k Indikator manfaat Benefits. Indikator yang terkait dengan tujuan akhir dari

Model Durbin Spasial Kinerja pembangunan ekonomi pada suatu daerah tertentu, tidak hanya ditentukan oleh karakteristik lingkungan dan manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Kinerja pembangunan ekonomi, karakteristik lingkungan, serta manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah sekitarnya yang terkait dalam satu sistem ekologi-ekonomi juga ikut mempengaruhi Saefulhakim, 2008. Untuk dapat mengakomodasikan fenomena keterkaitan antara suatu lokasi dengan lokasi-lokasi lain yang terkait tersebut sehingga bentuk model pada kedua persamaan regresi dari model Cobb-Douglas sebelumnya, dirubah menjadi sebagai berikut: , , , ln ln 1 ln ln k n k n j j j k n k j k j j k y a W y b b x c W x .............................3 atau 1 , , , ln 1 ln n k n k n j n j k n k j k j k y I a W b b I c W x .............................4 Keterangan, I n : matriks identitas ukuran n n W

n,k

: matriks ukuran n n yang menyatakan pola interaksi spasial tipe ke-k antar n buah daerah disebut: kontiguitas spasial tipe ke-k. Pada situasi di mana fenomena interaksi spasial tidak nyata berpengaruh yaitu a k =0 untuk semua tipe k dan c j,k =0 untuk semua j dan tipe k, maka model yang ditulis pada Persamaan 4 akan kembali ke bentuk konvensional seperti pada Persamaan 2. Artinya pendekatan regresi konvensional cukup realistik. Namun, pada situasi di mana minimal untuk satu tipe k parameter a k 0 dan minimal untuk satu tipe k dan satu variabel penjelas j parameter c j,k 0, maka pendekatan regresi konvensional menjadi tidak realistik. Model yang ditulis seperti pada Persamaan 4 dalam literatur ekonometrika spasial disebut sebagai Model Durbin Spasial Spatial Durbin Model Upton dan Fingleton, 1985; LeSage, 1999. Sumber: Model Pemetaan Potensi Ekonomi untuk Perumusan Kebijakan Pembangunan Daerah Saefulhakim 2008. Matriks Kontiguitas Spasial Suatu variabel yang diamati pada suatu titik lokasi sampel, memiliki hubungan keterkaitan dengan variabel yang sama pada titik-titik lokasi sampel lainnya. Dalam teori Ilmu Wilayah Saefulhakim, 2008 fenomena keterkaitanketergantungan antar lokasi seperti ini diformalisasikan dalam berbagai konsep antara lain: 1 interaksi spasial spatial interaction, 2 difusi spasial spatial diffusion, 3 hirarki spasial spatial hierarchies dan 4 aliran antar daerah interregional spillover. Kekuatan-kekuatan pengendali driving forces dari berbagai fenomena keterkaitan ini bisa terdiri atas beberapa faktor, antara lain: 1 sistem geografi fisik sumberdaya alam dan lingkungan, 2 sistem ekonomi, 3 sistem sosial budaya dan 4 sistem politik. Variabel yang diamati pada dua lokasi yang bertetangga, berdekatan, terkait atau bermitra dapat memiliki keterkaitan secara spasial Spatial Autocorrelationship yang lebih kuat dibandingkan dengan variabel yang diamati pada dua lokasi yang tidak pada kondisi-kondisi tersebut. Matriks kontiguitas spasial dibangun untuk mengakomodasikan berbagai fenomena keterkaitan secara spasial seperti ini dalam pemodelan sistem keterkaitan. Pada dasarnya matriks kontiguitas spasial dibangun atas dasar logika interaksi spasial. Secara matematis prosedur perhitungannya dapat ditulis dalam bentuk model umum sebagai berikut: 1,2 1, 2,1 2, ,1 ,2 n n n n w w w w W w w L L M M O M L ........................................................................5 , , , i j i j i j j w a a .........................................................................6 , , untuk untuk lainnya i j i j c i j a ...……………………………………………….7 W = matriks kontiguitas spasial w i,j = kontiguitas antara daerah ke-i dengan daerah ke-j setelah dibakukan a i,j = kontiguitas antara daerah ke-i dengan daerah ke-j sebelum dibakukan c i,j = fungsi perhitungan kontiguitas spasial a i,j . METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Berpikir Secara umum kebijakan pembangunan daerah dapat memberikan kontribusi terhadap fenomena-fenomena yang bersifat aktual dan mendasar. Fenomena- fenomena tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan wilayah secara langsung maupun tidak langsung melalui mekanismenya masing-masing yang akan berimplikasi pada konsep atau kerangka analisis pembangunan wilayah. Pentingnya perencanaan pembangunan daerah yang akan dijadikan sebagai kebijakan umum pembangunan oleh pemerintah daerah, harus didasarkan pada kerangka logika keilmuan serta kondisi dan potensi daerah yang terjadi di lapangan, dan bukan pada pendugaan-pendugaan yang tanpa dasar. Selain itu, pemahaman mengenai struktur perekonomian wilayah sangat penting dilakukan dalam pengambil kebijakan pembangunan daerah. Pengembangan wilayah yang berbasis ilmu pengetahuan akan semakin mengarahkan pengelolaan pembangunan khususnya dalam penganggaran kepada pencapaian kinerja yang lebih maju sesuai dengan yang dicita-citakan Saefulhakim 2008. Pola kebijakan anggaran yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan programkegiatan pembangunan tahunan tersebut harus berdasarkan potensi dan kondisi daerah yang aktual. Selain dengan memperhatikan keterbatasan segala sumberdaya yang tersedia, pola kebijakan anggaran juga harus memperhatikan keterkaitan sektoral dan daerahnya dalam suatu wilayah tertentu. Hal ini penting dilakukan agar dalam pengelolaan segala sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat secara efektif, efisien dan saling menguntungkan mutualism simbiosis. Atas dasar berbagai literatur pada uraian sebelumnya serta pemahaman tersebut maka dibangun kerangka pemikiran penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 7 berikut. Gambar 7 Kerangka Umum Pemikiran Penelitian. KETERKAITAN ANTAR DAERAH KABKOTA DI WILAYAH PROVINSI BANTEN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI POTENSI DAN KONDISI DAERAH  SUMBER DAYA ALAM  SUMBER DAYA MANUSIA  SUMBER DAYA SOSIAL  SUMBER DAYA BUATAN  SUMBER DANA DAERAH  JEJARING ANTAR DAERAH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR POLA PENGANGGARAN TIDAK KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH MENURUN STRUKTUR HUBUNGAN SEKTORAL DAN DAERAH YANG SALING MENGUATKAN REVISI YA KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH MENINGKAT KONDISI EKSISTING WILAYAH PROVINSI BANTEN:  PERTUMBUHAN EKONOMI MELAMBAT  KESENJANGAN PENDAPATAN MENINGKAT  KEMISKINANPENGANGGURAN MASIH PADA LEVEL YANG LEBIH TINGGI DARI TINGKAT NASIONAL. KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN DAERAH YA TIDAK KONTRA- PRODUKTIF Kerangka Analisis Penelitian Analisis model spasial perencanaan dan koordinasi penganggaran terhadap peningkatan kinerja pembangunan daerah Provinsi Banten, secara umum dilakukan melalui beberapa proses tahapan analisis yang ditempuh seperti pada Gambar 8 berikut. Gambar 8 Kerangka Analisis Penelitian. 2 Tipologi Wilayah Provinsi Banten Berdasarkan Kinerja Pembangunan Daerah PDRB ADHK KabKota Provinsi BantenTahun 2003- 2007 APBD KabKota Provinsi Banten Tahun 2003- 2007 Data Kependudukan KabKota Provinsi Banten Tahun 2003- 2007 Data Aliran Barang Tahun 2006 dan Kebalikan Jarak Variabel Kependuduk an Variabel Penganggaran Belanja Variabel Kinerja Pembangunan Daerah Matriks Kontiguitas Interaksi Spasial Principal Components Analysis Factor Analysis Akar Ciri   1 Factor Score Factor Loadings Parameter Fungsi Indeks Tipologi Wilayah Provinsi Banten Berdasarkan Pola Penganggaran 1 o W ij , d W ij , dan r W ij Model Spasial Perencanaan dan Koordinasi Penganggaran untuk Meningkatkan Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Banten Forward Stepwise General Regresion Model 3 Lokasi dan Waktu Penelitian Wilayah Penelitian ini mencakup wilayah administratif Provinsi Banten. Unit analisis adalah daerah kabupatenkota meliputi 6 kabupatenkota, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Sedangkan waktu penelitian direncanakan mulai bulan Juli 2008 sampai September 2008. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh melalui cara studi literatur dan survei langsung ke daerah kabupatenkota di wilayah Provinsi Banten. Data ini diperoleh dari berbagai SKPD terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi Banten, Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Banten, Bappeda KabupatenKota di wilayah Banten, Departemen Perhubungan dan instansi- instansi terkait lainnya. Data-data sekunder yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: 1. Pengumpulan data dasar, diantaranya adalah: - Data Produk Domestik Regional Bruto PDRB kabupatenkota di wilayah Provinsi Banten tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan - Data Anggaran Pendapatan dan Belanja APBD kabupatenkota di wilayah Provinsi Banten tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 - Data Hasil Survei Asal Tujuan Transportasi Nasional Provinsi Banten Tahun 2006. Selain itu, data-data publikasi dari Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Banten dan instansi terkait lainnya digunakan dalam penelitian ini sebagai pelengkap hasil analisis, termasuk peta administrasi Provinsi Banten. 2. Identifikasi variabel, dilakukan dengan beberapa analisis diantaranya adalah: - Rasio - Indeks diversitas entropy - Location Quotient LQ. Tabel 3 Matrik Tujuan, Metode, Data dan Sumber Data dalam Penelitian Tujuan Metode Analisis Variabel Parameter Data dan Sumber Data Mengidentifikasi tipologi wilayah Provinsi Banten berdasarkan pola penganggaran Principal Components Analysis Factor Analysis Data aspek: Kinerja Pembangunan daerah, Struktur Ekonomi Daerah, Struktur Harga- harga, Kependudukan, Struktur Anggaran Penerima, dan Struktur Anggaran Pengeluaran. PDRB dan APBD Bappeda Banten dan Bappeda kabkota Provinsi Banten Mengidentifikasi tipologi wilayah Provinsi Banten berdasarkan kinerja pembangunan. Principal Components Analysis Factor Analysis Data aspek: Kinerja Pembangunan daerah, Struktur Ekonomi Daerah, Struktur Harga- harga, Kependudukan, Struktur Anggaran Penerima, dan Struktur Anggaran Pengeluaran. PDRB dan APBD Bappeda Banten dan Bappeda kabkota Provinsi Banten Membangun model spasial hubungan perencanaan dan koordinasi penganggaran untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah Provinsi Banten. Analisis forward stepwise General Regression Model Matriks Kontiguitas Interaksi Spasial berdasarkan intensitas Aliran Barang dan Kebalikan Jarak, data hasil olahan. Departemen Perhubungan, semua hasil analisis sebelumnya. Metode Analisis Keragaman dan Pemusatan Aktivitas Perekonomian Wilayah Ukuran tingkat perkembangan suatu wilayah dalam perspektif ekonomi dapat ditunjukkan dari semakin bertambah dan meluasnya komponenaktivitas perekonomian dalam suatu wilayah. Misalnya semakin meningkatnya alternatif sumber pendapatan wilayah dan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut, maka akan semakin luas pula hubungan yang dapat dijalin antara sub wilayah dalam sistem tersebut maupun dengan sistem sekitarnya Panuju dan Rustiadi 2005. Perluasan jumlah komponen aktivitas ini dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropy. Selain tingkat keragaman aktivitas perekonomian, pengembangan suatu wilayah dalam aspek ekonomi juga dapat ditentukan melalui peranan sektor- sektor pembangunan dalam mencapai target pertumbuhan yang diikuti oleh kegiatan investasi pembangunan, baik investasi pemerintah atau swasta. Ketersediaan sumberdaya suatu daerah yang terbatas memaksa ketelitian pemerintah daerah untuk menentukan berbagai skala prioritas pembangunan. Untuk itu perlu diidentifikasikan suatu pemusatan aktivitas ekonomi yang diharapkan dapat menggerakkan aktivitas pada sektor-sektor perekonomian lainnya. Untuk mengetahui indikasi aktivitas sektor perekonomian pada suatu wilayah dilakukan melalui analisis Location Quotient LQ sehingga mendapatkan pembobotan pusat aktivitas sektor-sektor perekonomian pada suatu lokasi tertentu. 1. Analisis Perkembangan Sistem Entropy Tingkat perkembangan sistem perekonomian suatu daerah ditunjukan dengan adanya peningkatan jumlah komponen sistem perekonomian serta penyebarannya jangkauan spasial. Pendekatan tingkat perkembangan sistem perekonomian di wilayah Provinsi Banten dalam penelitian ini dianalisis dengan menghitung indeks diversitas melalui konsep entropy. Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang Panuju dan Rustiadi, 2005. Penggunaan indeks diversitas entropy dalam penelitian ini adalah untuk mengidetifikasi variabel indikator, diantaranya: - Indeks diversitas sektor ekonomi PDRB 2003-2007 dan - Indeks diversitas bidang pengeluaran belanja langsung APBD KabupatenKota 2003-2007 Persamaan umum entropy ini adalah sebagai berikut: Dimana: P i adalah peluang yang dihitung dari persamaan: X i X i . X 1 X 2 X 3 … X n = x X 1 x X 2 x X 3 x …. X n x = 1 Jika tabel terdiri dari baris dan kolom yang cukup banyak seperti Tabel berikut: X 11 X 21 X 31 X 41 X p1 X 12 X 1q X 2q X pq Maka, persamaan untuk menghitung peluang titik pada kolom ke-i dan baris ke-j adalah: P ij =X ij X ij S  0 S = tingkat perkembangan Nilai S akan selalu  0 Untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan maka terdapat ketentuan jika indeks S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi.   oporsi P n i i Pr 1 1    i i P P S         n i n j ij ij P P S 1 1 ln I – O Sektor 1 2 3 4 Sektor 1 Produk si 2 3 X ij 4 Jika digambarkan dalam suatu grafik, hubungan antara nilai S dengan seluruh kemungkinan peluangnya akan berbentuk kurva kuadratik berikut ini: S O 1 1 P i n Dari grafik tersebut diketahui nilai maksimum entropi diperoleh pada saat nilai peluangnya sama dengan 1n , dimana n adalah jumlah titik sektorkomponenjangkauan spasial.

2. Analisis Location Quotient LQ