PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGALIHAN UANG KEMBALI BELANJA KONSUMEN KE DALAM BENTUK BARANG (PERMEN) OLEH PELAKU USAHA

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGALIHAN UANG KEMBALI BELANJA KONSUMEN KE DALAM BENTUK BARANG

(PERMEN) OLEH PELAKU USAHA

Oleh

SELVY DIAH PUSPITARINI

Pada transaksi jual beli, konsumen dan pelaku usaha menggunakan alat pembayaran berupa uang sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UUBI) bahwa uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara Republik Indonesia, namun seringkali dalam transaksi jual beli pelaku usaha dalam menjalankan tugasnya melakukan penyimpangan yaitu tidak mengembalikannya uang kembali konsumen secara utuh dengan mengalihkan uang kembali ke dalam bentuk permen, dalam hal tersebut konsumen seringkali berada di pihak yang lemah dibanding pelaku usaha, oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum bagi konsumen. Perangkat hukum itu adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah perlindungan konsumen terhadap pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha?

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah adalah normatif terapan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, wawancara, dan kuisioner. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pemeriksaan data (editing), penandaan data (coding), dan sistematika data. Data yang telah diperoleh dan diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa sistem pembayaran uang kembali sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang uang kembalian konsumen, namun terdapat payung hukum untuk kasus tersebut yaitu UUPK dan UUBI. Pihak-pihak yang terkait dengan pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen adalah Pemerintah (Menteri Keuangan serta Menteri Prindustrian dan Perdagangan), Pelaku Usaha, Masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)


(2)

sebagai anggotanya adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen adalah memberikan ganti rugi berupa pengembalian uang konsumen namun pada pelaksanaanya belum efektif. Upaya hukum yang dapat ditempuh yaitu dapat melalui di luar pengadilan (non litigasi) dengan cara negosiasi secara soft/ lunak karena lebih efisien,serta menghemat waktu dan biaya.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup sendiri, termasuk juga dalam segi pemenuhan hidupnya yang tidak terbatas. Manusia akan selalu berhubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap manusia membutuhkan berbagai macam barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Kebutuhan manusia terjadi pada saat lahir hingga meninggalnya seseorang. Kebutuhan manusia terdapat 3 (tiga) jenis dilihat dari kepentingannya antara lain kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang sangat dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi, sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan kedua yang diperlukan setelah terpenuhinya kebutuhan primer dengan baik, kebutuhan ini bersifat menunjang kebutuhan primer kemudian kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan skunder.1

1 “Kebutuhan Hidup Ekonomi Manusia”

(http://organisasi.org/kebutuhan_hidup_ekonomi_manusia_kebutuhan_primer_sekunder_tersier_ jasmani_rohani_sekarang_masa_depan_pribadi_dan_sosial) , diakses pada tanggal 13 Februari 2012 , 21:53 WIB


(4)

Pada awalnya manusia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan usaha sendiri. Seiring berjalannya waktu, manusia menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan hidup dengan usaha sendiri ternyata tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhannya dan munculah sistem barter yaitu barang yang ditukar dengan barang, namun pada akhirnya banyak kesulitan yang dirasakan dengan sistem barter, di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya, sehingga sistem barter ini ditinggalkan dan munculah konsep perdagangan yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian yang berupa membeli barang dan menjualnya lagi atau menyewakannya dengan tujuan memperoleh laba.2

Pada konsep perdagangan, adanya transaksi jual beli antara pembeli (selanjutnya disebut konsumen) dan penjual (selanjutnya disebut pelaku usaha) yang harus memenuhi unsur-unsur ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Kesepakatan itu pun tidak boleh dilakukan dengan adanya kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan sebagamana diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata.3

Setelah perjanjian jual beli memenuhi syarat-syarat sahnya kemudian timbul kewajiban bagi pihak penjual dan pihak pembeli. Berdasarkan Pasal 1457

2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 17.

3 Arie S.Hutagalung dan Suparjo, Pembeli Beritikad Baik Dalam Konteks Jual Beli

Menurut Ketentuan Hukum Indonesia (Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke- 35 No.1,


(5)

KUHPerdata seorang penjual mempunyai dua kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu wajib menyerahkan barang dan wajib menanggung pemakaian atas barang yang dijual itu. Pembeli wajib untuk membayar harga barang yang dibeli. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1513 KUHPerdata. Pembeli juga wajib memikul biaya-biaya tambahan lainnya, kecuali bila diperjanjikan sebaliknya, hal ini berdasarkan Pasal 1466 KUHPerdata.

Pada transaksi jual beli secara tunai, konsumen dan pelaku usaha menggunakan alat pembayaran berupa uang sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UUBI) bahwa uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia. Seringkali dalam transaksi jual beli, pelaku usaha dalam menjalankan tugasnya melakukan beberapa penyimpangan, salah satunya yaitu pelaku usaha tidak mengembalikan uang kembali konsumen secara utuh yaitu mengalihkan dengan barang (permen) yang seringkali tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu antara konsumen dan pelaku usaha. Pengalihan uang kembali belanja konsumen ini benyak terjadi di supermarket, minimarketm maupun warung kecil dan menjadi fenomena di masyarakat. Dari contoh tersebut, konsumen berada dipihak yang lemah dibanding pelaku usaha karena menerima permen tersebut sebagai pengganti uang kembalinya tanpa ada pilihan lain untuk menolak pilihan tersebut, walaupun hal ini terlihat sepele namun konsumen merasa tidak nyaman dengan perbuatan tersebut dan kemungkinan konsumen masih memerlukan uang kembali mereka serta tidak semua orang suka atau membutuhkan permen tersebut. Sulit sekali bagi konsumen untuk menolak menerima permen tersebut karena terlihat terlalu sepele dan juga merasa segan


(6)

dengan pelaku usaha untuk menolaknya. Apabila diakumulasikan terhadap seluruh sisa uang kembali konsumen yang berbelanja di suatu tempat perbelanjaan yang mengalihkan uang kembali ke dalam permen, pelaku usaha mendapatkan keuntungan dari perbuatannya tersebut karena terkadang nominal dari suatu permen tidak sebanding dengan sisa uang kembali belanja konsumen.

Berdasarkan hal tersebut perlu adanya perlindungan hukum bagi konsumen, maka bertitik tolak pada perangkat hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen itu sendiri. Perangkat hukum itu adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) yang di dalamnya mengatur tentang hak-hak konsumen dan menjadi kewajiban pelaku usaha serta dalam UUPK ini memberi kekuatan hukum bahwa konsumen memiliki kedudukan yang setara dengan pelaku usaha.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Perlindungan Konsumen Terhadap Pengalihan Uang Kembali Belanja Konsumen Ke Dalam Bentuk Barang (Permen) Oleh Pelaku Usaha”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah perlindungan konsumen terhadap pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha ?”


(7)

Pokok bahasan penelitian ini meliputi :

a. Pengaturan sistem pembayaran uang kembali konsumen;

b. Pihak-pihak yang terkait pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha;

c. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen); d. Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas kerugian akibat pengalihan

uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen).

2. Ruang Lingkup a. Lingkup bidang ilmu

Pada penelitian ini, ruang lingkup bidang ilmu adalah hukum keperdataan (ekonomi) yaitu khususnya tentang hukum perlindungan konsumen.

b. Lingkup bahasan

Lingkup penelitian dibatasi yaitu :

1. Pengaturan sistem pembayaran uang kembali konsumen;

2. Pihak-pihak yang terkait pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha;

3. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen); 4. Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas kerugian akibat pengalihan


(8)

C. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai :

a. Pengaturan sistem pembayaran uang kembali konsumen;

b. Pihak-pihak yang terkait pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha;

c. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen); d. Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas kerugian akibat pengalihan

uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen).

2. Kegunaan Penelitian

Secara garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat di bagi 2 (dua), yaitu :

a. Kegunaan Teoritis

1) Kegunaan teoritis dari penelitian ini sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan di dalam bidang ilmu hukum terutama hukum perdata yang berkenaan dengan hukum perlindungan konsumen.

2) Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan bagi masyarakat agar mengetahui perlindungan konsumen terhadap pengalihan uang kembali belanja konsumen dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha.


(9)

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini di harapkan berguna sebagai:

1) Sebagai upaya peningkatan pengetahuan serta wawasan bagi peneliti mengenai perlindungan konsumen terhadap pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen).

2) Sebagai sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta bahan kajian bagi yang memerlukannya.

3) Sebagai salah satu syarat dalam rangka menempuh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Konsumen 1. Konsep Perlindungan Hukum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan adalah:

a. tempat berlindung;

b. perbuatan (hal dan sebagainya) melindungi.4

Kata perlindungan mengandung makna, yaitu suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu dengan menggunakan cara-cara tertentu.

Perlindungan hukum merupakan bentuk perlindungan yang utama karena berdasarkan pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodisi kepentingan dan hak konsumen secara komprehensif, di samping itu hukum memiliki kekuatan memaksa yang diakui secara resmi di dalam negara, sehingga dapat dilaksanakan secara permanen. Berbeda dengan perlindungan melalui institusi lainnya seperti perlindungan melalui institusi lainnya perlindungan ekonomi atau politik misalnya, yang bersifat temporer atau sementara.

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka,2005), hlm.674.


(11)

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam memberikan perlindungan dapat melaui cara-cara tertentu, antara lain dengan : 1. Membuat peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk :

a. Menjamin hak dan kewajiban;

b. Menjamin hak-hak para subyek hukum.

2. Menegakkan peraturan (by law enforcement) melalui :

a. Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah (preventive) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan perijinan dan pengawasan;

b. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) pelanggaran UUPK, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman; c. Hukum perdata yang berfungsi memulihkan hak (curative; recovery;

remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.5 Arti perlindungan konsumen menurut Pasal 1 butir 1 UUPK adalah :

“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

2. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Ada lima asas perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 2 UUPK, yaitu : “Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,

keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

5 Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen


(12)

a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada masing-masing pihak, produsen, dan konsumen apa yang menjadi haknya.

b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan konsumen ini,konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang.

c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha (produsen), dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakkan hukum perlindungan konsumen.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen


(13)

akan memperoleh manfaat dari produk itu tidak akan mengancam kentrentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya.

e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha dan konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

3. Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan tujuan dan sekaligus usaha yang akan dicapai atau keadaan yang akan diwujudkan. Tujuan perlindungan konsumen meliputi atau mencakup aktivitas-aktivitas penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.

Menurut Pasal 3 UUPK, perlindungan konsumen bertujuan untuk :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;


(14)

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usahaproduksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Perlunya undang-undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen. Tujuan hukum perlindungan konsumen secara langsung adalah untuik meningkatkan martabat dan keasadaran konsumen. Secara tidak langsung, hukum ini juga akan akan mendorong produsen untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab.6

4. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari bahasa asing, consumer (Inggris); dan consumenten (Belanda). Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsumen adalah: “Pemakai barang hasil produksi (bahan pakai, makanan, dsb)”.8

6 Celina Tri Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika,2008),

hlm. 9.

7 Janus Sidabolok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. (Bandung:Citra Aditya

Bakti, 2010). hlm. 17.


(15)

Menurut Pasal 1 butir 2 UUPK, konsumen adalah:

“Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Penjelasan Pasal 1 butir 2 UUPK, menyebutkan bahwa:

“Di dalam keperpustakaan ekonomi dikenal dengan konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebgai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir”.

Az. Nasution mengklasifikasikan konsumen menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu;

b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan yujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha;dan

c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali.9

Dapat dikatakan bahwa semua orang adalah konsumen karena membutuhkkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya .10

9 Az. Nasution, Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU No.8/1999-LN 1999 No.42

(Jurnal Hukum dan Pembangunan, FHUI,2002), hlm. 116


(16)

5. Hak dan Kewajiban Konsumen a. Hak-hak Konsumen

Pasal 4 UUPK menyebutkan sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum, yaitu :

a. Hak atas kenyamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tesebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;


(17)

b. Kewajiban Konsumen

Pasal 5 UUPK menyebutkan kewajiban konsumen adalah:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Pengertian Pelaku Usaha

Menurut Surat Keputusan menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat badan Penyelesaian Sengketa Konsumen memberikan definisi pelaku usaha, yaitu :

”Setiap perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Pasal 1 butir 3 UUPK tidak memakai istilah produsen, tetapi memakai istilah lain yang kurang lebih sama artinya, yaitu pelaku usaha yang diartikan sebagai berikut:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan


(18)

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Dalam pengertian ini, termasuklah perusahaan, (korporasi) dalam segala bentuk dan bidang usahanya, seperti BUMN, koperasi, dan perusahaan swasta baik berupa pabrikan, importir, pedagang eceran, distributor, dan lain-lain.11

7. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha a. Hak-hak Pelaku Usaha

Pasal 6 UUPK menyebutkan hak-hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugiankonsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

11Ibid.hlm.17.


(19)

b. Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 7 UUPK menyebutkan kewajiban pelaku usaha adalah: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

B. Jual Beli antara Pelaku Usaha dan Konsumen 1. Definisi Jual Beli

Sehubungan dengan perjanjian jual beli, maka menurut Pasal 1457 KUHPerdata jual beli adalah :


(20)

“Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

2. Arti dan Hubungan Jual Beli antara Konsumen dan Pelaku Usaha

Dalam hubungan jual beli, kepada kedua belah pihak dibebankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sebagaimana diatur dalam Pasal 1513-Pasal 1518 KUHPerdata untuk pembeli dan Pasal 1474-Pasal 1512 KUHPerdata untuk penjual .12

Pasal 1474 KUHPerdata menyatakan kewajiban utama penjual adalah menyerahkan barangnya dan menanggungnya. Menyerahkan barang artinya memindahkan penguasaan atas barang yang dijual dari tangan penjual kepada pembeli. Dalam konsep hukum perdata yang berlaku di Indonesia, jual beli merupakan perjanjian obligatoir, bukan perjanjian kebendaan, karena itu penjual masih wajib menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli. Penyerahan dapat dilakukan bersamaan dengan tercapainya kesepakatan yang diikuti dengan pembayaran dari pembeli, atau dalam waktu yang hampir sama, tetapi selalu terbuka kemungkinan untuk melakukan penyerahan pada waktu yang berbeda dengan saat tercapainya kesepakatan. Menanggung adalah kewajiban penjual untuk memberi jaminan atas kenikmatan tenteram dan jaminan dari cacat-cacat tersembunyi.

12 Janus Sidabolok,Op.Cit. hlm.75.


(21)

Atas kewajiban menanggung ini, penjual bertanggung jawab terhadap segala tuntutan pihak ketiga yang berkenaan dengan barang yang dijualnya. Apabila pembeli dihukum untuk mengembalikan barang yang dibelinya kepada orang lain, pembeli dapat menuntut dari penjual:13

1. Pengembalian uang harga pengembalian;

2. Pengembalian hasil-hasil jika ia diwajibkan menyerahkan hasil-hasil itu kepada pemilik sejati yang melakukan tuntutan penyerahan;

3. Biaya yang dikeluarkan berhubung dengan gugatan si pembeli untuk ditanggung, begitu pula biaya yang telah dikeluarkan oleh si penggugat asal; 4. Penggantian kerugian besera biaya perkara mengenai pembelian dan

penyerahannya, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli (Pasal 1496 KUHPerdata).

C. Konsep Uang 1. Definisi Uang

Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah memberikan definisi tentang uang.

“Uang adalah uang rupiah”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), uang adalah :14

“Alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu”.

13Ibid, hlm.76.


(22)

2. Jenis-Jenis Uang

Uang yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal dan uang giral.

a. Uang kartal

Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari dan sering disebut juga sebagai uang tunai. Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam.15

1) Jenis-Jenis Uang Kartal

Uang Kartal dibedakan menjadi 2 jenis yaitu uang kertas dan uang logam. a) Uang kertas

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah yang dimaksud dengan uang kertas adalah : “Uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan

lainnya”. b)Uang logam

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah yang dimaksud dengan uang logam adalah:

15 “Jenis-Jenis Uang” (http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang) , diakses pada


(23)

“Uang dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan lainnya”.

Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai. Uang logam memiliki tiga macam nilai:16

1. Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang.

2. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang.

3. Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang).

b. Uang Giral

Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah: “tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu

sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer.”

Uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.17

16 “Uang”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Uang), diakses tanggal 18 Januari 2012, 21:00

WIB

17 “Jenis-Jenis Uang, Loc.Cit. http://id.wikipedia.org/wiki/Jenis-jenis_uang) , diakses


(24)

3. Fungsi Uang

Terdapat 3 (tiga) fungsi asli uang, yaitu:

1. Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar.

2. Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.

3. Uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.

Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.


(25)

D. Definisi Permen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan permen adalah:18

“ gula-gula yang bau dan rasanya mengandung campuran minyak perangsang (dari tumbuhan)”.

Definisi lain tentang permen yaitu sejenis gula-gula (confectionary) adalah makanan berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup fruktosa. 19

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah dasar pemikiran dari penelitian yang disentesiskan dari fakta- fakta, observasi dan kajian kepustakaan, kerangka berfiki rmemuat teori, dalil, atau konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Kerangka berfikir dapat disajikan dengan bagan yang menunjukkan alur pikir penelitian.

18 Departemen Pendidikan Nasional.Op.Cit. hlm. 862.

19 “Permen” , (http://id.wikipedia.org/wiki/Permen), diakses pada tanggal 3Mei 2012,


(26)

Berikut ini gambaran dari kerangka pikir dalam penelitian ini

Penjelasan :

Konsumen dan pelaku usaha melakukan transaksi jual beli, konsumen sebagai pembeli dan pelaku usaha sebagai penjual. Konsumen melakukan pembayaran, sedangkan pelaku usaha meyerahkan barang yang telah dibeli oleh konsumen. Apabila konsumen memberikan uang yang melebihi harga barang yang dibeli

Konsumen Pelaku Usaha

Transaksi Jual Beli

Uang Kembali Belanja Kosumen

Perlindungan Hukum

Pihak-pihak yang terkait atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen Upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas kerugian akibat pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen. Dialihkan ke dalam bentuk permen

Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen Pembayaran Pengaturan sistem pembayaran uang kembali konsumen


(27)

maka pelaku usaha berkewajiban mengembalikan sisa uang konsumen tersebut, namun terkadang pelaku usaha mengembalikan bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk barang (permen), maka perlu adanya pelindungan bagi konsumen, yaitu pengaturan sistem pembayaran uang kembali konsumen, pihak-pihak yang terkait atas pengalihan uang kembali belanja konsumen dalam bentuk permen, tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen, dan upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas kerugian akibat pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen.


(28)

III. METODE PENELITIAN

Dalam upaya untuk memperoleh data yang benar-benar objektif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah diperlukannya suatu metode penelitian. Metodologi berasal dari kada dasar metode dan logi. Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan logika berfikir. Metodologi artinya ilmu tentang cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metodologi penelitian artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis).20

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris. Adapun yang dimaksud dengan penelitian normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.21 Penelitian ini menggunakan peraturan

perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, KUHPerdata, serta literatur-literatur yang berkaitan.

20 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,

2004), hlm. 57.


(29)

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu,atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.22

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan sesuatu hal secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai perlindungan hukum bagi konsumen terhadap pengalihan bentuk uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) oleh pelaku usaha, yang meliputi pengaturan sistem pembayaran uang kembali, pihak-pihak yang terkait dengan pengalihan uang kembali konsumen ke dalam bentuk permen, tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen dan upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen atas kerugian tersebut.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan untuk menguraikan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif-terapan (applied law approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi ketentuan hukum normatif yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dan mengumpulkan informasi tentang kenyataan yang terjadi di lokasi penelitian yaitu 2 pelaku usaha


(30)

yang mengalihkan uang kembali belanja konsumen dalam bentuk barang (permen) dan penyebaran kuisioner kepada 10 orang yang berbelanja di kedua toko tersebut.

D. Data dan Sumber Data

Data adalah gejala yang dihadapi dan yang ingin diungkap kebenarannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari studi lapangan secara langsung (observasi), hasil wawancara langsung dengan Bapak Drs. H. Subadra Yani Moersalin selaku Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung dan 2 pelaku usaha yang mengalihkan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen yang berada di Bandar Lampung yaitu Ibu Neli pemilik Toko Reza, dan Ibu Rianti pemilik Toko Fitri, sedangkan penyebaran kuisioner dilakukan kepada 10 orang yang dipilih secara acak yang berbelanja dikedua toko tersebut yaitu Palupi, Vita, Roni, Dini Marvia, Tenku, Prima Helaubudi, Arini, Dwi Kuspuji, Dwi Septa, Khrisnawati.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penjabarannya sebgai berikut :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah.


(31)

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang bersumber dari literatur-literatur dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, jurnal, media internet, dan lain-lain.

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengumpulan data primer melalui observasi yang dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan dengan mendalam dengan sistem jawaban terbuka untuk mendapatkan jawaban yang utuh. Metode wawancara yang dilakukan adalah “Standarized Interview” dimana hal-hal yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara langsung dengan narasumber yaitu kepada Ketua YLKI Lampung dan 2 (dua) pelaku usaha yang mengalihkan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen yaitu Ibu Neli pemilik Toko Reza dan Ibu Rianti pemilik Toko Fitri . Sedangkan kuisioner dilakukan dengan cara tertutup kepada 10 (sepuluh) orang yang dipilih secara acak yang berbelanja di kedua toko tersebut.

2. Pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan membaca, mencatat, memahami, mengkaji, menganalisa serta mengutip data


(32)

yang dianggap penting dari buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan masalah dalam pokok bahasan.

2. Metode Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengelolahan data sehingga data-data yang diperoleh digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan cara:

a. Pemeriksaan data (editing),

Pemeriksaan data yaitu memeriksa data yang terkumpul melalui studi pustaka, dokumen sudah dianggap lengkap, relevan, jelas, dan tanpa kesalahan.

b. Penandaan data (coding),

Penandaan data yaitu pemberian tanda atau catatan data yang diperoleh yang menyatakan jenis sumber data (buku, literatur, perundang-undangan, atau dokumen).

c. Sistematika data

Sistematika data yaitu menyusun data menurut tata urutan yang telah di tetapkan sesuai konsep, tujuan dan bahasan sehingga memudahkan untuk di analisis.

F. Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah berbentuk kualitatif, komprehensif, dan lengkap. Analisis kualitatif yaitu menguraikan data data secara bermutu dalam bentuk


(33)

kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi data. Komprehensif yaitu pembahasan dalam penelitian ini dilakukan secara mendalam dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian. Lengkap yaitu,tidak ada bagian yang terlewatkan, semuanya sudah masuk dalam pembahasan.


(34)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan sistem pembayaran uang kembali sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang uang kembalian konsumen, namun terdapat payung hukum untuk kasus tersebut yaitu UUPK dan UUBI. UUPK mengatur tentang hak-hak dan kewajiban konsumen serta UUBI mengatur tentang alat pembayaran yang sah. Kemudian dalam UUBI menyebutkan alat pembayaran yang sah adalah uang, dikatakan bahwa alat pembayaran yang sah di wilayah RI adalah uang Rupiah, di sini semakin jelas bahwa uang kembalian harus menggunakan uang tidak dapat digantikan dengan apapun.

2. Pihak-pihak yang terkait dalam pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen adalah Pemerintah dalam hal ini yang terkait adalah Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Pelaku usaha, Masyarakat, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dalam hal ini adalah YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia).

3. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen


(35)

adalah memberikan ganti rugi berupa pengembalian uang kepada konsumen tersebut. Namun dalam pelaksanaannya belum efektif karena faktor nilai uang kembali yang terlalu kecil dan merasa segan dengan pelaku usaha untuk menolak uang kembali yang diganti permen tersebut.

4. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen atas kerugian akibat pengalihan uang kembali belanja ke dalam bentuk permen dapat ditempuh melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yaitu dengan cara negosiasi atau musyawarah karena lebih efisien,serta menghemat waktu dan biaya.

B. Saran

1. Sebaiknya pelaku usaha tidak mengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) secara sepihak, walaupun hal ini terlihat sepele namun melanggar hak-hak konsumen serta apabila kehabisan stok uang logam dapat menukarkan uang ke Bank Indonesia.

2. Sebaiknya konsumen mengerti tentang hak-hak konsumen sehingga apabila terjadi pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam permen secara sepihak oleh pelaku usaha dapat complain atau menolak permen tersebut. 3. Sebaiknya dari pihak YLKI terus melakukan pengawasan secara berkala

terhadap pelaku usaha, agar tidak terjadi lagi pengalihan uang kembali belanja ke dalam bentuk permen.


(1)

yang mengalihkan uang kembali belanja konsumen dalam bentuk barang (permen) dan penyebaran kuisioner kepada 10 orang yang berbelanja di kedua toko tersebut.

D. Data dan Sumber Data

Data adalah gejala yang dihadapi dan yang ingin diungkap kebenarannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari studi lapangan secara langsung (observasi), hasil wawancara langsung dengan Bapak Drs. H. Subadra Yani Moersalin selaku Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung dan 2 pelaku usaha yang mengalihkan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen yang berada di Bandar Lampung yaitu Ibu Neli pemilik Toko Reza, dan Ibu Rianti pemilik Toko Fitri, sedangkan penyebaran kuisioner dilakukan kepada 10 orang yang dipilih secara acak yang berbelanja dikedua toko tersebut yaitu Palupi, Vita, Roni, Dini Marvia, Tenku, Prima Helaubudi, Arini, Dwi Kuspuji, Dwi Septa, Khrisnawati.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penjabarannya sebgai berikut :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah.


(2)

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang bersumber dari literatur-literatur dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, jurnal, media internet, dan lain-lain.

E. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengumpulan data primer melalui observasi yang dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan dengan mendalam dengan sistem jawaban terbuka untuk mendapatkan jawaban yang utuh. Metode wawancara yang dilakukan adalah “Standarized Interview” dimana hal-hal yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara langsung dengan narasumber yaitu kepada Ketua YLKI Lampung dan 2 (dua) pelaku usaha yang mengalihkan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen yaitu Ibu Neli pemilik Toko Reza dan Ibu Rianti pemilik Toko Fitri . Sedangkan kuisioner dilakukan dengan cara tertutup kepada 10 (sepuluh) orang yang dipilih secara acak yang berbelanja di kedua toko tersebut.

2. Pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan membaca, mencatat, memahami, mengkaji, menganalisa serta mengutip data


(3)

yang dianggap penting dari buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan masalah dalam pokok bahasan.

2. Metode Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengelolahan data sehingga data-data yang diperoleh digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan cara:

a. Pemeriksaan data (editing),

Pemeriksaan data yaitu memeriksa data yang terkumpul melalui studi pustaka, dokumen sudah dianggap lengkap, relevan, jelas, dan tanpa kesalahan.

b. Penandaan data (coding),

Penandaan data yaitu pemberian tanda atau catatan data yang diperoleh yang menyatakan jenis sumber data (buku, literatur, perundang-undangan, atau dokumen).

c. Sistematika data

Sistematika data yaitu menyusun data menurut tata urutan yang telah di tetapkan sesuai konsep, tujuan dan bahasan sehingga memudahkan untuk di analisis.

F. Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah berbentuk kualitatif, komprehensif, dan lengkap. Analisis kualitatif yaitu menguraikan data data secara bermutu dalam bentuk


(4)

kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi data. Komprehensif yaitu pembahasan dalam penelitian ini dilakukan secara mendalam dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian. Lengkap yaitu,tidak ada bagian yang terlewatkan, semuanya sudah masuk dalam pembahasan.


(5)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan sistem pembayaran uang kembali sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang uang kembalian konsumen, namun terdapat payung hukum untuk kasus tersebut yaitu UUPK dan UUBI. UUPK mengatur tentang hak-hak dan kewajiban konsumen serta UUBI mengatur tentang alat pembayaran yang sah. Kemudian dalam UUBI menyebutkan alat pembayaran yang sah adalah uang, dikatakan bahwa alat pembayaran yang sah di wilayah RI adalah uang Rupiah, di sini semakin jelas bahwa uang kembalian harus menggunakan uang tidak dapat digantikan dengan apapun.

2. Pihak-pihak yang terkait dalam pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen adalah Pemerintah dalam hal ini yang terkait adalah Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Pelaku usaha, Masyarakat, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dalam hal ini adalah YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia).

3. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian atas pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk permen


(6)

adalah memberikan ganti rugi berupa pengembalian uang kepada konsumen tersebut. Namun dalam pelaksanaannya belum efektif karena faktor nilai uang kembali yang terlalu kecil dan merasa segan dengan pelaku usaha untuk menolak uang kembali yang diganti permen tersebut.

4. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen atas kerugian akibat pengalihan uang kembali belanja ke dalam bentuk permen dapat ditempuh melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yaitu dengan cara negosiasi atau musyawarah karena lebih efisien,serta menghemat waktu dan biaya.

B. Saran

1. Sebaiknya pelaku usaha tidak mengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam bentuk barang (permen) secara sepihak, walaupun hal ini terlihat sepele namun melanggar hak-hak konsumen serta apabila kehabisan stok uang logam dapat menukarkan uang ke Bank Indonesia.

2. Sebaiknya konsumen mengerti tentang hak-hak konsumen sehingga apabila terjadi pengalihan uang kembali belanja konsumen ke dalam permen secara sepihak oleh pelaku usaha dapat complain atau menolak permen tersebut. 3. Sebaiknya dari pihak YLKI terus melakukan pengawasan secara berkala

terhadap pelaku usaha, agar tidak terjadi lagi pengalihan uang kembali belanja ke dalam bentuk permen.


Dokumen yang terkait

Kewajiban Pelaku Usaha Terhadap Perlindungan Konsumen Rumah Makan Menurut Hukum (Studi Pada Rumah Makan Kamang Jaya)

4 70 126

Tinjauan Terhadap Perjanjian Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen Jasa Layanan Kesehatan Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen

0 51 104

Layanan Purna Jual Dalam Kerangka Hukum Perlindungan Konsumen

4 142 83

Pertanggungjawaban Perbuatan Hukum Perseroan Yang Dimuat Dalam Akta Notaris (Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dan Kitab Undang-Undanghukum Perdata)

0 47 193

Upaya Hukum Pemilik Barang Terhadap Pelaku Usaha Ekspedisi Muatan Kapal Laut Atas Kerugian Yang Dialami Akibat Tenggelamnya Kapal Pengirim Barang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 45 103

Tinjauan Yuridis Pengalihan Bentuk Uang Kembalian Konsumen Kedalam Bentuk Sumbangan oleh Pelaku Usaha (Waralaba Minimarket) Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (Studi pa

27 121 112

SKRIPSI PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TINDAKAN WANPRESTASI PELAKU USAHA DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE.

0 4 12

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TINDAKAN WANPRESTASI PELAKU USAHA DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE.

0 2 19

PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN KONSUMEN KE DALAM BENTUK SUMBANGAN OLEH PELAKU USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KETENTUAN YANG TERKAIT.

0 0 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP WANPRESTASI PELAKU USAHA

0 0 77