PENGARUH JENIS DAN KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.)) R. Wilczek VARIETAS VIMA-1

(1)

PENGARUH JENIS DAN KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU

(Vigna radiata (L.)) R. Wilczek VARIETAS VIMA-1 Oleh

DWI HARYATI

Kacang hijau (Vigna radiata (L.)) R. Wilczek merupakan tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi, namun produktivitas yang dihasilkan masih rendah. Salah satu penyebab

rendahnya produktivitas tersebut adalah gulma. Gulma menyebabkan penurunan hasil karena persaingan yang terjadi dengan tanaman pokok dalam

memperebutkan faktor lingkungan tumbuh. Besarnya penurunan hasil dipengaruhi oleh jenis dan kerapatan gulma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1). pengaruh jenis gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau, (2). pengaruh kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau, dan (3). pengaruh interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Hajimena Natar Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Universitas Lampung pada bulan Desember 2014 sampai Maret 2015.


(2)

Cyperus rotundus, dan Rottboellia exaltata dan faktor kedua adalah kerapatan 0, 10, 20, 40, dan 80 gulma/m2. Homogenitas data diuji dengan uji Bartlett dan aditifitas data diuji dengan uji Tukey. Bila asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Jenis gulma mampu menekan bobot basah dan bobot kering polong, tetapi tidak mampu menekan tinggi tanaman pada 2, 4, dan 8 MST, tingkat kehijauan daun, bobot basah dan bobot kering

brangkasan, bobot basah dan bobot kering akar, bobot polong hampa, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau. Daya tekan Rottboellia exaltata lebih besar dibandingkan dengan Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica, (2). Tingkat kerapatan gulma mampu menekan tinggi tanaman pada 8 MST, tingkat kehijauan daun pada 6 dan 8 MST, bobot kering brangkasan, bobot basah dan kering polong, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau, tetapi tidak mampu menekan tinggi tanaman pada 2 dan 4 MST, tingkat kehijauan daun pada 2 dan 4 MST, bobot basah brangkasan, dan bobot polong hampa. Kerapatan 20, 40, dan 80 gulma/m2 mampu menekan produksi kacang hijau sebesar 22%, 41%, dan 26%, dan (3). Pengaruh interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terjadi pada tinggi tanaman 6 MST.


(3)

Oleh DWI HARYATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 19 Februari 1993 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak Zulkifli dan Ibu Farida.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak- Kanak Dharma Wanita Unila pada tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 1 Rajabasa Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas Negeri 13 Bandar Lampung pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur

Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP) dan memperoleh Beasiswa Bidik Misi pada tahun 2011-2015.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota bidang Penelitian dan Pengembangan Keilmuaan di Perhimpunan Mahasiswa Agroteknologi

(PERMA-AGT) pada tahun 2012-2013, anggota bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS-MATA) pada tahun 2011-2012, dan anggota bidang akademik pada Forum Studi Islam (FOSI-FP).


(8)

Pengendalian Gulma, dan Pengelolaan Gulma Perkebunan pada 2014-2015.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Sari Palas Lampung Selatan pada tahun 2014 dengan tema “POSDAYA“ dan

Praktik Umum di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Rejosari Natar Lampung Selatan dengan judul “Manajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit

Menghasilkan (Elaeis guineensis Jacq.) di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Rejosari Natar Lampung Selatan“.


(9)

Karya ini ku persembahkan untuk :

Kedua orang tuaku Ayahanda Zulkifli dan Ibunda Farida

yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, serta perjuangan yang besar sampai saat ini untuk keberhasilan anak-anaknya.

Kakakku Zakaria, A.Md., yang telah bekerja keras dan sangat membantu dalam perekonomian keluarga sehingga terpenuhinya segala kebutuhanku dalam

menyelesaikan perkuliahan.

Adikku Siti Fauziah yang membuatku bersemangat untuk kuliah demi kesuksesannya kelak.

Keluarga besarku, sahabat-sahabatku, serta Nico Julian yang selalu siap membantu di saat-saat tersulitku.


(10)

SANWACANA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S., selaku ketua tim peguji dan pembimbing pertama yang telah memberikan saran, pengarahan, semangat, motivasi, kesabaran, dan waktu yang sangat berharga dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selaku sekretaris tim penguji dan pembimbing kedua yang telah memberikan saran, pengarahan,

bimbingan, dan kesabaran selama penulis menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku penguji bukan pembimbing yang telah memberikan saran, bantuan, dan arahan untuk perbaikan skripsi.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi M Akin. M.P., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan saran selama menjadi mahasiswa di Jurusan Agroteknologi.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.S., selaku ketua Jurusan Agroteknologi.


(11)

mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Kedua orang tua, Ayahanda Zulkifli dan Ibunda Farida, Kakanda Zakaria, A.Md., Adinda Siti Fauziah, Nico Julian, serta seluruh teman-teman kelas B yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, bantuan moril dan materil, serta doa yang tiada henti sampai penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.

8. Dita, Eka, Mesem, Deasy, Agatha, Chintya, Dera, Risa, Ria, dan Tio atas kesediaanya membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 9. Rekan seperjuangan Agroteknologi 2011. Takkan pernah terlupa saat-saat

bercengkrama bersama kalian.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan saudara sekalian. Kritik dan saran yang bersifat membangun dan membantu kesempurnaan skripsi ini akan selalu diterima dengan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Klasifikasi Kacang Hijau ... 6

2.2 Morfologi Kacang Hijau ... 6

2.3 Deskripsi dan Ekologi Kacang Hijau ... 8

2.4 Varietas Kacang Hijau ... 8

2.5 Persaingan Tanaman dengan Gulma ... 9

2.6 Jenis Gulma ... 12

2.6.1 Asystasia gangetica ... 13

2.6.2 Cyperus rotundus ... 13


(13)

III. BAHAN DAN METODE ... 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat ... 15

3.3 Metode Penelitian ... 15

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 16

3.4.1 Persiapan lahan dan pembuatan petak percobaan ... 16

3.4.2 Penanaman kacang hijau ... 17

3.4.3 Penanaman gulma ... 18

3.4.4 Pemeliharaan ... 18

3.5 Pengamatan ... 19

3.5.1 Pertumbuhan gulma ... 19

3.5.2 Pertumbuhan tanaman kacang hijau ... 20

3.5.3 Komponen hasil ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 24

4.2 Pertumbuhan Gulma ... 25

4.2.1 Persentase penutupan gulma ... 26

4.2.2 Bobot kering gulma ... 30

4.3 Pertumbuhan Tanaman... 32

4.3.1 Tinggi tanaman ... 33

4.3.2 Tingkat kehijauan daun... 35

4.3.3 Bobot brangkasan dan akar ... 36

4.4 Komponen Hasil ... 37

4.4.1 Bobot polong dan bobot 100 butir tanaman ... 37


(14)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 43

PUSTAKA ACUAN ... 44


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Penelitian. ... 24 2. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma pada 2MST. ... 26 3. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma pada 4 MST. ... 27 4. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma pada 6 MST. ... 28 5. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap persentase

penutupan gulma pada 8 MST. ... 30 6. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot kering

gulma. ... 31 7. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap tinggi tanaman

kacang hijau pada 2, 4, dan 8 MST. ... 33 8. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap tinggi tanaman

kacang hijau pada 6 MST. ... 35 9. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap tingkat kehijauan

tanaman pada 2, 4, 6, dan 8 MST. ... 36 10. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot brangkasan

dan bobot akar tanaman kacang hijau. ... 37 11. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap bobot polong

dan bobot 100 butir kacang hijau. ... 38 12. Pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap produksi

biji kacang hijau. ... 39 13. Persentase penutupan gulma pada 2 MST. ... 48


(16)

14. Transformasi √√√(x+0,5) data persentase penutupan gulma

pada 2 MST. ... 49

15. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah persentase penutupan gulma pada 2 MST. ... 50

16. Analisis ragam penutupan gulma pada 2 MST. ... 50

17. Persentase penutupan gulma pada 4 MST. ... 51

18. Transformasi √√√(x+0,5) data persentase penutupan gulma pada 4 MST. ... 52

19. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah persentase penutupan gulma pada 4 MST. ... 53

20. Analisis ragam persentase penutupan gulma pada 4 MST. ... 53

21. Persentase penutupan gulma pada 6 MST. ... 54

22. Transformasi √√√(x+0,5) data persentase penutupan gulma pada 6 MST. ... 55

23. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah penutupan gulma pada 6 MST. ... 56

24. Analisis ragam persentase penutupan gulma pada 6 MST. ... 56

25. Persentase penutupan gulma pada 8 MST. ... 57

26. Transformasi √√√(x+0,5) data persentase penutupan gulma pada 8 MST. ... 58

27. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah persentase penutupan gulma pada 8 MST. ... 59

28. Analisis ragam persentase penutupan gulma pada 8 MST. ... 59

29. Bobot kering gulma (g). ... 60

30. Transformasi √√√(x+0,5) data bobot kering gulma (g). ... 61

31. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot kering gulma (g). ... 62


(17)

33. Tinggi tanaman kacang hijau pada 2 MST (cm). ... 63 34. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman pada 2 MST (cm). ... 64 35. Analisis ragam tinggi tanaman pada 2 MST (cm). ... 64 36. Tinggi tanaman kacang hijau pada 4 MST (cm). ... 65 37. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman pada 4 MST (cm). ... 66 38. Analisis ragam tinggi tanaman pada 4 MST (cm). ... 66 39. Tinggi tanaman kacang hijau pada 6 MST (cm). ... 67 40. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman pada 6 MST (cm). ... 68 41. Analisis ragam tinggi tanaman pada 6 MST (cm). ... 68 42. Tinggi tanaman kacang hijau pada 8 MST (cm). ... 69 43. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tinggi tanaman pada 8 MST (cm). ... 70 44. Analisis ragam tinggi tanaman pada 8 MST (cm). ... 70 45. Tingkat kehijauan daun kacang hijau pada 2 MST (unit). ... 71 46. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat kehijauan daun pada 2 MST (unit). ... 72 47. Analisis ragam tingkat kehijauan daun pada 2 MST (unit). ... 72 48. Tingkat kehijauan daun kacang hijau pada 4 MST (unit). ... 73 49. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat kehijauan daun pada 4 MST (unit). ... 74 50. Analisis ragam tingkat kehijauan daun pada 4 MST (unit). ... 74 51. Tingkat kehijauan daun kacang hijau pada 6 MST (unit). ... 75 52. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

tingkat kehijauan daun pada 6 MST (unit). ... 76 53. Analisis ragam tingkat kehijauan daun pada 6 MST (unit). ... 76


(18)

54. Tingkat kehijauan daun kacang hijau pada 8 MST (unit). ... 77

55. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah tingkat kehijauan daun pada 8 MST (unit). ... 78

56. Analisis ragam tingkat kehijauan daun pada 8 MST (unit). ... 78

57. Bobot brangkasan basah tanaman kacang hijau (g). ... 79

58. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah brangkasan basah tanaman kacang hijau (g). ... 80

59. Analisis ragam brangkasan basah tanaman kacang hijau (g). ... 80

60. Brangkasan kering tanaman kacang hijau (g). ... 81

61. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah brangkasan kering tanaman kacang hijau (g). ... 82

62. Analisis ragam brangkasan kering tanaman kacang hijau (g). ... 82

63. Bobot basah akar tanaman kacang hijau (g). ... 83

64. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot basah akar tanaman kacang hijau (g). ... 84

65. Analisis ragam basah akar tanaman kacang hijau (g). ... 84

66. Bobot kering akar tanaman kacang hijau (g). ... 85

67. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot kering akar tanaman kacang hijau (g). ... 86

68. Analisis ragam bobot kering akar tanaman kacang hijau (g). ... 86

69. Kadar air kacang hijau saat panen (%). ... 87

70. Bobot basah polong kacang hijau (g). ... 88

71. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot basah polong (g). ... 89

72. Analisis ragam bobot basah polong (g). ... 89

73. Bobot kering polong kacang hijau (g). ... 90

74. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah bobot kering polong kacang hijau (g). ... 91


(19)

75. Analisis ragam bobot kering polong kacang hijau (g). ... 91 76. Bobot polong hampa kacang hijau (g). ... 92 77. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot polong hampa kacang hijau (g). ... 93 78. Analisis ragam bobot polong hampa kacang hijau (g). ... 93 79. Bobot 100 butir tanaman kacang hijau (g). ... 94 80. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

bobot 100 butir tanaman kacang hijau (g). ... 95 81. Analisis ragam bobot 100 butir tanaman kacang hijau (g). ... 95 82. Produksi per petak (kg/1,5m2). ... 96 83. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

produksi per petak (kg/1,5m2). ... 97 84. Analisis ragam produksi per petak (kg/1,5m2). ... 97 85. Produksi per petak (ton/ha). ... 98 86. Uji tukey untuk kemenambahan model terhadap nilai tengah

produksi per petak (ton/ha). ... 99 87. Analisis ragam produksi per petak (ton/ha). ... 99 88. Deskripsi kacang hijau varietas Vima-1. ... 104


(20)

Gambar Halaman

1. Tata letak petak percobaan. ... 17

2. Petak penanaman kacang hijau. ... 18

3. Petak pengambilan gulma. ... 20

4. Petak pengambilan brangkasan tanaman. ... 21

5. Diagram pengaruh kerapatan gulma terhadap persen penurunan produksi tanaman kacang hijau. ... 40

6. Gulma Rottboelia exaltata pada kerapatan 10 gulma/m2 (8 MST). ... 100

7. Gulma Rottboelia exaltata pada kerapatan 20 gulma/m2 (8 MST). ... 100

8. Gulma Rottboelia exaltata pada kerapatan 40 gulma/m2 (8 MST). .... 101

9. Gulma Rottboelia exaltata pada kerapatan 80 gulma/m2 (8 MST). ... 101

10. Gulma Asystasia gangetica pada 8 MST. ... 102


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi. Putri dkk., (2014) menyatakan bahwa kandungan rata-rata biji kacang hijau kering terdiri dari 60−65% karbohidrat, 25−28% protein, 3,5−4,5% serat, dan 1−1,5% lemak. Kacang hijau juga dikenal sebagai sumber protein nabati, vitamin (A, B1, dan C) dan mineral. Selain kaya kandungan gizi, kacang hijau juga memiliki kelebihan yaitu mudah dibudidayakan, dapat ditanam pada lahan yang kurang subur, tahan kekeringan, umur panen genjah, serta harga jual yang relatif tinggi dan stabil (Puslittan, 2008).

Jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan kacang hijau juga meningkat. Menurut Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi (2013) kebutuhan kacang hijau di Indonesia pada lima tahun terakhir berturut-turut sebesar 269 ribu ton, 284 ribu ton, 263 ribu ton, 304 ribu ton, dan 314 ribu ton. Akan tetapi, kebutuhan yang tinggi terhadap kacang hijau ini tidak diimbangi dengan produktivitas yang dihasilkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2014), produktivitas kacang hijau di Lampung pada lima tahun terakhir masih sekitar 0,89 ton/ha, sedangkan potensi kacang hijau bisa mencapai 1,0−1,8 ton/ha.


(22)

Penyebab masih rendahnya produktivitas kacang hijau salah satunya akibat teknik budidaya yang kurang baik, seperti penggunaan varietas lokal, tidak dilakukan pemupukan dan pengairan, serta serangan hama penyakit utama (Rukmana, 1997). Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi tanaman kacang hijau yang dihasilkan adalah teknik pengendalian gulma yang belum tepat (Nurjen dkk., 2002).

Gulma merupakan tumbuhan yang hidup di areal budidaya tanaman yang merugikan sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Salah satu kerugian akibat gulma adalah mengurangi kemampuan tanaman untuk

berproduksi. Hal ini disebabkan persaingan yang dilakukan antara gulma dan tanaman dalam penyerapan unsur hara, air, cahaya matahari untuk fotosintesis dan ruang tumbuh (Dinarto, 2012). Besarnya persaingan antara gulma dan tanaman bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, pertumbuhan gulma, kerapatan gulma, serta umur tanaman saat gulma bersaing (Soerjandono, 2005 dalam Yunita, 2011).

Setiap jenis gulma memiliki morfologi serta kecepatan tumbuh yang berbeda-beda yang mempengaruhi tingkat daya saing terhadap gulma lain atau tanaman yang berada pada lingkungan yang sama. Gulma yang memiliki tajuk yang luas, batang yang tinggi, perakaran yang dalam, serta pertumbuhan yang cepat mampu

menyaingi gulma dan tanaman lain yang memiliki tajuk yang sempit, batang yang lebih pendek, perakaran dangkal, dan pertumbuhan yang lambat. Selain itu, kerapatan gulma yang tinggi di areal budidaya juga menyebabkan semakin tinggi daya saing gulma terhadap tanaman sehingga kehilangan hasil tanaman semakin besar (Sembodo, 2010).


(23)

Periode kritis tanaman kacang hijau terhadap gulma yaitu 2 dan 4 minggu setelah tanam (Moenandir dan Handayani, 1990), apabila gulma tidak dikendalikan pada periode tersebut, akan menyebabkan penurunan produksi tanaman. Menurut Moody (1986) dalam Andriyani (2002), persaingan antara kacang hijau dengan gulma dapat menurunkan hasil panen hingga 96% apabila gulma tidak

dikendalikan.

Pada penelitian ini, akan dikaji tingkat persaingan antara tiga jenis gulma pada tingkat kerapatan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. Dengan mengetahui pengaruh kehadiran gulma di areal budidaya,

diharapkan petani akan lebih memperhatikan teknik budidaya khususnya penyiangan gulma pada tanaman kacang hijau, sehingga produktivitas kacang hijau yang dihasilkan dapat meningkat.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut

1. Bagaimana pengaruh jenis gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau?

2. Bagaimana pengaruh kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasi tanaman kacang hijau?

3. Adakah pengaruh interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau?


(24)

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh jenis gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.

2. Mengetahui pengaruh kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.

3. Mengetahui ada tidaknya pengaruh interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.

1.3 Kerangka Pemikiran

Permintaan akan kacang hijau meningkat setiap tahunnya seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk, akan tetapi produktivitas yang dihasilkan masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tersebut adalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang hidup di areal budidaya tanaman selain tanaman pokok yang ditanam. Gulma menyebabkan banyak kerugian salah satunya adalah persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman dalam memperebutkan faktor lingkungan tumbuh seperti cahaya matahari, nutrisi, air, CO2 dan ruang tumbuh. Persaingan ini bisa terjadi karena ketersediaan yang terbatas di areal budidaya.

Tingkat kerapatan dan jenis gulma sangat mempengaruhi persaingan antara gulma dan tanaman. Kerapatan gulma yang tinggi menyebabkan suhu tanah menjadi lebih tinggi karena persaingan antara gulma dan tanaman dalam memperebutkan faktor lingkungan tumbuh semakin besar. Jenis gulma juga mempengaruhi


(25)

besarnya persaingan antara antara tanaman dan gulma. Gulma yang memiliki pertumbuhan yang cepat, mampu beradaptasi dengan baik di berbagai kondisi lingkungan tumbuh yang kurang menguntungkan, serta memiliki morfologi seperti tajuk yang luas, batang yang lebih tinggi, perakaran yang dalam, memiliki tingkat daya saing yang lebih besar dibandingkan gulma atau tanaman lain yang memiliki pertumbuhan lambat, kurang mampu beradaptasi, dan memiliki tajuk sempit, batang yang pendek, serta perakaran yang dangkal.

Untuk mengetahui pengaruh jenis dan tingkat kerapatan gulma, maka dalam penelitian ini digunakan jenis gulma umum yang terdapat di lahan kering yaitu Asystasia gangetica, Cyperus rotundus, dan Rottboellia exaltata dengan kerapatan 0, 10, 20, 40, dan 80 gulma/m2.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Jenis gulma mempengaruhi daya saing gulma terhadap tanaman kacang hijau. 2. Semakin tinggi kerapatan gulma maka semakin tinggi daya saing gulma

terhadap tanaman kacang hijau.

3. Terdapat interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Kacang Hijau

Klasifikasi tanaman kacang hijau menurut Hartono dan Purwono (2005) adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Fabelas

Famili : Fabaceae Genus : Vigna

Spesies : Vigna radiata L. Wilczek

2.2 Morfologi Kacang Hijau

Tanaman kacang hijau memiliki akar tunggang dengan sistem perakaran mesophytes dan xerophytes. Mesophytes memiliki banyak cabang akar pada permukaan tanah dengan tipe pertumbuhan menyebar, sedangkan xerophytes memiliki cabang akar yang sedikit dan memanjang ke arah bawah (Hartono dan Purwono, 2005). Akar tanaman kacang hijau memiliki banyak cabang yang membentuk bintil-bintil akar. Semakin banyak bintil akar, makin tinggi kandungan nitrogen (N) sehingga menyuburkan tanah.


(27)

Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berwarna hijau kecoklatan atau kemerahan, dengan ketinggian mencapai 30 cm−110 cm dengan percabangan yang menyebar ke segala arah. Daun tumbuh majemuk dengan tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval, berwarna hijau dengan ujung lancip (Rukmana, 1997).

Tanaman kacang hijau memiliki bunga hemaprodit (berkelamin sempurna), berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Bunga kacang hijau mekar secara bertahap sehingga waktu panen kacang hijau juga bertahap. Kacang hijau menyerbuk sendiri dan ± 45 persen penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar. (Marzuki, 1977 dalam Puspitasari, 1991). Waktu penyerbukan bunga berlangsung pada malam hari, pada pagi harinya bunga mekar dan sore harinya bunga

langsung layu.

Kacang hijau memiliki tipe pertumbuhan tegak dan menjalar. Pada tipe tegak dapat dibedakan menurut pembentukan polongnya menjadi dua: (1) polong menyebar hampir merata pada tajuk tanaman, dan (2) polong menyebar di seluruh bagian cabang. Tipe tegak merupakan sifat-sifat kacang hijau yangdikembangkan saat ini (Marzuki, 1977 dalam Puspitasari, 1991). Polong kacang hijau memiliki panjang antara 6−15 cm. Tiap polong berisi 6−16 butir biji. Bentuk biji kacang hijau bulat kecil berwarna hijau sampai hijau mengilap dengan bobot tiap butir 0,5−0,8 mg atau bobot per 1000 butir antara 36−78 gram (Rukmana, 1997).


(28)

2.3 Deskripsi dan Ekologi Kacang Hijau

Kacang hijau merupakan tanaman yang dapat tumbuh disemua wilayah di Indonesia. Tanaman kacang hijau dapat tumbuh di segala macam tanah, namun dapat tumbuh optimal pada tanah berliat tinggi, kaya bahan organik dan sistem drainase yang baik. Di awal pertumbuhan kacang hijau memerlukan keadaan tanah yang lembab untuk hidup, sedangkan di masa pergantian dari vegetatif ke generatif hingga biji masak memerlukan satu masa kering. Tanaman kacang hijau lebih tahan kering dibandingkan jenis tanaman kacang-kacangan lainnya (Marzuki, 1977 dalam Puspitasari, 1991).

Tanaman kacang hijau mampu tumbuh di dataran rendah sampai di daerah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Pertumbuhan optimum kacang hijau dapat tercapai pada suhu 28−30oC, kelembaban udara 50−80%, pH 5,8−6,5, curah hujan 50−200 mm bulan-1

dengan sinar matahari yang cukup (Najiyati dan Danarti, 2000).

2.4 Varietas Kacang Hijau

Kacang hijau varietas Vima-1 merupakan varietas hasil rakitan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang yang diperoleh melalui persilangan buatan dari tetua jantan VC 1973A dan tetua betina 2750A dan seleksi sistematis hingga diperoleh galur MMC 157d Kp-1 yang mempuyai sifat umur genjah dan tahan penyakit embun tepung (Balitkabi, 2012).

Kacang hijau varietas Vima-1 mempunyai tipe pertumbuhan determinit, berbatang tegak dengan ketinggian mencapai 53 cm, dan cabang yang muncul disamping


(29)

batang utama. Daun kacang hijau termasuk daun majemuk yang memiliki tiga helai anak daun. Tangkai daun kacang hijau lebih panjang dari daunnya

(Andrianto dan Indarto, 2004). Bunga muncul pada umur 33 hari setelah tanam dengan ukuran diameter bunga 1−2 cm, bunga berbentuk kupu-kupu berwarna kuning (Balitkabi, 2012).

Kacang hijau varietas Vima-1 (Vigna sinensis – Malang) menghasilkan buah berupa polong dengan panjang 5−10 cm dan berisi 6−16 biji yang matang dalam waktu 20 hari setelah berbunga (Najiyati dan Danarti, 2000). Biji berbentuk bulat, berwarna hijau kusam dan memiliki bobot 6,3 g 100 butir-1, serta potensi hasil yang dapat dicapai 1,76 t ha-1 dengan rata-rata hasil sebesar 1,38 ha-1 . Tandan polong seluruhnya berada di atas kanopi sehingga relatif mudah

dipelihara dan dipanen serta waktu panen serempak. Varietas Vima-1 memiliki kualitas biji yang cukup tinggi dengan kandungan protein sekitar (28,02 %), lemak sekitar (0,40%), dan kandungan pati tinggi. Varietas ini memiliki kulit biji lunak, daging biji empuk saat direbus, dan memiliki tekstur yang sesuai dengan preferensi pengusaha makanan (Balitkabi, 2012).

2.5 Persaingan Tanaman dengan Gulma

Gulma merupakan pesaing alami bagi tanaman budidaya karena mampu memproduksi biji dalam jumlah banyak, kemampuan berkecambah cepat, dan daur hidup lama. Selain itu, sifatnya yang mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan yang kurang menguntungkan menyebabkan gulma sangat sulit dikendalikan (Tjitrosoedidjo dkk.,1984).


(30)

Persaingan merupakan bentuk interaksi antartumbuhan yang saling

memperebutkan sumber daya alam yang persediaanya terbatas pada suatu lahan, antara lain: air, unsur hara, cahaya matahari, CO2, dan ruang tumbuh yang menimbulkan kerugian terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu atau beberapa tanaman (Moenandir, 1993).

Tumbuhan dikatakan bersaing bila pertumbuhan salah satu atau kedua individu yang terlibat mengalami penurunan atau mengalami perubahan bentuk

dibandingkan dengan jika masing-masing ditanam secara terpisah. Persaingan tanaman terbesar pada saat pembungaan dan pembentukan biji (Zimdhal, 1980 dalam Puspitasari, 1991).

Persaingan untuk mendapatkan cahaya terjadi jika tanaman yang tumbuh bersama-sama dengan satu tanaman ternaungi oleh tanaman lainnya. Pengaruh naungan tersebut selama fase reproduktif akan menurunkan hasil karena tanaman yang ternaungi akan terhalang dalam penerimaan cahaya matahari sehingga menghambat proses fotosintesis. Persaingan terbesar untuk mendapatkan air terjadi jika akar gulma dan tanaman bercampur untuk mendapatkan air pada volume tanah yang sama. Persaingan antara gulma dengan tanaman dalam mendapatkan unsur hara, dikarenakan gulma mempunyai sistem perakaran yang lebih baik dalam menyerap kandungan air tanah, oksigen dan zat - zat hara dibandingkan dengan tanaman (Sibarani, 1973 dalam Puspitasari, 1991).

Persaingan antara gulma dan tanaman dapat terjadi karena: (1) adanya gulma di lahan budidaya pada saat umur tanaman masih muda, (2) sifat pertumbuhan antar gulma dan tanaman sama, (3) gulma dan tanaman sama-sama memerlukan air ,


(31)

unsur hara , ruang tumbuh, cahaya yang ketersediaan terbatas di lahan budidaya, dan (4) gulma yang mempunyai daya bersaing sedang, kadang-kadang

menimbulkan masalah serius seperti gulma penting lainnya (Muzik, 1970 dalam Puspitasari, 1991).

Tanaman yang muncul dari biji hanya mengalami sedikit persaingan terhadap gulma pada fase pertumbuhan yang sama karena sumber makanan masih diperoleh dari cadangan makanan benih, kemudian semakin tua umur tanaman, cadangan makan tersebut berkurang dan tanaman hanya mengandalkan nutrisi dari lingkungan tumbuhnya. Periode dimana tanaman peka terhadap persaingan gulma disebut periode kritis. Periode kritis tanaman kacang hijau terhadap gulma yaitu 3 dan 6 minggu setelah tanam (Utomo, 1989).

Besarnya kehilangan produksi akibat gulma bergantung pada kondisi lingkungan dan pertumbuhan gulma itu sendiri. Hasil penelitian di Philippina menunjukkan bahwa penurunan hasil 77 persen pada musim kemarau dan 95 persen pada musim hujan (Madrid dan Vega, 1971 dalam Puspitasari, 1991).

Persaingan gulma menyebabkan berkurangnya biomasa, jumlah cabang

pertanaman, jumlah polong pertanaman, dan jumlah biji perpolong. Kacang hijau merupakan tanaman yang tidak kompetitif melawan gulma. Menurut Widayat (2002) kacang hijau menempati urutan ketiga terendah setelah kacang tanah dan kedelai dalam hal persaingan terhadap gulma. Oleh karena itu, pengendalian terhadap gulma sangat perlu dilakukan.


(32)

Tingkat kerapatan gulma akan menentukan besarnya kerugian akibat persaingan tanaman dengan gulma. Pada tingkat kerapatan gulma yang rendah persaingan gulma dengan tanaman belum terjadi, sehingga penurunan atau kehilangan hasil belum terlihat, sedangkan pada tingkat kerapatan gulma yang tinggi, kehilangan hasil tanaman semakin tinggi yang meyebebkan kerapatan tanaman akan

menurun. Musim mempengaruhi tingkat kerapatan gulma yang tumbuh di areal lahan budidaya. Pada musim hujan persediaan air cukup sehingga kerapatan gulma yang tumbuh meningkat, dan sebaliknya pada saat musim kemarau (Sembodo, 2010).

2.6 Jenis Gulma

Jenis gulma yang biasa tumbuh di pertanaman kedelai dan kacang hijau dari terdapat sekitar 56 jenis gulma yang terdiri dari 20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian, dan 30 jenis gulma berdaun lebar. Jenis-jenis gulma dominan tersebut antara lain, Eleusine indica (L.) Gaertn., Ageratum conyzoides, Cyperus iria, Mimosa pudica, Cynodon dactylon, dan Commelina nudiflora (L.) Beauv. (Sastroutomo, 1990).

Pada penelitian ini digunakan tiga jenis gulma yaitu Asystasia gangetica, Cyperus rotundus, dan Rottboellia exaltata. Gulma tersebut dipilih karena kerapatan gulma tersebut di alam sudah menyebar dan banyak tumbuh di areal budidaya. Deskripsi ketiga jenis gulma tersebut adalah sebagai berikut


(33)

2.6.1 Asystasia gangetica

Asystasia gangetica L. merupakan tumbuhan perennial yang tumbuh menjalar sampai ketinggian 50 cm. Daun berbentuk oval dan kadang-kadang hampir berbentuk segitiga dengan panjang 2,5−16,5 cm dan lebar 0,5−5,5 cm. Batang dan daunnya berbulu halus, bunga berwarna putih atau ungu, dan bentuknya menyerupai lonceng dengan panjang 2−2,5 cm. Buahnya seperti kapsul, berisi empat buah biji dan panjang sekitar 3 cm. Dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis (Gorham dan Hosking, 2007 dalam Yunita, 2011)

2.6.2 Cyperus rotundus

Cyperus rotundus atau teki ungu termasuk gulma dominan yang sangat kompetitif di lahan kering. Gulma ini sangat merugikan karena selain dapat menguasai ruang tumbuh, juga memiliki fenol yang terdapat pada daun dan umbi yang mampu penghambat pertumbuhan tanaman lain (Purwanto dan Agustono, 2010). Tinggi gulma ini mencapai 7−40 cm. Gulma ini tumbuh di berbagai kondisi tanah, namun lebih menyukai tanah lembab dan sedikit berpasir. Alat

perkembangbiakan dengan rimpang dan umbi yang menyebabkan gulma ini dapat tumbuh menyebar secara luas (Sivapalan dkk., 2012). Batang teki berbentuk tumpul atau segitiga dan daun pada pangkal batang terdiri dari 4−10 helai. Bunganya memiliki benangsari yang berjumlah tiga helai. Kepala sari kuning cerah, dan tangkai putiknya bercabang tiga dan berwarna coklat. Gulma teki tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1−1000 meter dpl dengan curah hujan antara 1.500−4.000 (Moenandir, 1993).


(34)

2.6.3 Rottboellia exaltata

Rottboellia exaltata merupakan rumput tahunan berdiri tegak dan bercabang. Tinggi batang dapat mencapai 4 meter atau lebih. Bunga berbentuk gugusan silinder dengan panjang 3−5 cm yang berbentuk bulir. Bulir bunga berukuran panjang 3,5−6 mm dan lebar 2,5−3 mm. Bulir bunga akan jatuh ketika telah matang (Nappo, 2003 dalam Global Invasive Species Database (GISD), 2005). Rottboellia Exaltata berakar berakar tunggang. Daunnya berukuran 20−100 cm x 1−2,5 cm berbentuk runcing tajam dan kasar. Di permukaan daun terdapat bulu putih yang dapat menyebabkan iritasi apabila tersentuh kulit.


(35)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan yaitu benih tanaman kacang hijau varietas Vima-1, gulma Asystasia gangetica, Cyperus rotundus, Rottboellia exaltata, pestisida Decis dan Dithane, pupuk Urea 50 kg/ha, TSP 75 kg/ha, dan KCl 50kg/ha.

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, grain moisture meter, SPAD, kertas label, kantong plastik, selotip, cutter, knapsack sprayer, meteran, tali rafia, patok bambu, oven, kamera digital, alat tulis, dan alat tugal.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Berlajur (Strip Plot Design) dengan tiga kali ulangan. Perlakuan disusun secara


(36)

Faktorial (3x5). Faktor pertama adalah kerapatan gulma yaitu 0, 10, 20, 40, dan 80 gulma/m2. Faktor kedua adalah tiga jenis gulma yaitu Asystasia gangetica, Cyperus rotundus, dan Rottboellia exaltata. Homogenisitas diuji dengan uji Bartlett dan uji aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Bila asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5% untuk mengidentifikasikan pengaruh satuan kerapatan gulma dari gulma yang tidak berpengaruh sampai terburuk. Perlakuan diulang sebanyak tiga kali

sehingga terdapat 45 satuan percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan lahan dan pembuatan petak percobaan

Lahan penelitian diolah dengan cara dibajak. Tanah diolah dua minggu pada awal musim hujan sebelum ditanam, hal ini dimaksudkan untuk menyediakan air yang cukup bagi perkecambahan benih kacang hijau sekaligus mematikan sumber hama dan penyakit di dalam tanah. Setelah tanah diolah, dibuat petak percobaan

sebanyak 45 petak perlakuan dengan luas masing-masing petak 1 x 2 meter, sehingga luasan lahan penelitian adalah 135 m2. Adapun gambar petak perlakuan adalah sebagai berikut


(37)

Gambar 1. Tata Letak Petak Percobaan.

Keterangan:

P0 : Kerapatan 0 gulma/m2 G1 : Asystasia gangetica P1 : Kerapatan 10 gulma/m2 G2 : Cyperus rotundus P2 : Kerapatan 20 gulma/m2 G3 : Rottboellia exaltata P3 : Kerapatan 40 gulma/m2

P4 : Kerapatan 80 gulma/m2

3.4.2 Penanaman kacang hijau

Penanaman kacang hijau dilakukan setelah dua kali pengolahan tanah yang dilakukan secara tugal hingga terbentuk lubang tanam, kemudian menanam dua benih kacang hijau disetiap lubang dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Adapun petak penanaman kacang hijau sebagai berikut


(38)

Gambar 2. Petak penanaman kacang hijau.

3.4.3 Penanaman gulma

Penanaman gulma dilakukan secara tugal. Gulma yang ditanam memiliki jumlah daun sebanyak 2 sampai 4 helai. Penanaman gulma dilakukan secara merata diantara tanaman kacang hijau dengan memperhatikan jarak tanam pada setiap perlakuan kerapatan gulma. Pada kerapatan 10, 20, 40, dan 80 gulma/m2, jarak tanam yang digunakan berturut-turut yaitu 50 cm x 20 cm, 25 cm x 20 cm, 12,5 cm x 20 cm, dan 12,5 cm x 10 cm.

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan pada tanaman dan gulma. Pemeliharaan tersebut meliputi pemberian pupuk, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penyiraman, dan pemurnian gulma. Pemberian pupuk pada kacang hijau dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST) dengan setengah dosis pupuk Urea dan KCl serta seluruh dosis pupuk TSP dan 4 MST dengan setengah dosis pupuk Urea dan KCl yang dilakukan secara tugal diantara barisan tanaman kacang hijau. Pengendalian hama


(39)

dan penyakit tanaman dilakukan apabila papulasi hama dan serangan penyakit tinggi. Pengendalian dilakukan dengan melakukan eradikasi tanaman yang terserang penyakit atau dengan pestisida sesuai anjuran pemakaian. Pemeliharan gulma dilakukan dengan membersihkan gulma selain yang ditanam secara manual dan menjaga agar kerapatan gulma tetap pada papulasi awal. Penyiraman

dilakukan setiap pagi atau sore hari disesuaikan dengan keadaan cuaca.

3.5 Pengamatan

Untuk menguji hipotesis, dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan gulma, pertumbuhan tanaman, dan komponen hasil tanaman. Secara rinci pengamatan tersebut adalah sebagai berikut

3.5.1 Pertumbuhan gulma

Pengamatan terhadap pertumbuhan gulma meliputi: tingkat penutupan gulma dan bobot kering gulma. Pelaksanaan pengamatan tersebut adalah sebagai berikut 1. Tingkat penutupan gulma

Pengamatan tingkat penutupan gulma diamati secara visual pada setiap gulma yang ada di petak perlakuan pada 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST). 2. Bobot kering gulma

Pengambilan sampel gulma dilakukan dalam kuadran berukuran 50 cm x 50 cm diantara tanaman kacang hijau di dalam petak destruktif saat gulma memasuki fase generatif dengan cara di cabut sampai ke bagian akar tanaman kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70−80oC selama 2 x 24 jam sampai bobot konstan. Adapun petak pengambilan gulma yaitu


(40)

Gambar 3. Petak pengambilan gulma.

3.5.2 Pertumbuhan tanaman kacang hijau

Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman, tingkat kehijauan daun, bobot brangkasan basah, dan bobot brangkasan kering. Pelaksanaan pengamatan tersebut adalah sebagai berikut

1. Tinggi tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada 2, 4, 6, dan 8 MST dengan mengukur tinggi dari tiga tanaman sampel pada setiap petak perlakuan dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman.

2. Tingkat kehijauan daun

Tingkat kehijauan daun tanaman diamati dengan menggunakan SPAD pada tiga daun bagian atas dari tiga tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada 2, 4, 6, dan 8 MST.

3. Bobot basah brangkasan

Pengamatan bobot basah brangkasan tanaman dilakukan dengan menimbang bobot dari tiga sampel tanaman kacang hijau pada petak destruktif saat tanaman kacang hijau telah memasuki fase generatif awal sebelum terjadinya kerontokan daun tanaman (8 MST). Pengamatan dilakukan dalam satuan gram.


(41)

4. Bobot kering brangkasan

Pengamatan bobot kering brangkasan dilakukan dengan menimbang bobot kering dari tiga sampel tanaman kacang hijau setelah pengamatan bobot basah brangkasan dengan menggunakan oven suhu 70−80 oC selama 2 x 24 jam hingga bobot konstan. Pengukuran dilakukan dalam satuan gram.

Gambar 4. Petak pengambilan brangkasan tanaman.

5. Bobot basah akar

Pengamatan bobot basah akar tanaman dilakukan dengan menimbang bobot akar dari tiga sampel brangkasan tanaman kacang hijau pada petak destruktif. Pengukuran dilakukan dalam satuan gram.

6. Bobot kering akar

Pengamatan bobot kering akar tanaman dilakukan dengan menimbang bobot basah akar yang telah dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70−80 oC selama 2 x 24 jam hingga bobot konstan. Pengukuran dilakukan dalam satuan gram .


(42)

3.5.3 Komponen hasil

Pengamatan terhadap komponen hasil tanaman meliputi: bobot basah polong, bobot kering polong, bobot polong hampa, bobot polong isi, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau. Pelaksanaan pengamatan tersebut adalah sebagai berikut

1. Bobot basah polong

Pengamatan bobot basah polong tanaman dilakukan dengan menimbang bobot polong dari tiga tanaman sampel tanaman kacang hijau setiap kali panen (8−12 MST) yang ditandai dengan menghitamnya warna polong. Pengamatan

dilakukan dalam satuan gram. 2. Bobot kering polong

Pengamatan bobot kering polong dilakukan dengan menimbang bobot basah polong yang telah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70−80oC selama 2 x 24 jam sampai bobot konstan. Pengamatan dilakukan dalam satuan gram. 3. Bobot polong hampa

Pengamatan bobot polong hampa dilakukan dengan menimbang bobot polong yang tidak berisi dari tiga sampel tanaman kacang hijau. Pengukuran

dilakukan dalam satuan gram. 4. Bobot 100 butir

Pengamatan bobot 100 butir dilakukan dengan menimbang biji kacang hijau yang telah dipanen pada petak panen sebanyak 100 butir pada kadar air 12%. Pengukuran dilakukan dalam satuan gram.


(43)

5. Produksi biji kacang hijau

Produksi biji kacang hijau diamati dengan menimbang biji kacang hijau yang telah dipanen pada petak panen pada kadar air 12% yang kemudian dikonversi dalam satuan kg/m2. Pengukuran dilakukan dalam satuan gram. Rumus konversi kadar air 12% adalah sebagai berikut:


(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Jenis gulma mampu menekan bobot basah dan bobot kering polong, tetapi tidak mampu menekan tinggi tanaman pada 2, 4, dan 8 MST, tingkat kehijauan daun, bobot basah dan kering brangkasan, bobot basah dan bobot kering akar, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau. Daya tekan Rottboellia exaltata lebih besar dibandingkan dengan Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica.

2. Tingkat kerapatan gulma mampu menekan tinggi tanaman pada 8 MST, tingkat kehijauan daun pada 6 dan 8 MST, bobot brangkasan kering tanaman, bobot basah dan bobot kering polong, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau, tetapi tidak mampu menekan tinggi tanaman pada 2 dan 4 MST, bobot basah brangkasan, dan bobot polong hampa. Kerapatan 20, 40, dan 80 gulma/m2 mampu menekan produksi kacang hijau sebesar 22%, 41%, dan 26%.

3. Pengaruh interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terdapat pada tinggi tanaman 6 MST.


(45)

5.2 Saran

Dari penelitian pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata (L.)) R. Wilczek varietas Vima-1 di sarankan untuk dilakukan penelitian menggunakan kerapatan gulma dengan selang yang lebih rapat. Dengan demikian dapat diketahui secara detail pengaruh kerapatan yang mampu menekan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.


(46)

PUSTAKA ACUAN

Andrianto, T.T. dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut. Yogyakarta. 93 hlm.

Amrullah, A.R., RA. Sidqi Z.Z., dan S. Supriyadi. 2008. Periode kritis kacang hijau (Phaseolus aureus L.) akibat persaingan dengan gulma dan macam pengolahan tanah pada tanah mediteran merah di desa Socah kecamatan Socah Bangkalan. Jurnal Agrovigor (1) 1: 65-71.

Andriyani, L.Y. 2002. Pengaruh waktu penyiangan dan kerapatan tanaman terhadap hasil kacang hijau (Vigna radiata) pada kondisi tanpa olah tanah. Jurnal Agronomi 10(1): 27-31.

Arnon, I. 1975. Mineral nutrition of maize in potash. Worbloufen, Bern Switzerland. pp. 314.

Balitkabi. 2012. Varietas Vima-1. Balitkabi.litbang.deptan.go.id/varietas-unggul/vu-kacang hijau/105-vima-1.html. [20 Oktober 2014]. Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman

Kacang Hijau Provinsi Lampung. Tersedia di http://www.bps.go.id/tnman pgn.php?kat=3. [03 November 2014].

Dinarto, W. dan D. Astriani. 2012. Produksi kacang tanah di lahan kering pada berbagai intensitas penyiangan. Jurnal Agrisains 3 (4): 33-43.

Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. 2013. Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang Hijau. Dakses pada tanggal 03 November 2014. 93 hlm.

Global Invasive Species Database. 2005. Rottboellia cochinchinensis (grass). Tersedia di http://www.issg.org/database/species/ecology.asp? si=772&fr=1&sts=&lang=EN. [25 Juni 2015]

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh kerapatan tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar jagung (Zea mays L.) untuk produksi jagung semi (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 69 hlm.


(47)

Hardiman, T., T. Islami., dan H.T. Sebayang. 2014. Pengaruh waktu penyiangan gulma pada sistem tanam tumpangsari kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dengan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Jurnal Produksi Tanaman 2 (2):111-120.

Hartono, R dan Purwono. 2005. Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Bogor. 66 hlm.

Hasanuddin., G. Erida., dan Safmanaeli. 2012. Pengaruh persaingan gulma Synedrella nodiflora L.Gaertn. pada berbagai densitas terhadap pertumbuhan hasil kedelai. Jurnal Agrista 16 (3): 146-152. Jefri, A. dan M. Rosjidi. 2013. Pengaruh zeolit dalam pupuk terhadap

pertumbuhan dan produksi padi sawah di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 14 (3) 161-166.

Khalil, M. 2003. Komponen hasil tanaman kedelai varietas kipas putih pada berbagai densitas dan pemupukan. Jurnal Eugenia 9 (3):161-164. Marpaung, I.S., Y. Parto., dan E. Sodikin. 2013. Evaluasi kerapatan tanam dan

metode pengendalian gulma pada budidaya padi tanam benih langsung di lahan sawah pasang surut. Jurnal Lahan Suboptimal 2 (1): 93-99.

Moenandir, J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT RajaGrafindo. Jakarta. 125 hlm.

Moenandir, J. dan S. Handayani. 1990. Periode kritis tanaman kacang hijau (Vigna radiata) pada beberapa jarak tanam karena persaingan dengan gulma. Jurnal Agrivita 13 (4) : 1-2.

Najiyati, S. dan Danarti. 2000. Palawija: Budidaya dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. 58 hlm.

Nurjen, Sudiarso, dan Nugroho. 2002. Peranan pupuk kotoran ayam dan pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau varietas Sriti. Jurnal Agrivita 24 (1): 1-8.

Pamuji, S. dan B. Saleh. 2010. Pengaruh intensitas naungan buatan dan dosis pupuk K terhadap pertumbuhan dan hasil jahe gajah. Akta Agrosia 13 (1): 62-69.

Patterson, D.T. 1979. The effects of shading on the growth and photosynthetics capacity of itchgrass (Rottboellia exaltata). Weed science 27 (5). Pp. 549-553

Pujisiswanto, H. dan K. F. Hidayat. 2008. Analisis pertumbuhan gulma, tanaman, dan hasil jagung dengan berbagai kerapatan kacang tanah dan kacang hijau dalam sistem tumpangsari. Jurnal Agrista 1: 193-198.


(48)

Purwanto dan T. Agustono. 2010. Kajian fisologi tanaman kedelai pada kondisi cekaman kekeringan dan berbagai kepadatan gulma teki. Agrosains 12 (1): 24−28.

Puspitasari, S.N. 1991. Pengaruh penyiangan pada empat tingkat kerapatan

tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek). (Skripsi). Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hlm.

[Puslittan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Vima 1, VUB kacang hijau umur genjah, masak serempak, dan tahan penyakit embun tepung. Tersedia di http://www.puslittan.bogor.net/index.php? bawaan=berita/fullteks_berita&id=87. [25 Juni 2015].

Putri, I.D., S.H. Sutjahjo., dan E. Jambormias. 2014. Evaluasi karakter agronomi dan analisis kekerabatan 10 genotipe lokal kacang hijau (Vigna radiata. Wilczek). Bul Agrohorti 2 (1): 11−21.

Rukmana. R. 1997. Kacang Hijau Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 67 hlm.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 85 hlm.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 163 hlm.

Sivapalan, S.R. dan P. Jayadevan. 2012. Physico-chemical and phyto-chemical study of rhizome of Cyperus rotundus Linn. International Journal of Pharmacology anf Pharmaceutical Technology 1 (2): 42-46.

Supartoto, P. Widyasunu, dan E. Setyaningsih. 2002. Kajian afronomis jagung dan kacang hijau sebagai tanaman penyela pada pertanaman damar muda (Agarthis sp.) di lahan hutan produksi. Jurnal pembangunan desa 2 (3): 1-9.

Susanto, G.W.A., dan Titik Sundari. 2011. Perubahan karakter agronomi aksesi plasma nutfah kedelai di lingkungan ternaungi.Jurnal Agronomi Indonesia 39 (1): 1-6.

Tabri, F. 2009. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan kerapatan tanaman. Prosiding Seminar Serealia. Balai Penelitian Serealia. Sulawesi Selatan. p: 177-182.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. BIOTROP-Gramedia. Jakarta. 210 hlm.


(49)

Utomo, I.H. 1989. Critical period of mungbean (Phaseolus radiatus L.) to weed competition. Biotropia (2): 8-11.

Widayat, D. 2002. Kemampuan berkompetisi kedelai (Glycine max) kacang tanah (Arachis hypogaea) dan kacang hijau (Vigna radiata) terhadap teki (Cyperus rotundus). Jurnal Bionatura 4 (2): 118−128.

Yunita. 2011. Persaingan beberapa jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max) varietas Wilis. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 76 hlm.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Jenis gulma mampu menekan bobot basah dan bobot kering polong, tetapi tidak mampu menekan tinggi tanaman pada 2, 4, dan 8 MST, tingkat kehijauan daun, bobot basah dan kering brangkasan, bobot basah dan bobot kering akar, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau. Daya tekan Rottboellia exaltata lebih besar dibandingkan dengan Cyperus rotundus dan Asystasia gangetica.

2. Tingkat kerapatan gulma mampu menekan tinggi tanaman pada 8 MST, tingkat kehijauan daun pada 6 dan 8 MST, bobot brangkasan kering tanaman, bobot basah dan bobot kering polong, bobot 100 butir, dan produksi biji kacang hijau, tetapi tidak mampu menekan tinggi tanaman pada 2 dan 4 MST, bobot basah brangkasan, dan bobot polong hampa. Kerapatan 20, 40, dan 80 gulma/m2 mampu menekan produksi kacang hijau sebesar 22%, 41%, dan 26%.

3. Pengaruh interaksi antara jenis dan kerapatan gulma terdapat pada tinggi tanaman 6 MST.


(2)

5.2 Saran

Dari penelitian pengaruh jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata (L.)) R. Wilczek varietas Vima-1 di sarankan untuk dilakukan penelitian menggunakan kerapatan gulma dengan selang yang lebih rapat. Dengan demikian dapat diketahui secara detail pengaruh kerapatan yang mampu menekan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Andrianto, T.T. dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut. Yogyakarta. 93 hlm.

Amrullah, A.R., RA. Sidqi Z.Z., dan S. Supriyadi. 2008. Periode kritis kacang hijau (Phaseolus aureus L.) akibat persaingan dengan gulma dan macam pengolahan tanah pada tanah mediteran merah di desa Socah kecamatan Socah Bangkalan. Jurnal Agrovigor (1) 1: 65-71.

Andriyani, L.Y. 2002. Pengaruh waktu penyiangan dan kerapatan tanaman terhadap hasil kacang hijau (Vigna radiata) pada kondisi tanpa olah tanah. Jurnal Agronomi 10(1): 27-31.

Arnon, I. 1975. Mineral nutrition of maize in potash. Worbloufen, Bern Switzerland. pp. 314.

Balitkabi. 2012. Varietas Vima-1. Balitkabi.litbang.deptan.go.id/varietas-unggul/vu-kacang hijau/105-vima-1.html. [20 Oktober 2014]. Badan Pusat Statistik. 2014. Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman

Kacang Hijau Provinsi Lampung. Tersedia di http://www.bps.go.id/tnman pgn.php?kat=3. [03 November 2014].

Dinarto, W. dan D. Astriani. 2012. Produksi kacang tanah di lahan kering pada berbagai intensitas penyiangan. Jurnal Agrisains 3 (4): 33-43.

Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. 2013. Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang Hijau. Dakses pada tanggal 03 November 2014. 93 hlm.

Global Invasive Species Database. 2005. Rottboellia cochinchinensis (grass). Tersedia di http://www.issg.org/database/species/ecology.asp? si=772&fr=1&sts=&lang=EN. [25 Juni 2015]

Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh kerapatan tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar jagung (Zea mays L.) untuk produksi jagung semi (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 69 hlm.


(4)

Hardiman, T., T. Islami., dan H.T. Sebayang. 2014. Pengaruh waktu penyiangan gulma pada sistem tanam tumpangsari kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dengan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). Jurnal Produksi Tanaman 2 (2):111-120.

Hartono, R dan Purwono. 2005. Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Bogor. 66 hlm.

Hasanuddin., G. Erida., dan Safmanaeli. 2012. Pengaruh persaingan gulma Synedrella nodiflora L.Gaertn. pada berbagai densitas terhadap pertumbuhan hasil kedelai. Jurnal Agrista 16 (3): 146-152. Jefri, A. dan M. Rosjidi. 2013. Pengaruh zeolit dalam pupuk terhadap

pertumbuhan dan produksi padi sawah di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 14 (3) 161-166.

Khalil, M. 2003. Komponen hasil tanaman kedelai varietas kipas putih pada berbagai densitas dan pemupukan. Jurnal Eugenia 9 (3):161-164. Marpaung, I.S., Y. Parto., dan E. Sodikin. 2013. Evaluasi kerapatan tanam dan

metode pengendalian gulma pada budidaya padi tanam benih langsung di lahan sawah pasang surut. Jurnal Lahan Suboptimal 2 (1): 93-99.

Moenandir, J. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT RajaGrafindo. Jakarta. 125 hlm.

Moenandir, J. dan S. Handayani. 1990. Periode kritis tanaman kacang hijau (Vigna radiata) pada beberapa jarak tanam karena persaingan dengan gulma. Jurnal Agrivita 13 (4) : 1-2.

Najiyati, S. dan Danarti. 2000. Palawija: Budidaya dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. 58 hlm.

Nurjen, Sudiarso, dan Nugroho. 2002. Peranan pupuk kotoran ayam dan pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau varietas Sriti. Jurnal Agrivita 24 (1): 1-8.

Pamuji, S. dan B. Saleh. 2010. Pengaruh intensitas naungan buatan dan dosis pupuk K terhadap pertumbuhan dan hasil jahe gajah. Akta Agrosia 13 (1): 62-69.

Patterson, D.T. 1979. The effects of shading on the growth and photosynthetics capacity of itchgrass (Rottboellia exaltata). Weed science 27 (5). Pp. 549-553

Pujisiswanto, H. dan K. F. Hidayat. 2008. Analisis pertumbuhan gulma, tanaman, dan hasil jagung dengan berbagai kerapatan kacang tanah dan kacang hijau dalam sistem tumpangsari. Jurnal Agrista 1: 193-198.


(5)

Purwanto dan T. Agustono. 2010. Kajian fisologi tanaman kedelai pada kondisi cekaman kekeringan dan berbagai kepadatan gulma teki. Agrosains 12 (1):

24−28.

Puspitasari, S.N. 1991. Pengaruh penyiangan pada empat tingkat kerapatan

tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek). (Skripsi). Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hlm.

[Puslittan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Vima 1, VUB kacang hijau umur genjah, masak serempak, dan tahan penyakit embun tepung. Tersedia di http://www.puslittan.bogor.net/index.php? bawaan=berita/fullteks_berita&id=87. [25 Juni 2015].

Putri, I.D., S.H. Sutjahjo., dan E. Jambormias. 2014. Evaluasi karakter agronomi dan analisis kekerabatan 10 genotipe lokal kacang hijau (Vigna radiata. Wilczek). Bul Agrohorti 2 (1): 11−21.

Rukmana. R. 1997. Kacang Hijau Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 67 hlm.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 85 hlm.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 163 hlm.

Sivapalan, S.R. dan P. Jayadevan. 2012. Physico-chemical and phyto-chemical study of rhizome of Cyperus rotundus Linn. International Journal of Pharmacology anf Pharmaceutical Technology 1 (2): 42-46.

Supartoto, P. Widyasunu, dan E. Setyaningsih. 2002. Kajian afronomis jagung dan kacang hijau sebagai tanaman penyela pada pertanaman damar muda (Agarthis sp.) di lahan hutan produksi. Jurnal pembangunan desa 2 (3): 1-9.

Susanto, G.W.A., dan Titik Sundari. 2011. Perubahan karakter agronomi aksesi plasma nutfah kedelai di lingkungan ternaungi.Jurnal Agronomi Indonesia 39 (1): 1-6.

Tabri, F. 2009. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan kerapatan tanaman. Prosiding Seminar Serealia. Balai Penelitian Serealia. Sulawesi Selatan. p: 177-182.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. BIOTROP-Gramedia. Jakarta. 210 hlm.


(6)

Utomo, I.H. 1989. Critical period of mungbean (Phaseolus radiatus L.) to weed competition. Biotropia (2): 8-11.

Widayat, D. 2002. Kemampuan berkompetisi kedelai (Glycine max) kacang tanah (Arachis hypogaea) dan kacang hijau (Vigna radiata) terhadap teki (Cyperus rotundus). Jurnal Bionatura 4 (2): 118−128.

Yunita. 2011. Persaingan beberapa jenis dan kerapatan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max) varietas Wilis. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 76 hlm.