Respons Perkecambahan Benih Pinang Terhadap Berbagai Skarifikasi Dan Konsentrasi Asam Giberelat (GA3)

(1)

RESPONS PERKECAMBAHAN BENIH PINANG (Areca catechu L.) TERHADAP BERBAGAI SKARIFIKASI DAN KONSENTRASI ASAM GIBERELAT (GA3)

SKRIPSI

Oleh:

DINI MISTIANI

080301030

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012


(2)

RESPONS PERKECAMBAHAN BENIH PINANG (Areca catechu L.) TERHADAP BERBAGAI SKARIFIKASI DAN KONSENTRASI ASAM GIBERELAT (GA3)

SKRIPSI

Oleh:

DINI MISTIANI 080301030 AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(3)

Judul Skripsi : Respons perkecambahan benih pinang terhadap berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3)

Nama : Dini Mistiani

NIM : 080301030

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat Studi : Budidaya Perkebunan dan Pertanian

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :

Ir. Meiriani, M.P. Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D. Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Mengetahui,

Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

DINI MISTIANI: Respons Perkecambahan Benih Pinang terhadap Berbagai Skarifikasi dan Konsentrasi Asam Giberelat (GA3), dibimbing oleh MEIRIANI

dan EDISON PURBA.

Perbanyakan pinang secara generatif memerlukan waktu yang lama untuk proses perkecambahannya yaitu 8-12 minggu, salah satu penyebabnya adalah adanya dormansi yang disebabkan oleh kulit biji yang keras yang menghambat masuknya air ke dalam biji. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl) pada Maret-Mei 2012 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu skarifikasi benih (tanpa, pangkal, perut, dan ujung) dan perendaman dengan asam giberelat (GA3) (0, 100,

200, dan 300 mg/l). Parameter yang diamati adalah laju perkecambahan, panjang bibit, panjang akar, jumlah akar dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi benih berpengaruh nyata terhadap parameter laju perkecambahan benih hingga 64% dan jumlah daun hingga 167%. Konsentrasi asam giberelat (GA3) berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter, begitu

juga interaksi antara skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3).


(5)

ABSTRACT

DINI MISTIANI: Response the Seed Germination of Betel Nut (Areca catechu) on Some of Scarification and Gibberelic Acid (GA3) Concentration, supervised by

MEIRIANI and EDISON PURBA.

The generative multiplication of betel nut need a long time to germinate about 8-12 weeks. One of causes is the ossify husk of seed dormancy which inhibit water into the seed. Therefore, a research had been conducted at Green House, Faculty of Agriculture, USU (± 25 m asl) from March until May 2012 using factorial randomized block design with 2 (two) factors, i.e. scarification (without, base, middle, and tip) and gibberelic acid (GA3) concentration (0, 100, 200, and

300 mg/l). The parameters observed were speed of germination, seedling length, root length root number and leaf number. The result showed that scarification affected significantly on parameter speed of germination upto 64% and leaf number upto 167%. The gibberelic acid (GA3) concentration did not affect

significantly on all parameters and so do the things of interaction between scarification and gibberelic acid (GA3)concentration.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Dini Mistiani dilahirkan di Petumbukan (Kab. Deli Serdang) pada tanggal 12 Januari 1988, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak

Rusdi dan Ibu Poniani.

Tahun 2006 lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam. Terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Pertanian USU melalui jalur UMB pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Laboratorium Agroklimatologi dan Ekologi Tanaman (2009/2010).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Putih, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan Juni sampai Juli 2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat, karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul " Respons Perkecambahan Benih Pinang terhadap Berbagai Skarifikasi dan Konsentrasi Asam Giberelat (GA3)."

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan

mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Ibu Ir. Meiriani, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D. selaku anggota komisi pembimbing yang

telah banyak membimbing dan memberikan berbagai masukan yang berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi yang tak dapat disebutkan namanya satu per satu disini yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2012


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Perkecambahan Benih ... 7

Dormansi Benih ... 9

Skarifikasi ... 10

Asam Giberelat (GA3) ... 11

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Metode Analisis Data ... 15

Parameter Yang Diukur... 16

Laju Perkecambahan (hari) ... 17

Panjang Bibit (cm) ... 17

Panjang Akar (cm) ... 17

Jumlah Akar ... 17

Jumlah Daun (helai) ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Pembuatan Bak Perkecambahan ... 17

Persiapan Media Perkecambahan ... 17

Seleksi Benih ... 18

Skarifikasi Benih ... 18

Perendaman Benih ... 18


(9)

Penyiangan ... 19

Pengendalian OPT ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Pembahasan ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(10)

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Tabel laju perkecambahan benih (hari) ... 20

2. Tabel rataan panjang bibit (cm) ... 22

3. Tabel rataan panjang akar (cm) ... 23

4. Tabel rataan jumlah akar ... 24

5. Tabel rataan jumlah daun (helai) ... 25 No.


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Penampang buah pinang ... 6 2. Histogram laju perkecambahan benih pada berbagai skarifikasi ... 21 3. Histogram jumlah daun pinang pada berbagai skarifikasi ... 25


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data laju perkecambahan benih (hari) ... 36

2. Tabel sidik ragam laju perkecambahan benih ... 36

3. Data panjang bibit (cm) ... 37

4. Tabel sidik ragam panjang bibit ... 37

5. Data panjang akar (cm) ... 38

6. Tabel sidik ragam panjang akar ... 38

7. Data jumlah akar ... 39

8. Tabel sidik ragam jumlah akar ... 39

9. Data jumlah daun (helai) ... 40

10. Tabel sidik ragam jumlah daun (helai) ... 40

11. Jadwal pelaksanaan penelitian ... 41


(13)

ABSTRAK

DINI MISTIANI: Respons Perkecambahan Benih Pinang terhadap Berbagai Skarifikasi dan Konsentrasi Asam Giberelat (GA3), dibimbing oleh MEIRIANI

dan EDISON PURBA.

Perbanyakan pinang secara generatif memerlukan waktu yang lama untuk proses perkecambahannya yaitu 8-12 minggu, salah satu penyebabnya adalah adanya dormansi yang disebabkan oleh kulit biji yang keras yang menghambat masuknya air ke dalam biji. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl) pada Maret-Mei 2012 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu skarifikasi benih (tanpa, pangkal, perut, dan ujung) dan perendaman dengan asam giberelat (GA3) (0, 100,

200, dan 300 mg/l). Parameter yang diamati adalah laju perkecambahan, panjang bibit, panjang akar, jumlah akar dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi benih berpengaruh nyata terhadap parameter laju perkecambahan benih hingga 64% dan jumlah daun hingga 167%. Konsentrasi asam giberelat (GA3) berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter, begitu

juga interaksi antara skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3).


(14)

ABSTRACT

DINI MISTIANI: Response the Seed Germination of Betel Nut (Areca catechu) on Some of Scarification and Gibberelic Acid (GA3) Concentration, supervised by

MEIRIANI and EDISON PURBA.

The generative multiplication of betel nut need a long time to germinate about 8-12 weeks. One of causes is the ossify husk of seed dormancy which inhibit water into the seed. Therefore, a research had been conducted at Green House, Faculty of Agriculture, USU (± 25 m asl) from March until May 2012 using factorial randomized block design with 2 (two) factors, i.e. scarification (without, base, middle, and tip) and gibberelic acid (GA3) concentration (0, 100, 200, and

300 mg/l). The parameters observed were speed of germination, seedling length, root length root number and leaf number. The result showed that scarification affected significantly on parameter speed of germination upto 64% and leaf number upto 167%. The gibberelic acid (GA3) concentration did not affect

significantly on all parameters and so do the things of interaction between scarification and gibberelic acid (GA3)concentration.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pinang (Areca catechu L.) termasuk salah satu jenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur yang sampai saat ini belum memperoleh perhatian serius, dibanding tanaman palma lainnya. Di

Indonesia tanaman pinang banyak terdapat di pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat), Kalimantan (Kalimantan Selatan dan

Kalimantan Barat), Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi utara) dan Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur) (Ferry, 2003).

Jenis tanaman ini di dunia barat dikenal dengan nama betel nut, terutama ditanam untuk dimanfaatkan buah (biji), daun dan sabutnya. Biji pinang dikenal sebagai salah satu campuran makan sirih. Biji berguna untuk bahan makanan, bahan baku industri seperti pewarna kain dan obat. Biji pinang sebagai obat tradisional diantaranya obat cacingan, luka dan kudis (Cahyana, 2005).

Produksi buah pinang dapat mencapai 50 – 100 buah/mayang dan 150 – 250 buah per mayang untuk ukuran buah lebih kecil. Tahun 2003 volume

ekspor pinang mencapai 77.126.347 kg dengan nilai US$ 22.960.446. Namun tanaman ini belum banyak dibudidayakan, sehingga umumnya yang diperdagangkan selama ini merupakan hasil pengumpulan dari berbagai daerah penghasil pinang. Pasar ekspor pinang antara lain Singapura 6.157 ton per bulan, Pakistan 27.138 ton per bulan, India 10.489 ton per bulan, dan Korea Selatan 125 ton per bulan (Barlina, 2007).

Perbanyakan pinang umumnya dilakukan dari penyemaian biji. Dalam kegiatan pembibitan pinang ada petani yang langsung menyemaikan biji pinang


(16)

dan ada pula yang harus diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum disemai yaitu dengan merendamnya selama 24 jam. Sebelum dilakukan perkecambahan biji, lahan pembibitan dipersiapkan dahulu. Untuk kebutuhan bibit pada lahan seluas 1 ha maka luas lahan perkecambahan yang diperlukan sekitar 4 – 5 m2 atau sekitar

400 biji/m2. Perkecambahan biji pinang pada umumnya berlangsung 1,5 – 2 bulan. Hal ini diduga karena biji pinang mempunyai lapisan endocarp

berupa cangkang biji yang keras sehingga menyulitkan terjadinya proses perkecambahan (Ferry, 1992).

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).

Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan lain yang sering digunakan adalah potassium hydroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat, dan thiourea. Di samping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah cytokinin,


(17)

giberellin dan auxin. Pemberian giberellin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 ppm dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo, 1988).

Giberelin dapat memecahkan dormansi biji dan tunas pada sejumlah tanaman. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat-zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditranspor ke embrio, dan di sini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah (Heddy, 1989).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam Giberelat (GA3) terhadap

perkecambahan benih Pinang (Areca catechu L.) untuk mempersingkat masa perkecambahan benih pinang, yaitu dengan meneliti pengaruh pemberian GA3

pada kisaran konsentrasi 0 – 300 mg/l dan skarifikasi pada tempat yang berbeda pada benih.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti respons perkecambahan benih Pinang (Areca catechu L.) terhadap berbagai skarifikasi dan konsentrasi Asam

Giberelat (GA3). Hipotesis penelitian

Berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam Giberelat (GA3) serta interaksi

keduanya berpengaruh nyata terhadap perkecambahan benih Pinang (Areca catechu L.).


(18)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman pinang mempunyai sistematika tanaman sebagai berikut: kingdom: Plantae; divisi: Magnoliophyta; kelas: Liliopsida; ordo: Arecales;

famili: Arecaceae; genus: Areca; spesies: Areca catechu L (Kristina dan Fatimah, 2007).

Tanaman ini berakar serabut, putih kotor. Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10 – 30 cm, diameter 15 – 20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas (Cahyana, 2005).

Daun majemuk menyirip tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1 – 1,8 meter, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi (Ferry, 1992).

Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Ada 1 bunga betina pada pangkal, diatasnya banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur. Bunga jantan panjang 4 mm, putih kuning, benang sari 6. Bunga betina panjang sekitar 1,5 cm, hijau, bakal buah beruang satu (Cahyana, 2005).

Buah pinang disebut buah batu (buni), keras dan berbentuk bulat telur. Panjang buah antara 3 – 7 cm, diameter biji 1,9 cm, warna kuning kemerahan. Buah terdiri atas 3 lapisan, yaitu: lapisan luar (epicarp) yang tipis, lapisan tengah (mesocarp) berupa sabut dan lapisan dalam (endocarp) berupa biji yang agak lunak dimana di dalamnya terdapat endosperm (Ferry, 1992).


(20)

Biji satu, bentuknya seperti kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15 – 30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan

menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Kristina dan Fatimah, 2007).

Penampang buah pinang (Gambar 1) terdiri dari bagian epicarp, mesocarp, endocarp yang bertekstur keras, endosperm, dan embrio.

Gambar 1. Penampang buah pinang

Syarat Tumbuh Iklim

Pinang dapat berproduksi optimal bila ditanam di lokasi dengan ketinggian

0 – 1.400 m dpl. Curah hujan yang dibutuhkan pinang antara 2.000 – 3.000 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun atau hari hujan

Embrio Endosperm Endocarp Mesocarp Epicarp


(21)

sekitar 100 – 150 hari. Suhu yang dikehendaki 20ᵒC - 30ᵒC, dan kelembaban udara antara 50 – 90% (Cahyana, 2005).

Tanah

Pinang dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang berpasir, tanah gambut, tanah kapur dan tanah berbatu. Pinang juga dapat tumbuh pada berbagai kemiringan. Kemasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 4 – 8 (Cahyana, 2005).

Perkecambahan Benih

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Proses perkecambahan terjadi dalam beberapa proses berurutan yaitu: tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air (imbibisi), melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Sutopo, 1988).


(22)

Perkecambahan adalah proses tumbuhnya embrio dari benih yang hidup menjadi kecambah. Perkecambahan dapat ditinjau dari aspek morphologis dan fisiologis. Secara visual dan morphologis terjadinya perkecambahan ditandai oleh keluarnya radikula (bakal akar) dan plumula (bakal tunas) dan berakhir apabila kecambah telah mempunyai akar, batang dan daun. Tetapi secara phisiologis perkecambahan dimulai ketika benih yang hidup menyerap air dan berakhir ketika kecambah yang terbentuk telah mampu menghasilkan karbohidrat secara fotosintesis (Suginingsih, 1989).

Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Sifat ketahanan ini meliputi masalah kadar air benih, aktivitas enzim dalam benih dan sifat fisik atau biokimiawi dari kulit benih. Sedangkan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah air, gas, suhu (Bewley dan Black, 1983).

Benih viabel yang dikondisikan pada lingkungan sesuai untuk perkecambahan, akan memulai enam tahap penting, yaitu imbibisi, aktivasi enzim, hidrolisa dan katabolisme cadangan makanan, inisiasi pertumbuhan embrio axis, anabolisme dan pembentukan struktur sel baru, disusul munculnya radikula menembus kulit benih (Parker, 2000).

Radikula merupakan bagian pertama dari embrio yang keluar dari benih melalui celah sempit bagian bawah ujung mikrofil. Akar primer berkembang terus dan memacu pertumbuhan sistem perakaran. Segera setelah itu epikotil tumbuh memanjang membentuk posisi tegak lurus dengan kotiledon kemudian berkembang membentuk plumula selanjutnya menjadi daun (Adiguno, 2000).


(23)

Dormansi Benih

Benih dikatakan dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau tahunan tergantung tipe dormansinya. Ada beberapa tipe dari dormansi dan kadang-kadang lebih dari satu tipe terjadi di dalam benih yang sama. Di alam, dormansi dipatahkan secara perlahan-lahan atau di suatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung pada tipe dormansi (Sahupala, 2007).

Menurut Silvertown (1999), dormansi terbagi atas beberapa tipe yaitu tipe endogenus, berhubungan dengan keadaan embrio, dan tipe eksogenus, berhubungan dengan endosperm atau jaringan-jaringan lain pada benih atau buah. Tipe dormansi endogenus terbagi atas tiga bagian, yaitu 1) dormansi endogenus yang disebabkan oleh hambatan fisiologi embrio, 2) dormansi endogenus yang disebabkan oleh tidak berkembangnya embrio secara sempurna atau disebut juga

morphological dormancy 3) dormansi endogenus yang disebabkan oleh gabungan kedua sebab di atas yang disebut juga morphophysiological dormancy. Tiga tipe dormansi eksogenus adalah 1) physical dormancy, yang disebabkan oleh impermiabilitas benih atau kulit benih terhadap air, 2) chemical dormancy yang disebabkan oleh senyawa penghambat perkecambahan, 3) mechanical dormancy

yang disebabkan oleh struktur keras dari benih yang menghalangi pertumbuhan kecambah.

Menurut Butterfield (1967), sebagian besar benih yang berasal dari daerah tropis dan sedang memiliki sifat bertekstur kulit keras dan mengandung minyak.


(24)

Beberapa metode yang umum dilakukan dalam usaha memecahkan dormansi tipe ini diantaranya skarifikasi, perlakuan dengan air panas, perendaman dalam senyawa asam dan skarifikasi atau gabungan dari beberapa cara tersebut, yang pada dasarnya mengacu pada usaha mengkondisikan benih sehingga mampu memperoleh faktor-faktor penting perkecambahan.

Skarifikasi

Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Villers, 1972). Hal ini terlihat dari benih yang diberi perlakuan skarifikasi dengan kertas amplas daya kecambahnya 46,95% sedangkan kontrol hanya 31,60%. Karena perlakuan ini memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya proses perkecambahan benih. Sutopo (2002) menjelaskan bahwa tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma (Saleh, 2004).

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).


(25)

Menurut Dennis (1995), perlakuan skarifikasi pada benih yang impermiabel terhadap oksigen dapat memudahkan masuknya oksigen ke dalam embrio sehingga proses perkecambahan segera terjadi, selanjutnya didukung dengan perlakuan perendaman dalam air, maka daya kecambah benih lebih meningkat. Hal ini dapat dilihat pada benih yang diberi perlakuan skarifikasi dengan kertas ampelas dan direndam dalam air daya kecambahnya berbeda nyata dengan kontrol dan juga berbeda nyata dengan tanpa perendaman. Selain itu skarifikasi juga dapat mempercepat proses penyerapan air oleh embrio untuk mengaktifkan enzim-enzim dalam proses perkecambahan. Perlakuan ini memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya proses perkecambahan benih (Rinaldi, 2010).

Adanya perbedaan pengaruh perlakuan skarifikasi benih terhadap persentase kecambah dan kecepatan berkecambah diduga disebabkan perbedaan respons kulit benih terhadap setiap perlakuan skarifikasi benih. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Baker (1950) bahwa perlakuan skarifikasi benih mempercepat perkecambahan dan meningkatkan persentase berkecambah pada dasarnya adalah dengan merusak lapisan kulit benih yang keras sehingga air dan oksigen dengan mudah masuk ke dalam benih (Suginingsih, 1989).

Asam Giberelat (GA3)

Kucera dkk (2005) melaporkan bahwa ada dua fungsi giberelin selama perkecambahan benih, pertama giberelin diperlukan untuk meningkatkan potensi tumbuh dari embrio dan sebagai promotor perkecambahan, dan kedua diperlukan untuk mengatasi hambatan mekanik oleh lapisan penutup benih karena terdapatnya jaringan di sekeliling radikula (Rusmin dkk, 2011).


(26)

Giberelin dikenal sebagai zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk memecahkan beberapa tipe dormansi benih yaitu: (1) benih yang membutuhkan cahaya, seperti benih Latuca sativa; (2) benih yang dihambat oleh cahaya, seperti benih Phacelia tanacetifolia; (3) benih yang membutuhkan stratifikasi, seperti

Corylus avellana L.; (4) benih yang membutuhkan after-ripening (penyimpanan pada temperatur ruang dalam kondisi kering), seperti benih Avena fatua L. (Chen dan Chang, 1972).

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada fase perkecambahan embrio kelapa kopyor menunjukkan pertumbuhan yang berbeda-beda. Zat pengatur tumbuh GA3 2 ppm dapat memacu perkecambahan embrio 6 hari lebih cepat dari

pada tanpa zat pengatur tumbuh (Sukartiningrum dan Sukendah, 2008).

Perlakuan skarifikasi dan perendaman dalam larutan giberellin 50 ppm memperlihatkan pertumbuhan bibit aren yang terbaik dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Perlakuan skarifikasi dapat meningkatkan perkecambahan benih aren dibandingkan tanpa skarifikasi. Perendaman dalam larutan giberellin dapat meningkatkan pertumbuhan bibit aren. Peningkatan pertumbuhan tertinggi pada perendaman dalam konsentrasi 50 ppm (Maryani dan Irfandri, 2008).

Usaha untuk mematahkan dormansi biji aren dapat dilakukan secara mekanis dan secara kimia. Perlakuan biji secara mekanis dapat dilakukan dengan menggosok kulit biji dengan amplas/skarifikasi (Sutopo, 1984). Sementara itu pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti giberellin pada biji berfungsi untuk mengaktifkan reaksi-reaksi enzimatik dalam biji. Hasil penelitian Sugiharti dalam Maryani (1998) melaporkan bahwa pemberian giberellin dengan konsentrasi 50 ppm mampu memberikan daya kecambah benih rotan manau yang terbaik, yaitu


(27)

85,55% dan apabila konsentrasi giberellin ditingkatkan menjadi 75 ppm dan

95 ppm menyebabkan daya kecambah semakin menurun (Maryani dan Irfandri, 2008).

Hasil pengamatan terhadap persentase perkecambahan benih kentang, menunjukkan bahwa semua perlakuan hormon (Hidrogen sianamida, GH 81 R dan GA

3) mempunyai nilai rata-rata persentase mata tunas yang pecah lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol pada pengamatan terakhir (50 HSP), masing-masing 70,90%, 64,45% dan 79,00%. Persentase perkecambahan pada perlakuan asam giberelin (GA

3) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini

menunjukkan bahwa GA3 memiliki kemampuan untuk memecahkan dormansi umbi kentang. Leopold dan Kriedeman (1977) mengemukakan bahwa aplikasi asam giberelin (GA

3) dari luar (exogenous giberelin) umumnya mengakhiri

dormansi kentang dan meningkatkan endegenous giberelin, sehingga cadangan makanan (pati) dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi gula dalam waktu singkat yang menyebabkan pertumbuhan tunas berlangsung (Ningsih dkk, 2007).


(28)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 25 m dpl, pada bulan Maret sampai Mei 2012.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pinang yang matang panen sebagai bahan percobaan, asam giberelat (GA3) sebagai bahan

perlakuan untuk pematahan dormansi benih, top soil dan pasir sebagai media tanam, insektisida Karbofuran 80% dan fungisida Mankozeb 80% untuk mengendalikan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember sebagai wadah perendaman benih pinang, pisau untuk mengupas mesokarp, kertas pasir untuk menskarifikasi, papan sebagai dinding bak perkecambahan, handsprayer, cangkul, tali plastik, meteran, penggaris, kalkulator dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:

Faktor I : Skarifikasi benih (M) dengan 4 taraf yaitu: M0 : Tanpa skarifikasi

M1 : Skarifikasi bagian pangkal benih

M2 : Skarifikasi bagian perut benih

M3 : Skarifikasi bagian ujung benih

Faktor II : Konsentrasi asam giberelat GA3 (C) dengan 4 taraf yaitu:


(29)

C1 : Direndam dalam 100 mg/l

C2 : Direndam dalam 200 mg/l

C3 : Direndam dalam 300 mg/l

Sehingga diperoleh 16 kombinasi yaitu:

M0C0 M1C0 M2C0 M3C0

M0C1 M1C1 M2C1 M3C1

M0C2 M1C2 M2C2 M3C2

M0C3 M1C3 M2C3 M3C3

Jumlah ulangan = 3 ulangan

Jumlah kombinasi = 16 kombinasi

Jumlah plot penelitian = 48 plot Jumlah benih per plot = 12 benih Jumlah benih sampel per plot = 12 benih Jumlah sampel seluruhnya = 576 benih Jarak tanam benih = 10 cm x 5 cm

Jalan pengamatan = 50 cm

Jarak antar blok = 75 cm

Luas plot = 792 cm x 220 cm

Metode Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier : Yijk = µ + ρi+ αj + βk + (αβ)jk + εijk

Yijk = Hasil pengamatan pada unit percobaan dalam blok ke-i dengan

skarifikasi benih (M) pada taraf ke-j dan asam giberelat (C) pada taraf ke-k.


(30)

ρi = Efek blok ke-i.

αj = Efek dari skarifikasi (M) pada taraf ke-j.

βk = Efek konsentrasi asam giberelat (C) pada taraf ke-k.

(αβ)jk = Efek interaksi antara skarifikasi (M) pada taraf ke-j dan konsentrasi

asam giberelat (C) pada taraf ke-k.

εijk = Galat percobaan dari blok taraf ke-i dengan skarifikasi benih (M) pada

taraf ke-j dan konsentrasi asam giberelat (C) pada taraf ke-k.

Jika data yang dianalisis dengan sidik ragam berpengaruh nyata, maka

dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1995).

Parameter yang Diukur

Laju Perkecambahan (hari)

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam hingga munculnya tonjolan pada benih. Pengamatan terhadap parameter ini dilakukan setiap hari. Laju perkecambahan ini diperoleh dengan rumus :

Laju perkecambahan

Dimana: N = Jumlah benih yang berecambah pada satuan waktu tertentu

T = Jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir dari interval tertentu suatu pengamatan

(Sutopo, 2002). Panjang Bibit (cm)

Pengamatan ini dilakukan pada akhir penelitian yaitu dengan mengukur panjang bibit mulai dari pangkal batang sampai plumula kecambah menggunakan


(31)

Panjang Akar (cm)

Panjang akar dihitung pada akhir penelitian dengan cara mengukur panjang akar yang dimiliki oleh setiap sampel kecambah.

Jumlah Akar

Jumlah akar dihitung pada akhir penelitian dengan cara menghitung akar yang dimiliki oleh setiap sampel kecambah.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung daun yang sudah membuka sempurna.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Bak Perkecambahan

Bak perkecambahan dibuat untuk masing-masing ulangan dengan menggunakan papan kayu sebagai dinding dengan ketinggian 18 cm yang diisi dengan campuran media top soil dan pasir dengan perbandingan 2:1. Dengan luas tiap bak yaitu 214 cm x 170 cm.

Persiapan Media Perkecambahan

Media perkecambahan terdiri dari top soil dan pasir yang disterilisasi dengan cara menjemurnya dibawah terik matahari selama 1 minggu dan menyemprotnya dengan fungisida dan insektisida secara merata.

Seleksi Benih

Benih diambil dari pohon yang memenuhi syarat sebagai pohon induk, kemudian dipilih buah yang telah matang pohon dengan tingkat kematangan yang sama atau hampir sama (berwarna oranye) dan bebas dari hama penyakit.


(32)

Skarifikasi Benih

Skarifikasi benih dilakukan setelah persiapan benih yaitu dengan membuka sebagian epikarp, mengupas sebagian mesokarp tempat benih diskarifikasi dan skarifikasi dilakukan dengan menggosok endokarp benih dengan kertas pasir sesuai perlakuan dengan luas bidang gosok 1 x 0,5 cm. Endokarp digosok hingga bagian dalam (endosperm benih terlihat).

Perendaman Benih

Perendaman benih dilakukan selama 2 jam dalam larutan asam giberelat (GA3) dengan konsentrasi sesuai perlakuan masing-masing.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan 1 benih per lubang tanam hingga benih terbenam dengan jarak tanam antar barisan 5 cm dan jarak dalam barisan 10 cm.

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari secara merata pada seluruh media tanam dengan menggunakan air bersih dan handsprayer yang disesuaikan dengan kelembaban media tanam.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan bila ditemukan gulma pada bak perkecambahan. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian OPT


(33)

Pengendalian OPT dilakukan dengan cara menaburkan insektisida di dalam dan sekitar bak kecambah untuk menghindari serangan hama seperti semut dan serangga. Dengan interval pemberian 1 minggu sekali.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian diakhiri pada umur 75 hari setelah benih disemai. Analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi berpengaruh nyata terhadap parameter laju perkecambahan dan jumlah daun, sedangkan perlakuan perendaman dengan berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) dan interaksi

antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

1. Laju Perkecambahan (hari)

Data pengamatan laju perkecambahan dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2, yang menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi berpengaruh nyata terhadap laju perkecambahan sedangkan perlakuan perendaman dengan berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) serta interaksi

antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap laju perkecambahan. Data laju perkecambahan benih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Laju perkecambahan benih pada berbagai perlakuan skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3) (hari)

Skarifikasi GA3 (mg/l) Rataan

C0 = 0 C1 = 100 C2 = 200 C3 = 300

M0 = Tanpa 26,33 26,41 26,72 26,39 26,46 d

M1 = Bagian Pangkal 10,77 9,33 8,89 8,75 9,43 a

M2 = Bagian Perut 18,39 17,00 14,50 14,94 16,21 b

M3 = Bagian Ujung 21,69 21,83 23,11 22,11 22,18 c

Rataan 19,30 18,64 18,30 18,05

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan laju perkecambahan benih tercepat (9,43 hari) diperoleh pada perlakuan skarifikasi pada bagian pangkal benih (M1) yang diikuti

oleh perlakuan skarifikasi bagian perut benih (M2), kemudian skarifikasi bagian


(35)

ditunjukkan oleh benih tanpa perlakuan skarifikasi (M0). Hal ini dapat dijelaskan

pada histogram Gambar 2.

Tabel 1 menunjukkan perendaman dengan GA3 tidak berpengaruh nyata

untuk mempercepat perkecambahan, karena benih yang diberi perlakuan perendaman asam giberelat (GA3) dengan konsentrasi 0 mg/l, 100 mg/l, 200 mg/l

hingga 300 mg/l tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap laju perkecambahan benih. Walaupun demikian, berdasarkan tabel dapat dilihat laju perkecambahan tercepat yaitu 18,05 hari yang cenderung ditunjukkan oleh perlakuan perendaman dengan konsentrasi 300 mg/l (C3), kemudian diikuti oleh perlakuan C2 yaitu 18,30

hari kemudian C1 yaitu 18,64 hari dan C0 (perendaman dengan konsentrasi 0 mg/l)

menunjukkan laju perkecambahan paling lama yaitu 19,30 hari.

Gambar 2. Histogram laju perkecambahan benih pada berbagai skarifikasi

2. Panjang Bibit (cm)

Data pengamatan panjang bibit dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4, yang menunjukkan perlakuan skarifikasi dan perendaman dengan berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) serta interaksi antara kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang bibit. Data panjang bibit dapat dilihat pada Tabel 2.


(36)

Tabel 2. Panjang bibit pada berbagai perlakuan skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3) (cm)

Skarifikasi GA3 (mg/l) Rataan

C0 = 0 C1 = 100 C2 = 200 C3 = 300

M0 = Tanpa 9,52 10,01 10,93 11,21 10,42

M1 = Bagian Pangkal 10,24 9,91 11,46 9,63 10,31

M2 = Bagian Perut 10,93 9,51 10,93 10,45 10,45

M3 = Bagian Ujung 11,07 11,11 10,63 13,33 11,53

Rataan 10,44 10,13 10,99 11,16

Tabel 2 menunjukkan urutan panjang bibit akibat perlakuan skarifikasi adalah bibit terpanjang yaitu 11,53 cm cenderung diperoleh pada skarifikasi bagian ujung benih (M3), kemudian benih yang mendapat perlakuan M2, lalu M0,

dan yang terpendek yaitu 10,31 cm cenderung diperoleh pada perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih (M1).

Sedangkan perlakuan perendaman dengan konsentrasi asam giberelat menunjukkan hasil bahwa konsentrasi 300 mg/l (C3) cenderung memperlihatkan

bibit terpanjang yaitu 11,16 cm yang diikuti dengan bibit pada perlakuan C2, lalu

C0 dan pada perlakuan C1 (perendaman dengan konsentrasi asam giberelat (GA3)

100 mg/l cenderung diperoleh bibit terpendek yaitu 10,13 cm.

3. Panjang Akar (cm)

Data pengamatan panjang akar dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6, yang menunjukkan perlakuan skarifikasi dan perendaman dengan berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) serta interaksi antara kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar. Data panjang akar dapat dilihat pada Tabel 3.


(37)

Tabel 3. Panjang akar pada berbagai perlakuan skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3) (cm)

Skarifikasi GA3 (mg/l) Rataan

C0 = 0 C1 = 100 C2 = 200 C3 = 300

M0 = Tanpa 10,01 8,86 9,84 9,42 9,53

M1 = Bagian Pangkal 8,82 9,54 9,79 9,62 9,44

M2 = Bagian Perut 8,61 9,31 10,10 9,65 9,42

M3 = Bagian Ujung 9,15 9,32 9,35 8,75 9,14

Rataan 9,15 9,26 9,77 9,36

Tabel 3 menunjukkan akar terpanjang (9,53 cm) cenderung diperoleh pada perlakuan tanpa skarifikasi (M0), selanjutnya panjang akar berturut-turut yaitu

pada benih yang mendapat perlakuan M1, lalu M2 dan akar terpendek (9,14 cm)

cenderung diperoleh pada perlakuan skarifikasi bagian ujung benih (M3).

Perlakuan perendaman dengan konsentrasi asam giberelat 200 mg/l (C2)

cenderung menghasilkan akar terpanjang yaitu 9,77 cm, selanjutnya akar cenderung semakin pendek pada benih yang mendapat perlakuan C3, kemudian C1

dan pada perlakuan C0 (perendaman dengan konsentrasi asam giberelat (GA3) 0

mg/l diperoleh akar terpendek yaitu 9,15 cm.

4. Jumlah Akar

Data pengamatan jumlah akar dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8, yang menunjukkan perlakuan skarifikasi dan perendaman dengan berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) serta interaksi antara kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar. Data jumlah akar dapat dilihat pada Tabel 4.


(38)

Tabel 4. Jumlah akar pada berbagai perlakuan skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3)

Skarifikasi GA3 (mg/l) Rataan

C0 = 0 C1 = 100 C2 = 200 C3 = 300

M0 = Tanpa 4,22 3,94 4,11 4,31 4,15

M1 = Bagian Pangkal 3,78 4,06 4,36 4,06 4,06

M2 = Bagian Perut 4,08 3,72 4,31 3,97 4,02

M3 = Bagian Ujung 4,11 4,22 4,06 4,36 4,19

Rataan 4,05 3,99 4,21 4,17

Tabel 4 menunjukkan akar paling banyak (4,19) cenderung diperoleh pada perlakuan skarifikasi bagian ujung benih (M3), selanjutnya jumlah akar cenderung

semakin sedikit pada benih yang diberi perlakuan M0, kemudian M1 dan paling

sedikit (4,02) diperoleh pada perlakuan skarifikasi bagian perut benih (M2).

Perlakuan perendaman dengan konsentrasi asam giberelat 200 mg/l (C2)

cenderung menunjukkan akar paling banyak yaitu 4,21 C3 kemudian C0 dan

jumlah akar cenderung semakin sedikit pada benih yang memperoleh perlakuan dan pada perlakuan C1 (perendaman dengan konsentrasi asam giberelat (GA3) 100

mg/l diperoleh akar paling sedikit yaitu 3,99.

5. Jumlah Daun

Data pengamatan jumlah dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10, yang menunjukkan perlakuan skarifikasi berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan perlakuan perendaman dengan berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) serta interaksi antara kedua perlakuan

berpengaruh tidak nyata terhadap laju perkecambahan. Data jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 5.


(39)

Tabel 5. Jumlah daun pada berbagai perlakuan skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3) (helai)

Skarifikasi GA3 (mg/l) Rataan

C0 = 0 C1 = 100 C2 = 200 C3 = 300

M0 = Tanpa 0,22 0,56 0,67 0,22 0,42 b

M1 = Bagian Pangkal 0,92 0,83 1,28 1,44 1,12 a

M2 = Bagian Perut 0,61 0,58 0,86 0,75 0,70 b

M3 = Bagian Ujung 0,47 0,72 0,83 0,58 0,65 b

Rataan 0,56 0,67 0,91 0,75

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%

Tabel 5 menunjukkan jumlah daun paling banyak (1,12 helai) diperoleh pada perlakuan skarifikasi di bagian pangkal (M1) yang berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya yang menunjukkan jumlah daun semakin sedikit yaitu pada M2

lalu M3 sedangkan jumlah daun paling sedikit (0,42 helai) diperoleh pada

perlakuan tanpa skarifikasi (M0). Hal ini dapat dijelaskan pada histogram

Gambar 3.

Perlakuan perendaman dengan konsentrasi asam giberelat 200 mg/l (C2)

cenderung menunjukkan daun paling banyak yaitu 0,91 yang cenderung semakin menurun pada benih yang diberi perlakuan C3, kemudian C1 dan pada perlakuan

C0 (perendaman dengan konsentrasi asam giberelat (GA3) 0 mg/l diperoleh daun

paling sedikit yaitu 0,56.


(40)

Pembahasan

Pengaruh berbagai skarifikasi terhadap perkecambahan benih pinang

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi berpengaruh nyata terhadap parameter laju perkecambahan (hari) dan jumlah daun (helai) sedangkan terhadap parameter panjang bibit (cm), panjang akar (cm) dan jumlah akar, perlakuan skarifikasi berpengaruh tidak nyata.

Perlakuan skarifikasi pada benih pinang dilakukan dengan mengupas sebagian epikarp (lapisan terluar benih) dan mesokarp benih (sabut) kemudian menggosok endokarp yaitu lapisan benih bertekstur keras yang bertujuan mempermudah proses awal perkecambahan yaitu proses masuknya air dan oksigen ke dalam benih.

Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih (M1) menunjukkan laju perkecambahan tercepat dan jumlah

daun terbanyak. Perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih (dekat dengan embrio) menyebabkan air dan oksigen mudah masuk ke dalam benih sehingga proses perkecambahan dimulai lebih cepat dibandingkan skarifikasi di bagian lain. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Baker (1950) dalam Suginingsih (1989) bahwa perlakuan skarifikasi benih mempercepat perkecambahan dan meningkatkan persentase berkecambah pada dasarnya adalah dengan merusak lapisan kulit benih yang keras sehingga air dan oksigen dengan mudah masuk ke dalam benih. Dalam hal ini, dapat dijelaskan bahwa proses imbibisi yang dialami oleh benih pada masing-masing perlakuan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan benih untuk berkecambah. Dari data dapat dilihat, laju perkecambahan benih bergerak melambat dengan urutan perkecambahan tercepat


(41)

adalah benih dengan perlakuan skarifikasi bagian pangkal (M1), kemudian M2

(skarifikasi bagian perut benih), lalu M3 (skarifikasi bagian ujung benih) dan laju

perkecambahan paling lama ditunjukkan oleh benih yang tidak mendapat perlakuan skarifikasi (M0). Dalam hal ini, perlakuan skarifikasi pada pangkal

benih menghasilkan perbedaan hingga 64% lebih cepat dalam hal laju perkecambahan dibandingkan benih yang tidak mendapat perlakuan skarifikasi. Angka ini diperoleh dari

Skarifikasi pada bagian pangkal bila dibandingkan dengan skarifikasi di bagian lain menyebabkan air lebih cepat masuk dan terjadinya aktivasi enzim yang mengawali proses hidrolisa bahan makanan menjadi bahan yang akan dipergunakan pada perkecambahan lebih cepat sampai ke embrio yang terletak pada pangkal benih sehingga laju perkecambahan benih lebih cepat. Lebih cepat berkecambah menyebabkan bibit menjadi lebih cepat tumbuh sehingga daun juga lebih cepat terbentuk. Sehingga parameter laju perkecambahan benih menunjukkan pergerakan data yang sejalan dengan pergerakan data jumlah daun.

Sementara itu, respons perlakuan skarifikasi terhadap parameter panjang bibit, panjang akar dan jumlah akar menunjukkan pola pergerakan data yang berbeda dengan dua parameter yang sudah terlebih dahulu dijelaskan (laju perkecambahan dan jumlah daun).

Bibit terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan skarifikasi bagian ujung benih (M3) sedangkan bibit terpendek ditunjukkan oleh benih yang mendapat perlakuan

skarifikasi bagian pangkal benih (M1). Sedangkan untuk parameter panjang akar,

menunjukkan bahwa pola pergerakan data panjang sama halnya dengan laju perkecambahan, bedanya adalah pada parameter panjang akar menunjukkan

26,46 – 9,43


(42)

bahwa benih yang mempunyai akar paling panjang adalah benih yang tidak mendapat perlakuan skarifikasi (M0). Akar terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan

skarifikasi bagian ujung benih (M3) dan jumlah akar paling sedikit ditunjukkan

oleh perlakuan skarifikasi bagian perut benih (M2). Sebagaimana data

menunjukkan, benih yang terlebih dahulu berkecambah akan menghasilkan ukuran bibit yang lebih pendek, akar lebih pendek namun mempunyai jumlah akar yang lebih banyak dibandingkan dengan benih yang lebih lama berkecambah. Hal ini diduga karena benih yang lebih cepat berkecambah memperoleh energi untuk tumbuh lebih banyak yaitu energi yang berasal dari dalam benih itu sendiri (cadangan makanan) dan energi yang diperoleh benih yang berasal dari penyerapan hara dan air oleh akar yang terbentuk saat benih berkecambah. Sedangkan benih yang lebih lama berkecambah (di saat cadangan makanan dalam benih itu sudah akan habis) menyebabkan benih akan berkecambah dan tumbuh dengan menggunakan energi yang diperoleh dari lingkungannya. Hal ini mengakibatkan benih yang lebih lama berkecambah akan mengarahkan pertumbuhannya untuk perpanjangan akar yang dalam hal ini akar berfungsi untuk memperoleh air dan hara lebih banyak yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan benih menjadi bibit.

Berbeda halnya dengan benih yang lebih cepat berkecambah, benih ini membentuk akar lebih banyak namun berukuran lebih pendek karena benih tersebut masih memperoleh energi dari cadangan makanan sehingga benih tidak harus memperpanjang akarnya untuk memperoleh air dan hara, sementara itu energi ini diarahkan untuk pembentukan daun yang akan digunakan untuk berfotosintesis. Sehingga perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih memberikan


(43)

pengaruh nyata yaitu meningkatkan jumlah daun hingga 167% dibandingkan dengan benih yang tidak diskarifikasi. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:

Pengaruh berbagai konsentrasi asam giberelat (GA3) terhadap perkecambahan benih pinang

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam giberelat (GA3) berpengaruh tidak nyata terhadap semua

parameter. Hal ini menunjukkan bahwa dormansi lebih disebabkan oleh kulit biji keras yang menyebabkan terhambatnya air masuk, setelah air masuk ke dalam benih terjadi proses perkecambahan. Namun, dapat dilihat bahwa pemberian GA3

dengan konsentrasi 300 mg/l (C3) menunjukkan laju perkecambahan tercepat dan

panjang bibit terbaik. Hal ini diduga terjadi karena konsentrasi asam giberelat (GA3) pada taraf 300 mg/l dapat merangsang perkecambahan lebih cepat karena

konsentrasi tersebut yang paling sesuai mempengaruhi proses perkecambahan pinang melalui mekanisme aktivasi reaksi enzimatik di dalam benih yang mendorong terjadinya proses perkecambahan benih. Hal ini sesuai dengan literatur Maryani dan Irfandri (2008) pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti giberellin pada biji berfungsi untuk mengaktifkan reaksi-reaksi enzimatik dalam biji.

Sedangkan untuk panjang bibit, jumlah akar dan jumlah daun, menunjukkan bahwa data terbaik ditunjukkan oleh benih yang memperoleh perlakuan C2

(konsentrasi 200 mg/l). Hal ini diduga karena konsentrasi 200 mg/l merupakan konsentrasi giberelin yang paling sesuai untuk pertumbuhan benih pinang menjadi bibit. Hal ini sesuai dengan literatur Ningsih, dkk (2007) yang mengemukakan

0,42 – 1,12


(44)

bahwa aplikasi asam giberelin (GA

3) dari luar (exogenous giberelin) umumnya

mengakhiri dormansi kentang dan meningkatkan endegenous giberelin, sehingga cadangan makanan (pati) dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi gula dalam waktu singkat yang menyebabkan pertumbuhan tunas berlangsung.

Pengaruh interaksi skarifikasi dan perendaman dengan asam giberelat (GA3) terhadap perkecambahan benih pinang

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa interaksi skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3) berpengaruh tidak nyata terhadap semua

parameter. Hal ini diduga karena kombinasi antara perlakuan skarifikasi dan taraf konsentrasi asam giberelat (GA3) yang diberikan pada benih masih berada pada

interval yang belum dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan antara satu dengan lainnya. Meskipun pada hakikatnya, semakin tinggi konsentrasi asam giberelat (GA3) yang diberikan, namun antara C0 = 0 mg/l sampai C3 = 300 mg/l

belum menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena dormansi benih pinang ini hanya dipengaruhi oleh kulit biji yang keras sebagaimana pembahasan di atas, sedangkan GA3 bukan merupakan faktor

pembatas sehingga tidak berinteraksi. Diduga bahwa hormon giberelin yang dihasilkan oleh benih itu sendiri telah mencukupi kebutuhan benih untuk melakukan proses perkecambahan. Hal ini sesuai dengan literatur Heddy (1989) yang menyatakan tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih diikuti melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Setelah biji menyerap air, maka biji akan menghasilkan hormon tumbuh yaitu giberallic acid (GA) yang berfungsi untuk menstimulir kegiatan enzim-enzim di dalam biji. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa


(45)

asam amino, zat-zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditranspor ke embrio, dan di sini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah.


(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan skarifikasi pada bagian pangkal biji nyata meningkatkan laju perkecambahan benih hingga 64% dan jumlah daun hingga 167% dibanding tanpa skarifikasi.

2. Perendaman dengan asam giberelat (GA3) selama 2 jam berpengaruh tidak

nyata terhadap semua parameter.

3. Tidak ada interaksi perlakuan skarifikasi dan perendaman dengan asam giberelat (GA3)yang nyata terhadap seluruh parameter perkecambahan benih

pinang.

Saran

Untuk mempercepat perkecambahan benih pinang disarankan benih diskarifikasi pada bagian pangkal benih.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adiguno, S. 2000. Pengaruh Skarifikasi Kimia dan Matriconditioning terhadap Pematahan Dormansi dan Perkecambahan Benih Palem Irian (Ptychosperma marcarthurii H. Wendl.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Barlina, R. 2007. Peluang Pemanfaatan Buah Pinang untuk Pangan. Palma 33:96-105.

Butterfield, H.M. 1967. Seed Germination. California Hort. California.

Bewley, J.D. dan Black. 1983. Physiology and Biochemistry of Seed in Relation to Germination. Berlin Heidelberg. New York.

Cahyana, D. 2005. Pinang; Diburu Pasar Ekspor. Trubus 430:138-139.

Chen, S.S.C. and J.L.L. Chang. 1972. Does Gibberellic Acid Stimulate Germination Via Amylase Synthesis. Plant Physiol 49:441-442.

Dennis, F.G. 1995. Dormancy: Manifestation and Causes. In. M. Pessarakli (ed.)

Handbook of Plant and Crop Physiology. Marcel Dekker, Inc. New York, USA.

Ferry, Y. 1992. Bertanam Pinang (Areca catechu). Kebun Percobaan Paya Gajah. Aceh Timur.

. 2003. Strategi Pengembangan Pinang di Nangro Aceh Darussalam.

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 9(2):1-4.

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. Edisi I. Cetakan kedua. Rajawali Press. Jakarta.

Kristina, N.N. dan S. Fatimah. 2007. Penggunaan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera), Pinang (Areca catechu) dan Aren (Arenga pinnata) Sebagai Tanaman Obat. Warta Puslitbangbun 13(2).

Kucera, B., M.A. Cohn, and G.H. Metzger. 2005. Plant Hormone Interactions During Seed Dormancy Release and Germination. Seed Science Research 15: 281-307.

Leopold, A.C. dan P.E. Kriedeman. 1975. Plant Growth and Development, Sec. Ed. Mc. Graw Hill Book Company, New York.

Maryani, A.T. 1998. Pengaruh Skarifikasi dan Giberellin terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Rotan Manau. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang.


(48)

. dan Irafandri. 2008. Pengaruh Skarifikasi dan Pemberian Giberellin terhadap Perkecambahan Benih Tanaman Aren (Arenga pinnata

(Wurmb.) Merr.). Sagu 7(1).

Ningsih, I., A. Nasruddin. Dan Baharuddin., 2007. Pengaruh Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pemecahan Dormansi Benih Kentang (Solanum tuberosum L.) dan Tingkat Kerusakan Akibat Penyakit Busuk Umbi (Erwinia carotovora subsp. Carotovora). Prosiding. Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sum-Sel. 2007. Sulawesi Selatan. 110-114.

Parker, R. 2000. Introduction of Plant Science. Delmar Publisher. Columbia.

Rinaldi. 2010. Pengaruh Skarifikasi dan Lama Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Percikan. 112:33-37.

Rusmin, D., F. C. Suwarno. dan I. Darwati. 2011. Pengaruh Pemberian GA3 pada

Berbagai Konsentrasi dan Lama Imbibisi terhadap Peningkatan Viabilitas Benih Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.). Littri17(3):89-94.

Saleh, M.S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren secara Fisik pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Agrosains 6(2):79-83.

Sahupala, A., 2007. Teknologi Benih. Prosdiding. Pelatihan Penanaman Hutan. 12-13 Desember 2007. Ambon.1-7.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung.

Silvertown, J. 1999. Seed Ecology, Dormancy, and Germination, A Modern Synthesis from Baskin and Baskin. J. Amer Bot.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Suginingsih. 1989. Pengaruh Perlakuan Awal terhadap Kecepatan Berkecambah dan Prosentase Kecambah Benih Kemiri (Aleurites moluccana Willd.). Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Sujarwati dan Santosa. 2004. Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang (Actinophloeus macarthurii Becc.) Akibat Perendaman Biji dalam Lumpur. Natur Indonesia 6(2): 99-103.

Sukartiningrum dan Sukendah. 2008. Peningkatan Teknik Kultur Embrio Kelapa Kopyor (Cocos nucifera L.) dengan Zat Pengatur Tumbuh. Pertanian Mapeta 10(2).


(49)

Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta.

. 2002. Teknologi Benih (Edisi Revisi). Fakultas Pertanian UNIBRAW. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Villers, T.A. 1972. Seed Dormancy. In. Seed Biology. Ed. By. T.T. Kozlowski. Vol. 2 Academic Press. New York and London.


(50)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Data laju perkecambahan benih pinang (Areca catechu L.) (hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 33,58 18,91 26,50 78,99 26,33

M0C1 31,83 21,08 26,33 79,24 26,41

M0C2 32,00 20,91 27,25 80,16 26,72

M0C3 28,00 25,08 26,08 79,16 26,39

M1C0 10,91 11,25 10,16 32,32 10,77

M1C1 9,41 9,08 9,50 27,99 9,33

M1C2 8,50 8,83 9,33 26,66 8,89

M1C3 9,83 7,66 8,75 26,24 8,75

M2C0 17,83 18,08 19,25 55,16 18,39

M2C1 16,83 14,66 19,50 50,99 17,00

M2C2 14,58 13,00 15,91 43,49 14,50

M2C3 16,50 12,75 15,58 44,83 14,94

M3C0 23,91 18,58 22,58 65,07 21,69

M3C1 23,50 18,58 23,41 65,49 21,83

M3C2 24,83 21,50 23,00 69,33 23,11

M3C3 23,08 18,91 24,33 66,32 22,11

Total 325,12 258,86 307,46 891,44

Rataan 20,32 16,18 19,22 18,57

Lampiran 2.

Tabel sidik ragam laju perkecambahan benih pinang (Areca catechu L.)

Sumber db JK KT

Nilai F Fhit Ket F.05

Ulangan 2 147,171 73,5857 13,3218 * 3,32

Perlakuan 15 2014,272 134,285 24,3106 * 2,01

M 3 1972,878 657,626 119,055 * 2,92

C 3 10,521 3,50693 0,63489 tn 2,92

Lin 1 10,021 10,0205 1,81409 tn 4,17

Kwad 1 0,468 0,46808 0,08474 tn 4,17

Sisa 1 0,032 0,0322 0,00583 tn 4,17

M*C 9 30,873 3,43038 0,62103 tn 2,21

Galat 30 165,711 5,5237

Total 47 2327,154


(51)

Lampiran 3.

Data panjang bibit pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 9,15 10,08 9,33 28,56 9,52

M0C1 8,62 10,63 10,77 30,02 10,01

M0C2 10,37 10,58 11,86 32,80 10,93

M0C3 10,46 10,81 12,37 33,63 11,21

M1C0 10,03 11,58 9,12 30,73 10,24

M1C1 9,58 10,60 9,53 29,72 9,91

M1C2 10,98 11,43 11,96 34,37 11,46

M1C3 7,84 11,16 9,90 28,90 9,63

M2C0 10,53 12,67 9,58 32,78 10,93

M2C1 8,66 10,40 9,48 28,54 9,51

M2C2 10,07 11,15 11,58 32,79 10,93

M2C3 10,96 9,43 10,97 31,35 10,45

M3C0 9,89 10,93 12,39 33,21 11,07

M3C1 9,75 12,18 11,38 33,32 11,11

M3C2 9,53 10,53 11,83 31,88 10,63

M3C3 16,95 12,80 10,24 39,99 13,33

Total 163,36 176,94 172,28 512,58

Rataan 10,21 11,06 10,77 10,68

Lampiran 4.

Tabel sidik ragam panjang bibit pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Sumber db JK KT

Nilai F

Fhit Ket F.05

Ulangan 2 5,950 2,97504 1,72207 tn 3,32

Perlakuan 15 40,590 2,70603 1,56635 tn 2,01

M 3 11,823 3,9411 2,28126 tn 2,92

C 3 8,142 2,71403 1,57098 tn 2,92

Lin 1 5,419 5,41877 3,13658 tn 4,17

Kwad 1 0,680 0,67985 0,39352 tn 4,17 Sisa 1 2,043 2,04349 1,18285 tn 4,17

M*C 9 20,625 2,29166 1,3265 tn 2,21

Galat 30 51,828 1,7276

Total 47 98,369

FK = 5473,7


(52)

Lampiran 5.

Data panjang akar pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 8,34 11,66 10,04 30,04 10,01

M0C1 7,45 8,89 10,24 26,58 8,86

M0C2 8,81 10,33 10,36 29,51 9,84

M0C3 8,19 9,50 10,58 28,27 9,42

M1C0 7,94 9,76 8,77 26,47 8,82

M1C1 7,90 9,51 11,20 28,61 9,54

M1C2 8,08 10,59 10,71 29,38 9,79

M1C3 7,87 10,01 11,00 28,87 9,62

M2C0 7,01 9,30 9,53 25,83 8,61

M2C1 7,33 10,26 10,35 27,93 9,31

M2C2 9,59 9,86 10,86 30,31 10,10

M2C3 8,13 8,71 12,11 28,95 9,65

M3C0 8,17 8,91 10,38 27,46 9,15

M3C1 7,70 9,94 10,32 27,96 9,32

M3C2 8,33 8,95 10,75 28,04 9,35

M3C3 6,46 9,81 9,99 26,25 8,75

Total 127,28 156,00 167,18 450,46

Rataan 7,96 9,75 10,45 9,38

Lampiran 6.

Tabel sidik ragam panjang akar pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Sumber db JK KT

Nilai F

Fhit Ket F.05

Ulangan 2 52,947 26,4736 52,5392 * 3,32

Perlakuan 15 9,278 0,6185 1,22747 tn 2,01

M 3 1,027 0,34224 0,67921 tn 2,92

C 3 2,644 0,88121 1,74884 tn 2,92

Lin 1 0,791 0,79091 1,56964 tn 4,17

Kwad 1 0,795 0,79503 1,57781 tn 4,17 Sisa 1 1,058 1,05769 2,09907 tn 4,17

M*C 9 5,607 0,62302 1,23643 tn 2,21

Galat 30 15,116 0,50388

Total 47 77,341

FK = 4227,33


(53)

Lampiran 7.

Data jumlah akar pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 4,25 4,42 4,00 12,67 4,22

M0C1 3,33 4,08 4,42 11,83 3,94

M0C2 4,08 4,42 3,83 12,33 4,11

M0C3 4,33 4,08 4,50 12,92 4,31

M1C0 3,67 4,50 3,17 11,33 3,78

M1C1 4,00 4,33 3,83 12,17 4,06

M1C2 4,25 4,33 4,50 13,08 4,36

M1C3 3,75 4,17 4,25 12,17 4,06

M2C0 4,33 3,92 4,00 12,25 4,08

M2C1 3,67 3,92 3,58 11,17 3,72

M2C2 4,42 4,33 4,17 12,92 4,31

M2C3 4,00 3,83 4,08 11,92 3,97

M3C0 4,00 4,17 4,17 12,33 4,11

M3C1 3,75 4,50 4,42 12,67 4,22

M3C2 3,75 4,25 4,17 12,17 4,06

M3C3 3,92 4,83 4,33 13,08 4,36

Total 63,50 68,08 65,42 197,00

Rataan 3,97 4,26 4,09 4,10

Lampiran 8.

Tabel sidik ragam jumlah akar pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Sumber db JK KT

Nilai F

Fhit Ket F.05

Ulangan 2 0,662 0,33116 3,73897 * 3,32

Perlakuan 15 1,632 0,1088 1,22836 tn 2,01

M 3 0,208 0,06944 0,78406 tn 2,92

C 3 0,392 0,13079 1,47664 tn 2,92

Lin 1 0,214 0,214 2,4162 tn 4,17

Kwad 1 0,002 0,00231 0,02614 tn 4,17

Sisa 1 0,176 0,17604 1,98759 tn 4,17

M*C 9 1,031 0,11458 1,29369 tn 2,21

Galat 30 2,657 0,08857

Total 47 4,951

FK = 808,5208


(54)

Lampiran 9.

Data jumlah daun pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 0,33 0,33 0,00 0,67 0,22

M0C1 0,50 1,00 0,17 1,67 0,56

M0C2 1,00 0,67 0,33 2,00 0,67

M0C3 0,33 0,00 0,33 0,67 0,22

M1C0 1,25 1,33 0,17 2,75 0,92

M1C1 1,00 1,33 0,17 2,50 0,83

M1C2 0,83 1,67 1,33 3,83 1,28

M1C3 1,33 1,50 1,50 4,33 1,44

M2C0 0,67 0,83 0,33 1,83 0,61

M2C1 0,58 1,00 0,17 1,75 0,58

M2C2 0,33 1,17 1,08 2,58 0,86

M2C3 0,83 0,00 1,42 2,25 0,75

M3C0 0,42 0,67 0,33 1,42 0,47

M3C1 0,75 1,08 0,33 2,17 0,72

M3C2 0,67 0,67 1,17 2,50 0,83

M3C3 0,42 1,33 0,00 1,75 0,58

Total 11,25 14,58 8,83 34,67

Rataan 0,70 0,91 0,55 0,72

Lampiran 10.

Tabel sidik ragam jumlah daun pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Sumber db JK KT

Nilai F

Fhit Ket F.05

Ulangan 2 1,042 0,52098 3,14351 tn 3,32

Perlakuan 15 4,671 0,31142 1,87907 tn 2,01

M 3 3,064 1,02122 6,1619 * 2,92

C 3 0,793 0,26427 1,5946 tn 2,92

Lin 1 0,403 0,40289 2,43101 tn 4,17

Kwad 1 0,231 0,23148 1,39673 tn 4,17

Sisa 1 0,158 0,15845 0,95606 tn 4,17

M*C 9 0,815 0,09053 0,54628 tn 2,21

Galat 30 4,972 0,16573

Total 47 10,685

FK = 25,037 KK= 56,54%


(55)

Keterangan:

X = waktu pelaksanaan kegiatan Lampiran 11.

Jadwal pelaksanaan penelitian

NO. KEGIATAN

HARI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...83

1 Pembuatan Bak Perkecambahan x x x 2 Persiapan Media Tanam x x x x x x x 3 Seleksi Benih x

4 Skarifikasi Benih x

5 Perendaman Benih x

6 Penanaman x

7 Penyiraman Kondisional 8 Penyiangan Kondisional 9 Pengamatan Parameter Laju Perkecambahan x x x x x x x Panjang Bibit x

Panjang Akar x

Jumlah Akar x


(56)

Lampiran 12. Denah Penelitian

Blok I Blok II Blok III

M3C1 M1C2 M3C1

M2C1 M1C1 M2C1

M3C3 M3C3 M2C0

M2C3 M2C1 M3C3

M3C0 M0C0 M1C0

M0C3 M1C0 M0C0

M1C2 M2C2 M1C3

M0C0 M3C2 M0C1

M2C2 M0C2 M3C0

M1C3 M3C0 M0C2

M0C1 M1C3 M2C2

M0C2 M3C1 M3C2

M1C1 M2C0 M0C3

M1C0 M2C3 M1C2

M2C0 M0C3 M2C3

M3C2 M0C1 M1C1

75 cm 50 cm

85 cm

85 cm

214 cm

Barat

Timur

7 cm

10 cm 10 cm

5 cm 5 cm


(57)

(58)

Foto Benih Pinang dengan Perlakuan Skarifikasi

M0 M1 M2 M3

Fase Perkecambahan Benih Pinang

1 2 3


(1)

Lampiran 7.

Data jumlah akar pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 4,25 4,42 4,00 12,67 4,22

M0C1 3,33 4,08 4,42 11,83 3,94

M0C2 4,08 4,42 3,83 12,33 4,11

M0C3 4,33 4,08 4,50 12,92 4,31

M1C0 3,67 4,50 3,17 11,33 3,78

M1C1 4,00 4,33 3,83 12,17 4,06

M1C2 4,25 4,33 4,50 13,08 4,36

M1C3 3,75 4,17 4,25 12,17 4,06

M2C0 4,33 3,92 4,00 12,25 4,08

M2C1 3,67 3,92 3,58 11,17 3,72

M2C2 4,42 4,33 4,17 12,92 4,31

M2C3 4,00 3,83 4,08 11,92 3,97

M3C0 4,00 4,17 4,17 12,33 4,11

M3C1 3,75 4,50 4,42 12,67 4,22

M3C2 3,75 4,25 4,17 12,17 4,06

M3C3 3,92 4,83 4,33 13,08 4,36

Total 63,50 68,08 65,42 197,00

Rataan 3,97 4,26 4,09 4,10

Lampiran 8.

Tabel sidik ragam jumlah akar pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Sumber db JK KT

Nilai F

Fhit Ket F.05

Ulangan 2 0,662 0,33116 3,73897 * 3,32

Perlakuan 15 1,632 0,1088 1,22836 tn 2,01

M 3 0,208 0,06944 0,78406 tn 2,92

C 3 0,392 0,13079 1,47664 tn 2,92

Lin 1 0,214 0,214 2,4162 tn 4,17

Kwad 1 0,002 0,00231 0,02614 tn 4,17

Sisa 1 0,176 0,17604 1,98759 tn 4,17

M*C 9 1,031 0,11458 1,29369 tn 2,21

Galat 30 2,657 0,08857

Total 47 4,951

FK = 808,5208


(2)

Lampiran 9.

Data jumlah daun pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari (helai)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

M0C0 0,33 0,33 0,00 0,67 0,22

M0C1 0,50 1,00 0,17 1,67 0,56

M0C2 1,00 0,67 0,33 2,00 0,67

M0C3 0,33 0,00 0,33 0,67 0,22

M1C0 1,25 1,33 0,17 2,75 0,92

M1C1 1,00 1,33 0,17 2,50 0,83

M1C2 0,83 1,67 1,33 3,83 1,28

M1C3 1,33 1,50 1,50 4,33 1,44

M2C0 0,67 0,83 0,33 1,83 0,61

M2C1 0,58 1,00 0,17 1,75 0,58

M2C2 0,33 1,17 1,08 2,58 0,86

M2C3 0,83 0,00 1,42 2,25 0,75

M3C0 0,42 0,67 0,33 1,42 0,47

M3C1 0,75 1,08 0,33 2,17 0,72

M3C2 0,67 0,67 1,17 2,50 0,83

M3C3 0,42 1,33 0,00 1,75 0,58

Total 11,25 14,58 8,83 34,67

Rataan 0,70 0,91 0,55 0,72

Lampiran 10.

Tabel sidik ragam jumlah daun pinang (Areca catechu L.) umur 75 hari

Sumber db JK KT

Nilai F

Fhit Ket F.05

Ulangan 2 1,042 0,52098 3,14351 tn 3,32

Perlakuan 15 4,671 0,31142 1,87907 tn 2,01

M 3 3,064 1,02122 6,1619 * 2,92

C 3 0,793 0,26427 1,5946 tn 2,92

Lin 1 0,403 0,40289 2,43101 tn 4,17

Kwad 1 0,231 0,23148 1,39673 tn 4,17

Sisa 1 0,158 0,15845 0,95606 tn 4,17

M*C 9 0,815 0,09053 0,54628 tn 2,21

Galat 30 4,972 0,16573

Total 47 10,685

FK = 25,037 KK= 56,54%


(3)

Keterangan:

X = waktu pelaksanaan kegiatan Lampiran 11.

Jadwal pelaksanaan penelitian

NO. KEGIATAN

HARI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...83

1 Pembuatan Bak Perkecambahan x x x 2 Persiapan Media Tanam x x x x x x x 3 Seleksi Benih x

4 Skarifikasi Benih x

5 Perendaman Benih x

6 Penanaman x

7 Penyiraman Kondisional 8 Penyiangan Kondisional 9 Pengamatan Parameter Laju Perkecambahan x x x x x x x Panjang Bibit x

Panjang Akar x

Jumlah Akar x


(4)

Lampiran 12. Denah Penelitian

Blok I Blok II Blok III

M3C1 M1C2 M3C1

M2C1 M1C1 M2C1

M3C3 M3C3 M2C0

M2C3 M2C1 M3C3

M3C0 M0C0 M1C0

M0C3 M1C0 M0C0

M1C2 M2C2 M1C3

M0C0 M3C2 M0C1

M2C2 M0C2 M3C0

M1C3 M3C0 M0C2

M0C1 M1C3 M2C2

M0C2 M3C1 M3C2

M1C1 M2C0 M0C3

M1C0 M2C3 M1C2

M2C0 M0C3 M2C3

M3C2 M0C1 M1C1

75 cm 50 cm

85 cm

85 cm

214 cm

Barat

Timur

7 cm

10 cm 10 cm

5 cm 5 cm


(5)

(6)

Foto Benih Pinang dengan Perlakuan Skarifikasi

M0 M1 M2 M3

Fase Perkecambahan Benih Pinang

1 2 3