Teori Konflik Menurut Lewis. Coser
19
BAB II TEORI KONFLIK DAN PERDAMAIAN
Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah Teori Konflik menurut Lewis. A. Coser dan Teori Perdamaian menurut Johan Galtung. Untuk lebih jelasnya,
teori tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
A. Teori Konflik Menurut Lewis. A. Coser
Lewis Coser adalah salah satu pelopor sosiologi konflik struktural Lewis A. Coser lahir di Berlin, tahun 1913. Coser berpendapat bahwa konflik tidak selamanya harus
dimaknai sebagai hal yang negatif. Konflik tidak selalu mengarah kepada permusuhan tindakan bermusuhan merupakan kondisi rentan untuk terlibat dalam konflik. Namun,
tidak semua bentuk permusuhan akan menjadi konflik. Hal ini sangat tergantung pada kondisi apakah distribusi yang tidak seimbang
unequal distribution
dinyatakan benar atau tidak. Meskipun permusuhan ada, tetapi jika tidak ada pengabsahan, maka konlik
tidak akan terjadi.
1
Pemahaman mengenai konflik menurut Coser merupakan suatu kesadaran yang mencerminkan semangat pembaharuan di dalam masyarakat yang mana
nantinya mungkin akan dapat dijadikan sebagai suatu alat yang sifatnya instrumentalis di dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan atas sruktur sosial yang ada. Selain itu
juga konflik juga dapat menetapkan dan menjaga garis batas dua atau beberapa kelompok yang akhirnya dengan adanya konflik ini pun akan membuat kelompok yang lain untuk
memperkuat kembali indentitas kelompok dan melindungi agar tidak lebur kedalam dunia sosial di sekililingnya.
2
Coser melihat konflik sebagai mekanisme perubahan sosial dan
1
Rachmad K. Dwi Susilo, 20 Tokoh Sosiologi Modern: Biografi para peletak sosiologi modern Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008, 228-229.
2
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporter Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, 107.
20
penyesuaian dapat memberi peran positif dalam masyarakat. Sehingga dalam suatu hubungan sosial tertentu, konflik yang disembunyikan tidak akan memberi efek positif.
Terhadap asal muasal konflik sosial, Coser berpendapat sama seperti George Simmel bahwa ada keagresifan atau permusuhan dalam diri orang
hostile feeling
dan dia memerhatikan bahwa dalam hubungan intim dan tertutup, antara cinta dan rasa benci
hadir. Coser mempunyai pendapat yang sama dengan Simmel dalam melihat unsur dasar konflik, yaitu
hostile feeling
. Walaupun demikian, Coser tidak seperti Simmel yang terhenti hanya kepada unsur
hostile feeling
. Bagi Coser
hostile feeling
belum tentu menyebabkan konflik terbuka
overt conflict
, sehingga Coser menambahkan unsur perilaku permusuhan
hostile behavior
. Perilaku permusuhan inilah yang menyebabkan masyarakat mengalami situasi konflik.
3
Selanjutnya Lewis Coser menjelaskan bahwa faktor lain yang bisa menyebabkan konflik dalam masyarakat adalah
pertama,
anggota bawah dalam sistem yang tidak setara lebih mungkin untuk memulai konflik sebagai pertanyaan terhadap distribusi legitimasi
terhadap sumber daya yang langka dan pada gilirannya, disebabkan oleh: beberapa saluran untuk memperbaiki keluhan dan rendahnya tingkat mobilitas pada posisi yang
lebih istimewa.
Kedua,
bawahan lebih mungkin untuk memulai konflik dengan superordinat sebagai rasa kekurangan yang relatif dan karenanya ketidakadilan meningkat
yang pada gilirannya berhubungan dengan memperpanjang pengalaman sosialisasi untuk bawahan yang tidak menghasilkan kendala ego internal serta kegagalan superordinat
untuk menerapkan batasan eksternal pada bawahan.
4
3
Novri Susan, Sosiologi Konflik Dan Isu-Isu Konflik Kontemporer Jakarta : kencana, 2009, 54.
4
Jonathan H, Turner, The Structure of Sociology Theory. 6 แต ed Balmont, CA: Wadsworth Pub.
Company: 1998, 172.
21
Dalam karyanya, Coser memberi perhatian pada adanya konflik eksternal dan internal. Konflik eksternal mampu menciptakan dan memperkuat identitas kelompok. Ia
menyatakan โ..
konflik membuat batasan-batasan di antara kedua kelompok dalam system sosial dengan memperkuat kesadaran dan kembali atas atas keterpisahan, sehingga
menciptakan kesadaran identitas kelompok dalam sistem
โ. Selanjutnya, konflik eksternal akan menjadi proses refleksi kelompok-kelompok identitas mengenai kelompok di luar
mereka sehingga meningkatkan partisipasi setiap anggota terhadap pengorganisasian kelompok. Kelompok identitas diluar, mereka ini merupakan
negative refrence group
. Selain konflik eksternal, konflik internal memberi fungsi positif terhadap kelompok
identitas mengenai adanya kesalahan perilaku. Ada perilaku anggota yang dianggap menyimpang dari teks norma kelompok sehingga perlu dikoreksi oleh kelompok tersebut.
Selain itu konflik internal merupakan mekanisme bertahan dari eksistensi suatu kelompok.
5