Tinjauan Yuridis Pengalihan Bentuk Uang Kembalian Konsumen Kedalam Bentuk Sumbangan oleh Pelaku Usaha (Waralaba Minimarket) Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (Studi pa

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran. Banjarmasin:FH Unlam Press,2008.

Emirzon, Joni, Alternatif penyelesaian sengketa diluar peradilan (negoisasi, Konsoliasi, Mediasi & Arbitrase). Jakarta: PT gramedia pustaka utama, 2001. Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo,Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:Raja

Grafindo Persada,2004.

Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:Diadit Media, 2002.

Nasution, AZ. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999. Depok: Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FHUI.

Nazil, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia,2010.

Sadar,M,dkk. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. Jakarta:Akademia, 2012.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo, 2004.

Shofie, Yusuf , Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT citra aditya bakti, 2008.

Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei, 2005.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.


(2)

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Surachmad, Winarno. Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah). Bandung: Tarsito, 1982.

Susanto, Happy. Hak-hak konsumen jika dirugikan. Jakarta: visimedia,2008. Suryabrata, Sumaidi. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Syawali, Husni. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:Mandar Maju,2000. Tri Siwi Kristiyanti, Celina. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

Usman, Rahmadi. Pilihan penyelesian sengketa diluar pengadilan. Bandung: Citra aditya bakti , 2003.

B. Perundang – Undangan

Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang dan Barang Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan

Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat.

Keputusan Menteri Sosial Nomor 56/ Huk/ 1996 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat

C. JURNAL

Ambar Ditya Hanesty, “Tinjauan Yuridis Terhadap Praktik Promosi dalam BentukBrosur Kendaraan Bermotor Berdasarkan Hukum Perlindungan


(3)

Konsumen (Studi Kasus: Gugatan Ludmilla Arief Melawan Pt. Nissan Motor Indonesia Di Bpsk Provinsi DKI Jakarta),” (Skripsi, ilmu hukum, Fakultas hukum, Universitas Indonesia, 2012)

Darwis, Abdi. “Hak Konsumen untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum dalamIndustri Perumahan di Kota Tangerang,” Tesis, Magister Kenotariatan, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2010

Gaharpung, Marianus. “Perlindungan Hukum konsumen korban atas tindakan pelaku usaha.” Jurnal yustika, Volume III, No.1, Juli 2000.

Kerti,N.G.N. Renti Maharani. “Perbandingan penyelesian sengketa konsumen antara BPSK di Indonesia dengan small claims tribunals di singapura, Jurnal legislasi Indonesia,” Volume X, No.1, Maret 2013.

Nugroho, Agung & Nur Mega Sari, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Peralatan Makanan yang Mengandung Melamin Palsu, LexJurnal, Volume VIII, No.2, Apr 2011.

D. Website

Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Pelaku Usaha,

http://yusita-annisa.blogspot.co.id/2010/07/jenis-jenis-program-corporate-social.html

https://nururbintari.wordpress.com/tag/cause-promotions/ id.wikipedia.org/wiki/sumbangan


(4)

Ni Putu Candra Dewi & I Made Pujawan, “Pelaksanaan Mediasi Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Bagi Konsumen”

Http://www.ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/download/6808/51 42 (diakses pada tanggal 9 Januari 2016).


(5)

diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang

A. Tinjauan Umum Pengumpulan Uang atau Barang

1. Pengertian Pengumpulan Uang atau Barang

Undang – Undang No. 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang memberikan pengertian pengumpulan uang atau barang dalam Pasal 1, yaitu : “yang diartikan pengumpulan uang atau barang adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/ agama/ kerokhanian, kejasmanian dan bidang kebudayaan”.47

Pengumpulan uang atau barang diselenggarakan dengan jalan mengadakan pertunjukan amal, bazar, lelang untuk amal, penjualan barang dengan pembayaran yang melebihi harga sebenarnya atau usaha – usaha lain yang serupa, seperti penjualan kartu undangan, buku – buku dan gambar – gambar atau dengan cara mengirimkan pos wesel dengan maksud mencari derma”.48

47

Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, Pasal 1.

48

Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, Penjelasan Pasal 1.

Untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 UU PUB diperlukan izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Pemberian izin dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara keselamatan dan ketentraman rakyat banyak baik secara preventif maupun repressif dari perbuatan orang – orang yang kurang bertanggung jawab.


(6)

PP No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan pada Pasal 21 dan Pasal 22 menyatakan bahwa pengumpulan uang atau barang yang diwajibkan oleh hukum agama, hukum adat dan adat – istiadat, atau yang diselenggarakan dalam, lingkungan terbatas, tidak memerlukan izin dari pejabat yang berwenang.

Ukuran “diwajibkan” oleh hukum agama didasarkan pada pengertian “wajib” menurut Ahkmaul Chamsah dalam Hukum Islam, atau antara lain “perpuluhan” dalam Hukum Agama Kristen, pengertian lingkungan terbatas mencakup juga lingkungan geografis dan golongan – golongan kemasyarakatan.49

a) Zakat/ zakat fitrah

Pengumpulan uang atau barang yang di pandang tidak memerlukan izin lebih dahulu, antara lain sebagai contoh:

b) Pengumpulan didalam mesjid, gereja, pura, dan tempat peribadatan lainnya, dikalangan umat gereja untuk usaha diakonal dan usaha gereja lainnya

c) Gotong – royong yang dijalankan dalam keadaan darurat, misalnya pada waktu timbul wabah, kebakaran, taufan, banjir dan bencana alam lainnya, pada waktu terjadinya bencana tersebut.

d) Lingkungan terbatas dalam sekolah, kantor, rukun kampung/tetangga, desa untuk bersih desa, dan lain sebagainya.

e) Diantara hadirin dalam suatu pertemuan, dikalangan anggota – anggota suatu badan, perkumpulan dan lain – lain.

49

Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, Penjelasan Pasal 2 Ayat 2.


(7)

Pengumpulan uang atau barang pada hakekatnya harus ditujukan untuk membangun atau membina dan memajukan suatu usaha yang berguna untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Terutama dalam bidang kesejahteraan, yaitu keselamatan, ketentraman dan kemakmuran lahir dan batin dalam tata kehidupan dan penghidupan manusia, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan bersama.

2. Pihak dalam usaha pengumpulan uang atau barang

Pihak – pihak dalam usaha pengumpulan uang atau barang dapat dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Pihak penyelenggara pengumpulan uang atau barang

Pihak penyelenggara pengumpulan uang atau barang diberikan kepada perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan. Perkumpulan dan organisasi yang dimaksud adalah perkumpulan dan organisasi yang didirikan sesuai dengan peraturan yang berlaku, juga perkumpulan sosial/amal yang dibentuk dengan cara – cara yang lazim serta oleh pemberi izin pengurusannya dianggap mempunyai nama baik dan bonafid.

b. Penyumbang

Yang dikategorikan sebagai penyumbang adalah masyarakat yang memberikan sumbangan berbentuk uang atau barang dalam suatu kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara yang berguna bagi pembangunan masyarakat adil dan makmur.


(8)

Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang memberikan izin pengumpulan uang atau barang. Pejabat yang berwenang dapat dibedakan menurut daerah diselenggarakannya kegiatan pengumpulan uang atau barang tersebut.

Menurut Pasal4 Ayat 1 UU PUB, Pejabat yang berwenang memberikan izin pengumpulan uang atau barang ialah :

a) Menteri Kesejahteraan Sosial

Apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam seluruh wilayah negara atau melampaui daerah tingkat I atau untuk menyelenggarakan/membantu suatu usaha sosial diluar negeri

b) Gubernur, Kepala Daerah Tingkat I

Apabila pengumpulan itu diselenggarakan di dalam seluruh wilayahnya yang melampaui suatu daerah tingkat II dalam wilayah daerah tingkat I yang bersangkutan.

c) Bupati/Walikota, Kepala Daerah tingkat II

Apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam wilayah daerah tingkat II yang bersangkutan.

B.Sumbangan Sebagai Salah Satu Usaha Pengumpulan Uang atau Barang

1. Defenisi Pengumpulan Sumbangan

Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, menyebutkan :

“Pengumpulan sumbangan adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/ agama/


(9)

kerokhanian, kejasmanian, pendidikan dan bidang kebudayaan, sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang”.50

2. Pihak dalam usaha pengumpulan sumbangan

Dan dalam Penjelasan Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sumbangan dalam ketentuan ini, ialah sumbangan yang terbatas dalam bentuk barang/bahan atau uang.

Istilah pengumpulan uang atau barang dan istilah pengumpulan sumbangan ditemukan dalam UU PUB dan PP Nomor 29 Tahun 1980. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama, istilah pengumpulan sumbangan lebih dikenal masyarakat awam sedangkan istilah pengumpulan uang atau barang merupakan istilah yang lebih formal dan diatur dalam undang – undang.

Pihak – pihak dalam usaha pengumpulan sumbangan: a. Penyelenggara (Organisasi)

Sesuai dengan PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa

“organisasi adalah organisasi kemasyarakatan Indonesia yang memenuhi persyaratan tertentu yang mempunyai program, upaya, dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat“.

50

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, BAB I, Pasal 1 Ayat 3.


(10)

Yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan Indonesia ialah suatu organisasi kemasyarakatan yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia, yang pembentukannya tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.51

b. Penyumbang

penyumbang merupakan masyarakat yang dengan sukarela dan berlandaskan semangat gotong – royong memberikan sesuatu (barang atau uang) yang berguna bagi pembangunan masyarakat yang adil dan makmur,

c. Pemerintah

Agar usaha pengumpulan sumbangan dapat bermanfaat, terarah dan berkembang, maka Pemerintah berkewajiban untuk :

1) Membina kesadaran dan tanggungjawab sosial serta memelihara semangat kegotong-royongan masyarakat Indonesia, sehingga setiap Warga Negara Indonesia merasa berkewajiban untuk dan dapat ikut serta dalam kegiatan kesejahteraan sosial tersebut menurut kemampuan masing – masing.

2) Melakukan usaha penertiban, pengamanan, dan pengawasan agar kegiatan – kegiatan kesejahteraan sosial tersebut dapat diselenggarakan dengan tertib, tanpa menimbulkan gangguan dan kegelisahan di dalam masyarakat, serta memperlancar pelaksanaan operasi tertib.

3. Usaha pengumpulan sumbangan

Pengumpulan sumbangan dilaksanakan berdasarkan izin dari Pejabat yang berwenang untuk menberikan izin tersebut. Dalam Keputusan Menteri Sosial

51

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, Penjelasan Pasal 1 Angka 2.


(11)

Nomor 56/ Huk/ 1996 Tahun 1996 Pasal 2 menyebutkan bahwa pengumpulan sumbangan bertujuan untuk :

a) Terhimpunnya sumbangan sosial dari, oleh dan untuk masyarakat;

b) Terpenuhinya kebutuhan dana sosial untuk usaha kesejahteraan sosial yang meliputi bidang : sosial, pendidikan, kesehatan, olahraga, agama/ kerohanian, kebudayaan, dan bidang kesejahteraan sosial lainnya yang tidak bertentangan dengan perundang – undangan dan program Pemerintah dalam bidang kesejahteraan sosial.

Sesuai dengan Pasal 4 PP No 29 Tahun 1980 tentang PelaksanaanPengumpulan Sumbangan adapun tujuan pengumpulan sumbangan adalah untuk menunjang kegiatan dalam bidang :

a) Sosial; b) Pendidikan c) Kesehatan d) Olahraga

e) Agama/kerokhanian f) Kebudayaan

g) Bidang kesejahteraan sosial lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan dan program Pemerintah dalam bidang kesejahteraan sosial.

Ketentuan yang ada pada Pasal 4 PP No. 29 Tahun 1980 ini dimaksudkan untuk mengarahkan penggunaan hasil sumbangan dari masyarakat, sehingga perlu adanya penelitian sesuai atau tidaknya tujuan pengumpulan sumbangan itu dengan program pemerintah yang sedang berjalan, atau dengan peraturan


(12)

perundang – undangan yang berlaku, disamping mempertimbangkan perlu atau tidaknya sasaran yang direncanakan itu dengan kebutuhan masyarakat setempat di bidang kesejahteraan sosial dimaksud.

PP Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan Pasal 5 ayat (1) menjabarkan bahwa pengumpulan sumbangan dapat diselenggarakan dengan cara :

1) Mengadakan pertunjukan; 2) Mengadakan bazar;

3) Penjualan barang secara lelang;

4) Penjualan kartu undangan menghadiri suatu pertunjukan; 5) Penjualan prangko amal;

6) Pengedaran daftar (les) derma;

7) Penjualan kupon – kupon sumbangan;

8) Penempatan kotak – kotak sumbangan di tempat – tempat umum;

9) Penjualan barang/bahan atau jasa dengan harga atau pembayaran yang melebihi harga yang sebenarnya;

10)Pengiriman blangko pos wesel untuk meminta sumbangan;

11)Permintaan secara langsung kepada yang bersangkutan tertulis atau lisan. Perincian cara – cara penyelenggaraan pengumpulan sumbangan yang disebut diatas terbatas pada cara – cara yang dilakukan oleh masyarakat pada dewasa ini. Izin untuk penyelenggaraan pengumpulan sumbangan tidak membebaskan penyelenggara dari kewajiban – kewajiban yang ditetapkan peraturan perundang – undangan lain. Misalnya untuk menyelenggarakan pertunjukan amal, penyelenggara tidak terlepas dari kewajiban yang ditetapkan dan harus


(13)

mengikuti ketentuan peraturan perundang – undangan tentang penyelenggaraan pertunjukan.

Penyelenggaraan pengumpulan sumbangan selain dari yang disebutkan pada Pasal 5 ayat (1) diatas, ditetapkan oleh Menteri. Hal ini diperlukan untuk tidak menutup kemungkinan cara pengumpulan sumbangan yang lain, sesuai dengan perkembangan masyarakat dimasa – masa yang akan datang.

Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak – banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan meliputi biaya operasional organisasi/penyelenggara dalam mengumpulkan sumbangan dan menyalurkan sumbangan.

Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menyatakan bahwa :

“ Hasil pendapatan pengumpulan sumbangan tersebut dalam Pasal 5 demikian pula dengan jumlah uang yang disumbangkan, dengan izin Menteri Keuangan, dapat dibebaskan dari pajak dan pungutan – pungutan lainnya”.52

C.Perizinan Pengumpulan Uang atau Barang

Perizinan pengumpulan uang atau barang diatur dalam PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, pada Bab III Pasal 7 sampai dengan Pasal 14. Adapun prosedur pengajuan izin hingga pemberian izin dapat dijabarkan sebagai berikut :

52

Republik Indonesia, , Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan,BAB II Pasal 6 ayat (2)


(14)

1) Prosedur permohonan izin/rekomendasi penyelenggaraan pengumpulan barang atau barang tingkat provinsi.

a. Tata Cara Permohonan Izin

Permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diajukan secara tertulis kepada :

1) Bupati/Walikota dalam hal pengumpulan sumbangan diselenggarakan dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

2) Gubernur Cq Dinas Sosial Provinsi, dalam hal pengumpulan sumbangan meliputi : Seluruh wilayah propinsi yang bersangkutan / Lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota dari wilayah propinsi yang bersangkutan

b. Syarat – Syarat Permohonan Izin

Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat diselenggarakan oleh suatu organisasi atau kepanitiaan yang memenuhi persyaratan :

1) Organisasi

Adapun persyaratan untuk organisasi adalah :

a) Mempunyai akte notaris, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga b) Terdaftar di provinsi setempat

c) Pengumpulan sumbangan yang dilakukan melalui yayasan harus mengacu pada Undang – Undang tentang Yayasan. Telah melakukan kegiatan di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang – kurangnya 1 (satu) tahun.


(15)

e) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon berkedudukan

f) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat harus dilakukan melalui organisasi apabila pengumpulan sumbangan dilakukan secara berkesinambungan.

2) Kepanitiaan

Adapun persyaratan untuk kepanitian adalah : a) Mempunyai susunan pengurus kepanitiaan b) Mempunyai alamat kepanitiaan

c) Mempunyai program kegiatan

d) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon berkedudukan

e) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat dilakukan dengan membentuk kepanitiaan apabila pengumpulan sumbangan dilakukan secara insidental.

c. Ketentuan Surat Permohonan Izin

Ketentuan Surat Permohonan Izin harus menyebutkan : 1) Nama dan alamat pemohon

2) Nama dan alamat organisasi

3) Waktu pendirian dan susunan pengurus 4) Kegiatan sosial yang telah dilaksanakan

5) Maksud dan tujuan pengumpulan sumbangan dan usaha – usaha yang telah dilaksanakan untuk tujuan tersebut


(16)

6) Jangka waktu dan wilayah penyelenggaraan 7) Cara penyelenggaraan dan penyalurannya 8) Rencana pembiayaan secara rinci

d. Biaya Izin

Pengumpulan sumbangan untuk non bencana dikenakan biaya izin sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) sesuai dengan PP Nomor 3 Tahun 2012 tentang PNBP di Kementerian Sosial. Pengumpulan sumbangan untuk bencana tidak dikenakan biaya izin.

e. Kewajiban Pemohon Kewajiban pemohon adalah :

1) Mencantumkan nomor izin, nama program dan jangka waktu pelaksanaan pada media informasi.

2) Menyediakan nomor layanan yang dapat dihubungi pemberi sumbangan.

3) Pemisahan nomor rekening antara pengumpulan sumbangan bencana dan pengumpulan sumbangan non bencana.

4) Menyampaikan secara jelas dan tegas di media informasi sumber dana pengumpulan sumbangan.

5) Menyalurkan hasil sumbangan yang terkumpul sesuai dengan penggunaannya sebagaimana mestinya.


(17)

6) Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang selambat-lambatnya 2 (dua) bulan terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengumpulan sumbangan.

f. Jangka Waktu Pengurusan Izin

1) Surat Izin dalam proses maksimum selama 2 hari kerja setelah permohonan dinyatakan lengkap.

2) Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial tentang Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang selama 21 hari kerja setelah permohonan dinyatakan lengkap.

g. Alur pelayanan

1) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang mendatangi Loket Pelayanan Perizinan di Dinas Sosial Provinsi dan mendaftarkan diri kepada Petugas Loket.

2) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang menyerahkan berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang kepada Petugas 3) Berkas surat permohonan izin diserahkan Petugas Loket kepada

Petugas Pelayanan untuk diperiksa persyaratan dan kelayakan mekanisme program yang diajukan.

4) Petugas Pelayanan memeriksa kelengkapan persyaratan dan menelaah program Pengumpulan Uang atau Barang yang diajukan.

5) Jika persyaratan telah lengkap dan mekanisme program telah sesuai dengan ketentuan, maka berkas surat permohonan izin Pengumpulan


(18)

Uang atau Barang diterima dan Petugas Penyelenggara memerintahkan Penyelenggara untuk membayar Biaya Permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang.

6) Jika persyaratan tidak lengkap atau mekanisme program tidak sesuai dengan ketentuan, maka berkas permohonan ditolak dan dikembalikan kepada penyelenggara.

7) Penyelenggara membayar biaya perizinan ke bank yang telah ditentukan, kemudian menyerahkan slip bukti pembayaran kepada Petugas Pelayanan.

8) Petugas Pelayanan menerima slip bukti pembayaran biaya permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang dan melakukan pengecekan di rekening Koran.

9) Petugas Pelayanan membuatkan Surat Keterangan dalam Proses.

10) Surat Keterangan dalam Proses diserahkan Petugas Pelayanan kepada Penyelenggara.

11) Selanjutnya berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diproses Petugas Pelayanan untuk diterbitkan Sertifikat Izin tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang.

12) Penyelenggara dapat mengambil Surat Loket Pelayanan Perizinan di Dinas Sosial Provinsi.

2. Prosedur permohonan izin/rekomendasi penyelenggaraan pengumpulan uang atau barang tingkat nasional.


(19)

a. Tata Cara Permohonan Izin

Tata cara permohonan izin ditujukan kepada :

a) Menteri Sosial Cq. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial dalam hal pengumpulan sumbangan meliputi :Seluruh wilayah Indonesia, Lebih dari satu wilayah propinsi , tetapi pemohon berkedudukan di propinsi lain.

b) Permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diajukan secara tertulis kepada : Gubernur Cq Dinsos Provinsi dalam hal pengumpulan sumbangan meliputi : Seluruh wilayah propinsi yang bersangkutan / Lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota dari wilayah propinsi yang bersangkutan c) Bupati/Walikota dalam hal pengumpulan sumbangan diselenggarakan

dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

b. Syarat – Syarat Permohonan Izin

Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat diselenggarakan oleh suatu organisasi atau kepanitiaan yang memenuhi persyaratan :

a) Organisasi

1) Mempunyai akte notaris, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga 2) Terdaftar di provinsi setempat

3) Pengumpulan sumbangan yang dilakukan melalui yayasan harus mengacu pada Undang – Undang tentang Yayasan

4) Telah melakukan kegiatan di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang – kurangnya 1 (satu) tahun


(20)

6) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon berkedudukan

7) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat harus dilakukan melalui organisasi apabila pengumpulan sumbangan dilakukan secara berkesinambungan.

b) Kepanitiaan

1) Mempunyai susunan pengurus kepanitiaan 2) Mempunyai alamat kepanitiaan

3) Mempunyai program kegiatan

4) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon berkedudukan

5) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat dilakukan dengan membentuk kepanitiaan apabila pengumpulan sumbangan dilakukan secara insidental.

c. Ketentuan Surat Permohonan Izin Harus Menyebutkan 1) Nama dan alamat pemohon

2) Nama dan alamat organisasi

3) Waktu pendirian dan susunan pengurus 4) Kegiatan sosial yang telah dilaksanakan

5) Maksud dan tujuan pengumpulan sumbangan dan usaha – usaha yang telah dilaksanakan untuk tujuan tersebut


(21)

7) Cara penyelenggaraan dan penyalurannya 8) Rencana pembiayaan secara rinci

d. Biaya Izin

Pengumpulan sumbangan untuk non bencana dikenakan biaya izin sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)sesuai dengan PP Nomor 3 Tahun 2012 tentang PNBP di Kementerian Sosial. Pengumpulan sumbangan untuk bencana tidak dikenakan biaya izin.

e. Kewajiban Pemohon

Adapun kewajiban pemohon adalah :

1) Mencantumkan nomor izin, nama program dan jangka waktu pelaksanaan pada media informasi

2) Menyediakan nomor layanan yang dapat dihubungi pemberi sumbangan 3) Pemisahan nomor rekening antara pengumpulan sumbangan bencana dan

pengumpulan sumbangan non bencana

4) Menyampaikan secara jelas dan tegas di media informasi sumber dana pengumpulan sumbangan

5) Menyalurkan hasil sumbangan yang terkumpul sesuai dengan penggunaannya sebagaimana mestinya.

6) Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang selambat-lambatnya 2 (dua) bulan terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengumpulan sumbangan


(22)

f. Jangka Waktu Pengurusan Izin

1) Surat Izin dalam proses maksimum selama 2 hari kerja setelah permohonan dinyatakan lengkap.

2) Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial tentang Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang selama 21 hari kerja setelah permohonan dinyatakan lengkap.

g. Alur Pelayanan

1) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang mendatangi Loket Pelayanan Perizinan di Direktorat Pengumpulan Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial(PPSDBS) dan mendaftarkan diri kepada Petugas Loket.

2) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang menyerahkan berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang kepada Petugas Loket. 3) Berkas surat permohonan izin diserahkan Petugas Loket kepada Petugas

Pelayanan untuk diperiksa persyaratan dan kelayakan mekanisme program yang diajukan.

4) Petugas Pelayanan memeriksa kelengkapan persyaratan dan menelaah program Pengumpulan Uang atau Barang yang diajukan.

5) Jika persyaratan telah lengkap dan mekanisme program telah sesuai dengan ketentuan, maka berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diterima dan Petugas Penyelenggara memerintahkan Penyelenggara untuk membayar Biaya Permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang.


(23)

6) Jika persyaratan tidak lengkap atau mekanisme program tidak sesuai dengan ketentuan, maka berkas permohonan ditolak dan dikembalikan kepada penyelenggara.

7) Penyelenggara membayar biaya perizinan ke bank yang telah ditentukan, kemudian menyerahkan slip bukti pembayaran kepada Petugas Pelayanan. 8) Petugas Pelayanan menerima slip bukti pembayaran biaya permohonan

izin Pengumpulan Uang atau Barang dan melakukan pengecekan di rekening Koran.

9) Petugas Pelayanan membuatkan Surat Keterangan dalam Proses.

10)Surat Keterangan dalam Proses diserahkan Petugas Pelayanan kepada Penyelenggara.

11)Selanjutnya berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diproses Petugas Pelayanan untuk diterbitkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang.

12)Penyelenggara dapat mengambil Surat Keputusan Menteri Sosial RI di Loket Pelayanan Perizinan di Direktorat PPSDBS.

PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa :53

53

Republik Indonesia, , Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan,BAB IV, Pasal 14 ayat (1).

“ pemegang izin/ penyelenggara pengumpulan sumbangan, wajib mempertanggung jawabkan usahanya serta penggunaannya kepada pemberi izin.”


(24)

Jadi penyelenggara pengumpulan sumbangan harus mempertanggung jawabkan usaha pengumpulan sumbangan yang telah diselenggarakannya baik jumlah dana yang telah dikumpulkan, penyaluran sumbangan tersebut serta bukti – bukti yang dapat dipertanggung jawabkan atas pengumpulan dan penyaluran sumbangan tersebut.

Pada Pasal 14 ayat (2) PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, menyatakan bahwa :54

D. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat (LPKSM)

“Pejabat pemberi izin berkewajiban membuat laporan berkala kepada Menteri secara hirearki. Pejabat pemberi izin berkewajiban untuk melakukan usaha penertiban di dalam batas – batas kewenangannya”.

Ketatnya persaingan dalam merebut pangsa pasar melalui bermacam, macam produk barang, maka perlu keseriusan LPKSM perlu memantau secara serius pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar profit semata dengan mengabaikan kualitas produk barang.55

Problematika yang muncul dengan kehadiran LPKSM adalah kelanjutan dari fungsi serupa yang selama ini telah dijalankan oleh lembaga-lembaga konsumen sebelum berlakunya UUPK. Ada pandangan kehadiran LPKSM merupakan bentuk intervensi negara terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul dari kelompok masyarakat, namun di sisi lain, ia diperlukan untuk

54

Republik Indonesia, , Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan,BAB IV Pasal 14 ayat (2)

55

Marianus Gaharpung, “Perlindungan Hukum Konsumen Korban atas Tindakan Pelaku Usaha,” Jurnal yustika, Volume III, No.1, Juli, 2000 hlm. 42.


(25)

memberikan jaminan accountability lembaga-lembaga konsumen tersebut, sehingga kehadiran LPKSM ini betul-betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Ketidaktahuan masyarakat dapat memberi peluang pelaku usaha atau penjual untuk membodohi masyarakat dengan produk yang tidak memenuhi standar.56

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat diharapkan sering melakukan sosialisasi melalui media massa agar masyarakat selektif serta hati-hati dalam membeli produk barang yang muncul di pasaran. Selain itu, unit pengaduan masyarakat perlu dibentuk sebagai sarana pengaduan masyarakat yang dirugikan dari produk barang yang digunakan. Hasil temuan LPKSM yang disampaikan masyarakat juga harus mendapat tindak lanjut dan penyelesaian secara tuntas. Diharapkan pula kehadiran LPKSM bukan justru berpihak kepada pelaku usaha atau penjual dengan mengorbankan konsumen.

Oleh karena itu, LPKSM dan cabangnya di daerah harus mengontrol dengan sungguh-sungguh kelayakan produk barang yang dipasarkan melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang tertib niaga dan hukum perlindungan konsumen agar mereka tidak terjebak tindakan pelaku usaha yang hanya memprioritaskan keuntungan dengan mengorbankan masyarakat.

57

Berkaitan dengan implementasi perlindungan konsumen, UUPK mengatur tugas dan wewenang LPKSM sebagaimana tertuang dalam Pasal 44, yakni sebagai berikut: 58

1) Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat.

56

Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.Cit.,hlm. 120.

57

Ibid., hlm. 121.

58


(26)

2) LPKSM memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

3) Tugas LPKSM meliputi kegiatan:

a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

Penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia perlu didukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Untuk meningkatkan penyelenggaraan perlindungan konsumen, pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. Salah satu peran masyarakat adalah LPKSM .59

Penyelenggaraan pengawasan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya, UUPK mengatur bahwa yang menyelenggarakan adalah pemerintah, masyarakat, dan LPKSM. Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Perdagangan dan/atau menteri

59


(27)

teknis terkait. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan LPKSM dapat disampaikan kepada Menteri Perdagangan dan/atau menteri teknis terkait. Menteri Perdagangan dan/atau menteri teknis terkait dapat mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila hasil pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen.60

Pelaksanaan pembinaan serta pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menurut UUPK berada pada Menteri Perdagangan, secara hierarki (struktural dan fungsinya) dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, yang kemudian dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan konsumen. Sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan perannya yang mengacu pada Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-Dag/Per/3/2005, upaya pembinaan serta pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan konsumen tersebut terkait dengan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, serta evaluasi pelaksanaan di bidang kerja sama, informasi dan publikasi perlindungan konsumen, analisis penyelenggaraan perlindungan konsumen, bimbingan konsumen dan pelaku usaha, pelayanan pengaduan serta fasilitasi kelembagaan perlindungan konsumen.61

60

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab VII, Pasal 30.

61

Abdi Darwis, Hak Konsumen untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum dalam Industri Perumahan di Kota Tangerang,” Tesis, Magister Kenotariatan, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro., hlm. 30-31.


(28)

1. Proses dan tata cara pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Proses dan tata cara pendaftaran LPKSM diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 tentang Pendaftaran LPKSM. LPKSM yang telah diakui oleh pemerintah karena telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, perlu melakukan pendaftaran dan penerbitan Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen (TDLPK).Kewenangan penerbitan TDLPK ada pada menteri.Menteri kemudian melimpahkan kewenangan penerbitan TDLPK kepada bupati/walikota.Bupati/walikota bisa melimpahkan kembali kewenangan kepada kepala dinas.

TDLPK diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan atau domisili LPKSM.TDLPK tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Kantor cabang atau kantor perwakilan LPKSM dalam menjalankan kegiatan penyelenggaraan perlindungan konsumen bisa mempergunakan TDLPK kantor pusat dan dibebaskan dari pendaftaran untuk memperoleh TDLPK.62

a. Permohonan untuk memperoleh TDLPK diajukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepada bupati/walikota melalui kepala dinas setempat, dengan mengisi formulir Surat Permohonan Tanda Daftar Lembaga Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 Pasal 6, tata cara pendaftarannya yakni sebagai berikut:

62


(29)

Perlindungan Konsumen (SP-TDLPK) model A sebagaimana dimaksud dalam lampiran I keputusan menteri ini.

b. Jika kewenangan pemberian TDLPK dilimpahkan kepada kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3. Permohonan diajukan langsung kepada kepala dinas setempat dengan mengisi formulir SP-TDLPK model A, sebagaimana dimaksud dalam lampiran I keputusan menteri ini.

c. Permohonan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditandatangani oleh pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM), penanggung jawab, atau kuasanya.

Proses permohonan pendaftaran TDLPK perlu melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:63

a) Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) yang berstatus badan hukum (yayasan) melampirkan:

1) Salinan akta notaris pendirian badan hukum/yayasan yang telah mendapatpengesahan badan hukum dari menteri hukum dan hak azasi manusia atau instansi yang berwenang.

2) Salinan kartu tanda penduduk (KTP) pimpinan/penanggung jawab LSM yang masih berlaku.

3) Salinan surat keterangan tempat kedudukan/domisili LSM dari lurah/kepala desa setempat.

b) LSM yang tidak berstatus badan hukum maupun yayasan melampirkan:

63


(30)

1) Salinan akta notaris pendirian LSM atau akta notaries yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.

2) Salinan KTP pimpinan/penanggung jawab LSM yang masih berlaku. 3) Salinan surat keterangan tempat kedudukan/domisili LSM dari

lurah/kepala desa setempat.

2. Status dan kedudukan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Status dan kedudukan LPKSM bisa dibatalkan oleh pemerintah jika mengandung aspek-aspek berikut ini:

a. Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen.

b. Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran atas ketentuan UUPK dan peraturan pelaksanaannya.

Konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha bisa mengadukan ke LPKSM agar suara dan haknya bisa diperjuangkan.Sebagaimana dijelaskan pada bagian tugas-tugas LPKSM, di samping memberikan informasi dan memberikan nasihat kepada konsumen, lembaga ini juga bisa memperjuangkan hak-hak konsumen.Oleh karena itu, konsumen yang merasa hak-haknya telah dilanggar bisa mengadukannya ke LPKSM yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Banyak konsumen di Indonesia yang hanya melakukan pengaduan dengan mengirimkan surat ke pihak pelaku usaha yang dianggap telah melanggar hak-haknya. Ada juga yang menulis dan mengirimkan surat pembaca ke berbagai macam media massa. Meskipun diakui cara-cara tersebut baik dan barangkali bisa memberikan hasil yang


(31)

memuaskan, ada cara lain yang kiranya bisa dilakukan. Cara yang dimaksud adalah dengan meminta bantuan LPKSM untuk membantu menyelesaikan masalah. LPKSM akan membantu para konsumen yang ingin mengadukan hak-haknya. konsumen bisa datang langsung atau melalui telepon. Dengan bantuan LPKSM , biasanya konsumen yang akan mengadukan haknya juga memperoleh banyak pengetahuan hukum yang sangat berarti sebagai bekal atau dasar untuk menyelesaikan masalahnya, termasuk dalam penyelesaian sengketa dengan pelaku usaha nantinya. Oleh LPKSM bersama pemerintah dan masyarakat dilakukan atas barang atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei.

Berdasarkan ketentuan UUPK yang berlaku, pemerintah hanya mengakui LPKSM yang memenuhi syarat. Persyaratan LPKSM yang diakui pemerintah yakni sebagai berikut:64

a. Terdaftar di pemerintah kabupaten/kota.

b. Bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya.

64

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat, Bab II, Pasal 2 ayat (1).


(32)

Bentuk Sumbangan oleh Pelaku Usaha (Waralaba Minimarket)

A. Analisis tentang program donasi oleh pelaku usaha.

Sumbangan atau Donasi atau derma (Inggris : donation yang berasal dari bahasa Latin : donum), adalah sebuah pemberian yang pada umumnya bersifat secara fisik oleh perorangan atau badan hukum. Pemberian ini mempunyai sifat sukarela tanpa adanya imbalan yang bersifat menguntungkan, walaupun pemberian donasi dapat berupa makanan, barang, pakaian, mainan, ataupun kendaraan akan tetapi tidak selalu demikian.65

Pada peristiwa darurat bencana atau dalam keadaan lain donasi dapat berupa bantuan kemanusiaan atau bantuan dalam bentuk pembangunan, dalam hal perawatan medin donasi dapat berupa pemberian penggantian organ, pemberian donasi dapat dilakukan tidak hanya dalam bentuk pemberian jasa atau barang semata akan tetapi dapat juga dilakukan dalam bentuk pendanaan. Pengalihan uang konsumen kedalam bentuk sumbangan atau Program donasi yang dilakukan oleh pelaku usaha merupakan salah satu bentuk dari aktivitas Tanggung Jawab Sosial Pelaku usaha (Corporate Social Responsibility) dengan jenis Promosi Kegiatan Sosial (Cause Promotion). Tanggung jawab sosial pelaku usaha (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) pelaku usaha adalah memiliki berbagai tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang diantaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham,

65


(33)

komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional pelaku usaha yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam segala aspek operasional pelaku usaha yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

Kotler dan Nancy menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat kebaikan” (six option for doing good) sebagai inisiatif sosial pelaku usaha yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR66

a) Caused – Related marketing

:

b) Corporate Social Marketing c) Corporate Philanthropy d) Community Volunteering

e) Social Responsible Business Practice f) Cause Promotions

Cause Promotions adalah dimana suatu pelaku usaha dapat memberikan dana atau berbagai macam kontribusi lainnya, ataupun sumber daya pelaku usaha lainnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu, ataupun dengan cara mendukung pengumpulan dana, partisipasi dan rekrutmen sukarelawan untuk aksi sosial.

Cause Promotion merupakanbentuk CSR di mana pelaku usaha berinisiatif dan mengarahkan promosi untuk mengembangkan kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap masalah-masalah isu sosial tertentu dengan komunikasi persuasif.67

Melalui cause promotions ini pelaku usaha berusaha untuk meningkatkan perhatian masyarakat mengenai suatu isu tertentu, dimana isu ini tidak harus

67


(34)

berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis pelaku usaha. Kemudian pelaku usaha mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau benda mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Promosi kegiatan sosial (Cause Promotions) fokus kepada komunikasi persuasif dengan tujuan untuk menciptakan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial.

Menurut Kotler dan Lee (2005:51) beberapa tujuan komunikasi persuasif yang ingin dicapai oleh pelaku usaha melalui pelaksanaan cause promotions adalah:

a. Menciptakan kesadaran dan perhatian dari masyarakat terhadap suatu masalah dengan menyajikan angka – angka statistik serta fakta – fakta yang menggugah.

b. Membujuk masyarakat untuk memperoleh informasi lebih banyak mengenai suatu isu sosial dengan mengunjungi website tertentu

c. Membujuk orang untuk menyumbangkan waktunya untuk mereka yang membutuhkan

d. Membujuk orang untuk menyumbangkan uangnya untuk kemanfaatan masyarakat melalui pelaksanaan program sosial pelaku usaha.

e. Membujuk orang untuk menyumbangkan sesuatu yang mereka miliki selain uang.68

Keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dengan melaksanakan kegiatan cause promotions menurut Kotler dan Lee (2005) adalah sebagai berikut :

68


(35)

a. Memperkuat positioning merk pelaku usaha.

b. Menciptakan jalan bagi ekspresi loyalitas konsumen terhadap suatu masalah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan loyalitas konsumen terhadap pelaku usaha penyelenggara promosi.

c. Memberikan peluang kepada para karyawan pelaku usaha untuk terlibat dalam suatu kegiatan sosial yang menjadi kepedulian mereka.

d. Menciptakan kerjasama antara pelaku usaha dengan pihak – pihak lain, sehingga memperbesar dampak pelaksanaan promosi.

e. Meningkatkan citra pelaku usaha, dimana citra pelaku usaha yang baik akan dapat memberikan berbagai pengaruh positif lainnya.

Dalam cause promotions, pelaku usaha bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain. Dalam pelaksanaan program donasi, pelaku usaha (minimarket) bekerjasama dengan yayasan – yayasan yang berbadan hukum, berskala nasional bahkan internasional, tidak memihak pada SARA, memiliki track record yang baik, dan dapat diakses oleh publik. Kemudian hasil donasi dikelola sepenuhnya oleh lembaga/yayasan yang menjadi mitra pelaku usaha.

Sebagai contoh, minimarket yang melaksanakan program donasi dan bekerjasama dengan yayasan adalah :

a. Alfamart bekerjasama denganYayasan Relawan Kampung Indonesia, donasi periode 16 juni – 15 juli 2014.69

b. Indomaret bekerjasama dengan UNICEF, donasi periode 01 juni – 31 agustus 2014.70


(36)

B. Analisis tentang pengalihan uang kembalian konsumen kedalam bentuk sumbangan oleh pelaku usaha

Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang dilakukan dalam kehidupan sehari – hari dimana terdapat pihak yang menjual atau biasa disebut penjual dan pihak yang membeli atau biasa disebut pembeli. Perjanjian tersebut tentu merupakan suatu perbuatan hukum yang memiliki akibat – akibat hukum tertentu. Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 – 1540 KUHPerdata, Pasal tersebut mengatur mengenai dasar – dasar perjanjian jual beli. Dalam Pasal 1457 KUHPerdata menerangkan pengertian jual beli sebagai berikut :

“ Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”

Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esensial dan aksidentalia, karena walaupun para pihak sepakat mengenai barang dan harga, jika ada hal – hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut maka jual beli tidak terjadi karena tidak tercapai kesepakatan.

Pelaku usaha selaku penjual adalah salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari masyarakat, partisipasipelakuusahadalam pembangunan sosial salah satu diantaranyayaitumelalui kegiatan- kegiatanbersifatsosial, sepertimemberikanbantuankepadakorban bencana alam,fakirmiskin,dan sebagainya.Kegiataninibiasa disebut programdonasi.Program

70

http://indomaret.co.id/main-content/berita/2014/10/24/indomaret-menyerahkan-donasi-konsumen-ke-unicef/


(37)

donasiadalahprogramyang dilakukan dalamrangka membangun kesejahteraan sosialdenganmengumpulkan sumbangan darimasyarakat.Salahsatu contohyaknipembulatanuang kembalianyang dilakukan oleh pihakminimarket. Upaya pelaku usaha minimarket dalam memuaskan konsumen merupakan hal utama dalam strategi bisnis, namun seringkali terabaikan ketika pelaku usaha mengesampingkan hak seorang konsumen. Salah satu contoh yakni program donasi melalui pembulatan uang kembalian konsumen oleh pihak minimarket yang dilaksanakan dalam rangka membangun kesejahteraan sosial, mengalami beberapa permasalahan dalam praktiknya, dimana pengalihan uang kembalian yang dialihkan ke dalam donasi oleh pihak pelaku usaha tidak memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada konsumen, ini berarti tidak ada kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen yang terjadi dalam hal pengalihan uang kembalian kedalam bentuk donasi.

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu perjanjian, syarat kesepakatan ini menjadi penentu lahirnya suatu perjanjian, sehingga tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan tetapi, meskipun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.

Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan:

“Tiada kesepakatan yangsah apabila sepakatitu diberikan karena kekhilafan,atau diperolehnya denganpaksaan atau penipuan.”


(38)

Selanjutnya padaPasal1449 KUHPerdatamenyebutkan:

“Perikatanyang dibuatdenganpaksaan,kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untukmembatalkannya”

Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal-hal diantaranya:

a. Kekhilafan atau kesesatan; b. Paksaan;

c. Penipuan;dan

d. Penyalahgunaan keadaan

Dalam hal pengalihan uang kembalian tanpa sepengetahuan konsumen adalah cacat kehendak, sebab konsumen dalam hal ini seharusnya mendapatkan uang kembalian sesuai dengan harga barang yang dibeli namun pihak kasir memberikan kembalian yang tidak sesuai dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hal ini dapat tergolong kesesatan karena konsumen tidak pernah mengetahui adanya pengalihan uang kembalian yang dialihkan dan pelaku usaha tidak pernah memberitahu sebelum dilakukannya transaksi.

Kemudian dapat digolongkan sebagai paksaan sebab konsumen tidak ditanyakan keikhlasan ataupun persetujuannya atas pembulatan yang dilakukan sepihak oleh pelaku usaha, sehingga secara tidak langsung ada paksaan yang dilakukan.

Kemudian dapat dikatakan sebagai penipuan karena uang kembalianyang dibulatkan dan dicantumkan di dalamstruk ternyata hanya yangberjumlahseratusrupiahkebawah, sehingga jika pihakkasir tidakmempunyai uang recehan diatasseratus dan di bawah lima ratus rupiah lalu melakukan


(39)

pembulatan maka pihaknyatidakmencantumkanpembulatantersebutkedalam strukdan tidakpula memberitahukan adanya pembulatan uang kembalian secara lisan sebelummelakukan transaksi.

1) Pelanggaran Hak atas Uang Kembalian Konsumen

Hak atas uang kembalian adalah hak dari konsumen berupa pengembalian dalam bentuk uang atas pembayaran yang melebihi harga barang yang telah disepakati.

Pelanggaran hak atas uang kembalian konsumen sering terjadi ketika konsumen berbelanja di minimarket dan pada saat melakukan pembayaran di kasir, seluruh barang yang dibeli konsumen di jumlahkan harganya kemudian harga yang harus dibayarkan oleh konsumen adalah Rp. 19.700. Konsumen memberikan uang Rp. 20.000 tetapi pihak kasir tidak memberikan uang kembalian yang merupakan hak konsumen tersebut. Melainkan mengalihkan uang konsumen itu ke dalam program donasi ataupun membulatkan total belanja menjadi Rp. 20.000,.

Dasar hukum yang mewajibkan pelaku usaha untuk mengembalikan uang kembalian konsumen terdapat dalam Pasal 1360 KUHPerdata yang menyebutkan :

“ Barangsiapa secara khilaf atau dengan mengetahuinya, telah menerima sesuatu yang tak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan barang yang tidak harus dibayarkan itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya”


(40)

Selain itu, Pasal 4 huruf b UUPK juga menjelaskan adanya hak konsumen untuk memilih dan mendapatkan barang dan/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

2) Pelanggaran Terhadap Pelayanan Secara Benar dan Jujur

Tindakan pelaku usaha dalam mengalihkan uang kembalian tanpa sepengetahuan konsumen merupakan pelanggaran terhadap pelayanan secara benar dan jujur. Pelayanan pelaku usaha kepada konsumen harus dilakukan secara benar,jujur dan tidak diskriminatif, hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 4 huruf c dan g UUPK yang menjelaskan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Pasal tersebut merupakan hak konsumen yang merupakan kewajiban pelaku usaha untuk menjaminnya. Oleh karena itu sudah seharusnya pelaku usaha dalam melakukan pengalihan uang kembalian memberitahukan sebelumnya kepada konsumen, sebab pelaku usaha yang melanggar hal itu berarti telah mengingkari kewajibannya untuk memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 7 huruf c UUPK.

Dalam menjalankan operasional pelaku usaha, peran pegawai memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan standar operasi prosedur (SOP) sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang profesional. SOP adalah suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan


(41)

menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi, SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dilakukandan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu, dengan tujuan agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam unit kerja,memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait, melindungi pegawai dari kesalahanmalpraktik atau kesalahan administrasi lainnya, beserta menghindarikesalahan/kegagalan, keraguan dan inefisiensi. SOP dibuat untuk mengatur semuaproses mulai dari produksi, distribusi sampai tata administrasi dan keuanganbisnis yang bersangkutan. Dalam hal ini termasuk pula tata cara menjalankan kegiatan pemungutan sumbangan seperti program donasi, sehingga sudah sepantasnya pelaku usaha yang baik membuat standar operasional kepada kasir tentang tata cara pengalihan uang kembalian yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya SOP yang baik dapat menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten, para pegawai akan lebih percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan, SOP juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.

Segala kegiatan pemungutan sumbangan haruslah didasarkan pada kesukarelaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 Undang-Undang Pengumpulan Uang dan Barang, bahwa pemberian sumbangan harus dilakukan secara sukarela dan tiada dipaksa. Berkaitan dengan kesukarelaan dalam pengalihan uang kembalian ke dalam program donasi, maka Pasal 15 UUPK melarang Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/jasa dengan cara


(42)

pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa segala pengumpulan sumbangan harus didasarkan pada kesukarelaan, keikhlasan dan tanpa paksaan.

Salah satu cara untuk mengetahui kesukarelaan dan keikhlasan konsumen dalam melakukan pengalihan uang kembalian ke dalam program donasi adalah dengan menanyakan keikhlasasan dan kesukarelaan konsumen dalam pengalihan uang tersebut. Bagi pelaku usaha yang melakukan pengalihan uang kembalian tanpa memberitahukan kesukarelaan dan keikhlasan konsumen, jelas telah melanggar unsur keikhlasan dan kesukarelaan tersebut.Pelaku usaha yang melakukan pengalihan bentuk uang kembalian konsumen tanpa sepengetahuan konsumen, maka pelaku usaha tersebut telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum. Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang dapat berupa:

b. Melanggar hak orang lain;

c. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat; d. Berlawanan dengan kesusilaan baik; dan

e. Berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

Dari pemaparan diatas maka dapat diketahui bahwa, perbuatan melanggar hukum tidak hanya perbuatan yang melanggar undang- undang saja, tetapi juga mengenai berbuat atau tidak berbuat sesuatu sehingga melawan hak orang lain dan kewajiban hukum, serta bertentangan dengan kesusilaan, kehati-hatian, maupun kepatuhan dalam masyarakat.


(43)

Dari pemaparan mengenai pengalihan bentuk uang kembalian ke dalam program donasi yang dilakukan tanpa sepengetahuan konsumen dan dilakukan secara sepihak oleh pelaku usaha merupakan perbuatan yang melanggar beberapa pasal berikut:

1) Pasal 4 huruf b UUPK tentang hak konsumen yang isinya konsumen berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkannya sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diperjanjikan. Dalam hal ini pihak pelaku usaha seharusnya memberikan uang kembalian yang sesuai dengan harga barang yang dibeli oleh konsumen.

2) Pasal 4 huruf c dan g UUPK yang menjelaskan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Pelanggaran ini terkait dengan tidak adanya informasi yang diberikan oleh pihak pelaku usaha sebelum melakukan pembulatan uang kembalian konsumen ke dalam program donasi sehingga pengalihan uang kembalian dilakukan secara sepihak oleh pelaku usaha.

3) Pasal 7 huruf c UUPK, tentang kewajiban pelaku usaha, yang isinya menyatakan bahwa pelaku usaha wajib memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur. Hal ini merupakan kebalikan dari hak konsumen untuk mendapatkan informasi atas pengalihan uang kembalian yang sudah menjadi kewajiban pelaku usaha.

4) Pasal 15 UUPK melarang Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/jasa dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan


(44)

gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Pelanggaran ini terkait dengan pengalihan uang kembalian yang dilakukan tanpa sepengetahuan konsumen sehingga membuat konsumen tidak secara sukarela memberikan uang kembalian dan terpaksa menerima keadaan. 5) Pasal 1360 KUHPerdata menyebutkan, barangsiapa secara khilaf atau

dengan mengetahuinya, telah menerima sesuatu yang tak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan barang yang tidak harus dibayarkan itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya. Dalam hal uang kembalian yang dialihkan tanpa sepengetahuan konsumen seharusnya pelaku usaha mengembalikan uang konsumen sebab uang yang dialihkan tanpa sepengetahuan konsumen merupakan sesuatu yang tak harus dibayarkan karena konsumen tidak pernah diberitahu mengenai adanya pembulatan seperti itu.

6) Pasal 5 Undang-undang No.9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, bahwa pemberian sumbangan harus dilakukan secara sukarela dan tiada dipaksa. Program Donasi yang dilakukan oleh pihak minimarket merupakan upaya pengumpulan uang yang seharusnya dilakukan secara sukarela, akan tetapi jika tidak pernah ada pemberitahuan sebelumnya atau bahkan menanyakan keikhlasan konsumen lantas pihak minimarket melakukan pengalihan ke dalam program donasi berarti konsumen tidak secara sukarela mengalihkan uang kembaliannya.

7) Pasal 3 PP pelaksanaan pengumpulan sumbangan bahwa usaha pengumpulan sumbangan dilaksanakan berdasarkan sukarela tanpa paksaan langsung atau tidak langsung.


(45)

8) Pasal 5 Kepmensos RI No.56/HUK/1996 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengumpulan sumbangan harus dilaksanakan secara terang-terangan dengan sukarela, tidak dengan paksaan, ancaman, kekerasan dan/atau cara-cara yang dapat menimbulkan kegelisahan di lingkungan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.

Mengenai pelanggaran hak konsumen oleh pelaku usaha terkait dengan kasus diatas maka bagi pelaku usaha seperti itu diancam dengan sanksi yang diatur dalam UUPK atau dalam peraturan lainnya. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa:

“tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut.”

Dari uraian di atas maka ancaman di dalam KUHPerdata bagi perbuatan pelaku usaha dalam mengalihkan uang kembalian konsumen ke dalam program donasi secara sepihak adalah tuntutan ganti rugi.

C. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dan Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Jika konsumen menderita kerugian yang disebabkan pelaku usaha yaitu hal yang paling sederhana dilakukan adalah meminta ganti rugi kepada minimarket, apabila tuntutan ganti rugi yang diminta tidak terpenuhi oleh pihak minimarketmakakonsumenberhak melakukan pengaduan akan hal ini kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).


(46)

1) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; 2) Sekelompok konsumen yang mepunyai kepentingan yang sama;

3)Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukumatau yayasan yang dalam gugatandasarnyamenyebutkandengan tegasbahwatujuandidirikannya organisasi

itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar;

4) Pemerintah dan/atau instansi terkait, jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Penuntutan penyelesaian pengembalian uang kembalian konsumen pada industriwaralabaminimarketdenganmengajukangugatan classactionmelalui peradilanumumtelahdibolehkan sejakkeluarnyaUUPKyangmengaturclass actioninidiIndonesia.Gugatan classactionakanlebihefektifdanefisiendalam menyelesaikanpelanggaranhukum yangmerugikansecaraserentakatausekaligus dan misalnya terhadap orang banyak.Gantirugiyangdilakukanolehindustri waralaba minimarketsebagai pihakyangmenjualproduk - produktersebutterdapat pengembalianuang kembalian dengan pengalihan ke dalam bentuk donasi adalah minimarket bertanggung jawab untuk mengganti uang koin atau setara nilainya kepada konsumen yaitu sesuai dengan kelalaian yang melanggar Pasal 19 ayat (2) yang menyatakan bahwa:

“Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat berupa pengembalianuangataupenggantianbarangdan/ataujasayangsejenis atau setara


(47)

nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Selanjutnya setiap pengaduan konsumen tergadap kerugian yang dideritanya dari pelaku usaha dapat ditempuhmelalui2carayangdisebutpada pasal 45 ayat 1 :

a) Gugatankepadapelakuusahamelaluilembagayangbertugasmenyelesaikan

sengketaantarakonsumendenganpelakuusahadiluarperadilandalam halini: Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

b) Gugatan kepada pelaku usahamelalui peradilanumumMenggunakan ketentuanhukum acaraperdata,sebagaimanapenyelesaiankasusperdatapada umumnya.

Tuntutan/gugatan kerugian konsumen terhadap pelaku usaha secara hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 yakni :

a) Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dari jual beli barang yang tidak sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi.

b) Kerugianprodukadalahkerugianyanglangsungatautidaklangsungyang

diderita akibat dari hasil produksi, kerugian mana masuk dalam resiko produksi akibat perbuatan melawan hukum.

Bahwa sebelumnya adanya ganti rugi atas tanggung jawab yang dilakukan pelakuusahayaitumenurutPasal19ayat (2)UUPK,sedangkan gantirugiyang dapat didasarkan pada pasal 1365 KUHPerdata, yaitu


(48)

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dengandemikiansehubungandengantindakanhukumyangdilakukan

olehkonsumenyangmenderitakerugiandalam pengembalianuangkembalian padaminimarket,dimungkinkanpenyelesaianhukum meliputibeberapa lingkungan peradilan. Misalnya melalui peradilanumum ataukonsumenmemilih jalan penyelesaian di luar pengadilan.:

1. Penyelesaian Sengketa Litigasi (Melalui Pengadilan)

Litigasiadalahsistem penyelesaiansengketamelaluilembagaperadilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dandiputusolehhakim.Melaluisistem initidakmungkinakandicapaisebuahwin winsolution(solusiyangmemperhatikankeduabelahpihak)karenahakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan:“setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelakuusahaataumelaluiperadilan yangberadadilingkunganperadilan umum”.

Ketentuanayatberikutnya

menyatakan,“penyelesaiansengketakonsumendapatditempuhmelaluipengadila n atau diluar pengadilan berdasarkan pilihansukarelaparapihak”.Selanjutnyadikatakan,pilihan untuk berpekara di pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela para pihak.


(49)

Penyelesaian ayat kedua Pasal 45 UUPK menyebutkan adanya kemungkinanperdamaiandiantaraparapihaksebelum merekaberpekaradi pengadilanataudiluarpengadilan. Dengandemikian,kata“sukarela”harus diartikan sebagai pilihan para pihak, baiksendiri-sendirimaupunbersama-sama untuk menempuh alternatif perdamaian.

Hal-hal yang mendukung untuk melakukan penyelesaian di dalam pengadilan apabila:

a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian di luar pengadilan; b. Upayapenyelesaiandiluarpengadilan,dinyatakantidakberhasilsalahsatu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Namunadanyakendalayangdihadapi jikaberperkaradiperadilanumum. Adapun kendala yang dihadapi konsumen danindustriretaildepartemenstore dalampenyelesaian pengembalian uang kembalian adalah :

1. Penyelesaian pengembalian uang melalui peradilan sangat lambat; 2. Biaya perkara yang mahal;

3. Pengadilan pada umumnya tidak responsif; 4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah; 5. Kemampuan para hakimyang bersifat generalis.

Di antara sekian banyak kelemahan dalam penyelesaian pengembalian uang kembaliankonsumenmelaluiperadilan,termasukbanyak dikeluhkan para pencari keadilan adalahlamanya penyelesaian perkara, karena padaumumnyaparapihakyangmengharapkan penyelesaian yang cepat terhadap perkara mereka.


(50)

satupihakdanmengalahkanpihak yanglain,makaberdasarkanhukumacara perdatadiIndonesiaHakim

wajibmemerintahkanparapihakuntukmelaksanakan mediasi untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka

pemeriksaanperkaraakandilanjutkan.Meskipunpemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak

tetap terbuka (dan hakim harustetapmemberikannyameskipunputusantelahdisusundansiapuntuk

dibacakan). Jikaparapihaksepakatuntukberdamai,hakim membuatakta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisipara pihak harus menaati

aktaperdamaiantersebutdantidakdapatmengajukanlagiperkaratersebutkepen gadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkaratersebutakanditolakdenganalasan nebisinidem(perkarayangsama

tidakbolehdiperkarakan2kali)karenaaktaperdamaiantersebutberkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).

2. Penyelesaian di luar Peradilan Umum (non litigasi)

Penyelesaiansengketalewatjalurnonlitigasiterbagimenjadibeberapa metode yaitu:

1) Negosiasi

Negosiasi adalah cara penyelesaiansengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan


(51)

kepentingannya.

Dengancarakompromitersebutdiharapkanakanterciptawin-winsolution dan akan mengakhiri sengketa tersebutsecara baik.

2) Mediasi

Mediasiadalahcarapenyelesaiansengketayangkurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan saran-saran yang bersifat sugestif, karena padadasarnya yang memutuskan untuk mengakhirisengketaadalahparapihak.Pihak ketiga tersebut juga harus netral sehinggadapatmemberikansaran-saran yang objektif dan tidak terkesan memihaksalahsatupihak.Mediasimerupakanprosedurwajibdalam proses

pemeriksaanperkaraperdata,bahkandalamarbitrasesekalipundimanahakim atauarbiterwajibmemerintahkanpara pihakuntukmelaksanakanmediasidan jika mediasi tersebut gagal barulah pemeriksaanperkaradilanjutkan.Tidak semua orang bisa menjadi mediator professional karena untuk dapat menjadi mediator dibutuhkan semacamsertifikasi khusus.

3) Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksaperkaratersebutbukanlahHakim tetapiseorangarbiter.Untuk dapatmenempuhprosesiarbitrasehal


(52)

pokokyangharusadaadalah"klausula arbitrase"didalam perjanjianyangdibuatsebelum timbulsengketaakibat

perjanjiantersebut,atau"PerjanjianArbitrase"dalam halsengketatersebut sudahtimbulnamuntidakadaklausulaarbitrasedalamperjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akanmenyelesaikansengketamelalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajibanpengadilanuntukmemeriksaperkara tersebut. Jikaperkara tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase.

Tujuan dari penyelesaian sengketa konsumen di luar peradilan sesuai dengan Pasal 47 UUPK untuk tercapainya bentuk dan besarnya ganti rugi demi memberikan kepastian bahwa tidak terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.Untukpenyelesaiansengketaantara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan, pemerintah membentuk BPSK.Dengan megetahui BPSK sebagai badan khusus di luar peradilan umum yang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, maka konsumenyanghak-haknyamerasadirugikan dapat mengajukan tuntutan pada BPSK. Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatanyangdibuatdalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalambentuk keputusan BPSK.Untuk mengatasi keberlakuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif denganmenyediakan


(53)

penyelesaian kembalian uang koin diluar peradilan.

Pasal 45 ayat (4) UUPK menyebutkan:“Jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika itu dinyatakantidakberhasilolehsalah satupihakatauparapihakyang bersangkutan”.

Ini berarti penyelesaian di pengadilan pun tetap dibuka setelah para pihak gagalmenyelesaikansengketamereka diluarpengadilan.Maksudkata-kata “dinyatakantidakberhasil”dalam

ayatdiatastidakjelas.Secararedaksional,juga tidak jelas apakah yang dimaksud dengan istilah “penyelesaian diluar pengadilan” iniadalahupayaperdamaiandiantaramereka, ataujugatermasukpenyelesaian melalui BPSK.

Jika yang dimaksud dengan istilah “penyelesaian diluar pengadilan” ini termasuk penyelesaian melalui BPSK, tentu saja tidak mungkin, salah satu pihak atauparapihakdapatmenghentikanperkaranyaditengahjalan,sebelum BPSK menjatuhkanputusan.Dengandemikian,kata-kata“dinyatakantidakberhasil”

puntidakmungkindapatdilakukanuntukmemilihpenyelesaianmelaluiBPSK, maka mereka seharusnya terikat untuk menempuh proses pemeriksaan sampai putusan dijatuhkan. Jika mereka tidak dapat menerima putusan itu, barulah mereka diberi hak melanjutkan penyelesaian di Pengadilan Negeri. Pasal54ayat(3)UUPKmenegaskan,bahwaputusanmajelisdariBPSK itu bersifat final dan mengikat. Kata-kata “final” diartikan sebagai tidak


(54)

adanya upaya banding dan kasasi. Yang ada adalah “keberatan” yang dapat disampaikan kepada Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari kerja, setelah pihak yang berkepentinganmenerimapemberitahuan putusantersebut.Jikapihakyang dikalahkan tidak menjalankan putusan BPSK, maka putusan itu akan dan oleh BPSK kepada penyidik untuk dijadikan bukti permulaan yang cukup dalam melakukan penyidikan. UUPK samasekali tidak memberi kemungkinan lain bagi BPSKkecuali,menyerahkanputusanitukepadapenyidik.Dalam haliniUUPK tidakmenggunakankata“dapat”sehingga beratimenutupalternatifuntuktidak menyerahkan kasus itu kepada penyidik.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Program donasi yang diselenggarakan oleh Minimarket Waralaba merupakan bentuk dari Tanggung jawab sosial pelaku usaha (corporate social responsibility) dengan jenis promosi kegiatan sosial (cause promotion). Perizinan dan pelaksanaan pengumpulan donasi diatur dalam UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, PP No. 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 56/ Huk/ 1996 Tahun 1996 Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat. Pengalihan uang kembalian konsumen kedalam bentuk donasi tanpa persetujuan konsumen atau dengan alasan tidak tersedianya uang receh oleh minimarket bertentangan dengan UUPK.

2. Pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam pelaksanaan program donasi meliputi:

a) Pelanggaran hak atas uang kembalian konsumen b) Pelanggaran terhadap pelayanan secara benar dan jujur

Selain itu pelaku usaha juga melakukan pelanggaran atas pemungutan sumbangan berdasarkan kesukarelaan.

3. Tindakanhukumyangdilakukanolehkonsumendalampengembalianuang kembalian pada minimarket adalah melakukan penuntutan kepada pelaku usaha melalui gugatan ganti rugi dengan jalur litigasi yakni peradilanumum (peradilanniaga)danyangkeduadenganjalurnon litigasi


(56)

yakni melalui BPSK.

B. SARAN

1. Bagi Pemerintah:

a. Pengaturanmengenaihakatasuang kembaliankonsumenharus diperjelaslagidalamperundang-undanganmengenai perlindungan konsumen diIndonesiakedepannya.

b. Pernyelenggaraansosialisasidanpenyuluhankepadamasyarakat

mengenai hak atas uang kembalian mereka sebagai konsumen melaluiberbagai media publikasi.

c. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku usaha dalam penyelenggaraanprogram donasidanpenyalurannyahasilprogram donasi, agartepat sasaran.

2. Bagi Pelaku Usaha

a. Pelaku usaha disini harus lebih aktif lagi dalam memastikan kesukarelaan darikonsumendisetiappraktektransaksijualbeliyang sisauang kembaliankonsumendijadikanuangdonasi.Lebihbaik menanyakan kesukarelaannyasecaralangsung.

b. Pelaku usaha dalam usaha pengumpulan donasi diharapkan dapat menjelaskan tentang program donasi yang sedang diselenggarakan oleh pelaku usaha sebelum meminta donasi kepada konsumen.

c. Pelakuusaha meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan sumbangan yang dilakukan oleh kasir minimarket.


(57)

a. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memiliki kegiatan dalam melindungi konsumen dari pelaku usaha nakal, keberadaan LPKSM ini berada di setiap daerah dapat memberikan sosialisasi dan pendidikan konsumen dan juga pengajaran pedidikan konsumen sejak dini dapat membuat para konsumen lebih kritis menghadapi persoalan yang berkaitan dengan bidang perlindungan konsumen.

b. Dalam menerima pengaduan masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dapat semaksimal mungkin langsung menanggapi dan memberikan pengawasan sesuai dengan Pasal 10 PP No 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan konsumen.


(58)

A. Pengertian Perlindungan Konsumen dan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Mengenai istilah, dalam berbagai literatur ditemukan dua istilah mengenai hukum yang membicarakan mengenai konsumen. Kedua istilah ini seringkali disama artikan, namun ada pula yang membedakannya dengan mengatakan bahwa baik mengenai substansi maupun mengenai penekanan luas lingkupnya adalah berbeda satu sama lain.14

Hukum konsumen adalah keseluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak yang satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup.15

Sedangkan mengenai hukum perlindungan konsumen didefinisikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.

Hukum konsumen mencakup segala peraturan perundang – undangan yang berlaku, baik yang mengatur secara khusus tentang perlindungan konsumen maupun peraturan umum.

16

Tetapi dalam UUPK tidak ada dijelaskan tentang pengertian Hukum Konsumen maupun Hukum perlindungan Konsumen. Undang – Undang No. 8

14

N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk(Jakarta: Panta Rei, 2005 ), hlm. 30.

15

Az. Nasution, S.H., Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,(Jakarta:Diadit Media, 2002), hlm 22.

16

.AZ. Nasution. , Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999(Depok: masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FHUI ), hlm. 23.


(59)

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 UUPK memuat perumusan mengenai perlindungan konsumen, yaitu : Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.17

2. Pengertian Konsumen

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUPK tersebut cukup memadai, kalimat yang menyatakan “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum” diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang – wenang yang merugikan pelaku usaha hanya untuk kepentingan perlindungan konsumen. Meskipun undang – undang ini disebut Undang – Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian.

Istilah Konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris – Amerika), atau consument/konsument (Belanda) , secara harfiah diartikan sebagai “ orang atau pelaku usaha yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu “ atau “ sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang".18

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.

Pengertian Konsumen sesungguhnya dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

17

Republik Indonesia,Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,Bab I Pasal 1 Angka 1

18

Dr. Abdul Halim Barkatullah, S.Ag., S.H., M.Hum,Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran (Banjarmasin:FH Unlam Press,2008), hlm.7


(60)

b. Konsumen – antara, adalah setiap orang yag mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/atau jasa lain atau untuk diperdagangkan.

c. Konsumen – akhir, adalah setiap orang alami mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).19

“Konsumen adalah Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen akhir inilah yang dimaksud pada Undang – Undang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya apabila digunakan istilah konsumen dalam undang – undang dan penelitian ini, yang dimaksudkan adalah konsumen akhir.

Pada Pasal 1 angka 2 Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan defenisi konsumen sebagai berikut :

20

Dari defenisi tersebut dapat dipahami bahwa yang dikatakan sebagai konsumen haruslah pemakai akhir dari suatu barang maupun jasa yang tersedia

19

Dr. Abdul Halim Barkatullah, S.Ag., S.H., M.Hum,Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran (Banjarmasin:FH Unlam Press,2008), hlm. 9

20

Republik Indonesia,Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BAB I, Pasal 1Angka 2.


(61)

dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Tetapi disisi lain Undang – Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) tidak memberikan suatu ketegasan maupun penjelasan apakah badan hukum (recht person) atau suatu pelaku usaha yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dapat dikategorikan sebagai konsumen.

B. Dasar dan Sumber Perlindungan Konsumen

1. Dasar perlindungan konsumen

Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB) menyatakan : “Konsumen dimana pun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak – hak dasar sosialnya”. Yang dimaksud hak – hak dasar sosial tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur; hak untuk mendapatkan informasi yang jelas; hak untuk mendapatkan ganti rugi; hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia; hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan; dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak – hak konsumen tersebut di negaranya masing – masing.21

Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia, sama seperti yang dialami oleh konsumen yang berada di negara – negara berkembang lainnya. Tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi lebih kompleks dari hal tersebut yakni menyangkut pada penyadaran semua pihak tentang pentingnya perlindungan

21


(1)

2

TINJAUAN YURIDIS PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN KONSUMEN KEDALAM BENTUK SUMBANGAN OLEH PELAKU

USAHA (WARALABA MINIMARKET) BERDASARKAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UU NO. 9

TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG DAN BARANG

(Studi pada LPKSM Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

YOSAFAT SIBARANI Nim : 110200156

Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Perdata Dagang

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP : 196603031985081001

Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :

M. Husni, S.H., M.Hum. Muhammad Siddik,S.H., M.Hum. NIP. 195802021988031004 NIP. 195412101986011001


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia – Nya yang senantiasa menyertai Penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:“ TINJAUAN YURIDIS PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN KONSUMEN KEDALAM BENTUK SUMBANGAN OLEH PELAKU USAHA (WARALABA MINIMARKET) BERDASARKAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UU NO. 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG DAN BARANG (STUDI PADA LPKSM)”.

Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sehingga nantinya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Selama penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari berbagai hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, dengan tulus hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dengan memberikan bimbingan dan semangat kepada penulis, yaitu kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum


(3)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universtas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universtas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universtas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. selaku KetuaDepertemen

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum. selaku Ketua Program Kekhususan Hukum

Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak M. Husni, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini.

9. Bapak Muhammad Siddik, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini.

10. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Pegawai Administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

11. Ibunda Serepina Hutabarat yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang,

motivasi serta pengorbanan yang tulus kepada penulis selama ini.

12. Ayahanda Tumpak Sibarani yang senantiasa memberikan doa, motivasi serta


(4)

13. Kepada kak Rheince Sibarani, Elisabeth Sibarani, dan bang Stephanus Sibarani, Alfianto Siregar, Rudi Martin Sitanggang, Andhi Rangkuti yang selama ini telah memberikan motivasi dan memberikan dukungan moril.

14. Grace Dita Cahya A.Md., yang telah memberikan dukungan dan motivasi

serta banyak memberikan bantuan bagi penulis.

15. Teman – teman terbaik : Rahmad Rivai, S.H., Heri Gunawan S.H., Halits,

Hendro, Giri, Hermawan, Rianda, Benjol, Jole, Ramot, serta semua teman – teman stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat kita semua. Amin.

Medan, Maret 2016

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... ABSTRAK ... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Perlindungan Konsumen dan Konsumen ... 14

B. Dasar dan Sumber Perlindungan Konsumen ... 17

C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 23

D. Pihak – Pihak dalam Perlindungan Konsumen ... 25

E. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 26

F. Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 31

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGUMPULANUANG SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UU NO. 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG DAN BARANG A. Tinjauan Umum Pengumpulan Uang atau Barang ... 48


(6)

B. Sumbangan Sebagai Salah Satu Usaha Pengumpulan Uang atau

Barang... 51 C. Perizinan Pengumpulan Uang atau Barang ... 56

D. Tinjauan Umum tentang Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat ... 67 BAB IV TINJAUAN YURIDIS PENGALIHAN BENTUK UANG

KEMBALIAN KONSUMEN KEDALAM BENTUK

SUMBANGAN OLEH PELAKU USAHA (WARALABA MINIMARKET) BERDASARKAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UU NO. 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG DAN BARANG (STUDI PADA LPKSM)

A. Analisis Tentang Program Donasi oleh Pelaku Usaha ... 75

B. Analisis Tentang Pengalihan Uang Konsumen Kedalam Bentuk

SumbanganOleh Pelaku Usaha ... 79

C. Tindakan Hukum yang Dapat Dilakukan Oleh Konsumen dan

LembagaPerlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat... 88 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 98 B. Saran ... 99 Daftar Pustaka ...


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

5 129 137

Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Pengembalian Uang Kembalian Pelanggan Pada Industri Retail Departemen Store Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1 51 104

Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Pengembalian Uang Kembalian Pelanggan Pada Industri Retail Departemen Store Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

13 98 104

Kedudukan dan Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumen ditinjau dari UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsume

22 339 103

Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari Perspektif Kebijakan Penanggulangan Kejahatan (Studi Putusan No.1821/Pid.B/2008/ PN/Medan)

5 77 139

View of Analisis Penentuan Harga Barang dan Hak Perlindungan Bagi Konsumen dalam UU No. 8 Pasal 4 Tahun 1999

0 0 24

UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3

0 0 188

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UU No. 8 TAHUN 1999 A. Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen - Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

0 9 44

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

0 0 8

UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

0 0 26