Pokok Teori Yang Di Sampaikan Oleh Coser

21 Dalam karyanya, Coser memberi perhatian pada adanya konflik eksternal dan internal. Konflik eksternal mampu menciptakan dan memperkuat identitas kelompok. Ia menyatakan ”.. konflik membuat batasan-batasan di antara kedua kelompok dalam system sosial dengan memperkuat kesadaran dan kembali atas atas keterpisahan, sehingga menciptakan kesadaran identitas kelompok dalam sistem ”. Selanjutnya, konflik eksternal akan menjadi proses refleksi kelompok-kelompok identitas mengenai kelompok di luar mereka sehingga meningkatkan partisipasi setiap anggota terhadap pengorganisasian kelompok. Kelompok identitas diluar, mereka ini merupakan negative refrence group . Selain konflik eksternal, konflik internal memberi fungsi positif terhadap kelompok identitas mengenai adanya kesalahan perilaku. Ada perilaku anggota yang dianggap menyimpang dari teks norma kelompok sehingga perlu dikoreksi oleh kelompok tersebut. Selain itu konflik internal merupakan mekanisme bertahan dari eksistensi suatu kelompok. 5

B. Pokok Teori Yang Di Sampaikan Oleh Coser

1. Fungsi-Fungsi Konflik Sosial a. Katup Penyelamat Ketika konflik terjadi, Coser memberikan solusi yaitu konsep katup penyelamat safety valve . Margaret Poloma menyatakan bahwa katup penyelamat safety valve merupakan mekanisme khusus yang digunakan kelompok untuk mencegah konflik sosial terutama konflik yang lebih besar yang berpotensi merusak struktur keseluruhan. 6 Coser melihat katup penyelamat demikian berfungsi sebagai jalan keluar yang meredakan permusuhan yang tanpa itu hubungan-hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan 5 Novri Susan, Sosiologi Konflik …, 55-56. 6 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporter …, 108. 22 akan semakin tajam. 7 Katup penyelamat mampu mengakomodasi luapan permusuhan menjadi tersalur tanpa menghancurkan seluruh struktur. Ia ikut membersihkan suasana yang sedang kacau. Lewat Katup penyelamat itu permusuhan dihambat agar tidak berpaling melawan obyek aslinya. Tetapi penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial maupun bagi individu: mengurangi tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yang sedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diri individu menciptakan kemungkinan tumbuhnya ledakan-ledakan destruktif. 8 b. Konflik Realistis Non-Realistis Dalam membahas situasi konflik Coser membedakan dua tipe dasar konflik yaitu Konflik Realistis dan Konflik Non-Realistis.  Konflik Yang Realistis Konflik realistik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : - Konflik muncul dari rasa frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan dari perkiraan keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objek frustasi. Disamping itu, konflik merupakan keinginan untuk mendapatkan sesuatu expectations of gains . - Konflik merupakan alat untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-langkah untuk mencapai hasil ini jelas disetujui oleh kebudayaan mereka. Dengan kata lain, konflik realistis sebenarnya mengejar: power, status yang langka, resources sumber daya, dan nilai-nilai. 7 Lewis Coser, The Function Of Sosial Conflict, New York: The Free Press, 1956, 41. 8 Ibid, 48. 23 - Konflik akan terhenti jika aktor menemukan pengganti yang sejajar dan memuaskan untuk mendapat hasil akhir. - Pada konflik realistis terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pilihan –pilihan amat bergantung pada penilaian partisipan atas kemujaraban yang selalu tersedia itu. 9 Konflik yang realistis sering merupakan rangsangan utama untuk perubahan sosial. Perubahan seperti itu dapat menguntungkan sistem dengan memberikannya kebebasan untuk dengan lebih efektif perubahan-perubahan dalam lingkungannya atau perubahan dapat menghasilkan suatu kepekaan terhadap kebutuhan pribadi anggota sistem: dalam hal ini komitmen terhadap sistem itu cenderung naik. Konflik realistis memiliki sumber yang konkret atau bersifat material seperti perebutan sumber ekonomi atau wilayah. Jika mereka telah memperoleh sumber rebutan itu dan bila dapat diperoleh tanpa perkelahian, maka konflik akan segera di atasi dengan baik. 10  Konflik Yang Nonrealistis Konflik yang Nonrealistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Konflik Nonrealistis adalah konflik yang terjadi tidak berhubungan dengan isu substansi penyebab konflik. Konflik ini dipicu atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakukan angresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu penyebab konflik tidak penting hal yang penting adalah bagaimana mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, metode manajemen konflik yang agresi, mengunakan kekuasaan, kekuatan, dan 9 Rachmad K. Dwi Susilo, 20 Tokoh Sosiologi Modern…, 232. 10 Novri Susan, Sosiologi Konflik …, 54-55. 24 paksaan. 11 Konflik Nonrealistis didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis. Konflik ini seperti konflik antar agama, antar etnis, dan konflik-konflik antar kepercayaan lainnya. Konflik nonrealistis merupakan satu cara menurunkan ketegangan atau mempertegas identitas satu kelompok dan cara ini mewujudkan bentuk-bentuk kekejian yang sesungguhnya turun dari sumber-sumber lain. 12 Dibandingkan dengan konflik Realistik, konflik Nonrealistik kurang stabil atau memiliki tingkatan stabilitas tingkatan yang lebih rendah. Konflik Nonrealistis cenderung sulit untuk menemukan resolusi konflik, konsensus, dan perdamian tidak akan mudah diperoleh. 2. Permusuhan Dari Hubungan-Hubungan Sosial Yang Intim Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresif. Coser menyatakan semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan-hubungan sekunder seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan-hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengugkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Yang bersifat paradoks ialah semakin dekat hubungan semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan tetapi semakin lama perasaan demikian ditekan maka semakin penting pengungkapannya demi mempertahankan hubungan itu sendiri. Karena dalam suatu 11 Lewis Coser, The Function Of ..., 53-54. 12 Novri Susan, Sosiologi Konflik …, 55. 25 hubungan yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlibat maka konflik itu ketika benar-benar meledak mungkin sekali akan sangat keras. Walau berat bagaimanapun masalahnya ketika konflik meledak dalam hubungan- hubungan yang intim itu. Coser menegaskan bahwa tidak adanya konflik tidak bisa dianggap sebagai petunjuk kekuatan dan stabilitas dari hubungan yang demikian. Konflik yang diungkapkan dapat merupakan tanda-tanda dari hubungan-hubungan yang hidup sedang tidak adanya konflik itu dapat berarti penekanan masalah-masalah yang menandakan kelak akan ada suasana yang benar-benar kacau. 13 3. Isu Fungsionalitas Konflik Konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dan secara negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur. Coser mengutip hasil pengamatan Simmel yang menunjukkan bahwa konflik mungkin positif sebab dapat meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan. Peningkatan konflik dalam kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan dan ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Coser juga menyatakan bahwa yang menentukan suatu konflik fungsional adalah tipe isu yang merupakan subyek konflik itu. Konflik fungsional positif bilamana tidak mempertanyakan dasar-dasar hubungan dan fungsional negatif jika menyerang suatu nilai inti. Coser juga menambahkan bahwa masyarakat yang berstruktur longgar terbuka dan demokratis membangun perlindungan suatu nilai inti dengan cara dengan membiarkan konflik itu berkembang disekitar masalah-masalah yang tidak mendasar Amerika sebagai contohnya dari masyarakat berstruktur longgar dan terbuka dimana pada negara tersebut terdapat 13 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporter …, 111-113. 26 suatu konflik mengenai berbagai masalah, mulai dari abortus, nuklir dan masalah perpajakan oleh karena masalah-masalah tersebut tidak menyangkut nilai-nilai inti maka konflik yang seperti ini tak membahayakan struktur sosial. Ini malah dapat meningkatkan solidaritas struktural di mana berbagai kelompok bisa memiliki pandangan yang berbeda tetapi dengan masalah yang berbeda pula. 14 4. Kondisi Konflik Antara Kelompok Dalam In-Group Dengan Kelompok Luar Out Group Coser menunjukan bahwa konflik dengan kelompok luar akan membantu pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya bahwa konflik dengan kelompok luar juga akan mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser juga menyatakan bahwa: “ Bilamana konsensus dasar suatu kelompok lemah, maka ancaman dari luar menjurus bukan pada peningkatan kohesi tetapi pada apati umum dan mengakibatkan suatu kelompok itu teracam pada perpecahan. Penelitian tentang dampak depresi terhadap keluarga, misalnya, telah menunjukan bahwa keluarga- keluarga yang sebelum masa depresi memiliki solidaritas internal yang rendah memberikan tanggapan apatis dan akhirnya hancur, sedangkan keluarga dengan solidaritas tinggi ternyata semakin kuat.” 15 Pada dasarnya penekanan dan penggambaran atas pendekatan konflik yang diajukan oleh Coser sebagai fungsionalisme konflik yang tanpa melepaskan konsep- konsep serta asumsi –asumsi fungsionalisme strukturalnya dengan menambahkan konflik yang dinamis, perspektif intergrasi dan perspektif konflik bukan merupakan skema penjelasan yang saling bersaing. Melainkan justru dengan adanya konflik, konsensus, integrasi dan perpecahan merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan suatu 14 Ibid, 114-116. 15 Lewis Coser, The Function Of..., 93. 27 proses yang fundamental walaupun porsi setiap bagian memiliki muatan yang berbeda merupakan bagian kesatuan dari setiap sistem sosial yang berkorelasi. 16 C. Teori Perdamaian Menurut Johan Galtung Johan Galtung lahir tanggal 24 Oktober 1930 di Oslo, Norwegia. Ia mendapat gelar doktor matematika 1956 dan gelar doktor sosiologi 1957 dari Universitas Oslo. Dia juga mendapat gelar Doktor Honoris Causa di bidang ilmu sosial penelitian perdamaian dari berbagai Universitas. Galtung telah mengembangkan beberapa teori yang berpengaruh, seperti perbedaan perdamaian negatif dan positif, kekerasan struktural, teori tentang konflik dan resolusi konflik, konsep perdamaian dan teori struktural imperealisme, dan teori mengenai Amerika secara simultan adalah Republik dan kekuasaan. 17 Johan Galtung dalam bukunya Peace By Peacefull Means, Peace Dan Conflik, Development And Civilization menjelaskan tentang apa itu perdamaian. Menurut Galtung perdamaian mempunyai dua pengertian, yaitu: 1. Perdamaian adalah tidak adanya berkurangnya segala jenis kekerasan 2. Perdamaian adalah transformasi konflik kreatif non-kekerasan. 18 Untuk kedua definisi tersebut hal-hal berikut ini berlaku: 1. Kerja perdamaian adalah kerja yang mengurangi kekerasan dengan cara-cara damai 2. Studi perdamaian adalah studi tentang kondisi-kondisi kerja perdamaian. 16 Ibid, 116-121. 17 https:www.transcend.orgtpustaff_4. Di unduh pada Selasa 26 November 2013. 18 Johan Galtung, Peace By Peacefull Means, Peace Dan Conflik, Development And Civilization Oslo London: prio sage publications, 1996, 9. 28 Dari pengertian perdamaian yang pertama dapat dipahami bahwa perdamaian memberikan penjelasan dengan orintasi kekerasan dan perdamaian sebagai negasinya. Sehingga untuk memahami perdamaian harus terlebih dahulu memahami mengenai kekerasan. Pada pengertian yang kedua berorintasi kepada konflik. Perdamaian adalah dimana konteks konflik terungkap tanpa kekerasan untuk mengetahui mengenai perdamaian maka harus tahu pula mengenai konflik dan bagaimana konflik dapat diubah tanpa kekerasan secara kreatif. Kedua definisi ini berfokus kepada manusia dan lingkungan sosial. Hal ini membuat perdamaian mempelajari ilmu sosial dan terlebih khusus ilmu-ilmu terapan. Dalam studi perdamaian Johan Galtung membaginya melalui tiga titik tolak yang berbeda, yaitu: 1. Studi perdamaian empiris, yang didasarkan pada empirisme: perbandingan sistematis antara teori dan realitas empiris data dengan merevisi teori jika teori tersebut tidak sesuai dengan data-data lebih kuat dari teori. 2. Studi perdamaian kritis, yang didasarkan pada kritisisme: perbandingan sistematis antara realitas empiris data dengan nilai-nilai, dengan berusaha, dalam kata-kata dan atau dalam tindakan, untuk mengubah realitas, jika realitas tidak sesuai dengan nilai-nilai yang lebih kuat dari data. 3. Studi perdamaian konstruktif, yang didasarkan pada konstruktivisme: perbandingan sistematis antara teori dengan nilai-nilai dengan berusaha untuk menyesuaikan teori dengan nilai sehingga menghasilkan visi tentang realitas baru dan nilai lebih kuat dari teori. 19 19 Ibid, 9-10. 29 Perdamaian adalah suatu nilai yang diharapkan mampu menjadi solusi dalam sebuah studi perdamaian, sehingga makna perdamaian ini harus didefinisikan. Satu hal yang harus dilakukan dalam studi perdamaian adalah dengan mengklarifikasi kekerasan, atau penderitaan, apa penyebab kekerasan, dan apa pula akibat kekerasan. Selanjutnya dijelaskan pula apa penyebab perdamaian dan apa akibat perdamaianya. Apapun yang dijelaskan dalam studi perdamaian memerlukan suatu tipologi yang cukup luas bagi jawabannya. Tipologi suatu masyarakat setidaknya dijelaskan melalui beberapa aspek, meliputi: alam, manusia, sosial, dunia, kebudayaan, dan waktu. Perdamaian, oleh Galtung dilihat dalam 2 kategori. Yaitu perdamaian negatif negative peace dan perdamaian positif positive peace. 1. Perdamaian Positif Konsep perdamaian positif positive peace berdasarkan pada pemahaman dasar dari kondisi-kondisi sosial cara menghapus kekerasan sruktural melampaui tiadanya kekerasan langsung. Pengertian perdamaian ini memberikan dampak terhadap strategi perdamaian yang aktif, yaitu dengan mengadakan usaha perubahan diskriminasi struktural. Barash dan Webel menekankan perdamaian positif adalah kondisi yang dipenuhi oleh keadilan sosial sosial justice . Keadilan sosial sendiri mungkin didefinisikan secara berbeda oleh tiap konteks masyarakat. Pada masyarakat kapitalis- liberalis menganggap keadilan sosial harus dimaniestasikan melalui kebebasan berekonomi, berpolitik, dan gaya hidup. Sedangkan dalam masyarakat sosial keadilan sosial menunjuk pada keamanan sosial ekonomi melalui distribusi kesejahteraan pada tiap masyarakat. 20 20 Barrash Webel. “peace and conflict studies” dalam buku Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Konteporer Jakarta: kencana, 2009, 121. 30 Johan Galtung mengemukakan konsep perdamaian positif adalah situasi tiadanya segenap masalah struktural yang dapat menebar benih ketidakpuasan sehingga menyulut konflik. Perdamaianyang positif diartikan adanya keadilan sosial atau tidak adanya kekerasan struktural. 21 Menurut Galtung perdamaian di bagi atas beberapa tipologi:  Perdamaian positif langsung, terdiri atas kebaikan verbal dan fisik, baik bagi tubuh, pikiran, dan jiwa diri dan orang lain, ditujukan untuk semua kebutuhan dasar, kelangsungan hidup, kesejahteraan, kebebasan dan identitas  Perdamaian positif struktural, yaitu perdamaian yang timbul karena mengganti segala bentuk penindasan dengan kebebasan dan eksploitasi dengan persamaan, dan kemudian memperkuat hal ini dengan dialog, solidaritas, dan partisipasi.  Perdamaian positif kultural, yaitu perdamaian yang akan tercapai dengan cara menggantikan legitimasi kekerasan dengan legitimasi perdamaian, dalam agama, hukum, dan ideologi. Hal ini terdapat dalam ruang lingkup bahasa, seni, ilmu pengetahuan, dan media. Perdamaian positif secara kultural terdapat dalam ruang batin diri, yang berarti perdamaian terbuka bagi beberapa kecenderungan dan kemampuan manusia untuk tidak melakukan penindasan. 22 Perdamaian positif melibatkan pembangunan dan pengembangan masyarakat terhidar dari kekerasan langsung dan kekerasan struktural atau ketidakadilan sosial. Dalam hal ini berarti suatu kualitas kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan harkat, martabat, dan hak-hak asasi manusia sehingga memungkinkan mereka 21 Galtung mendefinisikan “kekerasan struktural sebagai jarak antara yang aktual dan yang potensial.” Struktur kekerasan adalah diam, tidak menunjukkan. Hal ini secara luas misalnya kasus ketidakadilan dalam institusi, hukum, atau peraturan yang dianggap sebagai kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa, dirasakan oleh mereka yang menderita, tetapi tidak dianggap sebagai kekerasan oleh mereka yang mendapatkan keuntungan dari situasi tersebut. Hal ini ditemukan di lembaga- lembaga hukum, struktur politik, pola pemerintahan dan pola budaya yang mengatur sistem sosial. Johan Galtung, “Violence, Peace, and Peace Research” Journal of Peace Research, Vol. 6, No. 3, 1969. 22 Johan Galtung, Studi Perdamaian …, 71. 31 untuk berinteraksi dengan adil, setara, dan rukun. Terminologi positive peace dapat dicapai jika perdamaian dicapai atas dasar koordinasi dan hubungan yang supportif antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya. 2. Perdamaian Negatif Perdamaian Negatif negative peace , menggambarkan damai semata-mata sebagai ketiadaan konflik kekerasasn The Absence of Violent Conflict . Perspektif seperti ini memandang bahwa perdamaian ditemukan kapanpun ketika tidak ada perang atau bentuk-bentuk kekerasan langsung yang teroganisir. Konsep perdamaian negatif ini melahirkan pembangunan perdamian negatif seperti diplomasi, negosiasi, dan resolusi konflik. Walaupun pada beberapa kalangan perdamaian negatif perlu diupayakan, dalam kasus-kasus tertentu dengan mengunakan kekuatan militer. Seperti peace making dan peace keeping adalah bagian dari menciptakan perdamaian negatif. 23 Perdamaian Positif dan Negatif pada dasarnya adalah sebuah proses yang berurutan. Perdamaian positif adalah hasil dari perdamaian negatif begitu pula sebaliknya. Upaya melakukan penggabungan konsep perdamian positif dan negatif ini akan menghasilkan perdamaian menyeluruh. Perdamaian menyeluruh adalah kehadiran dari setiap unsur tindakan dan sistem perdamaian secara keseluruhan. 24

D. Konsep Kekerasan Menurut Johan Galtung