2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap.
3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan.
4. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya. Menurut Yusuf dan Utomo 2006, secara umum rayap tanah dapat
memakan kayu kira-kira sebanyak 2-3 dari berat badannya setiap hari. Faktor faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsinya adalah keadaan lingkungan,
ukuran badan dan besar-kecilnya koloni. Rayap tanah Coptotermes curvignathus dikenal sebagai hama tanaman
yang utama. Beberapa jenis tanaman perkebunan dan kehutanan diserang hama tersebut. Seperti rayap lainnya, Coptotermes curvignathus juga tidak suka cahaya.
Untuk menghindar dari cahaya, rayap membuat lubang kembara agar bebas dari cahaya Nandika et al. 2003. Adapun taksonomi dari Coptotermes curvignathus
Holmgren antara lain: Kelas
: Insecta Ordo
: Blattodea Famili
: Rhinotermitidae Subfamili
: Coptotermitidae Genus
: Coptotermes Spesies
: Coptotermes curvignathus Holmgren.
2.5 Keawetan Alami Kayu
Menurut Martawijaya et al. 1981, keawetan alami kayu merupakan ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam
lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif
yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu, yang tentu saja bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, posisi dalam batang dan lain-lain Nandika et al.
1996. Meskipun tidak semua zat ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami
kayu cenderung meningkat Wistara et al. 2002.
Menurut Hawley 1966 dalam Syafii 1996, daya racun zat ekstraktif dari kayu teras lebih tinggi dibandingkan daya racun zat ekstraktif kayu gubal
pada jenis kayu yang sama. Hal ini disebabkan pada kayu teras terdapat zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat
dalam kayu seperti tanin, alkaloid, saponin, fenol, quinone, dan damar Tsoumis 1991. Daya racun zat ekstraktif yang diperoleh dari kayu teras berbagai jenis
tersebut sangat berkaitan erat dengan keawetan alami jenis kayu yang bersangkutan. Hal menyebabkan keawetan alami setiap jenis kayu berbeda-beda
bahkan pada jenis kayu yang sama dan pada batang kayu yang sama. Menurut Sumarni dan Muslich 2007, terdapat variasi kelas awet pada
suatu jenis kayu terhadap organisme perusak yang berbeda. Jenis kayu yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap suatu organisme perusak belum tentu
mempunyai ketahanan yang sama terhadap organisme perusak lainnya. Dengan demikian, keawetan alami suatu jenis kayu bersifat relatif karena dipengaruhi oleh
faktor dari dalam zat ekstraktif dan luar jenis organisme perusak, suhu dan kelembaban kayu.
Di Indonesia penggolongan keawetan kayu dibagi menjadi lima kelas awet yaitu kelas I yang paling awet sampai dengan kelas V yang paling tidak awet.
Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai kayu dalam kondisi penggunaan yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat
koloni rayap Tabel 1. Tabel 1 Penggolongan kelas awet kayu
Sumber: Nandika et al. 1996 Kelas Awet
Umur Pakai Tahun I
8 II
5-8 III
3-5 IV
1-3 V
1
Penggolongan kelas awet kayu ini hanya berlaku untuk dataran rendah tropik dan tidak termasuk ketahanan terhadap organisme penggerek di laut
Nandika et al. 1996.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN