dasar manusia termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan dan informasi. Menurut Todaro (1998), kemiskinan absolute adalah suatu kondisi penduduk yang hidup dibawah tingkat pendapatan minimum tertentu.

Masalah kemiskinan di Indonesia juga ditandai oleh rendahnya mutu. kehidupan masyarakat karena masalah kemiskinan mempunyai kaitan erat dengan masalah sumber daya manusia, tingkat pendidikan, rendahnya tingkat investasi dan strategi pembangunan dalam kesejahteraan masyarakat.


(14)

Kemiskinan di Indonesia khususnya propinsi Sumatera Utara yang mana masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan memiliki rata-rata pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp 178.132. Daerah-daerah di propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 yang memiliki masyarakat yang berada di garis kemiskinan seperti Kabupaten Nias (31,75%), Kabupaten Nias Selatan (33,84%), Kabupaten Tapanuli Tengah (27,47%), Kabupaten Samosir (22,72%), Kabupaten Pakpak Bharat (22,42%), Kabupaten Tapanuli Selatan (20,33%) dan daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara (Sumatera Dalam Angka,BPS).

Menurut Todaro, salah satu yang menyebabkan tingkat kemiskinan adalah pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami golongan miskin yang tercermin dari kesehatan gizi dan pendidikan yang rendah dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian bertumbuh dengan lambat. Salah satu karakteristik kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Masyarakat yang berada di garis kemiskinan tidak mampu untuk mengikuti pendidikan baik pendidikan dasar, menengah dan atas. Ini disebabkan karena pendapatan mereka sangat kurang untuk pengeluaran-pengeluaran khusunya untuk pendidikan. Masyarakat yang dibawah garis kemiskinan sangat bersyukur apabila mereka hanya dapat memenuhi kebutuhan yang paling pokok seperti makanan dan minuman, dan tempat tinggal.

Pendidikan merupakan komponen penting terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan juga berfungsi meningkatkan produktivitas, selain dari itu kemampuan untuk menyerap teknologi


(15)

memerlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tingkat pendidikan sangat sulit dicapai oleh masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Masyarakat miskin berharap anak-anak mereka mengikuti pendidikan sampai ke tingkat atas seperti SMK (sekolah Menengah Kejuruan), SMA (Sekolah Menengah Atas), sekolah-sekolah pertanian dan sekolah-sekolah kejuruan lainnya. Dengan mengikuti pendidikan sampai ke tingkat atas, masyarakat miskin akan mempunyai modal sumber daya manusia untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh sebelumnya dan juga menyatakan bahwa membuat keputusan untuk melakukan investasi pada human capital.. Sumber daya manusia dapat diterapkan di bidang pertanian, perdagangan, industri berat dan ringan, makanan dan minuman, tata rias dan usaha-usaha lainnya. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu modal dasar untuk mendapatkan pekerjaan. Dari pekerjaan yang didapat akan menghasilkan pendapatan yang diterima. Pendapatan yang diterima akan merubah taraf hidup masyarakat. Secara teoritis disebutkan bahwa semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi juga pendapatan yang diterima. Terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan seseorang dan tingkat penghasilan selama hidupnya. Hal ini memang benar, terutama sekali bagi mereka yang bias menyelesaikan pendidikan menengah atau pendidikan tinggi dimana perbedaan penghasilan terhadap pekerja-pekerja yang hanya bias menyelesaikan sekolah dasar bias mencapai 300 sampai 800 persen.

Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerjasama meningkatkan PDRB (Produk Domestik Regional


(16)

Bruto) daerah masing-masing. PDRB merupakan suatu indikator pertumbuhan ekonomi. PDRB juga merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh factor produksi yang dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam waktu jangka waktu tertentu. Dengan demikian PDRB dapat mengurangi angka kemiskinan.

Investasi merupakan salah satu indicator pertumbuhan ekonomi. Investasi dapat berasal dari investasi dalam negeri maupun invesatasi luar negeri. Pertumbuhan investasi dapat mengembangkan produksi barang-barang dan jasa-jasa yang sangat bernilai dari produksi barang-barang dan jasa-jasa-jasa-jasa sebelumnya. Peningkatan investasi juga dapat mengurangi pengangguran melalui penciptaan lapangan kerja. Peningkatan investasi juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan meningkat. Dengan meningkatnya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, akan mengurangi jumlah masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Dengan demikian masyarakat yang berada di garis kemiskinan tadi dapat meningkatkan gizi, pendidikan bagi anak-anak mereka dan dapat menanbung untuk masa depan mereka.

Peningkatan investasi sangat penting bagi propinsi Sumatera Utara, dimana Sumatera Utara yang kaya sumber daya alam membutuhkan modal untuk mengelolah sumber-sumber daya alam tersebut. Sumber daya alam yang sangat memberikan kontribusi yang paling besar seperti : perkebunan, pertanian, pariwisata, perikanan, pertambangan dan sektor-sektor lainnya yang perlu ditingkatkan melalui peningkatan investasi.


(17)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat investasi terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Utara, sehingga penelitian ini diberi judul : “Analisis Pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), Tingkat Investasi dan Angkatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara.

2. Apakah ada pengaruh tingkat investasi terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara.

3. Apakah ada pengaruh Angkatan Kerja terhadap pegurangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji.

Bedasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. PDRB (Produk Domestik Regional Regional Bruto) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Utara, ceteris paribus..

2. Tingkat investasi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Utara, ceteris paribus.


(18)

3. Angkatan Kerja berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Utara, ceteris paribus.

1.4 Tujuan dan Mamfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bahwa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) mempengaruhi pengurangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui bahwa tingkat investasi mempengaruhi

pengurangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui bahwa Angkatan Kerja mempengaruhi pengurangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara.

1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan

2. Sebagai referensi untuk menganalisa masalah-masalah yang ada hubungannya dengan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara.

3. Sebagai tambahan literature bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.


(19)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan didefenisikan oleh Badan Pusat Statistik (2000) sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Menurut hasil survey Susenas (1999), kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan makanan dan non makanan sebesar Rp 89.845/kapita/bulan dan Rp 69.420/kapita/bulan. Sedangkan bagi dinas sosial mendefenisikan orang miskin adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memeenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Ukuran kemiskinan lainnya dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yaitu dikelompokkan berdasarkan prasejahtera dan sejahtera.

Dilihat dari segi penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu : kemiskinan natural, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.

Kemiskinan natural adalah keadaan kemiskinan karena asalnya memang miskin. Kelompok masyarakat ini miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya pembangunan lainnya. Sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam


(20)

pembangunan, dan walaupun ikut dalam pembangunan, mereka akan mendapat imbalanpendapatan yang sangat rendah.

Kemiskinan struktural adalah yang termasuk ke dalam kategori kemiskinan absolute dan kemiskinan relative. Kemiskinan Struktural ini juga dikenal dengan kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat tidak seimbang. Kemiskinan ini mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya. Mereka merasa sudah berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolak mengikuti perkembangan dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai.

2.1.2 Karakteristik Penduduk Miskin

Walaupun kemiskinan merupakan istilah yang umum, ditandai dengan tidak mampunya seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal yang dianggap layak, namun kemiskinan itu memiliki cirri yang berbeda antar wilayah. Perbedaan ini terkait pada kemiskinan sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan setempat.

Ciri-ciri kelompok penduduk miskin yaitu :

a. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja dan keterampilan.


(21)

c. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja).

d. Kebanyakan berada di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area)

e. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup) bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan social lainnya (Suryawati : 2005)

Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, pedagang kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, pengemis, pengamen dan pengangguran.

2.1.3 Penyebab Kemiskinan

Nasikum (dalam Suryawati : 2005) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan yaitu :

a. Policy induces processes : proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan tetapi realitanya justru melestarikan.

b. Socio-economic dualism : Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai oleh petani dengan skala besar dan berorientasi ekspor.

c. Population growth : perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertamabahan pangan seperti deret hitung.


(22)

d. Recources management and the environment : adanya unsure mismanagement sumber daya alam dan lingkungan seperti management pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

e. Natural cycles and processes : kemiskinan terjadi karena siklus alam, misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.

f. The marginalization of woman : peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

g. Cultural and ethnic factors : bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adapt istiadat yang konsumtif saat upacara adapt atau keagamaan.

h. Exploitative intermediation : keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

i. Internal political fragmentation civil strafe : suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, yang dapat menjadi penyebab kemiskinan.

j. International processes : bekerjanya sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak Negara menjadi semakin miskin.

Selain beberapa faktor diatas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan asset yang dimiliki, yaitu :


(23)

a. Natural assets : seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya. b. Human assets : menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih

rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).

c. Physical assets : minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan.

d. Financial assets : berupa tabungan, serta akses untuk memperoleh modal usaha.

e. Social assets : berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusa-keputusan politik. 2.1.4 Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi

Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang, baik secara finansial maupun semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dikategorikan miskin bilamana seseorang atau keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok minimumnya, seperti : sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Dimensi ekonomi dapat diukur dengan nilai rupiah meskipun harganya selalu berubah-ubah tergantung pada tingkat inflasi.

Kemiskinan dalam dimensi ekonomi paling mudah untuk diamati, diukur, dan diperbandingkan. Ada beberapa metode pengukuran tingkat kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia yaitu :


(24)

a. Badan Pusat Statistik (BPS) : tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah, konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan konsumsi non makanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk.

b. Sayogyo : tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupaiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan :

a. Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 180 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan :

a. Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg nilai tukar beras per orang per tahun.


(25)

c. Paling miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Bank Dunia : Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang kurang dari US $1 per hari (setara Rp.8.500,00 per hari ).

d. Badan Koordinasi Keluarga BErencana Nasional (BKKBN) : mengukur kemiskinan berdasarkan criteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) dan Keluarga Sejahtera 1 (KS 1). Kriteria Keluarga Pra KS yaitu keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%, dan berobat ke Puskesmas bila sakit. Kriteria Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8m2 per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah. Satu dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.

Penetapan pengukuran dan kriteria kemiskinan secara nasional sangat sulit. Masih diperlukan kajian yang dapat mengakomodasikan permasalahan kemiskinan yang kompleks baik dari segi ekonomi, budaya, social, psikologik, dan geografik yang sangat bervariasi di Indonesia. Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan yang dimotori oleh bank dunia. Pengukuran


(26)

kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator kemiskinan.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi

2.2.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Delina Hutabarat (1994 ; 125) menyebutkan pengertian Pertumbuhan Ekonomi sebagai berikut :

a. Kenaikan PDB (Produk Domestik Bruto), tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertambahan penduduk.

b. Perubahan menaik pada tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Misalnya terjadinya penambahan jumlah pasar, prasarana transportasi, waduk dan saluran irigasi.

2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Pertumbuhan Klasik

Teori klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus dan Jhon Stuart Mill yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah penduduk, luas tanah, jumlah barang modal, dan teknologi yang digunakan. Aliran ini lebih berfokus perhatiannya pada pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan bahwa luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan.

Teori yang menjelaskan hubungan pendapatan per kapita dengan jumlah penduduk disebut teori optimal penduduk. Menurut teori ini, pada awalnya pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan pertambahan pendapatan perkapita. Namun, jika jumlah penduduk terus bertambah maka pendapatan akan semakin


(27)

berkurang dan akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan mengubah keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

b. Pendekatan Neo Klasik

Dalam teori Robert M Solow, model yang dikembangkan terdapat kemungkinan adanya perubahan pada tingkat bunga maupun pada tingkat upah. Proses pertumbuhan dilihat sebagai suatu proses dengan perimbangan-perimbangan variabel diantara faktor-faktor produksi. Harga-harga faktor produksi adalah fleksibel sehingga ada kemungkinan substitusi diantara faktor-faktor produksi yang terlihat dalam proses produksi. Dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja melebihi pasar modal, harga, tenaga kerja (tingkat upah) akan menurun secara nisbi terhadap harga modal (tingkat bunga). Sebaliknya jika pertumbuhan modal melebihi pertumbuhan jumlah tenaga kerja, maka tingkat upah akan meningkat. Dengan adanya perubahan pada harga faktor-faktor produksi dan melampaui substitusi satu jenis faktor produksi oleh jenis faktor produksi lainnya, hal itu satu sama lain dapat membatasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dari ekulibrium pertumbuhan.

c. Pendekatan Keynes

Teori Jhon M Keynes adalah dengan pendekatan dari segi makro, yaitu melihat perekonomian secara keseluruhan untuk mengatasi pengangguran. Menurut Keynes, perlu ditambah pengeluaran uang supaya pengusaha menaikkan investasi yang akan menaikkan tenaga kerja sehingga pengangguran dapat diatasi.


(28)

Teori Roy F Harrod berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat berlangsung secara terus-menerus dalam keadaan ekuilibrium yang stabil. Dalam hubungan ini, dipaparkan dua konsep pengertian perihal laju pertumbuhan yang menjadi gagasannya, yaitu :

1. Laju pertumbuhan penduduk dan pendapatan pada tingkat yang dianggap memadai dari sudut pandangan para pengusaha/calon investor. Hal ini disebut sebagai The Warranted Rate Of Growth

2. The Natural Of Growth

Laju pertumbuhan dan pendapatan sebagaimana itu ditentukan oleh kondisi dasar (fundamental conditions) yang mengangkut :

a. Bertambahnya angkatan tenaga kerja karena penduduk bertambah. b. Meningkatnya produktivitas kerja karena kemajuan teknologi.

Gagasan Harrord menyatakan bahwa, jika diketahui adanya ekuilibrium dalam proses pertumbuhan, maka diperlukan investasi kebijaksanaan untuk menanggulangi ketidakstabilan dan penyimpangan yang merupakan ciri pokok pada pertumbuhan itu sendiri.

e. Teori Pertumbuhan Rostow

W.W Rostow memunculkan teori pertumbuhan yang memakai pendekatan perkembangan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan dan pembangunan ekonomi. Teori pertumbuhan oleh Rostow merupakan artikel yang dimuat dalam Economic Journal. Selanjutnya dikembangkan dalam bukunya yang berjudul The Stages Of Economic Growth pada tahun 1960. Teori perkembangan Rostow termasuk dalam linier tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu memandang


(29)

proses pembangunan sebagai tahap-tahap perkembangan yang harus dilalui oleh seluruh Negara.

Menurut Rostow, proses pembangunan dan perkembangan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap yaitu :

1. Tahap masyarakat tradisional.

2. Tahap peletakkan dasar untuk tinggal landas 3. Tahap tinggal landas (take off)

4. Tahap gerak menuju kematangan

5. Tahap era konsumsi tinggi secara massa. 2.2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Atau apabila ditinjau dari segi pendapatan merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu (Hadi Broto, dkk, 1975:3).

Hasil perhitungan PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Perhitungan atas harga berlaku (At Current Price) merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya dalam satu tahun yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. Pada perhitungan atas dasar harga berlaku belum menghilangkan faktor inflasi, jadi faktor inflasi masih terdapat didalamnya.


(30)

Perhitungan atas harga konstan (At Constant Price) menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai harga suatu tahun dasar tertentu. Pada perhitungan atas dasar harga konstan ini, faktor inflasi telah dihilangkan. Perhitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atas dasar sektoral.

Ada beberapa cara yang lazim digunakan dalam perhitungan pendapatan suatu daerah yaitu :

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga pasar

Diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh perekonomian suatu daerah. Nilai tambah bruto disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan, penyusutan serta pajak tidak langsung.

b. Produk Domestik Regional Netto atas dasar harga pasar

Perbedaan antara konsep “Bruto” dan Konsep “Netto” adalah karena pada konsep bruto, faktor penyusutan masih termasuk didalamnya. Sedangkan pada konsep netto, faktor penyusutan telah dikeluarkan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut barang-barang modal yang terjadi selama ikut serta dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh faktor ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan “penyusutan” yang dimaksud diatas.

2.2.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi pada dasarnya ditentukan dan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.


(31)

1. Faktor Ekonomi

Faktor –faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, antara lain :

a. Sumber Daya Alam (SDA)

Yang dimaksud dengan sumber daya alam meliputi luas dan kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, sumber mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Bagi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan sumber daya alam yang melimpah adalah sangat baik dalam menunjang pembangunan.

Namun di negara-negara berkembang sering kali ketersediaan sumber daya alam tersebut kurang dimamfaatkan sebaik-baiknya dalam arti pemamfaatannya tidak terarah secara tepat. Jika sumber daya alam yang tersedia itu tidak dipergunakan secara tepat, maka tidaklah mungkin negara yang bersangkutan akan mengalami kemajuan ekonomi sebagaimana diharapkan.

b. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia yang merupakan tenaga kerja dalam proses produksi memegang peranan yang penting. Dalam hal ini peran sumber daya manusia tersebut ditentukan oleh junlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) tenaga kerja yang tersedia. Tenaga kerja yang bermutu dengan keahlian dan keterampilan yang baik sangatlah diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi nasional. Untuk itu diperlukan peningkatan mutu sumber daya manusia tersebut melalui pendidikan, pelatihan dengan bidang usaha dan lapangan kerja yang ada.


(32)

Permodalan merupakan persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat dihasilkan maupun direproduksi. Jika persediaan modal tersebut meningkat dalam jangka waktu tertentu dikatakan terjadinya pembentukan modal. Akumulasi modal inilah yang serba kekurangan di negara-negara berkembang, sedangkan modal ini memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

d. Tenaga Manajerial dan Organisasi Produksi

Organisasi produksi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Organisasi ini berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam berbagai kegiatan perekonomian. Organisasi perekonomian ini dilaksanakan dan diatur oleh tenaga manajerial dalam kegiatannya sehari-hari. Dan dalam perkembangan maupun pertumbuhan ekonomi, para wiraswasta (entrepreneur) tampil sebagai tenaga organisasi menggerakkan berbagai sumber produksi dalam proses produksi dengan memperkenalkan penemuan baru yang dikenal sebagai inovasi.

e. Pemamfaatan Teknologi

Kemajuan teknologi merupakan faktor yang penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dan perubahan atau kemajuan teknologi tersebut dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal dan faktor produksi lainnya. f. Pembagian Kerja dan Perluasan Skala Produksi

Pembagian kerja dan spesialisasi dalam proses produksi akan menimbulkan peningkatan produktivitas. Kedua hal ini akan membawa perubahan ke arah usaha produksi skala besar, yang selanjutnya akan dapat membantu


(33)

perkembangan dan kemajuan produksi serta pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat.

2. Faktor Nonekonomi

Faktor-faktor nonekonomi yang mempengaruhi pertumbuhanh ekonomi, antara lain :

a. Faktor Politik dan Administrasi Pemerintahan

Struktur dan situasi politik dan administrasi pemerintahan yang lemah merupakan faktor penghambat yang besar bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Politik yang tidak stabil serta pemerintahan yang lemah dan korup adalah sangat menghambat kelancaran kemajuan ekonomi.

b. Aspek Sosial Budaya

Aspek social budaya dalam kehidupan masyarakat meliputi antara lain sikap, tingkah laku, pandangan masyarakat, motivasi kerja, kelembagaan masyarakat, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan aspek social budaya. Selain ilustrasi, misalnya pendidikan dan kebudayaan barat, membawa pemikiran dan pandangan kea rah penalaran, sikap skeptisme, dan semangat untuk menghasilkan penemuan baru, yang kesemuanya dapat menunjang pertumbuhan ekonomi.

c. Susunan dan Tata Tertib Hukum

Susunan dan tata tertib hokum serta pelaksanaan hokum dan peraturan perundang-undangan yang keliru seringkali menghambat kemajuan ekonomi, sehingga tidak mendukung terlaksananya pertumbuhan ekonomi. Sehubungan


(34)

dengan itu maka hukum harus dilaksanakan secara tertib dan konsekuen, yang ditujukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.

2.3 Investasi

Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku kegiatan ekonomi untuk pembelian atau penambahan barang modal. Investasi juga diartikan sebagai permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi/pendapatan di masa yang akan dating (Dornbusch, Fisher dan Startz, 2004). Dalam perhitungan pendapatan nasional, pengertian investasi adalah seluruh nilai pembelian para pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri dan pertambahan dalam nilai stok barang perusahaan yang berupa bahan mentah, barang belum diproses, dan barang jadi. Barang modal adalah barang-barang yang siap untuk dikonsumsi. Sedangkan barang konsumsi adalah barang-barang yang siap untuk dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan tidak memberikan pendapatan bagi yang mengkonsumsinya.

Jenis investasi secara garis besar dapat dibagi atas dua kategori, yaitu :

1. Investasi sektor riil yaitu investasi terhadap barang-barang yang tahan lama (barang-barang modal).

2. Investasi sektor finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga di pasar modal seperti saham, obligasi dan lain-lain.

2.3.1 Teori Keynes

Pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan


(35)

yang dihasilkannya, demikian sebaliknya volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif yang akan menentukan tingkat keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Permintaan efektif terdiri dari permintaan konsumsi dan investasi. Jurang antara pendapatan dan konsumsi dapat dijembatani oleh investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan, dan karena pendapatan meningkat, muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Akibat kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang berlipat pada pendapatan melalui kecenderungan berkonsumsi. Oleh Keynes, hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini disebut Multiplier K.pengali (multiplier) ini memperlihatkan hubungan yang tepat, berkat adanya kecenderungan berkonsumsi tersebut, antara pekerjaan agregat dan pendapatan agregat dengan tingkat investasi. Ini berarti, bila investasi agregat naik, pendapatan akan meningkat, yang besarnya adalah K kali kenaikan investasi tersebut yang dirumuskan : ΔY = K ΔI dan

K

− 1

1

mewakili kecenderungan

marginal mengkonsumsi. Jadi pengali K =

MPC

− 1

1

. Karena kecenderungan marginal berkonsumsi turun, berkat adanya kenaikan pendapatan, maka diperlukan suntikan investasi dengan dosis besar guna memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih tinggi dalam perekonomian. (Jhingan : 2007)


(36)

2.3.2 Kriteria Investasi

Kriteria investasi menyangkut asas-asas yang mendasari alokasi sumber investasi langka dengan cara yang rasional agar memaksimalkan pendapatan nasional pada suatu perekonomian terbelakang.

Berbagai macam criteria investasi, antara lain :

a. Produktivitas Marginal Sosial, menurut kriteria ini investasi harus dilakukan pada bidang dan arah yang mempunyai produktivitas marginal yang tertinggi. Galenson, dkk, menyatakan beberapa asas penuntun kriteria ini adalah :

1. Investasi harus diarahkan pada penggunaan yang paling produktif sehingga rasio output uang (current output) terhadap investasi menjadi maksimun atau sebaliknya rasio modal-output menjadi minimum.

2. Investasi harus dilakukan terhadap proyek yang akan memamfaatkan buruh secara maksimum, dalam hal ini rasio buruh-investasi maksimum. 3. Proyek investasi itu harus diseleksi sehingga menghasilkan barang yang

memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan meningkatkan ekonomi eksternal lebih luas.

4. Proyek investasi adalah proyek yang dirancang paling banyak menggunakan bahan baku dalam negeri dan berbagai suplai lain.

5. Proyek investasi tersebut harus diseleksi sehingga dapat memperbaiki distribusi pendapatan nyata.

6. Investasi harus diarahkan pada industri yang menghemat devisa, mengurangi beban neraca pembayaran dan memaksimumkan rasio barang ekspor terhadap investasi.


(37)

b. Overhead Ekonomi dan Sosial, menurut kriteria investasi ini dalam memilih industri pada saat pengambilan keputusan investasi, hal yang terpenting adalah prospek ekonomi eksternal yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi berantai dan mempengaruhi keseluruhan perekonomian. Dari sisi penawaran, investasi ini mengharuskan terciptanya ekonomi eksternal dalam bentuk fasilitas kredit, angkutan dan sebagainya. Sedangkan dari sisi permintaan, investasi ini harus menciptakan overhead social dan ekonomi yang luas dalam bentuk sekolah, rumah sakit, jalan raya dan sebagainya.

c. Pertumbuhan berimbang, yang mana berbagai sektor perekonomian harus tumbuh dengan cara yang serasi sehingga tidak ada sektor yang tertinggal dibelakang atau tumbuh terlalu cepat dari yang lain baik itu keseimbangan antara investasi di bidang industri dan pertanian serta antara sektor domestic dan sektor luar negeri.

d. Pilihan teknologi, yang mana dalam pemilihan teknik produksi juga mempengaruhi jumlah dan pola investasi. Apakah pilihannya jatuh pada teknik produksi yang bersifat padat modal atau padat karya tergantung pada tujuan social dan tujuan ekonomi negara itu.

e. Rasio modal output, didalam menjatuhkan pilihan investasi, rasio modal output dari berbagai proyek dan didalam menentukan pilihan terhadap berbagai proyek investasi dan didalam menentukan prioritas, rasio modal-output dari berbagai proyek harus diperbandingkan. Investasi harus dibatasi pada proyek-proyek yang memperkecil rasio modal-output. Disamping rasio modal-output, ada hal lain yang penting dipertimbangkan seperti rasio


(38)

buruh-investasi dan dampak buruh-investasi terhadap distribusi pendapatan. (Jhingan : 2007).

2.4 Angkatan Kerja

Angkatan Kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas dan selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun untuk sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti menunggu panen, sedang cuti dan sedang menunggu pekerjaan berikutnya (pekerja bebas profesional seperti dukun dan dalang). Disamping itu termasuk pula mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan atau mengharapkan mendapat pekerjaan. Sedangkan Bukan Angkatan Kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas dan selama seminggu yang lau hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja dan mencari kerja.

Dalam analisis tenaga kerja, bagian yang sangat penting mendapat perhatian adalah angkatan kerja. Angkatan kerja (economically active) didefenisikan bagian dari tenaga kerja yang benar-benar siap bekerja untuk memproduksi barang dan jasa. Mereka yang siap bekerja ini terdiri dari yang benar-benar bekerja dan pengangguran. Penggangguran disini didefenisikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja dan saat sedang mencari kerja atau mempersiapkan usaha atau juga orang yang sudah merasa putus asa untuk mendapatkan pekerjaan. Selanjutnya Tenaga Kerja yang termasuk kedalam bukan angkatan kerja (uneconomically active) adalah mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga, penerima pendaptan (pensiunan) dan lain-lain.


(39)

Angkatan kerja Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SD kebawah. Persentase angkatan kerja golongan ini mencapai 37,89%. Angkatan kerja setingkat SMTP dan SMTA sekitar 23,80% dan 32,90% sedangkan sisanya 5,4 % diatas SMTA. Dengan rendahnya pendidikan angkatan kerja memungkinkan produktifitas juga belum optimal.

Angkatan kerja di Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SD ke bawah. Persentase angkatan kerja golongan ini mencapai 40,66 persen, angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SLTP dan SLTA masing-masing sekitar 23,70 persen dan 29,27 persen sedangkan sisanya 6,37 persen berpendidikan di atas SLTA. Dengan masih rendahnya pendidikan angkatan kerja memungkinkan produktivitasnya juga masih belum optimal.

Jika dilihat dari status pekerjaannya, hampir sepertiga (28,40 persen) penduduk yang bekerja di Sumatera Utara adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai sekitar 20,12 persen, sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 20,62 persen. Hanya 2,78 persen penduduk Sumatera Utara yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota keluarganya.

Jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkata kerja pada Agustus 2008 adalah sebanyak 6,09 juta jiwa yang terdiri dari 5,54 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 554,5 ribu jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk Sumatera Utara yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 47,12 persen. Sektor kedua


(40)

terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Sumatera Utara adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 20,20 persen.

Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa-jasa, baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 12,04 persen, sementara penduduk yang bekerja di sektor industri hanya sekitar 8,08 persen saja. Selebihnya bekerja di sektor penggalian dan pertambagan, sektor listrik, gas, dan air minum, sektor bangunan, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan.

.


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah untuh melihat pengaruh PDRB tingkat investasi dan tingkat angkatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Utara selama kurun waktu 1989-2010 (21 tahun).

3.2 Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berbentuk angka kuantitatif tahunan dari tahun 1989 hinggga tahun 2010. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, perpustakaan, dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Pengolahan Data

Pengolahan data yang digunakan adalah program Eviews 4.1 3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam menggambarkan hubungan antara dependen variable dan independent variable adalah dengan menggunakan model regresi berganda (multiple regression). Kaidah yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Dengan model persamaan sebagai berikut :


(42)

Dimana :

Y = Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara (jiwa)

α = Konstanta

β1, β2, β3 = Koefisien regresi

X1 = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), ( rupiah)

X2 = Jumlah realisasi investasi ( rupiah)

X3 = Angkatan Kerja (jiwa/orang)

μ = Kesalahan penggangu (Error term) 3.4.1 Uji Kesesuaian

1. Koefisien Determinasi (R Square)

Koefisien determinasi yang dinotasikan R2, merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi. Nilai koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variable terikat dapat diterangkan oleh variable bebasnya.

2. Uji F- Statistik

Uji F -Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variable bebas terhadap variable terikat. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

H0 : βi = 0

H1: βi ≠ 0

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F –hitung dengan F –tabel, dengan criteria sebagai berikut :


(43)

H0 diterima jika Fhitung < Ftabel

Artinya variable bebas tidak mempengaruhi variable terikat. H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel

Artinya variable bebas mempengaruhi variable terikat. 3. Uji t statistik

Uji t merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variable dependen dengan menganggap variabel indenpenden lain konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : βi = 0

H1: βi ≠ 0

Dengan criteria sebagai berikut : H0 diterima jika t hitung < t table

Artinya variable bebas tidak mempengaruhi variable terikat H0 ditolak jika t hitung > t table

Artinya variable bebas mempengaruhi variable terikat. 3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Dalam uji ini dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Uji Multikoliniritas

Suatu model regresi linier akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikoliniritas. Multikoliniritas terjadi karena adanya hubungan yang kuat atau sempurna sesama variabel independent dari suatu model estimasi.


(44)

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Dengan kata lain variabel gangguan tidak random. Factor-faktor yang menyebabkan autokorelasi antara lain kesalahan dalam menentukan model, penggunaan log pada model dan tidak memasukkan variabel yang penting. Akibat dari adanya autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan variansnya tidak minimum, sehingga tidak efisien.

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson sebagai berikut :

Menghitung nilai d dengan rumus :

d hit =

− −

2 2 1) (

t t t

e e e

Hipotesis yang digunakan adalah : H0 : ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi

H0: ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi

3. Uji Normalitas

Asumsi dalam OLS adalah nilai-nilai dari faktor penggganggu adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test).

3.5 Defenisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup variabel yang ada, maka akan dijelaskan defenisi operasional variabel dependen dan variabel independent sebagai berikut :


(45)

1. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana masyarakat tidak mampu memenuhi standar hidup minimum yang dinyatakan dalam satuan jiwa. 2. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah seluruh nilai

produk barang dan jasa yang dihasilkan unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam janka waktu tertentu (milyar rupiah).

3. Investasi adalah seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri , pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa barang mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang jadi (juta rupiah).


(46)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum propinsi Sumatera Utara 4.1.1 Lokasi dan keadaan Geografis

Propinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia terletak pada garis 1o-4o dan 98o-100o BT dengan luas 71.680 km2 (14,95% dari luas Sumatera dan 3,69% dari luas wilayah Negara Indonesia atau terbesar ke tujuh dari luas wilayah Republik Indonesia). Letak propinsi ini sangat srategi karena berada pada jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan Singapura dan Malaysia serta diapit oleh tiga provinsi dengan batas-batas sebagai berikut :

 Sebealah Utara berbatasan dengan propinsi Daerah Istimewah Aceh.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan propinsi Sumatera Barat dan Riau.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, propinsi Sumatera Utara dibagi menjadi 3 kelompok wilayah yaitu :

 Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga dan Nias).

 Dataran tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematangsiantar, Karo dan Dairi)

 Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai dan Labuhan Batu).

Jumlah pulau di propinsi Sumatera Utara sekitar 162 pulau yang terdiri dari 156 pulau berada di tepi Pantai Barat dan 6 pulau di Pantai Timur. Pada bulan


(47)

juni 2008 Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 18 kabupaten dan 7 kota. Keseluruhan kabupaten/kota ini terbagi dalam 357 kecamatan dan 5616 desa/kelurahan.

Tabel 4.1.1 Luas Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

NO Kabupaten/Kota Luas (Km2)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Kabupaten Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasuduntan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Kota Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidempuan 3.495,39 6.620,70 12.163,65 2.158,00 3.764,65 2.352,35 9.233,18 4.580,75 4.368,60 1.927,80 2.172,25 2.486,48 6263,29 1.625,91 2.297,60 1.218,30 2.433,50 1.913,33 10,77 61,52 79,97 38,44 265,10 90,24 114,65

Sumatera Utara 71.680,68


(48)

4.1.2 Kondisi iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, provinsi Sumatera Utara mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin pasat dan angina muson. Kelembapan udara rata-rata 78%-91% per tahun, curah kurang lebih 1800-4000 mm per tahun dan penyinaran matahari 43%. Sebagaimana provinsi lain, musim hujan biasanya pada bulan Nopember sampai dengan bulan Maret dan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai bulan Oktober, diantara kedua musim ini diselingi oleh musim pancaroba. Ketinggian permukaan dataran provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bias mencapai 35oC. Sebagian daerahnya berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bias mencapai 14oC.

Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0-12% seluas 65,51% seluas 8,64 % dan diatas 40% seluas 24,28%, sedangkan luas wilayah Danau Toba 112.920 Ha atau 1,57%.

Berdasarkan topografinya, Sumatera Utara dibagi 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian Tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 Km2 atau 34,77 persen dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi


(49)

yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis.

Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 Km2 atau 65,23 persen dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim,topografi dan kontur serta daerah yang strukutur tanahnya labil. Beberapa danau, sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan vulkanik.

4.1.3 Potensi wilayah

Wilayah Sumatera Utara menjadi potensi yang cukup luas dan subur untuk dikembangkan menjadi awal pertanian untuk menunjang pertumbuhan industri. Laut, danau dan sungai merupakan potensi perikanan dan perhubungan. Sedangkan keindahan alam daerah merupakan potensi energik untuk perkembagan industri, perdagangan, dan lain-lain.

Dalam wilayah Sumatera Utara terkandung bahan galian dan tambang seperti kapur, belerang, pasir kuarsa, kaolin, diatome, emas, batubara, minyak dan gas bumi. Kegiatan perekonomian terpenting Sumatera Utara adalah pada sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budidaya ekspor dari perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sedangkan industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri pengolahan yang menunjang sektor


(50)

pertanian, industri yang memproduksi barang-barang kebutuhan dalam negeri dan ekspor, meliputi industri logam dasar, aneka industri kimia dasar, industri kecil dan kerajinan. Posisi strategis wilayah Sumatera Utara dalam jalur perdagangan internasional ditunjang oleh adanya pelabuhan laut Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjungbalai (Teluk Nibung), Kuala Tanjung dan Labuhan Bilik.

Posisi strategis wilayah Sumatera Utara dalam jalur perdagangan internasional, ditunjang oleh adanya pelabuhan udara dan laut yaitu pelabuhan udara Polonia, Pinangsori, Binaka, Aek Godang, pelabuhan laut Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Kuala Tanjung dan Labuhan Bilik. Disamping fasilitas pelabuhan ini, sektor jasa berkaitan dengan fasilitas perbankan dan jasa-jasa perdagangan lainnya serta komunikasi seperti perhubungan darat, telepon, teleks, faximile, pos dan giro, telah cukup berkembang dan mampu mencapai sebagian besar kecamatan.

Kota Medan sebagai ibukota provinsi daerah tingkat I Sumatera Utara, disamping merupakan salah satu pusat pengembangan wilayah pembangunan kelompok Sumatera, memiliki fasilitas komunikasi, perbankan, dan jasa-jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya. Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tinggi termasuk politeknik, balai penelitian, dan balai pelatihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan yang terdidik dan terampil serta hasil-hasil penelitian yang bermamfaat bagi pembangunan daerah.


(51)

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa, dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.

Berdasarkan agama dan kepercayaan pada tahun 2000, penduduk propinsi Sumatera Utara terdiri dari 7.530 juta jiwa menganut agama Islam (65,54%), Kristen Katolik sebesar 0,55 juta jiwa (4,78%), Kristen Protestan sebesar 3.062 juta jiwa (26,6%), Hindu sebesar 0,19%, Budha sebesar 3,32% dan kepercayaan lain 0,23%.

Hasil susenas penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara 11.506.808 jiwa terdiri dari 5.750.315 jiwa penduduk laki-laki dan 5.756.493 jiwa penduduk perempuan.

Pada Tahun 2003 terjadi penurunan secara absolut menjadi 1,89 juta jiwa atau sebesar 15,89%. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi 1,80 juta jiwa (14,93%) pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,76 juta jiwa (14,28%), namun akibat kenaikan BBM pada Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa (15,66%) dan pada tahun 2007 penduduk miskin menjadi 1,77 juta jiwa (13,90%). Penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal di pedesaan sebesar 54,15% dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 45,85%.


(52)

Tabel 4.1.4 Tabel Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

NO Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

(jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Kabupaten Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasuduntan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara

Padang Lawas Utara Padang Lawas Kota Sibolga Tanjungbalai Pematangsiantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidempuan 443.492 423.712 263.812 314.632 267.595 171.833 1.027.964 688.529 853.112 371.983 360.880 1.738.431 1.042.523 272.848 155.290 41.062 131.549 630.728 382.474 193.278 185.209 94.614 163.679 238.773 141.059 2.102.105 252.652 188.499

Sumatera Utara 13.042.317

Sumber : Badan Pusat Statistik

4.2 Gambaran Perkembangan Variabel-variabel yang diteliti. 4.2.1. Jumlah Penduduk Miskin.


(53)

salah satunya adalah pertambahan jumlah penduduk miskin dan ini merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

Tabel 4.2.1 Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara Tahun Jumlah penduduk miskin

1989 686504

1990 1364926

1991 1356602

1992 1339959

1993 1331631

1994 902154

1995 472677

1996 1234194

1997 472677

1998 3550642

1999 1972700

2000 1199900

2001 1541895

2002 1883890

2003 1889400

2004 1800100

2005 1760228

2006 1979702

2007 1768500

2008 1613800

2009 1499700

2010 1490900

Sumber : Bada Pusat Statistik

Dari tabel 4.2.1 jumlah penduduk miskin menunjukan adanya fluktasi pertambahan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara dari Tahun 1989 – 2010. Kenaikan secara drastis jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara terjadi pada tahun 1998, yang pada saat itu terjadi awal krisis ekonomi di Indonesia.


(54)

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 4.2.1 dibawah ini

Gambar 4.2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 1989 – 2010 4.2.2 Produk Domestik Regional Bruto.

Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan tingkat pertumbuhan di Sumatera Utara. Kurangnya Produk Domestik Regional Bruto suatu negara merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kerentanan ekonomi negara tersebut.

Tabel 4.2.2 PDRB atas harga berlaku Di Sumatera Utara Tahun 1989 - 2010

Tahun PDRB

1989 9.039.390.000.000 1990 10.390.760.000.000 1991 11.693.510.000.000 1992 13.726.460.000.000 1993 1.342.310.000.000 1994 21.298.661.110.000 1995 24.850.614.510.000 1996 28.173.160.930.000 1997 34.006.774.640.000 1998 50.705.973.100.000 1999 61.975.550.990.000 2000 68.086.174.000.000 2001 78.437.128.000.000 2002 88.868.564.000.000


(55)

2004 117.241.670.000.000 2005 139.618.323.640.000 2006 160.376.799.090.000 2007 181.819.737.320.000 2008 213.931.696.780.000 2009 236.353.615.830.000 2010 275.700.207.280.000 Sumber : Badan Pusat Statistik.

Dari tabel 4.2.2 Produk Domestik Regional Bruto menunjukan tren meningkat di tiap tahunnya dari tahun 1989 – 2010, hanya pada tahun 1993 Produk Domestik Regional Bruto di Sumatera Utara Mengalami penurunan. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara dapat dilihat dalam bentuk grafik pada gambar 4.2.2 dibawah ini.

Gambar 4.2.2 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Tahun 1989-2010 4.2.3 Pekembangan Investasi

Investasi sangat di perlukan didalam menggurangi jumlah penduduk miskin disebabkan sangat diperlukannya investor – investor dari dalam maupun dari luar negeri datang ke Sumatera Utara untuk menanamkan modalnya di Sumatera Utara sehingga akan banyaknya diserap angkatan kerja. Tujuan pengeluaran investasi adalah pembelian barang-barang yang memberi harapan


(56)

menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang. Artinya pertimbangan yang diambil oleh pengusaha atau perusahaan dalam memutuskan membeli atau tidak membeli barang dan jasa tersebut adalah harapan dari pengusaha atau perusahaan akan kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh.

Pengeluaran investasi dapat juga meliputi pengeluaran yang ditambahkan pada komponen-komponen barang modal. Kegiatan investasi dapat dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta. Dalam hal ini kegiatan investasi dapat dibedakan atas investasi otonom dan investasi yang terdorong (Harjanti, 2005).

Investasi otonom adalah investasi yang bebas dilakukan tanpa terpengaruh atau terdorong oleh faktor lainnya. Umumnya jenis investasi ini dilakukan oleh Pemerintah dengan maksud sebagai landasan pertumbuhan ekonomi berikutnya, misalnya investasi untuk pembuatan jalan-jalan, jembatan-jembatan dan infrastruktur lainnya. Sedangkan investasi yang terdorong adalah investasi yang dilakukan sebagai akibat kenaikan permintaan atau dorongan pemerintah.

Tabel 4.2.3. Nilai Realisasi Investasi Di Sumatera Utara Tahun 1989 - 2010

Tahun Investasi 1989 139.181.900.000 1990 250.409.600.000 1991 227.071.000.000 1992 118.243.400.000 1993 139.124.400.000 1994 552.053.600.000 1995 316.447.000.000 1996 243.353.100.000 1997 444.803.500.000 1998 37.239.130.000 1999 105.716.300.000 2000 78.485.230.000 2001 519.744.700.000


(57)

2002 339.603.400.000 2003 504.056.600.000 2004 532.653.600.000 2005 265.674.300.000 2006 596.055.300.000 2007 167.246.300.000 2008 391.333.700.000 2009 2.644.965.000.000 2010 331.237.900.000 Sumber : Badan Pusat Statistik.

Dari Tabel 4.2.3. investasi menunjukkan adanya fluktasi di setiap tahunnya dari tahun 1989 – 2010. Fluktasi ini terjadi akibat kurang percayanya para investor datang ke Sumatera Utara yang disebabkan oleh masih kurangnya rasa aman serta kurang stabilnya kondisi politik di Sumatera Utara. Penurunan investasi yang sangat drastis terjadi pada tahun 1998 (terjadi krisis moneter).

Perkembangan jumlah investasi di Sumatera Utara dapat dilihat dalam bentuk grafik pada gambar 4.2.3 dibawah ini.


(58)

4.2.4 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja.

Angkatan Kerja merupakan indikator penting dalam mengurangi tingkat kemiskinan, dengan semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja semakin meningkat pula jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara. Setelah krisis moneter angakatan kerja terus meningkat setiap tahunnya, hanya saja lapangan kerja yang tidak mengikuti kenaikan jumlah angkatan kerja sehingga jumlah pengganguran bertamabah. Dengan bertambahnya pengangguran makan jumlah kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara meningkat.

Tabel 4.2.4 Jumlah Angkatan Kerja Di Sumatera Utara Tahun 1989 - 2012

Tahun Jumlah Angkatan Kerja

1989 4230793

1990 3948729

1991 4089756

1992 4230783

1993 4825365

1994 4818331

1995 4811298

1996 4874053

1997 4936809

1998 499564

1999 5062320

2000 5283268

2001 5206535

2002 5283857

2003 5239910

2004 5514470

2005 5803112

2006 5491695

2007 5648000

2008 5654131

2009 6298070

2010 6617377


(59)

Dari Tabel 4.2.4 jumlah angkatan kerja menunjukkan tren meningkat di setiap tahunnya dari tahun 1989 – 2010 sedangkan pada tahun 1998 mengalami penurunan.

Perkembangan jumlah angkatan kerja di Sumatera Utara dapat dilihat dalam bentuk grafik pada gambar 4.2.4 dibawah ini :

Gambar 4.2.4 Perkembangan Angkatan Kerja Tahun 1989 -2010 4.3 Hasil Regresi Linier Berganda.

Regresi Linier Berganda adalah regresi antara variabel di mana variabel bebasnya lebih dari satu. Variabel bebas yang diteliti adalah Produk Domestik Regional Bruto, Investasi dan Angkatan Kerja sedangkan variabel terikatnya adalah Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

Hasil Interprestasi dari hasil Output (Lampiran I) adalah sebagai berikut : • Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,621619, artinya variabel Produk

Domestik Regional Bruto, Investasi dan Angkatan Kerja secara bersama-sama mampu menjelaskan veriabel jumlah penduduk miskin sebesar


(60)

62,16 % dan sisanya 37,84% dapat dijelaskan oleh variabel lain (yang tidak termasuk dalam model regresi).

• Angkatan Kerja bertanda negatif, yang artinya variabel Angkatan kerja yang sejalan hipotesis bahwa Angkatan Kerja berpengaruh Negatif dengan Jumlah Penduduk Miskin, sedangkan variabel Produk Domestik Regional Bruto dan Investasi bertanda positif yang artinya kedua variabel ini berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin dan tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya, maka Sumatera Utara diharapkan dapat menjaga kesetabilan PDRB dan Investasi,

• Jika dilihat dari variabel signifikan, maka variabel PDRB (X1) dan Investas (X2) yang signifikan sedangkan variabel Angkatan Kerja (X3) tidak Signifikan. Hal ini dikarenakan variabel PDRB dan Investasi memiliki nilai t-statistik yang tinggi dan nilai probabilitasnya rendah. Sebaliknya, variabel Angkatan kerja memiliki nilai t- statistiknya yang rendah dan nilai probabilitasnya tinggi, hal ini berarti sejalan dengan interprestasi nomor dua yang menyimpulkan bahwa angkatan kerja sebaiknya tidak dimasukkan dalam model,

• Berkaitan dengan variabel Angkatan Kerja yang tidak signifikan hasilnya, bukan berarti menentang teori. Karena kedinamisan ilmu ekonomi dikarenakan dalam perhitungan Angkatan Kerja ada yang terhitung di dalamnya ada Angkatan Kerja yang tertutup.

Persamaan Regresi :


(61)

4.4 Hasil Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas dikenalkan oleh Ragnar Frisch (1934). Sebuah model regresi dikatakan terkena multikolinieritas apabila terjadi hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dar suatu model regresi dan saat ini peneliti menggunakan cara korelasi parsial.

Hasil Interprestasi dari hasil Output (Lampiran I) adalah sebagai berikut : Dengan membandingkan nilai R2 Y,X1,X2 dengan R2 Y,X2,X3 dan R2 Y,X3,X1 adalah 0,093445 : 0,183872 : 0,613113 berarti ditemukan multikolinieritas dari model diatas.

4.5 Hasil Uji Normalitas

Dari hasil interprestasi (lampiran II) diperoleh bahwa besar nilai Jarque Berra normality test statistik adalah 0,803378. Kemudian dengan nilai x2 tabel (0,05) degree of fredom (derajat kebebasan) adalah 3 maka diperoleh 7,81 , maka diperoleh berdistribusi normal.

Cara lain untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan menggunakan JB-Test adalah dengan melihat angka probabilitas. 0,66 > 0,05 maka data berdistribusi normal.

4.6 Hasil Uji Autokorelasi

Model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh faktor pengganggu pada pengamatan lain. Apabila ada gangguan antara anggota serangkaian observasi pada data runtun waktu maka akan muncul autokorelasi. Masalah


(62)

autokorelasi biasanya muncul pada data time series. Dalam data tersebut, observasi diurutkan secara kronologis sehingga sangat memungkinkan terjadinya hubungan terutama bila selang waktu pengamatan sangat pendek.

DW Kesimpulan

< 1,10 1,10 – 1,54 1,55 – 2,46 2,46 – 2,90 > 2,91

Ada

Tanpa kesimpulan Tidak ada

Tanpa kesimpulan Ada

Dari hasil interprestasi (lampiran III) diperoleh DW adalah 2,04 maka diperoleh kesimpulan tidak ada korelasi.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi dan Angkatan Kerja, 2. Berdasarkan hasil uji Multikolineritas dapat disimpulkan bahwa

masing-masing variabel dalam tiap persamaan saling berkointegrasi atau mencapai keseimbangan dalam jangka panjang.

3. Berdasarkan hasil uji Normalitas dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel berdistribusi normal dalam jangka panjang.

4. Berdasarkan hasil uji Autokorelasi dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel tidak ada korelasi dalam jangka panjang.

5.2 Saran

Ada beberapa saran dan kebijakan yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu :

1. Menjaga kestabilan Produk Domestik Regional Bruto dan menjaga tingkat investasi masuk ke Sumatera Utara. Sehingga tingkat kemiskinan di Sumatera Utara dapat diatasi.

2. Menjaga keamanan dan kestabilan politik di Sumatera Utara agar investor tertarik untuk menanamkan modal ke Sumatera Utara. Apabila tidak dijaga


(64)

kestabilan tersebut akan mengakibatkan investor dapat menarik dananya secara besar-besaran dan akibatnya adalah tingkat kemiskinan bertambah. 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian yang lebih lanjut


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Sumatera Dalam Angka 1989-2010, Medan: BPS.

Brata, Aloysius Gunadi. 2005. Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan

Manusia, dan Kemiskinan. Yogyakarta : LPUAJ

Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Kuncoro, M. 2010. Ekonomi Pembangunan : Masalah, Kebijakan Dan Politik.

Jakarta :Erlangga

Nachrowi, D.N, Hardius. 2006. Ekonometrika. Jakarta. LPFE-UI.

Supriatna, Tjahya, 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Sutyastie, Prijono. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Susanti, Hera. 2000. Indikator-Indikator Makro Ekonomi. Jakarta: LPFE-UI. Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta :

Raja Grafindo Persada,

Sukirno, Sadono. 2010,Ekonomi Pembangunan; Proses, Masalah Dan Dasar Kebijakan, Edisi Ketiga. Jakarta : Kencana

Todaro, Michael P, 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid I, Terjemahan Haris Munandar, Jakarta: Penerbit Erlangga.


(66)

Wahyu. A. Pratomo, Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews


(67)

Lampiran I

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:20 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3322144. 424407.1 7.827730 0.0000

X1 6647.738 1456.769 4.563343 0.0002

X2 326.0086 512.5061 0.636107 0.5327

X3 -0.505252 0.100797 -5.012564 0.0001

R-squared 0.621619 Mean dependent var 1505122.

Adjusted R-squared 0.558555 S.D. dependent var 639391.1

S.E. of regression 424819.8 Akaike info criterion 28.91968

Sum squared resid 3.25E+12 Schwarz criterion 29.11805

Log likelihood -314.1165 F-statistic 9.857027


(68)

Lampiran II Uji Multikolinieritas Dependent Variable: Y

Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:52 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1433758. 294440.7 4.869429 0.0001

X1 2111.183 1719.801 1.227574 0.2346

X2 -419.2634 738.9250 -0.567396 0.5771

R-squared 0.093445 Mean dependent var 1505122.

Adjusted R-squared -0.001982 S.D. dependent var 639391.1

S.E. of regression 640024.4 Akaike info criterion 29.70252

Sum squared resid 7.78E+12 Schwarz criterion 29.85130

Log likelihood -323.7278 F-statistic 0.979232

Durbin-Watson stat 1.804867 Prob(F-statistic) 0.393772

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:55 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3338782. 416910.8 8.008385 0.0000

X3 -0.486651 0.094939 -5.125938 0.0001

X1 6422.856 1390.903 4.617759 0.0002

R-squared 0.613113 Mean dependent var 1505122.

Adjusted R-squared 0.572388 S.D. dependent var 639391.1

S.E. of regression 418110.9 Akaike info criterion 28.85100

Sum squared resid 3.32E+12 Schwarz criterion 28.99978

Log likelihood -314.3611 F-statistic 15.05497


(69)

Dependent Variable: Y

Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:54 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2651883. 569185.8 4.659081 0.0002

X3 -0.219488 0.112906 -1.943991 0.0669

X2 -241.5569 710.7099 -0.339881 0.7377

R-squared 0.183872 Mean dependent var 1505122.

Adjusted R-squared 0.097963 S.D. dependent var 639391.1

S.E. of regression 607265.6 Akaike info criterion 29.59744

Sum squared resid 7.01E+12 Schwarz criterion 29.74622

Log likelihood -322.5719 F-statistic 2.140327


(70)

Lampiran III Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6

-500000 0 500000

Series: Residuals Sample 1989 2010 Observations 22

Mean 6.09E-10 Median 2721.828 Maximum 699444.1

Minimum -684290.4

Std. Dev. 397702.8 Skewness -0.224161 Kurtosis 2.178160 Jarque-Bera 0.803378 Probability 0.669189


(1)

Lampiran I

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:20 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3322144. 424407.1 7.827730 0.0000 X1 6647.738 1456.769 4.563343 0.0002 X2 326.0086 512.5061 0.636107 0.5327 X3 -0.505252 0.100797 -5.012564 0.0001 R-squared 0.621619 Mean dependent var 1505122. Adjusted R-squared 0.558555 S.D. dependent var 639391.1 S.E. of regression 424819.8 Akaike info criterion 28.91968 Sum squared resid 3.25E+12 Schwarz criterion 29.11805 Log likelihood -314.1165 F-statistic 9.857027 Durbin-Watson stat 1.363588 Prob(F-statistic) 0.000455


(2)

Lampiran II

Uji Multikolinieritas

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:52 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1433758. 294440.7 4.869429 0.0001 X1 2111.183 1719.801 1.227574 0.2346 X2 -419.2634 738.9250 -0.567396 0.5771 R-squared 0.093445 Mean dependent var 1505122. Adjusted R-squared -0.001982 S.D. dependent var 639391.1 S.E. of regression 640024.4 Akaike info criterion 29.70252 Sum squared resid 7.78E+12 Schwarz criterion 29.85130 Log likelihood -323.7278 F-statistic 0.979232 Durbin-Watson stat 1.804867 Prob(F-statistic) 0.393772

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:55 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3338782. 416910.8 8.008385 0.0000 X3 -0.486651 0.094939 -5.125938 0.0001 X1 6422.856 1390.903 4.617759 0.0002 R-squared 0.613113 Mean dependent var 1505122. Adjusted R-squared 0.572388 S.D. dependent var 639391.1 S.E. of regression 418110.9 Akaike info criterion 28.85100 Sum squared resid 3.32E+12 Schwarz criterion 28.99978 Log likelihood -314.3611 F-statistic 15.05497 Durbin-Watson stat 1.202807 Prob(F-statistic) 0.000121


(3)

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 17:54 Sample: 1989 2010

Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2651883. 569185.8 4.659081 0.0002 X3 -0.219488 0.112906 -1.943991 0.0669 X2 -241.5569 710.7099 -0.339881 0.7377 R-squared 0.183872 Mean dependent var 1505122. Adjusted R-squared 0.097963 S.D. dependent var 639391.1 S.E. of regression 607265.6 Akaike info criterion 29.59744 Sum squared resid 7.01E+12 Schwarz criterion 29.74622 Log likelihood -322.5719 F-statistic 2.140327 Durbin-Watson stat 1.020546 Prob(F-statistic) 0.145113


(4)

Lampiran III

Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6

-500000 0 500000

Series: Residuals Sample 1989 2010 Observations 22

Mean 6.09E-10 Median 2721.828 Maximum 699444.1 Minimum -684290.4 Std. Dev. 397702.8 Skewness -0.224161 Kurtosis 2.178160 Jarque-Bera 0.803378 Probability 0.669189


(5)

Lamppiran IV

Uji AutoKorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.354036 Probability 0.284669 Obs*R-squared 3.023003 Probability 0.220578 Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/30/12 Time: 18:01

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 323463.0 466658.4 0.693147 0.4976 X3 -0.072326 0.107155 -0.674963 0.5088 X1 262.3902 1457.509 0.180026 0.8593 RESID(-1) 0.396513 0.278062 1.425990 0.1720 RESID(-2) 0.082930 0.257657 0.321864 0.7515 R-squared 0.137409 Mean dependent var 6.09E-10 Adjusted R-squared -0.065553 S.D. dependent var 397702.8 S.E. of regression 410531.3 Akaike info criterion 28.88501 Sum squared resid 2.87E+12 Schwarz criterion 29.13297 Log likelihood -312.7351 F-statistic 0.677018 Durbin-Watson stat 2.046112 Prob(F-statistic) 0.617157


(6)

Tahun

Jumlah

Penduduk

miskin

PDRB

Investasi

Angkatan

kerja

1989

686504

9.039.390.000.000

139.181.880.000

4230793

1990

1364926

10.390.760.000.000

250.409.600.000

3948729

1991

1356602

11.693.510.000.000

227.071.030.000

4089756

1992

1339959

13.726.460.000.000

118.243.370.000

4230783

1993

1331631

1.342.310.000.000

139.124.370.000

4825365

1994

902154

21.298.661.110.000

552.053.560.000

4818331

1995

472677

24.850.614.510.000

316.447.010.000

4811298

1996

1234194

28.173.160.930.000

243.353.070.000

4874053

1997

472677

34.006.774.640.000

444.803.500.000

4936809

1998

3550642

50.705.973.100.000

37.239.130.000

499564

1999

1972700

61.975.550.990.000

105.716.340.000

5062320

2000

1199900

68.086.174.000.000

78.485.230.000

5283268

2001

1541895

78.437.128.000.000

519.744.660.000

5206535

2002

1883890

88.868.564.000.000

339.603.380.000

5283857

2003

1889400

102.508.911.000.000

504.056.610.000

5239910

2004

1800100

117.241.670.000.000

532.653.580.000

5514470

2005

1760228

139.618.323.640.000

265.674.540.000

5803112

2006

1979702

160.376.799.090.000

596.055.250.000

5491695

2007

1768500

181.819.737.320.000

167.246.330.000

5648000

2008

1613800

213.931.696.780.000

391.333.720.000

5654131

2009

1499700

236.353.615.830.000

2.644.965.260.000

6298070

2010

1490900

275.700.207.280.000

3.312.379.350.000

6617377


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara

6 94 68

Kajian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Jenis Penggunaannya di Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan Data Pada Tahun 2005-2012

2 35 60

Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto , Investasi, Inflasi Dan Pengangguran Terhadap Pendapatan Daerah Di Provinsi Sumatera Utara

1 46 146

Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Nilai Tukar Rupiah Dan Inflasi Terhadap Nilai Impor Migas Dan Non Migas Indonesia

5 46 129

Determinan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Dairi

1 77 107

Peramalan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Labuhanbatu Pada Sektor Pertanian Tahun 2011

4 41 56

Analisis Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Perkapita Kota Padangsidimpuan

0 43 71

INVESTASI DOMESTIK, INVESTASI ASING DANTENAGA KERJA TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI SUMATERA UTARA.

0 3 23

PENGARUH SEKTOR PARIWISATA, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), TINGKAT INVESTASI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb), Tingkat Investasi Dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan Pendapatan Asl

0 2 18

PENGARUH SEKTOR PARIWISATA, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), TINGKAT INVESTASI DAN JUMLAH PENDUDUK Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb), Tingkat Investasi Dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

0 3 15