TINJAUAN PUSTAKA Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BOTANI TEMULAWAK

Berdasarkan klasifikasinya temulawak merupakan tanaman yang termasuk dalam: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Temulawak merupakan terna berbatang semu dengan tinggi kurang lebih dua meter dan berwarna hijau atau coklat gelap. Temulawak memiliki akar rimpang berwarna hijau gelap yang terbentuk sempurna dengan percabangan yang kuat. Batang temulawak memiliki dua hingga sembilan lembar daun berwarna hijau atau coklat keungunan yang berbentuk memanjang. Ciri lain dari temulawak adalah perbungaan lateral, tangkai ramping, sisik berbentuk garis dan berbulu halus, bentuk bulir bulat memanjang dan memiliki daun pelindung yang banyak, serta mahkota bunga berbentuk tabung berwarna putih atau kekuningan. Di wilayah Jawa, temulawak dapat ditemukan di pekarangan rumah, tegalan, serta dapat juga tumbuh liar di hutan jati. Temulawak dapat ditanam pada tanah berat berstruktur liat, tetapi untuk memperoleh hasil yang baik maka temulawak perlu ditanam pada tanah yang subur dan baik tata perairannya, yakni dengan curah hujan antara 1500 - 4000 mm per tahun Depkes RI, 1993. Sudarman dan Harsono 1980 menyatakan bahwa temulawak dapat tumbuh hingga ketinggian 1800 m diatas permukaan laut. Temulawak juga dapat tumbuh pada tanah berkapur, tanah ringan berpasir atau tanah liat. Temulawak merupakan tumbuhan asli Indonesia yang berasal dari Pulau Jawa dan kemudian menyebar ke wilayah Indonesia lainnya. Mengacu pada Supriadi 2001, temulawak turut pula dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti tetemulawak Sumatera, kunyit etumbu Aceh koneng gede Jawa Barat dan temu lobak Madura. Gambar 1. Temulawak Curcuma xanthorriza Roxb.

2.2. KOMPOSISI KIMIA TEMULAWAK

Menurut Sinambela 1985 dalam Widyasari 2000, semua bagian temulawak umumnya berkhasiat namun bagian yang dinilai paling berharga adalah bagian rimpang. Rimpang menjadi bagian tanaman yang paling berharga karena kandungan kimia yang terkandung di dalamnya sangat bermanfaat sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri, dan bahan baku obat. Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak fixed oil, selulosa dan mineral Ketaren,1988. Dalam Sidik et al. 1995 dinyatakan bahwa fraksi pati merupakan kandungan kimia paling banyak yang terdapat dalam rimpang temulawak. Pati tersebut berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan serta memiliki bentuk bulat telur hingga lonjong dengan salah satu ujungnya berbentuk persegi. Pati temulawak terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan dan kadmium. Dengan kandungan tersebut pati temulawak dapat dikembangkan sebagai bahan makanan. Kandungan kimia dalam rimpang temulawak dibedakan atas fraksi pati, fraksi kurkuminoid dan fraksi minyak atsiri Sidik et al, 1995. Fraksi kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning pada rimpang temulawak. Adanya kandungan kurkuminoid pada temulawak turut pula diungkapkan dalam hasil penelitian Suwiyah 1991. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa temulawak mengandung zat kurkuminoid yang memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan memiliki khasiat medis. Lebih lanjut Sidik et al. 1995 menyatakan bahwa Komponen kurkuminoid C 25 H 32 O 6 dalam temulawak meliputi kurkumin C 21 H 20 O 6 dan desmetoksikurkumin C 20 H 18 O 6 . Kurkumin memiliki bobot molekul sebesar 368 gmol, sedangkan desmetoksikurkumin memiliki bobot molekul sebesar 338 gmol. Komponen kurkuminoid digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman dan kosmetika. Selain itu komponen kurkuminoid diketahui memiliki berbagai aktifitas biologis dalam spektrum yang lebih luas. Kurkuminoid dari rimpang temulawak tidak mengandung bisdesmetoksikurkumin sehingga temulawak lebih efektif untuk sekresi empedu dibandingkan dengan rimpang kunyit. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kurkumin dan desmetoksikurkumin yang berlawanan dengan aktivitas bisdesmetoksikurkumin untuk sekresi empedu. Struktur kurkumin dan desmetoksikurkumin masing-masing terdapat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2. Struktur kurkumin Gambar 3. Struktur desmetoksikurkumin Dalam Sidik et al. 1995 diterangkan bahwa kandungan kurkuminoid pada temulawak menjadikan tanaman ini sebagai anti inflamasi. Anti inflamasi adalah aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, anti mikroba dan meningkatkan kerja ginjal. Temulawak memiliki aktivitas diuretika yang berfungsi mempercepat pembentukan urin sehingga meningkatkan kinerja ginjal. Menurut Liang et al. 1985, kurkuminoid rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi menghilangkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah terjadinya pembekuan lemak dalam sel hati, serta sebagai antioksidan. Penggunaan temulawak dalam ramuan obat tradisional yaitu sebagai bahan utama remedium cardinale, bahan penunjang remedium adjuvans, korigensia warna corrigentia coloris serta korigensia aroma corrigentia odoris. Fraksi minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temulawak terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen. Senyawa turunan monoterpen, terdiri dari 1.8 sineol, borneol, α – felandren dan kamfor, sedangkan senyawa turunan seskuiterpen terdiri da ri β – kurkumin, sikloisoprenmirsen, xanthorrizhol, bisa kuronepoksida, tumeron, α – atlanton, ar – kurkumen, zingiberen, β – bisabolen, bisakuron A,B,C, ar – tumeron dan germaken. Fraksi minyak atsiri rimpang temulawak mempunyai aktifitas biologik dengan spektrum luas yang dalam berapa hal bekerja sinergetik dengan fraksi kurkuminoid Sidik et al, 1995. Kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak adalah 58 - 71, sedangkan kadar desmetoksikurkumin bernilai antara 29 - 42. Wijayakusuma 2002 menyampaikan bahwa rimpang temulawak mengandung pati, abu, protein, serat, kurkumin, glikosida, toluil metil karbinol, L- sikloiprenmirsen, essoil, kalium oksalat, serta minyak atsiri yang terdiri dari felandren, kamfer, borneol, tumerol, xantorizol dan sineal. Menurut Rismunandar 1988 dalam Widyasari 2000, kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak mencapai 1,4 – 4 . Berdasarkan Purseglove 1981 dalam Widyasari 2000, pigmen kurkumin larut dalam pelarut polar seperti etanol 95. Keseluruhan komposisi rimpang temulawak dijelaskan secara terperinci pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Rimpang Temulawak Komposisi Kadar Basis Kering Air Pati Lemak Minyak atsiri Kurkumin Protein Serat kasar Abu 75,18 27,62 5,38 10,96 1,93 6,44 6,89 3,96 Sumber : Suwiah 1991 Menurut Sidik et al. 1995, zat warna kurkuminoid dapat mengalami perubahan sesuai pH lingkungan. Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekul kurkuminoid. Kurkuminoid turut pula memiliki sensitivitas terhadap cahaya. Adanya cahaya yang mengenai kurkuminoid berakibat pada terjadinya dekomposisi struktur. Peristiwa degradasi kurkuminoid oleh cahaya akan menyebabkan rimpang temulawak berwarna kuning gelap. Analisis kurkuminoid dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain spektroskopi sinar tampak, titrasi volumetrik dan kromatografi. Analisis kuantitatif dengan sinar tampak dilakukan berdasarkan reaksi pembentukan rubrokurkumin atau rososianin pada panjang gelombang 530 nm Sidik et al. 1992. Berdasarkan metode yang dikeluarkan oleh ASEAN pada tahun 1993, analisis kuantitatif dengan sinar tampak dapat pula dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang 420 nm.

2.3. EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif dari suatu campuran padatan danatau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ini merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian tanaman obat, karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian komponen kimia yang terdapat dalam tanaman Mandal et al. 2007. Bombardelli 1991 menyatakan bahwa ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat. Perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi sangat penting untuk mempermudah proses ektraksi. Perlakuan pendahuluan ini tergantung dari sifat senyawa yang terdapat dalam bahan yang akan diekstraksi Robinson, 1995. Perlakuan pendahuluan untuk bahan yang mengandung minyak adalah dengan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu lalu dilanjutkan dengan penggilingan untuk mempermudah proses ekstraksi, serta mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik Harbone, 1996 Ekstraksi bahan alam, terutama yang akan digunakan untuk obat, dapat dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi atau cara lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang diekstraksi. Dalam suatu pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, seluruh zat yang diinginkan akan berakhir dalam suatu pelarut sedangkan zat-zat yang tidak diinginkan berada pada pelarut yang lain. Ekstraksi ganda merupakan salah satu teknik pemisahan yang lebih akurat dibandingkan ekstraksi tunggal Ekstraksi pelarut adalah metode yang efektif untuk mengekstrak kurkuminoid Jayaprakasha et al, 2005. Di antara banyak pelarut organik, pelarut etanol adalah salah satu pelarut yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid yang optimal Photitirat et al, 2004. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan dan harganya relatif murah Gamse, 2002. Perendaman suatu bahan dalam pelarut dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel dalam tiga tahapan, yaitu masuknya pelarut kedalam dinding sel tanaman atau pembengkakan sel, kemudian senyawa yang terdapat dalam dinding sel akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel. Disampaikan oleh Purseglove et al. 1981 bahwa ekstraksi rimpang temulawak untuk memperoleh oleoresin dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar. Etilen diklorida merupakan pelarut polar yang paling banyak digunakan, tetapi etanol merupakan pelarut yang paling aman dan tidak beracun Somaatmadja, 1981. Etanol mempunyai polaritas yang tinggi, sehingga dapat mengekstrak oleoresin lebih banyak daripada pelarut lain seperti aseton dan heksana. Etanol merupakan etil alkohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH, yaitu cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau merangsang, dan mudah larut dalam air. Jenis-jenis pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi temulawak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis-jenis pelarut dan titik didihnya Jenis Pelarut Titik Didih o C Aseton Metanol Hexana Etil Asetat Etil Alkohol Etilen Diklorida 56.5 64.7 69.0 77.1 78.4 83.5 Scheflan dan Jacobs, 1953 Proses pemisahan pelarut merupakan tahapan yang sangat penting dalam ekstraksi. Teknik pemisahan pelarut menentukan kandungan sisa pelarut yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak yang dihasilkan. Pelarut yang memiliki titik didih yang rendah beresiko kehilangan pelarut yang lebih besar akibat proses penguapan, sedangkan pelarut yang memiliki titik didih tinggi harus dipisahkan pada suhu yang lebih tinggi. Produk yang baik harus bebas dari sisa pelarut karena sisa pelarut selain dapat mengurangi kualitas produk juga dapat mempengaruhi aroma produk. United State Food and Drug Administration US-FDA memberikan batasan jumlah sisa pelarut yang diperkenankan terdapat dalam produk seperti Tabel 3. Tabel 3. Residu pelarut yang ditetapkan US-FDA dalam produk Jenis Pelarut Residu ppm Aseton Metanol Hexana Etil Asetat Etil Alkohol Etilen Diklorida 30 50 25 50 30 30 Farrel, 1985 Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi padat-cair terjadi pemindahan komponen dari padatan ke pelarut melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan, pelarutan solut oleh pelarut di dalam pori tersebut, dan pemindahan larutan dari pori menjadi larutan ekstrak. Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan Harborne, 1996. Menurut List 1989, perendaman suatu bahan dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel melalui masuknya pelarut kedalam dinding sel sehingga membuat sel membengkak. Pembengkakan sel dapat menyebabkan senyawa yang terdapat dalam dinding sel tanaman akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut. Hal ini menyebabkan difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman. Harborne 1996 mengatakan bahwa metode ekstraksi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus meliputi sokletasi, arus balik dan ultrasonik. Maserasi adalah ekstraksi suatu bahan menggunakan pelarut dengan pengadukan pada suhu ruang. Pada remaserasi sebagian pelarut digunakan untuk maserasi lalu setelah penyaringan, residu digunakan lagi untuk kedua kalinya dengan sisa pelarut yang ada dan disaring kembali, lalu kedua filtrat digabungkan pada tahap akhir List, 1989. Pada proses perkolasi, ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut segar. Hanya pelarut segar yang digunakan dalam proses ini sehingga membutuhkan waktu yang lama dan jumlah pelarut yang banyak. Proses reperkolasi menggunakan pelarut segar dan hasil perkolasi pertama yang digabungkan untuk ekstraksi berikutnya List, 1989. Gambar 4. Diagram perbandingan metode perkolasi dengan reperkolasi Berdasarkan hasil penelitian Moestafa 1976, ekstraksi oleoresin dengan cara perkolasi selama tiga jam menghasilkan oleoresin lebih tinggi daripada ekstraksi soxhlet selama delapan jam. Salah satu penyebab tingginya oleoresin menggunakan cara perkolasi karena mengalami proses pengadukan. Pengadukan yang baik akan meningkatkan kecepatan pelarutan dan meningkatkan intensitas kontak partikel bahan dengan pelarut Erle, 1966. Oleoresin yang diperoleh dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan. Penggunaan suhu tinggi dapat mempercepat proses ekstraksi dan menyebabkan kerusakan terhadap komponen yang terkandung dalam bahan. Oleh karena itu penggunaan suhu dalam proses ekstraksi harus diperhatikan agar tidak merusak komponen oleoresin bahan. Pemanasan yang melebihi suhu 100 o C akan menyebabkan penguraian komponen penyusun oleoresin, sehingga akan menimbulkan perubahan bau dan minyak atsiri banyak yang menguap Sabel dan Warren, 1973. Pada kondisi proses ekstraksi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi oleoresin yang dihasilkan yaitu penyiapan bahan sebelum ekstraksi, kondisi proses ekstraksi dan proses pemisahan pelarut dari hasil ekstraksi. Menurut Sutianik 1999 persiapan bahan mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang dilakukan. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan oleoresin yang terekstrak mengandung komponen larut dalam air seperti gula, sehingga menyebabkan perubahan aroma dan rasa. Bahan yang diekstrak masih mengandung pelarut yang digunakan untuk melarutkan oleoresin, untuk itu maka pelarut harus dipisahkan dari oleoresin. Pemisahan pelarut dari oleoresin merupakan tahapan yang sangat penting karena pemisahan pelarut akan menentukan kandungan sisa pelarut yang masih tertinggal dalam oleoresin, sisa pelarut ini dapat mempengauhi mutu oleoresin Lestari, 2006.

2.4. ANALISIS KUANTITATIF MENGGUNAKAN HPLC

High Performance Liquid Chromatography HPLC adalah sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Peralatan penting yang terdapat dalam HPLC meliputi reservoir pelarut, pompa, injektor, kolom dan detektor. Proses pemisahan komponen sampel terjadi pada bagian kolom. Pemisahan komponen campuran dalam kolom dilakukan berdasarkan perbedaan penyerapan masing-masing komponen pada permukaan fase diam. Zat-zat Pelarut segar Bahan Ekstrak Bahan Ekstrak Pelarut segar Reperkolat A.Perkolasi B.Reperkolasi yang terabsorpsi kuat dalam fase diam akan lama bertahan dalam kolom, sedangkan yang terabsorbsi lemah akan keluar dengan cepat dari kolom. Sebagian besar pemisahan dengan HPLC modern menggunakan kolom yang siap pakai. Pemisahan senyawa terjadi dalam kolom dengan perantara fase gerak, kemudian diidentifikasikan karakteristik komponen-komponennya di dalam detektor Gritter et al. 1991.

III. BAHAN DAN METODE

Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Effervesen Ekstrak Temulawak (Curcuma Zanthorrhizaroxb.)

5 108 64

PENGARUH KADAR GELATIN TERHADAP MUTU FISIK TABLET EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

3 23 20

Pengaruh Proses Pengeringan Terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

0 9 92

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP KADAR Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 0 13

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP KADAR Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Putih Hiperlipidemia.

0 0 9

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 13

Efek Bakterisidal Ekstrak Etanol rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Staphylocuccus aureus.

0 0 22

Pembuatan Sediaan Krim Antiakne Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).

0 1 5

PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI DALAM EKSTRAK ETANOLIK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

0 0 99

SENSITIVITAS TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN Aeromonas hydrophila

0 0 7