BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tahun 1990 merupakan tahun awal perkembangan nasyid di Indonesia. Nasyid berbentuk nyanyian bersama untuk melagukan beragam lagu bernuansa
religius. Nasyid merupakan generasi yang datang setelah era hadrah, kasidah dan gambus jika dilihat dari sudut waktu populasinya di Indonesia,
Indonesia mulai berkenalan dengan nasyid sejak kesenian tersebut digunakan rakyat Palestina sebagai alat perjuangan kemerdekaan negeri mereka.
Ditambah lagi di saat kelompok pengajian Darul Arqam di Malaysia mendirikan grup Nadamurni dan The Zikr dalam gaya tanpa alat musik maupun dengan
iringan musik perkusi minimalis. Pada awalnya pengaruh nasyid dari Palestina maupun dari Malaysia mulai ditumbuhkan di Indonesia melalui orang-orang
Indonesia yang pernah langsung menyaksikan realitas perjuangan rakyat Palestina.
Begitu pula yang membawa pengaruh nasyid Malaysia adalah orang-orang Indonesia yang pernah tinggal lama di Malaysia sekaligus sebagai aktivis gerakan
Darul Arqam. Gaya nasyid dari Palestina saat itu rata-rata berirama mars tanpa iringan musik, yang sangat membangkitkan semangat perjuangan. Grup nasyid di
Indonesia yang bisa diidentikan dengan corak di atas adalah Izzatul Islam, termasuk Snada pada awalnya menganut corak ini.
Pada tahun 1996 karena alasan politis, kelompok Darul Arqam dibubarkan oleh Pemerintah Malaysia, yang diikuti dengan berpencarannya grup nasyid
Nadamurni dan The Zikr. Sebagaian besar mantan anggota grup nasyid Nadamurni membentuk grup nasyid Rabbani dan The Zikr membentuk grup
nasyid Raihan. Dalam waktu singkat model nyanyian “Raihan” akhirnya mampu lebih menghangatkan pertumbuhan nasyid di Indonesia, termasuk juga gaya dan
performance-nya. Sekitar tahun 1999 hingga 2002 kebanyakan grup nasyid di Indonesia masih tampak mengidentikkan diri dengan Raihan, misalnya dalam
pengucapan kata-kata yang berlogat Melayu. Dalam penggunaan instrumen pun nasyid di Indonesia saat itu tergolong masih sangat mengidentikkan diri dengan
Raihan, yaitu hanya menggunakan iringan perkusi saja. Pada saat yang hampir bersamaan pula grup nasyid Snada yang lahir dari
FISIP UI Jakarta dengan corak acapella-nya dan Izzatul Islam FMIPA UI dengan corak mars-nya ,mulai mendapat angin segar di negeri sendiri, walaupun bisa
dikatakan kalah cepat oleh Raihan, namun grup ini sedikit banyak telah menjadi semacam patokan bagi terbentuknya grup-grup nasyid acapella yang berasal dari
kalangan aktivis kerohanian kampussekolah hampir di seluruh Indonesia Setelah tahun 2002, sedikit demi sedikit corak nasyid di Indonesia
mengalami perubahan. Alat musik kibor, drum, bahkan gitar mulai digunakan oleh beberapa grup nasyid. Dalam perjalanannya hingga saat ini banyak
bermunculan grup nasyid di tanah air yang hadir dengan mengusung idealisme mereka masing-masing dalam bernasyid, sehingga terbentuk genre nasyid baru,
seperti pop, akustik, acapella, orkestra, jazz, world music, R n B, rap, hip hop dan country.
Dapat dikatakan bahwa nasyid berkembang pesat di Malaysia karena dekat dengan budaya melayu bahkan tidak sedikit yang mengadopsinya. Oleh karena itu
ketika masuk ke Indonesia dengan mudah masyarakat menerimanya karena kesamaan rumpun budaya pula. Berbeda dengan nasyid Indonesia yang awal
kemunculannya merupakan sebuah bentuk solidaritas sesama muslim Palestina, maka penerimaannya pun terbatas pada masyarakat yang memiliki kesamaan visi
ideologis. Maka tidaklah mengherankan jika dalam benak sebagaian masyarakat Indonesia bahwa yang menjadi patokan dalam bernasyid adalah Raihan seperti
yang dijelaskan di awal. Sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi grup nasyid dalam negeri untuk mencari identitas untuk dapat diterima oleh masyarakat dalam
negeri Ironis memang, ketika dalam sebuah pertunjukan nasyid di tanah air, pihak
panitia penyelenggara bersusah payah untuk menghadirkan satu grup nasyid dari luar negeri baca: Malaysia dengan biaya yang tidak sedikit, sementara dengan
biaya yang sama bisa untuk menghadirkan lebih dari satu grup nasyid dalam negeri dengan kualitas yang tidak jauh berbeda.
Hal itulah yang mendorong penulis untuk ikut terlibat dalam pemberdayaan nasyid lokal, agar dapat mengangkat citra grup nasyid itu sendiri
maupun membudayakan nasyid sampai ke pelosok paling kecil negeri ini. Zukhruf, merupakan satu diantara sekian banyak grup nasyid senior di
kota Solo, yang berdiri pada tahun 1999 di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo. Pada awal terbentuknya, semua personil merupakan santri dari
pesantren di atas, namun dalam perjalannannya sampai saat ini telah mengalami dua kali re-formasi personil hingga sebagian besar personil yang ada sudah bukan
lagi merupakan santri pesantren di atas, sehingga Zukhruf berani menamakan diri sebagai grup nasyid Solo. Dalam bernasyid, grup ini bercorak hybrid, yaitu
segalanya bisa dimanfaatkan untuk menunjang keindahan bernasyid, terutama dalam hal instrument musik. Instrumen yang digunakan mulai dari perkusi klasik
rebana , perkusi etnik conga, bongo, djembe sampai alat musik modern kibor, gitar, violin .
Dalam perjalanannya yang tidak sebentar dalam bernasyid, telah banyak prestasi yang diraih grup ini baik dalam ajang festival nasyid tingkat regional
maupun nasional, sehingga diperlukan usaha lebih lanjut untuk mempromosikan grup nasyid ini ke publik nasyid khususnya dan penikmat musik pada umumnya
melalui media komunikasi visual yang terencana untuk meningkatkan citra atau image positif dari grup nasyid ini.
B. Penegasan Judul