Korelasi parsial dengan pendekatan produktivitas penangkapan di Zona Utara tidak menunjukkan korelasi signifikan dengan SPL dan klorofil-a. Pada
Zona Tengah dengan pendekatan produktivitas, perubahan kuartalan menunjukkan korelasi yang signifikan pada parameter statistik mean dan median
SPL dan klorofil-a pada kategori musim. Kondisi tersebut menunjukkan pada saat SPL mengalami perubahan pada kategori musim maka ikan akan
terkonsentrasi di Zona Tengah, selain itu juga dapat dikatakan bahwa jenis ikan cakalang cenderung berada pada SPL tinggi. Perubahan kuartalan klorofil-a
dengan produktivitas ikan menunjukkan korelasi positif pada kategori musim, di mana perubahan kuartalan SPL menunjukkan korelasi signifikan yang positif di
Zona Tengah. Fenomena di Zona Tengah berbeda dari Zona Utara, di mana perubahan kuartalan SPL dan klorofil-a menunjukkan korelasi signifikan yang
positif sebagaimana terlihat pada parameter statistik mean dan median. Fenomena di Zona Tengah dapat dijelaskan sebagai proses ekologi, di mana
organisme-organisme dapat memiliki kisaran toleransi yang lebar pada satu faktor dan kisaran yang sempit pada faktor lain. Konsentrasi klorofil-a di Zona
Utara relatif tinggi dibandingkan kedua zona lainnya. Dengan demikian klorofil-a menjadi parameter yang berpengaruh terhadap distribusi ikan, ketika
ketersediaan calon makanan susah untuk didapatkan, selain itu ikan cenderung memilih lingkungan yang sesuai kebutuhannya dalam hal ini suhu perairan, jika
kondisi ini telah terpenuhi selanjutnya ikan akan melakukan aktivitas lainnya Nybakken 1992.
6.6 Kesimpulan
1 Fluktuasi keragaman SPL kuartalan menunjukkan di Zona Selatan lebih besar dibandingkan Zona Utara dan Tengah sedangkan fluktuasi keragaman
klorofil-a kuartalan menunjukkan di Zona Utara lebih besar dibandingkan Zona Tengah dan Selatan.
2 Kelimpahan ikan di Zona Utara berkaitan erat dengan perubahan kuartalan SPL dan klorofil-a, baik kategori kalender maupun kategori musim yang
ditunjukkan pada parameter varians pada kategori kalender dan parameter modus, varians dan standar deviasi pada kategori musim.
3 Kelimpahan ikan di Zona Tengah berkaitan erat dengan perubahan kuartalan SPL dan klorofil-a hanya pada kategori musim yang ditunjukkan pada
parmeter varians, standar deviasi dan koefisien keragaman.
4 Kelimpahan ikan di Zona Selatan berkaitan erat dengan perubahan kuartalan SPL dan klorofil-a hanya pada kategori musim yang ditunjukkan pada
parmeter mean dan median.
5 Rata-rata produktivitas primer bersih tahun 2006 di Zona Utara 547,41 mgCm
2
hr lebih tinggi dibandingkan
di Zona Tengah 445,97
mgCm
2
hr, dan di Zona Selatan
449,38
mgCm
2
hr
sedangkan tahun 2007
di Zona Utara 643,99 mgCm
2
hr lebih tinggi dibandingkan di Zona Tengah
482,62
mgCm
2
hr dan
di zona Selatan 408,40
mgCm
2
hr. 6 Rata-rata estimasi biomas cakalang tahun 2006 di Zona Utara 110,85 ton
lebih tinggi dibandingkan Zona Tengah 90,31 ton dan di Zona Selatan 91,0 ton, sedangkan tahun 2007 di Zona Utara 130,31 ton, Zona Tengah 97,73
ton dan di Zona Selatan 82,70 ton, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi aktual dari hasil tangkapan untuk semua zona.
7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
DI KAWASAN TELUK BONE
7.1 Pendahuluan
Menurut Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi
dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum
dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan
produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan perikanan bertujuan untuk menjamin kelestarian sumber daya ikan
sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat berlanjut dalam jangka panjang. Sumberdaya perikanan dapat habis jika dieksploitasi terus menerus tak
terkendali sehingga pengelolaan perikanan harus dilakukan teratur berkelanjutan dan bertanggung jawab sehingga peluang untuk mendapatkan keuntungan tidak
hilang begitu saja Cohrane, 2002. Selanjutnya ditambahkan bahwa faktor- faktor yang dapat menghambat kegiatan produksi perikanan adalah biologi,
ekologi, lingkungan, teknologi, sosial dan ekonomi. Pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan tidak melarang aktifvitas
penangkapan yang bersifat ekonomikomersil tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung carrying
capacity lingkungan perairan atau kemampuan pulih sumberdaya ikan MSY,
sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya ikan yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. Bengen 2002 menyatakan bahwa
suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu berkelanjutan secara
ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa, kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan dimaksud harus dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keaneka ragaman hayati biodiversity,
sehingga pemanfaatan
sumberdaya ikan
dapat berkesinambungan.
Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial,
partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan. Sedang keberlanjutan secara ekonomi berarti
bahwa kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharan kapital dan penggunaan sumberdaya ikan serta investasi secara efisien.
Pengelolaan perikanan pada tahap awal ketika stok masih melimpah bertujuan pada pengembangan kegiatan eksploitasi sumberdaya untuk
memaksimumkan produksi dan produktivitas. Pada tahap selanjutnya ketika pemanfaatan sumberdaya ikan mulai mengamcam kelestarian stok ikan tersebut
karena semakin banyaknya pihak-pihak yang terlibat, pengelolaan perikanan biasanya mulai memperhatikan unsur sosial keadilan dan lingkungan agar
pemanfaatan sumber daya tersebut dapat berkelanjutan, strategi yang diterapkan pada tahap ini umumnya bertujuan untuk konservasi Garcia et al.
2001 diacu dalam Bintoro, 2005. Mengingat bahwa banyak sumberdaya akuatik sudah lebih tangkap dan
bahwa kapasitas penangkapan yang ada dewasa ini membahayakan konservasi dan pemanfaatan yang rasional sumberdaya, maka pengubahan teknologi yang
bertujuan semata-mata pada peningkatan lebih lanjut kapasitas penangkapan, umumnya dipandang tidak diinginkan. Sebagai gantinya suatu pendekatan
bersifat kehati-hatian precautionary approach pada pengubahan teknologi yang bertujuan untuk : 1 meningkatkan konservasi dan kelestarian jangka panjang
sumberdaya akuatik hayati; 2 mencegah kerusakan yang tak terbalikkan atau yang tidak bisa diterima terhadap lingkungan; 3 meningkatkan manfaat sosial
dan ekonomi yang diperoleh dari penangkapan dan 4 meningkatkan keselamatan dan kondisi kerja para karyawan perikanan FAO, 1995.
Hasil kajian yang telah dilakukan pada tiga topik sebelumnya, yaitu 1 kondisi perikanan tangkap cakalang; 2 biologi perikanan cakalang; dan 3
hubungan SPL dan klorofil-a dengan produksi cakalang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyusun konsep pengelolaan perikanan tangkap cakalang di
kawasan teluk.
7.2 Tujuan Spesifik