PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS-GAMES-TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SDN 2 SUNGAILANGKA KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

(2)

A. Latar Belakang Masalah

Tugas guru sebagai pendidik adalah mengajar dan mendidik, karena guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana. Guru juga harus ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Karena keberhasilan belajar dan mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelasnya yang bisa menumbuhkan hasil belajar yang langgeng.

Hasil belajar yang langgeng hanya dapat ditumbuhkan dalam kegiatan belajar yang aktif. Menurut Silberman (2006:9), agar belajar menjadi aktif, anak didik harus mengerjakan banyak sekali tugas. Anak didik harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, bahkan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat, dan penuh gairah. Bahkan anak didik dapat sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about and thinking aloud).

Kenyataan yang ada saat ini tak terkecuali di SDN 2 Sungailangka, dalam penyampaian pembelajaran IPA, masih banyak ditemukan siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Metode pembelajaran yang sering dipakai guru dalam


(3)

pembelajaran IPA adalah metode ceramah, sehingga pembelajaran cenderung tidak akrif. Guru juga menjadi kelelahan karena mungkin sudah sejak pagi hingga siang, keluar masuk kelas yang berbeda untuk mengajarkan pelajaran IPA dengan banyak ceramah, hingga mulut terasa kaku.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pelajaran yang sangat menarik bagi anak didik karena berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Dalam Permendiknas RI No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Anonim, 2006:499) disebutkan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Tujuan mata pelajaran IPA, diantaranya adalah (1) meningkatkan kesadaran anak didik untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (2) meningkatkan kesadaran anak didik untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; (3) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (Anonim, 2006: 499).

Agar siswa dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, dalam kegiatan belajar mengajar IPA, guru IPA selain perlu menggunakan metode-metode dalam proses pembelajaran juga perlu menciptakan iklim belajar yang dapat menjadikan siswa


(4)

aktif dalam mencari dan memperoleh pengetahuan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, hasil belajar anak didik sebagian besar ditentukan oleh proses belajar yang dilalui oleh anak didik itu sendiri, yaitu proses belajar yang menyenangkan, bersemangat, dan penuh gairah. Hal tersebut berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar di kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Belajar dalam kelompok kecil diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif metode yang dapat diterapkan oleh guru dalam upaya pengelolaan kelas agar belajar menjadi aktif.

Hasil belajar kognitif pelajaran IPA siswa kelas IV di SDN 2 Sungailangka saat ini belum dapat dikatakan optimal. Berdasarkan analisis terhadap hasil ulangan harian dan mid semester pelajaran IPA kelas IV di SDN 2 Sungailangka yang sudah berlangsung pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013 ini, diperoleh nilai rata-rata sebesar 60,42. Sedangkan untuk hasil belajar afektif dan psikomotor sampai saat ini belum dilakukan penilaian.

Dengan melakukan analisa berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP), untuk mengukur tingkat penguasaan bahan pelajaran yang diberikan atau ketuntasan belajar siswa, yaitu KKM pelajaran IPA adalah 60, maka dari perolehan nilai rata-rata hasil ulangan dan mid semester sebesar 60,42 tersebut menggambarkan bahwa bahan pelajaran yang diberikan dari awal semester hingga mid semester baru dapat dikuasai sebanyak 60,42%. Nilai ini sudah melebihi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah, tetapi jumlah siswa yang tuntas dan belum tuntas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1, masih ada 50%


(5)

siswa di kelas IV tersebut yang belum tuntas. Hal ini menunjukkan baru ada 50% siswa yang dapat menguasai bahan pelajaran yang diajarkan selama ini dengan baik. Dengan demikian proses pembelajaran belum optimal.

Tabel 1.1 Ketuntasan Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran Semester Ganjil T.P 2012/2013

No. Nilai Frekuensi Persentase Keterangan

1. < 60 8 50% Belum Tuntas

2. 60 - 75 6 38% Tuntas dengan penguasaan minimal

3. > 75 2 13% Tuntas dengan penguasaan optimal

16 100%

Jumlah

Sebenarnya dalam penyampaian materi pelajaran, guru IPA di SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran sudah menggunakan beberapa metode mengajar, seperti : ceramah, diskusi kelompok, dan pemberian tugas (resitasi). Dalam pembelajaran tersebut masih banyaknya siswa yang belum tuntas dalam belajar IPA di kelas IV. Oleh sebab itu, guru IPA perlu melakukan upaya pengelolaan kelas. Ada dua faktor yang dapat menentukan keberhasilan siswa, yakni pengaturan proses belajar mengajar, dan pengajaran itu sendiri, dan keduanya mempunyai saling ketergantung satu sama lain. Kemampuan mengatur atau mengelola proses belajar mengajar yang baik, akan menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar, sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran. Siswa dapat belajar dalam suasana wajar, tanpa tekanan dan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar.

Sebagai upaya peneliti untuk memperbaiki dan melakukan inovasi proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 2


(6)

Sungailangka, peneliti mencoba sebuah strategi dalam pengelolaan proses pembelajaran yang dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif tipe

Teams-Games-Tournament (TGT). Sedikit gambaran dari pembelajaran TGT

(Woolfolk,1995:380), adalah sebagai berikut: pembelajaran dilakukan secara berkelompok di mana para anggota regu siap bekerja sama, kemudian menemui anggota dari kelompok lain di akhir pembelajaran dalam permainan turnamen untuk mendapatkan poin bagi regu mereka.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah berikut :

1. Pembelajaran IPA di kelas masih monoton, siswa masih sering mendengarkan ceramah guru sehingga siswa cenderung merasa jenuh atau bosan, tidak konsentrasi dan tidak tertarik pada mata pelajaran IPA.

2. Belum ada interaksi antara guru dan siswa.

3. Kualitas pembelajaran IPA belum optimal, ditinjau dari perolehan nilai rata-rata hasil ulangan dan mid semester sebesar 60,42.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas maka rumusan masalahnya, adalah :

“Apakah pembelajaran kooperatif TGT dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran baik dari aspek kognitif maupun afektif?”.


(7)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif TGT pada siswa kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Siswa, proses belajar mengajar IPA di kelas IV SDN 2 Sungailangka menjadi menarik dan menyenangkan serta hasil belajar IPA menjadi meningkat. 2. Guru, ditemukan strategi pembelajaran yang tepat atau tidak konvensional

tetapi bersifat variatif dan inovatif.

3. Sekolah, meningkatkan mutu sekolah melalui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.


(8)

A. Belajar

Belajar menurut Asrori (2008:13) berlangsung melalui lima alat indra kita, yaitu: 1. Penglihatan (visual). Melihat kejadian sesuatu peristiwa.

2. Pendengaran (auditory). Mendengar sesuatu bunyi.

3. Pembauan (olfactory). Bau makanan membuat kita merasa lapar.

4. Rasa atau pengecap (taste). Lidah kita merasa dan dapat membedakan antara asin dan masam.

5. Sentuhan (tactile). Kulit kita merasa sentuhan dan dapat membedakan antara permukaan lembut dan permukaan kasar.

Dengan demikian, dalam proses pembelajaran tidak hanya melibatkan penguasaan fakta atau konsep sesuatu bidang ilmu saja, tetapi juga melibatkan perasaan-perasaan yang berkaitan dengan emosi, kasih sayang, benci, hasrat dengki dan kerohanian. Pembelajaran tidak terbatas pada apa yang kita rancangkan saja, tetapi juga mehibatkan pengalaman yang di luar kesadaran penuh kita, seperti peristiwa kemalangan atau mendapat ranking pertama di kelas.

Belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar, demikian menurut pendapat Usman, (2002:38). Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hamalik (2008:27) mendefinikan belajar sebagai perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.


(9)

Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, serta di mana saja. Hamalik menafsirkan belajar menjadi dua, yaitu :

1. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).

2. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Menurut kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, belajar bukan hanya mengingat, tetapi juga mengalami. Dari mengingat dan mengalami, akan terjadi perubahan kelakuan dari tidak tahu menjadi tahu melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Didalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses aktif dalam memberi reaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu yang sedang belajar, yang diarahkan kepada tujuan dengan melihat, mengamati, memahami sesuatu untuk mendapatkan pengalaman baru. Proses belajar akan terkait dengan bagaimana mengubah tingkah laku individu, tingkah laku yang dapat diamati antara lain kecenderungan perilaku.

B. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar menurut pendapat Usman (2002:102) adalah aktivitas untuk menciptakan atau membangun makna-makna personal dan kaitan-kaitan penuh makna antara informasi/prilaku baru yang diperoleh dengan makna-makna personal yang sudah terdapat dan menjadi miliknya. Aktivitas tersebut, antara lain membaca, melihat, mengerjakan, meniru dan mengalami sendiri atau bersama


(10)

dengan orang lain atau bersama dengan para pendidiknya. Pakar ilmu psikologi seperti J. Cronbach (Usman, 2002:102), mengatakan bahwa belajar itu dapat dilakukan dengan jalan mengadakan observasi, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengarkan serta mengikuti petunjuk-petunjuk yang berkenaan dengan yang dipelajari.

Menurut Djamarah (2005:79), tidak ada proses be1ajar tanpa keaktifan anak didik yang belajar. Kadar/bobot keaktifan anak didik dalam belajar berada pada rentangan skala 0-10, tidak ada skala nol, betapapun kecilnya keaktifan tersebut. Aktivitas belajar anak tidak selalu sama. Tergantung pada penggunaan metode dan pendekatan belajar mengajar serta orientasi belajar. Aktivitas mental dalam proses belajar anak didik beserta karakteristik-karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Aktivitas Mental Dalam Proses Belajar Anak Didik

Level

Aktivitas Jenis Aktivitas Mental

Metode Mengajar yang Utama Pendekatan Belajar Mengajar Orientasi Belajar I 1. Mengingat 2. Mengenal 3. Menjelaskan 4. Membedakan 5. Menyimpulkan - Ceramah - Tanya jawab - tugas Ekspository / informasi Produk II 6. Menerapkan 7. Menganalisis 8. Menyintesis 9. Menilai 10. Meramalkan - Pelatihan - Diskusi Interaksi sosial Proses III 11. Merumuskan 12. Mengkaji Nilai 13. Mengjaukan Hipotesis 14. Mengumpulkan dan

Megolah Data

15. Memecahkan Masalah 16. Mengambil Keputusan

- Problem solving - Eksperimen - Praktikum Inquiry / discovery Proses dan produk


(11)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan untuk mengembangkan kapasitas alamiah yang terdapat dalam diri setiap siswa. Serangkaian kegiatan tersebut adalah observasi, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengarkan serta mengikuti petunjuk-petunjuk yang berkenaan dengan yang dipelajari.

C. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah penguasaan atau abilitas tertentu sebagai hasil dari proses belajar. Evaluasi perlu dilakukan untuk menilai sejauh mana hasil dari proses pembelajaran dapat tercapai. Untuk mengevaluasi hasil belajar yang dicapai oleh siswa, digunakan tes dan penilaian (Sudjana dan Ibrahim, 2001:100). Tes dan penilaian hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor. Akan tetapi tidak semua mata pelajaran menghasilkan output atau produk belajar pada ketiga ranah tersebut, tergantung pada karakteristik mata pelajaran.

Hasil pembelajaran IPA pada dasarnya dapat dilihat pada ranah afektif dan kognitif. Hasil pembelajaran pada ranah afektif yang ditekankan dalam pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif TGT adalah interaksi siswa, yaitu bagaimana kerjasama atau keterlibatan siswa mendalami materi dalam kelompok mereka, bagaimana siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan baik antar sesama siswa maupun antara siswa dengan guru, bagaimana siswa menyelesaikan soal-soal latihan, menyelesaikan tugas rumah, serta gambaran sikap dan perasaan siswa ketika mengikuti kegiatan belajar mengjajar dengan metode yang diberikan.


(12)

Menurut Pribadi (2009:46) ada dua kategori tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa yang terkait dengan aspek kognitif, yaitu tes objektif dan tes karangan. Tes objektif pada umumnya berupa tes yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban yang tersedia. Contohnya : tes benar – salah (true false), tes pilihan ganda (multiple choice), mengisi (fill in) dan menjodohkan (matching). Sedangkan tes bentuk karangan (essay) merupakan tes yang menghendaki siswa untuk menjawab pertanyaan dengan pengetahuan berbentuk tulisan.

Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar adalah kualitas proses pembelajaran yang kurang baik atau kurang bermakna. Pembelajaran yang dilaksanakan saat ini masih terpusat pada guru. Pelibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran umumnya masih sebatas teori. Metode ceramah yang digunakan guru hanya mampu mengarahkan siswa untuk menerima konsep-konsep atau materi saja, sedangkan interaksi siswa dengan materi pelajaran sangat kurang.

Guru seharusnya melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan kreatif serta mampu menyelesaikan masalah dengan berbagai strategi yang mendukung tidak semata diberi ceramah, karena dengan ceramah justru akan menghambat kreativitas siswa dengan kebiasaan ketergantungan siswa pada guru (Rosyada, 2004:165). Intinya adalah guru harus menyiapkan pembelajaran yang bermakna. Menurut Prawiradilaga (2008:22), pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam membantu siswa menguasai materi atau pencapaian tujuan pembelajaran.


(13)

Penentuan batas pencapaian ketuntasan, meskipun umumnya disepakati pada skor 75, namun batas ketuntasan yang paling realistik adalah ditetapkan oleh sekolah atau daerah. Hal tersebut disesuaikan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan terhadap analisis tiga hal, yaitu tingkat kerumitan (kompleksitas), tingkat kemampuan rata-rata siswa dan tingkat kemampuan daya dukung sekolah (Sumiati dan Asra, 2008:113).

Patokan yang digunakan sebagai standar penguasaan penuh biasanya cukup tinggi. Berkisar antara 75% atau 80% sampai dengan 90%. Dapat dibayangkan, penguasaan minimal pun sudah dapat dikatakan cukup tinggi. Peluang untuk mencapai taraf kemampuan lebih tinggi dari itu sangat besar. Juga tidak ada lagi siswa memperoleh hasil belajar rendah, karena yang mendapat hasil rendah diberi bantuan secukupnya sehingga dapat mencapai taraf penguasaan penuh. Pada evaluasi akhir program (evaluasi submatif) pun siswa akan memperoleh prestasi tinggi pula. James Block misalnya, menetapkan 90% s/d 95%. Bloom menetapkan 80% s/d 85%. Alhasil, patokan ini merupakan kriteria seorang siswa dapat dianggap telah menguasai materi yang diajarkan secara minimum, juga merupakan acuan dalam pelaksanaan evaluasi setiap akhir proses pembelajaran (Sumiati dan Asra, 2008:111).

Ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan

(criterion referenced)pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar (Depdiknas, 2008:13). Ada baiknya jika guru memberitahukan kepada


(14)

siswa batas ketuntasan minimal yang harus dicapai pada mata pelajaran yang diajarkan, agar siswa termotivasi untuk belajar, berfikir dan bertindak untuk dapat mencapai tujuan belajarnya atau ketuntasan belajar yang telah ditentukan sebelumnya.

Bandura (Uno, 2008:212) menyatakan pendapatnya bahwa keberadaan tujuan akan berpengaruh terhadap perilaku. Tujuan yang spesifik, tidak terlalu sukar, dan tampak bisa dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama akan mendorong usaha untuk meningkatkan harapan untuk selalu sukses. Tujuan yang spesifik akan menjadi ukuran yang jelas bagi kinerja. Tujuan yang tidak terlalu sukar atau tidak terlalu mudah memberikan tantangan yang cukup realistis sehingga apabila dicapai dengan sukses akan meningkatkan keyakinan diri. Keyakinan diri akan meningkatkan status sosial siswa di kelas. Tujuan yang disusun sendiri oleh siswa bersangkutan akan jauh lebih efektif untuk meningkatkan kinerja dan prestasi siswa bersangkutan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka agar bisa menyusun tujuan yang menantang dan bisa dicapai, siswa harus dibimbing dalam hal menggambarkan apa yang diharapkan untuk dicapai apabila mereka secara konsisten melakukan usaha yang efektif. Apabila terjadi siswa melakukan urutan kegiatan yang panjang hanya untuk mencapai tujuan maka siswa harus dibimbing untuk membagi tujuan itu menjadi tujuan aktivitas jangka pendek dan memahami kaitan tujuan jangka pendek tersebut untuk mencapai tujuan jangka panjang.


(15)

McLaughlin dan Gnagey (Uno, 2008:213) menyatakan bahwa standar tujuan yang lebih tinggi cenderung untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Sayangnya, siswa menetapkan tujuan cenderung untuk lebih rendah. Guru dapat membantu siswa untuk mempertahankan standarnya agar tetap tinggi dengan jalan memonitor penetapan tujuan dan memberi penguatan kepada tujuan yang berstandar tinggi.

Menurut Sardiman (2011:92), menyebutkan angka ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh setiap siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Angka merupakan simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angkat/nilai yang baik.

Djamarah (2005:97) membagi keberhasilan proses pembelajaran dalam empat tingkatan, sebagai berikut :

1. Istimewa/maksimal : 100% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik. 2. Baik sekali/optimal : 76%–99% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik. 3. Baik/minimal : 60%–75% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik. 4. Kurang : < 60% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.

Taraf atau keberhasilan proses pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk upaya perbaikan dengan pertimbangan barikut:

1. Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal, atau maksimal, maka proses pembelajaran berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru. 2. Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran mencapai

taraf keberhasilan kurang, maka proses pembelajaran berikutnya adalah perbaikan (remedial) (Djamarah, 2005:98).


(16)

Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa penenutan standar ketuntasan atau keberhasilan siswa merupakan suatu keharusan dalam setiap proses belajar mengajar. Standar ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah dasar pada umumnya berada pada kisaran minimal, yaitu pada interval nilai 60% – 75%. Standar ketuntasan ini perlu dikemukakan oleh guru kepada seluruh siswa di setiap pertemuan, agar siswa termotivasi untuk mencapai standar nilai yang diperlukan untuk dapat dikatakan siswa tersebut sudah dianggap tuntas mempelajari materi yang diajarkan.

D. Metode Pembelajaran

Dalam mengajar, guru tidak hanya dituntut untuk menanamkan pengetahuan dan kecakapan kepada pelajar tetapi juga mendorong terjadinya proses belajar. Maka persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan mengajar, bagaimana terjadinya proses belajar pada pelajar, bagaimana agar murid dapat dengan mudah menerima bahan pelajaran, dan lain-lain perlu digali dan dipelajari oleh guru.

Suparta dan Aly (2003:20) mengatakan bahwa metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Cara-cara yang digunakan guru dalam mengajar ada yang dapat diterapkan kepada semua bahan pelajaran dan semua sekolah, ada pula yang berlaku khusus untuk suatu bahan pelajaran, seperti agama dan bahasa.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran sejawat (peer instruction), dan bekerja


(17)

dalam kelompok kecil. Berbagai metode (multimetode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus digunakan untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa. Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pendekatan tutorial dengan kelompok kecil, tutorial orang per orang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kunandar 2007:309).

Menurut Sumiati dan Asra (2009:97), secara umum penerapan metode pembelajaran meliputi empat kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan awal yang bersifat orientasi, guru berupaya memfokuskan perhatian dan kesiapan siswa untuk mempelajari materi pembelajaran. Kegiatan ini biasanya memanfaatkan teknik penjelasan, dapat pula dipadukan dengan mengajukan pertanyaan;

2. Kegiatan inti dalam proses pembelajaran, guru menggunakan metode-metode pembelajaran tertentu yang bertujuan memberi kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar;

3. Penguatan dan umpan balik, guru memberi tugas yang harus dikerjakan siswa yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari; dan 4. Penilaian terhadap keberhasilan yang dicapai siswa melalui proses belajar

yang dilakukan.

Pembelajaran IPA memiliki karakteristik penyelidikan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA memerlukan kegiatan penyelidikan, baik melalui observasi maupun eksperimen, sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah. Selain itu, pembelajaran IPA mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Melalui kerja ilmiah, peserta didik dilatih untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, teori sebagai dasar untuk berpikir kreatif, kritis, analitis, dan divergen (BNSP, 2007:12).


(18)

Siswa pada jenjang sekolah dasar diharapkan dapat mulai menguasai keterampilan proses dalam IPA, terutama keterampilan dasar. Keterampilan dasar meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, melakukan pengukuran metrik, memprediksi/meramal, menginferensi/menyimpulkan, dan menafsirkan. Dalam merancang proses pembelajaran IPA, guru perlu mempertimbangkan keterampilan proses dasar tersebut, serta menggunakan metode atau strategi yang lebih banyak mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran. Artinya, keterampilan proses dasar IPA akan berhasil dicapai seperti yang diharapkan melalui interaksi pembelajaran yang berkualitas. Maksudnya adalah pembelajaran aktif yang dikelola dalam tahap-tahap yang terstruktur, terdiri dari pendahuluan, pelaksanaan, penguatan, dan penutup.

1. Kegiatan pendahuluan berisi motivasi, apersepsi, dan skema materi secara umum untuk menyiapkan fisik dan mental siswa dalam menerima pelajaran baru. Menurut Djamarah (2005:91), kegiatan pendahuluan dapat dilakukan dengan cara: (1) mengulang bahan pelajaran yang lalu yang mempunyai hubungan dengan bahan yang akan diajarkan, (2) mengajukan pertanyaan yang umum sehubungan bahan pelajaran untuk membangkitkan minat.

2. Pelaksanaan merupakan kegiatan pokok pembelajaran untuk menanamkan konsep atau materi kepada siswa dengan pendekatan keterampilan proses dasar IPA. Menurut Djamarah (2005:92), kegiatan yang tergolong dalam langkah ini meliputi:

a. Menjelaskan bahan pelajaran baru dibantu dengan peragaan, unjuk laku (demonstrasi), gambar, model, bagan, yang sesuai dengan keperluan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan mengamati dengan cepat, cermat, dan tepat.


(19)

b. Merumuskan hasil pengamatan dengan merinci, mengelompokkan,. atau mengklasifiksikan materi pelajaran yang diserap dan kegiatan pengamatan terhadap bahan pelajaran tersebut.

c. Menafsirkan hasil pengelompokkan itu dengan menunjukkan sifat, hal, peristiwa, atau gejala yang terkandung pada tiap-tiap kelompok.

d. Meramalkan sebab akibat kejadian perihal atau peristiwa lain yang mungkin terjadi di waktu lain atau mendapat suatu perlakuan yang berbeda.

e. Menerapkan pengetahuan keterampilan, sikap yang ditemukan atau diperoleh dari kegiatan sebelumnya pada keadaan atau peristiwa yang baru atau berbeda.

f. Merencanakan penelitian umpamanya mengadakan percobaan sebubungan dengan masalah yang belum terselesaikan.

g. Mengkomunikasikan hasil kegiatan kepada orang lain dengan diskusi, ceramah, mengarang, dan sebagainya.

3. Penguatan dilakukan dengan pemberian tugas dan latihan mengerjakan soal-soal pelajaran IPA sesuai dengan pokok materi yang dipelajari.

4. Penutup memuat kegiatan: (1) mengkaji ulang kegiatan yang telah dilaksanakan dan merumuskan hasil yang diperoleh melalui kegiatan tersebut, (2) mengadakan tes akhir, dan (3) pemberian tugas (Djamarah, 2005:92).

Penerapan metode pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu pembelajaran yang mampu membantu siswa mencapai kompetensi yang diinginkan. Menurut Smith dan Ragan (Pribadi, 2009:23), ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan proses pembelajaran, yaitu efektif, efisien dan menarik. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu membawa siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi seperti yang diharapkan. Sedangkan makna dari pembelajaran yang efisien adalah aktivitas pembelajaran yang berlangsung menggunakan waktu dan sumberdaya yang relatif sedikit. Pembelajaran perlu diciptakan menjadi peristiwa yang menarik agar mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.


(20)

Melaksanakan suatu proses pembelajaran perlu adanya suatu disain pembelajaran, agar siswa dapat terlibat aktif dan proses pembelajaran yang dilaksanakan memiliki daya tarik, daya guna (efektivitas), serta hasil guna (efisiensi). Sumiati dan Asra (2008:91) menyebutkan bahwa ciri-ciri pembelajaran aktif yang dilakukan oleh guru maupun siswa, tercermin dari kegiatan berikut :

1. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan, proses pembelajaran dan evaluasi.

2. Adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa baik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat dan pembentukan sikap.

3. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses pembelajaran.

4. Guru bertindak sebagai fasilitator (pemberi kemudahan) dan koordinator kegiatan belajar siswa, bukan sebagai pengajar (instruktur) yang mendominasi kegiatan di kelas.

5. Biasanya menggunakan berbagai metode, media dan alat secara bervariasi.

Pembelajaran kooperatif TGT ini sengaja didesain berorientasi kelas dan berpusat pada siswa, agar tidak diperlukan waktu yang terlalu lama untuk mendapatkan hasil dari model yang diterapkan dalam mencapai tujuan. Model ini bersifat kompetitif, aktif dan kooperatif.

E. Teams-Games-Tournament

Model pembelajaran kooperatif tipeTeams-Games-Tournament(TGT), dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath Edward pada Tahun 1995. Teknik ini menggabungkan kelompok belajar dan kompetisi tim dan dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu sosial maupun bahasa dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi (Trianto, 2010:83).


(21)

TGT mirip dengan STAD. Setelah guru memberi pengarahan, siswa bergabung dalam kelompok yang anggotanya heterogen untuk saling tolong menolong membahas masalah atau pertanyaan tentang materi pelajaran. Tidak hanya melakukan tes tertulis, akan tetapi, setiap siswa bertemu sekali seminggu dalam

sebuah “tournament table” dengan dua siswa dari kelompok lain untuk

membandingkan kemampuan mereka. Tiga siswa bersaing dalam setiap meja turnamen, menjawab pertanyaan mengenai materi yang sudah mereka diskusikan dalam kelompok belajar mereka. Pemenang di setiap meja memperoleh 6 poin untuk kelompoknya. Setiap minggu biasanya peserta pemenang turnamen

“bergeser” menuju ke meja turnamen dengan kemampuan tinggi untuk menjaga kompetisi yang adil. Dengan cara ini, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menyumbang nilai kepada nilai total kelompok (Woolfolk, 1995:380).

Bette Chambers dan Philip Abrami (Woolfolk,1995:380) menemukan bahwa para anggota dari kelompok yang berhasil mempelajari lebih daripada para anggota kelompok yang tidak berhasil, mereka juga lebih bahagia dengan hasil dan nilai kemampuan mereka yang lebih tinggi daripada para anggota kelompok yang gagal. Bagi siswa dengan pencapaian rendah yang cenderung gelisah atau khawatir, tidak terima, atau tidak berdaya, menjadi kelompok yang kalah dapat mempersulit keadaan. Chambers dan Abrami menyarankan mengadakan percobaan dengan kerjasama keduanya didalam dan diantara kelompok. Sebagai contoh, keseluruhan kelas boleh mendapat pengakuan jika setiap regu mencapai tingkat belajar yang telah ditetapkan.


(22)

Silberman (2006:171) mengembangkan prosedur pembelajaran kooperatif TGT, sebagai berikut:

1. Siswa dibagi menjadi sejumlah tim beranggotakan 2 hingga 8 siswa. Harus dipastikan bahwa setiap tim memiliki jumlah anggota yang sama. Jika tidak bisa, harus merata-rata skor dari tiap tim.

2. Berikan materi kepada tim untuk dipelajari bersama.

3. Buatlah beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman dan/atau pengingatan akan materi pelajaran. Gunakan format yang memudahkan penilaian sendiri, misalnya pilihan ganda, mengisi titik-titik, benar/salah, atau definisi istilah.

4. Berikan sebagian pertanyaan kepada siswa. Sebutlah ini “ronde satu” dari turnamen belajar. Tiap siswa harus menjawab pertanyaan secara perseorangan.

5. Setelah pertanyaan diajukan, sediakan jawabannya dan perintahkan siswa untuk menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab dengan benar. Selanjutnya perintahkan mereka untuk menyatukan skor mereka dengan tiap anggota tim mereka untuk mendapat skor tim. Umumkan skor dari tiap tim.

6. Perintahkan mereka untuk belajar lagi untuk ronde kedua dalam turnamen. Kemudian ajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari “ronde kedua.”

Perintahkan tim untuk sekali lagi menggabungkan skor mereka dan menambahkannya ke skor mereka di ronde pertama.

7. Anda bisa membuat ronde sebanyak yang Anda mau, namun pastikan untuk memberi kesempatan tim untuk menjalani sesi belajar antar masing-masing ronde. (Lamanya turnamen belajar juga bisa bervariasi. Bisa singkat selama dua puluh menit atau bahkan beberapa jam).

8. Variasi juga bisa dilakukan, misalnya dengan memberi penalti kepada siswa yang memberi jawaban salah dengan memberi mereka skor minus 2 atau minus 3. Jika mereka tidak yakin dengan jawabannya, lembar jawaban kosong bisa dianggap 0 (nol). Bisa juga menjadikan pemeragaan sejumlah ketrampilan sebagai dasar turnamen.

F. Desain Pembelajaran dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament

Salah satu model desain pembelajaran yang sederhana dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, adalah model ADDIE (Prawiradilaga, 2008:21). Model ini sesuai dengan namanya terdiri dari lima fase utama, yaitu analysis, desain, development, implementation, dan


(23)

evaluation. Adapun disain pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Pengembangan Disain Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

A Analysis Kinerja Hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran untuk mata pelajaran IPA masih rendah.

D Design KD 1) Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan

gas memiliki sifat tertentu.

2) Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair padat cair, cair gas cair, padat gas.

Strategi 1) Siswa dibagi menjadi beberapa tim belajar. Satu tim belajar terdiri dari 2 orang

2) Alokasi waktu 2 x 70 menit (2 x pertemuan), jadi 1 x pertemuan adalah 70 menit, berikut rincian kegiatannya :

- Apersepsi dan penjelasan kegiatan pembelajaran melalui TGT oleh guru = 10 menit

- Membaca teks materi, berdiskusi, melakukan pengamatan terhadap benda-benda di lingkungan sekitar, dan melengkapi LKS oleh siswa = 25 menit

- Melakukan permainan TGT oleh siswa = 30 menit

- Evaluasi oleh guru = 5 menit

3) Pengamatan tim belajar, mengenai : kerjasama, bertanya pada guru, aktivitas berdiskusi, aktif melakukan permainan dalam TGT, dan menanggapi pertanyaan/pernyataan teman.

D

Develop-ment

Metode Metode pembelajaran yang dikembangkan untuk digunakan dalam mempelajari pokok bahasan mengenal sifat benda dan perubahan wujudnya adalah pembelajaran kooperatif dengan permainan kuis yang disebut dengan Teams-Games-Tournament.

I Implement 1. Pendahuluan10 menit

- Guru-peserta didik memberi salam sebelum kegiatan pembelajaran dimulai

- Guru menunjukkan sebuah balok kayu dan semangkuk serbuk kayu.

- Guru bertanya pada siswa, “Apakah ada yang tau ini jenis

benda apa?”


(24)

dicapai dan materi pembelajaran yang akan dibahas, serta metode pembelajaran yang akan dijalankan oleh siswa. - Guru mengumumkan bahwa poin tertinggi untuk hari ini

adalah 100

- Guru menyemangati siswa untuk mendapatkan poin yang tinggi dalam turnamen di akhir pembelajaran nanti. 2. Kegiatan Inti–55 menit

a. Guru :

• Mengelompokkan siswa menjadi sejumlah tim beranggotakan 2 orang.

• Memberitahukan kembali materi yang akan dipelajari adalah wujud benda dan sifatnya, kepada tim untuk dipelajari bersama selama ± 25 menit.

• Memberitahukan bahwa siswa boleh memilih tempat untuk diskusi kelompok, apakah di dalam kelas, di perpustakaan, atau di koridor kelas asalkan tidak jauh dari ruang kelas.

• Saat siswa belajar kelompok, menyiapkan dan mengatur meja turnamen yang tiap meja akan diisi oleh 3 orang siswa, serta menyiapkan kolom pengumuman skor di papan tulis yang nanti akan diisi oleh siswa.

• Mengamati aktivitas siswa saat kerja kelompok.

• Setelah waktu belajar bersama hampir selesai, guru memberitahukan kepada tiap-tiap kelompok untuk kembali ke kelas.

• Meminta setiap anggota kelompok yang sama untuk tidak menempati meja yang sama karena setiap siswa

akan bertanding dalam ”Tournamen Table”.

• Membagikan pertanyaan kepada siswa.

b. Siswa : Dengan bimbingan guru siswa dengan penuh tanggung jawab akan tugas dan rasa ingin tahu akan pengetahuan baru dalam diskusi dan pengamatan lingkungan secara berkelompok melakukan:

• Memilih tempat belajar.

• Melakukan pengamatan terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitar dan berdiskusi, serta melengkapi LKS.

• Melaksanakan permainan TGT.

• Setelah selesai menjawab pertanyaan yang diajukan dalam permainan TGT, siswa saling menilai jawaban berdasarkan daftar jawaban yang diberikan guru.

• Menyatukan skor mereka dengan tiap anggota kelompok mereka untuk mendapat skor kelompok.

• Menuliskan skor kelompok mereka di papan tulis. 3. Kegiatan Akhir/Penutup–5 menit

a. Guru menentukan peringkat berdasarkan skor kelompok yang ditulis di papan tulis.

b. Guru memberi hadiah kepada kelompok peringkat pertama. c. Guru membagikan lembar jurnal belajar untuk


(25)

d. Guru meminta siswa untuk belajar lagi di rumah, karena pada pertemuan berikutnya pembelajaran juga akan dilaksanakan dengan TGT.

e. Guru mengucapkan salam kepada peserta didik sebelum keluar kelas dan peserta didik menjawab salam.

E Evaluate Penilaian hasil belajar berupa tes tertulis dan observasi.

G. Karakteristik Pelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, akan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu mempelajari dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (BSNP 2007:484).

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja


(26)

dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP 2007:484).

H. Kerangka Pikir

Siswa pada umumnya mengalami kejenuhan pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran, terutama jika guru hanya menggunakan satu metode pembelajaran seperti ceramah, di mana guru umumnya hanya memberikan penjelasan sampai detail tetapi jarang ada kesempatan bagi siswa untuk mengadakan tanya jawab, diskusi dan sebagainya. Akibatnya hasil belajar siswapun tidak seperti yang diharapkan. Penulis berasumsi bahwa siswa adalah orang yang mampu berfikir kritis dan dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik untuk diri mereka. Disamping itu siswa juga dapat menggunakan kemampuan otak mereka dalam belajar tanpa harus dipaksa.

Berdasarkan alasan tersebut, penulis berpendapat bahwa guru IPA seharusnya dapat menyampaikan materi pelajaran dengan metode menyenangkan dan tidak menimbulkan kejenuhan misalnya dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Banyak tipe dan strategi pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA. Salah satunya adalah Teams-Games-Tournament(TGT). Melalui pelaksanaan pembelajaran TGT pada pelajaran IPA dengan materi mengenal sifat benda dan perubahan wujudnyadiharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif. Hasil yang diharapkan tentunya dapat menunjukkan adanya rangsangan pada minat belajar siswa, keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran seperti dalam diskusi kelompok,


(27)

keaktifan siswa dalam bertanya dan sebagainya. Pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Suasana belajar yang menarik dan menyenangkan sebagaimana dikemukan di atas sangat dibutuhkan bagi siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini penting untuk mengatasi kejenuhan. Pemilihan model pembelajaran kooperatif TGT ini merupakan tindakan yang diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Selain itu juga merupakan kreatifitas guru dalam melakukan inovasi pada proses pembelajaran. Diagram kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan di atas, maka disusun hipotesis tindakan sebagai berikut: “Pembelajaran kooperatif Teams-Games-Tournament (TGT) dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran, baik dari aspek

kognitif maupun afektif”. • Materi Pelajaran

• Rencana Pelajaran

Pembelajaran Kooperatif dengan Tipe

TGT

Hasil Belajar Kognitif dan Afektif


(28)

A. Setting Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dirancang secara sistematis dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa melalui penerapan Teams-Games-Tournament (TGT) dalam proses pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran untuk mata pelajaran IPA, pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Pemilihan sekolah ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran, dimana peneliti bertugas sebagai guru IPA.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa-siswi kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran yang berjumlah 16 siswa, terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Sedangkan objek penelitian adalah TGT.


(29)

C. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus untuk melihat perubahan hasil belajar siswa dalam mengikuti mata pelajaran IPA melalui pembelajaran kooperatif TGT. Adapun siklus-siklus penelitian yang akan dilakukan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, yang diadaptasi dari Asrori (2008:103).

Gambar 3.1. Bagan Alur Siklus Penelitian

PERENCANAAN TINDAKAN 1

REFLEKSI 1 PELAKSANAAN

TINDAKAN SIKLUS 1 PENGAMATAN 1

PERENCANAAN TINDAKAN 2

REFLEKSI 2 PELAKSANAAN

TINDAKAN SIKLUS 2 PENGAMATAN 2

PENYIMPULAN DAN PEMAKNAAN HASIL PERMASALAHAN

PERMASALAHAN BARU HASIL REFLEKSI 1


(30)

1. Siklus I Penelitian Tindakan Kelas

a. Perencanaan

1) Menganalisa materi pelajaran dengan topik wujud benda dan sifatnya. 2) Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi wujud

benda dan sifatnya.

3) Menyiapkan daftar pertanyaan dan daftar jawaban. 4) Menyiapkan lembar kerja siswa.

5) Menyiapkan lembar observasi. b. Pelaksanaan

1) Kegiatan awal

Dalam waktu 10 menit, guru memotivasi siswa untuk belajar dengan menjelaskan format pembelajaran TGT dan memberitahu siswa untuk mendapatkan poin yang tinggi dalam turnamen di akhir pembelajaran nanti. Guru juga memberitahukan bahwa siswa akan diberi bonus nilai 2 poin jika jawaban mereka pada LKS benar.

2) Kegiatan inti

- Guru mengelompokkan siswa menjadi sejumlah tim beranggotakan 2 orang siswa.

- Guru memberikan materi tentang wujud benda dan sifatnya kepada tim untuk dipelajari bersama selama ± 25 menit.

- Siswa boleh memilih tempat belajar, apakah di dalam kelas, di perpustakaan, atau di koridor kelas asalkan tidak jauh dari ruang kelas.


(31)

- Saat siswa belajar kelompok, guru menyiapkan dan mengatur 5 meja turnamen yang tiap meja akan diisi oleh 3 orang siswa, serta menyiapkan kolom pengumuman skor di papan tulis yang nanti akan diisi oleh siswa.

- Setelah waktu belajar bersama selesai, guru meminta setiap anggota kelompok untuk duduk di posisi meja turnamen tetapi tidak boleh satu kelompok dengan anggotanya untuk bertanding dalam

Tournamen Table”.

- Guru membagikan pertanyaan kepada siswa. Tiap siswa harus menjawab pertanyaan secara tertulis.

- Setelah siswa selesai menjawab pertanyaan yang diajukan, guru memberikan daftar jawaban dan meminta siswa untuk saling menilai jawaban temannya dan menghitung jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar. Selanjutnya siswa diminta untuk menuliskan skor jawaban benar dari soal yang mereka periksa di papan tulis pada kolom yang sudah dibuat oleh guru.

3) Kegiatan akhir

- Guru menjumlahkan skor tim dan mengumumkan peringkat tim dari yang tertinggi sampai yang terendah.

- Guru memberi hadiah kepada tim peringkat 1.

- Guru meminta siswa untuk belajar lagi di rumah, karena pada pertemuan berikutnya pembelajaran juga akan dilaksanakan dengan TGT.


(32)

c. Pengamatan atau observasi

Melakukan pengamatan terhadap aktivitas kelas dan mengisi lembar observasi selama pelaksanaan pembelajaran.

d. Refleksi

Hasil yang didapat dalam pelaksanaan pembelajaran berupa lembar observasi dan jawaban pertanyaan siswa dikumpulkan dan dianalisa, untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilakukan telah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran di kelas dan prestasi siswa kelas IV dalam pembelajaran IPA atau belum. Jika setelah dianalisa, jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran tidak mencapai 70% dan/atau jumlah siswa yang tuntas tidak mencapai 65%, maka tindakan penelitian akan dilanjutkan, dengan memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus 1. Akan tetapi, jika jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran bisa mencapai 70% dan/atau jumlah siswa yang tuntas mencapai 65%, maka tindakan penelitian dinyatakan sudah berhasil.

2. Siklus II Penelitian Tindakan Kelas

a. Perencanaan

1) Menganalisa materi pelajaran dengan topik perubahan wujud benda. 2) Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi

perubahan wujud benda.

3) Menyiapkan daftar pertanyaan dan daftar jawaban. 4) Menyiapkan lembar kerja siswa.


(33)

b. Pelaksanaan 1) Kegiatan awal

Dalam waktu 10 menit, guru memotivasi siswa untuk belajar dengan menjelaskan format pembelajaran TGT dan memberitahu siswa untuk mendapatkan poin yang tinggi dalam turnamen di akhir pembelajaran nanti. Guru juga memberitahukan bahwa siswa akan diberi bonus nilai 2 poin jika jawaban mereka di LKS benar.

2) Kegiatan inti

- Guru mengelompokkan siswa menjadi sejumlah tim beranggotakan 2 orang siswa.

- Guru meminta siswa mempelajari materi tentang perubahan wujud benda secara berkelompok selama ± 25 menit.

- Siswa diminta belajar di dalam kelas.

- Saat siswa belajar kelompok, guru menyiapkan dan mengatur 5 meja turnamen yang tiap meja akan diisi oleh 3 orang siswa, serta menyiapkan kolom pengumuman skor di papan tulis yang nanti akan diisi oleh siswa.

- Setelah waktu belajar bersama selesai, guru meminta setiap anggota kelompok untuk duduk di posisi meja turnamen tetapi tidak boleh satu kelompok dengan anggotanya untuk bertanding dalam

Tournamen Table”.

- Guru membagikan pertanyaan kepada siswa. Tiap siswa harus menjawab pertanyaan secara tertulis.


(34)

- Setelah siswa selesai menjawab pertanyaan yang diajukan, guru memberikan daftar jawaban dan memerintahkan siswa untuk menghitung jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar.

- Guru meminta siswa untuk menuliskan skor atau jumlah jawaban benar dari soal yang mereka periksa di papan tulis pada kolom yang sudah dibuat oleh guru.

3) Kegiatan akhir

- Guru menjumlahkan skor tim dan mengumumkan peringkat tim dari yang tertinggi sampai yang terendah.

- Guru memberi hadiah kepada tim peringkat 1.

- Guru memerintahkan siswa untuk belajar lagi di rumah, karena pada pertemuan berikutnya pembelajaran juga akan dilaksanakan dengan TGT.

c. Pengamatan atau observasi

Melakukan pengamatan terhadap aktivitas kelas dan mengisi lembar observasi selama pelaksanaan pembelajaran.

d. Refleksi

Hasil yang didapat dalam pelaksanaan pembelajaran berupa lembar observasi dan jawaban pertanyaan siswa dikumpulkan dan dianalisa, Hasil analisa data ini digunakan untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran kooperatif TGT yang dilaksanakan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada pembelajaran IPA, baik itu hasil belajar kognitif maupun afektif.


(35)

D. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang akan penulis gunakan dalam analisis untuk menggambarkan perubahan yang terjadi, seperti perubahan hasil belajar siswa berupa hasil belajar kognitif dan afektif adalah data kualitatif dan kuantitatif, yang diperoleh dengan cara :

1. Tes tertulis

Tes tertulis dilakukan dengan mengunakan perangkat tes berupa instrumen soal untuk mendapatkan data tentang hasil belajar kognitif siswa.

2. Observasi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan lembar observasi, untuk mengumpulkan data hasil belajar afektif, tentang aktivitas atau keterlibatan siswa dalam memahami materi dengan implementasi pembelajaran TGT pada pelajaran IPA, serta aktivitas guru yang sedang melaksanakan pembelajaran dengan TGT. Hal-hal yang diobservasi diantaranya adalah : kerja sama, bertanya pada guru, aktivitas berdiskusi, aktif melakukan permainan dalam TGT, dan menanggapi pertanyaan/pernyataan teman.

E. Alat Pengumpul Data

Alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian adalah : 1. Perangkat tes, menggunakan instrumen soal untuk mengumpulkan data hasil


(36)

2. Lembar Observasi, untuk mengumpulkan data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

F. Teknik Analisis Data

Data-data hasil penelitian tindakan kelas yang dikumpulkan tiap siklus, akan diorganisasikan atau disusun dalam bentuk tabel dan grafik berikut.

1. Aktivitas siswa

Setelah data hasil observasi siswa diorganisasikan, kemudian dicari persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas on task yang diamati dan persentase rata-rata siswa yang aktif. Persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas dihitung dengan rumus berikut :

% 100 aktif

siswa

% 1 x

n X n i i

 

Keterangan :

n i i X 1

= banyaknya siswa yang melakukan aktivitas n = jumlah siswa

Selanjutnya data persentase yang sudah disusun dalam tabel, ditampilkan dalam grafik agar fluktuasi aktivitas yang diamati dan persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas tersebut dapat lebih jelas terlihat. Setelah data aktivitas siswa ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, selanjutnya akan dideskripsikan, agar bisa dihasilkan kesimpulan tentang aktivitas siswa yang diamati dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT.


(37)

2. Aktivitas guru

Setelah data observasi aktivitas guru diorganisasikan, kemudian dicari jumlah totalnya dan ditentukan nilai akhir dari aktivitas guru dengan rumus berikut:

100 guru

aktivitas akhir

Nilai 1 x

n X n i i

 

Keterangan :

n i i X 1

= nilai pengamatan n = nilai maksimum

Kemudian data-data yang sudah disusun dalam tabel dideskripsikan, agar dapat dihasilkan kesimpulan tentang aktivitas guru yang diamati.

3. Prestasi belajar

Penilaian prestasi belajar siswa akan dilakukan terhadap proses pembelajaran melalui LKS dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tes individu. Selanjutnya data penilaian tersebut akan disusun dalam tabel. Dari data yang sudah tersusun tersebut, akan dicari:

a. Jumlah nilai perolehan kelompok maupun individu b. Nilai akhir kelompok dan individu.

c. Ketuntasan siswa secara kelompok dan individu. d. Nilai rata-rata kelas.

e. Nilai minimal. f. Nilai maksimal.

g. Jumlah dan persentase siswa yang tuntas dan tidak tuntas.

h. Setelah data-data di atas diperoleh, selanjutnya data akan disusun dalam tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui :


(38)

1) jumlah dan persentase siswa yang belum tuntas dengan penguasaan materi kurang atau memperolehan nilai akhir < 60,

2) jumlah dan persentase siswa yang tuntas dengan penguasaan materi minimal atau memperolehan nilai akhir 60–75, serta

3) jumlah dan persentase siswa yang tuntas dengan penguasaan materi optimal atau memperolehan nilai akhir > 75.

i. Data yang telah disusun dalam tabel distribusi frekuensi kemudian akan ditampilkan dalam bentuk grafik agar fluktuasi siswa yang tuntas dan tidak tuntas dapat lebih jelas terlihat.

j. Selanjutnya data yang sudah ditampilkan di atas akan dideskripsikan, agar dapat segera menentukan apakah penelitian sudah berhasil atau belum, serta langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan pada siklus atau pertemuan selanjutnya jika penelitian belum berhasil.

G. Indikator Penelitian

Tingkat keberhasilan proses pembelajaran akan menggunakan klasifikasi yang dibuat Djamarah (2005:97), sebagai berikut:

1. Istimewa/maksimal : 100% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik. 2. Baik sekali/optimal : 76%–99% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.

3. Baik/minimal : 60%–75% bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.


(39)

Selain menggunakan indikator di atas, keberhasilan pembelajaran IPA dengan pembelajaran kooperatif TGT pada siswa kelas IV SDN 2 Sungailangka Kecamatan Gedongtataan ini juga akan dilihat berdasarkan :

1. KKM pelajaran IPA ditetapkan sebesar 6,0 atau 60 poin. Nilai rata-rata prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan pembelajaran sekurang-kurangnya 60 dan siswa yang mendapat nilai≥ KKMadalah 65%.


(40)

A. Hasil Penelitian Siklus Pertama

1. Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran siklus 1 dilaksanakan pada hari Kamis, 22 November 2012. Pada pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran TGT di awal siklus ini, siswa sudah terlihat lebih aktif dibandingkan dengan proses pembelajaran sebelumnya. Keaktifan siswa tersebut antara lain disebabkan karena proses pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok dan penjelasan mengenai cara pelaksanaan pembelajaran cukup simpel sehingga mudah dipahami oleh mereka.

Setelah siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 2 orang siswa, kemudian guru membagikan LKS. Dalam proses pembelajaran ada dua kelompok yang memilih belajar di luar kelas (di koridor sekolah) dan ada enam kelompok yang masih di dalam kelas, tetapi tidak ada yang memilih perpustakaan sebagai tempat belajar. Saat siswa belajar kelompok mereka terlihat terpaku pada LKS yang diberikan, sehingga sebagian besar siswa melupakan buku cetak pelajaran IPA. Padahal dalam kerja kelompok sebelum permainan TGT dimulai, siswa boleh belajar melalui buku yang dimiliki siswa, tidak hanya dari LKS dan


(41)

lingkungan sekitar. Selama sesi diskusi atau belajar kelompok, siswa yang bertanya pada guru hanya 5 orang, padahal sudah dijelaskan bahwa siswa boleh bertanya apa saja soal pelajaran hari ini kepada guru. Hal yang menyenangkan adalah siswa terlihat aktif melakukan kegiatan belajar.

Saat sesi TGT dimulai, siswa terlihat lebih aktif bergerak ke sana ke mari mencari tempat yang cocok. Setelah semua siswa duduk di meja turnamen pilihannya, guru membagikan 3 set daftar pertanyaan di setiap meja turnamen dalam keadaan terlipat agar siswa memilih soal secara acak. Siswa diminta mengambil satu lipatan soal dan menjawabnya secara tertulis. Setelah selesai, ditukar dengan milik temannya untuk dikoreksi. Kemudian guru membagikan daftar jawaban sesuai dengan soal yang dipilih siswa dan dihitung jumlah jawaban benar dan salahnya. Selanjutnya siswa menuliskan poin jawaban benar di papan tulis sesuai kolom yang sudah disediakan oleh guru.

Selama proses pembelajaran tidak ada kendala, tetapi setelah melihat poin jawaban siswa di papan tulis ternyata dari 20 soal yang diberikan, jawaban yang benar rata-rata tidak mencapai 50%. Saat memeriksa LKS siswa, ternyata jawaban di LKS juga banyak yang salah. Sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, maka peneliti melakukan hal-hal berikut : 1) Peneliti berusaha dengan sabar, menerangkan kepada siswa bahwa

hasil belajar hari ini memang belum memuaskan, tetapi tidak apa-apa karena cara belajar seperti ini baru pertama kali dilakukan. Nanti jika sudah terbiasa, hasil belajar kalian pasti lebih bagus.


(42)

2) Peneliti menjelaskan bahwa saat belajar kelompok, siswa boleh bertanya kepada guru jika kurang jelas dengan materi yang dipelajari. 3) Peneliti membantu mengarahkan kelompok yang belum memahami

langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran TGT ini, dari awal hingga akhir pelaksanaan pembelajaran.

2. Observasi

a. Aktivitas Siswa

Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran siklus 1 pada 5 kriteria pengamatan dalam pembelajaran dengan TGT, yaitu kerjasama, bertanya jawab dengan guru, aktvitas berdiskusi, aktif dalam permainan TGT, dan menanggapi pertanyaan/pernyataan teman ditampilkan pada Lampiran 8 Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa pada 10 menit pertama siswa belum terlihat aktif, karena pada waktu ini guru baru melakukan perangsangan kepada siswa untuk belajar. Pada 10 menit ke-2 sampai dengan 10 menit ke-4 siswa sudah mulai aktif bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompoknya, karena pada waktu ini siswa sudah dibagi dalam beberapa tim serta sudah aktif melakukan proses pembelajaran kooperatif. Pada 10 menit ke-5 dan ke-6 siswa aktif melakukan permainan TGT. Pada 10 menit ke-7, siswa sudah tidak beraktivitas belajar karena guru melakukan evaluasi terhadap hasil belajar mereka melalui hasil yang tertera di papan tulis, selain itu guru juga memberikan pengarahan kepada siswa untuk pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Secara keseluruhan, rekapitulasi


(43)

hasil analisis terhadap aktivitas belajar siswa dicantumkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus 1

No. Aktivitas yang Diamati % Siswa Aktif

1 Kerjasama 100.00%

2 Bertanya jawab dengan guru 7.81%

3 Aktvitas berdiskusi 100.00%

4 Aktif dalam permainan TGT 100.00%

5 Menanggapi pertanyaan/ pernyataan teman 18.75% 65.31% Rata-rata

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa aktivitas belajar siswa cukup tinggi. Aktivitas terendah ada pada komponen aktivitas bertanya jawab dengan guru dan menanggapi pertanyaan/pernyataan teman. Secara keseluruhan, persentase siswa yang aktif pada siklus 1 sebesar 65,31%. Agar fluktuasi aktivitas yang dijalankan siswa dalam pembelajaran siklus pertama ini lebih jelas, maka dapat digambarkan menggunakan grafik aktivitas siswa pada Gambar 4.1.

Berdasarkan Gambar 4.1 tersebut dapat diketahui dengan jelas tinggi rendahnya aktivitas belajar siswa. Dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe TGT ini, aktivitas utama siswa adalah kerja sama dalam kelompok, berdiskusi dalam kelompok, dan melakukan permainan TGT. Pada Gambar 4.1 terlihat dengan jelas bahwa pada ketiga aktivitas utama yang diamati pada siklus 1 ini, siswa yang aktif sebanyak 100,00%.


(44)

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% Aktivitas J u m la h S is w a Kerjasama

Bertanya jawab dengan guru Aktvitas berdiskusi

Aktif melakukan permainan dalam TGT

Menanggapi pertanyaan/ pernyataan teman

Gambar 4.1 Grafik Aktivitas Siswa Siklus 1

b. Aktivitas Guru

Hasil observasi aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus 1 pada Lampiran 8 mendapatkan total skor sebesar 33 poin, sedangkan skor tertinggi adalah 44 poin. Dengan demikian skor aktivitas guru pada siklus 1 ini adalah 75 poin dengan kategori baik.

3. Evaluasi

Evaluasi pembelajaran dengan materi wujud benda dan sifatnya ini berdasarkan dua kategori, yaitu evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran melalui LKS hasil diskusi pada sesi belajar kooperatif dan evaluasi terhadap pemahaman siswa secara individu terhadap materi pelajaran melalui soal tes dalam permainan TGT. Penentuan ketuntasan belajar adalah berdasarkan KKM sebesar 60, dan penentuan keberhasilan proses pembelajaran mengikuti klasifikasi yang dibuat oleh Djamarah (2005:97).


(45)

Tabel 4.2 Nilai Evaluasi Kegiatan Pembelajaran Siklus 1

Nilai Keterangan Nilai Keterangan

1 66.33 Tuntas 50.00 Tidak Tuntas 121.33 58.17 Tidak Tuntas 2 66.33 Tuntas 60.00 Tuntas Peringkat 1 63.17 Tuntas 3 53.62 Tidak Tuntas 40.00 Tidak Tuntas 46.81 Tidak Tuntas 4 53.62 Tidak Tuntas 75.00 Tuntas 64.31 Tuntas 5 55.42 Tidak Tuntas 50.00 Tidak Tuntas 52.71 Tidak Tuntas 6 55.42 Tidak Tuntas 60.00 Tuntas 57.71 Tidak Tuntas 7 66.38 Tuntas 55.00 Tidak Tuntas 60.69 Tuntas 8 66.38 Tuntas 40.00 Tidak Tuntas 53.19 Tidak Tuntas 9 65.55 Tuntas 45.00 Tidak Tuntas 55.28 Tidak Tuntas 10 65.55 Tuntas 60.00 Tuntas 62.78 Tuntas 11 65.55 Tuntas 40.00 Tidak Tuntas 52.78 Tidak Tuntas 12 65.55 Tuntas 60.00 Tuntas 62.78 Tuntas 13 46.38 Tidak Tuntas 80.00 Tuntas 63.19 Tuntas 14 46.38 Tidak Tuntas 45.00 Tidak Tuntas 45.69 Tidak Tuntas 15 57.23 Tidak Tuntas 55.00 Tidak Tuntas 56.12 Tidak Tuntas 16 57.23 Tidak Tuntas 50.00 Tidak Tuntas 53.62 Tidak Tuntas

Jumlah 952.93 865.00 908.97 908.97

Rata-Rata 59.56 54.06 113.62 56.81

Nilai Min 46.38 40.00 108.88 45.69

Nilai Max 66.38 80.00 121.33 64.31

Jumlah Siswa

Tuntas 8 6 6

Jumlah Siswa

Tidak Tuntas 8 10 10

Prosentase

Siswa Tuntas 50.00% 37.50% 37.50%

Prosentase Siswa Tidak Tuntas

50.00% 62.50% 62.50%

113.88 118.05 109.73 115.55 108.88 110.42 Keterangan Rata-rata / Nilai Akhir No. Sampel Tes Individu LKS TGT Skor Akhir Tim 111.12

Keterangan : KKM = 60

Hasil evaluasi pembelajaran siklus 1 disajikan pada Tabel 4.2. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata kelas untuk proses pembelajaran dengan TGT yang dinilai berdasarkan LKS TGT adalah 59,56. Pada Tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa dengan patokan nilai ketuntasan sebesar 60, maka siswa yang mendapat nilai 60 dalam proses pembelajaran dengan TGT sebanyak 50,00%. Berdasarkan kriteria ketuntasan yang dikemukakan oleh Djamarah (2005:97), bahwa proses pembelajaran dikategorikan


(46)

kurang jika < 60% materi yang dipelajari dapat dikuasai oleh anak didik, maka proses pembelajaran kooperatif pada siklus 1 ini masuk dalam kategori kurang.

Nilai rata-rata untuk uji penguasaan materi secara individu di akhir proses pembelajaran yang dievaluasi berdasarkan skor individu pada saat permainan TGT sebesar 54,06. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa siswa yang mendapat nilai60 sebanyak 37,50%. Dengan demikian nilai atau skor individu yang diperoleh siswa dengan pelaksanaan proses pembelajaran TGT pada siklus 1 ini dikategorikan kurang.

Perolehan nilai akhir yang dihitung berdasarkan rata-rata evaluasi terhadap kedua kriteria (LKS TGT dan tes individu) pada Tabel 4.2 sebesar 56,81. Siswa yang tuntas dengan mendapat nilai60 sebanyak 37,50%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran pada siklus 1 ini 37,50% siswa tuntas dengan nilai rata-rata penguasaan materi sebesar 56,81. Ketuntasan belajar pada siklus 1 masuk dalam kategori kurang.

Agar fluktuasi siswa yang tuntas dan belum tuntas dalam pembelajaran siklus 1 ini lebih jelas, maka dapat digambarkan sebagaimana Gambar 4.2. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat dengan jelas tinggi rendahnya ketuntasan belajar siswa. Persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 60 lebih rendah dibandingkan siswa yang memperoleh nilai < 60, baik pada aspek kelompok maupun individu.


(47)

0 10 20 30 40 50 60 70

< 60 60 - 75 > 75 Interval Nilai % J u m la h S is w a TGT Tes Individu Rata-rata

Gambar 4.2. Grafik Ketuntasan Belajar pada Kegiatan Pembelajaran dengan TGT Siklus 1

4. Refleksi dan Perencanaan Ulang

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siklus 1

Kriteria yang dievaluasi Hasil Evaluasi

Siswa Aktif 65.31%

Rata-rata Nilai Prestasi Belajar 56.81

Daya Serap 56.81%

Siswa Tuntas 37.50%

Berdasarkan rekapitulasi hasil pembelajaran siklus 1 yang disajikan pada Tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah siswa yang aktif sebesar 65,31%; nilai rata-rata prestasi belajar sebesar 56,81; daya serap siswa terhadap materi pelajaran sebesar 56,81%; dan jumlah siswa yang tuntas atau dapat menguasai materi pelajaran dengan baik sebesar 37,50%. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran belum berhasil, karena belum mencapai indikator kinerja. Masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki dalam pengelolaan pembelajaran


(48)

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Kekurangan yang terjadi pada pembelajaran siklus 1, antara lain:

a. Siswa belum terbiasa belajar sendiri atau mandiri.

b. Siswa belum terbiasa menyelesaikan atau melengkapi LKS sebagai hasil atau bukti belajar kelompok.

c. Siswa tidak terbiasa bertanya jawab dengan guru.

d. Guru belum maksimal memberikan bimbingan kepada siswa dalam hal belajar mandiri.

Untuk meningkatkan aspek yang masih kurang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siklus 1 ini, maka perlu adanya langkah-langkah perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus 2, yaitu:

a. Guru lebih memotivasi siswa untuk aktif bertanya kepada guru selama waktu belajar kelompok berlangsung.

b. Guru lebih memberikan bimbingan dan arahan selama sesi belajar kelompok.

c. Siswa diminta aktif mencari informasi atau membaca dari buku cetak pelajaran IPA secara mandiri.

B. Penelitian Siklus Kedua

1. Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran siklus 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 29 November 2012. Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT


(49)

pada siklus 2, menampakkan suasana belajar sesuai dengan yang diharapkan. Siswa terlihat aktif dan teratur dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa dengan cara pelaksanaan pembelajaran TGT ini.

Oleh karena pelaksanaan pembelajaran sudah teratur, maka peneliti berupaya untuk mempertahankan kondisi ini, dengan melakukan hal-hal berikut : 1) Peneliti tetap mengingatkan kepada siswa untuk aktif mengikuti proses

pembelajaran dengan motode pembelajaran kooperatif tipe TGT ini. 2) Peneliti memberi penghargaan dan penguatan kepada siswa yang terus

aktif dan berhasil mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

2. Observasi

a. Aktivitas Siswa

Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran dengan TGT siklus 2 disajikan pada Lampiran 12. Pada lampiran tersebut dapat dilihat bahwa pada 10 menit pertama siswa belum terlihat aktif, karena pada waktu ini guru baru melakukan perangsangan kepada siswa untuk belajar. Pada 10 menit ke-2 sampai dengan 10 menit ke-4 siswa sudah mulai aktif bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompoknya, karena pada waktu ini siswa sudah dibagi dalam beberapa tim serta sudah aktif melakukan proses pembelajaran kooperatif. Pada 10 menit ke-5 dan ke-6 siswa aktif melakukan permainan TGT. Pada 10 menit ke-7, siswa sudah tidak beraktivitas belajar karena guru melakukan evaluasi terhadap hasil belajar mereka melalui hasil yang


(50)

tertera di papan tulis, selain itu guru juga memberikan pengarahan kepada siswa untuk pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Secara keseluruhan, rekapitulasi hasil analisis terhadap aktivitas belajar siswa pada siklus 2 dicantumkan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus 2

No. Aktivitas yang Diamati % Siswa Aktif

1 Kerjasama 100.00%

2 Bertanya jawab dengan guru 39.06%

3 Aktvitas berdiskusi 100.00%

4 Aktif dalam permainan TGT 100.00%

5 Menanggapi pertanyaan/ pernyataan teman 22.92% 72.40% Rata-rata

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa aktivitas belajar siswa cukup tinggi. Aktivitas terendah ada pada komponen aktivitas bertanya jawab dengan guru dan menanggapi pertanyaan/pernyataan teman. Secara keseluruhan, persentase siswa yang aktif pada siklus 2 ini sebanyak 72,80%. Fluktuasi aktivitas yang dijalankan siswa dalam pembelajaran siklus 2 dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4.3.

Berdasarkan Gambar 4.3 tersebut dapat diketahui dengan jelas tinggi rendahnya aktivitas belajar siswa. Pada pertemuan 2 ini, 100% siswa aktif bekerja sama, berdiskusi, dan melakukan permainan TGT; 39,06% siswa aktif bertanya jawab dengan guru; dan 22,92% siswa aktif menanggapi pertanyaan dan pernyataan teman.


(51)

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% Aktivitas % J u m la h S is w a Kerjasama

Bertanya jawab dengan guru

Aktvitas berdiskusi Aktif melakukan permainan dalam TGT Menanggapi pertanyaan/ pernyataan teman

Gambar 4.3. Grafik Aktivitas Siswa Siklus 2

b. Observasi Aktivitas Guru

Hasil observasi aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus 2 (Lampiran 12) memperoleh total skor sebesar 33 poin, sedangkan skor tertinggi adalah 44 poin. Dengan demikian skor aktivitas guru pada siklus 2 adalah 75,00 poin dengan kategori baik.

3. Evaluasi

Hasil evaluasi pembelajaran siklus 2 disajikan pada Tabel 4.5. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kelas untuk pelaksanaan pembelajaran (LKS TGT) adalah 76,05. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 12 orang (75,00%). Berdasarkan kriteria ketuntasan yang dikemukakan oleh Djamarah (2005:97), bahwa proses pembelajaran dikategorikan optimal jika 76% sampai dengan 99% materi yang dipelajari dapat dikuasai oleh anak didik, maka proses pembelajaran kooperatif pada siklus 2 ini masuk dalam kategori optimal.


(52)

Tabel 4.5 Nilai Evaluasi Kegiatan Pembelajaran Siklus 2

Nilai Keterangan Nilai Keterangan

1 100.00 Tuntas 90.00 Tuntas 175.00 95.00 Tuntas 2 100.00 Tuntas 60.00 Tuntas Peringkat 1 80.00 Tuntas 3 94.48 Tuntas 40.00 Tidak Tuntas 67.24 Tuntas 4 94.48 Tuntas 75.00 Tuntas 84.74 Tuntas 5 81.98 Tuntas 60.00 Tuntas 70.99 Tuntas 6 81.98 Tuntas 45.00 Tidak Tuntas 63.49 Tuntas 7 75.00 Tuntas 55.00 Tidak Tuntas 65.00 Tuntas 8 75.00 Tuntas 35.00 Tidak Tuntas 55.00 Tidak Tuntas 9 12.50 Tidak Tuntas 45.00 Tidak Tuntas 28.75 Tidak Tuntas 10 12.50 Tidak Tuntas 30.00 Tidak Tuntas 21.25 Tidak Tuntas 11 100.00 Tuntas 55.00 Tidak Tuntas 77.50 Tuntas 12 100.00 Tuntas 40.00 Tidak Tuntas 70.00 Tuntas 13 44.48 Tidak Tuntas 35.00 Tidak Tuntas 39.74 Tidak Tuntas 14 44.48 Tidak Tuntas 55.00 Tidak Tuntas 49.74 Tidak Tuntas 15 100.00 Tuntas 30.00 Tidak Tuntas 65.00 Tuntas 16 100.00 Tuntas 40.00 Tidak Tuntas 70.00 Tuntas

Jumlah 1216.88 790.00 1003.44

Rata-Rata 76.05 49.38 125.43 62.71

Nilai Min 12.50 30.00 50.00 21.25

Nilai Max 100.00 90.00 175.00 95.00

Jumlah Siswa

Tuntas 12 4 11

Jumlah Siswa

Tidak Tuntas 4 12 5

Prosentase

Siswa Tuntas 75.00% 25.00% 68.75%

Keterangan Rata-rata / Nilai Akhir No. Sampel Tes Individu LKS TGT 135.00 89.48 Skor Akhir Tim 151.98 120.00 50.00 147.50 134.48

Keterangan : KKM = 60

Nilai rata-rata untuk uji penguasaan materi secara individu pada permainan TGT dikategorikan kurang, karena nilai rata-rata secara klasikal baru mencapai 49,38. Siswa yang tuntas dengan mendapat nilai≥60 sebanyak 4 orang (25,00%). Dengan demikian hasil evaluasi secara individu dalam pelaksanaan permainan TGT pada Siklus 2 ini adalah 25,00% siswa tuntas dengan rata-rata penguasaan materi kurang sebesar 49,38.

Perolehan nilai akhir yang dihitung berdasarkan rata-rata evaluasi terhadap kedua kriteria pada Tabel 4.5 sebesar 62,71 dan siswa yang tuntas


(53)

dengan nilai rata-rata ≥ 60 sebanyak 11 orang (68,75%). Dengan demikian keberhasilan proses pembelajaran pada siklus 2 ini adalah 68,75% siswa tuntas dengan rata-rata penguasaan materi sebesar 62,71. Ketuntasan belajar pada siklus 2 masuk dalam kategori minimal.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

< 60 60 - 75 > 75

Interval Nilai % Ju m la h S isw a TGT Tes Individu Rata-rata

Gambar 4.4. Grafik Ketuntasan Belajar pada Kegiatan Pembelajaran dengan TGT Siklus 2

Fluktuasi siswa yang tuntas dan belum tuntas dalam pembelajaran siklus 2 ini lebih jelas terlihat pada grafik ketuntasan belajar siswa Gambar 4.4. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas tinggi rendahnya ketuntasan belajar siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 ini, mayoritas siswa tidak tuntas secara individu. Oleh karena nilai akhir siswa adalah gabungan dari nilai proses pembelajaran kooperatif atau berkelompok dengan nilai tes individu, maka persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 60 pada siklus 2 ini lebih tinggi dibandingkan siswa yang memperoleh nilai < 60.


(54)

4. Refleksi

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Siklus 2

Kriteria yang dievaluasi Hasil Evaluasi

Siswa Aktif 72.40%

Rata-rata Nilai Prestasi Belajar 62.71

Daya Serap 62.71%

Siswa Tuntas 68.75%

Berdasarkan rekapitulasi hasil pembelajaran siklus 2 yang disajikan pada Tabel 4.6 menunjukkan adanya peningkatan. Pada tabel tersebut terlihat bahwa jumlah siswa yang aktif dalam pembelajaran siklus 2 meningkat dari 65,31% menjadi 72,40%; rata-rata nilai prestasi belajar siswa meningkat dari 56,81 menjadi 62,71; daya serap siswa terhadap materi pelajaran meningkat dari 56,81% menjadi 62,71%; dan jumlah siswa yang tuntas atau dapat menguasai materi pelajaran dengan baik meningkat dari 37,50% menjadi 68,75%. Peningkatan hasil yang didapat pada siklus 2 ini disebabkan karena kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus 1 sudah diperbaiki pada siklus 2.

Hasil refleksi dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siklus 2, adalah sebagai berikut :

a. Secara keseluruhan aktivitas siswa dikategorikan baik, karena jumlah siswa yang aktif sudah mencapai 72,40%.

b. Setelah memeriksa hasil belajar siswa, maka diperoleh hasil sebagai berikut:


(55)

1) Proses pembelajaran kooperatif/kelompok yang ditinjau dari nilai rata-rata LKS kelompok secara klasikal dikategorikan optimal, karena daya serap siswa terhadap mata pelajaran sudah mencapai 76,05%. Jumlah siswa yang tuntas belajar kelompok sudah mencapai indikator kinerja, yaitu sudah mencapai 75,00%.

2) Penguasaan materi secara individu (tes individu pada permainan TGT) dikategorikan kurang, karena daya serap siswa terhadap materi baru mencapai 49,36%. Jumlah siswa yang tuntas juga belum mencapai kinerja, yaitu baru 25,00%.

3) Secara keseluruhan hasil akhir prestasi belajar siswa siklus 2 dikategorikan baik/minimal, karena rata-rata daya serap siswa terhadap materi pelajaran mencapai 62,71%. Jumlah siswa yang tuntas sudah mencapai indikator kinerja, yaitu sudah mencapai 68,75%.

Berdasarkan hasil di atas, jumlah siswa yang aktif melakukan kegiatan belajar yang dirancang oleh guru dikategorikan baik dan sudah mencapai kinerja atau kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu jika 70% siswa aktif dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat dikatakan berhasil membuat siswa belajar dengan aktif. Dalam hal prestasi belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pembelajaran siklus 2 sudah berada pada tingkat minimal dan siswa yang tuntas sudah mencapai kinerja yang ditentukan, yaitu 65% siswa tuntas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT ini sudah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah afektif dan ranah kognitif.


(56)

C. Pembahasan

1. Perencanaan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran, baik dari segi aktivitas belajar (afektif) maupun dari segi prestasi belajar (kognitif) terlihat bahwa hal-hal yang dipersiapkan dan direncanakan sebelum pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dapat diimplementasikan dengan baik.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pada saat pelaksanaan pembelajaran, aktivitas siswa sangat terlihat. Meskipun di awal siklus siswa masih belum terlalu aktif, yang berimbas pada prestasi belajar yang belum optimal, namun setelah dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan, siswa semakin aktif dan semakin teratur melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

3. Observasi

a. Aktivitas Siswa

Aktivitas utama yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT ini, dari siklus 1 hingga siklus 2, adalah kerjasama dalam kelompok, diskusi kelompok, dan permainan TGT. Pada Tabel 4.1 dan 4.4 terlihat bahwa 100% siswa terlibat aktif melakukan kegiatan tersebut. Aktivitas lain yang juga penting dalam pembelajaran ini adalah bertanya pada guru. Oleh karena siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT ini belajar sendiri, atau belajar


(57)

menggali materi sendiri melalui kegiatan belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang, maka siswa harus aktif membaca buku dan bertanya pada guru jika tidak bisa memahami sendiri materi dari buku pelajaran mereka. Tetapi dalam kegiatan pembelajaran di siklus pertama, siswa tidak terlihat aktif bertanya jawab dengan guru. Akibatnya siswa aktif melakukan kegiatan belajar tetapi tidak menunjukkan hasil belajar yang memuaskan.

Jumlah siswa yang aktif dari siklus ke siklus terlihat terus meningkat. Peningkatan jumlah siswa yang aktif dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini menunjukkan bahwa siswa semakin lama semakin menikmati pembelajaran yang dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini. Meningkatnya siswa yang aktif dalam proses pembelajaran juga menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut menarik. Keadaan ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar yang diterapkan berhasil membuat siswa aktif dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith dan Ragan (Pribadi, 2009:23), bahwa pembelajaran perlu diciptakan menjadi peristiwa yang menarik agar mampu meningkatkan minat siswa dalam belajar. Selain itu, pembelajaran IPA yang dikemas dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini mempunyai ciri-ciri pembelajaran aktif seperti yang diungkapkan oleh Sumiati dan Asra (2008:91), yaitu :

1. Sudah adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses pembelajaran IPA.


(58)

2. Guru dalam pembelajaran IPA ini sudah bertindak sebagai fasilitator atau pemberi kemudahan dan sebagai koordinator kegiatan belajar siswa, bukan sebagai pengajar atau instruktur, karena selama proses pembelajaran berlangsung guru banyak melakukan kegiatan observasi atau hanya mengamati aktivitas siswa serta memberi bimbingan jika ada siswa yang mengalami kesulitan.

3. Guru menggunakan metode yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Pada dasarnya dalam pelaksanaan pembelajaran setiap hari di sekolah, dari pagi sekitar pukul 07.15 WIB hingga sekitar pukul 14.00 WIB, ada aktivitas lain yang dilakukan oleh siswa yang biasa disebut aktivitas off task, misalnya ijin ke kamar mandi, ngobrol sedikit dengan teman sebangku atau sekelompok, melakukan pekerjaan lain selain aktivitas belajar, ngantuk, atau bicara ngelantur saat pembelajaran berlangsung. Hal ini tidak dapat dihindari, karena kebosanan bisa terjadi pada siapa saja yang melakukan aktivitas rutin setiap hari dengan jam yang panjang. Namun kebosanan ini bisa diminimalisir jika guru menerapkan metode mengajar yang menarik. Faktor lain adalah faktor biologis, seperti sedang tidak enak badan. Hal ini terbukti pada penelitian, siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran pada siklus 1 hingga siklus 2 terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dipersiapkan sedemikian rupa menggunakan metode yang dapat melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas. Siswa akan betah belajar sehingga melupakan kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering


(59)

dilakukan selama pembelajaran berlangsung, seperti mengantuk, ngobrol, dan lain-lain.

b. Aktivitas Guru

Aktivitas guru yang diamati dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dari siklus 1 hingga siklus 2 terdiri dari 11 kriteria, yaitu apersepsi, memotivasi siswa untuk melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran, menyampaikan bahan/materi yang akan dipelajari, penggunaan alat peraga, teknik pembagian kelompok, pengelolaan kegiatan diskusi, melaksanakan kegiatan penilaian selama proses pembelajaran, pemberian pertanyaan, memberikan penguatan/penghargaan baik individu maupun kelompok, menyimpulkan materi pembelajaran, dan menutup pembelajaran. Skor yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap ke-11 kriteria tersebut sebesar 33 poin dari skor tetinggi sebesar 44 poin. Dengan demikian nilai akhir aktivitas guru pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah 75 poin. Hal ini menunjukkan bahwa:

1) Guru sudah baik dalam melakukan perangsangan kepada siswa untuk belajar. 2) Guru sudah dapat memotivasi siswa untuk melibatkan diri dalam kegiatan

belajar dengan baik.

3) Materi atau bahan pelajaran sudah disampaikan dengan baik.

4) Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran sudah baik atau memadai.


(60)

6) Guru mengelola kegiatan diskusi siswa dengan baik.

7) Penilaian yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran sudah dilakukan dengan baik.

8) Pemberian pertanyaan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT dilakukan guru dengan baik.

9) Penguatan atau penghargaan yang diberikan guru selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT sudah dilakukan dengan baik.

10) Cara guru menyimpulkan pembelajaran sudah dilakukan dengan baik. 11) Guru juga menutup pembelajaran dengan baik.

4. Evaluasi

Hasil evaluasi prestasi belajar siswa pada siklus 1 kurang memuaskan. Materi pelajaran IPA yang dipelajari secara mandiri oleh siswa baru dapat dikuasai sebanyak 56,81%, sehingga siswa yang tuntas belajar dengan ketentuan KKM sebesar 60 baru 6 orang (37,50%). Hal ini dapat disebabkan karena pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siklus 1, siswa baru mulai beradaptasi dengan metode belajar yang diterapkan. Nampaknya pada pertemuan pertama ini siswa belum dapat belajar dengan model ini. Pada pertemuan di siklus 2, adaptasi siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini terlihat lebih baik, karena siswa dapat menguasai materi yang mereka pelajari sendiri jauh lebih banyak dibandingkan dengan siklus 1. Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa sudah dapat menikmati cara belajar dengan aktivitas-aktivitas belajar yang dirancang atau dikemas oleh guru dengan baik, maka prestasi belajar siswa juga


(61)

menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawiradilaga (2008:22), guru perlu menyediakan pembelajaran bermakna bagi anak didik, yaitu pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam membantu siswa menguasai materi atau pencapaian tujuan pembelajaran.

Jika diperhatikan, hasil evaluasi prestasi siswa dalam pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada penelitian ini menunjukkan bahwa, rata-rata nilai evaluasi dari kedua kriteria penilaian (proses pembelajaran kooperatif dan tes individu dalam permainan TGT), dari siklus 1 hingga siklus 2 mengalami peningkatan. Evaluasi terhadap prestasi belajar maupun ketuntasan belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT tiap siklusnya, sebagai berikut: 1. Pada siklus pertama, 37,50% siswa tuntas dengan penguasaan materi kurang

sebesar 56,81%. Artinya siswa dapat menguasi materi wujud benda dan sifatnya yang mereka pelajari sendiri dengan teknik pembelajaran kooperatif dan permainan TGT sebanyak 56,81%. Hal ini menunjukkan bahwa baru ada 37,50% siswa yang dapat menguasai tujuan belajar pada siklus 1 ini dengan baik.

2. Pada siklus kedua, 68,75% siswa tuntas dengan rata-rata penguasaan materi minimal sebesar 62,71%. Artinya siswa dapat menguasi materi perubahan wujud benda yang mereka pelajari secara mandiri dengan teknik pembelajaran kooperatif dan permainan TGT sebanyak 62,71%. Hal ini menunjukkan bahwa pada siklus 2 ini siswa yang dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik sudah mencapai 68,75%.


(62)

Hasil tersebut di atas, menunjukkan siswa telah memiliki motivasi yang kuat dalam belajar, sebagaimana dikemukakan oleh Sardiman (2011:92), dengan menyebutkan angka ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh setiap siswa merupakan motivasi yang sangat kuat, karena angka merupakan simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Motivasi tersebut diberikan oleh guru pada awal pembelajaran, yaitu dengan mengingatkan kepada siswa bahwa ketuntasan belajar IPA adalah 60, dengan demikian ada usaha dari siswa untuk mencapai ketuntasan tersebut. Didukung pula dengan pembelajaran yang menarik, maka hasil yang dicapai juga maksimal.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI 1 SUNGAILANGKA KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

0 7 40

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA BUATAN PADA SISWA KELAS III SDN I LUGUSARI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011/2012

0 6 46

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA BUATAN PADA SISWA KELAS III SDN I LUGUSARI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011/2012

0 9 40

PENGGUNAAN “ METODE DISKUSI “ UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV MI DINIYYAH PUTRI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 33 42

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS-GAMES-TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DI SDN 2 SUNGAILANGKA KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 80

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SISWA KELAS IV SD NEGERI 6 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 6 45

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMP TAMAN SISWA GEDONGTATAAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 51

PENERAPAN METODE KOOPERATIF TIPE TWO STAY STRAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 4 SUNGAILANGKA KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN ESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 14 45

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM MENGGUNAKAN ALAT PERAGA DI KELAS V SDN 2 MERAK BATIN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 32

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK BAGI SISWA KELAS IV SDN 2 TANJUNG SARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 50